GURU KILLER
inar mentari pagi masih terasa menyentuh kulit. Ken-
daraan mulai hilir mudik mengantarkan penumpang
ke tempat tujuan. Suara kendaraan yang terdengar kalut
menggelegar ke angkasa. Suara kalut tidak hanya didengar
di jalan raya, di kelas III IPA SMA 5 Pandeglang pun demi-
kian.
Buku-buku dijadikan kipas oleh beberapa dari para siswa
yang baru saja melaksanakan apel pagi. Bau ketek campur
keringat sudah menjadi menu andalan waktu itu. Bisa ditebak,
bagi anak-anak yang menggunakan bedak ketek, ketek-
nya akan becek atau berbusa seperti cucian yang direndam
dengan sabun colek.
Mereka satu kelas masih terdengar ribut karena guru Ba-
hasa Indonesia yang baik dan benar, yang mengajar di jam
kedua, belum nongol juga. Sementara di jam pertama tadi,
1pelajaran Matematika, surunya tidak masuk. Gara.
pertama kosong, anak-anak merasa senang bukan
*Akhirnya kebahagiaan berpaling Pada gue hari ini. Po.
koknya gue seneng banget Pak Tha Lapuk tadi di pelajaran
pertama nggak masuk!” sery Masukin berapi-api. Wajahnya
cerah secerah sinar mentari saat itu.
Pelajaran Matematika, Fisika, atau cucunya sekalipun
sangat tidak disukai oleh Masukin. Pokoknya pelajaran itu
membuat dia pusing tujuh keliling. Apalagi kalau tidak me-
ngerjakan tugas, hukumannya bisa saja push up atau disuruh
membersihkan WC. Tadinya dia mau mengambil jurusan
Tata Boga atau jurusan Pandeglang-Jakarta, biar bisa jalan-
jalan. Namun nihil, jurusan itu tidak ditemukan di SMA 5
Pandeglang.
”Yo’i, kita Sree, man, tambah Kusno semangat, seolah-
olah mendapatkan hadiah dari togel ratusan ribu,
”Pak Eko maksud kamu, Mas?” sela Febi. Kemudian
dia memperbaiki kacamata pantat botol yang nangkring dj
hidung ala kadarnya. Waktu menatap Masukin tadi, sorot
matanya disipitkan untuk memperjelas pandangannya..
"Menurut Febi, mereka sudah keterlaluan menghina guru,
Mungkin ini adalah balasan dari murid; dan tentu saja, gara-
‘a mereka sering dihukum.
a iyalah! Siapa lagi guru yang paling killer? ae
Pak Eko, kan? Sadisnya itu, nggak jauh beda as - a.
Sebelas-dua belas! Tapi, lapuknya minta nee wm
‘ Juarkan kata-kata kebenciannya,
sekali Masukin menge
“Sara jam
main,Tawa Kusno dan Fikri langsung pecah seketika mende-
ngar omelan Masukin.
”Hati-hati kalo ngomong! Entar kom yang kualat,” Febi
memberi nasihat agar Masukin mencabut ucapannya.
Aduh! Kenapa tiba-tiba kuping gue panas, ya?” Masukin
menutup kedua telinganya rapat-rapat.
”"Kualat kali, Bos! Makanya kalo guru jangan dilunjak!
Tahu sendiri akibatnya. Inyong nggak ikut-ikutan.” Fikri
yang dari tadi tidak banyak ngomong, kini komentar.
”Hah...! Kualat! Apa nggak salah denger gue. Nih, Ma-
sukin! Bapaknya juragan beras dan nggak pernah takut pada
siapa pun.” Masukin menepuk dada begitu gagah. Saking
kerasnya dia menepuk dada, asmanya kumat lagi. Dia mem-
bungkukkan punggungnya menahan sakit, persis udang yang
menderita penyakit osteoporosis.
