Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 113

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN ADIKSI GAME ONLINE

PADA GAMERS DEWASA AWAL DI INSAN-NET CIMAHI

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Skripsi

Pada Fakultas Psikologi

Universitas Islam Bandung

NADYA SAFARINA

10050014034

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

FAKULTAS PSIKOLOGI

BANDUNG

2018
1

1
HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN ADIKSI GAME ONLINE

PADA GAMERS DEWASA AWAL DI INSAN-NET CIMAHI

NADYA SAFARINA

10050014034

Bandung, 4 Agustus 2018

Menyetujui, Mengetahui,

Pembimbing Dekan

Lilim Halimah BHSc., MHSPY Dr. Dewi Sartika, M.Si.


PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, Nadya Safarina, yang disaksikan oleh

tim penguji skripsi dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri

dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu oleh

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak

sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya

dicabut.

Bandung, Agustus 2018

Nadya Safarina

i
MOTTO

ُ‫َّن ا َّت َب َع َه َواه‬ َ ‫َو َمنْ َأ‬


ِ ‫ض ُّل ِمم‬
“..dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginan (hawa
nafsu)nya...” (QS.Al-Qashas:50)

َ ‫و ُكلُو ْا َوا ْش َربُو ْا َوالَ ُتسْ ِرفُو ْا ِإ َّن ُه الَ ُيحِبُّ ْالمُسْ ِرف‬
‫ِين‬
"... makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

‫ِمنْ حُسْ ِن ِإسْ الَ ِم ْال َمرْ ِء َترْ ُك ُه َما الَ َيعْ نِي ِه‬
“Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal
yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)

ii
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdullillahirrabill’alamin, shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada

Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman

yang terang benderang ini. Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas ke

hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini

dapat diselesaikan untuk mendapatkan gelar sarjana psikologi di Fakultas

Psikologi, Universitas Islam Bandung.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orangtua peneliti, yaitu Ibu (Hanik Ainu Zubaidah) dan Bapak (Wahyu)

yang selalu memberikan dukungan, nasehat, doa kepada peneliti tiada henti

dimana tanpa semangat, kasih sayang, dan doa dari kedua orangtua peneliti tidak

mungkin dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Dewi Sartika, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam

Bandung.

3. Dr. Ihsana Sabriani Borualogo, M.Si selaku wali dosen peneliti.

4. Lilim Halimah BHSc., MHSPY selaku pembimbing skripsi yang sudah

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, semangat, dan selalu sabar

dalam membimbing peneliti selama penyusunan skripsi.

iii
5. Mas Dawami selaku Manager Insan-net Cimahi yang telah memberikan izin pada

peneliti untuk melakukan penelitian di Insan-net Cimahi.

6. Seluruh Operator Insan-net Cimahi, Teh Ayu, Cecep, Reza, dan A Habib yang

telah membantu peneliti dalam proses pengambilan data penelitian ini.

7. Seluruh partisipan penelitian yang sudah bersedia meluangkan waktu dan bersikap

kooperatif sehingga mempermudah pengambilan data pada penelitian ini.

8. Nasywa, Resti, Putri, Teh Tadia, Teh Fira, Teh Laily, dan Kang Nuzul sebagai

teman kelompok bimbingan skripsi yang saling memberikan semangat dan

bantuan untuk menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman psikologi angkatan 2014, khususnya kelas A 2014 yang telah

memberikan dukungan kepada peneliti selama menjalankan perkuliahan. Serta

pihak-pihak lain yang tidak dapat diucapkan satu persatu. Semoga Allah Swt.

selalu memberikan rahmat dan karunia untuk memberi balasan atas semua

bantuan yang telah diberikan kepada peneliti. Aamiin.

Bandung, Agustus 2018

Nadya Safarina

iv
ABSTRAK

NADYA SAFARINA, 10050014034, Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi


Game Online pada Gamers Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi.
Masa perkembangan dewasa awal merupakan masa yang produktif dan masa
terjadinya perubahan peran dan tanggung jawab yang lebih kompleks, namun
peneliti menemukan fenomena bahwa terdapat individu dewasa awal yang
menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk bermain game online. Mereka
selalu mengunjungi warnet dan biasa bermain game online paling sebentar 10 jam
setiap harinya, hal ini biasanya memicu berbagai permasalahan dalam keluarga.
Mereka beranggapan bermain game online adalah hal penting dan merasa gelisah
jika ditinggalkan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan jumlah
populasi sebanyak 33 gamers dewasa awal. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat seberapa erat hubungan kontrol diri dengan adiksi game online
pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi. Alat ukur yang digunakan adalah
Brief Self-Control Scale yang dikonstruksi oleh Tangney, dkk. (2004) untuk
mengukur variabel kontrol diri, dan Game Addiction Scale yang dikonstruksi oleh
Lemmens, dkk. (2009) untuk mengukur variabel adiksi game online. Peneliti
menggunakan teknik analisis Rank Spearman dan didapatkan r =  0,581 dengan
p = 0,000, artinya terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol
diri dengan adiksi game online. Artinya, semakin rendah kontrol diri maka
semakin berat adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

Kata Kunci : Adiksi Game Online, Dewasa Awal, Kontrol diri

v
ABSTRACT

NADYA SAFARINA, 10050014034, The Relationship Between Self-Control


and Online Game Addiction in Early Adult Gamers at Insan-net Cimahi
Early adulthood is a productive period in development stage where individuals
are having more complex experiences and responsibilities. Contrary to what early
adulthood should do, researcher found that there were individuals who almost
spent all their time by playing online games. They always visit cyber cafe and
usually play online games for at least 10 hours every day, this is usually leads to
various family problems. They think playing online games is important and feeling
uneasy if left behind. This study is a correlational study with a total population of
33 gamers in early adulthood stage. The aim of this study is to see the correlation
of self-control with online game addiction in early adult gamers at Insan-net
Cimahi. Researcher used Brief Self-Control Scale which constructed by Tangney,
et al. (2004) to measure the variable of self-control and Game Addiction Scale
which constructed by Lemmens, et al. (2009) to measure the variable of online
game addiction. Rank Spearman correlation was used to analyze the data, and the
result shows that r= 0,581, with p=0.000. The result indicates that self-control
is significantly negative correlated with online game addiction which means the
lower self-control is, the probability of online game addiction is more severe in
early adult gamers at Insan-net Cimahi.

Keywords : Early Adulthood, Online Game Addiction, Self-control

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak terhingga, selalu

memberikan kemudahan dengan cara-Nya, atas izin-Nya pula

Alhamdulillahirrabbil’alamiin peneliti akhirnya mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online pada

Gamers Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi, guna melengkapi persyaratan

dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.

Dalam skripsi ini tersusun beberapa bab yang menjelaskan mengenai penelitian

ini, yaitu :

- BAB I PENDAHULUAN, menguraikan bagaimana latar belakang masalah

mengenai penelitian ini, diuraikan pula identifikasi masalah, maksud dan tujuan

penelitian dan juga kegunaan penelitian untuk menggambarkan manfaat

melakukan penelitian.

- BAB II TINJAUAN PUSTAKA, menguraikan teori yang digunakan dalam

penelitian ini sebagai pendukung pembahasan penelitian ini, diuraikan pula

kerangka pemikiran yang menggambarkan analisis penulis mengenai penelitian

ini.

vii
- BAB III METODE PENELITIAN, diuraikan mengenai rancangan penelitian,

variable penelitian, alat ukur, subjek penelitian dan juga teknik analisis

pengukuran yang dilakukan dalam penelitian.

- BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, akan diuraikan hasil pengolahan data

secara statistik dan pembahasan mengenai hubungan kontrol diri dengan adiksi

game online pada gamers dewasa awal di Insan-Net Cimahi.

- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, Pada bab ini akan ditarik kesimpulan

dari penelitian yang dilakukan dan saran yang diberikan oleh peneliti.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, sehingga

penulis menerima saran dan kritik membangun demi pengembangan penelitian

dalam skripsi yang lebih baik.

Bandung, Agustus 2018

Penulis

Nadya Safarina

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN.......................................................................................................i

MOTTO...................................................................................................................ii

UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................iii

ABSTRAK...............................................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL...................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM..............................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................1

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................13

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN.................................................15

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN......................................................................15

BAB II : TINJAUAN TEORI................................................................................17

2.1 ALASAN PEMILIHAN TEORI.................................................................17

2.2 TEORI.........................................................................................................17

2.2.1 ADIKSI................................................................................................17

2.2.2 GAME ONLINE....................................................................................18

2.2.3 ADIKSI GAME ONLINE.....................................................................28

2.2.4 KONTROL DIRI..................................................................................32

2.2.5 DEWASA AWAL.................................................................................36

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................................40

2.4 HIPOTESIS.................................................................................................49

ix
BAB III : METODE PENELITIAN......................................................................46

3.1 RANCANGAN PENELITIAN...................................................................46

3.2 VARIABEL PENELITIAN........................................................................47

3.3 KISI-KISI ALAT UKUR............................................................................49

3.4 POPULASI..................................................................................................52

3.5 TEKNIK ANALISIS...................................................................................53

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................59

4.1 HASIL PENELITIAN.................................................................................59

4.1.1 Uji Prasyarat Penelitian........................................................................59

4.1.2 Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online..........................60

4.1.3 Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online...............61

4.1.4 Data Demografi Responden.................................................................67

4.1.5 Data Hasil Penelitian............................................................................70

4.2 PEMBAHASAN.........................................................................................74

4.2.1 Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online........................74

4.2.2 Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online..............75

4.2.3 Data Demografis Responden Berkaitan dengan Kontrol Diri dan


Adiksi Game Online............................................................................80

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN....................................................................86

5.1 SIMPULAN.................................................................................................86

5.2 SARAN.......................................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................90

LAMPIRAN...............................................................................................................

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Respon Jawaban Pernyataan Brief Self-Control Scale...........................49

Tabel 3.2 Kisi – kisi Brief Self-Control Scale........................................................50

Tabel 3.3 Respon Jawaban Pernyataan Game Addiction Scale.............................51

Tabel 3.4 Kisi-kisi Alat Ukur Game Addiction Scale............................................51

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai r..................................................................................56

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur.............................................................57

Tabel 3.7 Koefisien Korelasi.................................................................................58

Tabel 4.1 Uji Linearitas Data.................................................................................60

Tabel 4.2 Korelasi Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online pada Gamers
Dewasa Awal di Insan-net Cimah..........................................................................60

Tabel 4.3 Hubungan Self-discipline dengan Adiksi Game Online pada Gamers
Dewasa Awal di Insan-net Cimahi.........................................................................61

Tabel 4.4 Hubungan Deliberate / Non-impulsive dengan Adiksi Game Online


pada Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi..................................................62

Tabel 4.5 Hubungan Healthy Habit dengan Adiksi Game Online pada Gamers
Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi........................................................................63

Tabel 4.6 Hubungan Work Ethic dengan Adiksi Game Online pada Gamers
Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi........................................................................64

Tabel 4.7 Hubungan Reliability dengan Adiksi Game Online pada Gamers
Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi........................................................................65

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game
Online pada Gamers Dewasa Awal Kota Cimahi..................................................66

Tabel 4.9 Distribusi Jenis Kelamin Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi. .67

Tabel 4.10 Distribusi Usia Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi................68

Tabel 4.11 Distribusi Pekerjaan Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi.......68

xi
Tabel 4.12 Distribusi Status Pernikahan Gamers Dewasa Awal di Insan-net
Cimahi....................................................................................................................69

Tabel 4.13 Norma Kategori Tingkat Kontrol Diri.................................................70

Tabel 4.14 Kategorisasi Kontrol Diri.....................................................................71

Tabel 4.15 Persentase Tingkat Kontrol Diri Gamers Usia Dewasa Awal Insan-net
Cimahi....................................................................................................................71

Tabel 4.16 Jenis Game Online yang Dimainkan Oleh Gamers Dewasa Awal

Insan-net Cimahi....................................................................................................73

xii
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM

Gambar 2.1 Kerangka Pikir....................................................................................44

Diagram 4.1 Kontrol Diri Gamers Dewasa Awal Insan-net Cimahi.....................72

Diagram 4.2 Jenis Game Online yang Dimainkan Gamers Dewasa Awal di Insan-
net Cimahi..............................................................................................................73

xiii
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Alat Ukur Kontrol Diri dan Adiksi Game Online................................

Lampiran 2 : Validitas Alat Ukur..............................................................................

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada era globalisasi ini teknologi dunia berkembang semakin pesat. Kemajuan

teknologi memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan manusia, salah satunya

untuk meningkatkan peradaban manusia itu sendiri. Salah satu hal dari kemajuan

teknologi yang membuat perubahan signifikan adalah fasilitas internet yang dapat

digunakan oleh berbagai kalangan dan tersedianya berbagai produk teknologi

yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Hal ini terlihat dari

berbagai macam konten yang dapat diakses melalui internet seperti tersedianya

berbagai macam media sosial untuk membantu masyarakat berkomunikasi lewat

dunia maya, banyak pula informasi seperti berita, info pendidikan, layanan

kesehatan, layanan publik, komersial, bahkan produk teknologi yang hanya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hiburan semata.

Kemudahan dalam mengakses dan mendapatkan informasi dari berbagai

fasilitas yang tersedia dalam internet membuat masyarakat memilih internet

sebagai salah satu media untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut hasil

survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

(APJII) pada tahun 2017, diketahui bahwa pengguna jasa internet di Indonesia

mencapai 143,26 juta user. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya 54,7%

penduduk Indonesia adalah pengguna fasilitas internet dan dari 143,26 juta

pengguna fasilitas internet, 58,8% pengguna fasilitas internet tersebut berasal dari

Pulau Jawa (APJII, Gudang Data: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,
2

2017). Hal ini menandakan bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang

memiliki jumlah pengguna fasilitas internet terbanyak di Indonesia.

Dapat dikatakan bahwa kemudahan mendapatkan akses internet terutama di

pulau-pulau besar tentu mempengaruhi jumlah pengguna fasilitas internet. Jika

melihat penggunaan internet berdasarkan wilayah di Pulau Jawa dalam Profil

Pengguna Internet Indonesia 2014, pengguna fasilitas internet terbanyak di Pulau

Jawa berasal dari Jawa Barat dengan persentase 42%. Urutan kedua ditempati

oleh Jawa Timur dengan persentase 30,8% dan Jawa Tengah dengan persentase

sebesar 27,2% (APJII, Gudang Data: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet

Indonesia, 2014). Kemajuan teknologi juga sangat terasa di kota-kota besar di

Indonesia, termasuk Ibukota Jawa Barat yaitu Kota Bandung. Hal ini terlihat dari

upaya pemerintah yang memberikan kemudahan pada masyarakat untuk

mengakses internet dengan menyediakan akses intenet gratis di berbagai fasilitas

umum.

Selain kota-kota besar seperti Kota Bandung, ternyata salah satu kota yang

dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Bandung dan baru saja menjadi kota

otonom tahun 2001 yaitu Kota Cimahi juga mengalami perkembangan teknologi

yang pesat. Pada beberapa tahun terakhir, pemerintah Kota Cimahi menjalankan

berbagai program untuk menjadikan Kota Cimahi sebagai cyber city. Selain itu

kota Cimahi juga memiliki jargon baru yaitu “Cimahi Smartcity”. Sebagai bentuk

implementasi atas jargon pembangunan “Cimahi Smartcity”, Dinas Komunikasi

Informasi Arsip dan Perpustakaan (Diskominfoarpus) Kota Cimahi bahkan

mengalokasikan anggaran hingga Rp.600 juta untuk belanja jasa penggunaan

internet setiap tahunnya (dalam http://www.cimahikota.go.id).


3

Keinginan pemerintah Kota Cimahi untuk menjadikan masyarakat sadar dan

paham akan pentingnya penggunaan internet di era globalisasi ini terlihat dari

beberapa upaya yang dilakukan pemerintah. Beberapa diantaranya adalah

peningkatan kapasitas internet pada instansi pemerintahan agar pemerintah

mampu meningkatkan, mempermudah pemberian pelayanan masyarakat, dan

tersedianya berbagai aplikasi berbasis online yang memudahkan masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan dalam berbagai bidang seperti pemenuhan kebutuhan

kesehatan dan pendidikan. Selain itu Pemerintah Kota Cimahi juga menyediakan

akses internet gratis pada sejumlah fasilitas umum yang menjadi tempat

berkumpul warga masyarakat seperti alun-alun dan taman-taman kota. Cara

mengakses layanan internet ini cukup mudah, warga Cimahi hanya perlu

melakukan log in dan tak harus menggunakan kata sandi atau password. Hal ini

dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat dapat meningkatkan wawasan dan

cara pandang mereka lewat fasilitas internet yang telah disediakan (dalam

http://www.cimahikota.go.id).

Selain fasilitas-fasilitas yang telah disebutkan, perubahan yang cukup

signifikan berkaitan dengan berkembangnya fasilitas internet juga terlihat dari

jumlah warung internet (warnet) yang akhir-akhir ini semakin menjamur. Menurut

Badan Pusat Statistik Kota Cimahi, jumlah warnet di Kota Cimahi mencapai 228

unit dan luas wilayah Kota Cimahi adalah 40,2 km 2 (Kota Cimahi Dalam Angka,

2017). Jika dilakukan perhitungan matematis, dapat dikatakan bahwa setidaknya

terdapat 5-6 unit warnet/ km2 di Kota Cimahi. Jumlah ini terbilang cukup banyak,

apalagi jika melihat fakta bahwa Kota Cimahi merupakan kota yang baru gencar

mengikuti perkembangan teknologi beberapa tahun terakhir ini.


