Professional Documents
Culture Documents
Penerapan Sanksi Hukum Bagi para Advokat Pelaku Ti
Penerapan Sanksi Hukum Bagi para Advokat Pelaku Ti
Penerapan Sanksi Hukum Bagi para Advokat Pelaku Ti
Hartono
Fakultas Hukum, Universitas Surabaya
Griya Citra Asri RM 21 No. 10 Surabaya, Jawa Timur
e-mail: hartono.tonz77@gmail.com
Abstract
Current bribery is very much happening in various regions of Indonesia and this can be
seen from the increasingly widespread acts of abuse and abuse of the authority of law enforcement
officers and can not be separated from the various things that make the occurrence of various
bribery and wrong actions the other is done by Advocates who are part of one of the law
enforcement officers in Indonesia, Advocates should be an example for the community and other law
enforcement officials to obey and enforce the law. This research was conducted using normative
juridical and statute approach, conducting studies on applicable laws and regulations and other
regulations relating to the subject matter discussed in this research. The results of this study
indicate that the application of sanctions to Advocates as perpetrators of bribery is subject to
criminal penalties as stipulated in (Criminal Law, bribery law andthe law to eradicate corruption)
and also the application of sanctions for Advocates' Code of Ethics.
Keyword: Criminal Acts; Bribery; Corruption; Advocate; Sanctions.
Abstrak
Tindak pidana suap pada saat ini sangat banyak sekali terjadi di berbagai wilayah di
Indonesia dan hal ini dapat terlihat dari semakin maraknya tindakan-tindakan melanggar dan
penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum dan tidak terlepas dari adanya berbagai hal
yang membuat terjadinya berbagai aksi-aksi penyuapan dan salah satunya dilakukan oleh Advokat
yang merupakan bagian dari salah satu aparat penegak hukum di Indonesia yang seharusnya
adalah menjadi teladan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya untuk taat dan
menjalankan tegaknya hukum. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan yuridis normatif dan
dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), melakukan kajian-kajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan pokok
masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penerapan
sanksi terhadap Advokat sebagai pelaku tindak pidana suap dijatuhi hukuman pidana sebagaimana
yang diatur dalam (KUHP, UU TPS dan UU PTPK) dan juga penerapan sanksi Kode Etik Advokat.
Kata Kunci: Tindak Pidana; Suap; Korupsi; Advokat; Sanksi.
Naskah diterima: 26 Juli 2019, direvisi: 5 September 2019, disetujui untuk terbit: 30 September 2019
Doi: 10.3376/jch.v5i1.181
77
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 5, No 1, September 2019
terbebas dari campur tangan dan pengaruh hukum untuk mencapai suatu keadilan
dari luar dan itu adalah sebuah keharusan bagi kepentingan masyarakat.
berdasarkan Undang-Undang yang ada Hukum itu berfungsi sebagai sarana
berlaku di Indonesia. Advokat sebagai untuk mewujudkan hukum itu sendiri, dan
profesi yang bebas/tidak bisa diintervensi, di dalam mewujudkan fungsi tersebut
mandiri/tidak terikat dan bertanggung diperlukan perangkat pelaksana dalam
jawab untuk membuat suatu peradilan penegakan hukum seperti Polisi, Jaksa,
yang jujur, adil dan memiliki kepastian Hakim dan Advokat. Kebutuhan akan
hukum bagi semua pencari keadilan peran Advokat khususnya dalam proses
dalam menegakkan hukum, kebenaran, peradilan akan semakin meningkat sejalan
keadilan dan hak asasi manusia.Pembela dengan kebutuhan hukum bagi
sering disalahtafsirkan, seakan-akan masyarakat luas terutama di era
berfungsi sebagai penolong Tersangka globalisasi ini. Selain itu semua, seiring
atau Terdakwa bebas atau lepas dari dengan perkembangan hukum akibat
pemidanaan walaupun ia jelas bersalah adanya tuntutan akan meningkatnya
melakukan yang didakwakan itu. Pada kebutuhan dan kemajuan zaman seperti
hakekatnya pembela atau penasihat yang terlihat pada saat ini, masyarakat
hukum membantu Hakim untuk modern dalam memandang masalah
menemukan sebuah kebenaran materiil, hukum yang menimpa dirinya haruslah
walaupun bertolak dari sudut pandangan ditangani secara cepat, tepat dan
subjektif, yaitu berpihak kepada profesional dengan memanfaatkan jasa
kepentingan tersangka atau terdakwa. ahli di bidang hukum yaitu Advokat.
