Professional Documents
Culture Documents
Fatimah Kti Fix
Fatimah Kti Fix
Fatimah Kti Fix
FATIMAH INDAYANI
P07534018016
FATIMAH INDAYANI
P07534018016
Demikian pernyataan ini saya menyatakan benar dan penuh tanggung Jawab.
Fatimah Indayani
NIM P07534018016
POLYTECHNIC OF HEALTH, MEDAN KEMENKES
HEALTH ANALYST
DEPARTMENT OF MEDICAL LABORATORY TECHNOLOGY
KTI, April 2021
FATIMAH INDAYANI
Description Of Free Fatty Acid Levels In cooking oil and fried oil
ABSTRACT
Free Fatty Acids are fatty acids that have been separted from the triglycerides
contained in the oil. These free fatty acids were analyzed as acid numbers using
the alkalimetrictitration method. This study aims to determine the levels of free
fatty acids contained in cooking and fried oil whether the cooking oil and fried
foods meet the quality standard parameters of SNI < 0.30% SNI 7709-2012. The
type of research used is a systematic review using a descriptive design and using
secondary data with literature studies presenting quantitative data to determine
the content of free fatty acids in cooking and fried oils from a reference article
entitled Determintion of free fatty acid levels in cooking oil by Densi Selpia
Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017) . The results of the first study by Andi
Riski Ariyani Paramitha on the Oil sample from fried chicken in the first sample
(0.24%), 2nd sample (0.24%), 3rd (0.25%), 4th (0,28%) and the fifth highest sample
reached (0,29%). Theresults of the second studyby Angcivioletta Moniharapon,
Researccher at the Manado Industrial Standardization and Research Institute
(2017) on the fried cassava chips sample of (0,7%). The results of the third study
by Marini Damanik on the potato chips sample were (0.158%), The results of the
fourth study by Densi Selpia Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017) on the
bulk cooking oil sample A 0th frying sampling (0.042%), 5th (0.23%), 7th (0.274%),
and 9th (0.32%= did not meet SNI). The results of the fifth study by Yunita Maya
Sari (2018) on bulk cooking oil samples before use with the sample codeS1
(0.15%), S2(0.16%), S3(0.13%), S4(0.14%) and S5 (0.18%).
Gambaran Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng dan Gorengan
ABSTRAK
Asam Lemak Bebas adalah asam lemak yang sudah lepas dari trigliseraldehida
yang dikandung pada minyak. Asam lemak bebas ini dianalisa sebagai angka
asam dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak
goreng dan gorengan apakah minyak goreng dan gorengan memenuhi parameter
standar mutu SNI < 0,30% SNI 7709-2012. Jenis penelitian yang digunakan
systematic review menggunakan desain deskriptif dan menggunakan data
sekunder dengan studi literatur penyajian data kuantitatif untuk mengetahui
kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng dan gorengan dari referensi
artikel yang berjudul ’Penetapan kadar asam lemak bebas pada minyak
goreng’,oleh Densi Selpia Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017). Hasil
penelitian pertama oleh Andi Riski Ariyani Paramithapada sampel Minyak dari
ayam goreng pada sampel pertama sebesar (0,24%), sampel ke-2 (0,24%), sampel
ke-3 (0,25%), sampel ke-4 (0,28%) dan sampel ke-5 tertinggi mencapai
(0,29%).Hasil penelitian kedua olehAngcivioletta Moniharapon, Peneliti Balai
Riset dan Standarisasi Industri Manado (2017) pada sampel keripik ubi kayu
goreng sebesar (0,7%), Hasil penelitian ketiga oleh Marini Damanikpada sampel
keripik kentang yaitu sebesar (0,158%), Hasil penelitian keempat olehDensi
Selpia Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017)pada sampel minyak goreng
curah A Sampling penggorengan ke-0 (0,042%), ke-5 (0,237%), ke-7 (0,274%),
dan ke-9 (0,32% = tidak memenuhi SNI). Hasil penelitian kelima oleh Yunita
Maya Sari 2018 pada sampel minyak goreng curah sebelum dipakai dengan kode
sampel S1(0,15%), S2(0,16%), S3(0,13%), S4(0,14%) dan S5(0,18%).
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Kadar Asam Lemak
Bebas Pada Minyak Goreng dan Gorengan’’ ini tepat pada waktunya. Karya Tulis
Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
Politeknik Kemenkes Medan Jurusan Analis Kesehatan Prodi D-III Teknologi
Laboratorium Medis.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bantuan, pengarahan, bimbingan dan dukungan serta doa dari banyak pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besar nya kepada :
1. Ibu Dra. Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan atas kesempatan yang diberikab kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Ahli Teknologi Laboratorium
Medis.
2. Ibu Endang Sofia, S.Si, M.Si Ketua Jurusan Analis Kesehatan Prodi D-III
Teknologi Laboratorium Medis Medan.
3. Ibu Sri Widia Ningsih, S.Si, M.Si selaku pembimbing dan ketua penguji
yang telah memberikan arahan, waktu serta tenaga dalam bimbingan, sabar
dalam memberi arahan dan dukungan dalam penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini
4. Bapak Drs. M.Sinurat, M.Si selaku penguji I dan Bapak Musthari, S.Si,
M.Biomed selaku penguji II yang telah banyak memberi masukan berupa
kritik dan saran untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Jurusan Analis Kesehatan Prodi DII Teknologi Laboratorium Medis.
6. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih Kepada Kedua Orang Tua
Penulis yang penulis cintai dan hormati Ayahanda H.Idham Kholid dan
Ibunda Warseh Handayani yang telah banyak memberikan dukungan
i
kepada penulis baik secara moril maupun material, serta abang Fachri
Muhammad, S.Agr dan kepada kedua adik penulis Syahwa Nur Aulia dan
Muhammad Yusuf Al-Azhar dan Terkhusus kepada orang yang sangat
penulis cintai Alm. mbah H.Pardiman dan almh mbah Hj.Taminem dan
Alm.Atok H.Hasanel Basri dan Almh.Nenek Siti Maryam serta keluarga
besar lainnya yang selalu memberikan dukungan dan doa terbaik dan telah
membesarkan serta mendidik penulis dengan sabar dan telah memberikan
suport dan doa untuk menyelesaikan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan Jurusan Analis Kesehatan Medan prodi Teknologi
Laboratorium Medis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
7. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan di jurusan Analis Kesehatan
Medan Prodi Teknologi Laboratorium Medis angkatan 2018 yang telah
membantu penulis dalam memeberikan informasi dan masukkan kepada
penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dan terima kasih
kepada semua pihak yang ikut membantu penulis yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata penulis berdoa semoga bantuan dan bimbingan yang telah
diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT, penulis berharap
semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRACT
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL vii
BAB I PENDAHULAN 1
iii
2.1.7.1 Oksidasi 10
2.1.7.2 Enzim 10
2.1.7.3 Hidrolisis 10
2.2 Pengertian Asam Lemak Bebas 11
2.2.1Pembentukan Asam Lemak Bebas 11
2.2.2 Kadar Asam Lemak Bebas 11
2.2.3 Bahaya Asam Lemak Bebas 11
2.2.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas 12
2.2.5 Asidi Alkalimetri (Titrasi Netralisasi) 13
1. Larutan Baku 13
2. Indikator 13
2.3 Gorengan 13
2.3.1. Keripik Ubi 14
2.3.2 Keripik Kentang 15
2.3.3 Batagor 17
2.4 Proses Penggorengan 18
2.5 Mutu Minyak Goreng 21
2.6 Kerangka Konsep 23
2.7 Definisi Operasional 23
iv
3.8.1 Alat 25
3.8.2 Reagensia 25
3.8.3 Prosedur Pembuatan Reagensia 25
3.9 Prosedur Kerja 26
3.9.1 Prosedur Kerja Standarisasi Larutan NaOH 0,01 N 26
3.10 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas 26
3.11 Perhitungan Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas 27
3.12 Analisa Asam Lemak Keripik Ubi kayu 28
3.13 Alat dan Bahan analisa keripik ubi kayu 28
3.12.1 Alat 28
3.12.2 Bahan 28
4.1 Hasil 30
4.2 Pembahasan 43
5.1 Kesimpulan 48
5.2 Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 52
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat penting
untuk kehidupan.Selain memiliki sisi positif, lemak juga memiliki sisi negatif
terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi,
bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator dalam
menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta pelarut
vitamin A, D, E. dan K. Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek
rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh, lemak
menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan
karbohidrat, yaitu 9 Kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Lemak merupakan zat
gizi yang paling sering dijumpai dalam makanan sehari – hari selain karbohidrat,
protein, mineral, dan vitamin. Lemak berperan dalam penyediaan energi,
pembentukan membran sel, isolator panas tubuh (Cakrawati & Mustika, 2012).
