Professional Documents
Culture Documents
Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Non Hodgkin
Kelompok : 1
2019
i
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1. Definisi...................................................................................................................3
2. Epidemiologi..........................................................................................................3
8. Stadium Penyakit.................................................................................................15
9. Diagnosis..............................................................................................................16
10. Penatalaksanaan...................................................................................................18
11. Prognosis..............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan prirner limfosit
yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sangat jarang berasal dari sel
NK ("natural killer") yang berada dalam sistem lirnfe; yang sangat heterogen, baik
tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun
prognosis (Setioyohadi, 2009).
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin Lymphomas merupakan
penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi patologi dan klinisnya.
Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit Hodgkin serta bentuk ekstra-nodal
jauh lebih sering dijumpai (Hoffbrand, 2005).
2. Epidemiologi
Limfoma maligna merupakan salah satu kanker yang dapat disembuhkan
dengan kemoterapi atau dengan kombinasi radioterapi. Insiden penyakit ini
khususnya LNH terlihat terus mengalami peningkatan sekitar 3,4% setiap
tahunnya. The American Cancer Society memperkirakan terdapat 65.980 kasus
baru setiap tahun dan 19.500 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada
tahun 2009.
Di Indonesia, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak, bahkan
Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam
Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden Limfoma lebih
tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling
cepat setelah melanoma dan paru (Sutrisno, 2010).
3
4
abnormal, namun pada pertemuan ini Kirschhas telah memberikan bukti bahwa
paparan kerja pestisida dapat meningkatkan laju pembentukan rekombinasi yang
salah [misalnya, inv (7) PL3, Q35)] antara gen reseptor sel T. Sementara inversi
ini tidak terkait dengan aktivasi onkogen, ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
eksogen dapat mempengaruhi proses rekombinasi dalam sel. telah dijelaskan
penyusunan ulang kromosom, termasuk translokasi stabil dalam aplikator fumigan
(pengasapan) terpajan fosfin (Potter, 1992). Gen Ig di B-sel (dan T-sel reaktivitas
gen dalam sel-T) mengalami perubahan struktural yang luas selama
perkembangan normal. Ada dua proses penataan ulang terpisah: V-(D)-J
penyusunan ulang yang terjadi selama tahap pro-B/pre-B awal dan berat rantai
isotipe beralih yang terjadi di matang perifer B-sel. Dalam setiap proses DNA
rusak dan bergabung kembali, enzim yang berbeda mungkin terlibat dalam kedua
proses. V-(D)-J gen menata ulang langkah melibatkan gen Ig dalam tiga lokus
kromosom yang berbeda: DHJH, VH DHJH pada kromosome (chr) 14;
VKJK pada kromosom 2, dan V λJλ pada kromosom 22 (Potter, 1992).
Disamping itu, BCL-6 represor transkripsi yang sering mengalami
translokasi dalam limfoma, mengatur deferensiasi germinal center sel B dan
peradangan. Skrining mikroangiopati DNA mengidentifikasi gen-gen yang
ditekan oleh BCL-6, termasuk banyak gen aktivasi limfosit, menunjukkan bahwa
BCL-6 memodulasi sinyal reseptor sel B. BCL-6 represi dari dua gen kemokin,
MIP-1alpha dan IP-10, juga mungkin meminimalkan respon inflamasi. Blimp-1,
BCL-6 target lain, sangant penting untuk diferensiasi plasmacytic. Sejak ekspresi
BCL-6 tidak ada dalam sel plasma, represi balon-1 oleh BCL-6 dapat mengontrol
diferensiasi plasmacytic. Memang, penghambatan BCL-6 fungsi melakukan
perubahan indikasi diferensiasi plasmacytic, termasuk penurunan ekspresi c-Myc
dan peningkatan ekspresi siklus inhibitor p27KIP1 sel. Data ini menunjukkan
bahwa transformasi maligna oleh BCL-6 melibatkan penghambatan diferensiasi
dan penigkatan proliferasi. (Pasqualuccii, at.al, 2003, Shaffer, at.al, 2000)
Selain mutasi gen, penuaan mungkin merupakan faktor penting dalam
patogenesis Kelompok I LNH sel B, karena tumor ini terjadi terutama di
kelompok usia yang lebih tua, dan peningkatan angka kejadian dalam setiap
9
sitoplasma sel yang beristirahat, sehingga sejumlah besar sel B terinfeksi. Kondisi
ini akan mempengaruhi pertumbuhan sel B menjadi sel ganas. Sel B yang baru
terinfeksi (nonneoplastic) dan baris sel lymphoblastoid yang dibiakkan dari darah
orang yang terinfeksi terus-menerus mengekspresikan beberapa protein virus
EBNAs 1, 2a, 3a, 3b, 3c dan EBNA-LP, LMP1, 2A, 2B tapi menghasilkan sangat
sedikit virus. Protein membran merupaka target antigen untuk sitotoksik T-sel
(Potter, 1992).
Sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap rnempertahankan
sifat "dasar"nya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat
mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan
sel kanker dari imunobias amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun
dengan tingkat mitosis yang tinggi (Setioyohadi, 2009).
