Professional Documents
Culture Documents
Bab 1-3 Abis Revisi
Bab 1-3 Abis Revisi
PENDAHULUAN
Achmadi (2012) dalam Nisa dan Rahmalia (2019) menyatakan bahwa penyakit
tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut dapat
dicegah atau dikendalikan, jika kondisi lingkungan yang berhubungan atau di duga
Wijaya (2011) dalam Nisa dan Rahmalia (2019) Menyatakan bahwa salah satu
contoh penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit kulit. Penyakit kulit adalah
infeksi yang umum, dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia. Penyakit kulit
disebabkan oleh jamur, virus, kuman, varasit, dan lain-lain. Salah satu penyakit
yang disebabkan oleh parasit adalah penyakit skabies. Soemirat dan Safar (2009)
dalam Mading dan Sopi (2015) menyatakan bahwa penyakit skabies dalam bahasa
Indonesia sering disebut kudis, orang Jawa menyebutnya gudig, sedangkan orang
Sunda menyebutnya budug. Penyakit ini juga sering di sebut dengan kutu badan,
budukan, gatas agog, yang di sebabkan oleh sarcoptes skabies varian hominis
(sejenis kutu, tungau), ditandai dengan keluhan gatal, terutama pada malam hari
dan di tularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui alas tempat
1
2
masalah personal hygiene. Tarwoto dan Wartonah (2006) dalam Silalahi dan Putri
perorangan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri
dan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis. Kozier dkk (2009) dalam
Silalahi dan Putri (2017) personal hygiene mencakup perawatan kebersihan kulit
kepala dan rambut, mata , telinga, hidung, kuku kaki dan tangan, kulit dan area
genital. Personal hygiene yang tidak baik dapat meningkatkan penyakit yang
berhubungan dengan perilaku sehat dan kebersihan diri Tarwoto dan Wartonah
Kozier dan Erb (2009) dalam Silalahi dan Putri (2017) Faktor yang
pekembangan sesuai usia, kesehatan dan energy, serta prefensi pribadi. Faktor-
menurut Jhonstone (2008) dalam Imartha (2016) terkait dengan kemiskinan yang
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis. Parman dkk (2017) dalam
seluruh Indonesia pada tahun 2015, angka kejadian skabies menduduki urutan
ketiga dari 12 penyakit kulit tersering, saat ini angka kejadian skabies meningkat
3
lebih tinggi dari 20 tahun yang lalu,dan banyak ditemukan pada panti asuhan,
asrama, pondok pesantren, penjara, dan rumah sakit. Penyakit skabies ini yang di
sebabkan oleh tungau suka pada daerah-daerah lipatan kulit, seperti telapak tangan,
penghuni yang tinggi dan perilaku kebersihan yang buruk. Sebagai institusi agama
rendah dan santri banyak menderita skabies. Meskipun demikian kondisi itu sering
diabaikan dan skabies dianggap sebagai penyakit yang biasa menghinggapi santri.
Bahkan ada ungkapan yang menyatakan belum jadi santri apabila belum
mengalami kudisan atau skabies. Hal tersebut tentu saja tidak benar karena skabies
kronik dan berat dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi sekunder oleh
bakteri dan menurunkan kualitas hidup serta penderitaan bagi santri. Penderita
skabies juga menjadi sumber infeksi bagi lingkungannya sehingga harus diobati dan
pesantren perlu melakukan upaya pemberantasan. Oleh karena itu, pesantren perlu
berbenah diri untuk menjadi institusi pendidikan yang bersih dan sehat agar
terbebas dari skabies. Cita-cita menuju pesantren bebas skabies perlu dicanangkan.
Pemberantasan skabies di asrama, panti asuhan, pondok pesantren, dan tempat lain
dengan kepadatan penghuni yang tinggi tidak dapat dilakukan secara individual
melainkan harus serentak dan menyeluruh. Semua penderita skabies harus diobati
yang telah sembuh akan tertular lagi dan reinfestasi skabies akan terjadi dalam
4
waktu singkat dengan lingkaran setan yang sulit diputus. Diperlukan peran dokter
dan tenaga kesehatan lainnya untuk menjadi agen perubahan serta pendidik bagi
(Sungkar, 2016).
tinggal bersama dengan teman-teman dalam satu kamar. Tinggal bersama dengan
Mereka menganggap kebiasaan mereka dalam menjaga kebersihan diri sudah cukup
dan tidak akan menimbulkan masalah kesehatan khususnya penyakit kulit, dari
beberapa penyakit kulit seperti skabies paling sering diakibatkan dari perilaku yang
tidak sehat seperti menggantung pakaian di kamar, saling bertukar pakaian dan
benda pribadi, seperti sisir dan handuk, dipengaruhi juga oleh pengetahuan yang
2020 melalui wawancara, peneliti tidak dapat langsung wawancara dengan santri
karena adanya wabah covid -19 akhirnya wawancara di lakukan dengan melibatkan
salah satu pengurus asrama sekaligus pengurus poskestren di Pondok Pesantren An-
Nur Ngrukem, Bantul bahwasannya 42 orang santri terutama santri putra yang
masih kurang sadar akan kebersihan yang dimana kebersihan adalah penyebab
utama santri mengalami skabies. Terutama kebersihan personal hygine yang kurang
5
Bantul.
Skabies yang lebih di kenal dengan sebutan gudig sudah tidak asing lagi di
kalangan santri bahkan menjadi hal biasa terutama pada santri putra, hal yang
menjadi biasa ini menjadi biasa dalam pengobatannya, pengobatan yang biasa
berdasarkan yang mereka tahu dari pengalaman santri-santri yang telah sembuh dari
skabies atau sering mereka sebut dengan gudig. Peneliti lebih tertarik melakukan
faktor kurangnya pengetahuan dan sikap personal hygiene yang kurang di terapkan,
kurangnya kesadaran terhap personal hygine, kebersihan tempat tidur yang menjadi
faktor utama jika dilihat dari studi pendahuluan atau observasi yang peneliti
B. Rumusan Masalah
kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka batasan masalah dalam
1. Variabel penelitian
memberikan nilai beda terhadap suatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dan
variabel adalah objek penelitian yang bervariasi misalnya jenis kelamin, berat
kebersihan tangan dan kuku, Kebersihan tempat tidur dan seprei) dan
variabel lain (Nursalam, 2014). Varibel terikat dalam penelitian ini adalah
2020.
7
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah santri putra di Pondok Pesantren
3. Lokasi Penelitian
Yogyakarta 55186.
4. Waktu Penelitian
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah
Ngrukem, Bantul.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum yang telah diuraikan, maka dapat dibuat tujuan khusus
seperti berikut:
skabies.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan saran bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi pengetahuan bagi santri putra tentang skabies.
