Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 1

Nama : Muhammad Fiqri Haerullah

Npm : 1910631010132
Mata kuliah : Hukum Pidana Adat/E
1. Sanksi pidana adalah ancaman hukuman yang bersifat penderitaan dan siksaan. Sanksi pidana
pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan
tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman dari
kebebasan manusia itu sendiri. Sedangkan Sanksi pidana adat adalah sanksi atas pelanggaran
adat istiadat dapat berupa pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat/kastanya, atau harus
memenuhi persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara tertentu untuk media rehabilitasi
diri.
2. Paradigma hukum progresif yang digagas sang begawan hukum Prof. Dr. Satjipto Rahardjo
adalah sebuah gagasan yang fenomenal yang ditujukan kepada aparatur penegak hukum
terutama kepada sang Hakim agar supaya jangan terbelenggu dengan positivisme hukum yang
selama ini banyak memberikan ketidakadilan kepada yustisiaben (pencari keadilan) dalam
menegakkan hukum karena penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan
nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum
memulai nilai-nilai moral, seperti keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai tersebut harus mampu
diwujudkan dalam realitas nyata. Eksistensi hukum diakui apabila nilai-nilai moral yang
terkandung dalam hukum tersebut mampu diimplementasikan atau tidak. Menurut Soerjono
Soekanto, secara konsepsional inti dari arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan
mengejawantah sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Pada intinya
gagasan Hukum Progresif ingin mendorong komunitas pekerja hukum untuk berani membuat
terobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia dan tidak hanya dibelenggu oleh pikiran
positivistis dan legal analytical. Disarankan tidak hanya untuk rule making, rule abiding, tetapi
rule breaking. Terobosan tersebut bukan berarti anarki, karena masih banyak jalan, metode
hukum, teori hukum serta paradigma baru yang dapat diajukan untuk melakukan rule breaking
tersebut.
3. Seorang pemuda (30 tahun) telah menjalin hubungan cinta dengan gadis (24 tahun). Pemuda
ini berjanji pada si gadis bahwa ia akan mengawininya. Dengan janji kawin, si pemuda berhasil
menyetubuhi si gadis berulangkali, sehingga si gadis menjadi hamil. Dengan dalih berlainan
agama, si pemuda menolak mengawini, walau si gadis bersedia beralih agama.Pemuda tersebut
tetap menolak kemudian malah mengawini gadis lainnya, Pengadilan Negeri Luwuk No.
27/Pid/1983 menyatakan perbuatan terdakwa tersebut tiada bandingannya didalam KUHP.
Tidak dikualifikasikan sebagai delik dalam KUHP. Meskipun demikian perbuatan terdakwa
telah melanggar Hukum Yang Masih Hidup didalam masyarakat -Hukum Adat- yaitu
bertentangan dengan kaidah kepatutan. Sehingga perbuatan tersebut harus dianggap sebagai
perbuatan pidana dan patut dihukum berdasarkan pasal 5 ayat 3 sub b UU Darurat 1/1951.
Terdakwa dipidana 3 bulan penjara. Pengadilan Tinggi memberikan kualifikasi sebagai
kejahatan bersetubuh dengan seorang wanita diluar nikah (No.6/Pid/1984/PT.Palu) yang
kemudian diperbaiki oleh Mahkamah Agung dengan memperbaiki kualifikasi kejahatannya
sebagai Tindak Pidana Adat Zinah. (No. 666 K/Pid/1984)

You might also like