Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 3

Biak 29 Maret 2021

KEPADA
YTH. KETUA LEMBAGA MASYARAKAT ADAT
KABUPATEN BIAK NUMFOR
Di

BIAK

Perihal : Permohonan Bantuan Keadilan


Lampiran : 3 berkas foto copy
surat undangan klarifikasi

Josuba Subajo

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, Semoga
Tuhan Yesus memberikan kesehatan , rahmat dan hidayatnya kepada bapak
agar dapat menegakkan keadilan bagi kami. Kami mohon bantuan bapak selaku
Ketua Lembaga Masyarkat Adat Kabupaten Biak Numfor, untuk
mengkoordinasikan masalah kami kepada Kapolres Biak Numfor, Karena kami
menduga telah terjadi konspirasi antara pelapor dengan oknum-oknum aparat yg
bertugas menangani permasalahan kami di Polsek Biak Kota .

Adapun kejanggalan-kejanggalan dalam menangani permasalahan kami


adalah sebagai berikut :

1. Bahwa dalam proses klarifikasi yang dilakukan oleh oknum petugas yang
menangani laporan pelapor, oknum petugas tersebut lebih condong
memihak kepada pelapor dan tidak mengedepankan Restorative Justice
dalam penyelesaian masalah. Dugaan ini terbukti dengan dilayangkannya
Surat Klarifikasi No : B/30/III/2021/Reskrim dengan pasal yang
disangkakan adalah Pasal 351 KUHP, seharusnya Pasal yang disangkakan
adalah pasal 352 KUHP. Karena Penganiayaan yang tidak :

1.1 Menjadikan sakit (“Ziek” bukan “Pijn”)


1.2 Terhalang untuk melakukan jabatannya atau pekerjaannya sehari
hari.

2. Bahwa Rekaman CCTV yang telah diperlihatkan oknum aparat dalam


proses mediasi perdamaian terlihat dengan jelas yaitu korban di rangkul
dan dipeluk oleh saksi dan korban terus maju seakan akan menyodorkan
diri untuk dianiaya dan mendorong dorong terlapor agar memancing emosi
terlapor untuk memukul korban tapi terlapor yang memang tidak ada
rencana untuk memukul korban atau bermaksud mencederai korban di
karenakan masih mengenal korban sebagai anak dari orang yang terlapor
kenal. Justru pada umumnya dalam kasus tindak pidana penganiayaan
seharusnya terlapor yang harus dirangkul dan dipeluk agar tidak
melakukan penganiayaan lanjutan terhadap korban.
3. Bahwa setelah kejadian dugaan tindak penganiayaan (dini hari), orang
tua dari korban berinisiatif ke Rumah sakit Umum Daerah kota Biak untuk
membuat Visum et Repertum tanpa surat Pengantar dari kepolisian.
Hal ini sudah menyalahi Persyaratan dalam Pembuatan Visum. Dugaan
kami adalah orang tua korban dengan sengaja menggunakan Bukti Visum
untuk kepentingan dirinya sendiri secara tidak sah, karena ada maksud
lain terhadap terlapor. Ibu mertua dari orang tua pelapor sedianya akan
diproses hukum secara perdata oleh terlapor dalam hukum acara perdata
mengenai warisan dari orang tua kandung terlapor yg mana telah di kuasai
dengan cara melawan hukum oleh ibu mertua pelapor

4. Bahwa dalam proses mediasi perdamaian terlapor sudah meminta maaf


dan bersedia ganti rugi biaya rumah sakit (jika ada) dan bersedia
membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut itu
lagi, itupun sudah dilakukan oleh terlapor tapi masih saja orang tua
korban yang tidak terima dan tetap melanjutkan perkara. Harusnya
Korban yang melakukan hal itu, karena korban telah berusia diatas 17
tahun dan sudah dianggap mampu mempertanggungjawabkan
perbuatanya dan karenanya menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum.
Ini sesuai dengan pasal 47 dan 50 UU No. 1 tahun 1974.

5. Bahwa tidak ada bekas luka atau goresan sedikitpun diwajah korban, atau
bengkak,memar ,bibir pecah, gigi patah, gusi berdarah pada saat terlapor
berjumpa dengan korban di proses mediasi di polsek biak numfor.

6. Bahwa sesuai dengan poin nomor 1 diatas, ada penjelasan dari oknum
aparat yang menangani bahwa penganiayaan bisa berupa phisik maupun
psikis. Korban bisa mengalami traumatik atau ketakutan dan lain lain
sebagainya. Yang menjadi pertanyaan kenapa korban masih tinggal di
hotel maju bersama dengan terlapor? Kalau memang korban trauma mana
mungkin mau tinggal berdekatan dengan terlapor yg menganiayanya? Dan
mengapa orang tuanya tidak merasa ketakutan kalau nanti bisa terjadi
penganiayaan yang lebih berat kepada anaknya (korban) seperti yang
disampaikannya ke aparat yang menangani mediasi, sebagai alasan dia
tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan karena takut hal ini bisa
terulang dan bahkan bisa berbahaya bagi keselamatan nyawa dari
anaknya (korban). Makanya kami menduga bahwa memang oknum
aparat ini sudah tidak netral dan berusaha mencari cari kesalahan kami
agar kami di proses.

7. Bahwa melengkapi point nomor 1, juga terdapat kejanggalan yaitu pada


surat undangan klarifikasi yang pertama tertanggal 22 pebruari 2021
Nomor : B/18/III/2021/SEKTA pada amplop suratnya ada cap STAF dan di
point nomor 2 isi surat tentang KEPERLUAN : tidak ada pasal 351 yang di
sangkakan,
demikian pula pada surat undangan yang kedua juga sama dengan yang
pertama yaitu Nomor : B/20/III/2021/SEKTA (ada cap STAF dan tidak ada
pasal 351 yg disangkakan) tertanggal 04 Maret 2021, akan Tetapi di
undangan klarifikasi yang ketiga yang di tangani oleh Julius Anwar Lewah,
S.H, tertanggal 29 Maret 2021, amplopnya tidak ada cap kata STAF dan
pada isi surat point 2 tentang KEPERLUAN: sdh ada pasal 351 yang
disangkakan.

Demikianlah uraian singkat dan jelas dari kami untuk itu kami mohon
keadilan bagi kami, tolong agar bapak Ketua Lembaga Masyarakat Adat
Kabupaten Biak Numfor dapat menyampaikan dan berkoordinasi kepada Bapak
Kapolres Biak sekaligus meminta agar menindak oknum oknum aparat yang
bertugas di Polsek Biak Kota dan menghentikan perkara ini karena sudah tidak
profesional dalam penanganan kasusnya oleh oknum oknum aparat tersebut.
Terima kasih yang sebesar besarnya atas atensi dan bantuannya.

Hormat Kami
PEMOHON

VICTOR SULISTIO, S.E


( KABID. ORGANISASI LMA BN )

Tembusan :
1. Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua di Jayapura;
2. Kapolres Biak Numfor di Biak;
3. Kapolda Provinsi Papua di Jayapura;
4. Ketua Umum Kerukunan Masyarakat Adat Nusantara ( Dr. Henry Pendapotan Panggabean. S.H.
M.S) di Jakarta;
5. Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia ( Dr. Ayub Faidiban, S.H) di Jakarta;
6. Kapolri di Jakarta;
7. Arsip.

You might also like