Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU GINJAL

Disusun Oleh :
BINTANG YUDHA PERWIRA
P27220018 096

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
BATU GINJAL

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi Fisiologi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Secara makroskopis, ginjal berbentuk menyerupai
kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut
sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan
struktur lain yang merawat ginjal, yaitu pembuluh drah, sistem limfatik, dan
sistem syaraf (Purnomo, 2011). Pada umumnya ginjal memiliki berat 150 g
pada laki-laki dan 135 g pada wanita. Ukuran ginjal rata-rata 10-12 cm
(panjang), 5-7 cm (lebar), dan 3 cm (tebal) (Anderson et al, 2012). Ginjal
dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsul fibrosa (true capsul)
yang melekat pada parenkin ginjal. Diluar kapsul fibrosa terdapat jaringan
lemak parirenal.
Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan
medulla ginja. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya
terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal.
Medulla ginjal terletak lebih profundus dan memiliki banyak saluran kecil
untuk mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Pada medulla ginjal terdapat
area yang disebut piramida renalis. Piramida renalis dipisahkan satu dengan
yang lainnya oleh jaringan kortikal yang disebut kolumna renalis dari bertin.
Ginjal mendapatkan suplai darah melalui arteri dan vena renalis. Pada
umumnya terdapat satu arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari
aorta, yang masuk melalui hilus renalis. Arteri renalis bercabang menjadi
cabang anterior dan posterior. Cabang anterior memberikan aliran darah pada
pole atas dan bawah serta seluruh permukaan anterior ginjal.
Funsi ginjal antara lain mengekskresikan sebagian besar produk akhir
metabolisme tubuh (sisa obat-obatan), mengontrol sekresi hormon aldosteron
dan ADH dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion
kalsium dan menghasilkan beberapa hormon seperti eritropoetin dan renin.
2. Definisi Batu Ginjal
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat
satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara garis besar
pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinstik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang
terkandung dalam urin, dan pekerjaan.
Komposisi utama dari batu ginjal adalah kalsium oslat yang mencapai
80%. Nefroliatisi berdasarkan komposisianya terbagi menjadi batu kalsium,
batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xantin, batu triameteren, dan
batu silikat. Pembentukan batu ginjal pada umumnya membutuhkan keadaan
supesaturasi. Namun pada urin normal, diperlukan adanya zat inhibitor
pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang
dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan
bawaan pada pervikalises, hiperplasia prostat benigna, strikura, dan buli
buluneurogenik ikut berperan dalam proses pembentukan batu.

Sumber : (A)hallodoc.com .(B) henryhealth.2015

3. Jenis Jenis Batu Ginjal


Batu ginjal mempunyai benyak jenis dengan kandungan yang berbeda-
beda berdasarkan komposisinya batu ginjal dibedakan sebagai berikut :
 Batu kalsium
Terdiri dari batu kalsium okslat dan kalsium fosfat (merupakan jenis
batu ginjal yang paling umum). Disebabkan karena terlalu banyaknya
okslat dalam urin atau disebut hiperkalsuria. Urin memiliki berbagai
limbah di dalamnya, jika terlalu banyak limbah dalam cairan yang terlalu
sedikit, kristal dapat mulai terbentuk. Kristal-kristal ini dapat mulai
menempel ke kalsium ketika urin di produksi oleh ginjal dan membentuk
massa padar yaitu batu ginjal.
 Batu asam urat
Tidak berkaitan dengan hiperurokosuria tetapi karena penurunan
kelarutan asam urat karena pH urin yang rendah. Batu urat terbentuk
dengan mekanisme kelebihan produksi, peningkatan sekresi tubular, atau
penurunan reabsorbsi tubular. Hasil asam urat sebagai produk akhir yang
relatif tidak larut adari metabolisme purin. Konsentrasi asam urat dalam
plasma tergantung pada konsumsi makanan, sintetis de novo purin, dan
eliminasi asam urat oleh ginjal dan usus.
 Batu struvit
Campuran magnesium, amonium fosfat dan apatit karbonat yang
terbentuk ketika saluran kemih terinfeksi mikroorganisme yang memiliki
enzim urease seperti golongan proteus, providencia, klebsiella,
psuedommas, dan enterococci.
 Batu sistin
Ditemukan pada pasien dengan kelainan bawaan pada transfortasi
asam amino pada ginjal dan usus yang menyebabkan peningkatan
ekskresi lisin, ornithin, sistin, dan arginin karena gangguan reabsorbsi di
nefron. Batu terbentuk karena terbatasnya kelarutan sistin. Kelarutan
sistin lebih tinggi dalam urin alkali, berkisar 175-360 mg/L di urin pada
pH lebih dari 7.0. tujuan menjaga konsentrasi sistin dibawah 240 mg/L
pada pH urin 7.0 untuk menjaga kelarutan.
4. Pathway