4

Di Kota Cimahi terdapat berbagai jenis warnet, beberapa diantaranya adalah

internet cafe, warnet yang menyediakan fasilitas servis, warnet khusus untuk

bermain game online (game center), dan ada pula warnet yang merupakan

kombinasi dari beberapa jenis warnet tersebut. Keberadaan warnet yang mudah

ditemui di Kota Cimahi mendatangkan banyak manfaat, salah satunya membantu

masyarakat untuk memenuhi tuntutan tugas sekolah, pekerjaan, atau hanya untuk

memenuhi kebutuhan hiburan semata.

Dengan jumlah warnet yang terbilang cukup banyak, peneliti menemukan hal

menarik. Hampir semua warnet terutama warnet yang menyediakan fasilitas game

online selalu terlihat penuh bahkan saat jam sekolah atau jam kerja. Hasil

observasi peneliti menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang menjadikan game

online bukan hanya untuk keperluan mengisi waktu luang. Banyak juga individu

yang melalaikan aktivitas lainnya hanya untuk bermain game online di warnet.

Game online merupakan situs yang menyediakan berbagai jenis permainan

yang dapat melibatkan beberapa pengguna internet di berbagai tempat yang

berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama dengan melalui jaringan

komunikasi online (Young K. , 2009). Hal ini memungkinkan para pemain

mendapat kesempatan sama-sama bermain, berinteraksi, dan berpetualang serta

membentuk komunitasnya sendiri dalam dunia maya. Dari berbagai macam tipe

game online yang disuguhkan, dapat dikatakan bahwa game online bukan hanya

memberikan hiburan tetapi juga memberikan tantangan yang menarik untuk

diselesaikan sehingga individu bermain game online tanpa memperhitungkan

waktu demi mencapai kepuasan.


5

Kemajuan teknologi membuat akses game online menjadi lebih mudah, salah

satunya lewat media smartphone. Walaupun akses game online menjadi lebih

mudah, peneliti menemukan bahwa masih banyak masyarakat yang lebih memilih

bermain game online di warnet dibandingkan dengan bermain lewat smartphone.

Peneliti menemukan fenomena ini di salah satu warnet terbesar Kota Cimahi yaitu

Insan-net yang berlokasi di kawasan Cimahi Tengah.

Insan-net merupakan warnet yang sudah berdiri sejak tahun 2001. Pada

awalnya warnet ini tidak hanya menyediakan fasilitas untuk bermain game,

mereka juga menyediakan perangkat komputer untuk keperluan mengerjakan

tugas yang biasanya dibutuhkan oleh anak-anak sekolah baik dari jenjang

pendidikan dasar sampai mahasiswa. Bahkan tidak jarang pula mereka yang sudah

bekerja memilih warnet ini untuk menyelesaikan tugas atau laporan pekerjaan

mereka.

Seiring perkembangan teknologi yang begitu pesat, kebutuhan masyarakat juga

ikut berubah. Salah satu yang memiliki pengaruh signifikan adalah perkembangan

game online yang mengundang minat masyarakat. Bukan hanya anak-anak saja

yang tertarik untuk mencobanya, banyak pula orang dewasa yang tertarik untuk

memainkan games online karena fitur canggih dan menarik yang ditawarkan. Hal

inilah yang menyebabkan pemilik Insan-net memutuskan untuk mengubah warnet

menjadi warnet khusus untuk bermain game online pada tahun 2011.

Insan-net memiliki 67 buah komputer yang khusus digunakan untuk bermain

game online. Walaupun jumlah komputer cukup banyak, tempat ini hampir selalu

penuh setiap harinya. Posisi tempat yang cukup strategis karena terletak di pinggir
6

jalan, selalu buka selama 24 jam, dan banyaknya pilihan paket waktu yang

disediakan merupakan beberapa alasan yang membuat warnet ini ramai didatangi

pengunjung. Insan-net juga menyediakan beberapa fasilitas lain untuk memenuhi

kebutuhan pengunjung warnet, seperti kantin dan mushola. Selain itu Insan-net

juga menyediakan fasilitas membership yang memberikan keuntungan bagi para

member yaitu harga paket yang lebih murah dan masa aktif billing yang lebih

lama.

Hal unik yang ditemukan oleh peneliti di Insan-net Cimahi adalah mayoritas

pengunjung warnet merupakan orang dewasa yang sebagian besar sudah bekerja.

Saat peneliti melakukan penelitian pra-survei di warnet Insan-net dengan

pemberian kuesioner kepada 40 orang, peneliti mendapatkan data bahwa terdapat

pemain dengan usia 13-19 tahun sebanyak 47,5% (19 orang) dan usia 20-40 tahun

yang berada pada usia dewasa awal sebanyak 52,5% (21 orang). Dari hasil

kuesioner didapatkan data bahwa 62,5% responden (25 orang) menghabiskan

waktu lebih dari empat jam sehari saat bermain game. Berkaitan dengan jenis

game online yang sering dimainkan oleh responden, 65% responden (26 orang)

menyatakan bahwa game online yang sering mereka mainkan adalah DOTA

(Defense of the Ancients) dan Point Blank.

Selain menggunakan kuesioner, peneliti melakukan wawancara singkat

terhadap 11 responden yang bermain lebih dari 4 jam sehari. Seluruh responden

yang diwawancara berada pada usia dewasa awal. Hal ini dikarenakan hasil

kuesioner menunjukkan mayoritas responden yang bermain lebih dari 4 jam sehari

berada pada usia dewasa awal.


7

Dari hasil wawancara peneliti mendapatkan data bahwa pada awalnya mereka

tertarik bermain game untuk memenuhi kebutuhan hiburan. Mereka mengatakan

bahwa game online merupakan media terbaik untuk melepaskan penat dan

melupakan masalah yang terjadi di dunia nyata. Selain games center yang saat ini

mudah ditemukan di seluruh penjuru Kota Cimahi, jika dibandingkan dengan

rekreasi lain biaya untuk bermain game online jauh lebih murah untuk mereka

yang mayoritas berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah. Dari data

wawancara juga diketahui bahwa para responden memilih game online karena

game online merupakan media yang paling aman untuk melepas penat jika

dibandingkan dengan melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba. Hal lain

yang membuat mereka lebih senang bermain game online di warnet adalah tidak

akan ada yang menegur mereka walaupun mereka bermain game selama berjam-

jam.

Menurut hasil kuesioner, para responden rata-rata bermain game online selama

10-24 jam per hari. Setelah dilakukan wawancara, peneliti mendapatkan data

tambahan bahwa mereka merasa harus meluangkan waktu untuk bermain game

setidaknya 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Bahkan ada pula responden yang

selalu bermain 4 kali dalam seminggu dengan durasi minimal 10 jam. Hal ini

seringkali memicu terjadinya pertengkaran terutama dengan anggota keluarga

karena para gamers dewasa awal lebih sering menghabiskan waktu mereka untuk

bermain di warnet dibandingkan berkumpul bersama keluarga. Walaupun begitu

para responden mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk mengurangi waktu

bermain, bahkan seringkali waktu mereka bermain game online bertambah setiap

harinya.
8

Para responden juga merasa tidak nyaman jika mereka tidak menyempatkan

diri untuk bermain game. Mereka terkadang merasa cemas atau kesal dan salah

satu alternatif yang biasa mereka gunakan ketika tidak bisa bermain game di

komputer adalah bermain game di smartphone mereka. Para responden

berpendapat bahwa bermain game online adalah aktivitas yang penting dan tidak

dapat ditinggalkan.

Dari data wawancara juga ditemukan bahwa seluruh responden seringkali

bermain game untuk melepas penat dan melupakan masalah yang mereka miliki.

Mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan jika

sedang menghadapi masalah dan bermain game online adalah pilihan terbaik saat

mereka sedang mengalami masalah. Para responden mengatakan bahwa dengan

bermain game, mereka akan tenggelam dalam alur cerita dan keseruan game

tersebut sehingga mereka dapat melupakan semua masalah yang dimiliki saat itu.

Hampir keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka merasa lebih tenang

dan merasa lebih bahagia setelah bermain game.

Menurut data wawancara yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa para

responden senang bermain game online karena banyak kelebihan yang ditawarkan

dari game online, baik dari fitur permainan yang canggih dan menarik maupun

efek yang mereka rasakan saat bermain game online. Hal ini dapat menjadikan

gamer bukan hanya sekedar penikmat game online tetapi memunculkan

kemungkinan bahwa gamer bisa saja menjadi pecandu game online (Pratiwi,

2012).
9

Saat seseorang mengalami kecanduan dalam bermain game online, hal yang

dirasakan adalah seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain bermain

game dan game tersebut seolah-olah adalah kehidupannya. Kecanduan game

dapat menimbulkan kerugian yang signifikan. Salah satu kerugiannya adalah

pemain game dapat menjadi lalai dengan kehidupan nyatanya karena sudah terlalu

dalam terlibat di permainan tersebut (Griffiths, 1995).

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti melihat bahwa sebagian besar dari

responden menunjukkan beberapa kriteria adiksi dalam bermain game online.

Game addiction adalah penggunaan komputer atau video games secara berlebihan

dan kompulsif yang dapat menimbulkan masalah sosial dan/atau emosional;

gamers juga tidak mampu mengendalikan penggunaan berlebihan dalam bermain

game (Lemmens, Valkenburg, & Peter, 2009).

Dari kebiasaan mereka bermain game online, peneliti mendapatkan data dari

hasil observasi dan wawancara bahwa para gamers kekurangan waktu tidur

bahkan sampai lupa makan. Walaupun begitu mereka selalu mengulangi perilaku

bermain game selama berjam-jam bahkan ketika mereka sudah merasa lelah.

Untuk para gamers yang bermain game sampai menginap di warnet, mereka juga

seringkali memesan makanan yang disediakan oleh warnet. Makanan yang

disediakan biasanya berupa mi instan, makanan ringan, kopi, dan minuman

dengan kandungan gula tinggi. Hal ini menandakan bahwa selain tubuh yang

capai dan lelah setelah bermain game, kebutuhan gizi mereka juga tidak terpenuhi

dan hal ini dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan mereka.
10

Peneliti juga mendapatkan data bahwa banyak gamers dewasa awal yang

menginap di warnet untuk bermain game, padahal mereka memiliki kesibukan

lain seperti kuliah ataupun bekerja. Karena mereka menghabiskan banyak waktu

di warnet, mereka seringkali tidak melakukan kewajiban sesuai tuntutannya,

bahkan tidak jarang mereka mengakhirkan atau melewatkan ibadah shalat.

Selain itu, beberapa gamers mengatakan dirinya selalu merasa ngantuk dan

tidak fokus saat melakukan aktivitas diluar bermain game sehingga mereka hanya

mengerjakan tugas ataupun pekerjaan sekehendak mereka dan hasil yang didapat

juga menjadi tidak maksimal. Walaupun begitu mereka lebih memilih untuk

merasa lelah dan tidak fokus saat melakukan aktivitas sehari-sehari daripada

mengurangi waktunya dalam bermain game.

Di samping itu peneliti juga mendapatkan data bahwa terdapat gamers yang

menghabiskan uang miliknya untuk bermain game dan ada responden yang

sampai meminjam uang ke kantornya untuk bermain game online karena uang

hasil kerjanya sudah habis digunakan untuk memenuhi kebutuhannya dalam

bermain game online.

Jika dilihat dari hasil pra-survei melalui observasi, kuesioner, dan wawancara

singkat, kebanyakan pemain game online dewasa awal yang menunjukkan kriteria

adiksi mengalami masalah dalam kontrol diri. Pada usia dewasa awal, seharusnya

kontrol diri seseorang menjadi lebih baik dan mampu memunculkan perilaku yang

sesuai dalam situasi yang bervariasi. Kontrol diri adalah unsur yang memiliki

pengaruh besar terhadap tingkat adiksi game online seseorang. Karena dengan

adanya kontrol diri yang tinggi, individu dapat membagi waktu untuk memenuhi
11

kewajiban yang dimilikinya dan bermain game online yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan hiburan semata.

Menurut Baumeister Vohs, & Tice (2007), kontrol diri mengacu pada kapasitas

untuk mengubah respon dari individu itu sendiri, terutama untuk mengarahkan

individu untuk mengarahkan seseorang sesuai dengan standar seperti cita-cita,

nilai, moral, dan harapan sosial untuk mendukung mereka mencapai tujuan jangka

panjang. Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu

intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis

yang negatif dari stresor-stresor lingkungan.

Dari fenomena yang telah dipaparkan dapat dikatakan bahwa kontrol diri yang

dimiliki gamer usia dewasa awal tidak sesuai dengan tuntutan masa

perkembangan. Usia dewasa awal merupakan salah satu masa perkembangan yang

memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang karena pola-pola perilaku

sikap dan nilai-nilai yang dimilikinya saat ini cenderung akan menjadi kekhasan

selama sisa hidupnya (Hurlock, 2002). Selain itu masa perkembangan dewasa

awal merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan peran dan

tanggung jawab yang lebih kompleks, menjadi individu yang lebih mandiri dan

independen. Jika seharusnya fase perkembangan dewasa awal adalah masa yang

produktif, pada fenomena ditemukan bahwa individu-individu dewasa awal justru

menghabiskan waktunya hanya untuk bermain game online demi mencapai

kepuasan sesaat. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan untuk mengontrol diri

pada usia dewasa awal merupakan komponen yang krusial karena dengan adanya

kontrol diri yang tinggi, individu dapat membagi waktu untuk memenuhi
12

kewajiban yang dimilikinya dan bermain game online yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan hiburan semata.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, salah satunya yang dilakukan oleh

Kim, et.al (2008) pada 1471 gamers MMORPG di Korea menunjukkan bahwa

kontrol diri memiliki hubungan negatif yang sangat signifikan dengan adiksi game

online (r =  0.33, p < 0.001). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ismail &

Zawahreh (2017) dengan subjek 284 mahasiswa Najran University Saudi Arabia

juga menunjukkan bahwa kontrol diri memiliki hubungan negatif dengan adiksi

game online (r =  0.37, p = 0.046).

Sedangkan untuk penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di

Indonesia, penelitian mengenai hubungan variabel kontrol diri dan adiksi game

online banyak dilakukan pada subjek remaja. Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Widarti (2010) dengan subjek 80 remaja di Malang menunjukkan terdapat

hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku adiksi game online (r =

0,884 ; sig = 0,000 < 0,05). Penelitian lain yang dilakukan oleh Tampubolon

(2016) dengan subjek 118 remaja SMA St.Thomas 1 Medan juga mengatakan

bahwa terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan game addiction ( r =

 0.451 dengan p = 0.000). Penelitian lain yang dilakukan oleh Iswara (2011)

pada 100 remaja di Surakarta juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan negatif

yang sangat signifikan antara kontrol diri dan kecanduan game online (r =

0,548 ; p = 0,001).

Dengan adanya fenomena yang telah dipaparkan berkaitan dengan masa

perkembangan dan melihat beberapa hasil penelitian tentang adanya hubungan


13

kontrol diri dan adiksi game online yang kebanyakan diteliti pada kalangan

remaja, peneliti ingin mengetahui seberapa erat hubungan kontrol diri dan adiksi

game online pada subjek yang berbeda yaitu subjek dewasa awal. Oleh karena itu

peneliti akan peneliti akan mengkaji mengenai kontrol diri gamers dewasa awal

yang mengalami adiksi game online di Insan-net Cimahi dengan mengangkat

judul “Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online pada Gamers Dewasa

Awal di Insan-Net Cimahi”.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Beragamnya media teknologi yang tersedia memang mudahkan manusia untuk

memenuhi segala kebutuhannya. Seperti yang terjadi di Kota Cimahi, salah satu

fasilitas yang disediakan adalah warnet games center yang saat ini mudah

ditemukan di berbagai penjuru kota. Dari sekian banyak warnet games center,

salah satu warnet yang selalu ramai dikunjungi adalah warnet terbesar di Kota

Cimahi yaitu Insan-net.

Mayoritas pengunjung warnet Insan-net adalah dewasa awal. Mereka yang

seringkali mengunjungi warnet biasa bermain paling sebentar 10 jam bahkan

sampai 24 jam sehari, hal ini biasanya memicu pertengkaran terutama dengan

anggota keluarga. Mereka beranggapan bahwa bermain game adalah hal penting

dan tidak dapat ditinggalkan, merasa tidak nyaman jika tidak menyempatkan diri

untuk bermain game dan kebanyakan dari mereka bermain game online untuk

menghilangkan penat dan melupakan masalah. Jika dibahas menggunakan konsep

teori, variabel yang tepat untuk fenomena tersebut adalah adiksi game online.

