Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT

KLINIS POST ORIF CALCANEUS


DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH
GOMBONG

Disusun Untuk Memenuhi


Mata Kuliah Praktik Klinik-1

PUTRI AYU KINASIH


2001079

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RONTGEN


FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISIAN MEDIK
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022
TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT
KLINIS POST ORIF CALCANEUS
DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH
GOMBONG

Disusun Oleh :
PUTRI AYU KINASIH
2001079

Semarang, Januari 2022

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan (CI)

Intan Andriani, M.Si Tika Ayu Sukma Yudha, Amd.Rad


"POST ORIF CALCANEUS CLINICAL ANKLE JOINT EXAMINATION
TECHNIQUE IN RADIOLOGICAL INSTALLATION OF PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG Hospital"
“TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT KLINIS POST ORIF
CALCANEUS DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH
GOMBONG”
Putri Ayu Kinasih1), Tika Ayu Sukma Yudha 2), Intan Andriani3)
1)
Mahasiswa Prodi DIII Teknik Rontgen Universitas Widya Husada Semarang
2)
Pembimbing Lapangan di RS PKU Muhammadiyah Gombong
3)
Dosen Pembimbing Prodi DIII Teknik Rontgen
Email : putriayukinasih96@gmail.com

ABSTRACT
Examination of the calcaneus in conventional radiology is an examination
that uses X-ray radiation to produce an image of the calcaneus bone which will
later be used to diagnose an abnormality or disease. Open Reduction Internal
Fixation (ORIF) is a surgical procedure to maintain a broken bone in its position
until the bone returns to its original position using internal fixation tools such as
wire, plate, nails, pins, screws. In the case of post orif calcaneus dextra at the
Radiology Installation of PKU Muhammadiyah Gombong Hospital, the ankle joint
examination technique was Anteroposterior (AP) and lateral using a 24x30 image
reseptor mounted transversely.
Descriptive qualitative research with a case study approach conducted on
patients with post orif calcaneus clinical ankle joint examination at the Radiology
Installation of PKU Muhammadiyah Hospital Gombong on January 3, 2022–
January 29, 2022. Data collection was carried out by observing patients,
interviews with Radiology Specialists and documentation.
The results showed that the examination of the ankle joint in clinical post-
orif calcaneus was intended to evaluate the physiological function of the ankle
joint. In the examination, it is advisable to do a projection of the calcaneus bone
because the position of the wire installation tends to be posterior and does not
approach the ankle joint.
Keywords: Calcaneus, Post ORIF.
ABSTRAK
Pemeriksaan calcaneus pada radiologi konvensional adalah pemeriksaan
yang menggunakan pancaran radiasi sinar-X sehingga dihasilkan gambaran os
calcaneus yang nantinya digunakan untuk menegakkan diagnosa suatu kelainan
atau penyakit. Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah tindakan
pembedahan untuk mempertahankan tulang yang patah pada posisinya sampai
tulang kembali seperti semula dengan menggunakan alat fiksasi interna seperti
kawat, plat, paku, pin, sekrup, wire. Pada kasus post orif calcaneus dextra di
Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong dilakukan dengan teknik
pemeriksaan ankle joint proyeksi Anteroposterior (AP) dan lateral menggunakan
kaset 24x30 dipasang melintang.
Penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang
dilakukan pada pasien dengan pemeriksaan ankle joint klinis post orif calcaneus
di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 3 Januari
2022–29 Januari 2022. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada
pasien, wawancara dengan Dokter Spesialis Radiologi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemeriksaan ankle joint pada klinis
post orif calcaneus ditujukan untuk mengevaluasi fungsi fisiologis pada ankle
joint. Dalam pemeriksaan sebaiknya dilakukan proyeksi os calcaneus karena
posisi pemasangan wire yang cenderung kearah posterior dan tidak mendekati
ankle joint.

