Jurnal Lerlis Maani

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 24

MAKALAH

"PERHUTANAN SOSIAL"

Dosen Pengampu: DINDA AISYAH FADHILAH HAFNI S.Hut M.Si

Di Susun Oleh :

LERLIS MAANI (200910010)

PRODI KONSERVASI HUTAN

FAKULTAS PERIKANAN, KEMARITIMAN DAN KEHUTANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

TA : 2022/2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT.
Karena tanpa Rahmat dan ridhonya, saya selaku penyusun tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dalam hal ini MK " PERHUTANAN SOSIAL".

Dalam menyusun makalah ini, saya masih mengalami hambatan dan kesulitan.
Namun, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, saya menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, saya sebagai penyusun mengharapkan kritikan maupun sarannya
untuk penyusunan makalah ini. Saya Berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
untuk kita semua. Aamiin...

Gorontalo, 19 April 2022

LERLIS MAANI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

Pola dan Motivasi Agroforestry Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani Hutan
Rakyat Di Kabupaten Polewali Mandar

Implementasi Sistem Agroforestri Sebagai solusi Pertanian Berkelanjutan Di Gorontalo

Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri dan Hubungannya dengan Tingkat Erosi di
Wilayah Sub-DAS Wuno, Das Palu, Sulawesi Tengah"

BAB III DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut P.K.R Nair (1987), agroforestry ialah sebagai sistem penggunaan lahan
terpadu, yang memiliki aspek sosial, ekonomi, serta ekologi yang dilaksanakan melalui
pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan ternak (hewan) baik itu secara
bersama–sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan bisa tercapai hasil total nabati
maupun hewan yang optimal dalam arti yang berkesinambungan.

Pengelolaan hutan rakyat berbasis agroforestry tidak dapat dipisahkan dari kondisi
masyarakat yang tentu memiliki motivasi tertentu seperti motivasi ekologi, ekonomi dan
sosial. Faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi ada dua yaitu faktor internal adalah
faktor-faktor yang ada di dalam diri seseorang meliputi umur, tingkat pendapatan, pendidikan,
dan pengalaman usahatani dan eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar aspek individu
(Clegg, 2001 dalam Insani dkk 2015) meliputi kegiatan penyuluhan, tingkat kemudahan
pemasaran dan akses informasi.

Melalui pola tanam agroforesti, dapat memberikan fungsi bagi hutan juga bagi petani
dan masyarakat disekitarnya, karena perpaduan antara tanaman pertanian dan tanaman
kehutanan. Menurut Amrullah (2008), agroforestri merupakan salah satu sistem pertanian
yang berkelanjutan dengan menggunakan sebagian lahan hutansebagai pengganti lahan
pertanian tanpa

merusak ekosistem dan kondisilingkungan hutan.

Menurut Daswir (2010), salah satu cara menekan lahan degradasi adalah dengan
menerapkan sistem pertanian konservasi. Menurut Atmojo (2008) menyatakan bahwa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus menekan laju erosi, upaya konservasi
dapat dilakukan secara terpadu antara pendekatan sipil teknik (mekanis) dan vegetatif seperti
pembuatan teras dengan penanaman ganda, termasuk sistem agroforestri.

Sistem pertanian konservasi pola agroforesti merupakan sistem pertanian yang


dilakukan dengan cara menanam pepohonan secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis
tanaman semusim (Hairiah, Sardjono, & Sabarnurdin, 2003). Perubahan penutupan lahan
akan memengaruhi penentuan kelas kerentanan lahan terhadap erosi.
Sistem pertanian konservasi pola agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan
lahan yang dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih guna
lahan (Sardjono, Djogo, Arifin, & Wijayanto, 2003). Praktik pertanian konservasi dapat
mencegah degradasi lahan dan hilangnya tanah produktif, menekan erosi, dan meningkatkan
pertanian produktivitas dan pendapatan petani (Syam, 2003).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapatan Petani Hutan Rakyat Di Kabupaten

Polewali Mandar ?

2. Apa solusi pertanian agroforestri yang berkelanjutan di

Gorontalo ?
3. Bagaimana Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri di

Sulawesi Tengah?
4. Apa Hubungan pertanian konservasi dengan Tingkat Erosi di

Wilayah Sub-DAS Wuno, Das Palu, Sulawesi Tengah?

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana pendapatan petani hutan rakyat di

kabupaten perwali mandar.

2. Mengetahui solusi apa saja yang di lakukan pada pertanian

agroforestri di Gorontalo .

3. Mengetahui sistem pertanian konservasi pola agroforestri di

Sulawesi tengah.

