Juni 2021

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X

2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TEMPAT PERINDUKAN POTENSIAL


LARVA Anopheles sp. DAN INDEKS HABITAT DI DESA SUKAMAJU
KECAMATAN PUNDUH PIDADA KABUPATEN PESAWARAN

Akmal Taher1*, Tusy Triwahyuni2, Ismalia Husna2, Devita Febriani2


1
Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati
2
Dosen Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati

Email Korespondesni: 15310015@malahayati.ac.id

ABSTRACT: PHYSICAL, CHEMICAL AND BIOLOGICAL CHARACTERISTICS OF


POTENTIAL FARMING PLACE OF LARVA Anopheles sp. AND HABITAT INDEX IN
SUKAMAJU VILLAGE DISTRICT PUNDUH PIDADA PESAWARAN DISTRICT

Background : Malaria is an infectious disease transmitted through mosquitoes


and has become a health problem both in the world and Indonesia especially in
Lampung. The population of the malaria vector is strongly influenced by the
location of the breeding place.
Purpose: Knowing the Physical, Chemical, and Biological Characteristics of
Potential Breeding Places for Anopheles Sp. and Habitat Index in Sukamaju
Village, Punduh District, Pesawaran Regency, Lampung Province, 2020.
Methods : This was an descriptive study with cross-sectional study research
design. The physical characteristics has done by measuring temperature and
water depth, the chemical characteristics by measuring pH and water salinity,
and the biological characteristics by looking at organisms found at the sampling
site. As well as calculating the habitat index.
Results : The physical characteristics of the brooding sites have an average
water temperature of 31.33 ° C, and an average water depth of 25.840 cm.
Chemical characteristics of brooding sites mean 2.4280 ‰ of water salinity, and
most of the acidity (pH) of water is acidic. Biological characteristics of breeding
sites are mostly water and plant predators. Habitat index obtained a value of
1%.
Conclusion : That these places have the potential to transmit malaria.

Keywords : Anopheles sp., breeding place, malaria

INTISARI: KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TEMPAT PERINDUKAN


POTENSIAL LARVA Anopheles sp. DAN INDEKS HABITAT DI DESA SUKAMAJU
KECAMATAN PUNDUH PIDADA KABUPATEN PESAWARAN

Latar Belakang : Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui


nyamuk dan telah menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia
khususnya di daerah Lampung. Populasi vektor malaria sangat dipengaruhi oleh
lokasi tempat perindukannya. Tujuan : Mengetahui Karakteristik Fisik, Kimia,
dan Biologi Tempat Perindukan Potensial Nyamuk Anopheles Sp. dan Indeks
Habitat Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung Tahun 2020. Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Karakteristik fisik dilakukan
dengan mekukur suhu dan kedalaman air, karakteristik kimia dengan mengukur
pH dan salinitas air, dan karakteristik biologi dengan melihat organisme yang

122
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

ditemukan di tempat pengambilan sampel. Serta melakukan penghitungan indeks


habitat. Hasil : Karakteristik fisik pada tempat perindukan rata-rata suhu air
31,33°C, dan rata-rata kedalaman air 25,840 cm. Karakteristik Kimia pada
tempat perindukan rata-rata salinitas air 2,4280‰, dan sebagian besar derajat
keasaman (pH) air adalah asam. Karakteristik Biologi pada tempat perindukan
sebagian besar terdapat predator air dan tumbuhan. Indeks habitat didapatkan
nilai 1%. Kesimpulan : Bahwa tempat-tempat tersebut berpotensi untuk
penularan penyakit malaria.