Kata Kunci : Calcaneus, Post ORIF, proyeksi


PENDAHULUAN
Radiografi diambil dari kata Radio yang dimaknai sebagai gelombang
atau tepatnya gelombang elektromagnetik dan Graph artinya gambar sehingga
radiografi diartikan sebagai gambar yang dihasilkan dari gelombang
elektromagetik. Selain itu, radiografi diartikan sebagai prosedur untuk merekam,
menampilkan dan mendapatkan informasi dari lembar film pada penggunaan
sinar-X (Sudibyo Dwi Saputro, 2014). Teknik Radiografi adalah ilmu yang
mempelajari tata cara pemotretan suatu objek untuk memperlihatkan gambaran
radiografi dari organ yang diperiksa dan memberikan informasi diagnostic yang
tepat dan terekam dalam media film (Ballinger, 2012). Ilmuan yang berperan
penting dalam bidang radiologi dan radiografi adalah Wilhelm Conrad Rontgen,
sebagai penemu sinar-X pada tanggal 9 November 1895. Beliau melakukan
penelitian di laboratorium Universitas Wurzburg Jerman dengan melakukan
eksperimennya menggunakan tabung croock. Hasil eksperimennya tersebut
menghasilkan penemuan yang luar biasa yang menghantarkan pada kemajuan
dibidang ilmu pengetahuan fisika dan munculnya ilmu pengetahuan baru bidang
kedokteran yaitu kedokteran radiologi termasuk didalamnya pengetahuan dan
teknologi radiografi. (Sudibyo Dwi Saputro, 2014)
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang menggunakan pancaran
radiasi sinar-X sehingga dihasilkan gambaran suatu organ yang nantinya
digunakan untuk menegakkan diagnosa suatu kelainan atau penyakit. Seiring
dengan perkembangan zaman, modalitas pada radiologi semakin banyak.
Beberapa modalitas yang sampai sekarang masih sering digunakan adalah
pesawat sinar-X konvesional, fluoroscopy, CT-Scan, USG (ultrasonography),
panoramic, magnetic resonance imaging (MRI), dan lain-lain. Pada setiap teknik
pemeriksaan radiologi hal pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana
memproyeksikan objek secara baik dan tepat sehingga mampu menghasilkan
radiografi yang optimal pada objek yang akan diperiksa sehingga dapat
menghasilkan diagnosa yang akurat dan informatif. Gambar radiografi
merupakan representasi struktur anatomi dari pasien (Bontrager, 2014).
Pada pemeriksaan radiologi konvensional terbagi menjadi dua jenis
pemeriksaan yaitu pemeriksaan dengan kontras dan pemeriksaan non kontras.
Pemeriksaan dengan bahan kontras meliputi pemeriksaan colon in loop,
uretrography, BNO-IVP, fistulography, OMD, dan sebagainya. Pemeriksaan
radiologi non kontras meliputi pemeriksaan pada ekstremitas atas yang meliputi
pemeriksaan antebrachia, manus, wrist joint, humerus, sholuder joint.
Ekstremitas bawah yang meliputi pemeriksaan hip joint, femur, genu, cruris,
pedis, ankle joint dan calcaneus. Pemeriksaan calcaneus pada radiologi
konvensional adalah pemeriksaan yang menggunakan pancaran radiasi sinar-X
sehingga dihasilkan gambaran os calcaneus yang nantinya digunakan untuk
menegakkan diagnosa suatu kelainan atau penyakit.
Tulang tarsal terdiri dari beberapa tulang salah satunya Os calcaneus.
Os calcaneus adalah tulang kaki yang paling besar dan paling kuat dari
tulang tarsal. Tulang yang terletak pada posterior sering disebut tulang tumit
(Lampignano & Kendrick, 2018). Os calcaneus berfungsi mengalihkan berat
badan ke belakang diatas tanah dan mendukung berat badan pada saat
berdiri (Pearce, 2012).

