Professional Documents
Culture Documents
Laundry Waste Water Treatment Using Bottom Ash As Adsorption Media
Laundry Waste Water Treatment Using Bottom Ash As Adsorption Media
ABSTRACT
The development of the laundry industry needs attention because generally laundry industry players
dispose of waste directly into receiving waters, which causes the water environment to become
polluted. Therefore, it is necessary to conduct research to reduce levels of pollutants (BOD, COD,
pH, and phosphate). One of the processing techniques that can be used to treat laundry wastewater is
the adsorption process. Adsorption occurs because of the attractive forces between the adsorbate
molecules on the adsorbent surface. In this study, bottom ash was used as an adsorbent to absorb
pollutant levels from laundry waste. This study aims to determine the quality of the absorption of
bottom ash adsorbent on the reduction of pollutant levels from laundry waste and the effectiveness of
reducing pH, phosphate, COD and BOD levels on variations in the time and weight of the adsorbent
used. This laundry waste treatment goes through several stages such as raw material preparation,
initial analysis, absorption of laundry waste using bottom ash and final analysis. The results showed
that the values of COD, BOD, pH and phosphate after absorption were obtained values of 354.8 mg /
L, 129.2 mg / L, 7 and 0.095 mg / L, respectively.
yang dihasilkan sehingga memiliki kemampuan 3.1 Karakterisasi Scanning Electron Microscope
penyerapan yang tinggi. Sedangkan aktivasi kimia (SEM)
dapat dilakukan dengan menambahkan bahan kimia Pada Gambar 1 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa
atau bahan pengaktif seperti seng klorida (ZnCl2), struktur permukaan bottom ash sebelum dan sesudah
magnesium karbonat (MgCO3), natrium karbonat aktivasi pada perbesaran 2000x maupun perbesaran
(NaCO3), kalsium klorida (CaCl2), natrium klorida 5000x terlihat jelas bahwa sama-sama mengalami
(NaCl), natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida perubahan bentuk dan struktur permukaan adsorben
(KOH) dan lain sebagainya (Sembiring, 2003). bottom ash. Permukaan adsorben yang belum
Wardani (2012) telah melakukan modifikasi diaktivasi masih berbentuk halus dan strukturnya masih
permukaan pada abu layang dengan penambahan terjaga. Sedangkan pada bottom ash yang telah
NaOH. Pada penelitiannya, modifikasi permukaan abu diaktivasi bahwa permukaan bottom ash menjadi kasar
layang menggunakan NaOH dengan variasi konsentrasi dan terbentuk retakan yang banyak.
0M, 1M, 2M, 3M. Hasil dari penelitian tersebut adalah
peningkatan konsentrasi NaOH mampu membentuk
ikatan yang lebih padat meskipun ikatan yang
dihasilkan kurang kuat.
2. METODE
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
adalah limbah laundry, bottom ash, NaOH 1 M, dan
aquadest. Sementara alat yang digunakan adalah
seperangkat alat hot plate.
Bottom ash diayak dengan ukuran ayakan sebesar
45 mesh untuk menghomogenkan ukuran partikel. (a) Sebelum Aktivasi (b) Sesudah Aktivasi
Membuat larutan NaOH 1 M dengan mengencerkan 24
gram NaOH. Kemudian bottom ash akan di aktivasi Gambar 1. Karakteristik Scanning Electron
dengan larutan NaOH 1 M pada suhu 85 – 90 oC selama Microscope Bottom Ash Perbesaran 2000x (a) Sebelum
6 jam supaya zat-zat pengotor yang ada di dalam pori- Aktivasi (b) Sesudah Aktivasi
pori bottom ash akan keluar dan memperbesar luas
permukaan. Setelah di aktivasi, bottom ash akan dibilas
menggunakan aquadest untuk menghilangkan larutan
NaOH yang masi menempel pada permukaan bottom
ash. Kemudia bottom ash akan dikeringkan di dalam
oven selama 7 jam dengan suhu 110 oC untuk
menghilangkan kadar air yang ada di dalam bottom ash.