Sumber : pathway-batu-ginjalpdf.html

5. Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan
infeksi saluran kemih. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, poineprosis, urosepsis, dan kerusakan
ginjal permanen (gagal ginjal). 75% dari batu ginjal adalah batu kalsum. 60%
tersusun dari kalsium okslat, 20% dari campuran kalsium okslat dan
hydroxyapatie, 10% dari asam urat dan struvite (magnesium ammonium
fosfat) dan 2% adalah batu brushite.
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu
dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana
apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya adanya infeksi kemudian terjadi tukak,
dimana tukak ini menjadi pembentukan batu, sebagai tempat
menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan
muatan dan menyebabkan terjadinya pengendapan.
Terbentuknya batu bisa disebabkan ileh berbagai macam mekanisme.
Supersaturasi yang berlebihan adalah penyebab terbentuknya batu asam urat
atau batu sistin, sementara batu infeksi disebabkan oleh metabolism bakteri.
Sementara batu yang paling sering, yaitu batu yang mengandung kalsium,
masih belum sepenuhnya dimengerti penyebabnya.
Terbentuk atau tidaknya batu juga ditentukan oleh adanya keseimbangan
antra zat pembentukan batu dan inhibitor. Beberapa inhibitor batu antara lain
ion magnesium yang dapat menghambat pembentukan batu karena jika
berikatan dengan okslat, membentuk garam magnesium okslat sehingga
jumlah okslat yang akan berikatan dengan kalsium akan menurun.

6. Etiologi
Menurut Sakhae et al, 2012. Ada beberapa penyebab terbentuknya batu
ginjal yang dapat dipicu oleh faktor keturunan, makanan, dan obat-obatan.
a. Hiperkalsuria
Penyebab pembentukan batu kalsium. Disebabkan peningkatan
penyerapan kalsium usus, menurunnya reabsorbsi kalsium di ginjal dan
peningkatan mobilisasi dari tulang.
b. Hiperurikosuria
Terdeteksi dari 10% pembentuk batu kalsium. Berdasarakan
fisikokimia batu kalsium terbentuk akibat supersaturasi kemih dengan
monosodium koloid kristalisasi kalsium oksalat yang diinduksi oleh urat.
c. Hipositraturia
Sitrat adalah inhibitor endogen pembentukan batu kalisum.
Rendahnya ekskresi sitrat urin ditemukan pada 20-60% nefrolitiasis.
Penentu utama ekskresi sitrat urin adalah keseimbangan asam basa.
Umumnya terjadi dengan asidosis metabolik, peran penghambatan sitrat
juga melibatkan pembentukan larutan kompleks dan pengurangan
kejenuhan.
d. Hiperoksaluria
Oksalat dan kalsium dapat meningkatkan supersaturasi kalsium
oksalat pada kemih (merupakan 10-15% pembentuk batu kalsium).
Disebabkan oleh produksi oksalat yang berlebih akibat dari gangguan
metabolisme, peningkatan penyerapan oksalat usus, peningkatan asupan
makanan bioavaibilitas, dan pH urin. Urin yang sangat asam (pH 5.5) dan
urin yang sangat basa (pH 6.7) dapat mempengaruhi pembentukan batu
kalsium. Dengan pH yang terlalu asam maka urin menjadi jenuh dengan
asam urat yang berperam dalam kristalisasi kalsium oksalat. Sedangkan
urin yang sangat alkalin dapat meningkatkan monohidrogen fosfat yang
dalam kombinasi dengan kalsium berubah menjadi termodinamika brusit
yang tidak stabil dan akhirnya terbentuk hidroksiapatit.