4. Mengetahui hubungan dari pertanian konservasi dengan Das

yang ada di Sulawesi tengah.


BAB II

PEMBAHASAN

"Pola dan Motivasi Agroforestry Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani


Hutan Rakyat Di Kabupaten Polewali Mandar"

A. METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan November
tahun 2019 di Desa Mirring Kecamatan Binuang Kabupataen Polewali Mandar
Provinsi Sulawesi barat.

2. Tahapan Pelaksanaan/Rancangan Penelitian

Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa langkah
kegiatan meliputi :

a) Melakukan survei pendahuluan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat


yang mengelolah lahan dengan pola agroforestry.

b) Pengukuran dan pengamatan terhadap variabel identifikasiBentuk dan pola tanam


agroforestry yang dikembangkan oleh masyarakat melalui

c) Pengukuran dan pengamatan terhadap variabel pengamatan langsung dan membuat


plot pengamatan yang berukuran (20 X 20 ) meter.

d) Pengukuran dan pengamatan terhadap variabel identifikasi Motivasi yang


mendorong masyarakat mengembangkan pola agroforestry melalui wawancara
langsung

e) Pengukuran dan pengamatan terhadap variabel identifikasi kontribusi pendapatan


petani melalui wawancara langsung secara struktur dan mendalam.

f) Mencatat semua hasil pengukuran dan pengamatan

g) Melakukan dokumentasi kegiatan pengukuran dan pengamatan

3. Analisis Data
a. Analisis Pola-Pola dan Motivasi Agroforestry

Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengetahui pola-pola dan


Motivasi agroforestry yang dikelolah oleh masyarakat. penentuan pola agroforestry
didasarkan pada susunan ruang yang meliputi bentuk pagar (Atrees along borders)
bentuk baris (Alternate rows) bentuk lorong (Alley cropping) dan bentuk campuran
(Mixture random) Penentuan sampel di lapangan menggunakan plot dengan luasan 20 m
x 50 m. Motivasi petani didasarkan pada manfaat agroforestry yang dirasakan langsung
oleh masyarakat berupa manfaat (Ekonomi, Ekologi dan Sosial) yang diketahui melalui
proses wawancara langsung.

➢ Nilai Ekonomi Produk Agroforestry

Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai


kontribusi pendapatan yang meliputi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran
responden baik dari hasil agroforestry dan di luar agroforestry. Selanjutnya
dikelompokkan dan dilakukan perhitungan untuk kemudian disajikan dalam bentuk
angka dan tabel sesuai dengan hasil yang diperoleh. Yang dirumuskan sebagai berikut :

➢ Pendapatan Produk Agroforestry


TR = P.Q Keterangan : TR = Penerimaan total (Rp)
P = Harga (Rp)
Q = Jumlah Produksi (Kg)

b. Pendapatan Bersih

I = TR-TC Keterangan : I = Pendapatan (Rp)

TR = Penerimaan Total (Rp)


TC = Biaya Total (Rp)

c. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam dan luar agroforestry


Keterangan :

Pendapatan total = jumlah rata-rata pendapatan per tahun


Pendapatan dari agroforestry = jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis
Pendapatan luar agroforestry = selisih antara pendapatan total dengan pendapatan dari
agroforestry

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penerapan Pola Agroforestri

Karakteristik pola tanam agroforestry sangat tergantung pada pemilik lahan serta
karakteristik lahanya. Tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu prioritas produksi sehingga
masyarakat membuat pola tanam yang berbeda antara lahan satu dengan lahan lainya. Di
Desa Mirring Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat
dalam mengelolah lahan awalnya tidak mengenal sistem pola tanam agroforestry, mereka
mengelolah lahan dengan cara yang sangat sederhana, dan mengikuti kebiasaan nenek
moyang mereka yang terdahulu.

Namun, dengan melihat kegiatan dalam pengelolaan lahan yang mereka lakukan ada 4
(empat) pola tanam yang dilakukan oleh masyarakat yaitu:

a. Pola Agroforestry A (Agrisilvikultur Atress Along Borders)

Pola agroforestri ini adalah pola agrisilvikultur pengaturan ruang bentuk pagar.
Petani mengkombinasikan tanaman kehutanan seperti Jati Putih (Gmelina arborea),
dengan tanaman pertaniaan seperti Cengkeh (Syzigium aromaticum), Coklat
(Theobroma cacao), Kopi Arabica (Coffea arabica), Merica (Piper ningrum L), Cabai
(Capsicum annum L).