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh oleh
hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya.Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau
tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap.Asam
lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) adalah asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap pada atom karbon.Ini berarti asam lemak jenuh tidak peka
terhadap oksidasi dan pembentukkan radikal bebas seperti halnya asam lemak
tidak jenuh. Efek dominan dari asam leamk jenuh adalah peningkatan kadar
kolesterol total dan K-LDL (kolesterol LDL) (Muller. 2003).Asam lemak tak
jenuh (Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA) merupakan jenis asam lemak yang
mempunyai 1 (satu) ikatan rangkap pada rantai atom karbon.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak
terikat sebagaitrigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis
dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa
minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya
1
faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini
berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk. Asam lemak
bebas merupakan bagian dari parameter mutu minyak goreng.Asam lemak bebas
adalah asam lemak yang berada sebagai asam lemak bebas tidak terikat sebagai
trigliserida. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis
enzim selama pengolahan dan penyimpanan. FFA yang tinggi akan berpengaruh
terhadap kualitas produk gorengan (Aminah dkk, 2010).
Penelitian Febriansyah (2007) juga menyatakan jumlah minyak dalam
makanan yang digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya
proses penggorengan, hal ini dikarenakan selama penggorengan minyak goreng
mengalami berbagai reaksi kimia di anataranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang
dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala, 2003). Di
Indonesia gorengan adalah makanan ringan yang popular.Penjual gorengan dapat
ditemukan di tepi jalan atau berkeliling dengan pikulan atau gerobak. Bahan-
bahan yang dilapisi adonan tepung dan digoreng antara lain; pisang goreng,
tempe, tahu, ubi, singkong, yaitu tepung singkong digoreng, sukun, dan bakwan
yaitu adonan tepung yang dicampur cacahan kubis dan wortel. Salah satu jenis
gorengan yang terpopuler adalah Tahu, Perkedel jagung dan perkedel kentang
jugak masuk dalam kategori gorengan.Gorengan biasanya dimakan dengan saos
atau cabai rawit. Pola makan makanan yang serba instan saat ini memang sangat
digemari sebagian masyarakat perkotaan. Gorengan dan jenis makanan murah
meriah lain kini juga mudah didapat karena banyak dijual dipinggir jalan (Yogi.
2008).
Pembentukkan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan
oleh proses hidrolisis yang terjadi selama proses penggorengan, ini biasanya
disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada suhu 160-200oC (Kalapathy
dan Poctor, 2000). Menurut Kulkarni dan Dalai (2006) uap air yang dihasilkan
pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap
trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan
gliserol yang diindikasikan dari angka asam. Asam lemak bebas didalam minyak
goreng merupakan asam lemak berantai panjang yang tidak teresterifikasi.Asam
2
lemak bebas mengandung asam lemak jenuh yang berantai panjang. Semakin
banyak konsumsi asam lemak bebas, akan meningkatkan kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan kolesterol jahat. Banyaknya
asam lemak bebas dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak
(Adrian, 2005). Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa
enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak
dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun dalam
minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut diberikan
pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala diare, kelambatan
pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol tak sempurna pada pusat saraf
dan mempersingkat umur.
Pengaruh minyak dan lemak terhadap kesehatan juga dapat memicu
peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol dalam darah manusia
beragam dan mengalami bertambahnya umur.Faktor makanan yang berpengaruh
terhadap kolesterol dan darah adalah LDL, lemak total, lemak jenuh, dan energi
total.Pada kolesterol darah yang meningkat berpengaruh tidak baik untuk jantung
dan pembuluh darah (Almatseir, 2009).Kadar kolestrol darah yang meningkat
berpengaruh tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah telah diketahui luas
oleh masyarakat. Namun ada salah pengertiaan, seolah-olah yang paling
berpengaruh terhadap kenaikan kolesterol darah ini adalah kadar kolesterol
makanan. Sehingga banyak produk makanan, bahkan minyak goreng diiklankan
sebagai non kolesterol.Konsumsi lemak akhir-akhir ini dikaitkan dengan penyakit
kanker.Hal ini berpengaruh adalah jumlah lemak dan mungkin asam lemak tidak
jenuh ganda tertentu yang terdapat dalam minyak sayuran (Almatsier, 2002).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui
bagaimana‘’Gambaran kandungan asam lemak bebas pada Minyak Goreng dan
Gorengan’’.
3
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘’ Bagaimana gambaran
kandungan asam lemak bebas pada Minyak Goreng dan Gorengan Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI 7709-2012) ’’.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kadar asam lemak bebas pada makanan yang
diolah dengan minyak goreng.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Gambaran Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak
Goreng.
b. Untuk mengetahui Gambaran Kadar Asam Lemak Bebas pada gorengan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk Peneliti
Untuk menambah wawasan bagi penulis dan pengetahuan tentang kadar
asam lemak bebas.
2. Untuk Masyarakat
a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai asam lemak bebas
yang terkandung dalam minyak goreng dan gorengan.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas dan
karakteristik minyak yang terdapat pada makanan gorengan dengan
penggunaan minyak berulang.
3. Untuk Institusi
Untuk menambah kepustakaan mengenai kadar asam lemak bebas pada
Minyak Goreng dan Gorengan berdasarkan SNI 7709-2012.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
negatif terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber
energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator
dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta
pelarut vitamin A, D, E. dan K. Penambahan lemak dalam makanan memberikan
efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di dalam tubuh,
lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein
dan karbohidrat, yaitu 9 Kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Lemak merupakan
zat gizi yang paling sering dijumpai dalam makanan sehari – hari selain
karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin. Lemak berperan dalam penyediaan
energi, pembentukan membran sel, isolator panas tubuh (Cakrawati & Mustika,
2012).
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh oleh
hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya.Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau
tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap.Asam
lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) adalah asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap pada atom karbon.Ini berarti asam lemak jenuh tidak peka
terhadap oksidasi dan pembentukkan radikal bebas seperti halnya asam lemak
tidak jenuh. Efek dominan dari asam leamk jenuh adalah peningkatan kadar
kolesterol total dan K-LDL (kolesterol LDL) (Muller. 2003). Asam lemak tak
jenuh (Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA) merupakan jenis asam lemak yang
mempunyai 1 (satu) ikatan rangkap pada rantai atom karbon.
Asam lemak tak jenuh (Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA) merupakan
jenis asam lemak yang mempunyai 1 (satu) ikatan rangkap pada rantai atom
karbon.Asam lemak ini tergolong dalam asam lemak rantai panjang (LCFA), yang
kebanyakan ditemukan dalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kacang
tanah, minyak biji kapas, dan kanola.Minyak zaitun adalah salah satu contoh yang
mengandung MUFA 77%.(Ketaren. 2008). Secara umum, lemak tak jenuh
tunggal berpengaruh mengintungkan kadar kolesterol dalam darah, terutama bila
digunakan sebagai pengganti asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh tunggal
(MUFA) lebih efektif menurunkan kadar kolesterol darah, daripada asam lemak
6
tak jenuh jamak (PUFA), sehingga asam oleat lebih popular dimanfaatkan untuk
formulasi makanan olahan menjadi popular.
7
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukkan minyak
yang bermutu baik. (Sutiah, dkk., 2008).
Sifat fisik minyak meliputi Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam
minyak dan juga terjadi karena pembentukkan asam-asam yang berantai sangat
pendek. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),
dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil,eter,karbon disulfide dan pelarut-
pelarut halogen. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat
pada suatu nilai temperatur tertentu.Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.Titik didih (softening point), dimaksudkan
untuk identifikasi minyak tersebut.Sliping point, digunakan untuk pengenalan
minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.Shot melting point,
yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Bobot
jenis, biasanya ditentukan pada temperatur 25 oC,dan juga perlu dilakukan
pengukuran pada temperatur 40oC. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat
dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting
dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.
Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
minyak dengan pelarut lemak (Anonim, 2011).