Kata Kunci : Anopheles sp., malaria, tempat perindukan

PENDAHULUAN
Malaria merupakan salah satu pada tahun 2009 menjadi 0,84 per
penyakit menular yang masih 1.000 penduduk berisiko pada tahun
menjadi masalah kesehatan penting 2016. Papua merupakan provinsi
di dunia terutama di negara tropis dengan API tertinggi, yaitu 45,85 per
dan subtropis. Penyakit malaria 1.000 penduduk. Angka ini sangat
dapat menyebabkan kematian tinggi jika dibandingkan dengan
terutama pada kelompok risiko provinsi lainnya. Empat provinsi
tinggi yaitu bayi. anak balita dan ibu dengan API per 1.000 penduduk
hamil, selain itu malaria secara tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat
langsung menyebabkan anemia dan (10,20), Nusa Tenggara Timur (5,17),
dapat menurunkan produktivitas Maluku (3,83), dan Maluku Utara
kerja (Kemenkes RI, 2011). (2,44). Sebanyak 83% kasus berasal
Penyakit ini menyebar di dari Papua, Papua Barat, dan Nusa
wilayah Asia dan Amerika Latin, Tenggara Timur (Kemenkes, 2017).
termasuk Indonesia. World Health Provinsi Lampung merupakan daerah
Organization (WHO) pada tahun 2010 endemis yang berpotensi untuk
melaporkan sekitar 3.3 milyar orang berkembangnya penyakit malaria.
atau hampir setengah dari populasi Jumlah kasus malaria di Provinsi
dunia beresiko terhadap malaria. Lampung pada tahun 2014 sebanyak
Setiap tahunnya terdapat kurang 27.157 dengan kasus klinis penderita
lebih 216 juta kasus malaria dan malaria dan 5 orang dengan kasus
diperkirakan 655.000 diantaranya malaria yang meninggal dunia
mengalami kematian. Berdasarkan (Lestari, 2017).
The World Malaria Report, tahun Dari hasil pemeriksaan darah
2011 diperkirakan 270 juta penduduk diperoleh bahwa jumlah kasus
dunia menderita malaria dan lebih malaria pada tahun 2014 di
dari 2 miliar atau 42% penduduk Kabupaten Pesawaran cukup tinggi
bumi memiliki risiko terkena khususnya di daerah Hanura, Pidada,
malaria. Diketahui lebih dari 422 dan Padang Cermin. Hal ini
spesies Anopheles di dunia dan dikarenakan Kabupaten Pesawaran
sekitar 60 spesies berperan sebagai memang memiliki daerah reseptif
vektor malaria yang alami. Di terhadap endemis malaria khususnya
Indonesia hanya ada 80 spesies dan di sepanjang pesisir pantai di
22 diantaranya ditetapkan sebagai Kecamatan Padang Cermin.
vektor malaria (Debby, 2013). Tingginya kasus malaria di wilayah
Secara nasional angka tersebut terjadi karena kondisi alam
kesakitan malaria selama tahun yang memungkinkan sebagai tempat
2009-2016 cenderung menurun yaitu perindukan larva Anopheles sp.
dari 1,8 per 1.000 penduduk berisiko

123
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

seperti hutan, lagun, dan tambak yang bervariasi, dan mempunyai


terlantar (Dinkes Pesawaran, 2015). jumlah luas perindukan 11,7 Ha
Kabupaten Pesawaran berupa tambak terlantar yang
memiliki daerah reseptif endemis berpotensi sebagai tempat
Malaria, khususnya di sepanjang perindukan vektor malaria.
pantai di Kecamatan Padang Cermin Pengendalian vektor malaria
dan Punduh Pidada. Sekitar 68.0% melalui pengelolaan lingkungan
dari total penderita Malaria berada perindukan tercantum secara
di Puskesmas Hanura, 16.9% berada eksplisit dalam Kemenkes No.
di Puskesmas Pidada dan selebihnya 239/MENKES/SK/IV/2009 tentang
15.1 % berada di Puskesmas Padang Eliminasi Malaria di Indonesia. Dalam
Cermin. Tingginya kasus Malaria di Kepmenkes tersebut kegiatan
kedua wilayah tersebut karena pengelolaan lingkungan perindukan
faktor mobilitas penduduk yang nyamuk malaria direkomendasikan
tinggi dan kondisi alam yang pada tahap pra eliminasi dan
memungkinkan banyaknya tempat - eliminasi. Pada tahap pra eliminasi,
tempat dan tambak terlantar (Dinkes salah satu kegiatan yang
Pesawaran, 2015). direkomendasikan adalah
Hasil penelitian Ernawati "Melakukan pengendalian vektor
dkk. (2012), kasus malaria pada dengan metode lain yang sesuai
delapan desa endemis Malaria yaitu untuk menurunkan reseptivitas,
desa Pulau Pahawang, Pagar jaya, seperti manajemen lingkungan,
Sukamaju, Bawang, Kota Jawa, larvasida, dan pengendalian vektor
Sukarame, Sukajaya Punduh dan secara hayati". Sedangkan pada
Kampung Baru di daerah Punduh tahap eliminasi disebutkan "Bila
Pidada, Kabupaten Pesawaran perlu melakukan larvasida atau
Provinsi Lampung adalah 52,2% dari manajemen lingkungan di lokasi
414 jumlah sampel dengan jenis fokus yang reseptivitasnya tinggi
plasmodium seluruhnya P.vivax. Hal (kepadatan vektor tinggi dan adanya
tersebut menunjukkan bahwa faktor lingkungan serta iklim yang
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Punduh menunjang)" (Ernawati dkk, 2012).
Pedada sangat besar dan perlu Banyak genangan air akibat
penanggulangan yang tepat. Menurut saluran air yang tidak lancar
hasil survei staf P2M Puskesmas merupakan tempat yang potensial
Pidada pada bulan Mei 2011, data sebagai tempat perindukan nyamuk
lahan tambak ISBN No. 978-602- vektor malaria. Mengingat
98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012 pentingnya kondisi lingkungan
191 terlantar yang berpotensi tersebut terhadap kehidupan larva
sebagai TPV (Tempat Perindukan dan penyebarannya nyamuk vektor
Vektor) malaria yang berada di malaria, seperti rawa-rawa, sawah,
daerah Punduh Pidada mencapai 281 dan pantai maka perlu dilakukan
ha. penelitian dengan mengamati aspek
Desa Sukamaju berada di ekologi tempat perindukan nyamuk
sekitar pantai, pada tahun 2010 (Andananta, 2008).
ditemukan kasus bayi positif Beberapa penelitian telah
plasmodium, pada bulan Desember dibuktikan adanya faktor resiko yang
2011 memiliki kasus malaria tinggi berhubungan dengan kejadian
setelah Pulau Pahawang, malaria yaitu penelitian tentang
berdasarkan studi pendahuluan adanya hubungan yang bermakna
Oktober-Januari 2012 diperoleh antara tempat perindukan nyamuk
bahwa desa Sukamaju memiliki dengan kejadian malaria yaitu
banyak spesies nyamuk Anopheles penduduk yang disekitar tempat

