Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


DENGAN MATERI ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN
STROKE NON HEMORRAGIC (SNH)
Dosen Pengampu : LINDA WIDYARANI S. Kep., N.s., M. Kep

Disusun Oleh:

1. AFIFAH KHAIRUNISA 3120203653


2. CHANTIKA AMELIA PUTRI 3120203658
3. DITA PRADILLA 3120203664
4. FARKHAINI HAFIDA 3120203666
5. KURNIA RACHMAWATI 3120203670
6. MUSTOFA SAEUL ANWAR 3120203673
7. SILVIA MUJI RAHAYU 3120203682
8. SITI NUR KASANAH 3120203684
9. STEVANI BUNGA PRADISHA 3120203686
10. TARA KAROMATUL LATIFAH 3120203688
11. YUYUN AYUNDARI 3120203690
12. ANIS NUS SA’ADAH 3120203697

KELAS : II C

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN STROKE NON HEMORAGIK


Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja. Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau dipagi hari yang tidak terjadi pendarahan. Namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
B. TANDA DAN GEJALA
Menurut Indrawati, Sari, & Dewi (2016), gejala dan tanda stroke sering
muncul secara tiba-tiba dan cepat. Oleh karena itu penting mengenali tanda-
tanda atau gejala stroke. Beberapa gejala stroke antara lain sebagai berikut:
1. Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba.
2. Pusing, yakni merasa benda-beda disekitarnya berputar atau
merasa goyang bila bergerak atau biasanya disertai mual dan
muntah.
3. Pengelihatan kabur atau ketajaman pengelihatan menurun, bisa
pada salah satu mata ataupun kedua mata.
4. Kesulitan bicara secara tiba-tiba, mulut terlihat tertarik ke satu sisi
atau perot.
5. Kehilangan keseimbangan, limbung, atau jatuh.
6. Rasa kebas, yakni mati rasa, atau kesemutan pada satu sisi tubuh.
7. Kelemahan otot-otot pada satu sisi tubuh
C. PENGKAJIAN
Menurut Wiyaja & Putri 2013 anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua 40-70 tahun
(Smeltzer & Bare 2013). Jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Kekeliruhan, perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
metris, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang, Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) BS (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O, kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia resepril, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Wijaya & Putri (2013) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I – XII
1) Saraf 1: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis pada tubuh.
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan ekstemus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan
dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuhh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot, Didapatkan meningkat.
BAB II

ANALISIS KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Data Subjektif Data Objektif


-  TD: 120/90 mmHG
 N: 86x/menit
 RR 20x/menit
 T 37,2° C
 Pasien mengalami paralisis di
ekstremitas kanan bawah
 Pasien berbaring (bedrest)
 Activities Daily Living (ADL’s)
mandi dan toileting dibantu keluarga
 Tekanan Intrakranial 17 mmHG
 Compos Mentis, skor GCS E4V5M6
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Data Masalah Etiologi


1. DS:- Hambatan Penurunan
DO: mobilitas fisik kekuatan otot
-Pasien mengalami paralisis di
ekstermitas kanan bawah
-Pasien berbaring (bedrest)

2. DS:- Defisit perawatan Kelemahan


DO: ADL’s mandi dibantu oleh diri: mandi
keluarga

3. DS:- Deficit perawatan Kelemahan


DO: ADL’s toileting dibantu diri: eliminasi
keluarga

1. Hambatan mobilisasi b.d penurunan kekuatan otot


2. Defisit perawatan diri: mandi b.d kelemahan
3. Defisit perawatan diri: eliminasi b.d kelemahan
C. RENCANA KEPERAWATAN

N Diagnosa Intervensi
O Keperawat NOC NIC Rasional
an
1. Gangguan Setelah dilakukan Exercise therapy:
Mobilitas tindakan keperawatan ambulation
Fisik selama 3x 24 jam a. Monitoring vital sign a. Mengetahui

berhubunga masalah gangguan sebelum/sesudah kondisi kesehatan

n dengan mobilitas fisik latihan dan lihat pasien

Penurunan berhubungan dengan respon pasien saat b. Mengetahui

Kekuatan penurunan kekuatan latihan kemampuan

Otot otot dapat eratasi b. Kaji kemampuan pasien dalam

dengan kriteria hasil: pasien dalam melakukan


Ds: a. Meningkat dalam mobilisasi kativitasnya
Do: aktivitas fisik c. Ajarkan pasien c. Meningkatkan

b. Pasien mengerti tentang teknik proses

tujuan dari mobilisasi penyembuhan

peningkatan d. Latih pasien dalam dan kemampuan

c. Pasien mampu pemenuhan koping emosional

memperagakan kebutuhan ADLs pada pasien

penggunaan alat secara mandiri d. Memepercepat

bantu sesuai kemampuan proses

e. Damping dan bantu penyembuhan

pasien saat dan segera

mobilisasi dan bantu memandirikan

penuhi kebutuhan pasien

ADLs pasien e. Mengurangi

f. Ajarkan klien latihan kekakuan pada

ROM sendi

g. Ajarkan pasien f. Memberikan


pengetahuan
bagaimana merubah kepada pasien
posisi dan berikan mengenai
bantuan jika perubahan posisi
diperlukan
2. Defisit Setelah dilakukan Self-Care Assistance:
Perawatan tindakan selama 3x bathing/Hygiene
Diri: mandi 24 jam defisit a. Menyediakan a. Klien bisa