Sifat-sifat kimia minyak terdiri dari Reaksi hidrolisis mengubah minyak
,menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat
mengakibatkan kerusakan minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam
minyak tersebut.Reaksi oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak. Reaksi hidrogenasi sebagai suatu proses
industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam
lemak pada minyak. Reaksi esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam
lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan
melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi ( Ketaren, 2008).
Reaksi kimia yang dapat terjadi pada minyak goreng selama penggorengan
deep frying adalah hidrolisis,oksidasi dan polimerisasi yang menghasilkan
komponen volatile. Komponen volatile akan menguap ke udara selama
8
penggorengan dansebagian lagi terserap kedalam makanan gorengan.
Komponenen volatile akan menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dan
kimia pada minyak goreng dan makanan gorengan. Komponen volatile inilah
yang mempengaruhi kestabilan dan mutu, cita rasa dan tekstur makanan selama
penyimpanan (Choe dan Min, 2007).
2.1.5. Kerusakan Minyak goreng
9
timbulkan perubahan-perubahan kimia, contohnya adalah pelakuan panas
(Ketaren,2008).
2.1.6. Racun Pada Minyak Goreng
2.1.7.1. Oksidasi
Ketengikan ini terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap
asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu
kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi
lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak,
tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin dan asam
lemak esensial dalam lemak.
2.1.7.2. Enzim
Bahan pangan berlemak dengan kadar dengan kadar air dan kelembapan
udara tertentu, merupakan medium yang baik lagi pertumbuhan jamur. Jamur
mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak
bebas dan gliserol.
2.1.7.3. Hidrolisis
Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses
oksidasi dan enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang
mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah
menguap dan berbau tidak enak (Ketaren 2008).
10
2.2. Pengertian Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi
hidrolisis minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat
dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin
lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadarALB yang terbentuk
(Ketaren, 2008).
2.2.1. Pembentukkan Asam Lemak Bebas
CH2-O-C-R CH2-OH
O Keasaman, enzim
CH2-O-C-R CH2- OH
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya
dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam lemaka bebas lebih besar dari 1%, jika
dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun
intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas.
Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa
tidak lezat.Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat
menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14.(Ketaren, 2008).
2.2.3. Bahaya Asam Lemak Bebas
11
Jaringan lemak melepaskan asam lemak bebas dan gliserol ke dalam
darah, dimana asam lemak trrsebut diangkut dengan albumian ke hampir semua
organ.Dilain pihak, gliserol berjalan terutama ke dalam hati dan sedikit ke dalam
ginjal hanya jaringan-jaringan ini tempatnya dapat digunakan.Proporsi asam
lemak bebas yang lebih besar dalam sirkulasi dokonversi menjadi badan-badan
keton, yang merupakan prinsip dalam hati.Badan-badan keton adalah bentuk
energi yang lebih larut dalam air daripada asam lemak.(Linder, 2008).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan
kadar lebih besar dari besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun dalam
minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut diberikan
pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala diare, kelambatan
pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, control tak sempurna pada pusat saraf
dan mempersingkat umur.
Kadar kolestrol darah yang meningkat berpengaruh tidak baik untuk
jantung dan pembuluh darah telah diketahui luas oleh masyarakat. Namun ada
salah pengertiaan, seolah-olah yang paling berpengaruh terhadap kenaikan
kolesterol darah ini adalah kadar kolesterol makanan. Sehingga banyak produk
makanan, bahkan minyak goreng diiklankan sebagai non kolesterol.Konsumsi
lemak akhir-akhir ini dikaitkan dengan penyakit kanker.Hal ini berpengaruh
adalah jumlah lemak dan mungkin asam lemak tidak jenuh ganda tertentu yang
terdapat dalam minyak sayuran.(Almatsier, 2002).
2.2.4. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas
12
fenolftalein (pp), mempunyai pka 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4).
Struktur fenolftaleinakan mengalami perataan ulang pada kisaran pH ini karena
proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH meningkat akibatnya
akan terjadi perubahan warna. (Abdul Rohman, 2007).
2.2.5. Asidi Alkalimetri (titrasi netralisasi)
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna
diantara bentuk terionisasi dan bentuk tidak terionisasinya. Indikator yang sering
dipakai pada titrasi aside alkalimetri adalah indikator Phenolphthalein, Pada
larutan basa berubah warnanya menjadi warna merah sedangkan pada larutan
asam tidak berwarna (Safnurbaiti,2017).
2.3. Gorengan
13
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (PBDPN, 2008).arti kata
gorengan adalahsegala sesuatu yang di goreng.
Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng
dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak
goreng untuk mengolah makanan baik untuk lauk maupun makanan kecil. Data
persentase kebiasaan makan gorengan 60%, masakan daging yang digoreng
44,8%, masakan ikan yang digoreng 94,3%. Sebagian zat gizi pada bahan
makanan yang digoreng akan rusak selama penggorengan, namun makanan yang
yang digoreng memiliki rasa lebih gurih dang mengandung kalori lebih banyak
serta kandungan lemak yang lebih banyak (Paramitha, 2012). Asupan lemak
perhari masyarakat perkotaan sebesar 21,96% - 26,52% dan pedesaan sebesar
19,08%. Kontribusi tertinggi asupan lemak total berasal dari makanan gorengan
70% (Sartika, 2008).
2.3.1. Keripik Ubi
Keripik adalah salah satu produk makanan yang diolah melalui proses
penggorengan rendam memiliki kerenyahan sebagai karakteristik tekstur yang
pnting untuk dikontrol. Beberapa studi dan upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kerenyahan keripik, misalnya dengan mengontrol parameter proses
pengolahan berupa komposisi kimia bahan, dimensi bahan, serta suhu dan jenis
minyak yang digunakan dalam penggorengan, maupun dengan memberikan
perlakuan pendahuluan sebelum penggorengan berupa perendaman irisan bahan
14
dalam larutan yang mengandung kation (Pedreschi F, Moyana P, Santis N,
Pedreschi R. 2007).
Perlakuan pendahuluan berupa pemanasan irisan bahan sebelum
penggorengan merupakan cara yang belum popular tetapi berpotensi
mempengaruhi kerenyahan dari keripik yang dihasilkan. Para peneliti setuju
bahwa kerenyahan disebabkan oleh karakteristik struktual makanan. Struktur
proses menjadi faktor penting penentu kerenyahan. Perlakuan pendahuluan
terhadap irisan bahan sebelum penggorengan dimaksudkan untuk membantu
pelonggaran jaringan dalam mempersiapkan struktur poros bahan. Proses
pemanasan irisan bahan sebelum penggorengan diduga berperan dalam
pelonggaran jaringan melalui mekanisme gelatinisasi pati, penurunan adhesifitas
sel, serta pembebasan substansi penyusunjaringan ke medium (Grizotto R, De
Menezes HC. 2002).
Ubi Kayu (Manihot utilisima) banyak ditanam diindonesia karena mampu
berdaptasi dengan iklim tropis Indonesia.Kandungan zat gizi yang paling banyak
terdapat adalah karbohidrat yang merupakan sumber pati. Kandungan karbohidrat
pada singkong adalah 34,7%. (Direktor Gizi. 2013).
Penggunaan Ubi kayu dengan ikan memakai perbandingan. Perlakuan
K0=tanpa ikan; K1= ikan 0,5%; K2= ikan 1%; K3= ikan 2%; k4=ikan 2,5%.Besarnya
perbandingan yaitu 100:0 ; 99,5:0,5 ; 99:1 ; 98:2 ; dan 97,5:2,5. Penambahan
bumbu konstant antara lain garam 1 g dan bawang putih 1 g. Ubi kayu dikupas
kulitnya lalu dicuci bersih dengan air mengalir. Kemudian ubi kayu diparut dan
ditambahkan bumbu-bumbu dan ikan. Penambahan ikan mengikuti besarnya
jumlah perbandingan yaitu 0,5%,1% 2% 2,5%. Kemudian adonan dihomogenkan
dan dicetak berbentuk slinder.Setelah itu dikulkas ± 10-15menit dan didinginkan.
Hasil kukusan dipotong dengan ketebalan 0,1-0,2cm. Selanjutnya dikeringkan
dalam oven pada suhu 50-550C selama 48 jam, kripik siap digoreng.