124
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

tinggalnya ada tempat perindukan peningkatan angka kejadian malaria


nyamuk (genangan air, kolong bekas yaitu seperti air sawah, rawa-rawa
galian timah, rawa, sungai dan dan pantai. Tempat-tempat tersebut
kebun jarak < 2 km dari tempat sangat mempengaruhi
tinggal) mempunyai resiko 2,31 kali perkembangbiakan serta penyebaran
sampai 2,98 kali untuk terkena malaria. Sehingga dapat disimpulkan
malaria dibandingkan orang yang di bahwa untuk meningkatkan
sekitar tempat tinggalnya tidak ada kesehatan harus dipengaruhi oleh
atau jauh ≥ 2 km ada tempat faktor perilaku. Maka masyarakat
perindukan nyamuk (Subki, 2000). harus mampu mengubah perilaku
Selain itu juga penelitian yang dengan menjaga dan memelihara
dilakukan oleh Palupi (2010) hasil kesehatan lingkungan (Santi M,
menunjukan tempat perindukan 2012).
nyamuk berhubungan bermakna Berdasarkan latar belakang
dengan kejadian malaria, rumah diatas, maka peneliti ingin meneliti
penduduk dengan tempat “Karakteristik Fisik, Kimia, dan
perindukan nyamuk beresiko 5,58 Biologi Tempat Perindukan Potensial
kali dibandingkan tidak ada tempat Larva Anopheles Sp. dan Indeks
perindukan nyamuk (Mahdalena dkk, Habitat Di Desa Sukamaju
2015). Kecamatan Punduh Kabupaten
Lingkungan yang dapat Pesawaran Provinsi Lampung Tahun
mengakibatkan terjadinya 2020”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Salinitas air diukur dengan
deskriptif dengan pendekatan cross menggunakan refraktometer, yaitu
sectional, dan dilakukan pada bulan dengan cara mengambil satu tetes
Oktober-November tahun 2020. air sampel dan kemudian diteteskan
Populasi dan Sampel pada penelitian pada kaca refraktometer kemudian
ini adalah habitat / tempat ditutup. Skala dibaca lewat sebuah
perindukan potensial larva lubang pengintai dan diarahkan ke
Anopheles yang terdapat di Desa sumber cahaya matahari untuk
Sukamaju Kecamatan Punduh melihat hasilnya (Ernamaiyanti dkk,
Pedada Kabupaten Pesawaran 2010). PH air diukur dengan
Bandar Lampung. Telah dilakukan uji menggunakan kertas pH stick yang
layak etik dengan No. 1262/EC/KEP- dimasukkan kedalam air ditunggu 3
UNMAL/XI/2020 menit sampai mengalami perubahan
Pada karakteristik fisik Suhu warna dan kemudian dicocokkan
air diukur dengan menggunakan dengan pH standar. Warna yang
termometer air raksa, dengan cara sama menunjukkan besarnya pH air
mencelupkan bagian ujung ke dalam (Ernamaiyanti dkk, 2010).
air, ditunggu selama 5 menit Pada karakteristik biologi,
sehingga menunjukkan angka predator air atau jenis ikan dan
konstan (Ernamaiyanti dkk, 2010). hewan air pada tempat perindukan
Untuk mengukur ke dalaman air dicatat dan jenis tumbuhan air pada
dilakukan dengan cara memasukkan tempat perindukan dicatat.
kayu kedalam air sampai dasar, Untuk menentukan indeks
batas kedalaman air diberi tanda dan habitat dari vektor malaria
diukur kedalamannya menggunakan menggunakan rumus sebagai berikut
meteran (Ernamaiyanti dkk, 2010). (Kemenkes RI, 2018):
Pada Karakteristik Kimia,