Mengayak kembali bottom ash dengen ukuran ayakan
45 mesh untuk menghomogenkan ukuran partikel dan
memvariasikan berat bottom ash sebanyak 5, 10, 15,
dan 20 gram, serta variasi lama waktu penyerapannya
selama 20, 40 dan 60 menit. Air limbah laundry yang (a) Sebelum Aktivasi (b) Sesudah Aktivasi
digunakan sebanyak 600 ml dan mencampurkannya
dengan bottom ash dengan variasi berat dan waktu yang Gambar 2. Karakteristik Scanning Electron
telah ditetapkan. Analisa sampel pada tiap percobaan Microscope Bottom Ash Perbesaran 5000x (a) Sebelum
yang ditelah dilakukan. Untuk mengkarakterisasikan Aktivasi (b) Sesudah Aktivasi
bottom ash sebelum dan sesudah aktivasi menggunakan
alat yang bernama SEM (Scanning Electron Basa kuat seperti NaOH dapat digunakan sebagai
Microscope), sedangkan analisa COD menggunakan aktivator untuk menghilangkan zat-zat pengotor pada
metode uji SNI 6989.73:2019, analisa BOD adsorben sehingga menjadi lebih berpori. Hal ini juga
menggunakan metode uji SNI 6989.72:2009, analisa terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Slamet dan
fosfat menggunakan metode uji SNI 06.6989.31-2005 Imas (2017) yang menggunakan fly ash dengan
dan untuk analisa pH menggunakan kertas pH. aktivator basa kuat NaOH untuk adsorpsi limbah cair
amonia dimana terjadi pelarutan komponen pada
3. HASIL DAN PEMBAHASAN permukaan abu terbang sehingga menyebabkan
Penelitian adsorpsi ini menggunakan limbah permukaan adsorben semakin kasar. Dan juga hal ini
laundry dengan adsorben bottom ash teraktivasi terjadi pada penelitian yang dilakukan (Ramadhan,
dengan larutan basa kuat NaOH 1 M dilakukan dengan 2019) yang menggunakan bottom ash sebagai adsorben
berbagai variasi diantaranya variasi massa sebesar 5, dengan aktivator NaOH 3 M, membentuk permukaan
10, 15, dan 20 gram, sedangkan untuk vasiasi lama adsorben menjadi kasar dan memiliki tekstur
waktu penyerapan sebesar 20, 40, dan 60 menit. permukaan yang tidak beraturan. Perubahan bentuk
permukaan dari halus menjadi kasar juga membuktikan
22
Politeknik Negeri Sriwijaya,
Jurnal Kinetika Vol. 12, No. 02 (Juli 2021) : 21-28
hilangnya logam-logam pengotor yang ada pada bottom Selatan. Dimana kondisi ini masih aman jika langsung
ash. Berikut dapat dilihat pada Tabel 1. perubahan dibuang ke perairan penerima. Kondisi perairan yang
yang terjadi pada permukaan bottom ash setelah di bersifat sangat asam maupun sangat basa dapat
aktivasi dengan NaOH 1M. membahayakan kelangsungan hidup organisme karena
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
Tabel 1. Data Sebelum dan Sesudah Aktivasi respirasi. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung
Perubahan Struktur pada beberapa faktor yaitu, kondisi gas-gas dalam air
seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan
Sebelum Aktivasi Sesudah Aktivasi bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar
Luas Struktur halus dan Tidak Beraturan dan perairan (Barus, 2004).