Untuk menjelaskan variabel adiksi game online, peneliti menggunakan teori

Lemmens, dkk. yang menyatakan bahwa game addiction merupakan penggunaan


14

komputer atau video games secara berlebihan dan kompulsif yang dapat

menimbulkan masalah sosial dan/atau emosional; gamers juga tidak mampu

mengendalikan penggunaan berlebihan dalam bermain game (Lemmens,

Valkenburg, & Peter, 2009).

Selain itu peneliti juga melihat bahwa para gamer yang berada pada usia

dewasa awal tetap bermain sampai tidak makan, kurang istirahat, dan kebutuhan

gizi mereka tidak terpenuhi. Mereka lebih memilih bermain game dan

mengorbankan aktivitas sehari-sehari, bahkan tidak jarang mereka mengakhirkan

atau melewatkan ibadah shalat. Mereka juga seringkali mengerjakan tugas dan

pekerjaan sekehendak mereka sehingga hasil pekerjaan menjadi kurang maksimal.

Bahkan ada beberapa gamer dewasa awal yang menghabiskan gaji mereka bahkan

sampai meminjam uang dari tempat kerja mereka untuk bermain game. Fenomena

yang digambarkan berkaitan dengan variabel kontrol diri. Peneliti menggunakan

teori kontrol diri dari Baumeister dkk. yang menjelaskan bahwa kontrol diri

merupakan kapasitas untuk mengubah respon dari individu itu sendiri, terutama

untuk mengarahkan individu sesuai dengan standar seperti cita-cita, nilai, moral,

dan harapan sosial untuk mendukung mereka mencapai tujuan jangka panjang

(Baumeister, Vohs, & Tice, 2007).

Dari fenomena tersebut peneliti melihat bahwa munculnya beberapa kriteria

adiksi game online pada usia dewasa awal berkaitan dengan kemampuan kontrol

diri. Hal ini juga diperkuat penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan

adanya hubungan antara kontrol diri dengan adiksi game online. Karena penelitian

mengenai variabel kontrol diri dan adiksi game online seringkali dilakukan pada

subjek remaja dan melihat pentingnya peran perkembangan fase dewasa awal,
15

peneliti ingin meneliti pada subjek yang berbeda yaitu dewasa awal. Maka dari itu

rumusan masalah yang diajukan peneliti adalah:

Seberapa erat hubungan kontrol diri dengan adiksi game online pada gamers

dewasa awal di Insan-net Cimahi?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran mengenai keeratan hubungan antara

kontrol diri dengan adiksi game online pada gamers dewasa awal di

Insan-net Cimahi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Memperoleh data empiris mengenai kontrol diri pada gamers dewasa

awal di Insan-net Cimahi.

2. Memperoleh data empiris mengenai adiksi game online pada gamers

dewasa awal di Insan-net Cimahi.

3. Mengetahui hubungan kontrol diri dengan adiksi game online pada

gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1 Kegunaan teoritis

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan kepada ilmu psikologi terutama psikologi klinis dalam

memperluas wawasan dan memperkaya khazanah pengetahuan berkaitan

dengan kontrol diri dan pengaruhnya terhadap adiksi game online.


16

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi subjek penelitian

Bagi subjek penelitian, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

informasi tentang pentingnya kontrol diri dalam bermain game online

agar mereka dapat melakukan evaluasi terhadap kebiasaan mereka

saat bermain game online.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

informasi/wawasan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian di bidang yang sama.


17

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 ALASAN PEMILIHAN TEORI

Peneliti menggunakan teori Tangney, Baumeister, & Boone (2004) untuk

menjelaskan variabel kontrol diri. Peneliti memilih teori ini karena perilaku

subjek yang ditemukan peneliti dalam fenomena menggambarkan aspek-aspek

kontrol diri yang dikemukakan dalam teori kontrol diri Tangney, Baumeister, &

Boone.

Sedangkan untuk variabel adiksi game online, peneliti menggunakan teori

game addiction dari Lemmens, Valkenburg, & Peter (2009). Peneliti memilih

menggunakan teori ini karena perilaku subjek yang ditemukan peneliti dalam

fenomena menggambarkan aspek-aspek dari adiksi game online. Selain itu

peneliti memilih teori yang dikonstruksi oleh Lemmens karena teori game

addiction spesifik menjelaskan tentang adiksi terhadap game, berbeda dengan

teori Griffiths (1995) dan Young (1998) yang membahas internet addiction secara

umum.

2.2 TEORI

2.2.1 ADIKSI

Konsep adiksi seringkali dihubungkan dengan penggunaan zat dan obat-

obatan, namun seiring berjalannya waktu ditemukan pula beberapa perilaku

yang berpotensi menimbulkan adiksi. Contoh dari perilaku-perilaku ini adalah

judi, makan berlebihan, seks, olahraga (exercise), dan bermain game komputer.
18

Menurut Marlatt (1988), addictive behaviour merupakan pola kebiasaan

berulang yang dapat meningkatkan kemungkinan munculnya resiko penyakit

dan/atau mempengaruhi keadaan personal juga permasalahan sosial.

Addictive behaviour seringkali dirasakan secara subjektif oleh individu

sebagai perasaan ‘hilang kontrol’ dimana perilaku terus dilakukan meskipun

orang tersebut sudah melakukan upaya untuk berhenti ataupun mengurangi

perilaku tersebut. Pola kebiasaan ini muncul karena adanya immediate

gratification (reward jangka pendek), hal ini biasanya disertai dengan efek

yang merusak (akibat jangka-panjang). Usaha untuk mengubah perilaku adiktif

(baik melalui treatment atupun self-initiation) biasanya ditandai dengan

terjadinya tingkat relapse yang tinggi (Marlatt, 1988).

2.2.2 GAME ONLINE

A. Definisi Game Online

Game online merupakan salah satu media teknologi yang kini

berkembang dengan cukup pesat. Game online bukanlah suatu genre

melainkan bentuk dari teknologi itu sendiri (Adams E. , Fundamental of

Game Design : Second Edition, 2010). Menurut Adams (2010), game

online merupakan game yang merujuk pada permainan multiplayer

terdistribusi, dimana perangkat yang digunakan oleh pemain tersambung

dengan jaringan. Inilah yang membedakan online game dengan

multiplayer local game yang para pemain-pemainnya hanya bermain

dalam satu perangkat dan melihat pada satu layar yang sama. Game

online tidak harus selalu berhubungan dengan jejaring internet, game


19

yang dimainkan dengan menggunakan local area network (LAN) juga

dapat dikualifikasi sebagai game online.

Sedangkan menurut Young (2009), game online merupakan situs yang

menyediakan berbagai jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa

pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling

terhubung di waktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi

online.

Game online bukan hanya sekedar permainan, dalam game online

terdapat bentuk kehidupan yang digambarkan melalui bentuk tiga

dimensi. Setiap game memiliki latar tersendiri, seperti hutan, padang

rumput, pantai, gunung, atau perkotaan. Setiap permainan juga memiliki

mata uangnya sendiri untuk membeli item baik dalam bentuk barang

ataupun jasa yang dibutuhkan oleh pemain. Para pemain juga dapat

menentukan ras, spesies, sejarah, bahkan filosofi dibalik karakter yang

mereka pilih. Para pemain juga dapat memilih representasi lebih detil

pada karakter mereka, mulai dari warna kulit, warna rambut, berat badan,

jenis kelamin, bahkan jenis profesi yang mereka inginkan. Dengan

berbagai kelebihan yang ditawarkan dalam game online, para pemain

menghabiskan waktu mereka dalam bentuk karakter yang mereka

inginkan. Para gamers seringkali mengidentifikasi karakter yang mereka

pilih sehingga semakin lama mereka bermain, gamers merasa karakter

tersebut terlihat lebih nyata, bukan hanya sekedar bentuk fiksional

(Young, 2009).
20
21

B. Jenis-jenis Game Online

1. First-Person Shooter (FPS)

First-person shooter merupakan salah satu jenis game yang

berfokus pada senjata dan penggunaan senjata dalam pertarungan

yang dilihat dari first-person perspective (perspektif grafis yang

diperlihatkan merupakan sudut pandang dari pemain game tersebut,

contohnya seperti bagaimana pemain melihat keadaan dari dalam

kokpit atau vehicle lainnya). Jenis game ini memiliki kesamaan

umum dengan permainan menembak (shooter games) lainnya. Hal

ini merupakan salah satu alasan mengapa FPS termasuk dalam

kelompok action game (Wikipedia).

FPS merupakan salah satu bentuk dari 3D shooter game (Adams

& Rollings, 2007). FPS merupakan jenis game yang memiliki fitur

dimana pemain melihat dari sudut pandang pertama yaitu melihat

aksi yang dilakukan melewati sudut pandang karakter yang

dipilihnya. Hal ini berbeda dengan third-person shooters, pemain

biasanya melihat bagian belakang tubuh karakter yang mereka

kontrol dalam permainan. Desain elemen utama dalam game ini

adalah pertarungan yang biasanya melibatkan berbagai jenis senjata

seperti pistol, handgun, revolver, dan berbagai jenis portable gun

lainnya. Permainan FPS yang cukup populer dimainkan dalam

rangka kompetisi adalah Counter-Strike, Halo, Call of Duty:

Advanced Warfare, Quake Live dan Unreal Tournament.


22

2. Real-Time Strategy (RTS)

Istilah real-time strategy diciptakan oleh Brett Sperry untuk

memasarkan “Dune II” di awal tahun 1990-an (Geryk, 2011). Real-

time Strategy merupakan salah satu subgenre dari video game

dimana permainan bergerak secara perlahan, sedikit demi sedikit

menunjukkan kemajuan, bukan hasil secara instan (Geryk, 2011).

Pada permainan ini posisi pemain, unit manuver, dan struktur yang

ingin dibentuk dibawah kendali mereka dimana misi mereka adalah

mengamankan area dalam map dan/atau menghancurkan aset yang

dimiliki oleh lawan mereka (Wikipedia).

Dalam RTS, pemain dapat menciptakan unit dan struktur

tambahan selama permainan berlangsung. Hal ini dapat dilakukan

jika pemain dapat mengontrol special points dalam peta dan/atau

memiliki tipe unit dan struktur tertentu yang digunakan untuk tujuan

yang dimiliki. Lebih spesifiknya, permainan jenis RTS memiliki

fitur resource gathering, base building, in-game technology, dan

juga kontrol tidak langsung terhadap unit (Adams, 2006). Tugas

yang harus diselesaikan oleh pemain dalam permainan RTS bisa jadi

sangat menuntut dan para pemain game ini diharuskan untuk

menemukan cara yang tepat dalam menghadapi tantangan yang

dihadapi. Beberapa permainan RTS yang populer dalam komunitas

online adalah Age of Empires, Sins of a Solar Empire, StarCraft dan

Warhammer 40,000: Dawn of War.


23

3. Multiplayer Online Battle Arena Game (MOBA)

Multiplayer Online Battle Arena Game (MOBA) yang juga

dikenal sebagai action real-time strategy (ARTS) adalah subgenre

dari real-time strategy dimana pemain mengontrol salah satu

karakter dalam tim yang bertarung melawan kumpulan pemain pada

tim lain. Tujuan dari permainan ini adalah untuk menghancurkan

struktur utama tim lawan dengan bantuan yang disediakan perangkat

unit kontrol komputer sepanjang rute yang harus dihadapi. Karakter

pemain biasanya memiliki berbagai kemampuan dan kelebihan yang

dapat menentukan rute yang harus dilalui dan hal ini dapat

berkontribusi pada keseluruhan strategi yang dimiliki oleh tim.

MOBA merupakan perpaduan antara action-games, role-playing

games, dan real-time strategy games dimana pemain biasanya tidak

membuat bangunan maupun unit (Wikipedia).

Tipe permainan ini mulai cukup dikenal saat Aeon of Strife (AOS)

muncul, terdapatnya custom map dalam Starcraft (Funk, 2013)

dimana masing-masing empat pemain mengontrol satu unit yang

kuat dan dibantu oleh perangkat unit kontrol komputer lemah,

melawan komputer yang lebih kuat. Defense of the Ancients (DotA)

yang memiliki map berdasarkan Aeon of Strife for Warcraft III:

Reign of Chaos and The Frozen Throne merupakan permainan jenis

MOBA pertama yang mengadakan turnamen antar pemain.

Selanjutnya muncul dua games baru yaitu League of Legends dan

Heroes of Newerth, diikuti pula dengan sebuah sekuel yaitu DotA 2,


24

dan berbagai games lainnya seperti Heroes of the Storm dan Smite.

Pada awal tahun 2010, genre game ini menjadi pionir dari rangkaian

eSports yang muncul.

4. Massively Multiplayer Online Game (MMO)

Massively Multiplayer Online Game (MMOG atau biasa disebut

dengan MMO) merupakan salah satu jenis game yang dapat

dimainkan oleh banyak pemain, dari jumlah ratusan hingga ribuan,

dalam satu server yang sama (Techopedia). MMO menyediakan

dunia dengan pandangan luas dan persisten. Games ini dapat

ditemukan pada sebagian besar platform yang mendukung adanya

jaringan termasuk komputer pribadi, konsol video-game,

smartphones, dan perangkat elektronik lainnya. MMO

memungkinkan pemain untuk bekerja sama dan saling bersaing

dalam skala besar, bahkan dapat memunculkan kemungkinan

kemunculan interaksi yang bermakna dengan pemain yang tersebar

di seluruh dunia (Wikipedia).

Menurut Fiutami (dalam Kusumadewi, 2009) dapat

dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni Massively Multiplayer

Online Role Playing Game (MMORPG), Massively Multiplayer

Online Real Time Strategy (MMORTS), dan Massively Multiplayer

Online First Person Shooter (MMOFPS).


25

1. Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG)

MMORPG merupakan kombinasi dari role-playing video game

dan multiplayer online game dengan jumlah pemain yang cukup

banyak dimana mereka dapat berkomunikasi dengan satu sama lain

dalam dunia virtual (Wikipedia).

Seperti game RPG pada umumnya, pemain memilih karakter

mereka (biasanya dalam dunia fantasi atau dunia science-fiction) dan

mengontrol hampir seluruh tindakan yang dilakukan oleh karakter

mereka. MMORPG berbeda dengan jenis game single player atau

small multi-player online RPGs, hal yang membedakan MMORPG

dengan jenis-jenis game tersebut adalah banyaknya jumlah pemain

yang dapat berinteraksi satu sama lain dan persistent world dalam

game yang terus tersedia dan selalu berkembang meskipun pemain

dalam keadaan offline dan saat pemain tidak berada dalam

permainan tersebut (Wikipedia).

Meskipun MMORPG modern terkadang memiliki perbedaan

yang cukup mencolok dibandingkan game pendahulunya, banyak

diantara jenis game ini memiliki karakteristik dasar yang sama. Hal

ini berkaitan dengan fitur umum yang mereka miliki seperti:

persistent game environment, bentuk level progression, interaksi

sosial dalam game, budaya dalam game, arsitektur sistem,

keanggotaan dalam sebuah kelompok, dan kustomisasi karakter.


26

2. Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS)

Massively multiplayer online real-time strategy game (MMORTS)

merupakan kombinasi dari real-time strategy dan massively

multiplayer online game. Game jenis ini memiliki kemungkinan

muncul dalam bentuk yang berasal dari web-browser game, dimana

pemain yang berjumlah sangat banyak dapat berinteraksi satu sama

lain dalam dunia virtual (Laurel, 2013). Pemain biasanya memiliki

karakter sebagai jenderal, seorang raja, atau karakter penting yang

memiliki peran untuk memimpin pasukan dalam medan perang

sekaligus mempertahankan aset yang dibutuhkan untuk peperangan

tertentu.

Jenis-jenis game ini biasanya mengusung tema dalam dunia

fantasi atau dunia science-fiction. Jenis game ini dibedakan dengan

single atau small-scale multiplayer RTSes karena jumlah pemain

yang lebih banyak dan penggunaan persistent world yang biasanya

disediakan oleh pembuat game dimana persistent world akan terus

berkembang bahkan ketika para pemain sedang dalam keadaan

offline (Wikipedia).

3. Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS)

Massively Multiplayer Online First-person Shooter (MMOFPS)

merupakan kombinasi dari first-person shooter dan massively

multiplayer online games. Game jenis ini memiliki kemungkinan

muncul dalam bentuk yang berasal dari web-browser game, dimana

pemain yang berjumlah sangat banyak dapat berinteraksi satu sama


27

lain dalam dunia virtual. Dalam kata lain, MMOFPS merupakan

online gaming yang dapat dimainkan dalam area game yang jauh

lebih besar dan memiliki fitur lebih canggih karena dapat dimainkan

dengan jumlah pemain yang cukup banyak disaat bersamaan dalam

bentuk game first-person shooter (PlanetSide, 2003). Game jenis ini

menyediakan skala yang lebih besar, terkadang game MMOFPS juga

menyediakan team-based combat.

Game ini memiliki fase yang cukup cepat dalam permainannya,

oleh karena itu para pemain harus mengandalkan koordinasi fisik

dan kognisi mereka saat bermain. Dapat dikatakan bahwa game jenis

ini lebih menekankan pada kemampuan para pemain dibandingkan

statistik pemain karena dalam game jenis ini karena tidak ada jumlah

bonus dalam game yang akan mengkompensasi ketidakmampuan

pemain untuk mengarahkan tujuan dan berpikir secara taktis (Ryan,

2009).