Kadar asam lemak bebas (% FFA) merupakan proses oksidasi dan
hidrolisa enzim selama penyimpanan dan pengolahan. Berdasarkan SNI Keripik
ubi kayu nilai kadar FFA (maksimum 0,7%), perlakuan control (K0=tanpa ikan:
0,70%) hal ini dikarenakan pada proses penggorengan keripik ubi kayu tidak
15
menggunakan minyak goreng kemasan melainkan menggunakan minyak curah
dan digunakan berulang kali penggorengan, serta penggunaan suhu yang tinggi
pada saat penggorengan dengan waktu yang lama. Sehingga keripik yang
dihasilkan akan cepat tengik. Kaitan FFA/asam lemak bebas dengan ketengikan
yaitu karena kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh oksidasi.Oksidasi dimulai
dengan pembentukan radikal bebas.Molekul-molekul lemak yang mengandung
radikal asam lemak tak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Berbeda
dengan yang menambahkan ikan perlakuan K1,2,3,4(0,5%-2,5%) memiliki nilai
FFA antara 0,64%-0,50% sehingga mutu produk keripik ubi kayu yang dihasilkan
layak dikonsumsi.
kadar asam lemak bebas (FFA) berpengaruh pada rasa keripik ubi kayu
bahwa perlakuan kontrol (Ko= tanpa ikan: 0,70%) hal ini dikarenakan pada proses
penggorengan keripik ubi kayu tidak menggunakan minyak goreng kemasan
melainkan menggunakan minyak goreng curah dan digunakan secara berulang
kali penggorengan , serta penggunaan suhu yang tinggi pada saat penggorengan
dengan waktu yang lama. sehingga keripik yang dihasilkan akan cepat tengik.
Saat ini olahan yang paling popular dan digemari masyarakat luas terutama
remaja yang tinggal dikota besar adalah keripik kentang (potato chips).Kriteria
mutu keripik kentang agar produknya dapat diterima konsumen adalah pemilihan
suhu dan waktu penggorengan.Faktor suhu dan waktu penggorengan sangat
16
menentukkan hasil gorengan, yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang
terserap dan stabilitas penyimpanan.Salah satu pertimbangan penetapan suhu
penggorengan yang optimum adalah pengaruhnya terhadap warna bahan pangan
yang digoreng.Dalam pengolahan keripik kentang, minyak dan lemak berfungsi
sebagai media pengantar panas.Diantara sumber minyak/lemak pangan yang
tersedia di Indonesia, minyak sawit merupakan sumber utama dengan tingkat
konsumsi lebih dari 70% sebagi inyak goreng (Elisabeth et al., 2009).
Produk keripik kentang yang dihasilkan melalui penggorengan dengan
deep fryer, melibatkan suhu maupun waktu penggorengan, di samping itu, jenis
minyak sawit yang dipakai juga sangat menentukkan.Keripik kentang termasuk
jenis makanan ringan yang paling popular diseluruh dunia.
2.3.3. Batagor
Makanan atau jajanan merupakan makanan yang telah siap untuk dimakan
dan yang terlebih dahulu dimasak ditempat produksi dan dijual di tempat umum
seperti dipasar, sekolah, kampus dan tempat umum lainnya (Hartini, 2011).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 7756-2013), siomay merupakan
produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan lumatan daging/udang dan
atau surimi minimum 30 %, tepung dan bahan-bahan lainnya, dibentuk dan
dibungkus dengan kulit pangsit yang mengalami perlakuan pengukusan.
Siomay merupakan makanan asli dari cina yang dibawa oleh orang cina
ketika zaman perdagangan dahulu.Namun karena orang Indonesia lebih suka
makanan yang digoreng lalu siomay dimodifikasi menjadi makanan yang garing,
17
renyah dengan menggunakan lapisan kulit lumpia yang biasa kita sebut dengan
batagor (Darmawan, 2013).Batagor merupakan makanan yang pertama kali dibuat
di Bandung.Batagor adalah singkatan dari bakso tahu goreng. Untuk proses
memasak, batagor dimasak dengan cara digoreng. Batagor terbuat dari adonan
tepung yang diberi campuran ikan cingcang atau daging ayam cingcang.Adonan
tepung ini kemudian dibungkus dengan tahu.Seiring dengan berjalannya waktu,
batagor terus mengalami modifikasi menjadi batagor dengan kulit tahu maupun
pangsit seperti sekarang ini.
Penggorengan batagor dan siomay menggunakan minyak kelapa sawit,
biasanya produsen menggunakan minyak yang sama untuk beberapa kali
penggorengan. Pengulangan penggunaan minyak untuk menggoreng akan
berpengaruh terhadap produk hasil dihasilkan maupun kandungan gizi yang ada
dibatagor dan siomay. Kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan
akibat terjadinya oksidasi dan hidrolisis komponen bahan pangan.Tingkat
kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis Free Fatty Acid (FFA)
(Winarno, 2004).
2.4. Proses Penggorengan
Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta
banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak dipilih sebagai
cara pengolahan karena mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur bahan pangan
yang spesifik, sehingga bahan pangan menjadi kenyal dan renyah. Penggorengan
merupakan fenomena transpor yang terjadi secara simultan, yaitu transfer pans,
transfer massa air, dan transfer (serapan) massa minyak. Saat proses
penggorengan dilakukkan, terjadi transfer panas dari minyak ke bahan pangan,
penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan. Suhu
penggorengan yang dianjurkan adalah 117-201oC, atau tergantung jenis bahan
yang digoreng.(Winarno, 2004).
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan
menggunakan lemak atau minyak panas pada suhu tinggi, penggorengan deep
frying menyebabkan terjadinya perubahan kestabilan dan mutu, cita rasa, warna
18
dan tekstur dari makanan gorengan serta kandungan zat gizi dari makanan. (Choe
dan Min, 2007).
Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang
memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa
amina-amina heterosiklis penyebab kanker.Selain itu penggorengan juga
mengakibatkan penurunan kandungan zat gizi karena rusak.Kesalahan teknik
menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap
untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih
banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama
penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung
kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering lebih enak
dibandingkan dengan makanan rebusan. Selama proses penggorengan minyak
goreng mengalami berbagai reaksi kimia diantaranya reaksi hidrolisi, oksidasi,
isomerisasi dan polimerisasi. Reaksi kimia yang terjadi pada suhu di atas 200oC
dapat menyebabkan terbentuknya polimer, molekul tak jenuh membentuk ikatan
cincin.(Anonim, 2009).
Gorengan yang banyak dijajankan umumnya digoreng dengan metode deep
fat frying, yaitu seluruh bahan pangan terendam dalam minyak goreng.
Berlangsungnya berbagai proses dalam penggorengan akan menentukkan kualitas
akhir produk goreng, yang antara lain dicirikan oleh warna produk, kadar air
akhir, kadar minyak (banyaknya minyak yang terserap), kerenyahan produk, dan
bentuk produk setelah mengembang. (Anonim, 2012).
Proses penyerapan minyak pada bahan pangan yang digoreng dapat dipelajari
dari struktur fisik bahan pangan tersebut. Makanan yang digoreng secara umum
memiliki struktur yang sama, yaitu lapisan permukaan (outer zone/crust), dan
lapisan dalam (inner zone/core). (Kejibebets, 2001).
Semua pangan goreng mempunyai struktur dasar yang sama, terdiri dari inner
zone (core), outer zone (crust), dan outer zone surface. Inner zone (core) adalah
bagian dalam pangan goreng yang masih mengandung air. Sedangkan Outer zone
(crust) adalah bagian luar pangan goreng yang mengalami dehidrasi pada waktu
proses penggorengan. Rongga pada bahan pangan goreng akibat penguapan air
19
akan tergantung pada perbandingan ketebalan crust dan core.Semakin tebal crust,
semakin banyak minyak yang diserap.Outer zone surface adalah bagian paling
luar dari bahan pangan goreng yang berwarna coklat kekuning-kuningan. lapisan
tepung pada bahan pangan goreng akan mengalami gelatinisasi, volume lapisan
akan mengembang dan mongering dengan teruapkannya air. Dengan demikian
terbentuk tekstur renyah yang disukai warna coklat pada outer zone surface
umumnya merupakan hasil reaksi pencokelatanatau Maillard yang dipengaruhi
oleh komposisi makanan, suhu, dan lama penggorengan. (Ketaren, 2008).
