Evaluasi Program Early Warning Alert and Surveilans KLB Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)

Volume 02, No 01, Tahun 2019


ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

EVALUASI PROGRAM EARLY WARNING ALERT AND


RESPON SYSTEM (EWARS) DALAM PELAKSANAAN
SURVEILANS KLB KOTA SALATIGA PROVINSI JAWA
TENGAH
Nurvita Wikansari1, Dian Budi Santoso2, Dibyo Pramono2, Dyah W. Widarsih3
1
STIKES AKBIDYO Yogyakarta, 2Universitas Gadjah Mada, 3Dinas Kesehatan Kota Salatiga
Email: dianbudisantoso@gmail.com1

ABSTRACT
Outbreaks of disease can result in a large increase in morbidity and mortality, have an
impact on tourism, economics and social, so there is a need for an Extraordinary Early Response
and Response System (EWARS) (Early Warning and Response System). SKDR has been
socialized and replicated gradually throughout Indonesia. Salatiga is one of the cities in Central
Java Province and has 6 health centers that have been running the EWARS program in early
detection of outbreaks but still occur every year. It is necessary to evaluate the EWARS Program
at the Salatiga City Health Service.
Evaluation was carried out with a descriptive study of analysis, namely evaluating aspects
of input, process, output and outcome by interviewing questionnaires to EWARS health center
program administrators and Salatiga City Health Service.
The problem with input is that officers have multiple tasks ≥2 (67%) and there are no
adequate funds. In the process of targeting and planning (50%) and coordination across sectors
(33%). At the output, the officer did not send the report on time and in the outcome of the
detection of outbreaks as early as possible but there was no epidemiological bulletin to inform
public health every week.
There are a number of things that need to be addressed in the EWARS program in Salatiga,
namely human resources, facilities and infrastructure as well as planning and implementation.
There needs to be equal employment, EWARS training for puskesmas officers and municipal
health offices so that they can detect and analyze potentially outbreak diseases as early as possible.
Keywords: program evaluation, EWARS, Salatiga

ABSTRAK
KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang
besar, berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga perlu adanya Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Kejadian Luar Biasa (KLB) atau EWARS (Early Warning
and Respon System). SKDR telah disosialisasikan dan direplikasi secara bertahap di seluruh
Indonesia. Salatiga merupakan salah satu Kota di Propinsi Jawa Tengah dan memiliki 6 puskesmas
yang sudah menjalankan program EWARS dalam deteksi dini KLB namun tetap saja masih terjadi
KLB setiap tahunnya. Perlu dilakukan evaluasi Program EWARS di Dinas Kesehatan Kota
Salatiga.
Evaluasi dilakukan dengan kajian deskriptif analisis yaitu mengevaluasi aspek input,
proses, output dan outcome dengan cara wawancara menggunakan kuisioner kepada petugas
pengelola program EWARS puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
Masalah pada input yaitu petugas mempunyai tugas rangkap ≥2 (67%) dan belum ada dana
yang memadai. Pada proses yaitu pembuatan target dan perencanaan (50%) serta koordinasi lintas
sektor (33%). Pada output, petugas tidak tepat waktu mengirim laporan dan pada outcome yaitu
terdeteksinya KLB sedini mungkin namun belum terdapat buletin epidemiologi untuk
menginformasikan kesehatan masyarakat setiap minggu.
Terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi pada program EWARS di Kota Salatiga yaitu
pada sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta perencanaan dan pelaksanaannya. Perlu
adanya pemerataan pekerjaan, pelatihan EWARS bagi petugas puskesmas dan dinas kesehatan
kota sehingga dapat mendeteksi dan menganalisis penyakit berpotensi KLB sedini mungkin.
Kata kunci: evaluasi program, EWARS, Salatiga

