Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Deep Vein Thrombosis

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEEP VEIN THROMBOSIS

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh Kelompok 3

1. Natalia V.C Hutapea : 2011144011168


2. Nurkhalisa : 2011144011170
3. Priska Rusdiana Devung : 2011144011172
4. Putri Mila Victoria : 2011144011173
5. Ratna Wulandari : 2011144011175

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEEP VEIN
THROMBOSIS dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dosen Keperawatan Medikal Bedah Stikes Dirgahayu
Samarinda yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat Asuhan
Keperawatan ini sebagai pedoman, acuan, dan sumber belajar.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.
HALAMAN JUDUL...............................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................................

C. Tujuan.........................................................................................................

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................

A. Konsep Penyakit..............................................................................................
1. Pengertian...................................................................................................
2. Etiologi.........................................................................................................
3. Patofisiologi Thrombosis...........................................................................
4. Pathway Thrombosis..................................................................................
5. Manifestasi Klinik......................................................................................
6. Pemeriksaan Penunjang............................................................................
7. Penatalaksanaan Medis.............................................................................
8. Komplikasi..................................................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Konsep Pengkajian....................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................
3. Konsep Perencanaan.................................................................................
4. Konsep Implementasi................................................................................
5. Konsep Evaluasi

BAB III PENUTUP................................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................
B. Saran............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DVT atau Deep Vein Thrombosis merupakan salah satu kelainan VTE
(Thromboembolisme vena) yang mematikan. Menurut data ESC (European Society
of Cardiology), diperkirakan terdapat 317.000 kematian akibat VTE pada tahun
2004. Sedangkan di Indonesia, kita sendiri belum memiliki data yang akurat
tentang hal ini.
DVT terjadi apabila terdapat gumpalan darah yang menggumpal di pembuluh
darah vena di kaki. Hal ini sering dijumpai pada penderita yang tidak bergerak
dalam waktu lama, misalnya pada pasien pasca operasi kaki/ortopedi, stroke dan
disabilitas, atau bahkan pada orang yang duduk dalam waktu lama, baik di
pekerjaan maupun dalam transportasi. Apabila gumpalan darah itu lepas, maka
dapat menyebabkan kelainan emboli paru yang memiliki tingkat kematian yang
tinggi.
Sebuah laporan yang mengkorelasikan duduk di pekerjaan menemukan bahwa
duduk dalam posisi lama, sekitar 10 jam per hari atau sekitar 2 jam tanpa bergerak
meningkatkan risiko terjadinya VTE, bahkan semakin lama durasi duduk tanpa
bergerak meningkatkan risiko VTE semakin besar. Jadi bagi sahabat sehat
manfaatkan tempat-tempat istirahat yang ada, atau lakukan olahraga kaki ringan
saat duduk.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memberikan informasi mengenai penyakit deep vein thrombosis
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan pengertian Deep Vein Thrombosis (DVT)
b. Mampu menjelaskan etiologi Deep Vein Thrombosis (DVT)
c. Mampu menjelaskan patofisiologi Deep Vein Thrombosis (DVT)
d. Mampu menjelaskan pathway Deep Vein Thrombosis (DVT)
e. Mampu menjelaskan manifestasi klinis Deep Vein Thrombosis (DVT)
f. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang Deep Vein Thrombosis (DVT)
g. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis Deep Vein Thrombosis (DVT)
h. Mampu menjelaskan komplikasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Thrombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem
kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi.
Menurut Robert Virchow, terjadinya thrombosis adalah sebagai akibat kelainan
dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen pembekuan darah (Virchow’s
Triad) .
Trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis merupakan
penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh balik (vena) sebelah dalam.