Adapun cara penanaman tanaman kehutanan menggunakan bentuk pagar yaitu


komponen pohon disusun atau diatur pada bagian pinggir lahan dan tanaman
pertanian berada dibagian tengah.

b. Pola Agroforestry B (Agrisilvikultur Alternate Rows)

Pola agroforestry B adalah agrisilvikultur dengan pengaturan penanaman bentuk


baris. Pola agroforestry ini menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara
berselang seling Pada sistem ini petani mengkombinasikan tanaman kehutanan seperti
Meranti (Shorea Sp), Jati Putih (Gmelina arborea), Lamtoro( Leucania glauca)serta
tanaman pertanian seperti Tomat (Lycopersicum esculentum), Kopi Arabika (Coffe
arabica.

c. Pola Agroforestry C (Agrisilvikultur Alley Cropping)

Pola penanaman tanaman kehutanan ditanam menyerupai lorong . Pola


kombinasi terdiri dari tanaman kehutanan dan pertanian. Kombinasi tanaman
diantaranya Jati Putih (Gmelina arborea) Coklat (Theobroma cacao), Durian (Durio
zibetinus), dan Langsat (Lansium domesticum). Pola tanaman kehutanan atau
tanaman pertanian ditanam menyerupai bentuk jalur jalan.

d. Pola Agroforestry D (Agrisilvikultur Mixture Random)

Pola Agroforestri D adalah pola agrisilvikultur pengaturan bentuk acak. Pada


bentuk campuran acak, pohon-pohon hutan ditanam secara tidak beraturan (tidak
mengikuti larikan atau jalur antara tanaman pangan). Bentuk ini sering ditemukan
pada pertanian tradisional dimana pohon-pohon yang tumbuh berasal dari regenerasi
alami (anakan atau trubusan) dan bukan berasal dari suatu penanaman. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara responden serta berdasarkan pola penanaman
tersebut diatas maka masyarakat yang ada di Desa Mirring Kecamatan Binuang
Kabupaten Polwali mandar telah menerapkan beberapa pola tanam agroforestry
dalam bentuk ruang seperti digambarkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 1 diatas menunjukan bahwa dari 91 petani agroforestry yang menjadi responden
di temukan 4 pola tanam berdasarkan bentuk ruang yakni 9,89% responden
menerapkan pola tanam Pagar (Atress along borders) 23,08% responden menerapkan
pola tanam Baris (Alternate rows), 7,69% responden menerapkan pola tanam Lorong
(Alley cropping), dan 59,34, responden yang menerapkan pola tanam Campuran
(mixture random).

2. Motivasi Petani Hutan Rakyat dalam Penerapan Pola Agroforestry

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden menunjukkan motivasi petani


dalam berpola tanam agroforestry di Desa Mirring Kecamatan Binuang Kabupaten
Polewali Mandar terlihat pada tabel berikut ini :

51,65% manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat dan dibuktikan dari


hasil wawancara langsung responden yang menyatakan bahwa penanaman pohon dan
tanaman pertanian menguntungkan, karena jenis pohon kayu yang mereka tanam seperti
Jati putih (Gmelina arborea) merupakan sumber utama bahan bangunan rumah mereka
sendiri, sedangkan tanaman pertanian seperti pisang, jagung, kelapa, merica, tomat dan
pala sebagai sumber makanan.

27,47% petani merasakan manfaat pola agroforestry secara sosial. Hasil


persentase tersebut memiliki tingkat partisipasi sedang . Hal ini diketahui dari hasil
wawancara responden yang menyatakan bahwa pengelolaan dengan pola tanam
agroforestry selain merupakan pola tanam yang terbentuk secara alami dari warisan
leluhur mereka juga merupakan bentuk pola tanam yang dilakukan berdasarkan
kekompakan dan kebiasaan masyarakat setempat. Pemilihan bibit yang dilakukan
bersama-sama Seperti Kakao, Kopi, Durian, Cengkeh, Aren dan Langsat. Karena nilai
jual yang relatif stabil dan pemasaran yang tidak terlalu sulit menjadikan ketertarikan
tersendiri oleh mereka .

Persentase pola agroforestry yang dirasakan masyarakat secara Ekologi


sebesar 20,88%. Partisipasi ini terbilang rendah, namun masyarakat tetap mengharapkan
pola agroforestry ini dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia khususnya
didaerah pedesaan. Dengan adanya sistem agroforestry diharapkan dapat memenuhi
kaidah pengawetan tanah dan air agar tingkat kesuburan tanah dapat terjaga sehingga
tercipta masyarakat yang mandiri dalam menata masa depan mereka.

