Professional Documents
Culture Documents
Asesmen ABK Resume 2
Asesmen ABK Resume 2
Pengertian Identifikasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:256) “Identifikasi adalah penentu
atau penetapan identitas orang, benda, dan sebagainya”. Pengertian identifikasi secara
umum adalah pemberian tanda-tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu, dengan
tujuan membedakan komponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga suatu
komponen itu dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana.
Identifikasi dapat diartikan sebagai menemukenali. Identifikasi dimaknai sebagai
proses penjaringan sedangkan assesment dimaknai penyaringan. Identifikasi dilaksanakan
oleh orangtua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya sebagai upaya untuk
melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan
(fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan
pendidikan yang sesuai.
Pengertian identifikasi juga merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan
proses mencari, menemukan, meneliti, mencatat data dan informasi mengenai seseorang
atau sesuatu. Secara umum, identifikasi adalah suatu tindakan yang berkaitan dengan
penetapan atau penentuan identitas benda, seseorang, atau yang lainnya. identifikasi
adalah salah satu bentuk interaksi sosial, di mana seseorang mempunyai kecenderungan
utnuk menjadi mirip dengan tokoh idola atau orang yang dikagumi.
Identifikasi juga dimaknai sebagai proses psikologi yang terjadi dalam diri
seseorang, yang mana secara tidak sadar orang tersebut membayangkan dirinya seperti
orang lain dengan meniru tingkah laku atau ciri khas orang atau benda tersebut.
2. Tujuan Identifikasi
Tujuan identifikasi adalah untuk memperoleh informasi/data tentang anak dan
lingkungannya yang berguna untuk mengetahui sebab-sebab, menentukan diagnosa
kelemahan dan kemampuan baik fisik maupun psikis, serta untuk merancang program
perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing individu.
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data
apakah seorang anak termasuk anak berkebutuhan khusus atau tidak. Selain itu untuk
menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dalam
pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-
anak normal). Menurut Swassing (1985) dalam Moch. Sholeh YAI (1996), tujuan
prosedur identifikasi adalah merumuskan definisi; menentukan spesifikasi; menentukan
prosedur, dan menempatkan anak. Sedangkan menurut Rice (1985), tujuan identifikasi
adalah untuk menjabarkan karakteristik; merancang nominasi; menentukan alat tes dan
penjaringan data; mereview kasus dan menentukan program; dan melakukan reevaluasi.
Identifikasi juga bertujuan untuk lima keperluan: penjaringan (screening),
pengalihtanganan (referal), pengklasifikasian, perencanaan pembelajaran, dan
pemantauan kemajuan belajar.
Proses penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas. Pada tahap ini,
identifikasi berfungsi untuk menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala
tertentu, lalu kemudian diambil kesimpulan mengenai anak mana yang mengalami
hambatan dan kebutuhan tertentu.
Pengalihtanganan (referal)
Setelah melalui proses penjaringan, maka diperoleh informasi mengenai
anak-anak mana yang tidak perlu dirujuk ke tenaga ahli lain sehingga dapat
ditangani sendiri oleh guru dengan memberikan layanan pembelajaran yang
sesuai, dan anak-anak mana yang perlu dirujuk atau dikonsultasikan terlebih
dahulu kepada tenaga ahli yang profesional (psikolog, dokter, ortopedagog,
terapis), baru kemudian dapat ditangani guru. Proses perujukan inilah yang
disebut pengalihtanganan atau referal.
Klasifikasi
Proses berikutnya yaitu klasifikasi. Pada tahap ini dilihat apakah anak-
anak yang dirujuk ke tenaga profesional tadi memerlukan penanganan lebih lanjut
atau apakah mereka dapat langsung diserahkan kembali kepada guru untuk
mendapatkan layanan pendidikan khusus.
Jika menurut hasil konsultasi dengan tenaga ahli didapati bahwa anak
perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut, misalnya berupa pengobatan, terapi,
latihan-latihan tertentu, maka guru mengkomunikasikan hal tersebut kepada
orangtua peserta didik yang bersangkutan.
Sebaliknya, apabila tidak ditemukan indikasi yang cukup kuat bahwa anak
tersebut memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke
kalas semula untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus di sekolah reguler.
Peran guru di sini hanya memfasilitasi dan meneruskan informasi kepada
orang tua mengenai kondisi anak. Guru tidak memberikan pengobatan atau
melakukan terapi kepada anak. Tugas guru adalah memberikan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak.
Perencanaan pembelajaran
Pada tahap perencanaan pembelajaran, identifikasi memiliki tujuan untuk
membantu penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan.