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu
dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Keripik sebagai salah satu produk
pangan yang diolah melalui proses penggorengan rendam memiliki kerenyahan
sebagai karakteristik tekstur yang penting untuk dikontrol. (Thanatuksorn P,
kajiwara K, Suzuki T. 2007). Beberapa studi dan upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kerenyahan keripik, misalnya dengan mengontrol parameter proses
pengolahan berupa komposisi kimia bahan, dimensi bahan, serta suhu dan jenis
minyak yang digunakan dalam penggorengan (Visser J, Kita A, Lisin’ska G,
Golubwoska G. 2007). Maupun dengan memberikan perlakuan pendahuluan
sebelum penggorengan berupa perendaman irisan bahan dalam larutan yang
mengandung katioan. (Pedreschi F, Moyano P, Santis N, Pedreschi R. 2007).
Perlakuan pendahuluan berupa pemanasan irisan bahan sebelum
penggorengan merupakan cara yang belum popular tetapi berpotensi
mempengaruhi kerenyahan keripik yang dihasilkan. (Grizotto R, De Menezes HC.
2002). Perlakuan pendahuluan terhadap irisan bahan sebelum penggorengan
dimaksudkan untuk membantu pelonggaran jaringan dalam mempersiapkan
struktur poros bahan. Proses pemanasan irisan bahan sebelum penggorengan
diduga berperan dalam pelonggaran jaringan melalui gelatinisasi pati, penurunan
adhesifitas sel, serta pembebasan substansi penyusun jaringan ke medium.
(Andersson A, Gekas V, Lind I, Oliveira F, Oste R. 1994). Ubi kayu (Manihot
utilisima) banyak ditanam diindonesia karena mampu beradaptasi dengan iklim
tropis di Indonesia.Kandungan zat gizi yang paling banyak terdapat adalah
20
karbohidrat yang merupakan sumber pati. Kandungan karbohidrat pada singkong
adalah 34,7%. (Direktorat Gizi. 2013).
Kadar minyak dalam produk goreng mengalami kenaikkan seiring dengan
semakin lamanya proses penggorengan. Kadar minyak pada produk hasil goreng
ini diasumsikan dengan penyerapan minyak oleh produk, semakin besar kadar
minyak pada produk maka semakin banyak jumlah minyak yang diserap.
(Febriansyah. 2007).
Faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak oleh bahan selama proses
penggorengan adalah kualitas dan komposisi minyak, temperatur dan lama waktu
penggorengan, bentuk dan kandungan air bahan, komposisi bahan, perlakuan
terhadap bahan sebelum digoreng, perlakuan terhadap lapisan permukaan bahan,
porositas bahan, dan ketebalan lapisan renyahan pada bahan. Parameter utama
yang mempengaruhi hilangnya air dan penyerapan minyak yaitu suhu dan waktu
penggorengan (Velasco. 2004).
2.5. Mutu Minyak Goreng
Mutu minyak goreng ditentukkan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akreolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan
rasa gatal pada tenggorokkan hidrasi gliserolakan membentuk aldehida tidak
jenuh atau akrelein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak
goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.
Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena
telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh karena itu untuk menekan terjadinya
hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang
tidak terlalu tinggi dari seharusnya. (Winarno, 2004).
Adapun standar mutu minyak goreng diindonesia diatur dalam SNI 01-
3741-2002 menurut (Wijana, dkk., 2005). Standar mutu minyak goreng telah
dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-
3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa
standar mutu minyak goreng seperti pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.2. Tabel SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
21
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas (dihitung % b/b Maks 0.30
sebagai asam larut)
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
722/ Menkes/ Per / IX /88
Cemaran Logam :
- Besi (Fe) Mg/kg Maks 1.5
- Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0.1
- Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.1
- Timbal (Pb) Mg/kg Maks 40.0
- Timah (Sn) Mg/kg Maks 0.005
- Seng (Zn) Mg/kg Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksidsa % mg 02/gr Maks 1
Catatan * Dalam Kemasan Kaleng
Sumber :Standar Nasional Indonesia 01-3741-2002
22
2.6. Kerangka Konsep
a. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan
biasanya digunakan untuk menggoreng bahan makanan.
c. Asam Lemak Bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh
proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral.
Hasil reaksi hidrolisis minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini
akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan
katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin
banyak kadar ALB yang terbentuk.
d. SNI adalah nilai standart yang dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional
dan berlaku secara nasional.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
3. ‘’Pengaruh Jenis Minyak Sawit, Waktu dan Suhu Terhadap Kualitas
Keripik Kentang’’ Peneliti ‘’ Marini Damanik, 2016’’.
4. ‘’Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng’’ Peneliti
‘’Densi Selpia Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra, 2017’’.
5. ‘’Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Curah Sebelum
dan Sesudah Penggorengan’’ Peneliti ‘’Yunita Maya Sari, 2018’’.
Data yang diperoleh adalah hasil pemeriksaan kadar asam lemak bebas
metode analisa titrasi alkalimetri dan iodimetri, dicatat dan dilakukan tabulasi
(tabel), setelah itu dilakukan perhitungan distribusi frekuensi dalam bentuk %
kadar asam lemak bebas.
25
b. Memastikan data yang dipublikasikan telah diekstrasi secara akurat dan
tidak adanya indikasi untuk mencoba mencondongkan data kearah
tertentu.
c. Hindari plagiat dengan cara mengutip hasil penelitian orang lain.
Penulis mencantumkan referensi dengan menggunakan ketentuan APA
style untuk menegah plagiarisme.
d. Transparansi dengan cara memaparkan segala sesuatu yang terjadi
selama penelitian (Rukmana, dkk, 2017).
3.8. Alat, Reagensia dan Prosedur Pembuatan Reagensia
3.8.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Labuerlenmeyer,
Labu ukur, Gelas Kimia, Pipet Skala, Buret, Neraca analitik, Klem dan statif,
3.8.2. Reagensia
Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asam oksalat
0,1000 N, Asam oksalat 0,0100 N, Natrium hidroksida 0,1 N, Natrium hidroksida
0,01 N, Etanol 95%, Indikatir phenolphthalein 1%.
3.8.3. Prosedur Pembuatan Reagensia
1. Larutan Standar Asam Oksalat (H2C2O4-2H2O) 0,1000 N
Ditimbang 0,6314 gr asam oksalat dilarutkan dengan aquadest hingga
100 ml.
2. Larutan Standar Asam Oksalat (H2C2O4-2H2) 0,1000 N
Dipipet 25,0 ml larutan asam oksalat 0,1000 N, diencerkan dengan
hingga 250,0 ml dalam labu seukuran.
3. Larutan Standar NaOH 0,1 N
Ditimbang 1 gr NaOH dilarutkan dengan aquadest hingga 250 ml.
4. Larutan Standar NaOH 0,01 N
Dipipet 10 ml larutan NaOH 0,1 N, diencerkan dengan aquadest
hingga 100 ml.
5. Indikator Phenolphatein 1%
26
Timbang 1 gr indikator phenolphthalein masukkan kedalam gelas
kimia lalu tambahkan dengan etanol 95% secukupnya campur hingga
homegan lalu masukkan kedalam labu ukur 100 ml sampai batas tanda.
6. Etanol 95 %
3.9. Prosedur Kerja
3.9.1. Prosedur Kerja Standarisasi Larutan NaOH 0,01 N
1. Pipet 10,0 ml asam oksalat (H2C2O2-2H2) 0,0100 N masukkan dalam
labu Erlenmayer
2. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein 1 %
3. Titrasi dengan NaOH 0,0111 N sampai warna merah muda yang tidak
hilang selama 30 detik
4. Ulangi percobaan sebanyak 2 kali lalu catat volume
5. Hitung normalitas NaOH yang sebenarnya
V1.N1 = V2. N2
10.0,01 = 9,05. N2
N2 = 0,0111 N
N NaOH = 0,0111 N
27
5. Titrasi dengan larutan standar NaOH 0,0111 N sampai warna merah
jambu yang tidak hilang selama 30 detik
6. Ulangi percobaan 2 kali, lalu catat volume.
3.11. Perhitungan Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Keterangan :
: N NaOH : 0,0111 N
= 0,15 %
28
Evaprotator, beaker galss, oven, neraca analitik, lumpang, stamper,
kertas perkamen, plastik, kertas saring, karet gelang, corong, vial 10 ml,
buret, pipet volum, pipet tetes, labu ukur 50 ml, statif, klem, botol
semprot, erlenmayer 250 ml, gelas ukur, penanggas air dan botol 100 ml.