9
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

PENDAHULUAN makanan dan bahan berbahaya lainnya serta


Indonesia merupakan salah satu anggota munculnya KLB penyakit baru seperti SARS,
dari organisasi Persatuan Bangsa – Bangsa HFMD, Hepatitis E dan lain – lain. Demikian
(PBB) yang selalu mendukung kebijakan dari juga beberapa penyakit yang sudah dianggap
organisasi tersebut apabila tidak bertentangan tidak menjadi masalah masyarakat timbul
dengan kebijakan nasional maupun kembali seperti KLB difteri, chikungunya,
internasionalnya. Indonesia telah meratifikasi leptospirosis dan kolera (Kementerian
IHR (Internasional Health Regulation) tahun Kesehatan RI, 2014).
2005 maka harus mengikuti dan menjalankan KLB penyakit dapat mengakibatkan
aturan tersebut. WHO menyatakan bahwa IHR terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian
2005 sesuai Bab II, Pasal 5, ayat 1 dan sebagai yang besar, yang juga berdampak pada
anggota dari World Health Organization pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga
(WHO), Indonesia harus mengembangkan, membutuhkan perhatian dan penanganan oleh
memperkuat, dan memelihara kemampuan semua pihak terkait. Kejadian – kejadian KLB
untuk mendeteksi, menilai, dan melaporkan perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan
kejadian sedini mungkin (Kementerian yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi
Kesehatan RI, 2012). adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan
Dalam era globalisasi ini mobilisasi yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar
manusia maupun barang sudah sangat tinggi dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan
dan sangat cepat. Tetapi kondisi ini juga dapat kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB,
dilihat sebagai sebuah ancaman misalnya dan oleh karena itu perlu adanya Sistem
transmisi penyakit menular dari suatu Negara Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR)
ke Negara lain. Salah satu contoh adalah Kejadian Luar Biasa atau biasa disebut EWARS
Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia (Early Warning and Respon System). Karena
tahun 2005 yang terjadi karena ada import terdapat 2 prinsip dalam sistem surveilance
virus polio dari Negara lain. Selain itu saat ini yang efektif yatiu memberikan peringatan dini
dunia telah mengalami perubahan iklim yang perubahan insiden penyakit dan mendeteksi
disebabkan oleh pemanasan global yang KBL lebih awal (Rolland, et al., 2006).
semakin cepat. Kondisi ini juga akan SKDR telah disosialisasikan dan
mempengaruhi pola dan jenis penyakit direplikasi secara bertahap dan berjalan efektif
potensial wabah secara langsung maupun tidak di 24 provinsi, 377 kabupaten/kota serta 7529
langsung maupun penyakit new emerging puskesmas. Proses replikasi masih terus
seperti flu burung (Kementerian Kesehatan RI, dilaksanakan sampai seluruh provinsi di
2012). Indonesia dapat mengimplementasikan sistem
Kejadian luar biasa (KLB) penyakit ini. Propinsi Jawa Tengah dilatih dan
menular, keracunan makanan, serta keracunan direplikasi pada tahun 2012 dengan jumlah
bahan berbahaya lainnya masih menjadi kabupaten / kota sebanyak 35 yang terdiri dari
masalah kesehatan masyarakat karena dapat 876 puskesmas. Salatiga merupakan salah satu
menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan Kota di Propinsi Jawa Tengah dan memiliki 6
kematian yang besar, menyerap anggaran biaya puskesmas, yang terdiri dari Puskesmas
yang besar dalam upaya penanggulangannya, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Mangusanri,
berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata Cebongan, Kalicacing, dan Tegalrejo.
serta berpotensi menyebar luas lintas Penggunaan EWARS di Kota Salatiga belum
kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional optimal. Hal ini dilihat dari belum optimalnya
yang membutuhkan koordinasi dalam pemanfaatan software EWARS di Dinas
penanggulangannya (Kementerian Kesehatan Kesehatan Kota Salatiga dan masih adanya
RI, 2014). keterlambatan pengumpulan informasi penyakit
Diare, campak dan demam berdarah penyebab KLB ke Dinas Kesehatan Kota
dengue merupakan jenis penyakit yang sering Salatiga.
menimbulkan KLB di Indonesia. Beberapa
jenis KLB mengalami penurunan seperti diare, METODE PENELITIAN
campak, dan malaria, tetapi beberapa jenis Evaluasi dilakukan dengan kajian deskriptif
KLB penyakit lainnya justru semakin analisis yaitu mengevaluasi aspek input,
meningkat seperti demam berdarah, keracunan proses, output dan outcome yang diperlukan