Bekuan yang terbentuk didalam suatu pembuluh darah disebut trombus.
Trombus bisa terjadi di vena superfisial ( vena permukaan) maupun di vena
dalam. Trombosis vena dalam adalah terbentuknya bekuan darah didalam
lumen vena dalam yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah
dan jaringan perivena. Trombosis vena dalam lebih banyak terjadi pada vena
tungkai seperti vena femoralis dan vena poplitea (Smeltzer, 2007) .
Trombus terbagi 3 macam yaitu, Merah (trombus koagulasi) : dimana
sel trombosit dan leukosit tersebar rata dalam satu massa yang terdiri dari
eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena. Putih (trombus aglutinasi) :
terdiri dari fibrin dan lapisan trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit,
biasanya terdapat dalam arteri. Trombus campuran : bentuk yang paling banyak
(Rizal,2012).
Trombosis vena dalam adalah suatu kondisi dimana trombus terbentuk
pada vena dalam, terutama ditungkai bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat
menghambat darah dari tungkai bawah ke jantung. DVT merupakan penyakit
yang sering terjadi dan dapat berakibat fatal serta kematian jika tidak
didiagnosa dan diobati secara efektif. Kematian dapat terjadi ketika trombus
pada vena pecah dan membentuk emboli pulmo, yang kemudian masuk dan
menyumbat arteri pulmonalis.
2. Etiologi
Thrombosis vena dalam disebabkan oleh adanya disfungsi endotel pembuluh
darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal
dengan istilah Trias Virchow. Adapun faktor risiko terjadinya thrombosis vena
dalam yaitu : usia, genetik, kanker ,dehidrasi, merokok, dan obesitas.
Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu thrombosis vena adalah
statis aliran darah dan hiperkoagolasi
a. Statis vena
Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi statis
terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu
yang cukup lama. Statis vena merupakan prediposisi untuk terjadinya
thrombosis lokal karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme
pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga
memudahkan terbentuknya thrombin.
b. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan thrombosis
vena melalui :
- Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan
- Aktivitas sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat
kerusakan jaringan dan proses peradangan.
Permukaan vena yang menghadap langsung ke lumen dilapisi oleh sel
endotel. Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetic karena sel endotel
menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12),
proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin yang dapat
mengah terbentuknya thrombin. Apabila endotel mengalami kerusakan,
maka jaringan sub endotel akan terppar. Keadaan ini menyebabkan sistem
pembekuan darah diaktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub
endotel terutama serat kolagen, membrane basalis san mikro-fibril.
Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosine difosfat dan
tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar
untuk berubah bentuk dan saling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri
juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.
c. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan
darah dan sistem fibrinolysis. Kecendrungan terjadinya thrombosis apabila
aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolysis menurun.
Thrombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas
pembekuan darah meningkat, seperti hiperkoagulasi, defisiensi anti
thrombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan
plasminogen.
Faktor Risiko Deep Vein Thrombosis:
1. Menderita kelainan genetik yang menyebabkan darah lebih mudah
menggumpal, seperti Factor V Leiden, sindrom nefrotik, dan sindrom
antifosfolipid
2. Melakukan perjalanan panjang menggunakan mobil, kereta atau
pesawat, yang membuat tungkai kaki tidak banyak bergerak
3. Menjalani tirah baring, lumpuh, atau menderita penyakit yang membuat
tungkai kaki tidak bergerak dalam waktu lama
4. Menderita serangan jantung, gagal jantung, kanker, radang usus, atau
obesitas (berat badan yang sangat berlebih)
5. Memiliki riwayat operasi pada pembuluh darah vena, seperti operasi
jantung, operasi perut, atau operasi penggantian lutut dan panggul
6. Memiliki riwayat cedera pada tubuh bagian bawah, seperti patah tulang
paha, tulang kaki, atau tulang panggul
7. Menderita penyakit yang menganggu fungsi pembuluh darah,
seperti vaskulitis dan varises
8. Mengalami kenaikan kadar hormon estrogen, misalnya karena
kehamilan, baru saja melahirkan, konsumsi pil KB atau obat pengganti
hormon estrogen
9. Memiliki riwayat DVT atau emboli paru, baik pada diri sendiri maupun
di dalam keluarga
10. Menggunakan NAPZA jenis suntik
11. Mengonsumsi obat kemoterapi
12. Memiliki kebiasaan merokok
13. Berusia lebih dari 60 tahun