Advokat sebagai profesi yang Menurut ketentuan UUA, bahwa
bebas/tidak bisa diintervensi, yang dimaksud Advokat adalah orang
mandiri/tidak terikat dan bertanggung yang professional dalam bidangnya yang
jawab memiliki suatu peran yang penting memberi jasa hukum, baik di dalam
untuk menciptakan atau mewujudkan maupun di luar pengadilan dengan syarat-
prinsip-prinsip negara hukum dalam syarat yang telah diatur dalam ketentuan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara Pasal 3 UUA. Secara normatif, undang-
di Indonesia, di samping adanya undang tersebut juga menegaskan bahwa
keberadaan lembaga peradilan dan Advokat adalah salah satu aparat penegak
instansi penegak hukum seperti kepolisian hukum yang ada di Indonesia yang
dan kejaksaan terlebih lagi sejak memiliki kedudukan yang sama dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor penegak hukum lainnya seperti Polisi,
18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UUA). Jaksa, dan Hakim. Perkembangan
Keberadaan Advokat adalah sebagai salah masyarakat mempengaruhi pola
satu bagian unsur aparat penegak hukum penegakan hukum, oleh sebab itu
di Indonesia. Advokat dalam menjalankan Advokat tidak pernah terlepas dari
profesinya selalu berlandaskan atas masalah penegakan hukum di Indonesia.
Setiap Advokat dalam menjalankan setiap cara dalam modus operandinya yaitu
pekerjaannya harus tetap melaksanakan salah satunya dengan melakukan
dan mematuhi ketentuan kode etik profesi penyuapan yang mencederai rasa keadilan
yang berlaku. bagi semua lapisan masyarakat Indonesia
terhadap aparat penegak hukum dalam
Permasalahan pelik yang sangat
setiap proses hukum yang terjadi dan hal
sering terjadi dalam proses penegakan
ini berarti bahwa keadilan yang
hukum di Indonesia sering terjadi karena
sesungguhnya sangat diharapkan di
para aparat penegak hukum itu sendiri,
Indonesia justru telah menimbulkan
yang hakikatnya adalah mewujudkan
masalah yang serius dalam penegakan
penegakan hukum malah menjadi sebuah
hukum di Indonesia. Selama lembaga
batu sandungan dalam sebuah peradilan.
pengawas tidak bisa menjangkau ruang
Salah satu contoh kasus Operasi Tangkap
dan waktu yang digunakan oleh mereka
Tangan yang dilakukan oleh Komisi
yang berkepentingan dalam penanganan
Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap
suatu perkara maka selama itu pula
aparat penegak hukum yaitu 3 (tiga) orang
pelanggaran kode etik akan terus terjadi
Hakim dan 1 (satu) orang Panitera PTUN
(Agus Raharjo & Sunaryo, 2014)
Medan serta Advokat yang masih baru
beracara dan bekerja di Kantor Advokat Keterlibatan aparat penegak hukum
O.C. Kaligis sedang melakukan dalam kasus korupsi merupakan fakta
penyuapan dengan memberikan sejumlah yang tak bisa di hindarkan lagi dalam
uang dan perkembangannya menurut melakukan setiap pekerjaannya, sekalipun
keterangan dan bukti-bukti yang ada, O.C. mereka mengerti dan memahami hukum
Kaligis yang sangat dikenal oleh serta ancaman korupsi, tetap saja masih
masyarakat sebagai salah satu Advokat banyak yang terlibat khususnya
kondang dan populer dalam dunia hukum keterlibatan Advokat sebagai pelaku
dan Advokat juga terlibat dalam kasus ini tindak pidana suap di Indonesia.
dalam hal penyuapan tersebut, dan hingga Memberantas tindakan yang sangat
akhir inipun masih banyak pemberitaan- merugikan kita semua(korupsi) adalah
pemberitaan terkait penyuapan yang tanggung jawab bersama seluruh
dilakukan oleh Advokat di berbagai komponen bangsa baik selaku individu,
wilayah Indonesia. keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah juga harus memberi
Perkembangan zaman yang begitu
pengetahuan dan kesadaran akan dampak
pesat membuat hukum tidak lagi menjadi
negative yang di timbulkan dari perbuatan
dasar dalam menegakkan keadilan dan
korupsi, sehingga pengetahuan
ketertiban umum di Negara Indonesia.