Permukaan masih terjaga banyak membentuk
retakan
b. Biological Oxygen Demand (BOD)
Pori-pori Tidak terlihat Terlihat tidak jelas
Berdasarkan hasil analisis laboratorium dapat
dilihat pada Tabel 2., kadar BOD yang telah dilakukan
Namun sangat disayangkan dari kedua gambar dalam proses penyerapan menggunakan bottom ash
tidak terlihat jelas adanya pori-pori terbentuk pada didapat nilainya sebesar 132,3 mg/L yang mengalami
kedua perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan konsentrasi menjadi 129,2 mg/L. Sedangkan
besarnya ukuran paritikel bottom ash yang akan diberi untuk baku mutunya sebesar 75 mg/L, dimana kadar
perlakuan analisis SEM dan kurangnya perbesaran BOD yang didapat masi diluar baku mutu. Hal ini
untuk melihat morfologi bottom ash. Mungkin Ukuran menjukkan kurangnya keefektivitasan adsorpsi dari
partikel yang digunakan pada analisis ini sebesar 45 adsorben bottom ash dalam penyerapannya. Nilai BOD
mesh, oleh karena itu pori-pori tidak tampak jelas pada yang tinggi menunjukkan tingkat pencemaran bahan
permukaan bottom ash. Pada penelitian Astari dan organik pada air limbah tinggi, sehingga kurangnya
Utami (2018), menggunakan ukuran partikel fly ash oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
sebesar 100 mesh, sehingga terlihat jelas luas pori-pori (bakteri) untuk mengurai/mendekomposisi zat organik
pada permukaan adsorben. pada air limbah. Hal ini menyebabkan bakteri dapat
menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses
3.2 Penurunan Kadar Polutan pada Limbah oksidasi dan dapat membuat perairan penerima
Laundry menjadi anaerobik (Atima, 2015).
Pengujian dilakukan untuk mengetahui kualitas
perbandingan sampel awal dengan hasil akhir untuk c. Chemical Oxygen Demand (COD)
mendapatkan nilai penurunan kadar dari hasil analisis. Untuk kadar COD yang dihasilkan seperti yang
Parameter yang dilakukan dipengujian awal meliputi, ditunjukkan pada Tabel 2., didapat hasil analisis
BOD, COD, Fosfat, dan pH. sebesar 463,6 mg/L yang mengalami penurunan kadar
Dimana untuk mengukur baku mutu air limbah COD dalam proses adsorpsinya menjadi 354,8 mg/L.
telah diatur pada Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Hal ini menunjukkan nilai COD yang didapat selama
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair proses adsorpsi tidak memenuhi standar baku mutu dari
untuk Industri Sabun dan Deterjen. Berikut hasil Peraturan Gubernur Sumatera Selatan. Keefktivitasan
analisis dari penyerapan kadar limbah laundry. adsorben bottom ash dalam penyerapannya kurang
maksimal. Tingginya nilai COD menandakan
Tabel 2. Hasil Analisis Pengolahan Limbah Laundry banyaknya jumlah bahan organik yang teroksidasi pada
Parameter Hasil Uji air limbah, yang akan mengurangi tingkat oksigen
Uji Baku
(Sampel
Satuan Metode Uji
Mutu terlarut. Penurunan tingkat oksigen dapat menyebabkan
Awal Akhir
Awal) kondisi anaerob, yang dapat merusak ekosistem
SNI perairan penerima (Sumantri, dkk. 2011).