berhubunga perawatan diri: lingkungan yang merasakan

n dengan mandi berhubungan terapeutik dengan nyaman dan bisa

Kelemahan dengan kelemahan memastikan hangat, melakukannya

Ds : dapat teratasi santai, pengalaman dengan baik

Do : dengan kriteria pribadi, dan personal b. Agar pasien

hasil: b. Memfasilitasi pasien dapat merawat

a. Perawatan diri: menyikat gigi dirinya dengan

aktivitas kehidupan c. Memfasiltasi pasien baik

sehari-hari (ADL) mandi c. Meningkatkan

mampu untuk d. Memantau kemampuan

mmelakukan pembersihan kuku pasien dalam

aktivitas perawatan pasien hygiene

disik dan peribadi e. Memantau integritas d. Agar pasien

secara mandiri atau kulit pasien tampak rapi dan

dengan alat bantu f. Memberikan bantuan nyaman dengan

b. Perawatan diri sampai pasien dirinya

mandi: mampu sepenuhnya mampu e. Meningkatkan

untuk melakukan kemampuan

membersihkan tuuh perawatan diri perawatan diri

secara mandiri pada pasien

dengan atau tanpa


alat bantu
c. Perawatan diri
hygiene: mampu
untuk
mempertahankan
kebersihan dan
penampilan yang
rapi secara mandiri
dengan atau tanpa
alat bantu
d. Perawatan diri
Higiene oral:
mampu untuk
merawat mulut dan
gigi secara mandiri
dengan atau tanpa
alat bantu
e. Mampu
mempertahankan
mobilitas yang
diperlukan untuk ke
kamar mandi dan
menyediakan
perlengkapan
mandi
f. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh
dan hygiene oral.
3. Defisit Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
perawatan tindakan keperawatan integritas kulit Kesehatan dan
diri: selama 3x 24 2. Pertimbangkan integritas kulit
eliminasi jamdefisit perawatan usia pasien saat klien
berhubunga diri: eliminasi mempromosika 2. Mengetahui
n dengan berhubungan dengan n aktivitas kemampuan
kelemahan kelemahan dapat perawatan diri klien dalam
teratasi dengan kriteria 3. Lepaskan baju memahami
Do : hasil: yang diperlukan aktivitas yang
Ds : 1. Masuk dan sehingga bisa akan
keluar dari melakukan dilakukan
kamar mandi eliminasi 3. Memudahkan
secara mandiri 4. Bantu pasien ke pasien dalam
atau dengan toilet atau melakukan
alat bantu tempat lain eliminasi
2. Dapat untuk eliminasi 4. Agar pasien
merespon saat pada waktu mampu
kandung kemih tertentu berlatih
penuh dengan 5. Beri pasien eliminasi di
tepat waktu privasi selama tempat yang
3. Menanggapi eliminasi sudah
dorongan untuk 6. Ganti pakaian ditentukan
buang air besar pasien setelah 5. Agar pasien
secara tepat eliminasi jika merasa
waktu perlu nyaman dan
4. Memposisikan 7. Sediakan alat tidak malu
diri di toilet bantu 6. Agar pasien
secara mandiri (misalnya, merasa
atau dengan kateter nyaman
alat bantu exsternal atau 7. Memudahkan
eliminasi urinal) dengan pasien dalam
5. Sampai ke tepat melakukan
toilet antara 8. Buatlah eliminasi
dorongan atau kegiatan 8. Agar klien
hampir eliminasi, memahami
keluarnya urin dengan tepat dan terbiasa
6. Sampai ke dan sesuai melakukan
toilet antara kebutuhan. kegiatan
dorongan atau eliminasi
hampir sesuai dengan
keluarnya feses kebutuhan
7. Mengelap
sendiri setelah
buang urin
8. Mengelap
sendiri setelah
buang air besar
BAB III

KESIMPULAN

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Stroke Non


Hemoragik dengan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan data bahwa Seorang pasien,
bernama Ny. M (59 tahun) dirawat di bangsal penyakitt dalam sejak
tanggal 20 Januari 2021. Saat dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital
diperoleh hasil : TD 120/90 mmHg, N 86x/menit, RR 20x/menit dan T
37,2ºC. Pasien mengalami paralisis di ekstremitas kanan bawah sehingga
selama 1 minggu ini pasien hanya berbaring [bedrest] diatas tempat tidur
dan Activities Daily Living (ADL’s) seperti mandi dan toileting dibantu
oleh keluarga. Hasil pemeriksaan Tekanan Intrakranial (TIK) adalah 17
mmHg. Kesadaran pasien Compos Mentis dengan skor GCS E4V5M6.
Hasil CT Scan kepala menunjukkan adanya infark cerebri di ganglia
basalis bilateral curiga ec thrombus di arteri cerebri media bilateral cabang
central, atrofi cerebri sinilis. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan
kepala tersebut disimpulkan bahwa  terdapat stroke non hemoragik/
infark atau sumbatan pada pembuluh darah di otak.
2. Diagnosa
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu :
Hambatan mobilisasi b.d penurunan kekuatan otot, Defisit perawatan diri:
mandi b.d kelemahan, Defisit perawatan diri: eliminasi b.d kelemahan.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada setiap diagnosa telah
disesuaikan sesuai kebutuhan pasien dan memperhatikan kondisi pasien
serta kesanggupan keluarga dalam bekerjasama. Intervensi yang dilakukan
yaitu atas observasi, terapeutik dan edukasi.

DAFTAR PUSTAKA

Amin huda nurarif, & Hardhi kusuma, (2015). aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic noc (jilid 3). penerbit mediaction jogja.

Indrawati, L., Sari, W., & Dewi, C. S. (2016). Care Yourself STROKE cegah dan
obati sendiri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Herdman, T.H. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogakarta: Mediaction Publishing.

Nggebu, Juan. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny P.S Dengan Stroke Non
Hemoragik diRuang Cempaka RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang: Karya
Tulis Ilmiah. Kupang. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

You might also like