5. Console Gaming

Xbox Live yang diluncurkan pada bulan November 2002

merupakan salah satu bentuk game online. Pada awalnya console

game hanya menggunakan fitur yang disebut dengan system link

dimana pemain dapat menghubungkan dua konsol menggunakan

kabel ethernet atau menggabungkan beberapa konsol melalui router.

Saat Microsoft meluncurkan Xbox Live, terdapat fitur baru yaitu

pemain dapat bermain bersama pemain lainnya melalui internet.

Fitur serupa terdapat pada PlayStation 3 dalam bentuk PlayStation


28

Network, Wii juga memiliki beberapa jenis game yang dapat

dimainkan secara online. Walaupun begitu, Nintendo kini telah

menyediakan jaringan baru yang dijuluki “Nintendo Network” dan

jaringan ini sepenuhnya mendukung game online dalam konsol Wii

U (Wikipedia).

6. Browser Games

Browser game merupakan permainan komputer yang dimainkan

melalui internet menggunakan web browser (Schultheiss, 2007).

Browser game mencakup berbagai jenis video game, begitu pula

dengan jumlah pemain, ada dalam bentuk single-player atau

multiplayer. Single-player sederhana biasanya dapat dimainkan

dengan web browser melalui teknologi HTML dan HTML scripting

(umumnya dalam bentuk JavaScript, ASP, PHP, dan MySQL).

Browser game dapat dimainkan dimana saja karena game jenis ini

tidak mengharuskan pemain untuk meng-install software tertentu

selain web browser dan plugin dalam browser. Banyak dari jenis

game ini merupakan permainan gratis, namun ada pula beberapa

yang mengenakan biaya untuk tambahan fitur dalam game.

Multiplayer browser games memiliki fokus tambahan pada interaksi

sosial baik antar beberapa pemain maupun pemain dalam skala

besar. Dengan aksesibilitas yang dimiliki oleh browser game, para

gamer lebih sering memainkan game ini dengan waktu yang lebih

singkat jika dibandingkan permainan komputer tradisional (Klimmt,

Schmid, & Orthmann, 2009).


29

2.2.3 ADIKSI GAME ONLINE

A. Definisi Adiksi Game Online

Game addiction merupakan salah satu hal psikososial yang paling

sering dibahas berkaitan dengan bermain komputer dan video games.

American Medical Association (2007) mendorong American Psychiatric

Association untuk mempertimbangkan “gaming addiction” agar menjadi

salah satu dignostik formal dalam revisi terbaru Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V). Dalam DSM-V,

Internet Gaming Disorder masuk dalam Section III : Emerging Measures

and Models dalam sub bab kondisi yang memerlukan pembelajaran lebih

lanjut. Menurut DSM-V, Internet Gaming Disorder adalah perilaku

bermain game terus-menerus, intensitas penggunaan internet yang sering

dan berulang yang digunakan untuk bermain game, seringkali

berhubungan dengan pemain lain dan dapat mengarahkan individu pada

impairment atau distress yang signifikan secara klinis setidaknya sudah

berlangsung dalam periode 12 bulan (APA, 2013).

Terdapat banyak pendapat berkaitan dengan adiksi dalam bermain

game. Salah satu tokoh yang membahas tentang game addiction adalah

Jeroen S. Lemmens. Menurut Lemmens, game addiction merupakan

penggunaan komputer atau video games secara berlebihan dan kompulsif

yang dapat menimbulkan masalah sosial dan/atau emosional; terlepas

dari masalah ini, gamers juga tidak mampu mengendalikan penggunaan

berlebihan dalam bermain game (Lemmens, Valkenburg, & Peter, 2009).


30

B. Kriteria Adiksi Game Online

Menurut DSM V (APA, 2013), Internet Gaming Disorder memilki

sembilan kriteria. Seseorang sudah dapat dikatakan mengalami internet

gaming disorder jika menunjukkan lima kriteria selama kurang lebih 12

bulan dari sembilan kriteria yang dicantumkan. Sembilan kriteria tersebut

adalah:

1. Preokupasi dengan internet games (individu memikirkan tentang

aktivitas bermain game yang sebelumnya ia lakukan atau

memngantisipasi aktivitas bermain game yang akan ia lakukan;

internet gaming menjadi hal terpenting dalam kehidupannya).

2. Munculnya withdrawal symptomps saat tidak bermain internet games

(gejala ini biasanya ditandai dengan munculnya iritabilitas,

kecemasan, kesedihan, namun tidak terdapat tanda fisik withdrawal

farmakologis).

3. Tolerance – kebutuhan untuk menghabiskan waktu yang lebih banyak

dalam bermain internet games.

4. Kegagalan dalam melakukan upaya untuk tidak terlibat dalam internet

games.

5. Internet games mengakibatkan hilangnya ketertarikan pada hobi

maupun hiburan yang sebelumnya disukai oleh individu.

6. Penggunaan berlebihan (excessive) yang berkelanjutan walaupun

individu memiliki pengetahuan tentang masalah psikososial berkaitan

dengan kebiasaannya bermain game.


31

7. Menipu atau membohongi anggota keluarga, terapis, dan juga orang

lain berkaitan dengan kebiasaan internet gaming yang dilakukan.

8. Internet games digunakan untuk melarikan diri (escape) atau

menghilangkan mood negatif (contoh: perasaan tidak berdaya,

perasaan bersalah, kecemasan).

9. Telah membahayakan atau menyebabkan hilangnya hubungan yang

signifikan, pekerjaan, pendidikan, ataupun kesempatan karir karena

keterlibatannya dalam internet games.

Sedangkan Lemmens bersama dengan Valkenburg dan Peter (2009)

menyatakan bahwa terdapat tujuh kriteria dalam game addiction.

Seseorang sudah dapat dikatakan mengalami gaming addiction jika

setidaknya menunjukkan empat kriteria dari tujuh kriteria yang

dicantumkan selama 6 bulan terakhir. Tujuh kriteria tersebut adalah:

1. Salience : bermain game merupakan aktivitas yang paling penting

dalam kehidupan individu dan mendominasi pikiran individu

(preoccupation), perasaan (cravings), dan perilaku (excessive use).

2. Tolerance : proses dimana individu mulai bermain game lebih sering

dan terjadinya peningkatan secara bertahap dalam penggunaan waktu

yang dihabiskan untuk bermain games.

3. Mood modification : game yang dimainkan oleh individu menjadi

salah satu strategi coping. Dalam kriteria ini, bermain games juga

dikatakan dapat menimbulkan ketenangan dan perasaan rileks

berkaitan dengan pelarian diri dari masalah.


32

4. Withdrawal : munculnya emosi yang tidak menyenangkan dan/atau

dampak fisik yang terjadi saat berhenti bermain game. Withdrawal

didominasi oleh moodiness dan irritability, namun mungkin saja

muncul gejala fisik seperti tubuh yang bergetar (shaking).

5. Relapse : kecenderungan untuk mengulangi kebiasan yang dulu

pernah dilakukan saat bermain games. Bermain games secara

berlebihan biasanya akan kembali muncul dengan cepat setelah

periode pencegahan atau kontrol.

6. Conflict : hal ini berkaitan dengan konlik interpersonal yang muncul

akibat bermain games secara berlebihan. Konflik terjadi diantara

gamers dan orang di sekitarnya. Hal-hal yang mungkin terdapat di

dalam konflik adalah argumen dan penolakan, selain itu mungkin juga

muncul kebohongan dan tipu muslihat.

7. Problems : masalah yang dimaksud berkaitan dengan perilaku

bermain games yang berlebihan. Dalam hal ini, displacement

problems adalah objek aktivitas yang dipengaruhi oleh adiksi seperti

sekolah, kerja, dan sosialisasi individu. Masalah juga dapat timbul

dalam diri individu, seperti konflik intrafisik dan perasaan subjektif

terhadap loss of control.


33

2.2.4 KONTROL DIRI

A. Definisi Kontrol Diri

Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon dari

individu itu sendiri, terutama untuk mengarahkan individu sesuai dengan

standar seperti cita-cita, nilai, moral, dan harapan sosial untuk

mendukung mereka mencapai tujuan jangka panjang (Baumeister, Vohs,

& Tice, 2007). Menurut Baumeister, Vohs & Tice (2007), self-control

dapat memungkinkan seseorang untuk menahan suatu respons atau lebih,

dengan demikian mereka bisa memunculkan respon yang berbeda.

Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) menjelaskan bahwa

komponen utama dari self-control adalah suatu kemampuan untuk

mengesampingkan atau mengubah respon dalam diri seseorang serta

menghilangkan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan

menahan diri dari suatu tindakan yang dilakukan. Dengan demikian,

pengendalian diri secara garis besar melibatkan suatu kemampuan untuk

berubah dan beradaptasi baik antara diri sendiri maupun dengan

lingkungan. Kontrol diri juga bermain peran penting dalam aspek lain

dari penyesuaian psikologis, seperti kecemasan, depresi, perilaku obsesif-

kompulsif, dan keluhan somatik (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004).

B. Aspek Kontrol Diri

Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) terdapat lima aspek

dalam self-control yang dapat diukur. Aspek-aspek dalam kontrol diri

tersebut adalah :
34

1. Self-Discipline

Self-discipline adalah kemampuan kedisiplinan diri dalam individu

saat melakukan sesuatu. Self-discipline merupakan rencana yang

dibuat individu secara sadar untuk meningkatkan atau menjadikan diri

individu itu sendiri menjadi pribadi yang lebih baik. Self-discipline

biasanya berkaitan dengan kesesuaian norma atau adat istiadat yang

berlaku di budaya setempat.

2. Deliberate/Non-Impulsive

Kecenderungan individu dalam melakukan suatu tindakan dengan

tujuan yang jelas, pertimbangan yang baik, bersifat hati-hati, dan tidak

tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan atau bertindak.

3. Healthy Habits

Kemampuan individu dalam engatur kebiasaan atau pola hidup

sehat dalam diri individu. Individu yang memiliki healthy habits

mampu menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi

dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan baginya.

4. Work Ethic

Etika kerja berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi

dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Individu yang memiliki work

ethic mampu memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang

dilakukan.

5. Reliability

Merupakan kemampuan dalam diri individu dalam pelaksanaan

rencana jangka panjang untuk memperoleh pencapaian tertentu.


35

Individu yang memiliki reliability akan secara konsisten mengatur

perilaku untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

C. Kontrol Diri pada Usia Dewasa

Sebagai orang dewasa, kontrol diri yang dimiliki seharusnya lebih

tinggi dari masa perkembangan sebelumnya agar individu mampu

memunculkan perilaku yang sesuai dalam situasi yang bervariasi. Walter

Mischel, salah satu psikolog di Columbia University dan rekan-rekannya

(Mischel, Shoda, & Rodriguez, 1989) yang terkenal dengan eksperimen

marshmellow test mengemukakan kerangka pemikiran mereka dalam

menjelaskan delayed gratification (kemampuan manusia dalam menunda

merasakan kesenangan atau kepuasan untuk mendapatkan sesuatu yang

lebih menyenangkan dan memuaskan di waktu yang akan datang).

Penelitian ini merupakan dasar dari studi modern mengenai kontrol diri.

Menurut Mischel dan Metcalfe (1999), kemampuan manusia dalam

mengontrol diri merupakan komponen dasar untuk mengembangkan

delayed gratification. Dari percobaan yang telah dilakukan, Mischel

mengemukakan bahwa terdapat sistem hot-and-cool untuk menjelaskan

mengapa kontrol diri dapat berhasil dilakukan atau gagal dilakukan.

Cool system adalah kognitif yang dimiliki seseorang. Pada dasarnya

kognitif yang dimaksud adalah sistem berpikir, kemampuan

mengintegrasi pengetahuan tentang sensasi, perasaan, perilaku, dan

tujuan. Jika cool system merupakan sistem yang reflektif, hot system
36

merupakan sistem yang merespon secara cepat, merespon secara refleks

terhadap stimulus tertentu (Metcalfe & Mischel, 1999).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Logue dan rekannya mengenai

delayed gratification pada usia dewasa (18-30 tahun) menjelaskan bahwa

jenis reinforcer (stimulus yang meningkatkan kemungkinan munculnya

perilaku yang diinginkan) memang mempengaruhi tingkat kontrol diri

subjek penelitian (Logue, et.al, 1986). Dari penelitian ini ditemukan

bahwa subjek penelitian yang berada di usia awal lebih sering

menunjukkan kontrol diri dibandingkan perilaku impulsif. Hal ini

dikarenakan orang dewasa lebih peka terhadap keadaan mereka dan lebih

terintegrasi pada keseluruhan sesi sehingga mereka cenderung

memaksimalkan reinforcement (penguatan) total yang diberikan pada

sesi tersebut (Logue, et.al, 1986).

Dari penelitian-penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa saat

memasuki usia dewasa kontrol diri individu seharusnya lebih tinggi dari

masa perkembangan sebelumnya. Hal ini dikarenakan kognitif

seharusnya sudah lebih stabil seperti yang dikemukakan oleh Tennant

(2003) tentang perkembangan kognitif dewasa lewat stability model yang

menjelaskan bahwa kognisi orang dewasa pada dasarnya akan tetap stabil

setelah kematangan terjadi. Dengan kognitif yang stabil, cool system atau

kognitif pada usia dewasa awal yang berperan dalam sistem berpikir,

kemampuan mengintegrasi pengetahuan tentang sensasi, perasaan,

perilaku, dan tujuan seharusnya mampu melihat akibat jangka panjang


37

dari perbuatan yang dilakukan, bukan hanya mementingkan kesenangan

sesaat.

2.2.5 DEWASA AWAL

A. Definisi Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti

tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah seseorang

yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima

kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

lainnya (Hurlock, 2002).

Menurut Santrock (2011), terdapat dua kriteria yang merujuk pada

status dewasa yaitu kemandirian ekonomi dan bertanggung jawab atas

konsekuensi dari tindakannya sendiri. Masa dewasa awal termasuk masa

transisi, baik secara fisik, transisi secara intelektual serta transisi peran

sosial (Santrock, 2011). Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah

puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal

adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati.

Pada masa ini penentuan relasi sangat memegang peranan penting.

Menurut Hurlock (2002), periode dewasa awal dimulai pada usia 18

tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Menurut Papalia, Old, dan Feldman

(2009), masa dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20

sampai dengan 40 tahun. Vaillant (dalam Papalia, dkk., 2009) juga

mengatakan bahwa fase dewasa awal dimulai dari usia 20 – 40 tahun.


38

Sedangkan menurut tokoh Indonesia Agoes Dariyo (2003), mereka

yang tergolong dalam dewasa awal (young adulthood) adalah mereka

yang berusia 20-40 tahun. Seorang individu yang sudah tergolong

dewasa, seharusnya tidak bergantung lagi pada orangtuanya baik secara

ekonomis, sosiologis, maupun psikologis (Dariyo, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal

merupakan individu yang berada pada rentang usia 20-40 tahun. Selain

terjadi masa transisi baik secara fisik, intelektual, dan peran sosial,

seseorang yang memasuki tahap dewasa juga ditandai dengan munculnya

kemandirian baik secara ekonomis, sosiologis, psikologis, dan mampu

bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya sendiri.

B. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal

Dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola

kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial yang baru. Beberapa

ciri masa dewasa awal menurut Hurlock (2002) adalah sebagai berikut:

1. Masa dewasa awal sebagai masa pengaturan

Ketika masa anak-anak dan remaja dikatakan sebagai periode

pertumbuhan, maka di masa dewasa ini individu memasuki masa

pengaturan. Pada masa ini individu memiliki tanggung jawab untuk

menemukan pola hidup yang dapat memenuhi kebutuhannya. Saat

seseorang menemukan pola hidup yang dapat memenuhi kebutuhannya,

ia akan mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan nilai-nilai yang

cenderung akan menjadi kekhasan selama sisa hidupnya. Perubahan pola


39

pada usia setengah baya atau usia lanjut akan sulit dilakukan dan dapat

menimbulkan gangguan emosional, terjadinya berbagai ketidakpuasan

dan juga ketidakbahagiaan.

2. Masa dewasa awal sebagai usia reproduktif.

Orang tua (parenthood) merupakan salah satu peran yang paling

penting dalam hidup orang dewasa. Masa ini biasanya berlangsung saat

individu menginjak umur dua puluhan atau pada awal tiga puluhan.

Orang yang belum menikah sehingga menyelesaikan pendidikan atau

telah memulai kehidupan kariernya, tidak akan menjadi orangtua

sebelum ia merasa bahwa ia mampu berkeluarga. Perasaan ini biasanya

terjadi setelah umurnya sekitar awal tiga puluhan. Pada masa ini, alat-alat

reproduksi manusia telah mencapai kematangannya dan sudah siap untuk

melakukan reproduksi.

3. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah.

Setiap masa dalam kehidupan manusia, pasti mengalami perubahan,

sehingga seseorang harus melakukan penyesuaian diri kembali terhadap

diri maupun lingkungannya. Demikian pula pada masa dewasa awal ini,

seseorang harus banyak melakukan kegiatan penyesuaian diri dengan

kehidupan perkawinan, peran sebagai orang tua dan sebagai warga

negara yang sudah dianggap dewasa secara hukum.

