Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

MAKALAH

SEJARAH HUKUM PERDATA BERDASARKAN DARI EROPA,


INDONESIA DAN HUKUM POSITIF

Mata Kuliah : Hukum Perdata

Dosen : Ibu Lilis Sari Komara, MH

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Ahmad Rivaldi
2. Ahsan Ziddan
3. Lia Wulandari
4. Masyud
5. M. Yazid Salim
6. Nurul Khamalya
7. Robi Abdul Hakim

SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN ILMU PENDIDIDKAN

ARRAHMANIYAH

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah pada mata kuliah Stategi
KBM dengan makalah yang berjudul “SEJARAH HUKUM PERDATA
BERDASARKAN DARI EROPA, INDONESIA DAN HUKUM POSITIF”.

Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan teman-teman yang telah memberikan dukungan moril
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehinng tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, Aamiin.

Depok, 21 Maret 2022

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................
C. TUJUAN PEMBAHASAN............................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH HUKUM PERDATA..................................................................................


B. SEJARAH HUKUM PERDATA DARI EROPANYA..................................................
C. SEJARAH HUKUM PERDATA DARI INDONESIANYA..........................................
D. SEJRAH HUKUM PERDATA DARI HUKUM POSITIFNYA..................................

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................
B. SARAN........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

3
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya
hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh
sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah
hukum perdata.Apa itu hukum perdata ? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk
dijawab, mengingat hukum perdata  mempunyai banyak segi, mempunyai arti
sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum perdata itu
sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit.  Dalam hukum perdata dapat
melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat dan apa saja yang
dilakukan seseorang tersebut di masyarakat. Pada kesempatan pertama kali ini, kelompok
kami akan  mencoba menerangkan tentang hukum perdata. Makalah ini akan
memaparkan tentang pengertian dan sekelumit tentang hukum perdata, sumber hukum
perdata dan hal-hal  yang menyangkut tentang hukum perdata.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah hukum perdata?
2. Bagaimana sejarah hukum perdata dari eropanya?
3. Bagaimana sejarah hukum perdata dari indonesianya?
4. Bagaimana sejarah hukum perdata dari hukum positifnya?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui sejarah hukum perdata.
2. Mengetahui sejarah hukum perdata dari eropanya.
3. Mengetahui sejarah hukum perdata dari indonesianya.
4. Mengetahui sejarah hukum perdata dari hukum positifnya.

4
BAB II

Pembahasan

A. Sejarah Hukum Perdata

Sebagaimana kita ketahui bahwasanya Hukum perdata adalah hukum personal yang
mengatur hubungan antar perseorangan atau orang per orang yang memiliki karakter untuk
mengatur dengan tujuan melindungi kepentingan individu (individual interest). Secara
yuridis formal, KUHPerdata terdiri dari 4 (empat) buku, untuk lebih jelasnya yaitu buku I
mengatur tentang orang (van Personen) mulai Pasal 1 s/d 498, buku II mengatur tentang
benda (van Zaken) mulai Pasal 499 s/d 1232, buku III mengatur tentang perikatan (van
Verbintenissen) mulai Pasal 1233 s/d 1864, dan buku IV mengatur tentang pembuktian dan
Kadaluwarsa (van Bewijs en Verjaring) mulai Pasal l 1865 s/d 1993. Namun untuk diketahui
bersama bahwa berdasarkan sistematika ilmu hukum, sistematika hukum perdata terbagi atas
hukum perorangan (Personenrecht), bagian kedua tentang hukum keluarga (Familierecht),
bagian ketiga tentang hukum harta kekayaan (Vermogenrecht), dan bagian keempat tentang
hukum waris (Erfrecht).1