Hasil penelitian ini dapat menjadi studi literatur awal dan data dasar untuk
4. Bagi Peneliti
Ngrukem, Bantul
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti selanjutnya untuk
F. Keaslian Peneliti
Bawuran, Pleret, Bantul, tahun 2018. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
analisis pada analisis uji wilcoxon signed rank test diketahui bahwa nilai
wilcoxon signed rank test hitung sebesar 0,005 (p<0,05) dan hasil uji Mann-
(p<0,05). Persamaan pada penelitian ini adalah variabel terikat yaitu kejadian
skabies dan pada variabel bebas yaitu pengetahuan, dan personal hygine, desain
2. Penelitian terkait yaitu Fika Rahma Nisa dan Desi Rahmalia dengan judul
Putri Bogor 2018 . Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan
ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian penyakit
antara ventilasi kamar dengan kejadian penyakit skabies P value = 0,047 dengan
OR = 3,78, dan ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan
variabel terikat yaitu kejadian skabies dan pada variabel bebas yaitu mencakup
tempat penelitian.
Islami Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung . Tujuan dari
Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Hasil penelitian ini menunjukkan
ada hubungan usia (OR=2,500 dan p=0,042), personal hygiene kebersihan kulit
dan p=0,046), personal hygiene kebersihan tempat tidur dan seprei (OR=0,432
kebersihan tangan dan kuku (OR=0,676 dan p=0,432) tidak memiliki hubungan
pengetahuan. Persamaan pada variabel terikat yaitu kejadian skabies dan pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
A. Landasan Teori.
dapat menyebabkan penyakit skabies atau gudig (kudis) yang meyebabkan penyakit
skabies atau gudig (kudis) yang menyebabkan kerusakan kulit dengan penderita sekitar
300 juta orang di laporkan setiap tahunnya. Penyakit yang sangat menular ini di derita
oleh perempuan maupun laki-laki dari sebuah status social ekonomi dan kelompok etnis
(Soedarto, 2012).
Soedarto (2012) Parasit yang berbentuk lonjong, tembus sinar dan pipih ini
berukuran antara 0.2 - 0.4 mm, hidup di dalam terowongan yang digalinya di bawah
kulit dan berkembang biak di tempat tersebut. Terdapat berbagai varian parasit ini,
tergantung pada hewan tempat hidupnya. Sarcoptes skabies yang hidup pada anjing
termasuk Sarcoptes skabiesvarian canis. Parasit penyebab skabies pada hewan dapat
ditularkan pada manusia, sebaliknya parasit yang hidup pada manusia dapat meninfeksi
binatang (Soedarto, 2012). Hengge (2006) yang dikutip dalam Sungkar (2016)
menyatakan bahwa skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu
kesehatan masyarakat terutama wilayah beriklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita
skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahun dengan angka yang bervariasi di setiap
negara.
1. Etiologi
latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes
scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita
13
penyakit ini, sering kali berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama yeng
merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Semua kelompok umur
bisa terkena. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak dan dewasa muda, walaupun
akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut, biasanya dilingkungan
sehingga siapapun yang biasa menghadapi kasus skabies dalam tugas pelayanan
2. Patofisiologi
termasuk filum Arthropoda kelas Arachnida, ordo Ackarima, suoer famili Sarcoptes,
penemunya adalah seorang ahli biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. Hominis.Selain itu, S. Scabieiada juga pada kambing dan
babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggung cembung,
bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen berwarna putih kotor,
dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
14
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk
melekat, dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.
Siklus skabies adalah sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
diatas kulit, tungau jantan akan mati, kadang- kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimater sehari
sambil meletakkan telurnya yang berjumlah 2 sampai 50 buah. Bentuk betina yang
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3
sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar terowongan. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
respon imunitas selular dan humoral serta mampu meningkatkan IgE baik di serum
transmisi melalui konta langsung dari kulit ke kulit, dan langung melalui berbagai benda
yang terkontaminasi (sprei, sarung bantal, handuk, dsb). Tungau skabies dapat hidup
diluar tubuh manusia selama 24-36 jam.Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual,
15
walaupun menggunakan kondom, karena melalui kontak kulit diluar kondom (Linuwih
Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur dan hasil
menimbulkan pruritus (gatal-gatal) dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul,
vesikel, pustul dan kadang bula. Lesi tersier dapat juga terjadi berupa ekskoriasi,
eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer (Linuwih (2016)
3. Epidemiologi
Menurut Engelma yang dikutip dalam Sungkar (2016) skabies disebut juga the
itch, pamaan itch, seven year itch karena gatal hebat yangberlangsung menahun. Di
Indonesia skabies disebut penyakit kudis, gudik, atau buduk. Skabies terdapat di seluruh
dunia dengan prevalensi yang bervariasi, tetapi umumnya terdapat diwilayah beriklim
tropis dan subtropics dinegara berkembang. Siapapun yang kontak dengan S.skabies
dapat terinfestasi skabies, meskipun dengan skabies lebih banyak terdapat pada penduduk
yang memiliki faktor risiko tinggi skabies prevalensi dapat mencapai 80%.
Jumlah penderita skabies di dunia diperkirakan lebih dari 300 jua setiap tahunnya
sehingga menimbulkan beban ekonomi bagi individu, keluarga, masyarakat, dan system
kesehtan. Biaya untuk mengobati skabies cukup mahal karena biasanya skabies
menginfeksi orang miskin yang tidak mampu membayar biaya berobat. Biaya menjadi
semakin mahal apabila penderita mengalami skabies berat dengan komplikasi infeksi
sekunder oleh bakteri. Pada level rumah tangga, dana yang digunakan untuk berobat
16
sehingga menambah beban keluarga. Pada level institusi dana yang cukup besar
tempat tinggal sehingga sering terjadi orang yang tinggal bersama dipemukiman pada
kepadatan penghuni yang tinggi. Wabah skabies sering dijumpai di lingkungan padat
penghuni dengan kontak kulit yang erat dan lama seperti di tempat penitipan anak, panti
asuhan, tempat perawatan orang usia lanjut, penjara, pengungsian, dan pesantren bahkan
Menurut Al-Falakh (2009) dalam Imartha (2016) bahwa gejala Klinis pada kulit
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
Pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
(carrier).
17
putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu
cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat
eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
5. Penularan
Golant (2012) dalam Sungkar (2016) menyatakan bahwa kabies dapat ditularkan
melalui perpindahan telur, larva, nimfa, atau tungau dewasa dari kulit penderita ke kulit
orang lain namun dari semua bentuk infektif tersebut tungau dewasalah yang paling sering
menyebabkan penularan. Sekitar 90% penularan skabies dilakukan oleh tungau dewasa
betina terutama yang gravid. Tungau tidak dapat melompat atau terbang melainkan
berpindah dengan merayap. Kemampuan tungau untuk menginfestasi akan menurun seiring
Skabies dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung namun cara penularan
skabies yang paling sering adalah melalui kontak langsung antar individu saat tungau sedang
berjalan di permukaan kulit. Kontak langsung adalah kontak kulit ke kulit yang cukup lama
misalnya pada saat tidur bersama. Kontak langsung jangka pendek misalnya berjabat tangan
18
dan berpelukan singkat tidak menularkan tungau. Skabies lebih mudah menular secara kontak
langsung dari orang ke orang yang tinggal di lingkungan padat dan berdekatan seperti di panti
jompo, panti asuhan, pesantren dan institusi lain dimana penghuninya tinggal dalam jangka
Tungau pindah dari penderita skabies ke hospes baru karena stimulus aroma tubuh dan
termotaksis dari hospes baru. Untuk menularkan skabies, kedua stimulus tersebut harus adekuat
dan cukup lama yaitu sekitar 15-20 menit kontak langsung kulit ke kulit pada saat orang tidur
di kasur yang sama dengan penderita skabies atau pada saat hubungan seksual. Pada orang
dewasa, cara penularan tersering adalah melalui hubungan seksual, sedangkan pada anak-anak
penularan di dapat dari orang tua atau temannya. Anak-anak berpeluang lebih besar
yang tinggal di tempat yang sama dan dengan orang tuanya saat kontak fisik normal seperti
ketika berpelukan atau tidur bersama (Golant (2012) dalam Sungkar (2016).