10
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

untuk melihat ketepatan, kelengkapan, dan HASIL


keteraturan pencatatan dan pelaporan, meliputi: Input
1. Input: SDM, dana, material, kebijakan, Salah satu aspek yang dilakukan evaluasi
ketersediaan buku pedoman, dan terhadap program EWARS di Kota Salatiga
penguasaan teknologi. adalah aspek input. Untuk mendukung program
2. Proses: Perencanaan program, pelaksanaan EWARS agar dapat berjalan dengan baik maka
dan monitoring evaluasi. perlu dilengkapi dengan tenaga pelaksana
3. Output: dapat diketahuinya jumlah kasus program EWARS dengan jenis, jumlah dan
baru setiap penyakit, total kunjungan, kualitas yang memadai. Tenaga yang
proporsi kesakitan, incidence rate, dan Alert diperlukan tersebut adalah tenaga pengelola
KLB (secara teratur, KLB tidak besar dan program yang dapat bertanggung jawab
berkepanjangan) terhadap pencatatan dan pelaporan. Tenaga
4. Outcome: Pengendalian KLB, sehingga dalam pelaksanaan program EWARS berasal
KLB tidak menjadi masalah kesehatan dari petugas Dinas Kesehatan Kota Salatiga
masyarakat dan meminimalkan kesakitan dan petugas puskesmas Kota Salatiga.
dan kematian yang berhubungan dengan Berikut hasil evaluasi aspek input yang berasal
KLB dari petugas Dinas Kesehatan Kota Salatiga :
Tabel 1. Aspek Input Program EWARS di
Subyek Evaluasi Dinas Kesehatan Kota Salatiga Jawa Tengah
Populasi pada evaluasi program EWARS Aspek Input Program EWARS
adalah semua pelaksana Program EWARS di 6 Dinas Kesehatan Kota Salatiga
Puskesmas dan 1 orang pengelola Program Jumlah tenaga 1 orang
Jenis Kelamin Perempuan
EWARS di Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Umur (tahun) 49
Dalam penelitian ini semua populasi dijadikan Tingkat Pendidikan S2 Epidemiologi
sampel. Lama bekerja di Program EWARS 8 bulan
Jumlah tugas rangkap ≥2
Alat Ukur Pelatihan EWARS Belum pernah
Penguasaan Teknologi Sedang
Evaluasi program penanggulangan
Buku Pedoman Ada
program EWARS dilakukan dengan kuesioner Buku Algoritma Penyakit Ada
dan wawancara kepada pemegang program Formulir Pelaporan (W2 dan SMS) Ada
EWARS di puskesmas dan Dinas Kesehatan Komputer Pribadi
Kota Salatiga. Alat ukur dalam penelitian ini HP/Telepon genggam Pribadi
adalah dengan menggunakan kuesioner yang Sarana Transportasi Pribadi
Dana Tidak Ada
berisi pertanyaan tentang indikator input, Perencanaan Program Ya
proses, output dan outcome. Pelaksanaan Program Aktif dengan
Supervisi
Pengumpulan Data Format Laporan yang Dikirim Lengkap
Data primer dikumpulkan dengan wawancara Buletin Epidemiologi Tidak
Pertemuan Lintas Program Ada
menggunakan kuesioner kepada petugas Pertemuan Lintas Sektor Ada
pengelola program EWARS puskesmas dan Feedback dari Dinas Kesehatan Tidak Ada
dinas kesehatan Kota Salatiga terhadap Propinsi
kegiatan input, proses, output dan outcome Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
kegiatan EWARS. Sedangkan data sekunder bahwa pemegang program EWARS sudah
diperoleh dari arsip laporan puskesmas dan memenuhi kualifikasi karena pemegang
program EWARS di seksi P3 Dinas Kesehatan program merupakan magister epidemiologi.
Kota Salatiga Namun, pemegang program EWARS sampai
saat ini belum pernah mengikuti pelatihan
Cara Analisa Data mengenai EWARS. Adapaun hasil evaluasi
Data yang diperoleh selama kegiatan evaluasi dengan pemegang program EWARS di enam
yang meliputi input, proses , output dan puskesmas adalah sebagai berikut:
outcome akan dianalisis dengan cara deskriptif
untuk masing-masing variabel penelitian
dengan cara membandingkan indikator yang
telah dicapai dengan indikator pada pedoman
EWARS.