masyarakat tentang perbuatan korupsi
Banyak kasus hukum dijadikan sebagai
makin meningkat dan menumbuhkan
proyek oleh aparat penegak hukum itu
keprihatinan dan sikap anti terhadap
sendiri dan dapat disebut dengan istilah
korupsi (RB. Soemanto, Sudarto,
Mafia Peradilan yang melakukan berbagai
diputuskan dan sangat tidak sesuai dengan jabatan seseorang, berkorelasi dengan
keadilan yang seharusnya ditegakkan kesempatan untuk melakukan korupsi,
sehingga rasa keadilan seolah-olah dikarenakan orang yang memiliki jabatan
terinjak-injak akibat terjadinya praktek- yang tinggi lebih leluasa untuk melakukan
praktek kotor dan bersifat curang dan penyimpangan/korupsi (Odie Faiz Guslan,
salah satunya adalah praktek-praktek 2018). Semakin banyaknya terungkap
penyuapan yang justru dilakukan oleh kasus penyuapan kepada Hakim, Panitera,
Advokat baik dilakukan karena adanya Polisi, Jaksa dan pejabat pemerintah
permintaan secara langsung maupun lainnya belakangan ini yang dilakukan
karena atas inisiatif sendiri bersama oleh Advokat, tampaknya kepercayaan
dengan klien yang dibela Advokat publik terhadap aparat penegak hukum
tersebut dalam rangka memberikan telah menimbulkan stigma negatif buruk
kecepatan dalam hal proses penyelesaian, akibat ulah-ulah beberapa Advokat yang
kepuasan dan kemenangan atas kasus melakukan tindak pidana suap di
hukum yang sedang dihadapi kliennya Indonesia.
selaku pengguna jasa hukum Advokat. Saat ini penegakan prinsip
Hukum dan keadilan adalah akuntabilitas belumlah diterapkan
merupakan hal yang sangat universal dan sebagaimana mestinya. Akuntabilitas
mutlak menyentuh pembangunan hukum yang merupakan wujud penyampaian
di Indonesia termasuk pemberantasan pertanggungjawaban dari para penerima
korupsi dan mafia hukum. Masalah amanah kepada pemberi amanah,
hukum dan keadilan sudah menjadi belumlah memuaskan. Bilamana
persoalan yang hangat sejak zaman kesadaran akan akuntabilitas ini muncul,
dahulu kala dan tampak seolah-olah tidak dan menjadi kebutuhan bagi para
akan habis dipermasalahkan sepanjang penyelenggara negara, maka korupsi dan
masa. Tindak pidana suap yang dilakukan nepotisme akan dengan sendirinya
oleh Advokat baik dalam bentuk sebagai terminimalisir. Saat ini praktik- praktik
penyuapan aktif maupun penyuapan pasif akuntabilitas penyelenggaraan negara
sebagaimana disebutkan sebelumnya, yang terjadi di Indonesia belumlah
maka melihat fenomena yang terjadi pada memuaskan. Banyak kalangan menilai
saat ini di Indonesia, pada kenyataannya bahwa akuntabilitas yang ada barulah
dapat dikatakan bahwa Advokat lebih sekedar untuk memenuhi ketentuan
dominan dan signifikan menjadi Penyuap formalitas belaka, dengan demikian
Aktif yaitu sebagai Pemberi Suap substansi dan hakekat akuntabiltas ini
walaupun sebenarnya juga terlibat sebagai belumlah menggembirakan (Sjahruddin
Penyuap Pasif di Indonesia. Rasul, 2014). Mustahil, untuk
mengharapkan pemberantasan korupsi
Lord Acton menyatakan bahwa power
dan penegakan hukum dilaksanakan serta
tends to coruupt and absolute power
menjamin penyelenggaraan pemerintahan
corrupt absolutely .Tingginya suatu
juta rupiah dan paling banyak dua Penerapan sanksi terhadap Advokat
ratus lima puluh juta rupiah; sebagai pelaku tindak pindana suap
b) Karena Advokat adalah merupakan hingga saat ini dapat dikatakan terbatas
subjek hukum yaitu barangsiapa pada 3 (tiga) ketentuan peraturan
sebagai pemberi suap (Penyuapan perundang-undangan yaitu diatur dalam
Aktif), maka termasuk kategori : ketentuan KUHP, UU TPS dan UU
(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK) PTPK. Dalam ketentuan KUHP,
mendapatkan ancaman hukuman penerapan sanksi hukum pidananya secara
pidana penjara paling sedikit tiga jelas diatur dalam ketentuan Pasal 209
tahun dan paling lama lima belas KUHP, Pasal 418 KUHP, Pasal 419
tahun dan pidana denda paling sedikit KUHP dan Pasal 420 ayat (1) dan (2)
seratus lima puluh juta rupiah dan KUHP. Selanjutnya juga pada UU TPS
paling banyak tujuh ratus lima puluh diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU TPS.