7. Manifestasi Klinik
Menurut Purnomo (2011) beberapa tanda dan gejala yang dapat
ditemukan dan dirasakan pada pasien batu ginjal yaitu :
a. Nyeri
Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises ataupunn
ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran
kemih.
b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.
c. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran kemih karena
batu.
d. Demam
e. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin
Apabila ginjal manusia mengalami gangguan maka akan terjadi
gangguan pada pembentukan urin,baik dari warna,bau dan
karakterisitiknya.
f. Tubuh mengalami pembengkakan
Ketika ginjal gagal untuk melakukan fungsinya, yakni mengeluarkan
cairan atau toksin dalam tubuh , maka tubuh akan dipenuhi cairan yang
mengakibatkan pembengkakan terhadap  beberapa bagian tubuh,
diantaranya di bagian kaki, pergelangan kaki, wajah dan atau tangan.
g. Tubuh cepat lelah / kelelahan
h. Bau Mulut / ammonia breath
i. Gangguan gastrointestinal: Rasa Mual dan Ingin Muntah

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di
saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat
radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan
batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
b. Pielografi Intra Vena (IVU)
Bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal. Selain itu IVU dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akbiat adanya  penurunan fungsi ginjal,
sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVU, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal
yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan
ginjal.
Diagnosis dapat juga ditegakan dengan uji kimia darah dan urin 24
jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, naatrium, pH,
dan volume total merupakan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet
dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada
pasien.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karna
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari
saluran kemih.
b. ESWL ( Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang  pecahan batu
yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan hematuria.
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang
terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih.
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses  pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan
energi laser. Beberapa tindakan endourologi yaitu :
 PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal
dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui
insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
 Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
 Ureteroskopi atau ureto-renoskopi
Memasukkan alat utereskopi per-uretram guna melihat keadaan
ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan
uteroskopi/uterorenoskopi ini.
 Ektraksi dormia
Mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.
e. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau
nefrolitotomi unutk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteks sudah sangat tipis,
atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang
menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhhan utama
Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri, akut/kronik dan kolik
yang menyebar ke paha dan genetelia. Yang dimana keluhan yang paling
dirasakan oleh oasien itu sendiri adalah terjadi penurunan produksi miksi
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal, pernah menderita
penyakit infeksi saluran kemih. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik
dengan penggunaan berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras
radiografik.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat ginjal.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Tidak bisa BAK (produksi sedikit), sering BAK pada malam hari,
kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.
2. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : klien tampak sakit sedang, nyeri dibagian punggung
bawah hingga pangkal paha dan gangguan dalam berkomunikasi.
b. Kesadaran : apatis
 Eye : 3
 Verbal : 4
 Motorik : 5
c. Tanda-tanda vital :
 Nadi : 60-100 x/menit
 Respirasi : 16-2 0x/menit
 Suhu tubuh : 37 derajat c
 Tekanan darah : 100-120 / 10-80 mmHg
d. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Inspeksi : bentuk bulat, tidak ada lesi, distribusi rambut baik, warna
rambut hitam
2) Mata
Inspeksi : strabismus, konjungtiva tidak anemis
3) Telinga
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, terlihat sedikit serumen, tidak ada
lesi.
4) Hidung
Inspeksi : tidak ada polip ataupun lesi.
5) Mulut
Inspeksi : bau mulut (ammonia breath), tidak ada lesi, terkadang
timbul stomatitis.
6) Leher
Inspeksi dan palpasi : tidak ada pembesaran kelenjat tiroid dan vena
jugularis.
7) Dada
Ispeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi paru simetris saat inspirasi
dan ekspirasi.
Perkusi : suara resonan.
Auskultasi : tidak ada bunyi wheezing
8) Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bising usus
Perkusi : tidak terdapat massa abdomen, bunyi timpani.
Palpasi : sedikit mengertas dan adanya nyeri tekan pada perut bagian
bawah
9) Ekstremitas atas
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik, ROM baik.
10) Ekstremitas bawah
Inspeksi : pergerakan tangan kanan dan kiri baik, ROM aktif.
11) Genetalia
Inspeksi : penyebaran rambut pubis merata, kebersihan baik.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Perunahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi karena
baru
c. Risiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, terjadi peradangan
(inflamasi)
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Rasional