4. Masa dewasa awal sebagai masa komitmen.

Sewaktu menjadi dewasa, individu mengalami perubahan tanggung

jawab menjadi orang dewasa mandiri, mereka harus mampu menentukan


40

pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-

komitmen baru. Meskipun pola-pola hidup, tanggung jawab, dan

komitmen-komitmen baru ini mungkin akan berubah juga, pola-pola ini

akan menjadi landasan yang membentuk pola hidup, tanggung jawab,

dan komitmen-komitmen di kemudian hari.

5. Masa dewasa awal sebagai masa yang penuh dengan ketegangan

emosional.

Ketegangan emosional seringkali ditampakkan dalam ketakutan-

ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran

yang timbul ini pada umumnya bergantung pada tercapainya penyesuaian

terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu atau

sejauh mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam penyelesaian

persoalan.

6. Masa dewasa awal sebagai masa ketergantungan

Ketergantungan disini dapat berkaitan dengan ketergantungan kepada

orang tua, lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa atau pada

pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk membiayai

pendidikan mereka. Seseorang yang menjadi begitu terbiasa pada

ketergantungan biasanya meragukan kemampuan mereka untuk mandiri

secara ekonomi. Hal ini mengakibatkan mereka berada dalam keadaan

ketergantungan berkepanjangan, hingga akhir usia duapuluhan atau awal

usia tigapuluhan.
41

C. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Optimalisasi perkembangan orang dewasa awal mengacu pada tugas-

tugas perkembangan dewasa awal menurut Havighurst (dalam Hurlock,

1986) mengemukakan rumusan tugas-tugas perkembangan masa dewasa

awal sebagai berikut :

1. Memilih teman (sebagai calon istri atau suami).

2. Belajar hidup bersama dengan suami/istri.

3. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga.

4. Mengelola rumah tangga.

5. Mulai bekerja dalam suatu jabatan.

6. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara.

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN

Dari fenomena yang ditemukan oleh peneliti, banyak individu dewasa awal

yang senang bermain game online di warnet. Seseorang yang senang bermain

games, atau dalam kasus ini bermain game online disebut dengan gamers. Masa

perkembangan dewasa awal adalah masa yang produktif. Menurut tugas

perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 2002), para

gamers yang berada pada usia awal seharusnya menjalankan tugas-tugas

perkembangan seperti memilih teman (sebagai calon istri atau suami), belajar

hidup dengan pasangan, mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga,

mengelola rumah tangga, mulai bekerja dalam suatu jabatan dan mulai

bertanggung jawab sebagai warga negara. Namun dari fenomena yang ditemukan,

para gamers yang berada di usia dewasa awal hampir menghabiskan seluruh
42

waktu mereka untuk memenuhi kepuasan sesaat dengan mencari hiburan yang

dapat menghilangkan stres lewat bermain game online di warnet.

Para gamers dewasa awal mengemukakan beberapa alasan yang membuat

mereka memilih bermain game online di warnet sebagai media hiburan. Alasan

utama mereka memilih bermain game online di warnet adalah biaya bermain

game online jauh lebih murah dibandingkan media rekreasi lainnya. Game online

juga merupakan media yang paling aman untuk melepas penat jika dibandingkan

dengan melakukan seks bebas atau mengkonsumsi narkoba yang dewasa ini

sering dijadikan pelarian untuk melepas stres. Para gamers dewasa awal

mengatakan bahwa tidak ada efek samping ataupun konsekuensi berat yang harus

ditanggung oleh mereka. Mereka juga lebih senang bermain game online di

warnet karena tidak akan ada yang menegur mereka walaupun mereka bermain

game selama berjam-jam.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para gamers dewasa awal bermain

game online untuk memenuhi keinginan sesaat. Hal ini tidak sesuai dengan

keadaan ideal dimana seharusnya dewasa awal sudah mampu memberikan batasan

dalam bermain game online untuk pemenuhan kebutuhan pribadi dan tetap

menunjukkan perilaku produktif untuk memenuhi tugas perkembangan usia

dewasa awal yang telah dipaparkan. Peneliti menemukan hal ini terjadi karena

rendahnya kemampuan kontrol diri pada gamers dewasa awal.

Sesuai pengertian kontrol diri menurut Baumeister (2007), kontrol diri

mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon dari individu itu sendiri,

terutama untuk mengarahkan individu untuk mengarahkan seseorang sesuai


43

dengan standar seperti cita-cita, nilai, moral, dan harapan sosial untuk mendukung

mereka mencapai tujuan jangka panjang.

Hal ini terlihat dari para gamers yang biasa bermain tetap sampai tidak makan,

kurang istirahat, dan untuk gamers yang sering menginap di warnet, makanan

yang biasa dikonsumsi adalah makanan instan yang mengandung bahan pengawet

dan juga minuman dengan kandungan gula tinggi yang mengakibatkan kebutuhan

gizi tidak terpenuhi (healthy habits). Para gamers lebih memilih bermain game

dan mengorbankan aktivitas sehari-sehari mereka, bahkan seringkali mereka

mengakhirkan atau melewatkan ibadah shalat (self-discipline). Mereka juga

mengerjakan tugas ataupun pekerjaan sekehedak mereka sehingga hasil menjadi

tidak maksimal (work ethic). Ada pula gamers yang masih menunjukkan perilaku

impulsif seperti menghabiskan uang yang dimilikinya untuk bermain game

bahkan sampai meminjam uang ke tempat kerjanya untuk bermain game online

(deliberate/non-impulsive).

Selain perilaku bermain game online yang telah dipaparkan, peneliti juga

mendapatkan data bahwa para gamers menunjukkan beberapa kriteria adiksi game

online. Dari tujuh kriteria game addiction yaitu salience, tolerance, mood

modification, withdrawal, relapse, conflict, dan problem, peneliti menemukan

beberapa kriteria adiksi pada gamers yang umumnya berada di usia dewasa awal.

Peneliti mendapatkan data bahwa mereka biasa bermain game online selama 10

jam bahkan sampai 24 jam sehari (tolerance), hal ini seringkali memicu terjadinya

pertengkaran terutama dengan anggota keluarga karena para gamers dewasa awal

lebih sering menghabiskan waktu mereka untuk bermain di warnet dibandingkan

berkumpul bersama keluarga (problem). Mereka merasakan emosi tidak nyaman


44

seperti cemas dan gelisah ketika tidak bisa bermain game (withdrawal). Selain itu

peneliti mendapatkan data bahwa kebanyakan dari mereka berpikir bahwa

bermain game online adalah sesuatu yang penting dan tidak dapat ditinggalkan

(salience). Para gamers dewasa awal juga memainkan game online untuk

menghilangkan penat dan melupakan masalah yang dimilikinya (mood

modification).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menemukan bahwa terjadi kesenjangan

berkaitan dengan tugas perkembangan yang seharusnya dipenuhi oleh gamers

dewasa awal. Jika seharusnya fase perkembangan dewasa awal adalah masa yang

produktif, pada fenomena ditemukan bahwa individu-individu dewasa awal justru

menghabiskan waktunya hanya untuk bermain game online demi mencapai

kepuasan sesaat. Dari kebiasaan bermain game para gamers dewasa awal, peneliti

melihat bahwa kontrol diri dan adiksi game online saling berhubungan satu sama

lain. Di bawah ini adalah gambaran penelitian yang dirumuskan oleh peneliti:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Mencari hiburan
Tugas Perkembangan Pemain game online untuk melepas
Dewasa Awal (gamers) penat/rasa jenuh
usia dewasa awal
Warnet mudah diakses
Harga murah
Resiko minim
Bermain game online
Tidak ada yang menegur
di warnet
walau bermain berjam-jam

Work ethic
Mengerjakan tugas/
pekerjaan sekehedak
mereka hasil tidak
Problem
Reliability maksimal
Terjadinya pertengkaran
Conflict Relapse dengan anggota keluarga
Healthy habit
Self-Discipline Non-impulsive
Tetap bermain
Lebih memilih Menghabiskan uang Withdrawal
sampai tidak makan, Salience Mood
bermain game dan untuk bermain game Tolerance Merasa tidak
kurang istirahat, Bermain game modification
mengorbankan sampai meminjam Bermain paling nyaman jika tidak
kebutuhan gizi tidak online adalah hal Bermain game
aktivitas sehari- uang dari tempat sebentar 10 jam menyempatkan
terpenuhi untuk yang penting dan online untuk
sehari, bekerja. bahkan sampai diri untuk
gamers yang sering tidak dapat menghilangkan
mengakhirkan atau 24 jam sehari. bermain.
menginap di ditinggalkan penat dan
melewatkan shalat.
warnet. melupakan
masalah.

Kontrol Diri Rendah Adiksi game online

44
32

2.4
45

2.5 HIPOTESIS

Semakin rendah kontrol diri, maka semakin berat tingkat adiksi game online

pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif.

Metode penelitian kuantitatif adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk

menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011). Metode kuantitatif lebih

menekankan pada keluasan informasi (bukan kedalaman) dan karena peneliti tidak

berinteraksi dengan sumber data, maka akan terbebas dari nilai-nilai yang dibawa

peneliti dan sumber data (Sugiyono, 2011).

Seperti pernyataan Stainback (dalam Sugiyono, 2011), penelitian kuantitatif

mempercayai bahwa penelitian harus bebas nilai. Teknik pengumpulan data yang biasa

dilakukan lewat pengisian kuesioner membuat peneliti hampir tidak mengenali siapa

yang diteliti atau responden yang memiliki data (Sugiyono, 2011).

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif korelasi.

Menurut Sukardi (2009) penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan

tindakan pengumpulan data untuk menentukan apakah terdapat hubungan dan tingkat

hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini peneliti bukan hanya

ingin melihat adanya hubungan namun melihat seberapa erat hubungan antara kontrol

diri dengan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Kota Cimahi.

3.2 VARIABEL PENELITIAN


3.2.1 Identifikasi Variabel

Variabel 1 : Kontrol Diri

Variabel 2 : Adiksi Game Online

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

A. Kontrol Diri

Kontrol diri mengacu pada seberapa kuat kemampuan gamers dewasa awal

di Insan-net Cimahi dalam mengubah respon dirinya untuk mengarahkan

perilaku mereka sesuai dengan standar seperti cita-cita, nilai, moral, dan

harapan sosial untuk mencapai tujuan jangka panjang dengan menunjukkan:

1. Kemampuan disiplin diri saat melakukan sesuatu sesuai dengan norma atau

adat istiadat yang berlaku,

2. Kemampuan untuk melakukan suatu tindakan dengan pertimbangan yang

baik, bersifat hati-hati, dan tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan

atau bertindak,

3. Kemampuan mengatur kebiasaan atau pola hidup sehat bagi diri sendiri,

4. Kemampuan menilai regulasi diri dari etika dalam melakukan suatu

aktivitas sehari-hari, dan

5. Memiliki kemampuan pelaksanaan rencana jangka panjang dalam

pencapaian tertentu.

B. Adiksi Game Online

Adiksi game online ditandai dengan frekuensi penggunaan komputer atau

video games secara berlebihan dan kompulsif pada para gamers dewasa awal di
Insan-net Cimahi yang dapat menimbulkan masalah sosial dan/atau emosional

ditandai dengan:

1. Seberapa sering munculnya perasaan bahwa game merupakan aktivitas yang

paling penting dalam kehidupan individu dan mendominasi pikiran mereka,

2. Seberapa sering terjadinya peningkatan secara bertahap dalam penggunaan

waktu yang dihabiskan untuk bermain games,

3. Seberapa sering menjadikan game salah satu strategi coping yang dapat

menimbulkan ketenangan dan perasaan rileks berkaitan dengan pelarian diri

dari masalah.

4. Seberapa sering munculnya emosi tidak menyenangkan seperti moodiness

dan iritabilitas dan/atau dampak fisik ketika tidak bermain game,

5. Seberapa sering terjadinya pengulangan kebiasan yang dulu pernah

dilakukan saat bermain game,

6. Seberapa sering mengalami konflik pribadi berkaitan dengan kebiasaan

bermain game, dan

7. Seberapa sering mengalami masalah dalam lingkungan sekolah, kerja, dan

lingkungan sosial berkaitan dengan aktivitas bermain game online.

3.3 KISI-KISI ALAT UKUR

3.3.1 Kontrol Diri

Untuk mengukur variabel kontrol diri peneliti menggunakan alat ukur Brief Self-

Control Scale yang dikonstruksi oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004)

dengan jumlah 13 item yang dialih bahasa menjadi bahasa Indonesia oleh peneliti.
Aspek yang diukur dalam alat ukur ini meliputi 5 aspek kontrol diri yaitu self-

discipline, deliberate/non-impulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability.

Alat ukur ini memiliki 5 pilihan jawaban yang terdiri dari Sangat Tidak Seperti

Saya (STS), Tidak Seperti Saya (TS), Kadang Seperti Saya (KD), Seperti Saya (SS),

dan Sangat Seperti Saya (SSS). Skor item favorable bergerak dari 1 sampai 5.

Penentuan seberapa tinggi kontrol diri yang dimiliki oleh responden dihitung dengan

menjumlahkan skor tiap item. Semakin tinggi skor responden, maka semakin tinggi

pula kontrol diri yang dimilikinya.

Tabel 3.1

Respon Jawaban Pernyataan Brief Self-Control Scale

Respon Favorable

STS 1

TS 2

KD 3

SS 4

SSS 5

Berikut ini adalah kisi-kisi Brief Self-Control Scale yang akan digunakan peneliti:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Brief Self-Control Scale

No Item
Aspek
. Favorable Unfavorable
1. Self-discipline 1, 8 3, 4, 7
2. Deliberate/Non-impulsive 5, 12, 13
3. Healthy habits 2, 6
4. Work ethic 9, 10
5. Reliability 11

3.3.2 Adiksi Game Online

Peneliti menggunakan alat ukur Game Addiction Scale yang dikonstruksi oleh

Lemmens, Valkenburg, dan Peter (2009) dengan jumlah 21 item yang akan dialih

bahasa menjadi bahasa indonesia oleh peneliti. Aspek yang diukur dalam alat ukur

ini meliputi 7 aspek adiksi game online yaitu salience, tolerance, mood modification,

withdrawal, relapse, conflict, dan problem.

Alat ukur ini memiliki 5 kriteria jawaban sebagai berikut: Tidak Pernah (TP),

Jarang (JR), Kadang-kadang (KK), Sering (SR), dan Sangat Sering (SSR). Hanya

terdapat dua skor pada alat ukur ini. Untuk jawaban Tidak Pernah (TP) dan Jarang

(JR) skor yang diberikan adalah 0. Sedangkan untuk jawaban Kadang-kadang (KK),

Sering (SR), dan Sangat Sering (SSR). Menurut Lemmens, dkk (2009), seseorang

dapat dikatakan mengalami adiksi ketika jumlah skor mencapai 11 atau lebih dan

skor tersebar di minimal 4 aspek dari 7 aspek adiksi.

Tabel 3.3

Respon Jawaban Pernyataan Game Addiction Scale

Respon Favorable
TP 0
JR 0
KK 1
S 1
SS 1

Berikut ini adalah kisi-kisi alat ukur adiksi game online yang akan digunakan

peneliti:

Tabel 3.4
Kisi-kisi Alat Ukur Game Addiction Scale

No
Aspek Item
.

1. Salience 1, 8, 15

2. Tolerance 2, 9, 16

3. Mood modification 3, 10, 17

4. Withdrawal 4, 11, 18

5. Relapse 5, 12, 19

6. Conflict 6, 13, 20

7. Problem 7, 14, 21

3.4 POPULASI

Menurut Sugiyono (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Kriteria populasi

penelitian ini adalah gamers dewasa awal berusia 20 – 40 tahun yang menunjukkan
adiksi game online dan menjadi member tetap di Insan-net. Berikut adalah tahapan yang

dilakukan dalam menentukan populasi pada penelitian ini:

1. Peneliti melakukan pencarian data dengan bantuan operator Insan-net untuk

mengetahui jumlah member tetap yang berusia 20 – 40 tahun. Setelah dilakukan

pencarian data, diketahui jumlah member tetap Insan-net yang berusia 20 – 40 tahun

sebanyak 54 orang.

2. Untuk mengetahui member tetap Insan-net yang mengalami adiksi game online,

peneliti menggunakan alat ukur Game Addiction Scale yang dikonstruksi oleh

Lemmens, dkk. (2009). Menurut Lemmens, dkk. (2009), responden dapat dikatakan

mengalami adiksi jika jumlah skor mencapai 11 atau lebih dan skor tersebar di

minimal 4 aspek dari 7 aspek adiksi.

3. Setelah dilakukan perhitungan melalui game addiction scale, didapatkan data bahwa

responden usia 20-40 tahun yang mengalami adiksi game online (menunjukkan skor

 11) adalah 33 orang. Seluruh responden yang termasuk ke dalam populasi

penelitian dapat berpartisipasi dari awal penelitian hingga proses penelitian berakhir.

Jumlah responden dari awal hingga akhir penelitian ini tidak berkurang ataupun

bertambah, maka jumlah populasi pada penelitian ini tetap seperti populasi awal

yaitu 33 orang.