Dari sejarahnya dengan berbagai literatur yang ada berlakunya hukum perdata di
Indonesia tidak terlepas dari banyaknya pengaruh kekuatan politik liberal di Belanda yang
mencoba berupaya melakukan perubahan sporadis dan mendasar didalam tata hukum
kolonial, kebijakan ini dikenal dengan sebutan De bewiste rechtspolitiek Berdasarkan atas
Asas Konkordansi, maka kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi
hukum perdata Eropa di Indonesia. Dengan itu, Kodifikasi mengenai Hukum Perdata
disahkan melalui Koninklijk Besuit tanggal 10 April 1838 dengan Staatsblad 1838 Nomor 12
yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838, dan melalui pengumuman Gubernur
Jenderal Hindia Belanda tanggal 3 Desember 1847, dinyatakan bahwa sejak Tanggal 1 Mei
1848 B.W berlaku di Indonesia dan bisa dikatakan masih digunakan hingga sekarang baik
formil dan materil. Dari gambaran yang ada, berlakunya suatu sistem hukum di Indonesia
yang sama dengan sistem hukum yang berlaku di negeri Belanda ini berdasarkan Asas
Konkordansi, yang tercantum dalam Pasal 75 Regerings Reglement jo. Pasal 131 Indische
Staatsregeling. Dengan demikian menurut Pasal ini, bagi golongan Eropa berlaku hukum

1
Tan Kamello, Hukum Perdata: Hukum orang & Keluarga, (Medan: USU Press,2011), hlm.11.

5
yang sama dengan hukum yang berlaku bagi mereka di negeri Belanda sedangkan untuk
Pribumi tentunya mengikut kepada aturan yang ada (Sumber-sumber hukum lain).2

Dalam praktiknya, kehadiran hukum acara perdata sebagai Hukum Formil,


mempunyai kedudukan penting dan strategis dalam upaya menegakkan Hukum Perdata
(materiil) di lembaga Peradilan. Sebagai hukum Formil, tentu hukum acara perdata berfungsi
untuk menegakkan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum perdata (materiil) di
dalam praktek Pengadilan. Maka itu, Hukum Perdata kehadirannya terkait erat dengan
Hukum Acara Perdata, bahkan keduanya merupakan pasangan satu sama lain yang tidak
dapat dikompartemen3. Meskipun demikian, peraturan Hukum Acara Perdata yang ada
sekarang ini cukup memprihatinkan, karena kemerdekaan kita sudah berlangsung selama
hampir 77 tahun namun hingga saat ini Indonesia masih menggunakan hukum acara perdata
produk dari peninggalan pemerintah hindia belanda yaitu HIR dan RBG yang masih gunakan
sampai sekarang sebagaimana penjelasan diatas. Sebagai penjelasan HIR adalah Herzien
Inlandsch Reglement yang sering diterjemahkan menjadi Reglemen Indonesia Yang
Diperbaharui, yaitu hukum acara dalam persidangan perkara perdata maupun pidana yang
berlaku di pulau Jawa dan Madura sedangkan Rechtreglement voor de Buitengewesten yang
sering diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar jawa Madura), yaitu hukum
acara yang berlaku di persidangan perkara perdata maupun pidana di pengadilan di luar Jawa
dan Madura.

Kaitan Sejarah hukum perdata di Indonesia tentu sangat erat berhubungan dengan
sejarah hukum perdata Eropa sebagaimana penjelasan diatas. Utamanya Eropa Kontinental
yang memberlakukan Hukum Perdata Romawi menjadi hukum orisinil dari benua Eropa.
Akan tetapi karena kultur kebudayaan dan aturan masyarakat masing-masing wilayah yang
pasti berbeda, membuat orang-orang mencari kepastian dan kesatuan hukum.

Merunut pada catatan Raja Lodewick Napoleon pada tahun 1804, telah dihimpun
hukum perdata yang dinamakan Code Civil de Francais. Masyarakat Eropa juga
mengenalnya dengan sebutan Code Napoleon. Terhitung tahun 1809-1811 dimana Perancis
tengah menjajah Belanda. Seiring dengan itu pula Raja Lodewijk Napoleon menerapkan
Wetboek Napoleon Ingeriht Voor het Koninkrijk Hollad. Isinya hampir sama dengan Code
Civil de Francais dan Code Napoleon diberlakukan menjadi sumber hukum perdata Belanda.
2
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 5.
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Hukum Acara Perdata Indonesia,
(Yogyakarta:Liberty,1998),hlm.5

6
Usai masa penjajahan berakhir, Belanda akhirnya menerapkan secara tetap Code Napoleon
dan Code Civil des Francais sebagai aturan hukum. Barulah tahun 1814, Belanda
mengkodifikasi susunan ini menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Civil Law).