Tungau betina membuat terowongan di stratum korneum dan meletakkan sekitar 4-5
butir telur setiap hari sampai 6 minggu sebelum mati. Perkembangan siklus hidup S.scabiei
dari telur-larva-nimfa sampai dewasa membutuhkan waktu dua minggu. Mellanby berhasil
mendemonstrasikan bahwa kontak langsung kulit ke kulit adalah cara penularan skabies yang
(Golant (2012) dalam Sungkar (2016) melakukan penelitian terhadap 300 subjek
untuk mengetahui hubungan jumlah tungau dengan risiko penularan. Pada penelitian tersebut,
subjek diminta berbaring tanpa menggunakan pakaian di kasur yang hangat dan sebelumnya
telah digunakan oleh penderita skabies yang terinfestasi <20 tungau. Hasilnya menunjukkan 4
subjek (1,3%) mengalami infestasi skabies setelah tidur dikasur tersebut. Jumlah penderita yang
19
tertular meningkat menjadi 15% ketika kontak dengan penderita skabies yang memiliki >50
Penularan skabies secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontak dalam durasi yang
lama dengan seprai, sarung bantal dan guling, pakaian, selimut, handuk dan perabot rumah
tangga lainnya yang terinfestasi S.scabiei. Penularan tungau secara tidak langsung bergantung
pada lama tungau dapat bertahan hidup di luar tubuh hospes yang variasinya bergantung pada
temperatur dan kelembaban. Pada barang-barang yang terinfestasi, S.scabiei dapat bertahan 2-3
hari pada suhu ruangan dengan kelembaban 30%. Semakin tinggi kelembaban semakin lama
Dipermukaan yang kering, baju atau sprei, tungau hanya dapat bertahan hidup hanya
beberapa jam. Pada suhu dan kelembaban ideal (21 oC dan 40-80% kelembaban relatif),
rentang waktu hidup tungau dapat meningkat hingga 3-4 hari. Rentang waktu hidup tungau
dapat lebih panjang pada suhu rendah dan kelembaban tinggi. Di bawah suhu 20°C sebagian
besar tungau tidak bergerak. Di daerah tropis dengan suhu sekitar 30°C dan kelembaban 75%,
tungau betina dapat bertahan hidup 55-67 jam di luar tubuh hospes. Telur tungau dapat
bertahan hidup pada suhu yang rendah sampai 10 hari di luar tubuh hospes. Seseorang
dikatakan infeksius sejak terinfestasi tungau sampai pengobatan selesai. Seprai dan pakaian
dikatakan infeksius sampai tatalaksana berhasil atau hingga dua minggu sejak pajanan terakhir.
Reinfestasi dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita skabies atau kontak dengan
benda-benda yang terinfestasi tungau. Menurut Arlian (Sungkar, 2016) penularan skabies
secara tidak langsung hanya sedikit berperan dalam penularan skabies tipikal namun pada
20
skabies krustosa penularan secara tidak langsung berperan penting karena jumlah tungau
yang banyak.
6. Klasifikasi skabies.
penyakit kulit lainnya sehingga di sebut the great imitator. Terdapat berbagai bentuk
skabies atipik yang sulit dikenal sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis.
pada bayi dan anak kecil. Berbeda dengan skabies orang dewasayang
jarang menyerang wajah, kulit kepala bayi dapat terkena. Pada orang
Pada skabies manula (SM), jarang ditemukan lesi kulit yang khas,tetapi
rasa gatal tampak lebih berat dirasakan. Kelainan kulit yang terlihat
dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit berat atau pasien yang
yang sangat banyak. Banyaknya tungau ini di duga akibat sistem imun
penderita yang buruk, sehingga tungau berkembang biak dalam jumlah besar,
dari beberapa puluh ekor saja menjadi ribuan. Reaksi kulit terhadap infeksi
linchenfikasi.
penyakit kulit lainnya sehingga disebut the great imitator. Berikut ini beberapa bentuk
skabies agar tidak menimbulkan kesalahan diagnosis menurut Saleha (2016) dalam
Putra (2019) :
a. Skabies pada orang bersih cukup bisa salah di diagnosis. Biasanya sangat
teratur.
b. Skabies bulosa terdapat pada bayi dan biasanya bayi akan mengalami gatal
pada waktu malam hari dan terdapat lesi di sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan.
c. Skabies yang di tularkan oleh hewan biasanya terjadi pada manusia yang
hewan.
d. Skabies pada orang terbaring di tempat tidur banyak ditemui pada orang yang
menderita penyakit kronik atau berusia lanjut yang berbaring diatas tempat
tidur dalam waktu yang lama biasanya timbul lesi yang terbatas.
gejala dan tanda skabies, tapi infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan
seluler.
sering terkena adalah genetelia pada pria, lipatan paha, dan aksila. Luka
Gejala utamanya pada skabies ini biasanya ringan bahkan tidakada sama
Adapun dignosis dan diagnosis banding menurut Harahap (2009) yang dikutip
a. Diagnosis
vesikula, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
kusta dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus skabies
atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa mili meter sampai 1 cm, dan pada
2) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volat, siku, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae, sekitar umbilikus,
abdomen bagian bawah, genetalia eksterna pria. Pada orang dewasa jarang
hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal,
harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh
4) Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan kutu dewasa, telur,
atau jarum steril. Kutu betina akan tampak sebagai bintik kecil gelap atau
mengkilat dengan pinggiran hitam. Cara lain adalah dengan cara meneteskan
minyak immersi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-
aksila.
b. Diagnosis Banding
daerah areola, selain penyakit paget, harus dicurigai pula adanya skabies.
dermatitis kontak.
a . Pengetahuan
1) Definisi
bahwa pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh orang atau responden terkait
2) Tingkat Pengetahuan
a) Tahu (Know)
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
26
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
b) Memahami (Comprehension)
c) Aplikasi (Aplication)
telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil. Aplikasi disini dapat diartikan
d) Analisa (Analysis)
masih didalam suatu truktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
satu dengan yang lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
e) Sintesis (Syntesis)
f) Evaluasi (Evaluation)
penilaian dari suatu materi atau objek. Penilaian berdasar kriteria yang
Menurut YB Mantra yang yang dikutip Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan
a) Faktor Internal
1. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) dalam Wawan dan
2. Umur
Dewi (2010) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
masyarakat seseorang yang lebih di percaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya.
b) Faktor Eksternal
1. Faktor Lingkungan
2. Faktor Budaya
4) Pengukuran Pengetahuan
1. Penelitian Kuantitatif.
a) Wawancara
1. Perilaku
a) Definisi
perilaku manusia adalah semua kegiatan baik yang diamati langsung dan tidak
a. Bentuk Perilaku
masih belum dapat diamati orang lain secara jelas. Respon terhadap
berupa tindakan nyata yang bisa diamati orang lain secara jelas.
c) Perilaku Kesehatan
adalah semua aktivitas sesorang baik yang diamati (observable) maupun tidak
1) Faktor internal
2) Faktor Eksternal
e) Perubahan Perilaku
perilaku sehat).