3.5 TEKNIK ANALISIS

Teknik analisis adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan,

mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional sesuai dengan

tujuan penelitian, serta mendeskripsikan data hasil penelitian dengan menggunakan

tabel sebagai alat bantu untuk memudahkan dalam menginterpretasikan data sehingga
data mudah untuk dipahami dan bermanfaat untuk menemukan solusi permasalahan.

Beberapa teknik analisis yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Uji Instrumen

A. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana akurasi suatu tes

atau skala dalam melakukan fungsi pengukurannya. Suatu skala dapat dikatakan

mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya

dan dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut.

Sedangkan skala dikatakan memiliki validitas yang rendah ketika menghasilkan data

yang tidak sesuai dengan tujan pengukuran (Masyita, 2016). Validitas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah validitas konten dan validitas konstruksi.

Validitas konten dilakukan dengan menganalisis konten alat ukur yang digunakan.

Validitas ini digunakan untuk mengetahui apakah item-item alat ukur merepresentasikan

indikator dari atribut psikologis yang diukur (Noor, 2009). Pada penelitian ini peneliti

melakukan validitas konten dengan bantuan ahli bahasa dan ahli bidang psikologi klinis.

Setelah dilakukan validitas konten, peneliti melakukan validitas kontruksi. Validitas

konstruksi dilakukan dalam dua tahapan yaitu tahapan pertama berupa analisis kualitatif

dengan penelusuran kesesuaian konsep teoritik dari atribut psikologis yang diukur oleh

instrumen. Tahap kedua adalah analisis kuantitatif melalui pengujian statistik (Noor,

2009). Peneliti melakukan pengujian statistik menggunakan teknik analisis Spearman

dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0. Berikut ini adalah formula

perhitungan teknik analisis Spearman:


6 ∑ di
2
r s=1− 2
n(n −1)

Keterangan:

rs = koefisien korelasi rank spearman

di = selisih setiap rank

n = banyaknya pasangan data

Untuk menentukan validitas alat ukur penelitian, peneliti menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Azwar (2009) berkaitan dengan validitas alat ukur. Menurut

Azwar (2009), suatu item dikatakan valid apabila rix ≥ 0,300.

1) Validitas Item Brief Self-Control Scale

Hasil analisis terhadap 13 item Brief Self-Control Scale menunjukkan bahwa

koefisien validitas bergerak antara 0,306 sampai 0,731. Berdasarkan kriteria yang

ditetapkan oleh Azwar (2009), maka seluruh item Brief Self-Control Scale

dinyatakan valid dan dapat digunakan. Hasil lengkap validitas konten dan tabel

validitas konstruk Brief Self-Control Scale dengan IBM SPSS Statistics 21.0 dapat

dilihat pada lampiran.

2) Validitas Item Game Addiction Scale

Hasil analisis terhadap 21 item Game Addiction Scale menunjukkan bahwa

koefisien validitas bergerak antara 0,330 sampai 0,782. Berdasarkan kriteria yang

ditetapkan oleh Azwar (2009), maka seluruh item Game Addiction Scale dinyatakan

valid dan dapat digunakan. Hasil lengkap validitas konten dan tabel validitas
konstruk Game Addiction Scale dengan IBM SPSS Statistics 21.0 dapat dilihat pada

lampiran.

B. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliability yang memiliki arti sejauh mana hasil suatu

proses pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas

yang berada dalam rentang 0 hingga 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas

mendekati angka 1,00 maka reliabilitas semakin tinggi. Jika reliabilitas mendekati angka

0 maka reliabilitas alat ukur semakin rendah.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach yang

dibantu dengan program IBM SPSS Statistics 21.0. Formula perhitungan Alpha

Cronbach adalah sebagai berikut:

{ ∑δ b
}
2
k
r i= 1− 2
(k−1) δ t

Keterangan:

ri = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item pertanyaan

∑ δ2 b = jumlah varian butir


2
δ t = varians total

Untuk menginterpretasikan tingkat keterandalan dari instrumen, peneliti

menggunakan pedoman dari Arikunto (2008), dengan rincian sebagai berikut:


Tabel 3.5

Interpretasi Nilai r

Besarnya r Interpretasi

>0,80 – 1,00 Sangat kuat

>0,60 – 0,80 Kuat

>0,40 – 0,60 Cukup kuat

>0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah

Setelah dilakukan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan

program IBM SPSS Statistics 21.0, berikut adalah keterandalan alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini:


Tabel 3.6

Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur

Jumlah Alpha
Alat Ukur Keterangan
Item Valid Cronbach
Brief Self-Control Scale 13 0,724 Reliabel (Kuat)

Game Addiction Scale 21 0,777 Reliabel (Kuat)

2. Pengujian Prasyarat Analisis

A. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) dan variabel

terikat (Y) mempunyai hubungan linear atau tidak. Hubungan linear antar variabel

memiliki pengertian bahwa setiap perubahan yang terjadi pada satu variabel akan

diikuti perubahan dengan besaran yang sejajar pada variabel lainnya. Uji ini biasanya

digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Peneliti

melakukan uji linearitas dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA)

dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0 pada taraf signifikansi 0,05. Dua

variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity)

kurang dari 0,05.

3. Pengujian Hipotesis

A. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui interaksi antara variabel bebas

dengan variabel terikat. Interpretasi nilai koefisien korelasi dari hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:


1) Jika nilai koefisien korelasi positif, maka hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi variabel bebas

maka semakin tinggi pula variabel terikat.

2) Jika nilai koefisien korelasi negatif, maka terjadi hubungan berlawanan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Semakin tinggi variabel bebas maka

semakin rendah variabel terikat dan begitu pula sebaliknya.

Karena data bersifat ordinal, untuk analisis bivariat peneliti menggunakan korelasi

Spearman dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0. Formula perhitungan

korelasi Spearman adalah sebagai berikut:

6 ∑ di
2
r s=1− 2
n(n −1)

Keterangan:
rs = koefisien korelasi rank spearman
di = selisih setiap rank
n = banyaknya pasangan data

Untuk menginterpretasikan koefisien korelasi dari hasil penelitian, peneliti

menggunakan pedoman dari Sugiyono (2007), dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.7 Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0, 599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Uji Prasyarat Penelitian

Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti terlebih dahulu melakukan uji prasyarat

analisis data dengan uji linearitas. Berikut adalah hasil analisis yang didapatkan oleh

peneliti dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0.

1. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas dan variabel

terikat mempunyai hubungan linear atau tidak. Dua variabel dikatakan mempunyai

hubungan yang linear bila nilai Sig > 0,05. Peneliti menggunakan test for linearity

dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0 yang menunjukkan hasil akhir

berupa tabel ANOVA (Analysis of Variance) dengan signifikansi sebesar 0,401.

Karena nilai Sig. 0,401 > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara

variabel kontrol diri dengan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-

net Cimahi. Berikut adalah hasil uji linearitas data yang didapatkan dengan bantuan

program IBM SPSS Statistics 21.0 :


Tabel 4.1

Uji Linearitas Data

Sum of Mean
df F Sig.
Squares Square
(Combined) 292,811 17 17,224 1,910 ,107
Adiksi Between Linearity 128,115 1 128,115 14,209 ,002
Game Groups Deviation from
Online * 164,696 16 10,293 1,142 ,401
Linearity
Kontrol
Within Groups 135,250 15 9,017
diri
Total 428,061 32

4.1.2 Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online

Peneliti menggunakan uji bivariat untuk melihat bagaimana hubungan variabel

kontrol diri dan variabel adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net

Cimahi. Karena data bersifat ordinal, untuk analisis bivariat peneliti menggunakan

korelasi Spearman dan berikut adalah hasil dari uji korelasi Spearman yang

didapatkan dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0 :

Tabel 4.2
Korelasi Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online
pada Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Adiksi
Kontrol
Game
Diri
Online
Spearman’s Correlation
rho 1,000 -,581**
Kontrol Coefficient
Diri Sig. (2-tailed) ,000
N 33 33
Correlation
Adiksi -,581** 1,000
Coefficient
Game
Sig. (2-tailed) ,000
Online
N 33 33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel perhitungan korelasi ditemukan bahwa r = – 0,581. Menurut

Sugiyono, jika koefisien r berada dalam rentang 0,40 – 0,599 maka keeratan

hubungan berada di tingkat sedang. Selain itu nilai Sig. yang didapat adalah 0.000.

Karena Sig (2-tailed) < 0.05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif

yang signifikan antara variabel kontrol diri dan adiksi game online.

4.1.3 Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online

1. Hubungan Self-discipline dengan Adiksi Game Online

Peneliti melakukan perhitungan korelasi antara skor total self-discipline dan skor

total adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi dengan uji

korelasi Spearman, karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

ordinal. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi yang didapatkan :

Tabel 4.3
Hubungan Self-discipline dengan Adiksi Game Online
pada Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Adiksi
Self-
Game
discipline
Online
Spearman’s Correlation
rho 1,000 -,439*
Coefficient
Self-discipline Sig. (2-
,011
tailed)
N 33 33
Correlation
-,439* 1,000
Coefficient
Adiksi Game
Sig. (2-
Online ,011
tailed)
N 33 33
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel berikut menunjukkan nilai korelasi (r) sebesar  0,439 dan nilai sig. =

0,011 signifikan pada level of significant 0.05 (two-tailed). Dari data di atas, dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-discipline

dan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi. Berdasarkan

tabel korelasi Sugiyono, jika r =  0,439 maka korelasi berada di tingkat sedang.

2. Hubungan Deliberate / Non-impulsive dengan Adiksi Game Online

Peneliti melakukan perhitungan korelasi antara skor total deliberate / non-

impulsive dan skor total adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net

Cimahi dengan uji korelasi Spearman, karena data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data ordinal. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi yang

didapatkan :

Tabel 4.4

Hubungan Deliberate / Non-impulsive dengan Adiksi Game Online

pada Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Adiksi Game
Deliberate
Online
Spearman’s Correlation
rho 1,000 -,551**
Coefficient
Deliberate
Sig. (2-tailed) ,001
N 33 33
Correlation
Adiksi -,551** 1,000
Coefficient
Game
Sig. (2-tailed) ,001
Online
N 33 33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel berikut menunjukkan nilai korelasi (r) sebesar  0,551 dan nilai sig. =

0,001 signifikan pada level of significant 0.01 (two-tailed). Dari data di atas, dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara

deliberate / non-impulsive dan adiksi game online pada gamers dewasa awal di

Insan-net Cimahi. Berdasarkan tabel korelasi Sugiyono, jika r =  0, 551 maka

korelasi berada di tingkat sedang.

3. Hubungan Healthy Habit dengan Adiksi Game Online

Peneliti melakukan perhitungan korelasi antara skor total healthy habit dan skor

total adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi dengan uji

korelasi Spearman, karena data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

ordinal. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi yang didapatkan:

Tabel 4.5

Hubungan Healthy Habit dengan Adiksi Game Online

pada Gamers Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi

Healthy Adiksi Game


Habit Online
Spearman’s Correlation
1,000 -,319
rho Healthy Coefficient
Habit Sig. (2-tailed) ,071
N 33 33
Correlation
Adiksi -,319 1,000
Coefficient
Game
Sig. (2-tailed) ,071
Online
N 33 33
Tabel berikut menunjukkan nilai korelasi (r) adalah  0,319 dan nilai sig. =

0,071. Variabel dinyatakan memiliki hubungan signifikan jika sig. < 0,05. Karena

0,071 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
healthy habit dan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net

Cimahi.

4. Hubungan Work Ethic dengan Adiksi Game Online

Peneliti melakukan perhitungan korelasi antara skor total self-discipline dan skor

total adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi dengan uji

korelasi Spearman, karena data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

ordinal. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi yang didapatkan :

Tabel 4.6

Hubungan Work Ethic dengan Adiksi Game Online

pada Gamers Dewasa Awal di Insan-Net Cimahi

Work Adiksi Game


Ethic Online
Spearman’s Correlation
1,000 -,292
rho Work Coefficient
Ethic Sig. (2-tailed) ,099
N 33 33
Correlation
Adiksi -,292 1,000
Coefficient
Game
Sig. (2-tailed) ,099
Online
N 33 33

Tabel berikut menunjukkan nilai korelasi (r) adalah  0,292 dan nilai sig. =

0,099. Variabel dinyatakan memiliki hubungan signifikan jika sig. < 0,05. Karena

0,099 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara work

ethic dan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.
5. Hubungan Reliability dengan Adiksi Game Online

Peneliti melakukan perhitungan korelasi antara skor total reliability dan skor

total adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi dengan uji

korelasi Spearman, karena data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

ordinal. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi yang didapatkan:

Tabel 4.7

Hubungan Reliability dengan Adiksi Game Online pada Gamers Dewasa Awal

di Insan-Net Cimahi

Adiksi Game
Reliability
Online
Spearman’s Correlation
rho 1,000 -,200
Coefficient
Reliability Sig. (2-
,265
tailed)
N 33 33
Correlation
-,200 1,000
Adiksi Coefficient
Game Sig. (2-
,265
Online tailed)
N 33 33

Tabel berikut menunjukkan nilai korelasi (r) adalah  0,200 dan nilai sig. =

0,265. Variabel dinyatakan memiliki hubungan signifikan jika sig. < 0,05. Karena

0,265 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

reliability dan adiksi game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi aspek kontrol diri dengan adiksi game

online, berikut ini adalah rekapitulasi korelasi aspek kontrol diri dengan adiksi
game online jika diurutkan dari tingkat korelasi dan signifikansi hubungan antar

variabel :

Tabel 4.8

Rekapitulasi Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online pada

Gamers Dewasa Awal Insan-net Cimahi

Koefisien
Aspek Sig.
No. Korelasi
Kontrol Diri (2-tailed)
Spearman
Deliberate/
1.  0,551 0,001
Non-impulsive
2. Self-Discipline  0,439 0,011

3. Healthy Habit  0,319 0,071

4. Work Ethic  0,292 0,099

5. Reliability  0,200 0,265


4.1.4 Data Demografi Responden

Berdasarkan kuesioner yang disebar oleh peneliti, diperoleh data yang

mengungkap distribusi responden berdasarkan demografi responden. Berikut adalah

data demografi yang didapatkan oleh peneliti:

1. Jenis kelamin

Distribusi responden penelitian jika ditinjau dari jenis kelamin responden adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.9

Distribusi Jenis Kelamin Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Pria 32 97 %

Wanita 1 3%

Jumlah 33 100 %

Berdasarkan data dapat dilihat bahwa subjek penelitian berjumlah 33 orang

dengan jumlah responden pria sebanyak 32 orang (97%) dan seorang responden

wanita (3%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komposisi responden

penelitian didominasi oleh responden pria.

2. Usia

Distribusi responden penelitian jika ditinjau dari usia responden adalah sebagai

berikut :
Tabel 4.10

Distribusi Usia Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Usia Frekuensi Persentase

20 – 30 31 94 %

31 – 40 2 6%

Jumlah 33 100 %

Berdasarkan data dapat dilihat bahwa dari subjek penelitian yang berjumlah 33

orang, 31 responden berusia 20 – 30 tahun (94%) dan 2 responden lainnya berusia 31

– 40 tahun (6%). Mengacu pada tabel distribusi usia responden maka dapat

disimpulkan bahwa responden penelitian didominasi oleh responden berusia 20 – 30

tahun.

3. Pekerjaan

Distribusi responden penelitian jika ditinjau dari pekerjaan adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.11

Distribusi Pekerjaan Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Sudah Bekerja 12 36,4 %

Belum Bekerja 4 12,1 %

Mahasiswa 15 45,5 %
(belum bekerja)
Jumlah 33 100 %
Berdasarkan data dari subjek penelitian yang berjumlah 33 orang, 12 responden

sudah memiliki pekerjaan (36,4%), 4 responden belum memiliki pekerjaan (12,1%),

dan 15 responden lainnya adalah mahasiswa (45,5%). Mengacu pada tabel distribusi

pekerjaan responden maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian

didominasi oleh mahasiswa.

4. Status Pernikahan

Distribusi responden penelitian jika ditinjau dari status pernikahan responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 4.12

Distribusi Status Pernikahan Gamers Dewasa Awal di Insan-net Cimahi

Status Pernikahan Frekuensi Persentase

Sudah Menikah 6 18,2 %

Belum Menikah 27 81,8 %

Jumlah 33 100 %

Berdasarkan data dari subjek penelitian yang berjumlah 33 orang, didapatkan data

bahwa 6 responden sudah menikah (18,2%) dan 27 responden lainnya belum

menikah (81,8%). Mengacu pada tabel distribusi status pernikahan responden maka

dapat disimpulkan bahwa responden penelitian didominasi oleh responden yang

belum menikah.
4.1.5 Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian terdiri dari dua variabel yaitu variabel kontrol diri (V1) dan

variabel adiksi game online (V2). Pada bagian ini peneliti melampirkan deskripsi

data dari masing-masing variabel berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Data

yang didapatkan akan diolah dan terdapat beberapa tahapan analisa yang dilakukan

dengan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0.