Pembentukan Dasar Kodifikasi Hukum Belanda tersebut dibuat Mr.J.M.Kemper dan


dikenal sebagai Ontwerp Kemper. Namun, sebelum tugasnya selesai Kemper meninggal
dunia pada tahun 1824. Pada tanggal 6 Juli 1830, perumusan hukum selesai dengan berhasil
membuat BW atau Burgerlijik Wetboek,Serta dibuat WvK atau Wetboek van Koophandle
(Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Ketika Belanda menjajah Indonesia, secara
gamblang menerapkan kedua kitab undang-undang tersebut. Bahkan, KUHPerdata dan
KUHDagang hingga kini masih digunakan oleh bangsa Indonesia. Pada tahun 1948 atas dasar
Asas Konkordansi Indonesia memberlakukan kedua Kitab Undang-Undang tersebut secara
resmi.

Dengan demikian, sepanjang belum ada peraturan yang baru maka segala jenis dan
bentuk peraturan perundang-undangan yang ada yang merupakan peninggalan dari zaman
kolonial masih dinyatakan tetap berlaku. Hal ini termasuk keberadaan Hukum Perdata. Hanya
saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan asas dan falsafah negara Pancasila, termasuk
apabila telah lahir peraturan perundang-undangan yang baru maka apa yang ada dalam KUH
Perdata tersebut dinyatakan tidak berlaku. Contohnya, masalah tanah yang telah ada Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, terutama yang mengenai Bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan yang
mengenai hipotek yang masih berlaku pada mulainya berlaku undang- undang ini; begitu juga
masalah Perkawinan yang telah ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Perkawinan. Ketentuan lain adalah dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 3 Tahun 1963 yang menyatakan beberapa pasal yang ada dalam KUH perdata
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Maka, untuk mengurangi masalah pluralisme hukum perdata di Indonesia, Pemerintahan


Kolonial Belanda mengeluarkan serangkaian kebijakan yang termuat dalam Pasal 131 IS.
Kebijakan ini dikenal dengan nama politik hukum pemerintah Belanda yang lengkapnya
berbunyi, seperti berikut ;
1. Hukum Perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab-kitab undang- undang yang
dikodifikasi (asas kodifikasi).
7
2. Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di
Negeri Belanda (asas konkordansi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur asing (Tionghoa, Arab, dan
sebagainya) jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapat
menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa.
4. Orang Indonesia asli dan Timur Asing sepanjang mereka belum ditundukkan di
bawah peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
(onderwepen).
5. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam undang- undang, bagi
mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu
Hukum Adat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pasal 131 IS memuat dasar politik hukum mengenai
hukum perdata, hukum pidana serta hukum acara perdata dan pidana. Dalam ayat (2) Pasal
131 IS disebut perkataan Europeanen (sub- a) dan Indonesiers en Vreemde Oosterlingen
(sub-b), dengan ketentuan tampak bahwa IS dalam politik hukumnya tidak bersandar pada
satu hukum, melainkan menentukan akan berlakunya lebih dari satu sistem hukum di
Indonesia. Sistem Hukum untuk Europeanen dan sistem hukum untuk orang Indonesia dan
Vreemde Oosterlingen (warga Negara Asing/Timur), yaitu yang menurut penjelasan Pasal
131 ayat (1) dinyatakan jikalau ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, dalam
peraturan umum dan peraturan setempat, dalam aturan-aturan, peraturan polisi dan
administrasi diadakan perbedaan antara golongan Eropa, golongan Pribumi, dan Golongan
Timur Asing maka kesemuanya ini dijalankan menurut aturan-aturan.

Selain itu melalui kebijakan politik hukum, juga dikenal adanya penundukan diri.
Penundukan Diri sebagaimana diatur dalam Stb. 1917 Nomor 12 ada 4 macam, yaitu:
1. Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa;
2. Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa, yaitu hanya pada
hukum kekayaan harta benda saja, seperti yang dinyatakan berlaku bagi
golongan Timur Asing;
3. Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu;
4. Penundukan diri secara diam-diam.

Faktanya, bangsa Indonesia merdeka dan sampai saat ini Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata yang dikodifikasi tahun 1848 masih tetap dinyatakan berlaku di Indonesia.