3. Patofisiologi Thrombosis
Sel endotel pembuluh darah yang utuh yang bersifat nontrombogenik,
sehinggamencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non
trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas
karena berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya
produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protombotik yang
dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan
menurunnya aktifitas fibrinolysis sehingga meningkatkan kecendrungan untuk
terjadi thrombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu
singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, ploriferasi sel
otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel
terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka ploriferasi sel otot polos
dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding
arteri akan menebal dan terbentuk bercak ateroskleropis. Bila bercak
ateroskleropis ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar
dan terjadi pembentukan thrombus (Setiabudy, 2007).
4. Pathway Thrombosis

Statis Darah Disfungsi Endotel Hiperkoagubilitas

Thrombosis Vena

Vena tetap oklusi Rekanalisasi vena Vena obstruksi Trombus lepas

Katup rusak Emboli paru

Insufisiensi vena Tekanan vena distal


kronis meningkat

Tekanan vena distal


Oedema Statis cairan
meningkat

Penurunan sirkulasi Varises


arteri
Nadi perifer
Ganggren Vena
menurun
Ulkus vena
Nyeri Pucat Kerusakan
integritas jaringan
inflamasi
Perfusi perifer tidak
efektif
5. Manifestasi Klinik
Pasien yang mengalami Thrombosis vena dalam akan merasa nyeri pada
ekstremitas yang mengalami thrombosis. Ekstremitas ini akan mengalami
perubahan bentuk yakni menjadi lebih besar atau bengkak dan mengalami
perubah warna kulit menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Komplikasi kronis
dari thrombosis vena dalam dilihat dari adanya gejala postphlebitic syndrom
yakni nyeri, bengkak dan adanya ulserasi pada ekstremitas .
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Compression Ultrasonography
CU merupakan pemeriksaan non invasive pilihan untuk membantu
menegakkan diagnosis pada kecurigaan TVD secara klinik. Prosedur ini
cukup teliti untuk mendeteksi TVD proksimal simtomatik (femoral,
popliteal, calf bifurcation) dengan sensitifitas 97% dan spesifitas 94%.12
Bila hasil abnormal, diagnosis trombosis vena dapat ditegakkan, bila hasil
normal maka diulang pada minggu berikutnya. Konversi dari normal
keabnormal pada pemeriksaan CU ulang terdapat pada 2% pasien. CU
kurang sensitive untuk TVD distal, TVD asimtomatik dan TVD berulang.
b. D-dimer
Pemeriksaan kadar d-dimer (hasil pemecahan fibrin ikat silang yang dipecah
oleh plasmin), merupakan pemeriksaan tambahan CU guna meningkatkan
ketepatan diagnosis TVD. Kadar d-dimer biasanya meningkat pada TVD
dan atau EP (Emboli Paru). Peningkatan kadar d-dimer menunjukkan
adanya produk degradasi fibrin dalam kadar yang abnormal tinggi.
Peningkatan kadar ini mempunyai arti bahwa telah terjadi trombus yang
bermakna dan pemecahannya dalam tubuh, namun belum dapat
menunjukkan lokasi. Kadar normal dapat membantu untuk menyingkirkan
TVD, namun kadar yang meningkat tidak spesifik dan mempunyai nilai
ramal positif yang rendah. Peningkatan kadar d-dimer bisa sebagai respon
non spesifik dari penyakit yang terjadi bersamaan.
c. Venografi
Venografi merupakan pemeriksaan baku emas dari TVD. Keunggulan
venografi adalah mampu mendeteksi trombosis proksimal dan vena betis
yang terisolasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah :
1) Bersifat invasive
2) Menimbulkan rasa nyeri
3) Mahal dan memerlukan keahlian khusus dalam tekniknya
4) Membutuhkan waktu yang lama
5) Kemungkinana komplikasi thrombosis
6) Alergi dan gangguan faal ginjal akibat cairan kontras
Karena alasan tersebut, pemeriksaan non invasif seperti CU dan d-dimer,
dikombinasi dengan pemeriksaan fisik, banyak digunakan sebagai pengganti
venografi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat untuk diagnosis TVD, termasuk TVD distal (betis),
pelvis dan trombosi asimptomatik pada wanita hamil. Teknik ini sangat
potensial untuk membedakan thrombus lama dan baru, serta tidak
memerlukan kontras. Namun harganya masih relatif mahal.

7. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan TVD adalah untuk mencegah bertambah besarnya
bekuan, mencegah emboli paru, sindroma post thrombosis dan terjadinya
TVD berulang. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya adalah
antikoagulan dan trombolitik.
a. Antikoagulan digunakan untuk mencegah terjadi bekuan yang
semakin besar, dan mencegah pembentukan bekuan darah. Jika terapi
antikoagulan diberikan segera setelah TVD terbentuk, maka akan
menurunkan risiko terjadinya emboli paru. Antikoagulan yang biasa
dipakai adalah heparin dan warfarin.
b. Berbeda dengan antikoagulan yang berfungsi mencegah perluasan
maupun kekambuhan trombosis, obat trombolitik seperti steptokinase,
urokinase dan tissue plasminogen activator bekerja melarutkan
trombin. Obat ini terutama digunakan pada penderita emboli paru yang
luas disertai gangguan kardiorespirasi dan risiko perdarahan yang kecil.
2) Selain terapi farmakologi, juga dilakukan terapi non farmakologi untuk
pencegahan secara mekanik yaitu :
a. Penggunaan kaos kaki yang dapat memberi penekanan (Compression
Elastic stockings). Digunakan pada pagi hari dan seharian saat
aktivitas, dilepas pada saat akan tidur, dapat digunakan pula saat
istirahat dengan posisi menaikkan tungkai pada saat tiduran.
b. Menaikkan tungkai, yaitu posisi kaki dan betis lebih tinggi dari
pinggul. Posisi ini diharapkan dapat memperlancar aliran darah vena.
c. Intermittent pneumatic compression, alat ini dapat memberikan
penekanan dari luar secara teratur pada tungkai bawah atau paha;
besarnya tekanan 30-40 mmHg selama 10 detik/menit.
d. Mobilisasi awal untuk meningkat aliran darah vena pada kondisi statis.
3) Penatalaksaan bedah
Pembedahan trombosis vena dalam diperlukan bila: ada kontraindikasi
terapi antikoagulan atau trombolitik, ada bahaya emboli paru yang jelas,
dan aliran darah vena sangat terganggu yang dapat mengakibatkan
kerusakan permanen pada ekstremitas. Trombectomi (pengangkatan
trombosis) merupakan penanganan pilihan bila diperlukan pembedahan.
Filter vena cava harus dipasang pada saat dilakukan trombectomi untuk
menangkap emboli besar dan mencegah emboli paru.
4) Penatalaksanaan keperawatan
Tirah baring, peninggian ekstremitas yang terkena, manajemen nyeri
dengan teknik relaksasi dan kolaborasi pemberian terapi analgesik.

8. Komplikasi
Trombus yang terlepas menjadi embolus akan mengikuti aliran darah ke jantung
dan akan dialirkan ke cabang-cabang arteri di paru sehingga akan menghambat
aliran darah. Penderita dengan EP sering mengeluh sesak mendadak disertai
hemoptisis atau nyeri dada dan tiba-tiba kolaps disertai syok bahkan kematian
mendadak. Sekitar 10% penderita TVD yang tidak ditangani berkembang
kearah emboli paru dimana menyebabkan gejala yang berat atau kematian.
Angiografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk emboli paru, tetapi sangat
invasive dan bisa timbul komplikasi yang lebih fatal. Pemeriksaan
ekokardiografi dapat dilakukan untuk medeteksi disfungsi ventrikel kanan yang
akan meningkatkan risiko kematian sehingga perlu pengobatan yang lebih
agresif.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Konsep Pengkajian
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
a. Umur : sering terjadi pada usia 60 tahun/usia tua
b. Jenis kelamin tidak membedakan, akan tetapi pada wanita hamil dan sehabis
melahirkan rentan terjadi thrombosis vena dalam (biasanya terjadi varises
dulu)
c. Keluhan utama : hampir 50% mengeluh nyeri pada daerah tungkai/betis
disertai pembengkakan, kemerahan.
d. Riwayat penyakit sekarang : perlu diperhatikan sejak kapan mulai terjadi
thrombosis vena tersebut, sedang hamil apa tidak, sedang menjalani
pengobatan keganasan/tidak.
e. Riwayat penyakit dahulu : apakah mempunyai sakit seperti DM, HT,
penyakit jantung, keganasan, pernah emboli paru sebelumnya atau tidak,
hiperkoagulasi, hiperlipidemi, sindroma cushinh, trauma, sepsis.
f. Faktor keluarga : studi tentang riwayat keluarga dan anak kembar hampir
60% merupakan faktor genetic, riwayat penyakit keluarga seperti DM, HT,
penyakit jantung.
g. Faktor lingkungan : imobilisasi yang lama, duduk yang lama yang
menyebabkan gerak minimal dan menimbulkan statis aliran darah.
h. Pengalaman pembedahan : pembedahan pada ekstremitas bawah,
pembedahan jantung.
i. Faktor kebiasaan lain : perokoko, obesitas, dehidrasi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktifitas/istirahat
Gejala :
- Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri lama,
- Imobiltaas lama (contoh : trauma ortopedik, tirah baring yang lama,
paralysis, kondisi kecatatan),
- Nyeri karena aktivitas/berdiri lama,
- Lemah/kelemahan pada kaki yang sakit
Tanda : kelemahan umum atau kelemahan ekstremitas

b. Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat thrombosis vena sebelumnya, adanya varises
- Adanya faktor pencetus lain, contoh : hipertensi (karena kehamilan),
DM, penyakit katup jantung.
Tanda :
- Tachicardi, penurunan nadi perifer pada ekstremitas yang sakit,
- Varises atau pengerasan, gelembung/ikatan vena (thrombus),
- Warna kulit/suhu pada ekstremitas yang sakit : pucat, dingin, oedema,
kemerahan, hangat sepanjang vena.
c. Makanan/cairan
- Tanda : turgor kulit buruk, membran mukosa kering (dehidrasi, pencetus
untuk hiperkoagulasi,
- Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan vena velvis),
- Oedema pada kaki yang sakit (tergantung lokasi).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : berdenyut, nyeri tekan, makin nyeri bila berdiri atau bergerak
Tanda : melindungi ekstremitas yang sakit
e. Keamanan
Gejala :
- Riwayat cedera langsung/tidak langsung pada ekstremitas atau vena
(contoh : fraktur, bedah ortopedik, kelahiran dengan tekanan kepala bayi
lama pada vena pelvis, terapi intravena).
- Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI).
Tanda : demam, menggigil

3. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d
oedema jaringan penurunan nadi perifer, pengisisan kapiler, pucat, eritema.
b. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan imobilitas d.d tirah baring
yang lama.
c. Nyeri b.d penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi jaringan dengan
produksi/akumulasi asam laknat pada jaringan atau inflamasi d.d pasien
mengatakan nyeri, hati-hati pada kaki yang sakit, gelisah dan perilaku
distraksi.
d. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d pasien mengatakan
turgor kulit buruk, membran mukosa kering (dehidrasi), dan hiperkoagulasi.

4. Konsep Perencanaan
Perencaanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana anda
mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien
(Budiono dan Pertami, 2015). Intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018).
a. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d
oedema jaringan penurunan nadi perifer, pengisisan kapiler, pucat, eritema.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan perfusi perifer
meningkat dengan kriteria hasil:
- Denyut nadi perifer meningkat
- Sensasi meningkat
- Warna kulit pucat menurun
- Edema perifer menurun
- Nyeri ekstremitas menurun
- Parastesia menurun
- Pengisisan kapiler membaik
- Turgor kulit membaik
- Tekanana darah sistolik membaik
- Tekanan darah diastolik membaik
- Tekanan darah arteri rata-rata membaik

Observasi
a. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu, ankiebrachial index).
b. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi).
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas.