Dasarnya adalah dari hasil klasifikasi. Setiap jenis dan tingkat (gradasi) hambatan
yang dialami anak harus diakomodasi oleh program pembelajaran yang berbeda
sesuai kebutuhan dan kemampuan anak.
Pemantauan kemajuan belajar
Pemantauan kemajuan belajar diperlukan untuk menentukan apakah
program pembelajaran yang diberikan kepada anak dapat dikatakan berhasil atau
tidak. Jika anak tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam kurun waktu
tertentu, maka perlu ditinjau kembali apakah diagnosis awal sudah tepat dan
apakah program pembelajaran individual serta metode pembelajaran yang
diterapkan sudah sesuai.
Demikian juga apabila pembelajaran yang dilakukan menunjukkan
kemajuan yang signifikan maka pemberian layanan atau program pembelajaran
tersebut dapat dilanjutkan dan dikembangkan.
3. Prosedur Identifikasi
1) Sasaran Identifikasi
Sebelum mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus secara langsung, biasanya
akan dilakukan identifikasi secara umum terhadap seluruh anak usia pra-sekolah dan usia
sekolah dasar di suatu kelas / sekolah kemudian dikerucutkan. Sedangkan secara khusus
(operasional), sasaran identifikasinya adalah anak dengan kebutuhan khusus adalah:
a) Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/ setingkat;
b) Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/setingkat;
c) Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong
anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat
tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat belum/tidak mau menerimanya;
d) Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah.Setingkat Ibtidaiyah karena faktor
akademik.
2) Petugas Identifikasi
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus
atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas;
2. Orang tua anak; dan/atau
3. Tenaga professional terkait (Orthopedagog / Ahli PLB, Konselor / Bimbingan konseling,
Psikolog, bahkan Dokter)
3) Pelaksanaan Identifikasi
Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out sekolah, maka sekolah
yang bersangkutan perlu melakukan pendataan ke masyarakat sekitar kerjasama dengan Kepala
Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka
proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun
perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
4) Alat Identifikasi
Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua
dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara lain
sebagai berikut :
1. Form 1 : Informasi riwayat perkembangan anak
2. Form 2 : informasi/ data orangtua anak/wali siswa
3. Form3 : informasi profil kelainan anak (Bila memungkinkan form ini dibuat oleh Ahli PLB /
Orthopedagog)
Dari ketiga informasi tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut.
Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan anak mulai dapat
merangkak, berdiri, berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara dengan
kalimat lengkap, kesulitan gerakan yang dialami, status gizi balita, dan riwayat kesehatan.
Mengenai data keadaan sosial ekonomi diperlukan agar sekolah dapat memperhitungkan
kemampuan orang tua dalam pendidikan anaknya. Data sosial ekonomi dapat mencakup
informasi mengenai jabatan formal maupun non formal ayah dan ibu, serta besarnya penghasilan
rata-rata per bulan.
Sedangkan mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan antara lain persepsi
orang tua terhadap anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan,
harapan orang tua dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang bersangkutan.
Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru.
Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung,
dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung
pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi
tersebut.
Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah seluruh
mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran.
Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian
siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam
kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.
Menyusun program pembelajaran individual.
2. Pelaksanaan pembelajaran
Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa
berkelainan dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada
tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan
dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.
1. Nama :
2. Tempat dan tanggal lahir/umur :
3. Jenis kelamin :
4. Agama :
5. Status anak :
6. Anak ke dari jumlah saudara : ke.....dari....
7. Jenis hambatan :
8. Nama sekolah :
9. Kelas :
10. Alamat :
11. Nama orang tua :
12. Pekerjaan orang tua :
Petunjuk
Gunakan instrumen berikut untuk mengidentifikasi anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Beri tanda cheklist (√) pada kolom pernyataan sesuai dengan gejala yang tampak/diperoleh.
Catatan:
1. Usahakan untuk mengamati gejala-gejala yang nampak pada anak dengan seksama, memerlukan
waktu dan jangan tergesa-gesa.
2. Untuk melengkapi pengamatan, anak dapat diberikan tugas sesuai dengan pernyataan yang
diinginkan.
3. Terdapat kemungkinan bahwa anak mengalami lebih dari satu jenis hambatan atau kebutuhan
khusus.