Gambar 1. Anatomi Calcaneus

Indikasi pemeriksaan calcaneus yang sering ditemukan meliputi spur,


corpus allienum, fissure dan fraktur. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya
kontinuitas tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara
ringkas dan umun, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Zairin Noor, 2016). Fraktur calcaneus adalah terputusnya hubungan
tulang tumit disebabkan oleh suatu cedera dari trauma langsung yang mengenai
kaki. Mekanisme trauma sering terjadi akibat jatuh dari ketinggian, biasanya dari
tangga pada satu atau kedua tumit. Calcaneus terdorong keatas menghantam
talus sehingga menjadi retak atau remuk (Zairin Noor, 2016). Penanganan
fraktur dapat dilakukan regoknisi, reduksi yang berupa Open Reduction Internal
Fixation (ORIF), retensi dan rehabilitasi. Reduksi adalah tindakan manipulasi
fragmen tulang yang patah untuk kembali ketulang asalnya. Open Reduction
Internal Fixation (ORIF) adalah tindakan pembedahan untuk mempertahankan
tulang yang patah pada posisinya sampai tulang kembali seperti semula dengan
menggunakan alat fiksasi interna seperti kawat, plat, paku, pin, sekrup, atau
batangan logam (Sjamsuhidajat & De Jong, 2017, p.1060).
Menurut Bontrager’s (2018), teknik pemeriksaan calcaneus berbeda
dengan teknik pemeriksaan ankle joint. Pemeriksaan yang dilakukan pada os
calcaneus adalah proyeksi plantodorsal (axial) dan lateral (mediolateral). Untuk
proyeksi plantodorsal (axial) menggunakan kaset 18x24 tanpa grid dipasang
membujur dengan posisi marker dibawah mengikuti anatomi tubuh pasien, FFD
diatur 40 inci atau 102 cm, posisi pasien bisa diatur duduk atau supine
tergantung kenyamanan pasien, telapak kaki full ekstensi, atur ankle joint pada
pertengahan kaset, permukaan plantar vertikal tegak lurus kaset, arahkan sinar
kedasar metatarsal digiti 3 dan menyudut 40 derajat chepalad. Proyeksi lateral
(mediolateral) dengan kaset ukuran 18x24 tanpa grid dipasang membujur, FFD
diatur 40 inci atau 102 cm, posisi pasien lateral recumbent, kaki dimiringkan 45°
kesisi yang diperiksa, lutut fleksi, posisi objek malleolus lateralis dan medialis
saling superposisi secara vertikal. Arah sinar vertikal tegak lurus kaset, titik bidik
2,5 cm distal malleolus medialis.
Pada kasus post orif calcaneus dextra di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong dilakukan dengan teknik pemeriksaan ankle joint
proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral menggunakan kaset 24x30 dipasang
melintang. Proyeksi anteroposterior (AP) ankle joint dilakukan menggunakan
marker R diletakan samping bagian tubuh yang diperiksa dengan posisi pasien
tidur diatas meja pemeriksaan, kaki yang tidak diperiksa ditekuk menjauhi kaki
yang diperiksa, ankle joint diatur posisi true AP, arah sinar vertikal tegak lurus,
titik bidik pertengahan kedua malleolus, FFD 100 cm dan pasien tidak bergerak
saat eksposi. Proyeksi lateral ankle joint pasien tidur miring kesisi yang diperiksa,
malleolus lateralis dan medialis diatur saling super posisi secara vertikal, arah
sinar vertikal tegak lurus kaset, titik bidik malleolus medialis, FFD 100 cm dan
pasien tidak bergerak saat eksposi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis selama praktik klinik 1 di
Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong, pada kasus post orif
calcaneus dilakukan menggunakan teknik pemeriksaan ankle joint proyeksi AP
dan Lateral (Mediolateral) sesuai dengan permintaan Dokter pengirim. Adanya
perbedaan penggunaan teknik pemeriksaan yang ada diteori dengan dilapangan,
maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut untuk mengetahui teknik pemeriksaan
ankle joint klinis post orif calcaneus di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan artikel ilmiah ini
adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang
dilakukan pada pasien dengan pemeriksaan ankle joint klinis post orif calcaneus
di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 3 Januari
2022–29 Januari 2022. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi
pada pasien, wawancara dengan Dokter Spesialis Radiologi dan dokumentasi.
Setelah semua dokumen terkumpul kemudian membuat transkip selanjutnya
penulis mereduksi data kemudian dibuat koding terbuka setelah itu melakukan
penyajian data berupa kuotasi dan pendapat informan kemudian penulis
mengkaji dengan literatur yang ada sehingga menulis menarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan tindakan operasi, tanggal 11 Januari 2022 pasien
datang ke Instalasi Radiologi dengan permintaan foto rontgen ankle joint klinis
post orif calcaneus. Pasien datang kebagian administrasi radiologi menyerahkan
surat permintaan foto rontgen, kemudian petugas administrasi melakukan croos
check data pasien, menulis data pasien dibuku registrasi pemeriksaan
konvensional dan menuliskan nomor rontgen pasien dilembar permintaan foto.
Petugas administrasi memberikan surat permintaan foto kepada radiografer,
kemudian radiografer menginput data pasien pada computed radiography.
Setelah menginput data pasien, radiografer memanggil pasien dan diarahkan ke
ruang pemeriksaan.
Untuk referensi penunjang dalam melakukan pemeriksaan, penulis
menyajikan identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini yang diperoleh dari
lembar permintaan rontgen. Pasien dengan nama Ny. T P, umur 71 tahun, jenis
kelamin perempuan, alamat Karanganyar 1/2 Kebumen dengan No RM 44xxxx.
Gambar 2. Surat Permintaan Foto Rontgen