Fosfat mg/L 0,26 0,104 06.6989.31- 2
2005
d. Fosfat (PO43-)
SNI Hasil dari penyerapan kadar fosfat ditunjukkan
BOD mg/L 132,3 129,2 75
6989.72:2009 pada Tabel 3. Pengujian adsorpsi dengan variasi berat
SNI bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh berat
COD mg/L 463,6 354,8 180 adsorben dalam menyerap konsentrasi fosfat,
6989.73:2019
sedangkan untuk variasi waktu kontak bertujuan untuk
pH - 7 7 - 6-9
melihat bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap
daya jerap fosfat.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pada penelitian ini, nilai pH yang dihasilkan pada 3.3 Pengaruh Massa Adsorben dan Waktu Adsorpsi
Tabel 2., menunjukkan nilai pH yang tidak mengalami terhadap Konsentrasi Fosfat pada Limbah Laundry
penurunan. Nilai pH yang di dapat sebesar 7, dimana Untuk mengetahui pengaruh berat adsorben dan
memiliki kadar pH yang masuk dalam batas normal lama waktu penyerapan konsentrasi fosfat, dilakukan
(6-9) sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera penelitian dengan memvariasikan massa adsorbennya
ISSN: 1693-9050
E-ISSN: 2623-1417
https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/kimia/index 23
Fadarina, dkk
5g
-1.76
0.15
10 g
y = -0.6553x - 2.3732
15 g
0.14 -1.74 R² = 1
Log qe
20 g
0.13
-1.72
0.12
-1.05 -1.02 -0.99 -0.96 -0.93
20 30 40 50 60
-1.70
Waktu (menit) Log Ce
24
Politeknik Negeri Sriwijaya,
Jurnal Kinetika Vol. 12, No. 02 (Juli 2021) : 21-28
bahwa pola adsorpsi mengikuti pola isoterm tersebut
13.00 (Apriyanti, dkk., 2018).
Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 maka
12.00
dibuatlah sebuah rangkuman yang dapat dilihat pada
Gambar 6.
Ce/qe
y = 188.41x - 8.4833
11.00 R² = 0.9998
1.0005
7.00
0.9985
Ce/qe
6.00 5 10 15 20 25
Berat (g)
y = 88.13x - 3.5743
5.00 R² = 1 Gambar 6. Grafik Perbandingan Nilai Koefisien Relasi
(R2)
4.00
0.09 0.1 Ce 0.11 0.12
Pada Gambar 6. dapat dilihat perbandingan nilai
(b) 10 gram koefisien relasi (R2) dari kedua model isoterm adsorpsi.
Nilai R2 dari model Langmuir lebih mendekati
30.00
liniearitas dibandingkan model Freundlich. Hal ini
menunjukkan bahwa adsorpsi fosfat dengan bottom ash
26.00
teraktivasi NaOH bersifat adsorpsi kimia dan terbentuk
lapisan monolayer. Adsorpsi kimia melibatkan gaya
Ce/qe
22.00
y = 328.86x - 17.654 yang jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika. Karena
R² = 0.9993 adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben
18.00
akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya
lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan
14.00
0.1 0.115 0.13 0.145
selanjutnya sehingga efektifitas penyerapannya
Ce
berkurang (Herawaty, 1993).
(c) 15 gram Oleh karena itu penentuan daya adsorpsi
maksimum bottom ash pada proses penyerapan fosfat
29.00
dihitung dengan menggunakan persamaan adsorpsi
Langmuir karena membentuk lapisan tunggal zat yang
26.00 teradsorpsi dari ion fosfat pada setiap permukaan
Ce/qe
didapat 0,3404, hal ini menunjukkan proses adsorpsi sebagai media penyerap.
pada adsorben bottom ash sesuai dan dapat digunakan
26
Politeknik Negeri Sriwijaya,
Jurnal Kinetika Vol. 12, No. 02 (Juli 2021) : 21-28
Atima, W. 2015. BOD dan COD Sebagai Parameter Lestiani, D. D., Muhayatun dan Adventini, N. 2010.
Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Karakteristik Unsur pada Abu Dasar dan
Limbah. Jurnal Biologi Science dan Abu Terbang Batubara Menggunakan
Education, 4(1): 83-93, Ambon. Analisis Aktivasi Neutron Instrumental.
Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Badan Standarisasi Nasional. 2005. SNI Indonesia. 11(1): 27-34, Bandung.
06.6989.31:2005. Air dan Air Limbah –
Bagian 31: Cara Uji Kadar Fosfat dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 8 Tahun
Spektrofotometer secara Asam Askorbat. 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi
Badan Standarisasi Nasional : Jakarta. Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit,
Domestik, dan Pertambangan Batubara.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 6989.72:2009.