3.12.2. Bahan
Keripik ubi kayu, minyak bekas penggorengan, n-heksan, aquadest,
gas helium, KOH, Kalium Biftalat, Etanol 95%, Hcl, Indikator
fenolftalein, KI jenuh, asam asetat, klroform, indikator amilum dan larutan
Natrium Thiosulfat (N2S2O3).
3.13 Prepasi Sampel
1. Sampel yaitu berupa keripik ubi kayu dipanaskan didalam oven selama
± 2 jam pada suhu 600C untuk menghilangkan kadar air.
2. Gerus Sampel hingga halus.
3. Timbang sampel 50 gram kemudian masukkan kedalam beaker glas
100 ml.
4. Tambahkan larutan n-heksan teknis sebagai larutan penyari dengan
perbandingan 1:4, Dengan prinsip seluruh sampel dapat terendam
dengan sempurna.
5. Aduk hingga homogeny. Tutup mulut beaker glass dengan plastik agar
n-heksan tidak menguap. Diamkan selama semalaman. Hindari terkena
cahaya matahari langsung.
6. Saring dan tampung.
7. Serat yang telah ditampung segera diuapkan dengan evaporator dengan
suhu 600C dan kemudian dimasukkan kedalam vial.
3.14 Titrasi Bilangan Asam Lemak secara Alkalimetri
1. Timbang 10 g sampel kedalam erlenmayer 250 ml.
2. Larutkan dengan 50 ml etanol netral.
3. Tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indikator.
4. Titrasi dengan larutan titer KOH sampai terbentuk warna merah jambu
lemah (warna merah jambu lemah bertahan selama 30 detik).
29
5. Lakukan pengadukan dengan cara menggoyangkan erlenmayer selama
titrasi.
6. Catat volume larutan KOH yang diperlukan.
7. Hitung bilangan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak.
8. Lakukan 3 kali percobaan.
3.15 Titrasi Bilangan Peroksida Secara Iodimetri
1. Cairkan sampel yang akan diuji pada suhu 50-600C dalam oven.
2. Timbang 5 gram sampel ke dalam erlenmayer 250 ml.
3. Pipet dan tambahkan 30 ml larutan asam astetat ; kloroform 3:2.
4. Diamkan beberapa saat, kemudian tambahkan 30 ml aquadest.
5. Titrasi dengan larutan natrium thiosulfate 0,01 N hingga warna kuning
hampir hilang.
6. Tambahkan 0,5 ml indikator amylum dan lanjutkan titrasi hingga
warna biru hilang.
30
BAB IV
Bab ini memuat tabel sintesa grid yang berisikan data dan disesuaikan dengan ‘’Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran
Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng dan Gorengan’’
31
Berulang gorengan pada makanan lemak bebas hingga penggorengan
penggorengan gorengan. dan nilai kelima.
pertama, kedua, Alat Ukur : - TBA pada
ketiga, keempat minyak
dan penggorengan semakin
kelima dengan meningkat
menggunakan hingga
bahan pangan penggorenga
pisang dan ayam n kelima
pada suhu 1800C . yang
Instrumen : Pisau, ditunjukkan
deep fryig, pada
saringan,kompor,ba makanan
skom,telenan,garpu ayam goreng.
,gelas
ukur,thermometer,t
imbangan
analitik,soxhlet,thi
mble,gelas kimia,
32
piring,hotplate,ove
n,routing
evaporator, pipet
tetes, tabung
reaksi,erlenmayer.
Analisis :
Persentase
2. Angcivioletta Pengaruh Desain : deskriptif - Parameter : Tinggi nya Mempelajari
Moniharapon, Daging Ikan Le Sampel : Ubi kayu SNI 01-4305- kadar air penambahan daging
Peneliti Balai madang dan daging ikan 1996 akan ikan lemadang pada
Riset dan terhadap Mutu lemadang. mempengaru mutu dan kualitas
Standarisasi Keripik Ubi Variabel: hi warna, keripik ubu kayu
Industri Kayu (Manihot Penambahan tekstur, dan
Manado. Utilisima) daging ikan rasa keripik
(2017) Vol: 9 lemadang pada ubi kayu,
Angka: 2 mutu keripik ubi Tinggi nya
kayu. kadar abu
Instrumen: Panci mempengaru
kukus, penggiling, hi nilai
33
pisau, roller, wajan tekstur
penggorengan, renyah
kompor gas. keripik ubi
Analisis : kayu, Tinggi
Persentase. nya kadar
asam lemak
bebas (FFA)
berpengaruh
pada rasa dari
keripik ubi
kayu.
3. Marini Pengaruh Jenis Desain: eksperimen - Parameter: Kondisi Produk keripik
Damanik Minyak Sawit, laboratorium Penentuan kadar optimum kentang yang
Waktu dan Suhu Sampel: Keripik air dengan penggorenga dihasilkan melalui
Terhadap kentang. metode AOCS, n keripik penggorengan dengan
Kualitas Keripik Variabel: penentuan kadar kentang deep fryer, melibatkan
Kentang Penentuan kondisi lemak dan adalah suhu suhu maupun waktu
optimum minyak dengan 1700C, waktu penggorengan, di
padapenggorengan metode PORIM 7,5 menit samping itu, jenis
34
deep fryer untuk dan penentuan dengan kadar minyak sawit yang
beberapa jenis kadar asam lemak air, kadar dipakai juga sangat
minyak sawit bebas dengan minyak, dan menentukan.
seperti olein dan metode Lowry kadar asam
RBDPO telah and Tinsley. lemak bebas
dilakukan yaitu Alat Ukur : berturut turut
dengan variasi suhu Spektrofotometer adalah:
dan waktu. 21 – D. 1,89%,
Instrumen: Alat 0,041%,
penggorengan 0,12%.
(deep fryer) dengan
thermometer,
stopwatch,
spektrofotometer
spectonic 21 – D.
Analisis:
Persentase.
4. Densi Selpia Penetapan Desain: Deskriptif - Parameter: Pada minyak Peningkatan kadar
Sopianti, Kadar Asam Sampel: Minyak Penentu kualitas goreng A,B,C asam lemak bebas
35
Herlina, Handi Lemak Bebas goreng curah. minyak. dan D pada pada minyak goreng
Tri Saputra Pada Minyak Variabel: Alat ukur : - penggorenga yang telah digunakan
(2017).Vol:2 Goreng Penetapan kadar n 0-5 masih beberapa kali untuk
Angka: 2 ALB menggunakan memenuhi penggorengan dan
metode alkalimetri. SNI < 0,30%. untuk menunjukkan
Instrumen : alat Sedangkan pemakaian yang
gelas; corong, gelas minyak B,C masih memenuhi
ukur, erlenmayer dan D pada standar mutu SNI
250 ml (pirex), penggorenga yaitu < 0,30%.
becker glass(pirex), n 7-9
pipet volume, melebihi
buret, statif, pH standar mutu
Meter, batang SNI yaitu
pengaduk, >0,30%. Pada
timbangan analitik, minyak E
pipet tetes. penggorenga
Analisis : n 0 masih
Persentase memenuhi
syarat SNI
36
dan pada
penggorenga
n 5-9
melebihi
standar mutu
SNI > 0,30%.
5. Yunita Maya Analisa Kadar Desain: deskriptif - Parameter : Hasil kadar Penggunaan minyak
Sari (2018) Asam lemak Sampel: Pembentukkan asam lemak goreng curah sebelum
bebas pada Minyak Goreng asam lemak bebas bebas yang dan sesudah
Minyak goreng Curah dalam minyak berkisar penggorengan
Curah Sebelum Variabel : goreng curah. antara dilakukan sebanyak 3
dan sesudah Penggorengan Alat ukur: - 0,13%-0,26% kali.
penggorengan menggunakan seluruh
minyak goreng sampel masih
curah sebelum dan memenuhi
sesudah nilai SNI-
pemakaian. 7709-2012.
Instrumen : Labu
erlenmayer, Labu
37
ukur, gelas kimia,
pipet skala, buret,
neraca analitik,
klem dan statif.