Adapun alat-alat yang perlu disiapkan dalam pemeriksaan ankle joint


klinis post orif calcaneus adalah pesawat sinar-X dengan spesifikasinya yaitu
merk Toshiba, Tipe DR-1824, nomor seri pesawat 091415 dengan kapasitas 150
kV tahun 2009, kaset ukuran 24x30 cm dan marker, Computed Radiography
merk Fujifilm FCR XG-1,Printer merk DRYPIX 7000 Fujifilm.
Gambar 3.Pesawat Konvensional RS PKU Muhammadiyah Gombong

Gambar 4.Computed Radiography RS PKU Muhammadiyah gombong

Gambar 5. Printer merk DRY PIX 7000 Fujifilm RS PKU Muhammadiyah Gombong
Gambar 6. Pengatur faktor eksposi RS PKU Muhammadiyah Gombong

Gambar 7. Kaset ukuran 24x30 dan Marker RS PKU Muhammadiyah Gombong

Pada kasus post orif calcaneus dextra di Instalasi Radiologi RS PKU


Muhammadiyah Gombong dilakukan dengan teknik pemeriksaan ankle joint
proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral menggunakan kaset 24x30 dipasang
melintang dan dibagi dua bagian. Proyeksi anteroposterior (AP) ankle joint
dilakukan menggunakan marker R diletakan disamping kanan tubuh yang
diperiksa dengan posisi pasien tidur diatas meja pemeriksaan, kaki yang tidak
diperiksa ditekuk menjauhi kaki yang diperiksa, ankle joint diatur posisi true AP,
arah sinar vertikal tegak lurus, titik bidik pertengahan kedua malleolus, FFD 100
cm, faktor eksposi 49 kV 8 mAs dan pasien tidak bergerak saat eksposi. Proyeksi
lateral ankle joint pasien tidur miring kesisi yang diperiksa, malleolus lateralis dan
medialis diatur saling super posisi secara vertikal, arah sinar vertikal tegak lurus
kaset, titik bidik malleolus medialis, FFD 100 cm, faktor eksposi 49 kV 8 mAs dan
pasien tidak bergerak saat eksposi.
Gambar 8. Radiograf Ankle Joint di Instalasi Radiologi
RS PKU Muhammadiyah Gombong