125
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

Jumlah habitat yang positif larva Anopheles x 100%


Indeks Habitat = Jumlah seluruh habitat yang diperiksa

Indeks habitat < 1% sesuai dengan mempunyai potensi penularan


angka baku mutu, kondisi relatif penyakit malaria.
aman dan indeks habitat ≥ 1 %

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suhu Air
Jenis Tempat Suhu air (°C)
Variabel n Min-Max
Perindukan
Air Rawa 31,36
Air Sawah 30,96
Suhu 5 Air Tambak 31,26 (29,75-31,36)
Selokan 29,75
Perahu Rusak 30,25

Distribusi frekuensi pada perahu rusak 30,25°C. Suhu


berdasarkan suhu air dapat dilihat minimum didapatkan pada selokan
pada tabel 1, didapatkan pada air yaitu 29,75°C, dan suhu maksimum
rawa suhu airnya 31,36°C, pada air didapatkan pada air rawa yaitu
sawah 30,96°C, pada air tambak 31,36°C.
31,26°C, pada selokan 29,75°C, dan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kedalaman Air


Jenis Tempat Kedalaman air
Variabel n Min-Max
Perindukan (cm)
Air Rawa 57,6
Air Sawah 10,4
Air Tambak 28,5
Kedalaman 5 (10,4-57,6)
Selokan 14,5
Perahu Rusak 18,2

Distribusi frekuensi selokan 14,5 cm, dan pada perahu


berdasarkan kedalaman air dapat rusak 18,2 cm. Kedalaman minimum
dilihat pada tabel 2, didapatkan pada air sawah yaitu 10,4 cm serta
pada air rawa kedalaman airnya kedalaman maksimum pada air rawa
yaitu 57,6 cm, pada air sawah 10,4 yaitu 57,6 cm.
cm, pada air tambak 28,5 cm, pada

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Salinitas Air


Jenis Tempat Salinitas Air (‰)
Variabel n Min-Max
Perindukan
Air Rawa 3,34
Air Sawah 0
Salinitas 5 Air Tambak 8,8 (0,00-8,80)
Selokan 0
Perahu Rusak 0

126
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

Distribusi frekuensi perahu rusak 0‰. Salinitas minimum


berdasarkan salinitas air dapat pada air sawah, selokan, dan perahu
dilihat pada tabel 3, didapatkan rusak yaitu 0,00‰ serta salinitas
salinitas pada air rawa 3,34‰, pada maksimum pada air tambak yaitu
air sawah 0‰, pada air tambak 8,80.
8,8‰, pada selokan 0‰, dan pada

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan kadar pH Air


Jenis Tempat pH air
pH N Min-Max
Perindukan
Air Sawah 5,5
Air Tambak 6,6
Asam 4 (5-7)
Selokan 5,8
Perahu Rusak 5
Netral 1 Air Rawa 7
Total 5

Distribusi frekuensi pada selokan 5,8, dan pada perahu


berdasarkan kadar pH air dapat rusak 5. Didapatkan pH minimum
dilihat pada tabel 4.4. didapatkan yaitu pada perahu rusak dan pH
pH air pada air sawah yaitu 5,5, pada maksimum pada air rawa yaitu 7.
air tambak 6,6, pada air rawa 7,

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lingkungan Biologi

Jenis Perindukan Jenis Hewan Air Jenis Tumbuhan Air


Air Rawa Ada Ada
Air Sawah Ada Ada
Air Tambak Ada Ada
Selokan Ada Ada
Perahu Rusak Ada Tidak ada

Distribusi frekuensi terdapat pada 4 jenis perindukan


berdasarkan keberadaan predator yaitu air rawa, air sawah, air
air dapat dilihat pada tabel 4.5. tambak, dan selokan. Dan pada
Terlihat bahwa Sebagian besar pada perahu rusak tidak ditemukan
jenis perindukan terdapat predator tumbuhan air.
air. Keberadaan tumbuhan air

Indeks Habitat
Untuk menentukan indeks habitat dari vektor malaria menggunakan
rumus sebagai berikut :
Jumlah habitat yang positif larva Anophelesx100%
Indeks Habitat = Jumlah seluruh habitat yang diperiksa
5𝑥100%
Indeks Habitat = 5
Indeks Habitat = 1%
Jika didapatkan Indeks habitat ≥ 1 % maka mempunyai potensi penularan
penyakit malaria (Kemenkes RI, 2018).