3) Memelihara perilaku yang sudah posif atau perilaku yang sudah sesuai
dengan norma atau nilai kesehatan (perilaku sehat). Dengan perkataan lain
baik bagi praktisi promosi atau pendidikan kesehatan. Adapun teori tentang
4) Dengan dukungan fasilitas dan dorongan dari lingkungan maka stimulus itu
(2014) meliputi:
subjek.
g) Pengukuran Perilaku
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang
mencatat sejumlah aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya
a) Terstruktur
b) Tidak Terstruktur
Observasi yang tidak disiapkan secara sistematis tentang apa yang akan
2. Personal Hygiene
Menurut Kozier (2011) dalam Silalahi dan Putri (2017) personal hygiene
adalah ilmu tentang kesehatan dan pemeliharaan tubuh. Personal hygiene adalah
perawatan diri yang dilakukan seperti perawatan kulit, kuku, gigi, mulut, hidung,
4) Mencegah penyakit
35
5) Menciptakan keindahan
(2018).
Menurut Kozier (2011) dalam Silalahi dan Putri (2017) faktor yang mempengaruhi
personal hygiene :
a) Budaya
b) Agama
c) Lingkungan
d) Tahap Perkembangan
dengan usia.
36
kebiasaan cuci tangan dan kuku, frekuensi mengganti pakaian, pemakaian handuk
yang bersamaan, dan frekuensi mengganti sprei tempat tidur (Desmawati, 2015).
tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan
b) Kebersihan Pakaian
Pakaian adalah bahan tekstil dan serat yang digunakan untuk melindungi
dan menutupi tubuh. Alat penutup tubuh ini merupakan kebutuhan pokok
manusia selain makanan dan tempat tinggal. Keringat, lemak dan kotoran
berlemak ini akan berbau busuk dan mengganggu. Masalah kesehatan akan
Untuk itu perlu mengganti pakaian dengan yang bersih setiap hari.
Pemakaian pakaian khusus saat tidur menjadi hal penting untuk menjaga
c. Sanitasi Lingkungan
1. Definisi
penghuni maka akan semakin cepat udara dalam kamar tidur mengalami
dilihat dari kepadatan hunian ruang tidur yaitu luas ruang tidur minimal 8m
dan tidak dianjurkan lebih dari dua orang dalam satu ruang kamar tidur,
9. Pengobatan
adalah menggunakan skabisida topikal diikuti dengan perilaku hidup bersih dan sehat
baik pada penderita maupun lingkungannya. Syarat skabisida ideal adalah efektif
terhadap semua stadium tungau, tidak toksik atau menimbulkan iritasi, tidak berbau,
serta tidak menimbulkan kerusakan atau mewarnai pakaian, dan mudah diperoleh.
Syarat lainnya adalah harga skabisida cukup murah karena penderita skabies umumnya
39
dari golongan ekonomi lemah. Pengolesan obat topikal umumnya selama 8-12 jam
namun ada yang perlu digunakan sampai lima hari berturut-turut, bergantung pada jenis
skabisida. Pada bayi dan anak kecil absorbsi obat lebih tinggi sehingga pengolesan
tidak dianjurkan saat kulit dalam keadaan hangat atau basah setelah mandi. Apabila
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri, perlu diberikan antibiotik topikal atau oral
harus diulang perlu diperhatikan apakah obat yang digunakan Obat yang dapat
membunuh tungau skabies di sebut skabisdadan obat yang dapat membunuh telur
tungau disebut ovisida. Ada obat yang hanya bersifat skabisidamisalnya sulphur
presipitatum, namun ada yang bersifat skabisida dan ovisida sekaligusmisalnya gema
benzene heksaklorida dan permetrin. Berikut iniadalah obat yang dapat untuk terapi
skabies bersifat ovisida (membunuh telur) dan skabisida (membunuh tungau) atau hanya
bersifat skabisida. Selain itu, perlu diperhatikan waktu dimulainya terapi awal,
Telur tungau menetas pada hari ketiga dan memerlukan waktu sekitar delapan
hari untuk menjadi tungau dewasa yang akan bertelur lagi. Bila terapi hanya bersifat
skabisida dan tidak ovisida maka telur yang sempat diproduksi sebelum terapi dimulai,
akan menetas dan menginfestasi kembali setelah hari ketiga. Jika terapi bersifat
skabisida dan ovisida, maka terapi akan efektif membunuh semua stadium tungau baik
telur, larva, nimfa maupun tungau dewasa. Meskipun demikian, karena terdapat periode
40
laten klinis pengolesan skabisida perlu diulang pada hari ketiga atau keempat sehingga
dapat membunuh tungau dari telur yang baru menetas dan belum sempat terbasmi pada
terapi pertama. Semua skabisida topikal memiliki prinsip penggunaan yang sama dan
harus dipatuhi oleh penderita, tenaga kesehatan, atau orang lain yang membantu
mengoleskan skabisida. Oleh karena itu, penderita skabies perlu diingatkan untuk membaca
pengolesan obat sebaiknya dilakukan oleh penderita sendiri, namun boleh dibantu orang lain
bila lokasi lesi sulit dijangkau misalnya di punggung atau bokong. Apabila pengolesan
skabisida dibantu orang lain, misalnya perawat atau anggota keluarga maka orang tersebut
harus menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan dengan sabun setelah membantu
sabun. Sabun dipakai ke seluruh bagian tubuh, bukan hanya tangan, wajah, ketiak dan alat
kelamin; lalu dibilas dengan bersih. Setelah badan kering, skabisida dioleskan ke seluruh
permukaan kulit dari leher sampai ujung jari kaki. Perhatia khusus diberikan ke lesi di tempat
predileksi misalnya sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan, bokong, dan alat
kelamin. Apabila terhapus sebelum waktunya misalnya karena berwudhu atau mencuci
tangan maka obat harus dioleskan lagi. Setelah mencapai waktu yang ditentukan, obat
dibersihkan dari seluruh tubuh dengan mandi memakai sabun. Selesai mandi, badan
dikeringkan dengan handuk bersih dan kering lalu handuk dijemur di bawah terik sinar
Pada bayi, anak di bawah lima tahun, orang berusia lanjut, dan
immunocompromised host, pengolesan skabisida di kepala harus mencakup dahi, alis, kulit
41
kepala, dan area belakang telinga. Kulit kepala memang tidak selalu diinstruksikan untuk
dioleskan skabisida pada kasus skabies klasik karena di daerah tersebut jarang ditemukan
tungau. Meskipun demikian, kulit kepala tidak boleh dilupakan terutama bila terapi awal
gagal atau pada kasus skabies krustosa. Penderita skabies harus memotong kuku tangan dan
kaki secara teratur serta menjaganya tetap pendek dan bersih. Skabisida dioleskan ke kulit di
bawah kuku yang telah dipotong. Pakaian dan perlengkapan tidur harus diganti selama dan
setelah terapi, serta dilakukan dekontaminasi menurut McCroskey (2010) dalam Sungkar
(2016).