Bos, Bos, Bos, kenapa? Bos, jangan mati!” Kusno kha-
watir takut terjadi apa-apa-
»Siapa yang mau mati? DODO!
Kusno gelagapan dan langsung mingkem.
»Seharusnya yang kualat itu Pak Lapuk, bukan gue!
Karena dia yang sering menghukum anak orang. Ortu gue
aja belum pernah menghukum anaknya,” tandas Masukin
sekali lagi setelah asmanya sedikit mendingan.
Fikri dan Kusno serentak mengucapkan kata ”amin” be-
gitu keras. Dilanjuckan dengan membaca surat Al-Fatihah,
Kedua anak ini memang ada-ada saja tingkah lakunya,
L!” semprot Masukin.Febi langsung : :
7 protes. Ujung-
jitak oleh mente heal ‘S-wjungnya kepala Febj di-
kali. Dia meringi i
cae gis dan
kutik, tapi hatinya berontak ingin menjitak ial ik be
. . :
Widale lara kemudian, kerah baju Febi ditarik oleh M:
sukin. Febi menciut. Mukanya merah seketika, *
”Feb, mau kai fl
» n bantuin gue?!” Suaran
a a terden;
maksa. 7 gar me-
*Bantuin apa?” Suara Febi berat. Sebab, lehernya ter-
cekik oleh kerah baju.
*Sini, gue bisikin!”
Febi mendekatkan daun telinganya.
”Mau nggak?” tanya Masukin lagi.
”Apa...?” Febi terkejut. Dia tidak habis pikir.
” Awas kalo nolak! Jangan sampe pacar gue, Dianti, tahu!”
ancam Masukin sambil melepaskan tarikannya, karena wak-
tu itu Pak Eko muncul secara tiba-tiba di depan pintu sam-
bil mengucapkan salam.
Anak-anak membalas salam Pak Eko. Semenjak Pak Eko
masuk, suasana kelas tiba-tiba saja hening. Tidak ada yang
tengak-tengok, apalagi menimbulkan suara. Hanya embus-
an napas yang naik-turun menemani mereka. Semua pan-
dangan tertuju pada sosok yang ada di depan.
Pak Eko memperhatikan anak muridnya :
Pandangan terakhir terpaku tajam ke arah Masukin. oe
Masukin kebat-kebit tak keruan. Kemudian Pak Eko duduk
di bangku depan dengan penuh wibawa.
satu per satu.Masukin mendengus kesal.
Ugh... mampus gue,
‘ Pak Eko membahana.
*Pagi semuanya!” sapa
"Pagi....” balas mereka serentak. ; :
»Pak, kok masuk?” tanya Masukin dongkol. Dipastikan
perdebatan sengit akan terjadi antara Masukin dan Pak Eko.
gaja tidak menjawab
»Maaf, Bapak telat!” Pak Eko sen;
pertanyaan dari Masukin barusan. Malah dia berbicara lain.
Pak Eko dan Masukin sudah lama bermusuhan. Itu ter-
jadi semenjak Masukin kelas 1. Kata-kata Pak Eko tadi be-
gitu mudah terucap dari mulutnya, tapi tidak enak didengar
oleh Masukin. Dia muak.
”Maksud Bapak?” tanya Masukin lagi tidak mau kalah
dan tidak habis pikir.
Karena pelajaran kedua kosong, jadi Bapak yang gan-
tin.”
”Huuu...!” Semua orang bersorak, kecuali Febi. Dia ma-
lah adem ayem.
Tapi, ini poe jam pelajaran Bapak. Bapak kan pela-
jaran pertama!” Masukin jelas saja tidak terima.
eae = Tapi jam kedua kosong, jadi Bapak
cane Soe ae terus saja memaksa dirinya untuk meng-
ajar di pelajaran kedua ini.