11
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

1. Tenaga yang menjabat lebih dari satu tahun ada 3 orang


Tabel 2. Karakteristik Pelaksana Program (50%).
EWARS di Kota Salatiga 2. Sarana dan Prasarana
No Karakteristik Jumlah % Untuk kelancaran pelaksanaan program
EWARS yang sesuai dengan standar petunjuk
1 Pendidikan
teknis secara nasional, maka semua puskesmas
SLTA 1 17 atau pemegang program EWARS di Kota
Akademi 5 83 Salatiga diberi sarana dan prasarana seperti
2 Umur tampak pada Tabel 3.
< 45 tahun 3 50 Tabel 3. Ketersedian Sarana dan Prasarana
EWARS Pada Puskesmas di Kota Salatiga
> 45 tahun 3 50
No Sarana dan Prasarana Jumlah %
3 Tugas Rangkap
1 program 1 17 1 Buku Pedoman
2 program 2 33 Ada 4 67
3 program 1 17 Tidak 2 33
4 program 0 0 2 Jenis Formulir
Lebih dari 4 Form Algoritma
program 2 33 Penyakit 6 100
Form Pencatatan
4 Lama Menjabat EWARS 4 67%
< 1 tahun 2 33
3 Jenis Alat
1 tahun 1 17
Komputer 6 100
> 1 tahun 3 50
Kendaraan Bermotor 2 33%
Jumlah 6 100
HP 0 0
Pada Tabel 2 dapat dilihat jika pendidikan Pada Tabel 3 dapat dilihat sebanyak 4 (67%)
pelaksana program EWARS di Puskesmas puskesmas telah memiliki buku pedoman
Kota Salatiga terbanyak memiliki pendidikan EWARS namun masih ada 2 (33%) puskesmas
Akademi sebesar 83%, sedangkan yang yang tidak memiliki buku pedoman EWARS,
memiliki pendidikan SLTA sebesar 17%. yaitu Puskesmas Cebongan dan Puskesmas
Pelaksana program EWARS di Kota Salatiga Tegalrejo. Sebanyak 6 puskesmas telah
yang berumur <45 tahun sebesar 50% dan yang memiliki ketersediaan formulir algoritma
berumur ≥45 tahun sebesar 50%. Evaluasi penyakit dalam EWARS (100%). Namun,
kualitas tenaga diukur melalui pernah tidaknya hanya 4 puskesmas yang memiliki buku
mengikuti pelatihan tentang program EWARS. pencatatan EWARS (67%). Dari sisi alat
Di Kota Salatiga pelatihan program EWARS pengolah data, setiap puskesmas terdapat
belum pernah ada sehingga para pemegang komputer yang bisa dimanfaatkan untuk
program di puskesmas belum pernah mengikuti program EWARS. Namun pemanfaatan
pelatihan program EWARS. Selain dilihat dari komputer ini tidak maksimal dikarenakan
pelatihan EWARS, kualitas tenaga juga dilihat semua program menggunakan satu komputer
dari adanya tugas rangkap yang dilakukan tersebut sehingga pemakaiannya bergantian
selain program EWARS. Hanya satu orang dengan program lain. Selain itu tidak semua
yang memegang 1 program saja, sedangkan pemegang program pandai dalam penggunaan
yang lain masih memegang lebih dari satu komputer terutama dalam pemakaian aplikasi
program. Bahkan ada 2 orang yang memegang EWARS. Hal ini juga dikarenakan belum
lebih dari 4 program. Tugas rangkap yang pernah diadakan pelatihan penggunaan aplikasi
dilakukan oleh petugas pengelola program EWARS di setiap puskesmas, bahkan di Dinas
EWARS antara lain sebagai tenaga P2 diare, P2 Kesehatan Kota pelatihan bukan diikuti oleh
ISPA pneumonia, P2 DBD, dan P2 pemegang program EWARS saat ini. Untuk
Leptospirosis. alat transportasi hanya 2 (33%) puskesmas
Sebanyak 2 orang (33%) petugas pengelola yang sudah menggunakan alat transportasi
program EWARS di Kota Salatiga lama untuk melaksanakan program EWARS jika
menjabat kurang dari satu tahun, sedangkan terjadi peringatan yang memungkinkan untuk
turun ke lapangan. Sedangkan alat komunikasi

12
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

seperti HP, pemegang program tidak puskesmas baru dilakukan oleh 3 puskesmas
disediakan alat komunikasi khusus untuk (50%), sedangkan untuk perencanaan kegiatan
melaksankan program EWARS ini. Alat EWARS, rencana kebutuhan, dan rencana
komunikasi menggunakan telepon genggam pelaksanaan monitoring dan evaluasi hanya
pribadi untuk mengirim sms setiap minggu. dilaksanakan oleh 1 puskesmas (17%) yaitu
3. Ketersediaan Dana puskesmas Sidorejo Lor.
Salah satu input yang penting dalam program Proses perencanaan dalam hal ini meliputi
EWARS adalah dana. Kegiatan program tahapan: analisis situasi, identifikasi dan
EWARS di Kota Salatiga di puskesmas belum penetapan masalah prioritas, menetapkan
mempunyai anggaran khusus yang di danai tujuan untuk mengatasi masalah, menetapkan
oleh APBD Pemerintah Kota Salatiga. alternatif pemecahan masalah, menyusun
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola rencana kegiatan dan penganggaran (POA),
program EWARS diketahui bahwa dana yang menyusun rencana pemantauan dan evaluasi.
ada berasal dari dinas kesehatan Kota yang Selain pemegang program di puskesmas,
berasal dari dinas kesehatan propinsi dimana pemegang program EWARS di Dinas
hanya sebesar Rp 100.000,00 yang diberikan Kesehatan Kota Salatiga juga membuat
hanya setahun sekali sebagai pengganti pulsa perencanaan mengenai target yang akan
sms. Sedangkan khusus dari puskesmas belum dicapai, daftar kebutuhan bahan dan peralatan,
ada karena dianggap bukan merupakan serta rencana kapan akan diadakannya
prioritas di puskesmas – puskesmas tersebut. monitoring dan evaluasi tingkat puskesmas