127
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

PEMBAHASAN

Lingkungan Fisik
Suhu Air tempat perindukan nyamuk berupa
Berdasarkan hasil genangan air.
pengukuran pada kelima tempat Menurut Pebrianto (2008)
perindukan larva Anopheles sp. di pengukuran suhu pada tiga stasiun
Desa Sukamaju bahwa kondisi pengamatan di tempat perindukan
karakteristik fisik pada tempat nyamuk di daerah pantai Puri Gading
perindukan larva Anopheles sp. tinggi yaitu 30,1-32,5°C, hal ini
memiliki karakteristik yang berbeda- disebabkan karena air di tempat
beda. Dari kelima tempat perindukan mendapat penyinaran
perindukan hasil pengukuran suhu secara terus-menerus dari matahari
tertinggi yaitu air rawa 31,33°C, hal yang menyebabkan suhu air
ini diduga karena pada air rawa meningkat.
tersebut letaknya berdekatan Kedalaman Air
dengan pantai dan adanya sumber Berdasarkan hasil
pencahayaan matahari yang cukup pengukuran pada kelima tempat
kuat meskipun di daerah rawa perindukan larva Anopheles sp. di
terdapat banyak tanaman yang Desa Sukamaju bahwa kondisi
menutupi sekitar perairan. karakteristik fisik pada tempat
Pengukuran suhu terendah yaitu perindukan larva Anopheles sp.
selokan 29,75°C, hal ini diduga memiliki karakteristik yang berbeda-
karena pada selokan letaknya beda. Dari kelima tempat
dibawah pohon yang besar sehingga perindukan, hasil pengukuran
sinar matahari yang mengenai kedalaman tertinggi yaitu air rawa
selokan tidak terlalu banyak. 57,6 cm, hal ini diduga karena air
Menurut Sutanto (2011) suhu rawa tersebut berdekatan dengan
optimum untuk tempat perindukan pantai, sehingga kedalaman air
nyamuk berkisar 20°C-27°C. tersebut dapat dipengaruhi oleh
Menurut Depkes RI (2004) Suhu rata ombak dan derasnya hujan.
rata optimum untuk perkembangan Kedalaman terendah yaitu selokan
nyamuk adalah 25°C-27°C. Nyamuk 14,5 cm, hal ini diduga karena
dapat bertahan hidup pada suhu selokan tersebut temboknya tidak
rendah, tetapi proses metabolisme terlalu tinggi dan letaknya dekat
menurun atau bahkan terhenti jika perumahan warga dan mungkin
suhu kurang dari 10°C atau lebih dari sering dibersihkan. Kedalaman
40°C, sehingga hasil penelitian ini tempat perindukan ini pasti akan
tidak sejalan dengan hasil dari mengalami perubahan setiap
Sutanto (2011) dan Depkes RI (2004). minggunya karena faktor curah
Hasil pengukuran ini relatif hujan dapat mempengaruhi volume
sama dengan hasil penelitian air yang terdapat pada masing-
Raharjo dkk (2003) dalam Pebrianto masing perindukan tersebut.
(2008) mengenai suhu disekitar Larva Anopheles sp. hanya
tempat perindukan nyamuk mampu berenang ke bawah
Anopheles sp. pada musim kemarau permukaan air paling dalam 1 meter.
adalah 31,1 -36,7. Faktor lain yang Tingkat volume air akan dipengaruhi
menyebabkan suhu menjadi tinggi curah hujan yang cukup tinggi yang
yaitu tidak adanya tumbuhan akan memperbesar kesempatan
pelindung sehingga memudahkan nyamuk untuk berkembang biak
sinar matahari masuk langsung ke secara optimal pada kedalaman
kurang dari 3 m. Semakin dalam