juta rupiah; Sedangkan dalam UU PTPK diatur dalam
c) Karena Advokat adalah pejabat atau ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU PTPK,
aparat penegak hukum, maka Pasal 6 ayat (1) UU PTPK, Pasal 6 ayat
termasuk pejabat yang diangkat (1) huruf b UU PTPK, Pasal 12 huruf d
berdasarkan undang-undang yaitu UU PTPK dan Pasal 13 UU PTPK. Akan
UUA sebagai penerima suap tetapi dalam hal ini, pada umumnya,
(Penyuapan Pasif), maka termasuk dalam setiap putusan-putusan Hakim
kategori : (Pasal 6 ayat (1) huruf b selama ini, Advokat akan dikenakan dan
UU PTPK) ; penerapan sanksi hukum pidana lebih
d) Karena Advokat adalah pejabat atau cenderung menggunakan ketentuan-
aparat penegak hukum, maka ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam
termasuk pejabat yang diangkat UU PTPK karena mengingat bahwa
berdasarkan undang-undang yaitu tindakan penyuapan adalah merupakan
UUA sebagai penerima suap tindak pidana khusus yang masuk di
(Penyuapan Pasif), maka termasuk dalam tindak pidana korupsi.
kategori : (Pasal 12 huruf d UU
b) Penerapan Sanksi Kode Etik
PTPK) ;
Advokat Indonesia Terhadap
e) Karena Advokat adalah merupakan
Advokat Yang Telah Melakukan
subjek hukum yaitu barangsiapa
Kegiatan Suap-Menyuap
sebagai pemberi suap (Penyuapan
Aktif), maka termasuk kategori : Kekacauan dalam sistem peradilan
(Pasal 13 UU PTPK) mendapatkan dan upaya penegakan hukum yang
ancaman hukuman pidana penjara dilakukan di Indonesia ditimbulkan
paling lama tiga tahun dan atau denda karena maraknya aksi penyuapan yang
paling banyak seratus lima puluh juta salah satunya dikerjakan oleh Advokat.
rupiah. Ada banyak sekali kasus penyuapan yang
banyak melibatkan Advokat yang
tergolong dalam tindak pidana berat. Advokat sendiri adalah suatu profesi
Advokat dalam melakukan penyuapan terhormat dan mulia (officium nobile)
tidak hanya terpaku pada peraturan sekaligus juga sebagai aparat penegak
perundang-undangan (KUHP, UU TPS hukum di Indonesia sebagaimana
dan UU PTPK) saja, akan tetapi, juga disebutkan dalam ketentuan UUA pada
berkaitan sekali dengan asas peradilan kenyataannya memang memainkan peran
yang tidak terkontaminasi (bersih) dan penting yang tidak kecil dalam
tindak pidana berupa gangguan terhadap mewujudkan penegakan hukum yang adil
proses memperoleh keadilan yang juga dan berwibawa serta menegakkan prinsip-
termasuk kategori kejahatan melawan prinsip hak-hak asasi manusia walaupun
administrasi peradilan. bila dilihat dari dasar hukum yang ada
keberadaan Advokat sebelum era
Meningkatnya kasus-kasus suap yang
reformasi belum diatur secara khusus
dikerjakan oleh seorang Advokat selama
yaitu masih tersebar dalam berbagai
ini pada umumnya adalah bahwa Advokat
peraturan perundang-undangan baik yang
bertindak dan melanggar hukum sebagai
diterbitkan pada zaman dulu
pelaku suap (penyuapan aktif)
(pemerintahan Belanda) danyang
dibandingkan sebagai penerima suap
dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia
(penyuapan pasif). Secara garis besar
saat ini. Akan tetapi, hal ini pada
tidak hanya terfokus pada kejahatan-
kenyataannya juga berbanding lurus
kejahatan suap yang belum dirumuskan
dengan peningkatan pelanggaran-
dalam undang-undang (mala per se).
pelanggaran Kode Etik Advokat dan juga
penanggulangan kejahatan suap mala in
diperparah oleh adanya kenyataan yang
prohobita tidak akan bisa tercapai tanpa
tidak bisa dibantah lagi bahwa
didahului oleh penanggulangan mala per
kenyataannya juga aksi-aksi penyuapan
se. oleh karena itu, kebanyakan kejahatan
pada saat ini justru sangat banyak
suap mala in prohibita muncul sebagai
dilakukan oleh Advokat dalam melakukan
akumulasi dari kejahatan mala per se
dan melaksanakan profesinya sehari-hari
terlebih lagi bahwa pelaku kejahatan ini
ketika membela kliennya. Hal ini tentunya
adalah Advokat yang jelas-jelas
sangat memalukan dan cenderung
sebagaimana disebutkan dalam undang-
merusak wibawa profesi Advokat yang
undang (UUA) bahwa Advokat adalah
diagung-agungkan selama ini di
merupakan aparat penegak hukum di
Indonesia.