Setelah selesai pemeriksaan, radiograf diedit dengan cara atur kontras,


densitas, ketajaman, detail, langkah selanjutnya crop/ potong yang tidak
diperlukan dan pasang marker R/L. Radiograf dicetak menggunakan 1 film small/
drypxhigh. Setelah diprint menggunakan fim drypxhigh, hasil print tersebut
diserahkan ke Dokter Spesialis Radiologi untuk dilakukan pembacaan. Setelah
radiograf selesai dibaca oleh dokter, hasil ekspertisi diprint dalam tiga rangkap
yaitu lembar berwarna putih, pink dan kuning. Lembar kuning dan radiograf
diberikan ke pasien. Sedangkan lembar berwarna pink dan putih distaples diluar
sampul bagian depan untuk arsip rekam medik. Sedangkan surat pengantar
rontgen diarsipkan di ruang radiologi. Pasien atau keluarga menyerahkan bukti
pengambilan hasil foto kepada petugas radiologi, kemudian mencatat identitas
pasien dan tanda tangan dibuku ekspedisi pengambilan foto. Setelah itu pasien
dianjurkan untuk kembali ke dokter pengirim.
Gambar 9. Hasil Ekspertisi Dokter klinis post orif calcaneus di Instalasi Radiologi
RS PKU Muhammadiyah Gombong.

Prinsip proteksi radiasi yang diterapkan di Instalasi Radiologi meliputi:


justifikasi, limitasi dosis dan penerapan optimasi dan keselamatan radiasi.
Justifikasi atau pembenaran penggunaan pesawat sinar-X sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 220 ayat (a) harus didasarkan pada pertimbangan bahwa
manfaat yang diperoleh jauh lebih besar dari resiko bahaya radiasi yang
ditimbulkan sehingga pemeriksaan radiologi dilakukan atas permintaan dokter
pengirim. Limitasi dosis diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan
masyarakat melalui penerapan nilai batas dosis (NBD) yaitu dengan
menggunakan faktor eksposi seminimal mungkin dan melakukan pemeriksaan
sebaik mungkin sehingga tidak terjadi pengulangan foto. Dosis yang diterima
pekerja radiasi maupun masyarakat tidak boleh melampaui nilai batas dosis yang
telah ditetapkan oleh Perka Bapeten No 4 Tahun 2013. Penerapan optimasi dan
keselamatan radiasi harus didasarkan pada upaya agar pekerja radiasi, pasien
dan anggota masyarakat disekitar Instalasi Radiologi menerima paparan dan
dosis radiasi serendah mungkin sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan diagnostik. Upaya Optimasi dengan selalu menutup pintu pemeriksaan
saat melukan pemeriksaan dan menyalakan lampu indikator merah sebagai
tanda sedang ada pemeriksaan radiologi. (Rini Indrati, 2018)
Menurut Bontrager’s (2018), teknik pemeriksaan calcaneus berbeda
dengan teknik pemeriksaan ankle joint. Pemeriksaan yang dilakukan pada os
calcaneus adalah proyeksi plantodorsal (axial) dan lateral (mediolateral). Untuk
proyeksi plantodorsal (axial) menggunakan kaset 18x24 tanpa grid dipasang
membujur dengan posisi marker dibawah mengikuti anatomi tubuh pasien, FFD
diatur 40 inci atau 102 cm, posisi pasien bisa diatur duduk atau supine
tergantung kenyamanan pasien, telapak kaki full ekstensi, atur ankle joint pada
pertengahan kaset, permukaan plantar vertikal tegak lurus kaset, arahkan sinar
kedasar metatarsal digiti 3 dan menyudut 40 derajat chepalad. Kriteria evaluasi
radiograf proyeksi plantodorsal (axial) calcaneus meliputi tampak seluruh area
calcaneus dari trabekula posterior hingga talocalcaneal joint.