Proses
Pada aspek proses, dilihat perencanaan,
pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi dari
program EWARS yang dilaksanakan oleh
pelaksana program EWARS dan pemegang
program EWARS. Dari tabel 4 dapat dilihat
jika perencanaan target EWARS tingkat

Tabel 4. Proses Program EWARS pada Puskesmas


di Kota Salatiga
No Input Jumlah %
1 Perencanaan
Rencana Target Program EWARS 3 50
Dokumen Tertulis Perencanaan EWARS Puskesmas 1 17
Dokumen Tertulis Kebutuhan EWARS Puskesmas 1 17
Rencana Kegiatan Monitoring dan Evaluasi 1 17
2 Pelaksanaan
Deteksi KLB aktif 4 67
Deteksi KLB pasif 2 33
Pertemuan Lintas Program 5 83
Pertemuan Lintas Sektor 2 33
Pembinaan kader 3 50
Pembuatan PWS 6 100
Pencatatan dan Pelaporan 6 100
Indentifikasi Masalah Program dan Rencana Tindak Lanjut 2 33
3 Monitoring dan Evalausi
Monev Tingkat Puskesmas 1 17
Monev Tingkat Kota 6 100
Supervisi Tingkat Kota 6 100

13
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

Pelaksanaan EWARS tingkat puskesmas 52 minggu. Namun pengiriman laporan tidak


dilakukan mulai dari deteksi yang aktif sudah selalu tepat waktu di hari sabtu setiap
dilakukan lebih dari setengah puskesmas di minggunya. Sedangkan kelengkapan dari
Kota Salatiga, pertemuan lintas program yang pelaporan sudah baik karena formulir sudah
dilakukan 5 puskesmas, pembuatan PWS dan disepakati oleh pihak puskesmas dan pihak
pencatatan serta pelaporan yang dilakukan oleh dinas kesehatan kota. Para pemegang program
keenam puskesmas. Tetapi dalam pertemuan di puskesmas juga sudah menjalankan dan
lintas sektor dan identifikasi masalah program mengirimkan laporan sesuai dengan pedoman
serta rencana tindak lanjutnya hanya dilakukan algoritma penyakit.
oleh 2 puskesmas saja. Sedangkan pembinaan
kader hanya dilakukan oleh 3 puskesmas. Outcome
Sementara Program EWARS di Kota Salatiga Outcome program EWARS di Kota Salatiga
dikoordinasikan di bawah Seksi Pencegahan dapat dilihat dengan menghitung jumlah
dan Penanggulangan Penyakit Bidang kejadian KLB pada masing – masing
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan puskesmas seperti pada Tabel 5.
Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Tabel 5. Kejadian KLB di Kota Salatiga Tahun
Pengelola program EWARS dilakukan oleh 2012 – 2014
seorang pemegang program yang KLB
berpendidikan S2 Epidemiologi. No Puskesmas
2012 2013 2014
Monitoring dan evaluasi dilihat dengan
kegiatan supervisi, dimaksudkan untuk 1 Cebongan - 1 -
meningkatkan kinerja petugas dengan 2 Kalicacing 1 1 2
mempertahankan kompetensi dan motivasi 3 Sidorejo Lor - - -
petugas yang disupervisi. Supervisi merupakan 4 Sidorejo Kidul - - -
unsur penting dalam bimbingan dan
5 Tegalrejo - 2 -
pengendalian suatu program. Pelaksanaan
program EWARS di Kota Salatiga dilakukan 6 Mangunsari 1 - -
oleh kepala puskesmas dan pemegang program Total 2 4 2
dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga. Tujuan
supervisi untuk mengetahui jalannya Dari Tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa
pelaksanaan program EWARS. Monitoring dan pada tahun 2012 terjadi 2 KLB yaitu di
evaluasi EWARS tingkat puskesmas hanya puskesmas Kalicacing dan Puskesmas
dilakukan oleh 1 puskesmas (17%), Namun Mangunsari, tahun 2013 terjadi 4 KLB di
supervisi tingkat Kota dilakukan oleh petugas puskesmas 1 Cebongan, 1 Kalicacing, dan 2
dinas kesehatan kota ke semua puskesmaas Tegalrejo, sedangkan tahun 2014 hanya 2 KLB
(100%) setiap setahun sekali dan berkelanjutan. yaitu di puskesmas Kalicacing. KLB yang
Adapun materi dari supervisi tersebut adalah terjadi adalah KLB DBD, Chikungunya, Diare,
melihat administrasi dari petugas program dan Keracunan Makanan.
EWARS yaitu bentuk pencatatan dan
pelaporannya, hasil kegiatan program EWARS PEMBAHASAN
selama tahun berjalan dan diskusi tentang Program EWARS di Kota Salatiga telah
rencana intervensi serta kendala-kendala yang dilaksanakan dengan seoptimal mungkin,
dihadapi untuk dicarikan solusi secara namun masih terdapat hal-hal yang perlu untuk
bersama-sama dipertimbangkan dalam rangka perbaikan.
Input
Output Berdasarkan hasil evaluasi pada aspek
Output program EWARS di Kota Salatiga input, jumlah pelaksana program EWARS di
dapat dilihat dengan menghitung jumlah Kota Salatiga telah mencukupi. Dimana di
pengiriman laporan penyakit dalam EWARS setiap puskesmas sudah memiliki tenaga
yang dapat menimbulkan KLB pada masing – pelaksana program EWARS. Tetapi yang
masing puskesmas. Pada tahun 2014, semua menjadi masalah bahwa semua petugas
puskesmas telah mengirim short message program EWARS belum mendapatkan
service (sms) ke pemegang program Dinas pelatihan sama sekali. Implementasi EWARS
Kesehatan Kota Salatiga sebanyak 52 kali seharusnya dibagi ke dalam 2 periode yaitu
karena dalam satu tahun di tahun 2014 terdapat