Analisis :
Persentase
38
1. Hasil Penelitian menurut Artikel ‘’Studi kualitas Minyak Makanan Gorengan
Pada Penggunaan Minyak Goreng Berulang’’ Andi Riski Ariyani Paramitha
(2012)
0,35
0,3
0,25
0,2
Minyak dari Pisang Goreng
0,15 Minyak dari Ayam Goreng
0,1
0,05
0
Pertama Kedua Ketiga Kempat Kelima
Parameter Pengujian
Bahan Perlakuan Kadar Kadar FFA (%)
39
Baku Air (%) Abu (%)
Ubi K0 2.98 2.10 0.70
Kayu K1 3.46 2.24 0.64
K2 3.23 2.27 0.61
K3 3.19 2.30 0.59
K4 3.09 2.36 0.50
Diperoleh hasil pada artikel kedua Tabel 4.2 kadar air keripik ubi kayu
dengan perlakuan penambahan daging ikan lemadang K1 (3,46%) lebih tinggi
dibandingkan kontrol K0 (tanpa ikan) 2,98%, Hal ini disebabkan karena perlakuan
pengukusan meningkatkan kadar air awal irisan singkong sebelum
digoreng.Semakin perlakuan ikan ditambah K4 (3,09%) dan kandungan air dari
ubi dan air akan menguap saat terjadi proses penggorengan sehingga kerenyahan
keripik ubi kayu ini menurun. Hasil penelitian kadar ubi kayu yaitu maximum
6,0%. Keripik ubi kayu ini layak dikonsumsi.Kadar air produk yang lebih tinggi
menghasilkan kerenyahan yang lebih rendah.
Kadar asam lemak bebas (%FFA) merupakan proses oksidasi dan hidrolisa
enzim selama penyimpanan dan pengolahan. Berdasarkan SNI keripik ubi kayu
nilai kadar %FFA (maksimum 0,7%), Perlakuan kontrol (K0=tanpa ikan: 0,70%)
hal ini dikarenakan pada proses penggorengan keripik ubi kayu tidak
menggunakan minyak goreng kemasan melainkan menggunakan minyak goreng
curah dan digunakan berulang kali penggorengan, serta penggunaan suhu yang
40
tinggi pada saat penggorengan dengan waktu yang lama. Sehingga keripik yang
dihasilkan akan cepat tengik. Kaitan FFA/asam lemak bebas dengan ketengikan
yaitu karena kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh oksidasi.Oksidasi dimulai
dengan pembentukan radikal bebas.Molekul-molekul lemak yang mengandung
radikal asam lemak tak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Berbeda
dengan yang menambahkan ikan perlakuan K1,2,3,4(0,5%-2,5%) memiliki nilai
FFA antara 0,64%-0,50% sehingga mutu produk keripik ubi kayu yang dihasilkan
layak dikonsumsi.
Hasil nilai uji organoleptik tekstur keripik ubi kayu bahwa nilai perlakuan
K0,2,3,4 memperoleh kriteria agak renyah dan K1 mendapat kriteria renyah. Nilai
41
suka pada tekstur keripik ubi kayu dalam penelitian ini dipengaruhi oleh nilai
kadar air K1 yang karena Kadar air ini fungsinya menjaga tekstur produk keripik
ubi kayu yang berperan terhadap kualitas produk dan juga pengaruh kadar asam
lemak bebas dari hasil penelitian ini bahwa belum terjadi proses oksidasi yang
berdampak pada menurunnya kerenyahan tekstur keripik ubi kayu.
42
menjadi lebih cepat. Sementara kentang mengandung kadar air yang tinggi
sebesar 37,738%, sehingga proses hidrolisis menjadi gliserol dan asam
lemak bebas menjadi lebih cepat terjadi.
4. Hasil penelitian menurut Artikel ‘’Penetapan kadar asam lemak bebas pada
minyak goreng’’, Densi Selpia Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017)
43
>0,30%. Pada minyak D penggorengan 0=0,091%, dan 5=0,269% masih
memenuhi standar mutu minyak SNI yaitu < 0,30%, dan pada penggorengan
7=0,32% dan 9=0,364% % sudah tidak lagi memenuhi standar mutu SNI yaitu >
0,30%. Pada minyak E penggorengan 0=0,219% masih memenuhi standar mutu
minyak SNI yaitu < 0,30%, dan pada penggorengan 5=0,32%, 7=0,356% dan
9=0,393% sudah tidak lagi memenuhi standar mutu SNI yaitu > 0,30%.
5. Hasil penelitian menurut Artikel ‘’Analisa Kadar Asam lemak bebas pada
Minyak goreng Curah Sebelum dan sesudah penggorengan’’Yunita Maya
Sari 2018’’.
Tabel 4.6 Data Hasil Titrasi dan Berat Sampel Minyak Goreng Curah
Sebelum 1X 2X 3X
Dipakai
Kode Berat Hasil Berat Hasil Berat Hasil Berat Hasil
Sampel sampel Titrasi sampel Titrasi sampel Titrasi sampel Titrasi
(gr) NaOH (gr) NaOH (gr) NaOH (gr) NaOH
0,0111 0,0111 0,0111 0,0111
N (ml) N (ml) N (ml) N (ml)
S1 5,2214 2,80 5,3304 3,00 5,2032 3,30 5,0720 3,90
S2 5,0612 2,90 5,3210 3,20 5,1913 3,70 5,1146 4,40
S3 5,1421 2,40 5,5802 2,90 5,3005 3,40 5,2134 4,10
S4 5,3126 2,60 5,5432 3,30 5,4001 3,80 5,8309 4,70
S5 5,5206 3,50 5,4213 3,80 5,3023 4,40 5,4122 5,00
Tabel 4.7 Hasil Kadar Asam Lemak Bebas Sampel Minyak Goreng
Curah(%)
44
S1 0,15 0,16 0,18 0,21
S2 0,16 0,17 0,20 0,24
S3 0,13 0,15 0,18 0,22
S4 0,14 0,17 0,20 0,23
S5 0,18 0,20 0,23 0,26
Perhitungan diulangi untuk masing-masing sampel dan hasil kadar asam lemak
bebas (%) dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Persentase Kenaikan Kadar Asam Lemak Bebas Sesudah 3 kali
dipakai (%)
Sampel 1
Kadar Asam Lemak Bebas Sesudah 3 kali Dipakai (SD 3X) : 0.21%
O, 06
= X 100%
0,15
= 40 %
45
4.2 Pembahasan
46
satu ikatan rangkap yang mempunyai titik cair yang rendah, sehingga
mudah mencair. Karena olein lebih mudah mencair maka untuk
berinteraksi dengan kentang yang akan digoreng menjadi lebih cepat.
Sementara kentang mengandung kadar air yang tinggi sebesar 37,738%,
sehingga proses hidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas menjadi
lebih cepat terjadi. Kondisi optimum penggorengan keripik kentang
dengan menggunakan deep frying adalah pada suhu 1700C dengan waktu
7,5 menit untuk jenis minyak formula X. Dengan kadar asam lemak bebas
0,103%.
4. Pada artikel keempat menurut Penelitian Densi Selpia Sopianti, Herlina,
Handi Tri Saputra (2017) dapat dilihat kadar asam lemak bebas dari
berbagai jenis minyak goreng yang berasal dari nabati kadar asam lemak
terendah adalah minyak A=0,274% memenuhi standar mutu SNI yaitu
<0,30%, dan kadar asam lemak bebas tertinggi terjadi pada minyak E=
0,356% tidak memenuhi standar mutu SNI yaitu > 0,30%. Hal ini juga
dapat menentukkan bahwa tingkat kualitas dari jenis minyak goreng yang
berasal dari nabati.
5. Pada artikel kelima menurut Penelitian Yunita Maya Sari (2018)Dari hasil
yang telah dilakukan terhadap 5 sampel minyak goreng curah sebelum dan
sesudah 3 kali penggorengan didapatkan hasil kadar asam lemak bebas
yang berkisar antara 0.13%-0.26%. Nilai lebih rendah dari nilai SNI-7709-
2012 tentang mutu minyak goreng yaitu asam lemak bebas maksimum
0.30%. Hal ini berarti seluruh sampel masih memenuhi persyaratan. Hasil
Kadar asam lemak bebas sebelum dipakai untuk menggoreng yaitu sampel
1 = 0,15%, sampel 2 = 0,16%, sampel 3 = 0,13%, sampel 4 = 0,14%,
sampel 5 = 0,18%. Perbedaan kadar asam lemak bebas ini disebabkan
karena perbedaan kondisi minyak goreng tersebut selama penyimpanan.