*Tapi kenapa Bapak nggak masuk tadi di pelaj
>” Masuli : Jaran per-
tama? fasukin memberondong habis kata-kata Pak FE
agar tidak mengajar di pelajaran kedua ini m Eko
Untuk saat ini in ti .
ini yang lain tidak ada yang membela per-
5Juangan Masukin. Mereka lebih memilih tidak b,
mentar dan memilih aman. ‘a banyak ko.
”Bapak tadi ada urusan keh B:
ual le i i
aa) rga. Jadi apak Minta Maaf,
Tidak ada yang berani lagi membantah Pak Eko, Banyak
orang yang ngedumel di setiap pojok ruangan,
*Sekarang kumpulkan PR kalian!” titah Pak Eko pada
semuanya.
Anak-anak sibuk mengobrak-abrik buku di dalam tas.
‘Tapi ada juga beberapa anak yang diam saja. Mereka adalah
yang tidak mengerjakan PR. Hati mereka gelisah karena
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Pak Eko.
Tidak lama kemudian Pak Eko memanggil Dianti,
»Dianti, kerjakan nomor satu!” Begitu gampangnya Pak Eko
menyuruh Dianti. Kemudian Dianti ke depan. ”Sekarang
nomor dua!” Mata Pak Eko menerawang ke segala muka
dan akhirnya terpaku tajam pada Kusno. »Kusno, kamu!
Ayo, cepat!” lanjutnya lagi. -
»Tapi, Pak... kemarin saya nggak masuk karena sakit.
lasan Kusno tentu saja dibuat-buat.
=“ »Bapak nggak mau tabu! Ita urusan kamu! Jika pee
tuh ilmy, pasti kamu cari tahu sama teman kamu se
Bapak masuk. Paham?” ng, "Sini Feb! Gue pinjam
anjai
Kusno membuang napas p: i oe
» Lalu catatan itu pindah tangan- Deng@
catatan elo. p
eret kedua sepatuny@ ke depan.
hati Kusno meny'”Udah beres, Pak,” tutur Dianti.
»Silakan duduk!” kata Pak Eko.
”Sini boardmarker-nya!” pinta Kusno pada Dianti.
»Emang enak!” ledek Dianti pada Kusno. Kemudian dia
menjulurkan lidahnya.
”Udah kerjakan, jangan ribut!” sela Pak Eko. ”Setelah ini
nomor tiga,” Janjutnya lagi.
”Pak, permisi.” Masukin buru-buru ingin segera keluar.
*Tya, ada apa, Mas?”
”Saya mau ke kamar kecil, Pak.”
Pak Eko hanya tersenyum kecut melihat gelagat Masukin.
Rupanya dia tahu kenapa anak itu mau ke belakang.
”Udah, Pak,” tutur Kusno bangga setelah lepas dari
hukuman. *
Namun perkiraannya salah.
Sekarang kamu push up!” suruh Pak Eko kejam.
Salah saya apa, Pak?” tanya Kusno memasang wajah
bingung. Ia merasa begini salah, begitu salah.
»Kamu ingin tahu salah kamu apa?”
Kusno hanya manggut-manggut saja pasrah persis Cin-
derella dimarahi saudara tirinya.
Kamu itu nggak mengerjakan PR. Paham?”
Ini di board,” Kusno mencoba membela diri.
"Tru punya Febi!” :
Kusno disekak mati oleh kata-kata Pak Eko
”Ayo!” Tidak lupa Pak Eko menggebrak meja.Kusno menciut. Kemnudian dad:
Dia merasa sedih. Ingin sekali dia
malu pada yang lain.
Sepuluh kali dan hitung sendiri. Paham>?”
anya didekatkan ke lent
i i,
menitikkan air mata tapi
» »s
Tya, Pak...,” jawab Kusno lemas nyaris tidak bersu;
lara,
peo Masukin membuka intu, Pak Eko
p Ez langsung ang-
>Masukin, sini!” suruh Pak Eko.
Masukin membalikkan badan dan menghampiri Pak
Eko.