Terapeutik

a. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan


perfusi.
b. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c. Lakukan pencegahan infeksi
d. Lakukan perawatan kaki dan kuku
e. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya
rasa).
b. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan imobilitas d.d tirah baring
yang lama.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan integritas kulit dan
jaringan meningkat dengan kriteria hasil:
- Hidrasi meningkat
- Perfusi jaringan meningkat
- Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit menurun
- Nyeri menurun
- Kemerahan menurun
- Suhu kulit membaik
- Sensasi membaik

Observasi
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
c. Nyeri akut b.d penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi jaringan dengan
produksi/akumulasi asam laknat pada jaringan atau inflamasi d.d pasien
mengatakan nyeri, hati-hati pada kaki yang sakit, gelisah dan perilaku
distraksi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun
dengan kriteria hasil:
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun
- Menarik diri menurun
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
Observasi
1. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. identifikasi skala nyeri
3. identifikasi respons non verbal
4. identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
7. monitor keberhasilan terapi komplamenter yang sudah diberikan
8. monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
kompres hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
d. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d turgor kulit buruk,
membran mukosa kering (dehidrasi), dan hiperkoagulasi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan Hipervolemia
menurun dengan kriteria hasil
- Kelembaban membran mukosa meningkat
- Edema menurun
- Dehidrasi menurun
- Tekanan darah membaik
- Tekanan arteri rata-rata membaik
- Membrane mukosa membaik
- Turgor kulit membaik
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. ortopnea, dyspnea, edema,
JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas
tambahan)
2. Identifikasi penyebab hypervolemia
3. Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung, tekanan darah,
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
4. Monitor intake output cairan
5. Monitor kecepatan infus secara ketat
6. Monitor efek samping diuretic (mis. hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hypokalemia, hiponatremia)
Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik

5. Konsep Implementasi
Menururt Mufidaturrohmah (2017) Implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan
mandiri merupakan aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain.
Bentuk-bentuk implementasi keperawatan antara lain:
a. Pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan
masalah yang ada
b. Pengajaran atau pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan
c. Konseling klien untuk memutuskan kesehatan klien
d. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan
e. Membantu klien dalam melakukan aktivitas sendiri
f. Konsultasi atau diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya.
Implementasi Keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d
oedema jaringan penurunan nadi perifer, pengisisan kapiler, pucat, eritema.
a. Memeriksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankiebrachial index).
b. Mengidentifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi).
c. Memonitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas.
d. Menghindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi.
e. Menghindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
f. Melakukan pencegahan infeksi
g. Melakukan perawatan kaki dan kuku
h. Melakukan hidrasi
i. Menganjurkan berhenti merokok
j. Menganjurkan berolahraga rutin
k. Menginformasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).

2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan imobilitas d.d tirah


baring yang lama.
a. Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
b. Mengubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
c. Menggunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
kering
d. Menggunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitive
e. Menghindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
f. Menganjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
g. Menganjurkan minum air yang cukup
h. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
i. Menganjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
j. Menganjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
3. Nyeri akut b.d penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi jaringan dengan
produksi/akumulasi asam laknat pada jaringan atau inflamasi d.d pasien
mengatakan nyeri, hati-hati pada kaki yang sakit, gelisah dan perilaku
distraksi.
a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b. Mengidentifikasi skala nyeri
c. Mengidentifikasi respons non verbal
d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
f. Mengidentifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
g. Memonitor keberhasilan terapi komplamenter yang sudah diberikan
h. Memonitor efek samping penggunaan analgetik
i. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. kompres hangat/dingin)
j. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
k. Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
l. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
m. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
n. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
o. Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat
p. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
q. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik
4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d turgor kulit buruk,
membran mukosa kering (dehidrasi), dan hiperkoagulasi.
a. Memeriksa tanda dan gejala hypervolemia (mis. ortopnea, dyspnea,
edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas
tambahan)
b. Mengidentifikasi penyebab hypervolemia
c. Memonitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung, tekanan darah,
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
d. Memonitor intake output cairan
e. Memonitor kecepatan infus secara ketat
f. Memonitor efek samping diuretic (mis. hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hypokalemia, hiponatremia)
g. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
h. Membatasi asupan cairan dan garam
i. Menganjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
j. Menganjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam sehari
k. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
l. Mengajarkan cara membatasi cairan
m. Melakukan kolaborasi pemberian diuretic
n. Melakukan kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik

6. Konsep Evaluasi
Menurut Mufidaturrohmah (2017) evaluasi perkembangan kesehatan
pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
perawatan yang diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses
dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif adalah hasil dari umpan balik
selama proses keperawatan berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif adalah
evaluasi yang dilakukan setelah proses keperawatan selesai dilaksanakan dan
memperoleh informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengukur keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan pada pasien.
1. Evaluasi pada diagnosa 1 adalah tidak ada edema jaringan, peningkatan
nadi perifer dan pasien tidak pucat, TTV dalam batas normal.
2. Evaluasi pada diagnosa 2 adalah pasien mampu meningkatkan integritas
kulit yang baik dengan kriteria hasil : adanya proses penyembuhan luka,
pasien tidak mengeluh nyeri pada luka, tidak ada perdarahan, TTV dalam
batas normal.
3. Evaluasi pada diagnosa 3 adalah pasien terbebas dari nyeri dengan kriteria
hasil : skala nyeri 0, pasien tidak meringis, pasien dapat beristirahat dengan
baik, TTV dalam batas normal.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai:
1. Berhasil Perilaku
Pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang telah
ditetapkan tujuan.
2. Tercapai Sebagian
Pasien menunjukan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum Tercapai
Pasien tidak mampu sama sekali menunjukan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
Evaluasi
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d
oedema jaringan penurunan nadi perifer, pengisisan kapiler, pucat, eritema.
S:
O:
- Denyut nadi perifer meningkat
- Warna kulit meningkat
- Pucat meningkat
- Edema perifer meningkat
- Pengisian kapiler membaik
- Turgor kulit membaik

A: tujuan tercapai

P: intervensi dihentikan

2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan imobilitas d.d tirah baring


yang lama.
S:
O:
- Perfusi jaringan meningkat
- Kerusakan jaringan menurun
- Nyeri menurun
- Kemerahan menurun
- Suhu kulit membaik
- Sensasi membaik
A: tujuan tercapai
P: intervensi dihentikan

3. Nyeri akut b.d penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi jaringan dengan
produksi/akumulasi asam laknat pada jaringan atau inflamasi d.d pasien
mengatakan nyeri, hati-hati pada kaki yang sakit, gelisah dan perilaku
distraksi.
S:
O:
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap protektif menurun
- Menarik diri menurun
- Frekuensi nadi membaik
A: tujuan tercapai
P: intervensi dihentikan

4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d turgor kulit buruk,


membran mukosa kering (dehidrasi), dan hiperkoagulasi.
S:
O:
- Kelembaban membran mukosa meningkat
- Edema menurun
- Dehidrasi menurun
- Tekanan darah membaik
- Tekanan arteri rata-rata membaik
- Membrane mukosa membaik
- Turgor kulit membaik
A: tujuan tercapai
P: intervensi dihentikan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thrombosis vena cukup sering ditemukan pada penderita yang dirawat di rumah
sakit, terutama terjadi pada imobilisasi yang lama dan post operasi ortopedi. Penyakit
ini tidak menimbulkan kematian, akan tetapi mempunyai risiko besar untuk timbulnya
emboli paru yang dapat menimbulkan kematian. Manifestasi klinisnya tidak sfesifik,
sehingga memerlukan pemeriksaan obyektif lanjutan. Pengobatan adalah mencegah
timbulnya hipertensi pulmonal. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian heparin
dan dilanjutkan dengan anti koagulan oral.

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah dibuat, penyusun dapat menyarankan ke
semua tim kesehatan khususnya perawat untuk lebih bisa mengetahui, memahami
tentang DVT (Deep Vein Thrombosis) beserta etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, dan pencegahannya. Penyusun juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca untuk kelengkapan asuhan keperawatan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer.(2007). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2.
Edisi 8. Jakarta: EGC
Andalas. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien dengan Trombosis Vena Dalam. Jurnal
Kesehatan. Vol 5
Setiabudy, RD., 2007, Patofisiologi Trombosis Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy
(editor). Hemostatis dan Trombosis, Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Mufidaturrohmah.(2017). Dasar-Dasar Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Budiono & Pertami.(2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I,
Jakarta Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I,
Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi I,
Jakarta Selatan

You might also like