128
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

tempat perindukan maka kepadatan antara 4- 30‰. Kategori perairan


larva semakin meningkat, karena berdasarkan salinitas yaitu perairan
larva Anopheles sp. akan bergerak tawar jika salinitas kurang dari
bebas dengan berkurangnya jumlah 0,5‰, perairan payau jika salinitas
ikan predator yang memangsanya antara 0,5‰-30‰, perairan laut jika
dan begitu juga sebaliknya (Depkes salinitas antara 30‰-40‰ dan
RI. 2008). perairan hipersalin jika nilai salinitas
Menurut Pebrianto (2008) antara 40‰-80‰ (Harijanto, 2011;
kedalaman air mendukung Suwito et al, 2010; Sopi &
perkembangbiakan larva nyamuk Muhammad, 2014). Hal ini sejalan
Anopheles sp., karena banyaknya dengan penelitian ini bahwa salinitas
volume air yang terdapat pada airnya cocok untuk tempat
tempat perindukan, akan perindukan larva Anopheles sp.
mempengaruhi jumlah tempat Derajat Keasaman (pH air)
perkembangan larva. Hal ini sejalan Berdasarkan hasil
dengan penelitian ini bahwa pengukuran pada kelima tempat
ditemukan larva Anopheles sp. di air perindukan larva Anopheles sp. di
yang terdalam yaitu pada air rawa. Desa Sukamaju bahwa kondisi
karakteristik kimia pada tempat
Lingkungan Kimia perindukan larva Anopheles sp.
Salinitas Air memiliki karakteristik yang berbeda-
Berdasarkan hasil beda. Dari kelima tempat
pengukuran pada kelima tempat perindukan hasil pengukuran pH air
perindukan larva Anopheles sp. di tertinggi yaitu pada air rawa yaitu 7,
Desa Sukamaju bahwa kondisi hal ini disebabkan air rawa tersebut
karakteristik kimia pada tempat campuran dari air laut dan air tawar.
perindukan larva Anopheles sp. Sedangkan pH air terendah adalah
memiliki karakteristik yang berbeda- perahu rusak yaitu 5, karena pada
beda. Dari kelima tempat perahu rusak kondisi perairannya
perindukan hasil pengukuran berasal dari curah hujan, sehingga
kedalaman tertinggi yaitu air tambak mempengaruhi pH air.
8,80‰, hal ini diduga karena Larva Anopheles sp. memiliki
pengaruh air laut, dan salinitas pH optimum antara 7,91–8,09. Batas
terendah yaitu air sawah, selokan, toleransi asam terendah bagi
dan perahu rusak yaitu 0,00‰, hal ini perkembangan larva Anopheles sp.
diduga karena tempat perindukan adalah pH 4, sedangkan batas
tersebut aliran airnya sudah toleransi basa tertinggi adalah pH 11
tercampur dengan air tawar yang (Septiani, 2012). Hal ini sejalan
berasal dari ari hujan dan air dari dengan penelitian ini bahwa pH
pedesaan. terendah dan tertinggi pada
Anopheles sundaicus tumbuh penelitian ini adalah 5-7, sehingga
optimal pada air payau yang kadar masih batas toleransi untuk
garamnya 12-18‰ dan tidak perkembangan larva Anopheles sp.
berkembang pada kadar garam lebih Harmendo (2008) pH 6,4-6,7
dari 40‰ (Prabowo, 2014). merupakan kondisi tempat
Anopheles sundaicus tumbuh perindukan yang sangat mendukung
optimal pada air payau, namun larva perkembangbiakan vektor malaria.
Anopheles sp. juga dapat tumbuh
dan berkembang di perairan tawar Lingkungan Biologi
yang salinitasnya rendah atau nol. Berdasarkan hasil
Anopheles sundaicus juga dapat pengamatan pada kelima tempat
berkembangbiak pada salinitas perindukan larva Anopheles sp. di

129
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

Desa Sukamaju bahwa hampir Berdasarkan Depkes RI (2008)


ditemukan predator air dikelima bahwa penyebaran jentik di tempat
tempat yang diteliti. Selain itu, perindukan tidak merata
ditemukan juga tumbuhan air pada 4 dipermukaan, tetapi terkumpul di
tempat penelitian yaitu pada air tempat-tempat yang tertutup
rawa, air sawah, air tambak, dan tanaman air yang mengapung
selokan. (ganggang/lumut), sampah yang
Lingkungan biologi terdiri terapungapung dan pinggiran yang
dari hewan air (predator) dan berumput.
tumbuhan air yang mempengaruhi
kepadatan larva pada tempat Indeks Habitat
perindukan. Pada kelima tempat Pada penelitian ini
perindukan di Desa Sukamaju didapatkan larva Anopheles sp.
Kecamatan Punduh Pidada disemua tempat yang diteliti, yaitu
ditemukan jenis hewan air pada pada air rawa, air sawah, air
rawa terdapat Rana sp. (Kecebong), tambak, selokan, dan perahu rusak.
Gambusia affinis (Ikan cere), dan Sehingga dilakukan perhitungan
keong. Pada tambak terlantar dengan rumus indeks habitat dan
terdapat Gambusia affinis (Ikan didapatkan nilai 1%, dari hasil
cere), Rana sp. (Kecebong), dan tersebut didapatkan bahwa tempat-
keong. Pada air sawah ditemukan tempat tersebut berpotensi untuk
Rana sp. (Kecebong), dan keong. Dan penularan penyakit malaria
pada selokan Rana sp. (Kecebong), (Kemenkes RI, 2018). Hal ini sejalan
dan keong. Sedangkan ditemukan dengan penelitian Tjokroprawiro
jenis tumbuhan air, antara lain di (1983) dalam Ridwan (2019) bahwa
rawa terdapat Spirogyra (alga) dan tempat yang dapat menjadi tempat
dan Cocos nucifera sp.(kelapa). Pada potensial perkembangbiakan larva
tambak terlantar ditemukan Anopheles sp. antara lain kolam
Spirogyra (alga). Pada air sawah bekas tambak udang, laguna,
ditemukan Ipomoea aquatica kobakan, mata air, tambak ikan,
(kangkung). Pada selokan ditemukan sumur, dan rawa.
Spirogyra (alga). Variasi habitat tersebut
Menurut Febriani (2011) mengindikasikan adanya
Predator larva nyamuk yaitu ikan kemampuan beradaptasi larva
kepala timah (Aplocheilus panchax), Anopheles sp. yang secara umum
ikan cere (Gambusia affinis), ikan dapat ditemukan pada beberapa
mujair (Tilapia mossambica), ikan habitat badan air. Hampir semua
nila (Oreochromis niloticus) dan tempat wisata di Kabupaten
anak katak. Hal ini sejalan dengan Pesawaran berada pada dan di
penelitian ini, bahwa hampir semua sekitar badan air sehingga
tempat perindukan yang diteliti berpotensi menjadi tempat
terdapat predator tersebut. penularan malaria (Pesawarankab,
2020).