Ada apa, Pak?” suara Masukin lebih hormat tidak seperti
tadi. Pak Eko tersenyum. Masukin juga balas tersenyum
walau ada perasaan dongkol. Daripada entar benjol, men-
dingan nyengir.
”Push up!” suara Pak Eko makin garang. Tiba-tiba saja
tubuh Masukin gemetaran.
»Salah saya apa?” Suara Masukin seperti orang yang ma
menangis. Dia tetap saja kalah pada akhirnya jika berurusan
dengan Pak Eko.
»pR kamu mana?”
»Ada di tas; » jelas
baik-baik saja.
Ber nar?” tegas
Masukin. Dia berharap semuany? akan
py di
Pak Eko. »Kalau bohong; push ae
arus ™
sukin diam dan kenapa jus? ae jah) Me
vs mNiggake mensesisiat °°”Ya sudah, apa lagi” -
Masuki i
ukin pun mengikuti gerak-gerik Kusno
eee
Teng... t
anak SMS ang tnt hr
erhamburan keluar dari
kelas. Mereka seperti gerombolan semut dari lubang per-
sembunyian, atau seperti tentara Jepang ketika hendak me-
nyerang masyarakat pribumi. Mereka langsung berceceran.
Ada yang ke kantin, perpustakaan, ada juga yang melesat
lari ke WC ingin menunaikan hajat.
g cewek yang memiliki wajah baby face dan good
ari kelas II IPS. Gerakannya be-
gitu lincah. Dia menenteng sebotol minuman dan sebuah
novel karya Andrea Hirata yang sedang laris di pasaran. Ke-
mudian dia berjalan lurus ke arah perpustakaan. Di sana dia
duduk di bawah pohon mangga di depan perpustakaan.
Pohon mangga jtu sudah lama ditanam di depan perpus-
takaan. Batangny@ saja sudah banyak benjolan. Itu menun-
jukkan umurny? sudah tua. Benjolan itu jug menggambar-
kan seni tersendiri.
Sesekali cewek itu
Seoran;
looking baru saja keluar d
meneguk air mineral yang ditaruh disampingny2- Sorot matanya turun ke bawah. Halaman ba,
dibuka lagi. Dia masih menikmati novel yang m a
tentang pendidika ;
Angin yang b
n.
egitu lembut dibiarkan menampar ipi
pl
hitamnya melambai-lambai ke bela.
sosok Febi muncul.
kang. D: ari kejauhan,
sama kamu,” jelas Febj
»Febriana, ada yang mau kenalan
ketika di depan cewek itu.
»Siapa?” tanya Febriana pada Febi.
Anak IPA.”
"Mana orangnya?”
yang dimaksud.
"Tea orangnya ke sini.”
Yang mana?”
"Tea?
Ketika Febriana melihat orang yang dimaksud, dia cepat-
at berdiri dan merapikan rambutnya. Tidak lupa kedua
g di dada-
Mata Febriana mencari-cari anak
cep.
gunung ee lembah kehidupan yang nangkrin;
nya menjadi pusat perhatiannya. Dia memegangnya seolah
mn ;
ae Febi hanya melongo melihat tingkah Febriana
ee vee B a malah nyengir. Di depan Febriana,
oe lagi Masukin memperkenalkan diri.
\, Ne .
hgannya ae ae Masuki.” Masukin mengulusia
aja :
bat tangannya, jak bersalaman. Kemudian Febriana men)"
Febriana m
emandang Febi dengan tawa kecil. Apany?yang dimasukin? Kemudian dia menatap cowok yang ada
di hadapannya. ”Kita ita bukan muhrim! Jadi jangan asal
masukin aja! Haram tahu!”
Dia itu namanya Masukin,” jelas Febi pada Febriana.
*Tya, nama gue Masukin. Bukan masukin yang itu! Pa-
mali!” Masukin ikut menjelaskan. "Nama gue ita membawa
hoki, loh!”
”Oooh... namanya unik.” Jujur, Febriana jadi tengsin.