8
Adapun dasar Hukum berlakunya Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tersebut adalah
Pasal 1 Aturan peralihan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang selengkapnya berbunyi “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.

Maka itu, Hukum Perdata mengatur hubungan manusia dengan manusia atau antara
perseorangan, hukum yang mengatur wewenang kewajiban dari seorang yang satu terhadap
seseorang lain di dalam perhubungan keluarga dan pergaulan masyarakat. Dalam masyarakat
luas menuju kepada Hukum Kekayaan, sedangkan dalam pergaulan keluarga menuju kepada
Hukum Keluarga.
Singkatnya Hukum Perdata merupakan hukum umum terhadap hukum dagang sebagai
hukum khusus, artinya apa yang diatur dalam hukum perdata (BW) merupakan aturan-aturan
umum, sedangkan apa yang diatur dalam hukum dagang itu merupakan aturan-aturan
khusus, hanya mengenai hal-hal khusus. Aturan-aturan umum itu juga berlaku terhadap hal-
hal yang khusus dengan mengingat: Asas Lex Specialis Derogat Legi General
Selain itu, Kondisi Hukum Perdata masih beraneka ragam atau pluralisme. Hal ini
dikarenakan adanya kebijakan pembagian hukum oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu
hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa; Hukum yang berlaku bagi golongan Timur asing
dan Hukum yang berlaku bagi Golongan pribumi. Untuk mengatasi keanekaragaman
dikeluarkan kebijakan dalam bentuk politik hukum dan penundukan diri, baik pada seluruh
atau sebagian Hukum Perdata Eropa; Pada tahun 1848 diadakan kodifikasi hukum
Perdata di Indonesia.

B. Sejarah Hukum Perdata dari Eropanya

C. Sejarah Hukum Perdata dari Indonesianya

Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata
Belanda yang diberlakukan asaskonkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan
(Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.Secara makrosubtansial
perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia : 
Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan ketentuan-ketentuan
pemerintahan Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Algamene Bepalingen van
Wetgeving) Kedua dengan konkordansi pada tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW)
oleh pemerintahan Belanda.Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di
Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia  merdeka dan periode
setelah Indonesia merdeka.

9
1. Hukum Perdata pada masa penjajahan Belanda
Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa
penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan
bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang
sangat panjang.      Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia
yang dibentuk tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun
1816, Kempers menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa pemerintahan
Belanda didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi nama own Kempers. Dalam
perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami
pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata.
2. Hukum Perdata sejak KemerdekaanHukum perdata yang berlaku di Indonesia
didasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya
menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan
peraturan baru menurut UUD termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang
berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan
hukum(Rechtvacum), dibidang Hukum Perdata.Menurut Sudikno Mertokusumo,
keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia didasarkan pada berberapa
pertimbangan. Selain itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam
perjalanan sejarahnya mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan
tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini
meliputi enam pembahasan, yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum
Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan.

D. Sejarah Hukum Perdata dari Hukum Positifnya

BAB III

Penutup

A. KESIMPULAN

Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang


mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Timbulnya hukum karena manusia hidup
bermasyarakat. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga
mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu. Hukum
perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut “hukum

10
perdata material”. Sedangkan, hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan
dan mempertahankan hak dan kewajiban disebut “hukum perdata formal”. Hukum perdata
formal lazim disebut hukum acara perdata. Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, manusia
adalah sentral. Manusia adalah penggerak kehidupan masyarakat karena manusia itu adalah
pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian, hukum perdata material pertama kali
menentukan dan mengatur siapakah yang dimaksud dengan orang sebagai pendukung hak
dan kewajiban itu.

Hukum perdata material memuat dan mengatur segala persoalan mengenai:

1. Orang sebagai pendukung hak dan kewajiban (personrecht)


2. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil (familiarecht)
3. Harta kekayaan (vermogensrecht)
4. Pewarisan (erfrecht)

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami susun tentang Hukum Perdata. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu
kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Tan Kamello, Hukum Perdata: Hukum orang & Keluarga, (Medan: USU Press,2011)
2. P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014),
3. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Hukum Acara Perdata
Indonesia,(Yogyakarta:Liberty,1998)
4. C.S.T.Kansil, 1986, Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
5. Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti

12

You might also like