Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Nama : Tri Riski mulyani

Nim : 20140012

Latar belakang Vision 2020 di Indonesia

Penglihatan merupakan hadiah yang tidak ternilai yang diberikan oleh Tuhan. Mata memiliki fungsi
yang sangat penting dalam kehidupan. Saat ini, terdapat banyak gangguan/penyakit pada
mata.Setiap 5 detik ditemukan 1 orang di dunia menderita kebutaan.diperkirakan oleh WHO
terdapat lebih dari 7 juta orang menjadi buta setiap tahun. Saat ini diperkirakan 180 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan,dari angka tersebut terdapat antara 40-45 juta
menderita kebutaan dan 1 diantaranya terdapat di South East Asia. Oleh karena populasi yang terus
bertambah dan oleh faktor usia, jumlah ini diperkirakan akan bertambah 2 kali lipat di tahun 2020.

Hal tersebut mempengaruhi kualitas kehidupan dan status sosial-ekonomi dan menjadikan ekonomi
bangsa terletak di level rendah. Presentasi kebutaan mempengaruhi kontribusi ekonomi penduduk
dalam grup usia 50-65 tahun dan hasil kerja oleh karena ekonomi sosial pada keluarga Dengan
adanya sumber daya manusia yang terampil dan adanya teknik operasi yang baik maka membawa
harapan untuk merubah status penglihatan untuk menjadi lebih baik.

Dengan latar belakang itu muncul program ”Vision 2020: Right to Sight”, bertujuan mengurangi
jumlah penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan.
Vision 2020 adalah sebuah inisiatif global yang bertujuan untuk mengurangi kebutaan pada tahun
2020. Diluncurkan pada tanggal 18 Februari 1999 oleh Organisasi Kesehatan Dunia bersama-sama
dengan lebih dari 20 organisasi non-pemerintah internasional yang terlibat dalam perawatan mata
dan pencegahan dan manajemen kebutaan yang terdiri dari Badan Internasional untuk Pencegahan
Kebutaan ( IAPB ).

Yang berkerja sama dalam tujuan vision 2020 termasuk; pemerintah, NGO, Asosiasi Profesional,
Institusi kesehatan mata, mereka ini berkomitmen untuk mengeliminasi dan mencegah kebutaan di
tahun 2020. Terdapat 3 indikator perencanaan aksi global, yakni prevalensi/penyebab gangguan
penglihatan, jumlah mata yang mengalami gangguan dan persentase operasi katarak, usaha dari unit
kesehatan mata dalam mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mata.

Misi dari Vision 2020 adalah untuk mengeliminasi penyebab utama dari semua kebutaan yang dapat
dicegah dan diobati sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020. Tujuan VISION 2020:
The Right To Sight, adalah menyelesaikan misinya dengan mencapai tiga sasaran utama yaitu:

Meningkatkan data penyebab kebutaan dan solusi yang akan membantu untuk menghilangkan
masalah.
Mengidentifikasi dan menjamin sumber daya yang diperlukan di seluruh dunia untuk memberikan
peningkatan program pencegahan dan pengobatan.
Memfasilitasi perencanaan, pengembangan dan implementasi dari tiga strategi inti vision 2020 oleh
Program Nasional.

Strategy Inti dari Vision 2020

1. Kontrol terhadap penyakit: memfasilitasi pelaksanaan program-program khusus untuk mengontrol


dan mengobati penyebab utama kebutaan.
2.Pengembangan sumber daya manusia: pelatihan bagi dokter mata dan perawatan mata lainnya
untuk memberikan perawatan mata.
3.Infrastruktur dan pengembangan teknologi tepat guna: membantu peningkatkan infrastruktur dan
teknologi untuk pelayanan kesehatan mata yang selalu tersedia dan mudah diakses.