Skabisida topikal biasanya berbentuk krim yang dikemas dalam tube berisi
30gram dan 60gram. Untuk mengoleskan skabisida, perlu dihitung kebutuhan krim yang
akan dioleskan. Luas permukaan kulit orang dewasa diperkirakan dengan prinsip satu
telapak tangan sama dengan 1% luas permukaan tubuh. Krim skabisida sebanyak satu ruas
jari tangan diperkirakan sama dengan 0,5 gram dan dapat digunakan untuk area kulit
seluas 2 telapak tangan. Pada bayi dan balita, proporsi tubuhnya tidak seperti orang dewasa
sehingga perlu disesuaikan namun prinsipnya tetap sama. Dengan menghitung luas
permukaan kulit dan banyaknya krim yang dibutuhkan untuk satu kali pengolesan, dapat
dihitung berapa banyak kemasan krim yang diresepkan untuk satu kali pengobatan ke
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
42
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Beberapa syarat
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan
secara serentak.
sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai
sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar
matahari.
3) Penatalaksanaan Khusus
Berbentuk cairan atau lotion, tidak berbau dan berwarna. Obat ini
pada sistem saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan
b) Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2.5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini
c) Benzilbenzoat (crotamiton)
d) Monosulfiran
Berbentuk lotion 25%. Gunakan setiap hari selama 2-3 hari. Setelah
e) Malathion
f) Permethrin
jam dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini efektif untuk skabies.
10. Komplikasi
diobati selama bebrapa minggu, dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat
iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada
terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi
15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus-menerus selama beberapa hari
pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2
kali sehari selama beberapa hari, terutama disekitar genetalia pria. Gamma benzena
berlebihan.
Adapun hal yang harus di lakukan oleh penderita menurut Soedarto (2016)
Penderita sebagai sumber infeksi harus di obati dengan sempurna. Kontak dengan
penderita, baik manusia maupun hewan di hindari. Selain itu selalu menjaga kebersihan
badan dengan mandi dua kali sehari dengan sabun secara teratur serta menjaga
kebersihan, mencuci dan merendam dalam air mendidih alas tidur dan alas bantal yang
di gunakan penderita.
a) Definisi
daya tarik bagi umat islam, karena memberikan akhlak, kemandirian dan
agama Islam di pesantren. Tanpa pola hidup sehat santriwati rentan tertular
penyakit, karena santriwati tinggal bersama dalam satu asrama dan selalu
berinteraksi satu sama lain Hidayat (2014) dalam Yudhaningtyas (2018). Untuk
swasta, dan masyarakat, melalui kerja sama nasional dengan global merupakan visi
kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya Depkes RI, (2007) dalam
masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari dan oleh warga pesantren
c) Tujuan Poskestren
a. Tujuan Umum
permasalahan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
2) Meningkatnya sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat bagi warga pondok
pesantren.
upaya kesehatan.
B. Kerangka Pemikira
Faktor-Faktor
Yang
a) Kebersihan
a) Memahami
Tangan & Kepadatan
Pengertian
Kuku hunian kamar
Skabies
b) Kebersihan tidur
b) Mengetahui
Pakaian
Penyebab
c) Kebersihan
Skabies
handuk,
c) Mengetahui
Tempat Tidur
Penyebaran
dan sprei
Skabies
d) Mengetahui
gejala-gejala
Skabies
e) Mengetahui
Komplikasi
Skabies
f) Mengetahui
Cara
Pengobatan
Skabies
Kejadian Skabies
Pengetahuan
Sanitasi Lingkungan
D. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata Hupo dan thesis, Hupo artinya sementara
sementara yang akan di uji kebenarannya. Hipotesis ini merupakan jawaban sementara
berdasarkan pada teori belum di buktikan dengan data atau fakta (Nursalam, 2014)
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai faktor-faktor yang brhubungan
2. Adanya hubungan personal hygiene terhadap kejadian skabies pada santri putra
Ho : Tidak ada hubungan personal hygiene terhadap kejadian skabies pada santri
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
istilah ex post facto research. Penelitian deskriftif meliputi survey dan penelusuran
kualitatif atau kuantitatif. Penelitian deskriftif kuantitatif ditandai dengan hasil yang
berbentuk angka-angka atau numerik seperti dalam proporsi (presentase) atau rata-
rata (mean) Ade Haryana (2019). Pendekatan penelitian ini dengan pendekatan Case
atau kasus kesehatan) diindentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko
diidentifikasi ada atau terjadi pada waktu yang lalu. Pada penelitian ini akan
1. Populasi
(Nursalam, 2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
51
santri kelas 8 dan 9 pondok pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul, sebanyak 124
santri.
2. Sampel
sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh
Bantul. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu total sampling
atau sampling total adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif
kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat genealisasi
dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel total adalah sensus,
Adapun total santri putra kelas 8 dan 9 yang mengalami skabies sebanyak
42 orang. Maka sampel pada penelitian ini adalah dengan jumlah kasus 42 orang
dan jumlah kontrol pada penelitian ini sebanyak 42 orang maka keseluruhan
sampel pada penelitian ini sebanyak 84 santri putra pondok pesantren An-Nur
Ngrukem, Bantul.
1. Tempat Penelitian
Yogyakarta 55186. 53
2. Waktu Penelitian
D. Variabel Penelitian
variabel lain (Nursalam, 2014). Varibel terikat dalam penelitian ini adalah
2. Variabel Bebas
Kebersihan tempat tidur dan seprei) dan Sanitasi Lingkungan (Kepadatan hunian
kamar tidur)
E. Definisi Operasional
pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta analisis data. Pada saat akan
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
instrument yang digunakan Burns dan Grove, (1999) dalam Nursalam (2017)
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang didapatkan langsung dari sumber data (Sugiono,
a. Observasi
55
aktifitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah
b. Wawancara
data, dimana peneliti mendapat keterangan atau informasi secara lisan dari
c. Kuesioner
2. Data Sekunder adalah data yang di dapatkan secara tidak langsung dari sumber
data atau responden (Sugiyono, 2016). Data sekunder dalam penelitian ini data
diperoleh dari pihak lain yaitu dari Pos Kesehatan Pesantren An-Nur , Ngrukem,
Bantul.
G. Instrumen Penelitian
fenomena alam maupun social yang diamati. Secara spesifikse fenomena ini di
56
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data
atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan
Secara umum editing adalah kegiatan suatu pengecekan dan perbaikan isi
peng kodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
komputer.
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,
1. Uji Validitas
tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur dalam penelitian ini maka
Rumus :
keterangan :
58
N : Jumlah item
Keputusan Uji :
valid.
tidak valid.
Untuk mengetahui nilai korelasi tiap pertanyaan valid maka dilihat pada
sebaliknya juka r hitung < r table maka instrumen tidak valid atau tidak
jika dibandingkan dengan t table dimana df= n-k dan dengan α = 5%.