Sesaat kemudian dia nyeletuk, ”Orang tua elo dukun, ya?
Tolong, dong! Nama gue ramalin,” titahnya mulai akrab.
Mendengar ejekan itu, Masukin hanya senyum kecut
menanggapinya. ’Bukan, orang tua gue bukan dukun, tapi
dia bisa ngeramal. Bisa ngeramal tentang keuangan, karier,
jodoh, asmara, termasuk nama. Maka dari itu orang tua
ngasih nama gue Masukin. Biar hoki.”
Keren, tuh.” Febriana berdecak kagum dan matanya
berbinar-binar. Sementara Febi hanya bisa mengeritingkan
bibirnya, sebal. Dia merasa menyesal sekali telah menge-
nalkan Masukin pada Febriana. Coba saja dia membantah
ketika diancam tadi di kelas.
”Nih, gue kasih tahu lagi ke elo. Kata orang tua gue,
orang yang sering bekerja di air itu nantinya sering masuk
angin dan mukanya selalu pucat.”
»Wah, bener-bener keren orang tua elo!” ujar Febriana
lagi.
Febi tidak mau lama-lama berdiam diri dekat mereka,
"bisa kena penyakit rabies. Mereka benar-benar sarap. Dia
- aes A ae begitu sakit teriris menyaksikan me-
ui l. . :
reka ae mengobrol makin akrab. Dia tersulut api cem-
Gee elo mau ke mana?” tanya Febriana tak ingin di-
a « saja ngeloyor pergi tanpa menolch ke bela-
kang. Yang ada di pikiran dia hanya ingin menjitak kepala
Masukin. TAK...!!! TAK...1! TAK. LM! :
Bagus elo culun pergi, ujar Masukin puas dalam hatinya.
Obrolan yang tidak bermakna dan tidak penting amat,
entah kenapa kini menjadi seru. Masukin sedang asyik meng-
gombali Febriana dengan puisi amatirannya.
Sementara itu, ketika hendak menuju kelas, sorot mata ~
Febi sempat tertuju pada gerak-gerik Kusno dan Fikri yang
mencurigakan. Mereka sedang ada di kelas II IPS.
*Tutup pintunya!” Febi mendengar Kusno menyuruh
Fikri. Fikri mencoba menengok sana-sini memastikan apa-
kah ada orang yang mengintip mereka atau tidak. Kemudian
dia menutup pintu.
“Ayo cepet oleskan!” bisik Fikri sambil menjaga situasi.
Lem dioleskan ke kursi jok hitam yang paling deta
”Mampus kau, Tua Lapuk!” Kusno geram,
”Ayo cabut!” Mereka berdua segera Pergi keluar.
mereka berpapasan dengan Febi, namun kedua
bersikap seperti sewajarnya, seolah-olah tida
i luar,. Tapi ingi
apa. tap] rasa ingin tertawa di wajah mereka tak bisa disem-
buyin. Beapa hicunys nent j
bangku itu. cunya nanti jika Pak Eko duduk di
Bel mask kini menjerit-jerit memekakkan telinga me-
Fee ee oan sedang menggoda Febriana
: gkol. Tapi semua itu sedikit ter-
obati, karena dia sudah mendapatkan nomor HP Febriana.
Akhirnya mereka berpisah.
Sekarang giliran Pak Eko mengajar di kelas II IPS.
Pelajaran yang akan dipelajari kali ini adalah logaritma.
Seperti biasa, dia’ masuk kelas sambil menyapa muridnya
dengan suara lantang. Ketika dia masuk, anak-anak sudah
adem ayem, tidak ada yang berani bertingkah konyol, dan
yang ingin kentut harap ditahan duly, karena akan mengun-
dang tawa dari anak-anak lain. Adapun yang ngotot ingin
kentut, harap memakai peredam suara.