Di Indonesia, Vision 2020 telah dicanangkan pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati
Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden saat itu. Sekitar 80% gangguan penglihatan dan kebutaan di
dunia dapat dicegah. Dua penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya
dapat ditangani dengan hasil yang baik dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia.
Sebagai titik awal perencanaan program penanggulangan kebutaan dan gangguan penglihatan yang
direkomendasikan oleh WHO melalui Vision 2020 adalah ketersediaan data mengenai keadaan
kebutaan dan gangguan penglihatan di suatu wilayah atau negara melalui metoda survei yang dapat
diandalkan.

Terdapat 0,78% kebutaan akibat katarak yang tidak diterapi di Indonesia dan pada survey nasional
2014 di laporkan prevalensi katarak 1,8 % dan .kasus terbanyak ditemukan di South East Asia,
katarak merupakan kejadian terbanyak dibandingkan penyakit glaukoma (peningkatan tekanan pada
mata), gangguan di kornea dan gangguan/penyakit di segmen posterior bola mata.

Penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia:

Katarak – 0,78 %
Glaukoma – 0,20 %
Gangguan Refraksi  – 0,14 %
Gangguan Retina – 0,13 %
Abnormalitas Kornea – 0,10 %
Kondisi status kesehatan mata di Indonesia

Gambar bagan presentasi kebutaan di negara South East Asia di Indonesia,

3 juta orang menderita kebutaan (1,5% dari populasi)


Setiap menit terdapat 1 orang menderita kebutaan.
Tertinggi di South East Asia
Insiden kebutaan di setiap tahun yakni 0,1% (210.000 orang)
Kebanyakan ditemukan pada populasi yang memiliki ekonomi rendah
80.000 operasi katarak/tahun
Backlog 130.000/ tahun
Populasi di Indonesia yang menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan di populasi negara
berkembang
Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik, tahun 2025 penduduk usia lanjut meningkat 414 persen
dibandingkan 1990. Masyarakat Indonesia juga berkecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih
cepat dibandingkan penderita di daerah subtropis. Sebanyak 16 persen-22 persen penderita katarak
dioperasi sebelum usia 56 tahun.
Laporan dari daerah dan data survei Hellen Keller International di beberapa daerah kumuh
perkotaan, seperti Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta tahun 1998 menunjukkan, hampir 10 juta balita menderita
kekurangan vitamin A subklinis, 60.000 di antaranya ada gejala bercak spot (Xeroftalmia) yang bisa
sebabkan kebutaan.
Beberapa data menunjukkan, 10 persen dari 66 juta anak sekolah di Indonesia menderita kelainan
refraksi. Kondisi ini jika tidak ditangani cepat, akan mengakibatkan munculnya lapisan generasi muda
Indonesia yang memiliki kualitas hidup dan intelektual yang rendah di kemudian hari.

Dari Survei Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 disusun masterplan Kesehatan
Mata Nasional periode 1996-2005. Tanggal 15 Februari 2000, Megawati Soekarnoputri (waktu itu
Wakil Presiden RI) mencanangkan program Vision 2020–Right to Sight di Indonesia. Dalam master
plan itu, ditargetkan tahun 2005 angka kebutaan turun menjadi 1,2 persen, 1 persen di tahun 2010,
dan 0,5 persen di tahun 2020.

Tahun 2003, Departemen Kesehatan RI bersama organisasi profesi Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia (Perdami) menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK) yang menjadi pedoman Program Kesehatan Indera
Penglihatan bagi semua pihak.

Setelah 5 tahun Renstranas PGPK, ternyata masih banyak faktor penghambat. Di antaranya yaitu
kurangnya kepedulian masyarakat, pemerintah, serta organisasi nonpemerintah terkait
penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.
Banyak sarana kesehatan di tingkat kabupaten/kota belum memiliki fasilitas kesehatan mata serta
terbatasnya sarana dan prasarana untuk kegiatan penanggulangan kebutaan dan gangguan
penglihatan. Juga belum tertatanya sistem pelayanan kesehatan indera penglihatan yang integratif
dan komprehensif. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya manajemen untuk urusan gangguan
penglihatan dan kebutaan, dari pusat sampai ke daerah. Akibatnya, target sulit tercapai.