Analisis Pada Form 1 (F.1)
F. 1 dimaksudkan untuk menemukan gejala dominan untuk dapat mengindikasikan hambatan tertentu.
Untuk menentukan indikator F.1, maka digunakan poin-poin berikut:
3. Penggunaan
1. Pada identifikasi hambatan tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa sudah menuliskan kondisi, fungsi
dan penggunaan yang berkaitan dengan gangguan yang terjadi
2. Setiap poin indikator pada hambatan tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, anak kesulitan
belajar dan cerdas istimewa bakat istimewa telah mewakili setiap poin indikator klasifikasi gangguan
di F.2
Contoh:
Pada F.1 hambatan tunanetra, terdapat indikator “Tidak bisa melihat sama sekali”. Indikator ini
mewakili indikator klasifikasi tunanetra di F.2 yaitu klasifikasi buta
3. Pada identifikasi autis, bahasa yang digunakan masih perlu disederhanakan agar mudah dipahami
oleh asesor/pemeriksa
4. Pada identifikasi anak kesulitan belajar, indikator yang digunakan cukup banyak dan perlu
disederhanakan sesuai kondisi yang lebih khas pada anak kesulitan belajar.
5. Jumlah indikator tidak lebih dari 75 poin. Hal ini mempermudah asesor dalam menemukan gejala
awal gangguan pada anak saat identifikasi dilakukan
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (F.1)
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak tampak
Total
HAMBATAN INTELEKTUAL/ TUNAGRAHITA
1 Kemampuan akademik di bawah rata-rata
2 Kesulitan dalam melakukan hubungan sosial
3 Kemampuan berpikir lemah
4 Lemah dalam memahami konsep dasar (membaca,
menulis, berhitung)
5 Lemah dalam merespon perintah
Total
HAMBATAN FISIK DAN MOTORIK/ TUNADAKSA
1 Tidak memiliki /tidak lengkapnya organ gerak
2 Terjadi kekakuan/kelayuan pada anggota tubuh
Total
HAMBATAN AUTIS
1 Kesulitan melakukan komunikasi dengan orang lain
Total
HAMBATAN KESULITAN BELAJAR
1 Kemampuan membaca sangat kurang disbanding teman
seusianya
2 Kemampuan menulis sangat kurang dibanding teman
seusianya
3 Kemampuan berhitung sangat kurang dibanding teman
seusianya
Total
CERDAS ISTIMEWA BAKAT ISTIMEWA
1 Memiliki intelegensi yang tinggi
2 Memiliki kreatifitas yang tinggi
3 Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas
4 Memiliki sikap yang unggul
Total
Catatan:
1. Pada masing-masing sub kelompok jenis hambatan pada F1 yang jawaban “Ya” lebih dari 75%,
maka patut dicurigai ada indikasi hambatan pada jenis sub kelompok tersebut.
2. Pada semua sub kelompok yang dicurigai ada hambatan seperti pada butir (1) diidentifikasi
lebih lanjut menggunakan Fom 2 (F2) yang sesuai.
Jambi…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (F.2)
HAMBATAN PENGLIHATAN/ TUNANETRA
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak tampak
Jambi…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
Menurut Purwaka Hadi (2005: 46), low vision dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:
1. Light perception, yaitu seseorang yang hanya dapat membedakan terang dan gelap
2. Light projection, yaitu seseorang yang dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan
arah sumber cahaya
3. Tunnel vision, yaitu seseorang yang penglihatan yang terpusat sehingga obyek yang terlihat hanya
bagian tengah
4. Periferal vision, yaitu seseorang yang penglihatannya menepi sehingga obyek yang terlihat hanya
bagian tepi
5. Penglihatan bercak, yaitu seseorang yang pengamatan terhadap obyek terdapat bagian-bagian
tertentu yang tidak dapat terlihat
Dari definisi tersebut, maka diketahui penyandang lowvision merupakan seseorang yang dapat
membedakan gelap dan terang serta memiliki sudut penglihatan tertentu, namun kondisi
penglihatannya tetap tidak berfungsi secara normal meskipun telah dikoreksi secara optimal dengan alat
optik.
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
HAMBATAN INTELEKTUAL/ TUNAGRAHITA
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak tampak
Jambi…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
Berdasarkan pada taraf inteligensinya, anak tunagrahita umumnya diklasifikasikan menjadi tunagrahita
ringan, sedang, dan berat. Pengklasifikasian ini bersifat artificial karena ketiganya tidak ada garis
demarkasi yang tajam. Gradasi suatu level ke level berikutnya bersifat kontimum, dan pengukurannya
kebanyakan dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (T Sutjihati Somantri,2006:106).