14
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

periode pelatihan dan periode validasi untuk puskesmas. Perlu peningkatan usulan dana
memastikan sistem dapat terimplementasi APBD Kabupaten atau dicarikan dana lain
dengan baik (Hoot & Aronsky, 2006). untuk membantu pelaksanaan program
Selain tidak adanya pelatihan, tugas EWARS di puskesmas agar petugas juga
rengkap juga menjadi kendala. Bahkan dari 6 semangat dalam pelaksanaan program
puskesmas yang di evaluasi ada 2 petugas EWARS. Bagi negara berkembang seperti
puskesmas yang mempunyai tugas rangkap Indonesia, sebaiknya juga terdapat dana dari
lebih dari 4 program, hal ini sangat pihak luar (Ali, et al., 2018).
berpengaruh terhadap kualitas kerja serta Ketersediaan alat pengolah data juga
menghambat pencapaian program EWARS di belum optimal. Mengingat puskesmas sebagai
Kota Salatiga. Walaupun belum pernah ujung tombak surveilans maka selayaknyalah
diadakan pelatihan khusus EWARS untuk jika setiap pelaksana program di puskesmas
pemegang program, namun sosialisasi memiliki alat untuk mengolah data sehingga
mengenai pelaksanaan EWARS pernah dapat meningkatkan sistem surveilans dan
dilakukan. diharapkan meningkatkan sistem kewaspadaan
Tingkat pendidikan tenaga pelaksana dini di wilayah kerjanya.
program EWARS Puskesmas di Kota Salatiga Sarana Transportasi yang ada masih
tertinggi adalah akademi (D3) sebanyak 5 belum mencukupi kebutuhan. Jika terjadi KLB,
orang (83%) sedangkan yang tamat SLTA pemegang program EWARS menuntut
hanya 1 orang (17%). Hal ini kurang ideal mobilisasi yang tinggi agar pelaksanaan
karena petugas program EWARS di puskesmas kegiatan lebih optimal, dan hal ini
Kota Salatiga seharusnya minimal D3 karena membutuhkan sarana transportasi untuk
diharapkan akan mudah dalam melakukan menjangkau wilayah yang jauh. Hanya 2
deteksi dini terhadap penyakit yang dapat puskesmas yang pemegang programnya
menimbulkan wabah. menggunakan alat transportasi dari puskesmas.
Ketersediaan formulir di puskesmas
mencapai 100%. Berarti semua puskesmas di Proses
Kota Salatiga sudah tidak kekurangan dalam Belum semua puskesmas melaksanakan
ketersediaan formulir algoritma. Hal ini akan perencanaan EWARS dengan baik. Hanya 3
memperlancar kegiatan petugas program puskesmas yang menetapkan target EWARS,
EWARS dalam melaksanakan EWARS. sedangkan untuk perencanaan target, kegiatan
Namun belum semua puskesmas memiliki baru, rencana kebutuhan, dan rencana
buku catatan khusus EWARS. Bahkan buku pelaksanaan monitoring dan evaluasi hanya
catatan dicampur dengan catatan program lain. dilaksanakan oleh 1 puskesmas (17%) yaitu
Hal ini menyulitkan petugas dalam monitoring puskesmas Sidorejo Lor. Proses perencanaan
penyakit dalam EWARS sehingga sulit juga dalam hal ini meliputi tahapan: analisis situasi,
dalam menganalisa penyakit – penyakit yang identifikasi dan penetapan masalah prioritas,
dapat menimbulkan wabah dalam EWARS. menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah,
Untuk buku-buku tentang EWARS dan menetapkan alternatif pemecahan masalah,
algoritma EWARS sebetulnya dari Dinas menyusun rencana kegiatan dan penganggaran
Kesehatan sudah mendistribusikan ke semua (POA), menyusun rencana pemantauan dan
puskesmas yang ada di wilayah Kota Salatiga, evaluasi. Hal ini akan menyulitkan pemegang
tetapi dari hasil evaluasi di 6 puskesmas hanya program dalam menentukan output dan
4 puskesmas yang memiliki buku pedoman, outcome jika tidak ada perencanaan diawal
mungkin hal ini terjadi pada saat pergantian program. Dibutuhkan sebuah perencanaan yang
petugas program EWARS maupun dipinjam komprehensif dalam sebuah program kesehatan
oleh petugas lain tetapi belum dikembalikan. (Fisher, et. al., 2016). Perecanaan sebaiknya
Seharusnya buku-buku tersebut selalu ada di diawali dari puskesmas dapat dikoordinasikan
tangan petugas pemegang program EWARS pada tenaga kesehatan lain yang berhubungan
sehingga apabila petugas mengalami kendala dengan program EWARS, misalnya dengan
dalam pelaksanaan program bisa melihat dan dokter, tenaga gizi, sanitarian dan petugas
membaca buku-buku tersebut. pemegang program lainnya.
Belum ada dana khusus dari puskesmas Pelaksanaan EWARS tingkat puskesmas
untuk program EWARS. Belum ada dana dilakukan puskesmas mulai dari deteksi dini
khusus ini dimungkinkan karena program KLB, pertemuan tingkat puskesmas, pertemuan
EWARS tidak menjadi prioritas program di lintas program dan lintas sektoral, pemantauan