Structure Vision 2020

Sumber: World Health Organization, Prevention of Blindness Program (WHO/PBD), 2005.


Penglihatan merupakan hadiah yang tidak ternilai yang diberikan oleh Tuhan. Mata memiliki fungsi
yang sangat penting dalam kehidupan. Saat ini, terdapat banyak gangguan/penyakit pada
mata.Setiap 5 detik ditemukan 1 orang di dunia menderita kebutaan.diperkirakan oleh WHO
terdapat lebih dari 7 juta orang menjadi buta setiap tahun. Saat ini diperkirakan 180 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan penglihatan,dari angka tersebut terdapat antara 40-45 juta
menderita kebutaan dan 1 diantaranya terdapat di South East Asia. Oleh karena populasi yang terus
bertambah dan oleh faktor usia, jumlah ini diperkirakan akan bertambah 2 kali lipat di tahun 2020.

Hal tersebut mempengaruhi kualitas kehidupan dan status sosial-ekonomi dan menjadikan ekonomi
bangsa terletak di level rendah. Presentasi kebutaan mempengaruhi kontribusi ekonomi penduduk
dalam grup usia 50-65 tahun dan hasil kerja oleh karena ekonomi sosial pada keluarga Dengan
adanya sumber daya manusia yang terampil dan adanya teknik operasi yang baik maka membawa
harapan untuk merubah status penglihatan untuk menjadi lebih baik.

Dengan latar belakang itu muncul program ”Vision 2020: Right to Sight”, bertujuan mengurangi
jumlah penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan.

Vision 2020 adalah sebuah inisiatif global yang bertujuan untuk mengurangi kebutaan pada tahun
2020. Diluncurkan pada tanggal 18 Februari 1999 oleh Organisasi Kesehatan Dunia bersama-sama
dengan lebih dari 20 organisasi non-pemerintah internasional yang terlibat dalam perawatan mata
dan pencegahan dan manajemen kebutaan yang terdiri dari Badan Internasional untuk Pencegahan
Kebutaan ( IAPB ).

Yang berkerja sama dalam tujuan vision 2020 termasuk; pemerintah, NGO, Asosiasi Profesional,
Institusi kesehatan mata, mereka ini berkomitmen untuk mengeliminasi dan mencegah kebutaan di
tahun 2020. Terdapat 3 indikator perencanaan aksi global, yakni prevalensi/penyebab gangguan
penglihatan, jumlah mata yang mengalami gangguan dan persentase operasi katarak, usaha dari unit
kesehatan mata dalam mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mata.

Misi dari Vision 2020 adalah untuk mengeliminasi penyebab utama dari semua kebutaan yang dapat
dicegah dan diobati sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020. Tujuan VISION 2020:
The Right To Sight, adalah menyelesaikan misinya dengan mencapai tiga sasaran utama yaitu:

Meningkatkan data penyebab kebutaan dan solusi yang akan membantu untuk menghilangkan
masalah.
Mengidentifikasi dan menjamin sumber daya yang diperlukan di seluruh dunia untuk memberikan
peningkatan program pencegahan dan pengobatan.

Memfasilitasi perencanaan, pengembangan dan implementasi dari tiga strategi inti vision 2020
oleh Program Nasional.

Strategy Inti dari Vision 2020

1. Kontrol terhadap penyakit: memfasilitasi pelaksanaan program-program khusus untuk mengontrol


dan mengobati penyebab utama kebutaan.

2.Pengembangan sumber daya manusia: pelatihan bagi dokter mata dan perawatan mata lainnya
untuk memberikan perawatan mata.

3.Infrastruktur dan pengembangan teknologi tepat guna: membantu peningkatkan infrastruktur dan
teknologi untuk pelayanan kesehatan mata yang selalu tersedia dan mudah diakses.