KESIMPULAN
Karakteristik fisik pada Karakteristik Kimia pada
tempat perindukan larva Anopheles tempat perindukan larva Anopheles
sp. di Desa Sukamaju Kecamatan sp. di Desa Sukamaju Kecamatan
Punduh Kabupaten Pesawaran rata- Punduh kabupaten Pesawaran rata-
rata suhu air 31,33°C, dan rata-rata rata salinitas air 2,4280‰, dan
kedalaman air 25,840 cm. sebagian besar derajat keasaman
(pH) air adalah asam.

130
JUNI [MAHESA: MALAHAYATI HEALTH STUDENT JOURNAL, P- ISSN: 2746-198X
2021 E-ISSN 2746-3486 VOLUME 1, NOMOR 2 2021] HAL 122-133

Karakteristik Biologi pada Spirogyra (alga), Cocos nucifera


tempat perindukan larva Anopheles sp.(kelapa), dan Ipomoea aquatica
sp. di Desa Sukamaju Kecamatan (kangkung).
Punduh kabupaten Pesawaran Indeks habitat didapatkan
sebagian besar terdapat predator air nilai 100% dari hasil tersebut
yaitu Gambusia affinis (Ikan cere), didapatkan bahwa tempat-tempat
Rana sp. (Kecebong), dan keong. tersebut berpotensi untuk penularan
Ditemukan juga tumbuhan air pada 4 penyakit malaria.
tempat yang penelitian yaitu

DAFTAR PUSTAKA

Andananta dkk. (2008). Studi Ekologi Dinas Kesehatan Kabupaten


Perindukan Nyamuk Vektor Pesawaran. (2015). Profil
Malaria Di Desa Way Muli, Dinkes kabupaten Pesawaran
Kecamatan Rajabasa tahun 2014. Pesawaran.
Lampung Selatan. Ernawati dkk. (2012). Tambak
Jurnal Biologi FMIPA terlantar sebagai
Universitas Lampung: tempat perindukan nyamuk di
Lampung. daerah endemis
Ariati dkk. (2008). Bioekologi Vektor malaria (penyebab dan
Malaria Nyamuk Anopheles penanganannya). Jurnal Ilmu
sundaicus di Kecamatan Lingkungan. 10(2): 54-63.
Nongsa Kota Batam Tahun Hadi dkk. (2006). Hama Permukiman
2008. Jurnal Ekologi Indonesia; Pengenalan,
Kesehatan. 10(1): 29-37. Biologi dan Pengendalian.
Arsin, A. (2012). Malaria Di Indonesia Bogor: Unit Kajian
Tinjauan Aspek Epidemiologi. Pengendalian Hama
Makassar: Masagena Press. Permukiman (UKPHP)
Babba, I. (2007). Faktor-Faktor Yang Fakultas Kedokteran
Mempengaruhi Kejadian Hewan: IPB.
Malaria. [Skripsi] Harijanto, P., N. (2009). Malaria:
Semarang: Epidemiologi, Patogenesis,
Program Pasca Sarjana Manifestasi Klinis dan
Universitas Diponegoro. Penanganan. EGC: Jakarta.
Dale dkk. (2005). Malaria in Harmendo. (2008). Faktor Risiko
Indonesia: A summary Of Kejadian Malaria di Wilayah
Recent Research Into Its kerja Puskesmas Kenanga
Environmental Relationships. Kecamatan Sungailiat
Southeast Asian J Trop Med Kabupaten Bangka Provinsi
Public Health. 36(1): 1-13. Kepulauan Bangka Belitung.
Departemen Kesehatan RI. (1999). [Tesis]. Semarang: Program
Modul Epidemiologi Malaria. Pascasarjana Universitas
Ditjen. PPM & PL Departemen Diponegoro.
Kesehatan RI: Jakarta. Kemenkes RI. (2018). Pedoman
Depkes RI. (2008). Pedoman Survei Vektor Malaria.
penatalaksanaan kasus Jakarta: Direktorat Jenderal
malaria di Indonesia. Jakarta: Pencegahan Dan
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Tular
Pengendalian Penyakit Dan Vektor Dan Zoonotik.
Penyehat Lingkungan.