1. Anak tunagrahita ringan disebut moron atau debil, yang memiliki IQ antara 68-52 (menurut Skala
Binet) atau IQ antara 69-55 (menurut Skal Weschler), dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain :
a. Masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.
b. Dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skill seperti laundry,pertanian, peternakan, pekerjaan
rumah, dan bekerja di pabrik jika dilatih dan dibimbing dengan baik.
c. Tidak mampu malakukan penyesuaian sosial secara independen.
d. Secara fisik anak tunagrahita ringan tampak seperti anak normal, sehingga sulit dibedakan
secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
e. Anak tunagrahita ringan masih dapat bersekolah bersama anak yang berkesulitan belajar,
dengan dilayani pada kelas khusus dan guru dari pendidkan luar biasa.
2. Anak tunagrahita sedang disebut imbesil , yang memiliki IQ antara 51-36 (menurut Skala Binet) atau
IQ antara 54-40 (menurut Skala Weschker) dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain :
a. Sulit bahkan tidak dapat belajar membaca, menulis dan berhitung, tetapi masih dapat menulis
secara sosial seperti menulis namanya, alamat rumahnya dan lain-lain.
b. Masih dan dapat dididik mengurus dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan, minum,
dan mengerjakan perjaan rumah seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, serta
melindungi diri sendiri dari bahaya seperti berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan,
menghindari kebakaran dan sebagainya.
c. Masih dapat bekerja di tempat terlindung (sheltered workshop)
d. Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan terus menerus.
3. Tunagrahita berat disebut Idiot yang memilki IQ antara 32-20 (menurut Skala Binet) atau IQ antara
39-25 (menurut Skala Weschler), dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain:
a. Tidak dapat belajar membaca, menulis dan berhitung
b. Tidak dapat dididik mengurus dirinya sendiri, sehingga ia memerlukan bantuan total seperti
mandi, berpakaian, makan, minum dan lain-lain dan memerlukan perlindung dari bahaya
seumur hidup. Apalagi anak tunagrahita sangat berat yang memilki IQ di bawah 19 (menurut
Skala Binet) atau IQ di bawah 24 (menurut Skala Weschler), ia sangat memerlukan bantuan total
seumur hidupnya.
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
HAMBATAN AUTIS
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak tampak
4 Membuat suara
Jambi…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
No Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah anak suka diayun, ditimang?
2. Apakah anak merasa tertarik dengan anak lain?
3. Apakah anak suka memanjat, misalnya tangga?
4. Apakah anak menyukai permainan ciluk ba?
Apakah anak pernah bermain “Sandiwara”, misalnya : Pura-
5. pura bicara di telepon? Menjadi tokoh tertentu? Bicara pada
boneka?
6. Apakah anak pernah menggunakan telunjuk untuk meminta
sesuatu?
7. Apakah anak pernah menggunakan telunjuk menunjukan
rasa tertariknya pada sesuatu?
Dapatkah anak bermain dengan mainan kecil (mobil-
8. mobilan/balok) dengan sewajarnya tanpa hanya
memasukannya ke dalam mulut, kutak-katik atau
menjatuhkannya saja?
9. Apakah anak pernah membawa objek/benda dan
diperlihatkan pada anda?
10. Apakah anak melihat pada mata anda lebih dari 1 atau 2 detik?
11. Apakah anak sangat sensitif terhadap bunyi?
12. Apakah anak tersenyum pada wajah anda atau senyuman anda?
13. Apakah anak meniru anda? (misalnya bila anda membuat raut
wajah tertentu, anak akan menirunya)
14. Apakah anak memberi reaksi bila namanya dipanggil?
Bila anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain
15. ruangan, apakah anak tersebut akan melihat pada mainan
tersebut?
16. Apakah anak sudah dapat berjalan?
17. Apakah anak juga melihat pada benda yang anda lihat?
SKORING M-CHAT
1. Anak gagal M-CHAT bila 2 atau lebih ITEM KRITIS gagal atau bila gagal pada 3 item apa saja.
2. Jawaban Ya/Tidak menggambarkan respon Lulus/Gagal. Di bawah ini adalah daftar respon gagal dari
tiap item pada M-CHAT. Huruf besar yang dicetak tebal adalah ITEM KRITIS.
3. Tidak semua anak yang gagal terhadap checklist memenuhi kriteria diagnosis autisme. Walaupun
demikian, anak yang gagal terhadap checklist, harus dievaluasi lebih dalam oleh dokter atau dirujuk
ke spesialis untuk evaluasi perkembangan lebih lanjut.
2. Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitive, ketertarikan, atau aktifitas yang termanifestasi
minimal dua dari perilaku berikut:
a. Pergerakan motor repetitif atau stereotype, penggunaan objek-objek atau bahasa, misalnya:
perilaku stereotype yang sederhana, membariskan mainan-mainan atau membalikkan objek.
b. Perhatian yang berlebihan pada kesamaan, rutinitas yang kaku atau pola perilaku verbal atau
non-verbal yang diritualkan, contohnya stress ekstrim pada suatu perubahan yang kecil,
kesulitan pada saat adanya proses perubahan, pola pikir yang kaku.
c. Kelekatan dan pembatasan diri yang tinggi pada suatu ketertarikan yang abnormal. Contoh:
kelekatan yang kuat atau preokupasi pada objek-objek yang tidak biasa, pembatasan yang
berlebihan atau perseverative interest.
d. Hiperaktivitas/hipoaktivitas pada input sensori atau ketertarikan yang tidak biasa pada aspek
sensori pada lingkungan. Contoh: sikap tidak peduli pada rasa sakit atau temperature udara,
respon yang berlawanan pada suara atau teksture tertentu, penciuman yang berlebihan atau
sentuhan dari objek, kekaguman visual pada cahaya atau gerakan.
3. Gejala-gejala harus muncul pada periode perkembangan awal (tapi mungkin tidak termanifestasi
secara penuh sampai tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas, atau mungkin tertutupi
dengan strategi belajar dalam kehidupannya).
4. Gejala-gejala menyebabkan perusakan yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan atau setting
penting lain dalam kehidupan.
5. Gangguan-gangguan ini lebih baik tidak dijelaskan dengan istilah ketidakmampuan intelektual
(intellectual disability) atau gangguan perkembangan intelektual atau keterlambatan perkembangan
secara global.
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
ANAK DENGAN LAMBAN BELAJAR
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak tampak
Total
Catatan:
Apabila jawaban “Ya” lebih dari 75%, maka anak diindikasikan mengalami hambatan lamban belajar
Jambi…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
Triani dan Amir (2013:10-12) membagi karakteristik anak slow learner sebagai berikut 1. intelegensi; 2.
bahasa; 3. emosi; 4. sosial; 5. moral. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:
1. Intelegensi
Dari segi intelegensi anak-anak slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90
berdasarkan skala WISC. Anak dengan IQ 70-90 ini biasanya mengalami masalah hampir di semua
pelajaran terutama pada mata pelajaran-mata pelajaran yang berkenaan dengan hafalan dan
pemahaman. Sulit memahami hal-hal yang abstrak. Nilai hasil belajarnya rendah dibandingkan
dengan teman-teman di kelasnya.
2. Bahasa
Anak-anak slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.Anak-anak ini mengalami
kesulitan baik dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide atau gagasan maupun dalam
memahami percakapan orang lain atau bahasa reseptif. Untuk meminimalisir kesulitan dalam
berbahasa sebaiknya melakukan komunikasi dengan bahasa yang simpel atau sederhana dan singkat
namun jelas.
3. Emosi
Dalam hal emosi, anak-anak slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah
dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan
kesalahan, biasanya anak-anak slow learner cepat patah semangat.
4. Sosial
Anak-anak slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memilih sebagai
pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Walau pada beberapa anak ada
yang menunjukkan sifat humor. Saat bermain, anak-anak slow learner lebih senang bermain dengan
anak-anak di bawah usianya. Mereka merasa lebih aman, karena saat berkomunikasi dapat
menggunakan bahasa yang sederhana.
5. Moral
Moral seseorang akan berkembang seiring dengan kematangan kognitifnya. Anak-anak slow learner
tahu aturan yang bertaku tetapi mereka tidak paham untuk apa tata tertib tersebut dibuat.
Terkadang mereka nampak tidak patuh atau melanggar aturan. Hal tersebut disebabkan oleh
kemampuan memori mereka yang terbatas sehingga sering lupa. Oleh karena itu sebaiknya anak-
anak slow learner sering diingatkan.
Daftar Pustaka
https://eprints.uny.ac.id/9021/2/bab%202%20-10604227185.pdf
http://repository.upy.ac.id/411/1/artikel%20maria.pdf
https://kumparan.com/berita-update/pengertian-identifikasi-beserta-contoh-dan-
prosesnya-1wqwdBE3gcz/full
https://www.pengetahuanku13.net/2021/06/pengertian-dan-tujuan-identifikasi.html
http://eprints.ulm.ac.id/3436/1/10731-23096-1-PB.pdf
https://docs.google.com/document/d/1J0NhE7bjfER0hs681CkEyQ0KXnFzZbKu/edit
https://kabarpendidikanluarbiasa.wordpress.com/2012/11/06/pelaksanaan-identifikasi-
anak-berkebutuhan-khusus/