Dari tabel 3.3 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
Dari tabel 3.4 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
kebersihan pakaian dengan 5 butir pertanyaan soal nomer 3 dan 5 tidak valid
Dari tabel 3.5 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
kebersihan tangan dan kuku dengan 5 butir pertanyaan semuanya valid karena r
Dari tabel 3.6 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
tempat tidur dan seprei dengan 5 butir pertanyaan semuanya valid karena r
Dari tabel 3.7 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
Dari tabel 3.8 dapat di ketahui bahwa dari uji validitas dari variabel
2. Uji Reliabilitas
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat di andalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas
(ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali ataulebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Diuji dengan tes menggunakan
Tabel 3.9
62
dan kuku
Dari tabel 3.9 dapat di ketahui bahwa dari uji reliabilitas dari masing-masing
komputer di mana akan dilakukan 2 macam analisis data, yaitu analisis univariat
1. Analisis Univariat
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
2. Analisis Bivariat
antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Menurut
b. Analisis dari hasil uji statistik (uji chi-square test). Melihat dari hasiluji
bermakna. Dari hasil uji statistik ini bisa terjadi, misalnya antara dua variabel tersebut
Keterangan :
X2= nilai chi square
64
keterangan :
k=banyaknya kolom
b=banyaknya baris
a. Bila tabelnya 2 x 2, dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai
b. Bila tabel 2 x 2, dan ada nilai E<5, maka uji yang dipakai adalah
Square”
Keterangan:
C = Koefisien kontegensi
N = Jumlah responden
BAB IV
1. Profil
0274 6469019
66
d. Riwayat Pendidikan
Kemajuan dan perkembangan dalam segala hal selalu bergerak secara dinamis dan
cepat. Disatu sisi hal tersebut berdampak positif bagi ummat, tetapi disisi lain juga
menjadi ajang merebaknya segala pengaruh budaya yang tidak sesuai dengan
Abdul Aziz yang merupakan tokoh yang disegani dibidang tahfidz al-qur`an dan
segala bentuk dampak negative yang telah manjamur, agar masyarakat dapat
senantiasa berada dijalan yang lurus. Diatas tanah wakaf kurang lebih 2 hektar di
67
Abdul Aziz) dipercaya untuk menjabat ketua Pengadilan Agama Kab. Bantul.
dimana kondisi pada saat itu masih sangat memprihatinkan. Beliau merasa sudah
pada tahun 1964 M, dengan tekat yang bulat dan mantap Beliau pindah ke dusun
Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul dan didampingi oleh istri Beliau (Al
Maghfurlaha Simbah Nyai Hj. Walidah Munawwir) dan Putra pertama Beliau
1) Pengajian Umum setiap senin malam yang sampai saat ini masih berjalan
3) Dan pada malam hari diadakan kegiatan belajar di Madrasah Diniyah yang
b. Periode Pertumbuhan
Nawawi Abdul Aziz, K. H. Ahmad Baidlowi Cholil dan para sesepuh untuk
POndok Pesantren yang akhirnya selesai pada bulan April 1978 M, dan sejak saat
c. Periode Perkembangan
yaitu:
IPTEK.
bertanggungjawab.
a. Marhalah Binnadzri
Tingkatan ini diperuntukan bagi santri yang tidak menghafal Qur`an atau
masih tahap pemula dalam mengaji Al Qur`an yang mengikuti jalur Qiroah
b. Marhalah Tahfidz
Tingkatan ini adalah tingkatan yang paling banyak diminati oleh santri
69
langsung oleh Bapak K. H. Muslim Nawawi ( Putra ke-8 ). Disamping itu, guna
untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan menghafal para santri, maka
setiap 6 bulan sekali diadakan Tes Peringkat Tahfidzul Qur`an dan Musabaqoh
Hifdzil Qur`an.
Al Quran dan sudah disimak ), yaitu mempelajari berbagai bentuk bacaan qiro`ah
imam tujuh yang masyhur, sedangkan aliran yang digunakan pada marhalah
Qiro`ah Sab`ah ini adalah aliran hirzi Amani ( terdapat pada kitab Faid al-barokat
fi sab`I al-qiroat ) yang beliau terima lagsung dari K. H. Arwani Amin Kudus.
diambilkan dari santri yang sudah hafal al qur`an. Lembaga pendidikan ini sangat
qur`an.
cabang yaitu, Madrasah Diniyah yang diperuntukkan bagi santri Tahfidz dan bagi
terbagi menjadi 6 tingkatan yang utamanya adalah belajar kitab dan ilmu alat
70
seperti Nahwu, Shorof, dan ilmu lainnya. Santri diharapkan selain hafal Al Qur`an
para santri juga bisa membaca kitab dan mengetahui keilmuan islam yang
kainnya.
4. Tenaga Pengajar
Terhitung kurang leih ada 200 tenaga pengajar di Yayasan Al Ma`had An Nur
Diniyah, dan 125 pengajar mengabdikan dirinya di Madrasah Formal dan Institut.
h. Mini Market
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden.
dengan jumlah responden penelitian yaitu 84 orang (42 orang termasuk kasus dan
umur dan kelas pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Santri Putra di Pon-
dok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
antara 15-16 tahun yaitu 22 orang (52.4%) dan 13-14 tahun yaitu 20 orang
berumur antara 13-14 tahun yaitu 32 orang (76.2%) dan 15-16 tahun yaitu 10
orang (23.8%).
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Santri Putra di Pondok Pe-
santren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
responden pada kelompok kasus menunjukkan paling banyak yaitu kelas 8 SMP
dengan 30 orang santri (71.4%) dan kelas 9 SMP yaitu 12 orang santri (28.6%).
Sedangkan subjek kelompok kontrol menunjukkan paling banyak yaitu pada kelas
9 SMP dengan jumlah 22 orang santri (52.4%) dan kelas 8 SMP sebanyak 20
orang (47.6%).
1. Hasil Univariat
a. Pengetahuan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Berdasarkan Santri Putra di
Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
tunjukkan dengan dua kategori baik dan tidak baik. Pada kelompok kasus
pengetahuan yang baik yaitu 15 orang (35.7%) dan responden yang memeiliki
kontrol responden yang memiliki pengetahuan baik yaitu 24 orang (57.1%) dan
b. Kebersihan pakaian
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Kebersihan Pakaian Responden Berdasarkan Santri
Putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Pada kelompok
kasus kebersihan pakaian yang baik yaitu 0 orang (0.0%), cukup yaitu 8 orang
(19.0%), dan responden yang memiliki kebersihan pakaian yang kurang yaitu 34
kebersihan pakaian baik yaitu 7 orang (16.7%), cukup yaitu 24 orang (57.1%)
dan responden yang memiliki kebersihan pakaian yang kurang yaitu 11 orang
(26.2%).
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kebersihan Tempat Tidur dan seprei Responden
Berdasarkan Santri Putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem,
Bantul Tahun 2020
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kebersihan tempat tidur dan
seprei responden ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan
kurang. Pada kelompok kasus kebersihan tempat tidur yang baik yaitu 2 orang
(4.8%), cukup yaitu 2 orang (4.8%), dan responden yang memiliki kebersihan
tempat tidur yang kurang yaitu 38 orang (90.5%). Sedangkan pada kelompok
baik yaitu 4 orang (9.5%), cukup yaitu 9 orang (21.4%) dan responden yang
(69.0%).