1. Analisa Kontrol Diri

A) Kategorisasi Kontrol Diri

Dalam menganalisa tingkat kontrol diri pada subjek penelitian, peneliti akan

mengkategorisasi skor total kontrol diri ke dalam dua kategori. Menurut Tangney,

Baumeister, dan Boone (2004) kontrol diri terdiri dari kontrol diri tinggi dan

kontrol diri rendah. Skor terendah dalam alat ukur kontrol diri adalah 15 dan skor

tertinggi adalah 65. Untuk mengkategorisasikan tingkat kontrol diri, peneliti

terlebih dulu menentukan nilai median berdasarkan skor terendah dan skor

tertinggi. Norma yang akan digunakan untuk menentukan kategorisasi kontrol diri

berdasarkan skor terendah dan tertinggi alat ukur adalah sebagai berikut :

Tabel 4.13

Norma Kategori Tingkat Kontrol Diri

No. Kategori Norma

1 Tinggi X > Median

2 Rendah X  Median
Dengan menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics 21.0, ditemukan

bahwa median dari data yang didapatkan adalah 40. Berdasarkan median yang

ditentukan maka kategorisasi kontrol diri yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.14

Kategorisasi Kontrol Diri

No. Kategori Norma

1 Tinggi X > 40

2 Rendah X  40

B) Persentase Tingkat Kontrol Diri

Kuesioner diberikan pada member tetap Insan-net berusia 20 – 40 tahun yang

mengalami adiksi game online. Berdasarkan data yang didapatkan dari 33

responden diperoleh skor tertinggi sebesar 51, skor terendah sebesar 27. Menurut

norma yang telah ditetapkan, maka persentase tingkat kontrol diri pada subjek

penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.15

Persentase Tingkat Kontrol Diri Gamers Usia Dewasa Awal Insan-net


Cimahi

No. Kategori Norma Interval F P

1 Tinggi X > Median > 40 16 48,5 %

2 Rendah X  Median  40 17 51,5 %

Jumlah 33 100 %
Diagram 4.1

Kontrol Diri Gamers Dewasa Awal Insan-net Cimahi

Kontrol Diri Gamers Dewasa Awal


Insan-net Cimahi

Tinggi
Rendah

Berdasarkan perhitungan persentasi dapat dilihat bahwa 16 responden (48,5%)

menunjukkan kontrol diri yang tinggi dan 17 responden lainnya memiliki kontrol diri

yang rendah (51,5%). Mengacu pada persentasi kategori kontrol diri yang telah

dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian lebih didominasi

oleh responden yang memiliki kontrol diri rendah.

2. Analisa Data Adiksi Game Online

A) Kategorisasi Adiksi Game Online

Dalam Adiksi Game Online tidak ditentukan kategori pengelompokan khusus.

Lemmens, dkk (2009), hanya menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan

mengalami adiksi ketika jumlah skor game addiction scale mencapai 11 atau lebih

dan skor tersebar di minimal 4 aspek dari 7 aspek adiksi.

B) Jenis Game Online


Berdasarkan hasil data penelitian, terdapat beberapa game online yang biasa

dimainkan oleh subjek penelitian. Berikut ini adalah jenis-jenis game online yang

sering dimainkan oleh responden penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 4.16
Jenis Game Online yang Dimainkan Oleh Gamers Dewasa Awal
Insan-net Cimahi

No. Jenis Game Online F P


1. Multiplayer Online Battle Arena Game (MOBA) 19 57,6 %
2. Massively Multiplayer Online Role Playing 10 30,3 %
Game (MMORPG)
3. Massively Multiplayer Online First Person 3 9,1 %
Shooter (MMOFPS)
4. Massively Multiplayer Online Real Time 1 3,0 %
Strategy (MMORTS)
Jumlah 33 100 %

Diagram 4.2
Jenis Game Online yang Dimainkan Gamers Dewasa Awal di Insan-net
Cimahi

MOBA
MMORPG
MMOFPS
MMORTS
Berdasarkan perhitungan persentasi jenis game yang sering dimainkan oleh

responden dapat dilihat bahwa 19 responden senang bermain game jenis MOBA

(57,6%), 10 responden memilih MMORPG (30,3%), 3 responden memilih MMOFPS

(9,1%), dan hanya seorang responden senang bermain MMORTS (3,0%). Mengacu

pada persentasi jenis game yang sering dimainkan oleh responden, dapat disimpulkan

bahwa jenis game online yang sering dimainkan oleh subjek yang adiksi lebih

didominasi oleh Multiplayer Online Battle Arena Game (MOBA) dan Massively

Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG).

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Hubungan Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online

Berdasarkan data yang diperoleh dari 33 gamers dewasa awal di Insan-net

Cimahi, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara

kontrol diri dengan adiksi game online dengan r =  0,581 dan p = 0,000.

Sebelumnya telah dipaparkan jika nilai koefisien korelasi negatif, maka terjadi

hubungan berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Semakin tinggi

variabel bebas maka semakin rendah variabel terikat dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa variabel kontrol diri dengan adiksi

game online pada gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi mengalami hubungan

yang berlawanan. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan peneliti yaitu

semakin rendah kontrol diri maka semakin berat adiksi game online pada gamers

dewasa awal di Insan-net Cimahi dan begitu pula sebaliknya.

4.2.2 Hubungan Aspek Kontrol Diri dengan Adiksi Game Online


Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) self-control adalah suatu

kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah respon dalam diri seseorang

serta menghilangkan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan menahan

diri dari suatu tindakan yang dilakukan. Dengan demikian, pengendalian diri secara

garis besar melibatkan suatu kemampuan untuk berubah dan beradaptasi baik antara

diri sendiri maupun dengan lingkungan. Terdapat lima komponen dalam kontrol diri

yaitu : self-discipline, deliberate / non-impulsive, healthy habit, work ethic, dan

reliability.

Sesuai analisis yang telah dilakukan, ditemukan bahwa aspek kontrol diri yang

memiliki korelasi paling tinggi terhadap variabel adiksi game online adalah aspek

deliberate / non-impulsive, yaitu r =  0,551 dan p = 0,001. Menurut Sugiyono, r = 

0,551 termasuk tingkat korelasi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa adiksi game

online yang dialami gamers dewasa awal akan semakin rendah jika gamers

menunjukkan perilaku yang deliberat atau tidak impulsif dan begitu pula sebaliknya.

Semakin rendah aspek deliberate / non-impulsive maka semakin berat tingkat adiksi

yang dialami para gamers.

Deliberate/non-impulsive adalah kecenderungan individu dalam melakukan suatu

tindakan dengan tujuan yang jelas, pertimbangan yang baik, bersifat hati-hati, dan

tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan atau bertindak. Menurut Blinka, et

al. (2016) impulsivitas terbukti memiliki hubungan terhadap adiksi substansi dan

non-substansi. Salah satu faktor yang sering ditemukan pada problematic online

gamers adalah tingkat impulsivitas yang tinggi (Blinka, et al., 2016).


Salah satu gambaran tindakan impulsif yang ditemukan dalam fenomena adalah

para gamers menghabiskan uang yang mereka miliki, bahkan sampai ada yang

meminjam uang ke kantor tempat mereka bekerja hanya untuk bermain game online

di warnet. Mereka tidak memiliki pertimbangan yang baik dalam menggunakan uang

yang mereka miliki. Selain itu mereka juga cenderung menginginkan kepuasan dan

kesenangan yang dapat diperoleh dengan cara instan tanpa berpikir panjang

mengenai akibat yang akan datang di kemudian hari. Para gamers seringkali

menggunakan media games sebagai sarana pelepas penat atau untuk melupakan

masalah yang sedang dialami. Para gamers dewasa awal mengatakan bahwa cerita

dan keseruan yang ditawarkan oleh game online membuat mereka masuk ke dalam

dunia online dan melupakan dunia offline atau dunia nyata.

Salah satu alasan kenapa mereka memilih games untuk menghadapi masalah

adalah karena media games menawarkan instant gratification dalam bentuk

munculnya perasaan bahagia dan tenang karena mereka dapat melupakan masalah

yang harus dihadapi di dunia nyata walaupun efek yang diberikan hanya bertahan

sementara. Jika para gamers bertindak impulsif, mereka akan selalu menghadapi

masalah dengan bermain game di warnet untuk mendapatkan instant gratification

dan hal ini dapat mengarahkan para gamers mengalami adiksi. Menurut Song, et al.

(2004), salah satu faktor munculnya adiksi terhadap pemakaian internet pada

umumnya disertai dengan gratifikasi yang lebih mudah didapatkan di dunia maya

(Song, et al., 2004).

Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap adiksi game online adalah self-

discipline atau disiplin diri dengan r =  0,439 dengan p = 0,011. Menurut Sugiyono,
r =  0,439 termasuk tingkat korelasi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa adiksi

game online yang dialami gamers dewasa awal akan semakin rendah jika gamers

memiliki disiplin diri yang tinggi dan begitu pula sebaliknya. Semakin rendah

disiplin diri yang dimiliki maka semakin berat tingkat adiksi yang dialami para

gamers.

Seseorang yang memiliki self-discipline tinggi akan menunjukkan disiplin diri

saat melakukan sesuatu sesuai dengan norma atau adat istiadat yang berlaku.

Sedangkan seseorang yang memiliki self-discipline rendah akan mengabaikan hal

yang harus ia lakukan dan menghiraukan norma atau ketentuan yang berlaku. Ketika

seseorang memiliki disiplin diri yang baik, mereka akan mengetahui hal apa yang

boleh dilakukan dan hal apa yang tidak boleh dilakukan.

Disiplin diri yang rendah tergambarkan pada fenomena dimana para gamers lebih

memilih bermain game online dibandingkan melakukan aktivitas yang seharusnya

mereka kerjakan. Bahkan mereka seringkali mengakhirkan dan melewatkan ibadah

shalat ketika sedang bermain game. Ketika para gamers tidak memiliki disiplin diri

saat bermain game, mereka akan terus menerus bermain game tanpa mementingkan

hal lain yang seharusnya mereka lakukan seperti bekerja, ataupun melakukan shalat

yang merupakan ibadah wajib. Dengan disiplin diri yang rendah, pemain hanya akan

menghabiskan waktunya untuk bermain game online dan mengabaikan kewajiban

yang mereka miliki.

Faktor selanjutnya adalah healthy habit atau kebiasaan yang sehat. Healthy habit

adalah kemampuan individu dalam mengatur kebiasaan atau pola hidup sehat dalam

diri individu. Individu yang memiliki healthy habits mampu menolak sesuatu yang
dapat menimbulkan dampak buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut

menyenangkan. Menurut hasil korelasi, kebiasaan sehat yang memiliki r =  0,319

dan p = 0,071 tidak memiliki korelasi dengan variabel adiksi game online. Hal ini

menunjukkan bahwa rendah tingginya healthy habit yang dimiliki para gamers

dewasa awal tidak berpengaruh terhadap tingkat adiksi game online.

Healthy habit atau kebiasaan sehat ini tidak berpengaruh pada adiksi games online

karena pada fenomena yang ditemukan tidak seluruh gamers menginap di warnet.

Rendahnya healthy habit hanya terlihat pada para gamers dewasa awal yang

menginap di warnet karena saat menginap di warnet tidak ada yang mengawasi atau

mengingatkan mereka untuk berhenti bermain game online sehingga banyak dari

mereka yang kekurangan tidur, melewatkan jam makan, dan memesan makanan

instan yang disediakan oleh warnet karena malas bergerak dari tempat duduk

mereka.

Aspek selanjutnya dari variabel kontrol diri yang tidak memiliki hubungan dengan

adiksi game online adalah work ethic. Etika kerja berkaitan dengan penilaian

individu terhadap regulasi dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Individu yang

memiliki work ethic mampu memberikan perhatian penuh pada pekerjaan yang

dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, koefisien korelasi (r) yang

didapatkan sebesar  0,292 dengan p = 0,099 Hal ini menunjukkan bahwa rendah

tingginya work ethic yang dimiliki para gamers dewasa awal tidak berpengaruh

terhadap tingkat adiksi game online.

Tidak terdapatnya hubungan antara work ethic dan adiksi game online

dikarenakan banyaknya responden mahasiswa dan belum bekerja. Merujuk pada


tabel 4.11, populasi penelitian didominasi oleh responden mahasiswa dan belum

bekerja dengan persentase sebesar 57,6 % (19 orang). Responden penelitian yang

belum bekerja seringkali menghabiskan waktu hanya untuk bermain game online di

warnet, begitupula para responden mahasiswa. Kebanyakan subjek mahasiswa bukan

hanya mengerjakan tugas mereka seadanya, ada pula yang tidak masuk kuliah karena

terlalu asyik bermain game.

Ketika responden tidak menganggap pekerjaannya adalah sesuatu yang harus

dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan responden tidak memiliki pekerjaan atau

kesibukan lain selain bermain game, perhatian para responden hanya berfokus pada

kebutuhan mereka bermain game online. Oleh karena itu variabel work ethic tidak

memiliki pengaruh pada adiksi game online karena satu-satunya hal yang menjadi

perhatian para gamers dewasa awal adalah game online, bukan pekerjaan yang

seharusnya mereka lakukan dengan sungguh-sungguh.

Aspek terakhir yang tidak memiliki signifikansi terhadap adiksi game online

adalah aspek reliability. Reliability merupakan kemampuan dalam diri individu

dalam pelaksanaan rencana jangka panjang untuk memperoleh pencapaian tertentu.

Individu yang memiliki reliability akan secara konsisten mengatur perilaku untuk

mewujudkan setiap perencanaannya. Berdasarkan hasil perhitungan statistik,

koefisien korelasi (r) yang didapatkan sebesar  0,200 dengan p = 0,265. Hal ini

menunjukkan bahwa rendah tingginya reliability yang dimiliki para gamers dewasa

awal tidak berpengaruh terhadap tingkat adiksi game online.

4.2.3 Data Demografis Responden Berkaitan dengan Kontrol Diri dan Adiksi

Game Online
A. Kontrol Diri Rendah dengan Adiksi Game Online

Jika dilihat dari persentase kontrol diri responden yang mengalami adiksi game

online (tabel 4.15), jumlah responden yang memiliki kontrol diri rendah adalah 17

orang (51,5%). Para gamers yang memiliki kontrol diri rendah tidak memiliki

kemampuan untuk mengubah respon diri yang tidak diinginkan dan tidak mampu

menahan diri dari suatu tindakan yang dilakukannya. Dalam penelitian ini,

responden yang memiliki kontrol diri rendah dapat dikatakan kesulitan untuk

melakukan kontrol terhadap kebiasaan bermain game online yang pada akhirnya

dapat mengarahkan responden mengalami adiksi game online. Ketika para gamers

dewasa awal mengalami adiksi game online, hampir seluruh waktu mereka

dihabiskan hanya untuk bermain game dan hal ini dapat menghambat pemenuhan

tuntutan peran, tanggung jawab, dan tugas-tugas masa perkembangan yang

seharusnya dipenuhi pada masa dewasa awal.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kim, dkk. (2008), dipaparkan bahwa

adiksi game online berkaitan dengan rendahnya kontrol diri pada individu. Selain

itu kontrol diri yang rendah juga berkaitan dengan berbagai macam perilaku adiksi,

termasuk internet addiction (Kim, 2008). Begitupula dengan penelitian yang

dilakukan oleh Tangney, dkk. (2004) yang menjelaskan bahwa kemampuan kontrol

diri yang rendah dapat menimbulkan resiko signifikan pada berbagai macam

masalah personal ataupun interpersonal. Dalam penelitian ini dipaparkan bahwa

rendahnya kemampuan individu dalam mengontrol impuls menjadi prediktor

penting terhadap terjadinya adiksi (Tangney, Baumeister, & Boone, 2004).

Kontrol diri pada usia dewasa merupakan hal yang sangat penting karena

menurut ciri-ciri masa dewasa awal, individu memiliki tanggung jawab untuk
menemukan pola hidup yang dapat memenuhi kebutuhannya pada masa ini. Saat

seseorang menemukan pola hidup yang dapat memenuhi kebutuhannya, ia akan

mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan

menjadi kekhasan selama sisa hidupnya (Hurlock, 2002). Dewasa awal juga

merupakan masa komitmen, masa penyesuaian, masa ketegangan emosional, dan

masa ketergantungan terjadi. Ketika individu dewasa awal memiliki kontrol diri

yang rendah, mereka akan kesulitan dalam menghadapi tanggung jawab dan

membentuk pola hidup yang akan menjadi kekhasan selama sisa hidupnya nanti.

Rendahnya kontrol diri para gamers dewasa awal yang mengalami adiksi game

online dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah data demografis

yang dimiliki oleh responden. Berdasarkan tabel 4.9, para gamers yang mengalami

adiksi game online lebih didominasi oleh pria dengan jumlah 32 orang (97 %) dan

gamers wanita yang hanya berjumlah 1 orang (3 %). Menurut penelitian yang

dilakukan Hoeft, et. al (2007), jumlah pria yang mengalami adiksi game lebih

banyak dibandingkan wanita karena saat mereka bermain game, salah satu bagian

otak yang memunculkan rewarding feeling lebih aktif pada otak pria dibandingkan

otak wanita. Berdasarkan survei interaktif yang dilakukan dalam penelitian ini juga

menunjukkan hasil bahwa pria memiliki kemungkinan dua sampai tiga kali lebih

besar untuk mengalami adiksi pada video game jika dibandingkan dengan wanita

(Hoeft, et. al, 2007).