Sel T
Sel B
High grade malignancy
Low grade malignancy
Lymphocytic
Lymphocytic
Small cerebriform cell
Lymphoplasmacytic
Mycosis funguides
Plasmacytic
Sezary’s syndrome
Centroblastic/centrocytic
Lymphoepitheloid (Lenner’s lymphomas)
Follicular
Angioimmunoblastic T zone
Diffuse
Pleomorphic small cell
Centrocytic
High grade malignancy High grade malignancy
Centroblastic Pleomorphic medium and large cell
Immunoblastic Immunoblastic
Large cell anaplastic (Ki-1+) Large cell anaplastic (Ki-1+)
Burkitt’s lymphoma Lymphoblastic
Lymphoblastic Rare types
Rare types
12
sangat khas adalah t(8;4) pada limfoma Butkitt, t(14;18) pada limfoma folikular,
t(11;14) pada limfoma sel selubung, t(2;5) pada sel besar anaplastik.
d. Kimia Darah
Dapat terjadi peningkatan asam urat serum. Uji fungsi hati yang abnormal
mengesankan adanya penyakit diseminata. Kadar LDH serum meningkat pada
penyakit yang lebih cepat berproliferasi dan kuas serta dapat digunakan sebagai
suatu petanda prognostik.
8. Stadium Penyakit
Penentuan stadium didasarkan pada jenis patologi dan tingkat keterlibatan.
Jenis patologi (tingkat rendah, sedang atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja
yang baru. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor.
a. Formulasi kerja yang baru (Santoso da Krisfu, 2004)
Tingkat rendah:
1) Limfositik kecil
2) Sel folikulas, kecil berbelah
3) Sel folikulas dan campuran sel besar dan kecil berbelah
Tingkat sedang:
1) Sel folikulis, besar
2) Sel kecil berbelah, difus
3) Sel campuran besar dan kecil, difus
4) Sel besar, difus
Tingkat tinggi:
1) Sel besar imunublastik
2) Limfoblastik
3) Sel kecil tak berbelah
b. Tingkat keterlibatan ditentukan sesuai dengan klasifikasi Ann Arbor
(Setioyohadi, 2009)
1) Stadium I:
Keterlibatan satu daerah kelenjar getah bening (I) atau keterlibatan satu
organ atau satu tempat ekstralimfatik(IIE)
16
2) Stadium II:
Keterlibatan 2 daerah kelenjar getah bening atau lebih pada sisi diafragma
yang sama. II2: pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma. II3: pembesaran
3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma. IIE: pembesaran 1 regio atau lebih KGB
dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas.
3) Stadium III:
Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada kedua did diafragma (III),
yang juga dapat disertai dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat
ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIIE+S)
4) Stadium IV:
Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus.
9. Diagnosis
a. Anamnesis
Umum:
1) Pemebesaran kelenjar getah bening dan malaise umum
(a) Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
(b) Demam tinggi 380C 1 minggu tanpa sebab
(c) Keringan malam
2) Keluhan anemia
3) Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)
4) Penggunaan obat (Diphantoine)
Khusus:
1) Penyakit autoimun
2) Kelainan darah
3) Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pembesaran KGB
2) Kelainan/pembesaran organ
3) Performace status: ECOG atau WHO/Kamofsky
17
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Rutin
Hematologi:
(a) Darah perifer lengkap
(b) Gambaran darah tepi
2) Urinalisa:
(a) Urin lengkap
3) Kimia klinik:
(a) SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat.
(b) Alkali fosfatase
(c) Gula darah puasa dan 2 jam pp
(d) Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
4) Khusus
(a) Gamma GT
(b) Cholinesterase (CHE)
(c) LDH/fraksi
(d) Serum Protein Elektroforesis (SPE)
(e) Imuno Elektroforese (IEP)
(f) Tes coombs
(g) B2 Mikroglobulin
b. Biopsi
1) Biopsi KGB dilakukan hanya I kelenjar yang paling representatif,
superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenj ar perifer/superfi sial yang
representatif, maka tidak perlu biopsi intra abdominal atau intratorakal.
Spesimen kelenjar diperiksa:
(a) Rutin
Histopatologi: REAL-WHO dan Working Formulation
(b) Khusus
Imunoglobulin permukaan dan Histo/sitokimia
18
10. Penatalaksanaan
Terapi untuk LNH terdiri atas terapi spesifik untuk membasmi sel limfoma
dan terapi suportif untuk meningkatkan keadaan umum penderita atau untuk
menanggulangi efek samping kemoterapi atau radioterapi. Terapi spesifik untuk
LNH dapat diberikan dalam bentuk berikut:
19
a. Radioterapi
1) Untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)
2) Untuk ajuvan pada bulky disease
3) Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
b. Kemoterapi
1) Kemoterapi tunggal (singel agent)
Chlorambucil atau siklofosfamid untuk LNH derajat keganasan rendah
2) Kemoterapi kombinasi dibagi menjadi 3, yaitu:
(a) Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas:
CHOP (cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine, prednison)
CHOP-Bleo/Bacop (CHOP + bleomycine)
COMLA (cyclophosphamide, vincristine, methotrexate with leucovorin
rescue)
CVP/COP (cyclophosphamide, vincristine, prednison)
C-MOPP (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine, prednison,
procarbazine)
(b) Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:
COP-Blam (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine, prednison,
bleomycin, doxorubicine, procarbazine).
Pro-MACE-MOPP (prednison, methotrexate with leucovorin rescue,
doxorubicine, cyclophosphamide, etoposide, mechlorethamine, vincristine,
procarbazine).
M-BACOD (methotrexate with leucovorin rescue, bleomycin,
doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine, dexamethasone).
(c) Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:
COPBLAM III (cyclophosphamide, infusional vincristine, prednison,
infusional bleomycin, doxorubicine, procarbazine).
ProMACE-CytaBOM (prednison, methotrexate with leucovorin rescue,
doxorubicine, doxorubicine, cyclophosphamide, etoposide, cytarabine,
bleomycin, vincristine, methotrexate with leucovorin rescue).
20
11. Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
22
23
DAFTAR PUSTAKA
23
24
24