Air dan Air Limbah – Bagian 2: Cara Uji Putri, M. F. 2016. Adsorpsi Diklorometana pada
Kebutuhan Oksigen Biokimia Adsorben Granular Activated Carbon
(Biochemical Oxygen Demand/BOD). (GAC) Menggunakan Sistem Batch.
Badan Standarisasi Nasional : Jakarta. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga
Surabaya.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. SNI 6989.73:2019.
Air dan Air Limbah – Bagian 2: Cara Uji Rahmat, B., dan Mallongi, A. 2018. Studi Karakteristik
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical dan Kualitas BOD dan COD Limbah Cair
Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Rumah Sakit Umum Daerah Lanto Dg.
Tertutup Secara Spektrofotometri. Badan Pasewang Kabupaten Jeneponto. Jurnal
Standarisasi Nasional : Jakarta. Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) Vol. 1.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ramadhan, Alfikri. 2019. Pemanfaatan Bottom Ash
Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas Batubara Teraktivasi KOH untuk
MIPA. USU, Medan. Menurunkan Kandungan Fosfat PO43-
pada Limbah Deterjen. Skripsi. Medan:
Dhilon, A., Sharma, T., Soni, S., dan Kumar, D. 2016. Universitas Sumatera Utara.
Fluoride adsorption on a cubical ceria
nanoadsorbent: Function of surface Santoso, D. R. 2016. Pemanfaatan Arang Aktif Limbah
properties. RSC Advances Journal Vol. 6, Kulit Ubikayu (Manihot esculenta, Crantz)
No. 92. Sebagai Bahan Adsorpsi Logam Besi (Fe)
pada Air Sungai Parit Busuk di
Herawaty, E. 1993. Sifat-sifat Permukaan dan Proses Kecamatan Medan Perjuangan Sumatera
Katalisis. Skripsi, Depok: Universitas Utara. Skripsi. Medan: Universitas Medan
Indoensia. Area.
Hidayati, D. S. N., Juliananda, dan Ismuyanto, B. 2016. Sathasivam, K., & Haris, M. R. H. M. 2010. Banana
Adsorpsi Kesadahan (Ca) Menggunakan Trunk Fibers As An Efficient Biosorbent
Adsorben Berbasis Sekam Padi. Jurnal For The Removal Of Cd(II), Cu(II), Fe(II)
Teknik Kimia USU. 5(3): 1-6. Malang And Zn(II) FromAqueous Solutions.
Journal of the Chilean Chemical Society.
Holmberg, Jenny Perez. (2006). Competitive 55(2): 278-282 Penang: Malaysia.
Adsorption and Displacement Behaviour
of Heavy Metals on Peat. Master's Thesis, Sembiring, M. T., dan Tuti, S. S. 2003. Arang Aktif
Division of Water Environment (Pengenalan dan Proses Pembuatannya).
Technology, Chalmers University of Skripsi. Medan: Universitas Sumatera
Technology. Göteborg: Sweden. Utara.
Kurniasari, L., Djaeni, M., dan Purbasari, A. 2011. Slamet dan Imas, K. K. 2017. Pemanfaatan Limbah
Aktivasi Zeolit Alam sebagai Adsorben Fly Ash untuk Penanganan Limbah Cair
pada Alat Pengeringan Bersuhu Rendah. Amonia. Jurnal Kimia dan Kemasan.
Jurnal Reaktor. 13(3): 178-184, Semarang. 39(2), 69-78.
Kusuma, D. A., Fitria, L., dan Kadaria, U. 2019. Soeharto, B., Anugroho, F., dan Putri, F. K. 2020.
Pengolahan Limbah Laundry dengan Penurunan Kadar Fosfat Air Limbah
Metode Moving Bed Biofilm Reactor Laundry Menggunakan Kolom Adsorpsi
(MBBR). Jurnal Teknologi Lingkungan Media Granular Avtivated Carbon (GAC).
Lahan Basah. 2(1): 1-10, Tanjungpura.
ISSN: 1693-9050
E-ISSN: 2623-1417
https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/kimia/index 27
Fadarina, dkk
28