Tas hitam milik Pak Eko ditaruh. Kemudian dia duduk
dengan begitu wibawa. Dia belum menyadari, kalau dia su-
dah masuk dalam perangkap. Buku yang sudah lusuh dike-
larkan dari tas hitamnya. Baru saja dia mau beranjak dari
tempat duduknya, terdengar suara kain sobek. Dia gelagap-
an seperti orang kebakaran bulu ketek.
Anak-anak celingukan dan. berbisik, sebenarnya apa
yang sedang terjadi pada Pak Eko. Sudah menjadi nasib Bs
Eko, celananya menempel begitu keras di keursi jok yang di-
dudukinya. Dia berang bukan main. Matanya melotot dan
42tangannya meraba-raba pantatnya. Kemudian dia menarjk
celana kuat-kuat. BREWEEEK...!!! Celananya sobek See
hingga CD!-nya yang bergambar Naruto, kelihatan:
Suara tawa anak-anak pecah seketika, hanya Febriana
yang merasa miris dan prihatin. Dia merasa iba terhadap
nasib Pak Eko. Dia juga marah melihat teman-temannya ter.
tawa di atas penderitaan gurunya itu.
”Hahahaha...!!!”
*Hihihihihi...11"
”Huhuhuhu.
Anak-anak terus saja cekikikan. Ada juga yang menangis
karena tidak kuasa menahan tawa, Cewek-cewek melotot.
Diam kalian...11
seal! ‘Tiba-tiba saja Pak Eko me:
mukul meja.
Kanak kebat-kebie tidak
keruan.
”Pak, jadul banget, sih, CD-nya! Kura
* Kuran »
salah satu siswa. macho!” celetuk
Anak-anak kontan tertawa lagi. Ri gemidhg
hingga ke tetangga kelas. Pak Eko semakin p,
Diam kalian! Siapa di antara kalian yang ngelaing a
Ayo ngaku!” Pak Eko benar-benar kalap, in ini>
Di antara mereka belum ada yang mengaky, Suess
a
'celana dalam.
4mulai reda lagi, kecuali di Pojok sana masih ada salah satu
siswa tertawa di kolong bangku, nyumput. Dia benar-benar
tidak tahan.
*Bogi, kamu menertawakan apa? Apa mau nilai kamu ti-
dak keluar?” ancam Pak Eko serius,
Bogi duduk di bangku seperti semula. Dia belum berani
menatap Pak Eko.
*Bogi, tatap mata saya!” suruh Pak Eko.
Perlahan-lahan Bogi mengangkat kepalanya dan mena-
tap Pak Eko dengan tatapan tidak berani. Tawa Bogi belum
bisa disembunyikan dari mulutnya. Kemudian dia merun-
duk lagi.
”Bogi, kamu menertawakan apa? Ada yang lacu?” tanya
Pak Eko lagi sengit.
Bogi diam saja.
Ayo jawab!”
Bogi merasa terpojokkan. Kok, malah dia yang kena sa-
saran, dia tidak mengerti. "Nggak, Pak. Nggak ada yang
lucu.” Akhirnya Bogi mencari situasi aman.
*Bagus kalau begitu. Oke! Kalau di antara kalian tidak
ada yang mengaku, Bapak akan laporkan kejadian ini ke
KUA.”
Anak-anak langsung saling tatap, heran. Bogi celingukan
sendirian. Sial, dia tidak kebagian tatap-tatapan. Dia merasa
sedih. Pak, siapa yang mau kawin?” tanya Bogi asal ceplos.
”Maksud Bapak, Bapak akan laporkan kejadian ini ke
5Kepsek! Dan jika ketahuan, anak itu akan Bapak skors selama
setahun. Paham?”
Anak-anak saling pandang lagi satu sama lain. ”Hah, se-
tahun...!!!” Tapi dari sekian banyak anak, tidak ada yang
mengaku juga. Karena takut jadi tontonan, Pak Eko ngacir
keluar. Anak-anak cekikikan lagi sesuka hati.
”Hahahaha...!!!”