Seperti yang diketahui pada sampel 5 kondisi minyak goreng curah
tersebut hanya ditampung pada wadah terbuka yang dapat teroksidasi oleh
udara, sedangkan pada sampel 3 kondisi minyak goreng tersebut disimpan
didalam wadah yang tertutup sehingga tidak mudah teroksidasi oleh udara.
47
Minyak goreng yang telah dipakai lebih dari 3 kali penggorengan telah
diambil sampelnya dari masing masing penggorengan untuk dilihat kenaikkan
kadar asam lemak bebasnya, didapatkan hasil seperti pada tabel 4.7 diatas. Setelah
dipakai 3 kali penggorengan terjadi kenaikkan kadar asam lemak bebas pada
minyak goreng curah yang berbeda-beda yaitu sampel 1=0,21, sampel 2=0,24,
sampel 3=0,22, sampel 4=0,23 dan sampel 5=0,26. Perbedaan disebabkan oleh
proses pemanasan berulang pada minyak goreng.Selain itu, proses hidrolisa juga
mempengaruhi peningkatan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng akibat
kerusakan minyak goreng yang terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam
minyak tersebut. Dalam reaksi hidrolisa minyak akan diubah menjadi asam lemak
bebas dan gliserol (Afifa Ayu, dkk 2016).
Hasil penelitian (Afifa Ayu, dkk.2016) kadar asam lemak bebas pada
minyak goreng C untuk menggoreng 0 kali (sebelum digunakan) sebesar 0.03%
hal tersebut masih memenuhi standar mutu minyak goreng, minyak goreng ini
memiliki warna kuning jernih, tidak cepat berasap, bahan yang digoreng
menghasilkan warna yang bagus atau tidak mudah gosong. Terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas pada penggunaan 2 kali yaitu 0.20%, pada penggunaan 3
kali kadar asam lemak bebasnya 0.25% serta pada pengunaan 4 kali kadar asam
lemak bebasnya 0.30% hal tersebut masih menunjukkan minyak goreng masih
memenuhi standar mutu minyak goreng walaupun minyak goreng sudah
digunakan pengulangan 4 kali.
Dari tabel 4.7 tersebut dapat diketahui bahwa pada penggorengan ke-0
hingga ke-3 untuk masing-masing sampel minyak goreng curah mengalami
peningkatan jumlah kadar asam lemak bebas. Peningkatan jumlah kadar asam
lemak bebas ini disebabkan hasil hidrolisis trigliserida. Pada saat awal kenaikan
penggorengan kadar asam lemak bebas yang tidak terlalu tinggi, tetapi seiring
banyaknya pengulangan penggorengan kenaikan kadar asam lemak bebas semakin
meningkat. Hal ini karena pada saat awal penggorengan, kadar air dalam minyak
goreng belum terlalu banyak, tetapi pada proses penggorengan kadar air pada
minyak semakin bertambah. Keberadaan air pada minyak akan mempercepat
48
proses hidrolisis dari minyak goreng (Alfiani, dkk 2014). Semakin lama
penggunaan minyak untuk menggoreng semakin tinggi pula kadar asam lemak
bebas yang terbentuk (Ketaren. 2008).
Hasil penelitian dari kelima artikel diatas telah didapatkan hasil persentase
asam lemak bebas yang memenuhi standar mutu SNI. Pada artikel pertama,
keempat dan kelima didapatkan perbedaan data dengan menggunakan sampel
minyak berbeda, Pada artikel ke-1 penggorengan ke-1 diperoleh hasil kadar asam
lemak bebas sebesar 0,24% pada sampel minyak goreng berulang dan pada artikel
ke-4 penggorengan ke-0 diperoleh hasil kadar asam lemak bebas sebesar 0,042%
pada sampel minyak A, sedangkan pada artikel ke-5 pada hasil penggorengan ke-
1 diperoleh nilai kadar asam lemak bebas sebesar 0,16% pada sampel minyak
curah. Perbedaan tersebut dikarenakan jenis minyak sampel yang berbeda, Pada
artikel pertama dapat dilihat penggunaan minyak goreng berulang berpengaruh
nyata terhadap persentase kadar asam lemak bebas, pada artikel ke empat Minyak
A dipengaruhi oleh sifat minyak, dimana bahan dasar yang digunakan berasal dari
jagung yang tahan terhadap pemanasan yang tinggi, memiliki kadar asam lemak
bebas yang rendah dan pemanasan yang tidak terlalu lama dalam penggorengan,
dan pada artikel ke lima Minyak curah dipengaruhi oleh lama penyimpanan dan
ditampung pada wadah terbuka yang dapat teroksidasi oleh udara. Perbedaan
persentase asam lemak bebas dapat dilihat bahwa pada minyak goreng berulang
pada penggorengan pertama sebesar 0,24%, minyak A pada penggorengan ke-
0=0,042% dan pada minyak curah penggorengan ke-1=0,16%. Maka dapat dilihat
perbandingan antara minyak goreng berulang, minyak goreng A dan minyak
goreng curah memiliki persentase kadar asam lemak bebas yang berbeda,
perbedaan itu terjadi karena sampel minyak yang digunakan berbeda.
49
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Persentase kandungan analisa Asam Lemak Bebas pada artikel Andi Reski
Ariyani Paramitha (2012) dengan sampel ayam sebesar 0,29% dan pisang
sebesar 0,27% dinyatakan bebas asam lemak bebas.
2. Persentase kandungan analisa asam lemak bebas pada artikel Angcivioletta
Moniharapon, Peneliti Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado
dengan sampel keripik ubi kayu dengan menambahkan ikan perlakuan
K1,2,3,4(0,5%-2,5%) memiliki nilai FFA antara 0,64%-0,50% dinyatakan
bebas asam lemak bebas.
3. Persentase kandungan analisa asam lemak bebas pada artikel Marini
Damanik, dengan sampel keripik kentang dengan perlakuan minyak olein
0,158% dan minyak formula X 0,103% dinyatakan bebas asam lemak
bebas.
4. Persentase kandungan analisa asam lemak bebas pada artikel Densi Selpia
Sopianti, Herlina, Handi Tri Saputra (2017), dengan sampel minyak
A=0,274% dinyatakan bebas asam lemak bebas, sampel minyak
E=0,356% dinyatakan tinggi asam lemak bebas.
5. Persentase kandungan analisa asam lemak bebas pada sampel minyak
goreng curah sebelum penggorengan sampel 1=0,15%, sampel 2=0,16%,
sampel 3=0,13%, sampel 4=0,14%, sampel 5=0,18% dan sesudah 3 kali
penggorengan sampel 1 = 0,21%, sampel 2=0,24%, sampel 3=0,22%,
sampel 4=0,23% dan sampel 5=0,26 % dinyatakan bebas asam lemak
bebas.
50
5.2 Saran
51
DAFTAR PUSTAKA
Afifa Ayu, dkk 2016. Pengaruh penggunaan berulang minyak goreng terhadap
peningkatan kadar asam lemak bebas dengan metode alkalimetri.
CERATA Journal Of Pharmacy Science.
Choe E; Min D.B. 2007.Kimia Minyak goreng dalam lemak. Jurnal Ilmu Pangan.,
72(5), R77-R86.
Muller H, Lindman AS, Brantsaetar AL, Pedersen Jl. The serum LDL/HDL
cholesterol ratio is influenced more favorably by exchanging
saturated with unsaturated fat than by reducing saturated fat in the
diet of women, J Nutr. 2003.
Sartika, RatuAyuDewi, 2009. pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep
frying) Terhadap pembentukkan asam lemak, Dapartemen Gizi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Depok.
JADWAL PENELITIAN
No Jadwal Bulan
J F M A M
A E A P E
N B R R I
U R E I
A U T L
R A
I R
I
1. Penelusuran
Pustaka
2. Pengajuan
Judul
3. Konsultasi
Judul
4. Konsultasi
Judul Dengan
Pembimbing
5. Penulisan
Proposal
6. Ujian Proposal
7. Penulisan KTI
8. Ujian KTI
9. Perbaikan KTI
10. Yudisium
11. Wisuda
LAMPIRAN 3
DAFTAR PRIBADI
RIWAYAT PENDIDIKAN