Di Indonesia, Vision 2020 telah dicanangkan pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati
Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden saat itu. Sekitar 80% gangguan penglihatan dan kebutaan di
dunia dapat dicegah. Dua penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya
dapat ditangani dengan hasil yang baik dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia.
Sebagai titik awal perencanaan program penanggulangan kebutaan dan gangguan penglihatan yang
direkomendasikan oleh WHO melalui Vision 2020 adalah ketersediaan data mengenai keadaan
kebutaan dan gangguan penglihatan di suatu wilayah atau negara melalui metoda survei yang dapat
diandalkan.

Terdapat 0,78% kebutaan akibat katarak yang tidak diterapi di Indonesia dan pada survey nasional
2014 di laporkan prevalensi katarak 1,8 % dan .kasus terbanyak ditemukan di South East Asia,
katarak merupakan kejadian terbanyak dibandingkan penyakit glaukoma (peningkatan tekanan pada
mata), gangguan di kornea dan gangguan/penyakit di segmen posterior bola mata.

Penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia:

Katarak – 0,78 %

Glaukoma – 0,20 %

Gangguan Refraksi – 0,14 %

Gangguan Retina – 0,13 %

Abnormalitas Kornea – 0,10 %

Kondisi status kesehatan mata di Indonesia


Gambar bagan presentasi kebutaan di negara South East Asia di Indonesia,

3 juta orang menderita kebutaan (1,5% dari populasi)

Setiap menit terdapat 1 orang menderita kebutaan.

Tertinggi di South East Asia

Insiden kebutaan di setiap tahun yakni 0,1% (210.000 orang)

Kebanyakan ditemukan pada populasi yang memiliki ekonomi rendah

80.000 operasi katarak/tahun

Backlog 130.000/ tahun

Populasi di Indonesia yang menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan di populasi negara
berkembang

Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik, tahun 2025 penduduk usia lanjut meningkat 414 persen
dibandingkan 1990. Masyarakat Indonesia juga berkecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih
cepat dibandingkan penderita di daerah subtropis. Sebanyak 16 persen-22 persen penderita katarak
dioperasi sebelum usia 56 tahun.

Laporan dari daerah dan data survei Hellen Keller International di beberapa daerah kumuh
perkotaan, seperti Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta tahun 1998 menunjukkan, hampir 10 juta balita menderita
kekurangan vitamin A subklinis, 60.000 di antaranya ada gejala bercak spot (Xeroftalmia) yang bisa
sebabkan kebutaan.

Beberapa data menunjukkan, 10 persen dari 66 juta anak sekolah di Indonesia menderita kelainan
refraksi. Kondisi ini jika tidak ditangani cepat, akan mengakibatkan munculnya lapisan generasi muda
Indonesia yang memiliki kualitas hidup dan intelektual yang rendah di kemudian hari.

Dari Survei Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 disusun masterplan Kesehatan
Mata Nasional periode 1996-2005. Tanggal 15 Februari 2000, Megawati Soekarnoputri (waktu itu
Wakil Presiden RI) mencanangkan program Vision 2020–Right to Sight di Indonesia. Dalam master
plan itu, ditargetkan tahun 2005 angka kebutaan turun menjadi 1,2 persen, 1 persen di tahun 2010,
dan 0,5 persen di tahun 2020.

Tahun 2003, Departemen Kesehatan RI bersama organisasi profesi Perhimpunan Dokter Spesialis
Mata Indonesia (Perdami) menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK) yang menjadi pedoman Program Kesehatan Indera
Penglihatan bagi semua pihak.
Setelah 5 tahun Renstranas PGPK, ternyata masih banyak faktor penghambat. Di antaranya yaitu
kurangnya kepedulian masyarakat, pemerintah, serta organisasi nonpemerintah terkait
penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.

Banyak sarana kesehatan di tingkat kabupaten/kota belum memiliki fasilitas kesehatan mata serta
terbatasnya sarana dan prasarana untuk kegiatan penanggulangan kebutaan dan gangguan
penglihatan. Juga belum tertatanya sistem pelayanan kesehatan indera penglihatan yang integratif
dan komprehensif. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya manajemen untuk urusan gangguan
penglihatan dan kebutaan, dari pusat sampai ke daerah. Akibatnya, target sulit tercapai

You might also like