131
132

Leaua, D., J. (2013). Sebaran 2010. [Tesis]. Jakarta:


Kepadatan Larva Dan Program Studi Ilmu
Nyamuk Anopheles Spp. Kesehatan Masyarakat
Penyebab Penyakit Fakultas Kesehatan
Malaria Di Desa Kumo Masyarakat Universitas
Kecamatan Tobelo Indonesia.
Kabupaten Halmahera Pebrianto, A., M. (2008). Ekologi
Utara Provinsi Maluku Perindukan nyamuk vektor
Utara. [Tesis]. Makassar: malaria di pantai puri
Program Pasca Sarjana gading Kelurahan
Universitas Hasanuddin Sukamaju Kecamatan Teluk
Makassar. Betung Barat Bandar
Lestari, E., E. (2017). Karakteristik Lampung. [Skripsi].
tambak terlantar sebagai Bandar Lampung:
tempatperindukan larva Fakultas Matematika dan
anopheles sp. di wilayah Ilmu Pengetahuan Alam
kerja puskesmas hanura Universitas Lampung.
kecamatan teluk pandan Prabowo. (2014). Malaria, Mencegah
kabupaten pesawaran. dan Mengatasinya. Jakarta:
[Skripsi]. Bandar Puspa Swara.
Lampung: Universitas Rusfadir. (2011). Analisis Faktor
lampung. Risiko Kejadian Malaria di
Mahdalena dkk. (2015). Ekologi Pulau Soop Distrik Sorong
Habitat Perkembangbiakan Kepulauan Kota Sorong Tahun
Anopheles Spp. Di Desa 2011. [Tesis]. Makassar:
Simpang Empat, Program Pasca
Kecamatan Lengkiti, Ogan Sarjana Universitas
Komering Ulu, Sumatera Hasanuddin.
Selatan. Indonesian Journal Santjaka. (2013). Malaria
of Health Ecology, 14 pendekatan model
(4), 342- 349. kualitas. Yogyakarta: Nusa
Marpaung. (2006). Penyusunan Medika.
Model Spasial untuk Septiani, L. (2012). Studi Ekologi
Memprediksi Penyebaran Tempat Perindukan Vektor
malariaKabupaten Sukabumi, Malaria Di Desa
Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: SukamajuKecamatan Punduh
Departemen Geofisika Pidada Kabupaten Pesawaran
dan Meteorologi FMIPA-IPB. Provinsi Lampung
Munif, M., A. (2009). Hubungan [Skripsi]. Bandar
antara kepadatan vektor Lampung: FMIPA Universitas
Anopheles aconitus dan Lampung.
insidenmalaria di daerah Soedarto. (2011). Malaria: Referensi
endemik di Kabupaten mutakhir Epidemiologi
Sukabumi Jawa Barat. Jurnal Global – Plasmodium
Ekologi Kesehatan. 8 (1): Anopheles
901- 914. Penatalaksanaan Penderita.
Palupi, N., W. (2010). Hubungan Jakarta: Sagung Seto.
Keberadaan Tempat Sopi, I. (2014). Bionomik Anopheles
Perindukan Nyamuk Dengan sp. di Desa Konda Maloba,
Kejadian Malaria Di Kecamatan Katikutana
Puskesmas Hanura Selatan, Kabupaten Sumba
Kabupaten Pesawaran Tahun Ten gah, Provinsi NTT.

132
133

Jurnal Ekologi Kesehatan; sp dan kejadian


13(3): 240–54. malaria. J. Entomol.
Subki, S. (2000). Faktor-faktor Yang Indonesia. 7(1): 42-53.
Berhubungan Dengan White dkk. (2011). Modelling The
Kejadian Malaria di Impact of Vektor Control
Puskesmas Membalong, Interventions on Anopheles
Puskesmas Gantung, dan gambiae Population
Puskesmas Manggar Dynamics. Parasit
Kabupaten Belitung. Vectors. 4: 153.
[Skripsi]. Jakarta: Fakultas Widoyono. (2011). Penyakit tropis
Kesehatan Masyarakat epidemiologi, penularan,
Universitas Indonesia. pencegahan dan
Sucipto, C., D. (2011). Vektor pemberantasannya,
Penyakit Tropis. sekarang. Jakarta:
Yogmyakarta: Gosyen Erlangga.
Publishing. WHO. (2017). World Malaria Report
Suparman, E. (2005). Tinjauan 2017. Luxembourg: WHO.
Kepustakaan: Malaria Pada Yudhastuti, R. (2008). Gambaran
Kehamilan. Jakarta: Cermin faktor lingkungan daerah
Dunia Kedokteran. berbatasan (kabupaten
Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, tulungagung dengan
P. K., Sungkar, S. kabupaten trenggalek)
(2011). Parasitologi Surabaya. [Skripsi]. Surabaya:
kedokteran. Jakarta: FK UI. Universitas Airlangga.
Suwito dkk. (2010). Hubungan iklim,
kepadatan nyamuk Anopheles

133

You might also like