Indonesia yang tunduk pada ketentuan
UUA dan Kode Etik Advokat sebagai Dalam perkembangannya, di
pedoman dalam melaksanakan profesinya. Indonesia menganggap bahwa hukum
adalah “Primadona” dan hal mungkin itu
Organisasi Advokat dikonotasikan
adalah sebuah kalimat yang tidak asing
sebagai sebuah rumah dan tempat
lagi dalam ingatan kita dan sudah sering
bersandar ketika terjadi suatu masalah
kita dengar, namun melihat fakta dan
(Fiska Maulidian Nugroho, 2016).
kenyataan yang terjadi sekarang ini di setiap kerangka kerja dan profesi
Indonesia, sangat berbeda dengan yang (Advokat), yakni bagaimana suatu
dibayangkan dan inginkan dari sebuah pekerjaan itu tidak sampai meninggalkan
hukum yang berlaku di Indonesia. Selain kesulitan bagi klien atau pemburu jasa
itu, dikenal pula bahwa hukum itu adalah (pencari keadilan), tetapi bagaimana suatu
“Panglima”. Kalimat ini pula yang juga pekerjaan itu mendapat kawalan dan
masih melekat dalam setiap ingatan bimbingan moral sehingga pekerjaan
masyarakat Indonesia namun yang terjadi dimaksud dapat dinikmati
juga sama dengan fakta yang diatas yaitu kemanfaatannya oleh pihak-pihak yang
sangat bertolak belakang sekali membutuhkan. Seseorang yang berprofesi
pelaksanaannya yaitu terjadinya berbagai sebagai Advokat atau yang lebih dikenal
bentuk penyelewengan dan pelanggaran pengacara yang melakukan penyuapan
tentang pelaksanaannya yang dilakukan tentunya dalam tatan hukum positif yang
oleh berbagai kalangan termasuk berlaku di Indonesia adalah merupakan
dilakukan oleh Advokat. perbuatan yang sangat tercela yang sangat
dilarang oleh undang-undang (KUHP, UU
Penerapan sanksi hukum pidana yang
TPS dan UU PTPK) juga sangat
diberikan terhadap Advokat yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah moral
melakukan penyuapan diatur di dalam
etika profesi Advokat sebagai bagian dari
ketentuan peraturan perundang-undangan
aparat penegak hukum di Indonesia.
yaitu dalam ketentuan KUHP, UU TPS
dan UU PTPK, tetapi tidaklah cukup Landasan etika itu, esensinya
untuk memberikan suatu kepastian mengikat pada pelaku pekerjaan atau
hukum, penegakan hukum, peradilan yang profesi (Abdul Wahid dan Moh.
bersih juga yang tak kalah penting adalah Muhibbin, 2009: 111). Keterikatan
termasuk dari upaya peningkatan seseorang ini di orientasikan suatu
profesionalisme profesi Advokat di pekerjaan dan profesi tidak dijadikan
Indonesia dan ketaatan para Advokat kesempatan untuk melakukan hal-hal
dalam menegakkan Kode Etik Advokat yang menyakiti masyarakat, tidak
itu sendiri. Kode Etik Advokat Indonesia manusiawi dan tidak bermoral. Kode etik
sangat diperlukan mengingat pola kerja adalah tatan moral yang dibuat sendiri
dari setiap profesi sangat tergantung dari oleh kelompok profesi tertentu khusus
adanya hal-hal tertentu yang harus bagi anggotanya. Tatanan tersebut
dijunjung tinggi oleh yang bersangkutan mengikat intern anggotanya. Isi dari kode
dan berupaya untuk menghindari etik berisi perintah baik berupa larangan
pelanggaran hukum termasuk juga dan juga sebagai pedoman dalam
mengenai pelanggaran kode etik profesi. menjalankan profesinya. Perintah yang
berupa larangan apabila dilanggar oleh
Dalam konteks ini, dalam realitas
anggotanya akan mendapat sanksi dari
mudah dijumpai bahwa terdapat suatu
tuntutan mulia yang diproyeksikan dalam