Data demografis lain ditunjukkan pada tabel 4.10 berkaitan dengan usia

responden yang didominasi oleh usia 20-30 dengan persentase 94 % (31 orang).

Kebanyakan responden yang berada di usia 20–30 adalah mahasiswa dan pada tabel

4.11 diketahui responden yang mendominasi adalah yang belum bekerja (termasuk
mahasiswa) dengan persentase 57,6 % (19 orang). Dapat dikatakan bahwa saat

bermain game online di warnet, para gamers dewasa awal di Insan-net tidak

menggunakan uang miliknya sendiri dan kemungkinan besar menggunakan uang

orang tua. Menurut Hurlock (2002), masa dewasa awal merupakan masa

ketergantungan yaitu masa saat individu bergantung pada orangtua atau lembaga

pendidikan yang membiayai pendidikan mereka. Karena uang yang mereka

gunakan untuk bermain game online bukanlah hasil dari jerih payah mereka sendiri,

para gamers cenderung menggunakan uang secara impulsif untuk memenuhi

kebutuhan mereka dalam bermain game online.

Selain itu, tabel 4.12 menunjukkan bahwa distribusi responden yang belum

menikah mendominasi penelitian dengan persentase 81,8 % (27 orang). Para

gamers yang didominasi oleh responden yang belum menikah, cenderung

mementingkan kebutuhan dirinya sendiri karena belum memiliki tanggung jawab

atau kewajiban sebagai pencari nafkah untuk keluarga. Karena itu, status

pernikahan juga dapat berkontribusi pada kontrol diri gamers dewasa awal yang

rendah.

B. Kontrol Diri Tinggi dengan Adiksi Game Online

Walaupun hasil penelitian menunjukkan mayoritas dari responden memiliki

kontrol diri yang rendah, data pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa jumlah

responden yang memiliki kontrol diri tinggi terbilang cukup banyak yaitu 16 orang

(48,5 %). Peneliti melihat bahwa selain kemampuan kontrol diri yang rendah, jenis

game yang dimainkan juga berkontribusi terhadap adiksi game online yang dialami

para gamers dewasa awal.


Berdasarkan data pada tabel 4.16, jenis game MOBA (Multiplayer Online Battle

Arena Game) dan MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game)

adalah game yang paling banyak dimainkan gamers dewasa awal yang mengalami

adiksi.

MOBA atau Multiplayer Online Battle Arena Game merupakan perpaduan antara

action-games, role-playing games, dan real-time strategy games dimana pemain

biasanya tidak membuat bangunan maupun unit (Wikipedia). MOBA memiliki rasio

variabel dan tetap dalam menjaga keseimbangan dalam game. Reward yang

didapatkan saat bermain seringkali tak terduga dan keterlibatan emosi yang terjadi

saat bermain membuat para gamers menggemari jenis game ini. MOBA merupakan

game yang mudah dipelajari tetapi sulit untuk dikuasai. Kesulitan permainan

terletak pada pemilihan karakter, pembuatan item, status, dan juga strategi tim

(MMOGames, 2014).

Pada awalnya pemain game MOBA belajar secara konstan, ketika sudah lebih

berpengalaman, pemain mempelajari hal-hal pada interval yang lebih tinggi. Ketika

pemain sudah menjadi mahir, pemain ingin belajar lebih banyak dan ketika mereka

sudah menguasai game tersebut developer game memperbarui game dengan fitur-

fitur baru yang akan membuat pemain belajar kembali. MOBA juga merupakan

salah satu game yang sering dimainkan dalam ajang eSport dan hadiah yang

ditawarkan pada pemenang dapat mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini dapat

membuat gamers berlatih untuk menguasai permainan dengan bermain terus-

menerus yang dapat menyebabkan munculnya adiksi game online.


Berbeda dengan MOBA, MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing

Game) memililki apa yang disebut dengan persistent world. Persistent world

merupakan dunia virtual yang terus berkembang sekalipun tidak ada satu orang pun

yang berinteraksi dengan dunia tersebut (Wikipedia). Dalam MMORPG, pembuat

game menyediakan game dengan banyak aktivitas yang harus dilakukan dan

banyak misi yang harus dicapai. Hal ini membuat pemain tidak pernah merasa

bosan atau merasa seolah-olah mereka telah menyelesaikan game tersebut.

Banyaknya aktivitas dan misi yang disediakan membuat gamers terus memainkan

game dan dengan adanya persistent world, maka game yang dimainkan juga akan

terus berkembang. Rasa penasaran dan keinginan untuk menyelesaikan misi yang

tersedia saat memainkan game ini memiliki resiko untuk membuat gamers

mengalami adiksi game online.

Selain jenis game, teori yang dikemukakan oleh Yee (2007), menjelaskan bahwa

terdapat 3 aspek motivasi yang menyebabkan seseorang bermain game online yaitu

achievement, social, dan immersion. Achievement berkaitan dengan pencapaian

yang didapatkan individu sepanjang permainan (terdiri dari advancement,

mechanics, dan competition); social berkaitan dengan membentuk hubungan sosial

mendapatkan dukungan (terdiri dari socializing, relationship, dan teamwork); dan

immersion berkaitan dengan bagaimana individu menghayati peran dalam game

(terdiri dari discovery, role-playing, customizaton, dan escapism) (Yee, 2007).

Pada fenomena yang ditemukan, seluruh gamers dewasa awal bermain untuk

menghilangkan rasa jenuh dan mereka hampir selalu bermain game online untuk

melupakan/melarikan diri dari masalah di dunia nyata. Menurut teori motivasi Yee

(2007), fenomena yang ditemukan menggambarkan motivasi gamers pada aspek


immersion jenis escapism. Escapism adalah keadaan dimana individu menggunakan

dunia online untuk menghindari pemikiran tentang permasalah di kehidupan nyata.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa adanya subjek dengan kontrol

diri tinggi namun tetap mengalami adiksi game online dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti jenis game yang dimainkan dan juga motivasi yang dimiliki

pemain saat bermain game oline.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan yang

dilakukan dengan menggunakn metoda statistik terhadap gamers dewasa awal di Insan-

net Cimahi dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan adiksi

game online ( r =  0,581 ; p = 0,000), artinya semakin rendah kontrol diri maka

semakin berat adiksi yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

2. Terdapat dua aspek kontrol diri yang memiliki hubungan signifikan dengan adiksi

game online yaitu :

1) Aspek Deliberate / Non-impulsive ( r = 0,551 ; p = 0,001). Hal ini menunjukan

bahwa semakin rendah aspek deliberate / non-impulsive maka semakin berat

adiksi game online yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

2) Aspek Self-discipline ( r = 0,439 ; p = 0,011). Hal ini menunjukan bahwa

semakin rendah aspek deliberate / non-impulsive maka semakin berat adiksi

game online yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

3. Terdapat tiga aspek kontrol diri yang tidak memiliki hubungan signifikan dengan

adiksi game online yaitu :

1) Aspek Healthy Habit ( r =  0,319 ; p = 0,071). Hal ini menunjukkan bahwa

tinggi rendahnya healthy habit yang dimiliki tidak berpengaruh terhadap tingkat

adiksi game online yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.
2) Aspek Work Ethic ( r =  0,292 ; p = 0,099). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi

rendahnya work ethic yang dimiliki tidak berpengaruh terhadap tingkat adiksi

game online yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.

3) Aspek Reliability ( r =  0,200 ; p = 0,265). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi

rendahnya reliability yang dimiliki tidak berpengaruh terhadap tingkat adiksi

game online yang dialami gamers dewasa awal di Insan-net Cimahi.


5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyarankan beberapa

hal yaitu sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan kontrol diri terutama aspek deliberate / non-impulsive dan

self-discipline pada para gamers usia dewasa awal di Insan-net Cimahi dapat

dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Membuat skala prioritas. Skala prioritas adalah suatu daftar berisi berbagai

macam kebutuhan yang disusun berdasarkan tingkat kepentingan, dari yang

paling penting sampai dengan kebutuhan yang dapat ditunda pemenuhannya.

Ketika perilaku impulsif dalam bermain game muncul, para gamers dapat

melihat kembali skala prioritas yang telah dibuatnya sebagai pengingat bahwa

masih ada hal lain yang harus dikerjakan selain menghabiskan waktu hanya

untuk bermain game online. Terdapat beberapa cara untuk menyusun skala

prioritas yaitu:

a) Berdasarkan tingkat urgensinya

b) Berdasarkan kesempatan yang dimiliki

c) Berdasarkan pertimbangan masa depan

d) Berdasarkan kemampuan diri

2. Membuat time table untuk jadwal sehari-hari. Jika seseorang memiliki

banyak waktu luang dan jadwal yang tidak terstruktur, seseorang akan lebih

mudah melakukan tindakan impulsif. Para gamers dapat mencoba membuat

jadwal kegiatan sehari-hari dengan interval waktu yang jelas. Pembagian

jadwal akan lebih baik jika diisi dengan tugas/kewajiban yang harus

dilakukan, waktu untuk bersosialisasi, dan waktu luang yang seimbang.


3. Memberikan self-reward jika dirinya mampu melakukan dan memenuhi skala

prioritas dan jadwal kegiatan yang telah dibuat. Misalnya jika para gamers

mampu memenuhi seluruh komitmen dan jadwal yang dibuatnya selama

seminggu, dirinya boleh melakukan hal yang ia inginkan selama satu hari.

Pemberian reward pada interval tertentu diharapkan dapat menjadi

kompensasi atas usaha yang telah dilakukan dan penguat agar mereka

mempertahankan perilaku yang diharapkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menganalisis lebih dalam mengenai

penyebab tinggi atau rendahnya hubungan kontrol diri dengan adiksi game

online, salah satunya dengan mencari tahu lebih lanjut tentang motivasi yang

mendasari subjek bermain game online.


DAFTAR PUSTAKA

Adams, D. (2006, April 1). The State of RTS: IGN. Dipetik Januari 10, 2018, dari IGN:
http://www.ign.com/articles/2006/04/08/the-state-of-the-rts

Adams, E. (2010). Fundamental of Game Design : Second Edition. Berkeley: New


Riders.

Adams, E., & Rollings, A. (2007). Fundamentals of Game Design. New Jersey: Pearson
Prentice Hall.

APA. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition.
Washington DC: American Psychiatric Publishing.

APJII. (2014). Gudang Data: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Dipetik
11 21, 2017, dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia:
https://apjii.or.id/content/read/39/27/PROFIL-PENGGUNA-INTERNET-
INDONESIA-2014

APJII. (2016). Statistik ICT : Data dan Statistik KOMINFO. Dipetik 11 21, 2017, dari
Data dan Statistik KOMINFO: https://statistik.kominfo.go.id/ site/data?
idtree=424&iddoc=1512&data-data_page=3

APJII. (2017). Gudang Data: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Dipetik
4 10, 2018, dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia:
https://apjii.or.id/content/read/39/264/Survei-Internet-APJII-2016

Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi


Aksara.

Aty, T., Merisa, & Fitri, A. (2015). Hubungan Antara Self-Control dengan Problematic
Mobile Phone Use pada Emerging Adult di Jakarta. Jakarta: Universitas Binus.

Azwar, S. (2009). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baumeister, R. F., Vohs, K. D., & Tice, D. M. (2007). The Strength Model of Self-
Control. Current Directions in Psychological Science, 351-355.
Blinka, L., Škařupová, K., & Mitterova, K. (2016). Dysfunctional impulsivity in online
gaming addiction and engagement. Journal of Psychological Research on
Cyberspace.

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Bandung: Ghalia


Indonesia.

Funk, J. (2013, September 2). MOBA, DOTA, ARTS: A brief introduction to gaming's
biggest, most impenetrable genre: Polygon. Dipetik Januari 10, 2018, dari Polygon:
https://www.polygon.com/2013/9/2/4672920/moba-dota-arts-a-brief-introduction-to-
gamings-biggest-most

Geryk, B. (2011, April 27). News: GameSpot. Dipetik January 10, 2018, dari
GameSpot: https://web.archive.org/web/20110427052656/http://gamespot.com
/gamespot/features/all/real_time/

Griffiths, M. (1995). Technological addictions. Clinical Psychology Forum,14-19.

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data
Analysis, 7th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Ismail, A. B., & Zawahreh, N. (2017). Self-control and its Relationship with the Internet
Addiction among a Sample of Najran University Students. Journal of Education and
Human Development Vol. 6, No. 2, 168-174.

Iswara, D. (2011). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecanduan Game Online
Pada remaja di Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kim, E. J., Namkoong, K., Ku, T., & Kim, S. J. (2008). The relationship between online
game addiction and aggression, self-control and narcissistic personality traits.
European Psychiatry 23, 212-218.

Klimmt, C., Schmid, H., & Orthmann, J. (2009). Exploring the Enjoyment of Playing
Browser Games. Cyberpsychology & Behavior, 231-234.
Kusumadewi, T. N. (2009). Hubungan Antara Kecanduan Internet Game Online dan
Keterampilan Sosial pada Remaja. Jakarta: Universitas Indonesia.

Laurel, B. (2013). Computers as Theatre. Boston: Addison-Wesley.

Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2009). Development and Validation of
a Game Addiction Scale for Adolescents. Media Psychology, 77-95.

Logue, A. W., PeÑa-Correal, T. E., Rodriguez, M. L., & Kabela, E. (1986). Self-
Control in Adult Humans: Variation in Positive Reinforcer Amount And Delay.
Journal of The Experimental Analysis of Behavior, Vol.46, 159-173.

Marlatt, G. A., Baer, J. S., Donovan, D. M., & Kivlahan, D. R. (1988). Addictive
Behavior: Ethiology and Treatment. Annual Reviews Psychology, 223-252.

Masyita, A. R. (2016). Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Kecanduan Game online pada
Pemain DOTA 2 Malang. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.

Mehroof, M., & Griffiths, M. D. (2010). Online Gaming Addiction: The Role of
Sensation Seeking, Self-Control, Neuroticism, Aggression, State Anxiety, and Trait
Anxiety. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking Volume 13, Number 3,
313-316.

Metcalfe, J., & Mischel, W. (1999). A Hot/Cool-System Analysis of Delay of


Gratification: Dynamics of Willpower. Psychological Review Vol. 106, 3-19.

Mischel, W., Shoda, Y., & Rodriguez, M. L. (1989). Delay of Gratification in Children.
Science Vol.44, 933-938.

MMOGames. (2014, Desember 1). Articles : MMO Games. Dipetik Mei 22, 2018, dari
MMO Games: http://www.mmogames.com/gamearticles/moba-monday-mobas-
addictive/

Noor, H. (2009). Psikometri: Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran


Peilaku. Jauhar Mandiri.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. New York:
McGraw-Hill.

Pemkot-Cimahi. (2017, November 13). Berita dan Artikel: Berita. Dipetik November
21, 2017, dari Website Pemerintah Kota Cimahi:
http://www.cimahikota.go.id/news/detail/2857

PlanetSide. (2003, Mei 22). The Worlds First MMOFPS is nearly complete: IGN.
Dipetik Januari 10, 2018, dari IGN: https://web.archive.org/web/
20110713005112/http://uk.games.ign.com/articles/400/400835p1.html

Pratiwi, P. C. (2012). Perilaku Adiksi Game Online Ditinjau dari Efikasi Akademik dan
Keterampilan Sosial Remaja. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Ryan, L. (2009). GameAxis Unwired. Beyond the Looking Glass of MMOG's, 27-31.

Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development 13th Edition. New York: McGraw Hill
Publisher.

Schultheiss, D. (2007). Long-term motivations to play MMOGs: A longitudinal study on


motivations, experience and behavior. Ilmenau: University of Technology Ilmenau
Germany.

Song, I., Larose, R., Eastin, M. S., & Lin, C. (2004). Internet Gratifications and Internet
Addiction: On the Uses and Abuses of New Media. Cyber Psychology & Beavior
Volume 7, 384-394.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukardi. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tampubolon, P. (2016). Hubungan Kontrol Diri dengan Penggunaan Game Online


pada Remaja di SMA St. Thomas 1 Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High Self-Control Predicts
Good Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success.
Journal Of Personality, 271-324.
Techopedia. What is Massively Multiplayer Online Game (MMOG)?: Techopedia.
Dipetik Januari 10, 2018, dari Techopedia: https://www.
techopedia.com/definition/27054/massively-multiplayer-online-game-mmog

Tennant, M. (2003). Psychology and Adult Learning. London: Taylor & Francis e-
Library.

Widarti, I. (2010). Hubungan Antara Kontrol Diri dan Kecanduan Game Online pada
Remaja di Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wikipedia. Massively multiplayer online game: Wikipedia. Dipetik Januari 10, 2018,
dari Wikipedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Massively_multiplayer _online_game

Wikipedia. Online game: Wikipedia. Dipetik Januari 10, 2018, dari Wikipedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Online_game

Yee, N. (2007). Motivations of Play in Online Games. Journal of CyberPsychology and


Behavior, 772-775.

Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 355-372.

Young, K. S. (1998). Internet Addiction: The Emergence of New Clinical Disorder.


Cyberpsychology & Behavior Volume 1, Number 3, 237-244.

You might also like