15
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

wilayah setempat, pencatatan dan pelaporan, konsistensi atau terus menerus dikirimkan
identifikasi dan tindak lanjut masalah program untuk mengetahui penyakit yang dapat
EWARS. Tetapi tidak semua puskesmas menyebabkan wabah setiap minggunya.
melaksanakan seluruh tahapan tersebut. Hanya Penggunaan sistem berbasis elektronik
dalam pembuatan Pemantauan Wilayah seharusnya meningkatkan kualitas pelaporan
Setempat (PWS) dan pelaporan saja yang sudah dari sebuah program kesehatan (Birkhead, et.
dilaksanakan oleh keenam puskesmas. al., 2015).
Pelaporan keenam puskesmas juga tidak tepat
waktu hal ini dikarenakan perekapan data yang Outcome
terlambat karena komputer yang digunakan Outcome program EWARS dapat dilihat
secara bergantian dengan program lain, dengan menghitung jumlah KLB yang terjadi
sibuknya pemegang program karena tidak setiap tahunnya. Hasil aspek outcome dapat
hanya memegang program EWARS saja, saat dilihat dari tahun 2012-2014 dimana masih
akan mengirim tidak ada pulsa yang akan adanya KLB di Kota Salatiga setiap tahunnya.
digunakan. Hal ini menggambarkan jika penggunaan
Monitoring dan Evaluasi program EWARS kurang optimal. Hasil dari program
EWARS dilakukan oleh kepala puskesmas dan ini, Dinas Kesehatan Kota Salatiga juga belum
pemegang program dari Dinas Kesehatan Kota membuat bulletin epidemiologi yang dapat
Salatiga dengan melakukan kegiatan supervisi. dibaca petugas kesehatan agar dapat menambah
Kegiatan supervisi dimaksudkan untuk informasi mengenai pemyakit yang
meningkatkan kinerja petugas dengan berkembang di masyarakat. Pelaporan biasanya
mempertahankan kompetensi dan motivasi terkait dengan pengolahan dan analisa data
petugas yang disupervisi. Supervisi merupakan yang seharusnya dibuat oleh petugas pemegang
unsur penting dalam bimbingan dan program di puskesmas atau di dinas kesehatan
pengendalian suatu program. Namun supervisi namun saat ini belum ada pengolahan dan
program EWARS hanya dilakukan setahun analisa data dari program EWARS ini.
sekali atau saat KLB terjadi saja. Sebaiknya
setiap bulan dilakukan supervisi agar KESIMPULAN
pencatatan dan pelaporan tepat waktu dan bisa Berdasarkan evaluasi program EWARS
dilakukan analisis dan monitoring penyakit – di Kota Salatiga tahun 2014, dapat disimpulkan
penyakit yang dapat terdapat dalam EWARS. bahwa:
Salah satu masalah dalam pelaksanaan program 1. Pemegang program EWARS belum pernah
kesehatan adalah kurangnya supervisi yang mengikuti pelatihan Dinas Kesehatan Propinsi
menyebabkan program tersebut todak Jawa Tengah maupun Dinas Kesehatan Kota
terkontrol dengan baik (Ndima, 2016). Salatiga serta petugas masih banyak yang
memegang tugas rangkap di puskesmas.
Output 2. Pendanaan, alat bantu pengolahan data dan
Output program EWARS di Kota sarana transportasi belum memadai untuk
Salatiga yaitu dengan melihat bahwa semua memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan
petugas puskesmas mengirimkan laporan kegiatan EWARS. Buku pedoman dan
berupa short message service (SMS) ke petugas algoritma penyakit tersedia di beberapa
dinas kesehatan setiap minggunya yaitu puskesmas walaupun tidak semuanya ada.
mengirimkan jumlah kasus penyakit dalam 3. Pelaksanaan EWARS tingkat puskesmas
EWARS sehingga dinas kesehatan dapat sudah berjalan dengan baik yaitu dengan selalu
memantau jumlah kasus penyakit yang dapat mengirimkan laporan berupa SMS ke dinas
menimbulkan wabah dengan melihat kesehatan walaupun tidak tepat waktu.
peringatan dini dari sistem EWARS. Laporan 4. Monitoring dan evaluasi EWARS tingkat
yang dikirimkan masih belum tepat waktu puskesmas hanya dilakukan di satu puskesmas
karena banyak yang memiliki hambatan atau saja, namun monitoring tingkat kota dilakukan
kendala seperti pulsa habis, tugas rangkap, di semua 6 puskesmas (100%), sementara
komputer untuk bersama, dan lain – lain. supervisi dilakukan oleh petugas Dinas
Formulir yang sudah terisi maka dikirimkan ke Kesehatan Kota Salatiga ke puskesmas setiap
dinas kesehatan kota dan biasanya lengkap setahun sekali secara berkala dan
sesuai dengan format laporan yang sudah berkelanjutan.
disepakati. Laporan sering tidak tepat waktu
untuk dikirimkan namun laporan selalu