1 Nyeri akut a. Tujuan = Setelah 1. Catat lokasi, lamanya 1. Membantu mengevaluasi tempat
-Berhubungan dengan dilakukan tindakan intensitas dan penyebaran obstruksi dan kemajuan gerakan
peningkatan kontraksi selama 3 x 24 jam maka 2. Jelaskan penyebab nyeri dan kalkulus
uriteral, trauma jaringan, nyeri hilang, pentingnya melaporkan ke 2. Pemberian analgesic sessuai waktu
pembentukan edema, keseimbangan cairan perawat terkait perubahan 3. Meningkatkan relaksasi,
ischemia seluler dipertahankan. karakteristik nyeri menurunkan tegangan otot
3. Berikan tindakan nyaman 4. Diberikan selama akut untuk
b. Kriteria hasil = pasien 4. Berikan obat sesuai menurunkan kolik uretral dan
bebas dari rasa nyeri indikasi : :contoh meperidin meningkatkan relaksasi otot/mental
pasien tampak rileks, (demerol) dan morfin. 5. Menghilangkan tegangan otot dan
bisa tidur dan istirahat. 5. Berikan kompres hangat dapat menurunkan reflex spasme
2 Gangguan eliminasi urin a. Tujuan = setelah 3 x 24 1. Awasi output dan input 1. Memberikan informasi tentang
-Berhubungan dengan jam mka pasien mampu karakteristik urin. fungsi ginjal dan adanya komplikasi
stimulasi kandung kemih berkemih dengan normal 2. Tentukan pola berkemih (infeksi dan pendarahan)
oleh batu, iritasi ginjal normal pasien dan perhatikan 2. Kalkulus dapat menyebabkan
atau ureteral, obstruksi b. Kriteria hasil = pola variasi eksitabilitas saraf, yang
mekanin, inflamasi. eliminasi urine dan 3. Dorong peningkatan menyebabkan sensasi kebutuhan
output dalam batas pemasukan cairan sensasi segera
normal, tidak 4. Awasi pemeriksaan LAB 3. Peningkatan hidrasi membilas
menunjukkan adanya (elektrolit, BUN, kretainin) bakteri
tanda-tanda onstruksi 5. Ambil urin untuk culture dan 4. Peninggian BUN, kretinin dan
(tidak ada rasa sakit saat sensifitas elektrolit mengindikasikan disfungsi
berkemih), pengeluaran ginjal
urin lancar. 5. Menentukan adanya ISK, yang
menjadi penyebab komplikasi
3 Risiko kekurangan volume a. Tujuan = setelah 1. Awasi pemasukan dan 1. Membandingkan keluaran aktual
cairan dilakukan tindakan 1 x pengeluaran dan yang diantisipasi membantu
-Berhubungan dengan mual 24 jam maka pasien 2. Catat insiden muntah, diare. evaluasi adanya kerusakan
dan muntah mempertahankan Perhatikan karakeristik diare 2. Mual muntah dan diare secara
keseimbangan cairan dan muntah umum berhubungan dengan
adekuat 3. Tindakan pemasukan cairan 3- kolok ginjal
4 L/hari dalam toleransi 3. Mempertahankan keseimbangan
b. Kriteria hasil = jantung cairan untuk homeostatis juga
membrane mukosa 4. Jika perlu, berikan obat anti tindakan “mencuci” yang dapat
lembab, turgor kulit baik, enemik membilas batu keluar
berat badan normal 4. Indikator hidrasi atau volume
sirkulasi dan kebutuhan
intervensi.
5. Implementasi
1) Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri yang di lakukan oleh perawat tanpa pesanan
dokter.
2) Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawat bekerja dengan
tenaga kesehatan lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan
untuk mengatasi masalah klien. Misal kolaborasi dengan dengan dokter
dalam pemberian analgetik dan anti emetik.

6. Evaluasi
Berdasar implementasi yang telah dilakukan, maka evaluasi yang diharapkan
untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan thypoid adalah
- Tanda-Tanda Vital stabil
- Kebutuhan cairan terpenuhi
- Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dan semua masalah yang ada dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”. Jakarta


selatan : DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2

PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2

PPNI, Tim Pokja SIKI. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2

Purnomo, Basuki B. “dasar-dasar urologi.” Jakarta : Sagung seto. 2011, 6-9

Sakhae. “kindey stones 2012: pathogenesis, diagnosis, and managemen”. The Journal
of clinical Endocrinology & Metabolisme, 2012

Setiadi, Setiadi. 2017. Konsep manajemen keperawatan.

You might also like