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Kebersihan Tangan dan Kuku Responden
Berdasarkan Santri Putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem,
Bantul Tahun 2020
kuku responden ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan
kurang. Pada kelompok kasus kebersihan tangan dan kuku dengan kategori
baik yaitu 11 orang (26.2%), cukup yaitu 11 orang (26.2%), dan responden
yang memiliki kebersihan tangan dan kuku dengan kategori kurang yaitu
memiliki kebersihan tangan dan kuku dengan kategori baik yaitu 27 orang
kebersihan tangan dan kuku dengan kategori kurang yaitu 5 orang (11.9%).
Tabel 4.7
76
tidur responden ditunjukkan dengan dua kategori yaitu memenuhi dan tidak
orang (11.9%), dan responden yang memiliki kepadatan hunian yang tidak
2. Hasil Bivarit
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Skabies pada Santri Putra di Pondok Pesantren
Tabel 4.8
Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Skabies pada Santri Putra di Pondok
Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
CI:
0.173
-
1.003
Tidak baik 27 64.3 18 42.9 45 53.6
Total 42 100.0 42 100.0 84 100.0
dengan dua kategori baik dan tidak baik. Pada kelompok kasus pengetahuan yang baik
yaitu 15 orang (35.7%) dan responden yang memeiliki pengetahuan tidak baik yaitu 27
orang (64.3%) sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki pengetahuan
baik yaitu 24 (57.1%) dan responden dengan pengetahuan tidak baik yaitu 18 orang
(42.9).
person Chi-Square = 0.079 ( p value = 0.079 > α = 0.05) artinya tidak terdapat hubungan
pengetahuan dengan kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur
Ngrukem, Bantul Tahun 2020. Dari hasil analisis Risk Estimatic didaptakan OR = 0.417
dengan interval batas bawah 0.173, batas atas 1.003 artinya santri putra yang memiliki
pengetahuan baik mempunyai resiko sebesar 0.471 kali lebih tinggi dari santri putra yang
b. Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Kejadian Skabies pada Santri Putra di Pondok
Tabel 4.9
Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Kejadian Skabies pada santri putra di
Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020
ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Pada kelompok kasus
kebersihan pakaian yang baik yaitu 0 orang (0.0%), cukup yaitu 8 orang (19.0%), dan
responden yang memiliki kebersihan pakaian yang kurang yaitu 34 orang (81.0%).
Sedangkan pada kelompok kontrol responden yang memiliki kebersihan pakaian baik
yaitu 7 orang (16.7%), cukup yaitu 24 orang (57.1%) dan responden yang memiliki
person Chi-Square = 0.008 (p value = 0.008 < α = 0.05) artinya terdapat hubungan
kebersihan pakaian dengan kejadian skaies pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur
c. Hubungan Tempat Tidur dan Seprei dengan Kejadian Skabies pada Santri
Tabel 4.10
Hubungan Kebersihan Tempat Tidur dan Seprei dengan Kejadian
Skabies pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem,
Bantul Tahun 2020.
dan seprei responden di tunjukkan dengan tiga kategori baik, cukup dan
kurang. Pada kelompok kasus kebersihan tempat tidur yang baik yaitu 2 orang
tempat tidur yang kurang yaitu 38 orang (90.5%) sedangkan pada kelompok
kontrol responden yang memiliki kebersihan tempat tidur baik yaitu 4 orang
(9.5%), cukup 9 orang (21.4) dan responden dengan kebersihan kurang yaitu
29 orang (69.0%).
artinya terdapat hubungan kebersihan tempat tidur dan seprei dengan kejadian
Tahun 2020.
Tabel 4.11
Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku dengan Kejadian Skabies
pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul
Tahun 2020
kuku responden ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan
kurang. Pada kelompok kasus kebersihan tangan dan kuku yang baik yaitu
memiliki kebersihan tangan dan kuku yang kurang yaitu 20 orang (47.6%).
tangan dan kuku baik yaitu 27 orang (64.3%), cukup yaitu 10 orang
(23.8%) dan responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku yang
Tahun 2020.
Tabel 4.12
Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Tidur seprei dengan Kejadian
Skabies pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem,
Bantul Tahun 2020
batas bawah 0.037, batas atas 0.340 artinya santri putra yang memeliki
0.112 kali lebih tinggi dari santri yang memiliki kepadatan hunian kamar
C. Pembahasan
dengan dua kategori baik dan tidak baik. Pada kelompok kasus pengetahuan yang
baik yaitu 15 orang (35.7%) dan responden yang memeiliki pengetahuan tidak
baik yaitu 27 orang (64.3%) sedangkan pada kelompok kontrol responden yang
Chi-Square = 0.079 (p value = 0.079 < α = 0.05) artinya tidak terdapat hubungan
pengetahuan dengan kejadian skabies pada santri putra di Pondok Pesantren An-
Nur Ngrukem, Bantul tahun 2020. Dari hasil analisis Risk Estimatic didaptakan
OR = 0.417 dengan interval batas bawah 0.173, batas atas 1.003, artinya santri
putra yang memiliki pengetahuan baik mempunyai resiko sebesar 0.471 kali lebih
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ridwan, dkk (2017) yaitu hasil
statistic uji chi-square p value = 0.301 > a=0,05 yang artinya tidak ada hubungan
Pesantren Darul Muklisin Kota Kendari 2017. Hasil penelitian yang sama juga di
lakukan oleh Khoiriah (2018) yaitu hasil uji statistic uji chi-square p value =
0.391 > a= 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
adalah hal yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat-sakit
atau Kesehatan, misalnya: tentang penyakit (penyebab, cara penularan, dan cara
keluarga, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengamatan survey awal yang telah
sudah memiliki tingkat pengetahuan baik tentang skabies di duga karena kejadian
skabies di Pondok Pesantren An-Nur sering terjadi sehingga mereka lebih ingin
mencari tau apa itu skabies, apa penyebabnya, dan bagaimana pencegahannya
namun walaupun dalam sisi pengetahui cukup baik tetapi masih saja tidak di
ditunjukkan dengan tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Pada kelompok
kasus kebersihan pakaian yang baik yaitu 0 orang (0.0%), cukup yaitu 8 orang
(19.0%), dan responden yang memiliki kebersihan pakaian yang kurang yaitu 34
kebersihan pakaian baik yaitu 7 orang (16.7%), cukup yaitu 24 orang (57.1%) dan
(26.2%).