16
Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
Volume 02, No 01, Tahun 2019
ISSN: 2621-6612
Email: d3perinfokesunivet@gmail.com
Halaman: 9-17

SARAN Kementerian Kesehatan Republik


1. Perlu dilaksanakan pelatihan EWARS bagi Indonesia.
pemegang program EWARS di puskesmas. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan
2. Perlu pengadaan alat olah data (komputer), Menteri Kesehatan Republik Indonesia
sarana transportasi, dan buku pedoman yang Nomor 45 Tahun 2014 tentang
lebih merata ke semua puskesmas. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
3. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi Jakarta: Kementerian Kesehatan
program EVARS di setiap puskesmas. Republik Indonesia.
Ndima, S. D., Sidat, M., Give, C., Ormel, H.,
Kok, M. C., Taegtmeyer, M. (2015).
DAFTAR PUSTAKA
Supervision of community health
Ali, H., Kiama, C., Muthoni, L., Waruru, A.,
workers in Mozambique: a qualitative
Young, P. W., Zielinski-Gutierrez, E.,
study of factors influencing motivation
Waruiru, W., Harklerode, R., Kim, A.
and programme implementation. Human
A., Swaminathan, M., De Cock, K. M.,
Resources for Health, 13.
Wamicwe, J. (2018). Evaluation of an
Rolland, E., Moore, K. M., Robinson, V. A.,
HIV-Related Mortuary Surveillance
McGuinness, D. (2006). Using
System — Nairobi, Kenya, Two Sites,
Ontario's "Telehealth" health telephone
2015. MMWR Surveill Summaries,
helpline as an early-warning system: a
67(14).
study protocol. BMC Health Services
Birkhead, G., Klompas, M., Shah, N. R.
Research, 6(10).
(2015). Uses of Electronic Health
Records for Public Health Surveillance
to Advance Public Health. Annual
Review of Public Health, 36, 345-359.
Fisher, H. H., Hoyte, T., Purcell, D. W. (2016).
Health Department HIV Prevention
Programs That Support the National
HIV/AIDS Strategy: The Enhanced
Comprehensive HIV Prevention
Planning Project, 2010–2013. Public
Health Reports, 131, 185-194.
Hoot, N., Aronsky, D. (2006). An Early
Warning System for Overcrowding in
the Emergency Department. AMIA
Annual Symposium Proceeding.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Algoritma
Diagnosis Penyakit dan Respon serta
Format Penyelidikan Epidemiologi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Data
Surveilans dan KLB 2013. Jakarta:
.

17

You might also like