Gambar 10. Proyeksi plantodorsal (axial) calcaneus (Bontrager, 2018)

Setelah dilakukan proyeksi plantodorsal (axial), dilanjutkan dengan


proyeksi lateral (mediolateral) dengan kaset ukuran 18x24 tanpa grid dipasang
membujur, FFD diatur 40 inci atau 102 cm, posisi pasien lateral recumbent, kaki
dimiringkan 45° kesisi yang diperiksa, lutut fleksi, posisi objek malleolus lateralis
dan medialis saling superposisi secara vertikal. Arah sinar vertikal tegak lurus
kaset, titik bidik 2,5 cm distal malleolus medialis. Kriteria evaluasi radiograf
proyeksi lateral calcaneus meliputi tampak os tibia-fibula distal, sendi navicular
terbuka, tampak calcaneus dan cuboid distal.
Gambar 11. Proyeksi Lateral calcaneus (Bontrager, 2018)

Gambar 12. Radiograf lateral calcaneus Gambar 13. Radiograf axial calcaneus
(Merril’s 2012) (Merril’s 2012)

Pada klinis post orif calcaneus di Instalasi Radiologi RS PKU


Muhammadiyah Gombong dilakukan menggunakan teknik pemeriksaan radiologi
proyeksi ankle joint sesuai surat permintaan foto rontgen dari dokter pengirim.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Dokter Spesialis
Radilogi di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong, untuk melihat
klinis post orif calcaneus dilakukan pemeriksaan menggunakan teknik
pemeriksaan ankle joint, kelebihannya adalah selain melihat os calcaneus pasca
dilakukan pemasangan wire, dokter juga mengevaluasi fungsi fisiologis pada
ankle joint. Kelemahan dari teknik pemeriksaan ankle joint pada klinis post orif
calcaneus adalah radiograf tersebut tidak fokus pada objek yang terjadi fraktur,
luas lapangan kolimasi yang lebih besar sehingga menambah dosis radiasi
terhadap pasien dan menambah radiasi hambur.
Posisi pemasangan wire yang cenderung kearah posterior dan tidak
mendekati ankle joint sebaiknya dilakukan pemeriksaan calcaneus agar lebih
fokus kebagian yang dipasang wire.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada teknik radiografi ankle joint klinis post
orif calcaneus di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong, maka
penulis menarik kesimpulan yaitu di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah
Gombong teknik radiografi calcaneus klinis post orif dilakukan proyeksi AP dan
lateral ankle joint menggunakan kaset ukuran 24x30 yang dipasang membujur
untuk dua proyeksi.
Alasan dilakukannya teknik pemeriksaan ankle joint pada pasien post orif
calcaneus di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong selain dapat
melihat fraktur pada calcaneus, teknik ini juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi fisiologis dari ankle joint.

SARAN
Teknik pemeriksaan klinis post orif calcaneus sebaiknya dilakukan
proyeksi lateral dan axial calcaneus karena pemasangan wire cenderung ke
arah posterior calcaneus dan tidak mendekati ankle joint agar lebih fokus
kepada fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W. Dan Eugene D. Frank. 2012. Merril’s Atlas of


Radiographic Positions and Radiologic Procedures,Tenth Edition, Volume Three.
Saint Louis : Mosby.
Bontrager, K. L, John P. Lampignano.Text Book of Radiographic Positioning
and Related Anatomy, Eighth Edition. St. Louid: Mosby Inc, 2014.
Indrati, Rini. Dkk. 2018. Proteksi Radiasi Bidang Radiodiagnostik dan
Intervensional, edisi 2. Magelang: Inti Medika Pustaka.
Lampignano, J. P., & Kendrick, L. E. (2018). Bontrager’s textbook of
radiographic positioning and related anatomy(9th ed.). united states of
America.
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba
Medika.
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta: PT Gramedia Utama Pustaka.
Sjamsuhidayat, dkk. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
Utami Asih Puji, Sudibyo Dwi Saputro, Fadli Felayani. 2014. Radiologi Dasar
I Aplikasi Dalam Teknik Radiografi, Anatomi Radiologi Dan Patofisiologi
(Ekstremitas Atas,Ekstremitas Bawah Dan Vertebra). Inti Medika Pustaka:
Magelang.

You might also like