84
hasil person Chi-Square = 0.008 (p value = 0.008 < α = 0.05) artinya terdapat
hubungan kebersihan pakaian dengan kejadian skaies pada santri putra di Pondok
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Imartha, dkk (2017)
yaitu hasil statistic uji chi-square p value = 0.046 < 0,05 yang artinya ada
Jabal An-Nur Al-Islam Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Khairiah (2018) yaitu hasil uji
statistic uji chi-square p value = 0.043 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara
umum yaitu pada penderita skabies dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan
mandi secara teratur setiap hari. Pakaian yang telah digunakan dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas selain itu hindari untuk
(2018). Di lihat dari hasil wawancara dan observasi oleh peneliti bahwasannya
dalam kamar sehingga lembab dan mudah di masuki oleh jenis tungau,
seringnya bergantian pakaian antara santri putra dengan santri putra yang lain
3. Hubungan Tempat Tidur dan Seprei dengan Kejadian Skabies pada Santri Putra di
tidur dapat di tunjukkan dengan tiga kategori baik, cukup dan kurang. Pada
kelompok kasus kebersihan tempat tidur yang baik yaitu 2 orang (4.8%), cukup 2
orang (4.8%) dan responden yang memeiliki kebersihan tempat tidur yang kurang
memiliki kebersihan tempat tidur baik yaitu 4 orang (9.5%), cukup 9 orang (21.4)
hasil person Chi-Square = 0.042 (p value = 0.042 < α = 0.05) artinya terdapat
hubungan kebersihan tempat tidur dan seprei dengan kejadian skabies pada santri
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2020) yaitu
hasil statistik uji chi-square p value = 0.031 < α 0,05 yang artinya ada hubungan
antara kebersihan tempat tidur dengan kejadian skabies pada santri perempuan di
Pondok Pesantren Abdu Rohman Kabupaten Lahat. Hasil yang sejalan lainnya
adalah penelitian Khairiah (2018) yaitu hasil uji statistic uji chi-square p value
= 0.021 < α 0,05 yang artinya ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan
kasur, bantal, atau yang lainnya. Hal ini yang menjadi faktor pemicu adanya
hubungan kejadian skabies dengan kebersihan tempat tidur dan seprei karena
alas tidur dengan seadanya dan di gunakan secara bersama-sama dengan teman
satu kamar sehingga tidak ada sekat yang membatasi antar tempat tidur santri
putra dengan tempat tidur santri putra lainnya, setiap kamar di Pondok Pesantren
Perilaku santri yang tidak memiliki tempat tidur dan seprai pribadi
Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan tidur atau
Yudhaningthyas (2018)
4. Hubungan kebrsihan Tangan dan Kuku dengan Kejadian Skabies pada Santri
tangan untuk makan, bekerja, dan lainnya. Berdasarkan hasil uji statistik dapat
diketahui bahwa kebersihan tangan dan kuku responden ditunjukkan dengan tiga
kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Pada kelompok kasus kebersihan tangan
dan kuku yang baik yaitu 11 orang (26.2%), cukup yaitu 11 orang (26.2%), dan
responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku yang kurang yaitu 20 orang
tangan dan kuku baik yaitu 27 orang (64.3%), cukup yaitu 10 orang (23.8%) dan
87
responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku yang kurang yaitu 5 orang
(11.9%).
hasil person Chi-Square = 0.000 (p value = 0.000 < α = 0.05) artinya terdapat
hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skaies pada santri putra
di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Khairiah (2018) yaitu hasil uji statistic uji chi-square p value
= 0.010 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku
Pleret, Bantul tahun 2018 dan hasil penelitian lainnya yang di lakukan oleh
tangan dan kuku dengan kejadian skabies di peroleh p value 0.006 < α 0.05
tangan dan kuku, dan kebersihan genitalia. (Imatha, dkk 2017) Indonesia adalah
menyiapkan pakaian makanan, bekerja, dan lainnya. Bagi penderita skabies akan
sangat mudah penyebaran penyakit ke tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh
perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah
kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga
Di lihat dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan salah
satu pengurus Pondok bahwasannya masih banyak santri putra yang tidak
masih banyaknya santri putra yang tidak melakukan cuci tangan terutama setelah
perhatikan sehingga dapat memicu adanya kejadian skabies pada santri putra,
maka dari itu hasil yang di peroleh setelah di lakukan perhitungan melalui SPSS
adalah adanya hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies
pad santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020.
5. Hubungan Kepadatan Hunian Kamar Tidur dn Sepri pada Santri Putra di Pondok
bahwa kepadatan hunian tempat tidur responden di tunjukkan dengan dua kategori
memenuhi yaitu 5 orang (11.9%) dan responden yang memeiliki kepadatan hunian
kamar tidur yang tidak memenuhi yaitu 37 orang (88.1%) sedangkan pada
kelompok kontrol responden yang memiliki kepadatan hunian kamar tidur yang
memenuhi yaitu 23 orang (54.8%) dan responden dengan kepadatan hunian kamar
hasil person Chi-Square = 0.000 (p value = 0.000 < α = 0.05) artinya terdapat
hubungan kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian skabies pada santri putra
di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020. Dari hasil analisis
89
Risk Estimatic didaptakan OR = 0.112 dengan interval batas bawah 0.037, batas
atas 0.340 artinya santri putra yang memiliki kepadatan hunian kamar tidur yang
memenuhi syarat mempunyai resiko sebesar 0.112 kali lebih tinggi dari santri
yang memiliki kepadatan hunian kamar tidur yang tidak memenuhi syarat.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Khairiah (2018) yaitu hasil uji
statistic uji chi-square p value = 0.019 < α 0,05 yang artinya ada hubungan
antara kepadatan hunian kamar tidur dan seprei dengan kejadian skabies di
Pondok Pesantren Binaul Ummah Desa Bawuran, Pleret, Bantul tahun 2018.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Pratiwi (2020) yaitu hasil uji statistic uji chi-
square p value = 0.044 < α 0,05 yang artinya ada hubungan antara kepadatan
hunian kamar tidur dan seprei dengan kejadian skabies pada santri perempuan di
hunian ruang tidur yaitu luas ruang tidur minimal 8m dan tidak dianjurkan lebih
dari dua orang dalam satu ruangan tidur. Bersarkan pengamatan hasil observasi
tempati santri putra kelas 8 dan 9 SMP pondok pesantren An-Nur Ngrukem,
Bantul dapat dikatakan tidak memenuhi syarat kesehatan hal ini karena
kebanyakan dari santri putra yang tidak memiliki tempat tidur sendiri sehingga
tidur berdempetan dan masing-masing hunian terdiri dari 10-30 orang dalam
satu ruangan keadaan kamar yang banyak dengan pakaian bergantungan dimana-
mana yang menyebabkan kondisi ruangan lembab dan pengap, karena lembab
90
inilah dapat menyebabkan tungau tumbuh subur dan berkembang biak. Hal ini
BAB V
A. Kesimpulan
dan 42 orang untuk kontrol di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul tahun
putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020. Dari hasil
0.173, batas atas 1.003, artinya santri putra yang memiliki pengetahuan baik
mempunyai resiko sebesar 0.471 kali lebih tinggi dari santri putra yang
3. Terdapat hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies pada
Tahun 2020
pada santri putra di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem, Bantul Tahun 2020.
batas bawah 0.037, batas atas 0.340 artinya santri putra yang memiliki
sebesar 0.112 kali lebih tinggi dari santri yang tidak memenuhi syarat.
92
B. Saran
santri khususnya santri putra akan sadar akan kebersihan personal hygiene,
3. Bagi Peneliti
Harapan dengan adanya penulisan tugas akhir ini akan menjadi salah satu
tambahan ilmu yang dapat di manfaatkan di masa yang akan datang serta
Pondok Pesantren.