3. Kontribusi Pola Agroforestry Terhadap Pendapatan Petani

Petani Desa Mirring memilih pola – pola agroforestry dan komposisi jenis tanaman
didalamnya tidak lain diharapkan untuk memberikan kontribusi pendapatan kepada petani
pengelolah lahan agroforestry. Kontribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan antara
pendapatan dari agroforestry dibagi dengan pendapatan total dikali seratus. Untuk
mengetahui pola agroforestry yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :

Berdasarkan data tabel diatas pola yang memeberikan kontribusi pendapatan terbesar
adalah pola D Agroforestry dalam bentuk Pagar ( Atress along borders) dengan rata-rata
pendapatan sebesar Rp 14.873.222 perkapita dengan kontribusi 28,58%, pola yang
memberikan kontribusi terbesar kedua adalah pada pola agroforestry dalam bentuk ruang
Campuran (Mixture random) dengan pendapatan rata-rata perkapita sebesar Rp 14.157.269
dengan persentase 27,21 %, dan pola agroforestry yang mendapatankan kontribusi terkecil
adalah pola agroforestry dalam bentuk ruang Lorong ( Alley cropping) dan Baris ( Alternate
rows) yang masing –masing kontribusi pendapatanya sebesar Rp 12.421.429 dengan
persentase 23,87 % dan Rp 10.581.333 dengan persentase 20%.
Penerimaan terbesar petani dari komponen pertanian adalah pada tanaman Coklat yaitu
sebesar Rp 527.249.000, penerimaan terbesar kedua adalah pada tamanan Langsat sebesar Rp
207.300.000 dan penerimaan terbesar ketiga adalah pada tanaman Durian sebesar Rp
181.212.500.

Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh tim surveyor, alasan petani memilih
komposisi jenis yang beragam untuk lahan agroforestry mereka adalah sebagai berikut :

➢ Keinginan untuk mendapatkan hasil yang bervariasi baik dari segi jenis maupun waktu
pemanenanya

➢ Pemanfaatan ruang lahan secara maksimal dengan jenis tanaman yang bernilai
ekonomis tinggi dan tentunya sangat menguntungkan.

C. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang merujuk pada tujuan penelitian ini, maka
disimpulkan bahwa Masyarakat petani di Desa Mirring, Kecamatan Binuang, Kabupaten
Polewali Mandar mengembangkan empat bentuk sistem pengelolaan hutan rakyat berbasis
agroforestry dan memiliki frekuensi responden dan tingkat persentase yang berbeda.

Persentase tertinggi sebesar 59,43% dengan frekuensi sebanyak 54 responden yaitu


pada pola agroforestri bentuk campuran acak, (Mixture Random), diikuti oleh pola
agroforestry bentuk baris (Alternate Rows) sebesar 23,08% dengan frekwensi responden
sebanyak 21 . dan nilai terendah oleh pola agroforestry bentuk Pagar (Atress Along
Borders) dan pola agroforestry bentuk lorong (Alley Cropping) masing-masing sebesar
9,89% dan frekwensi responden 9, dan 7,69% dengan frekwensi sebanyak 7 responden.

Sedangkan Motivasi masyarakat dalam berpola tanam agroforestry dipengaruhi oleh


manfaat yang dirasakan yaitu Ekonomi dengan persentase tertinggi sebesar 51,65% ,
sedang pada motivasi Sosial(27,47%).dan terendah pada motivasi Ekologi (20,88%).

Kecendrungan motivasi ekonomi mempengaruhi Petani memilih pola tanam dan Pola
agroforestry yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar adalah pola agroforestry A
(Agrisilvikultur Atress Along Borders) dengan pendapatan rata-rata Rp. 14.873.222
dengan persentase 28,58%, terbesar kedua adalah pola agroforestry D, (Agrisilvikultur
Mixture Random) dengan pendapatan rata rata Rp. 14.157.269 dengan persentase 27,21%,
dan kontribusi terkecil masing-masing pola agroforestry C (Agrisilvikultur Alley Cropping)
Rp 12.421.429 persentase 23,87%, pola agroforestry B (Agrisilvikultur Alternate Rows)
rata-rata pendapatanya sebesar Rp 10.581.333 dengan persentase 20%. Terdapat 3 jenis
produk agroforestry yang merupakan sumber pendapatan terbesar yakni Kakao , Langsat
dan Durian.
"Implementasi Sistem Agroforestri Sebagai solusi Pertanian Berkelanjutan Di
Gorontalo"

A. Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan untuk membuat paper ini bersumber dari karya ilmiah
berbentuk jurnal, skripsi, makalah, dan karya ilmiah lainnya. Adapun metode yang
digunakan adalah metode review literature. Metode review literatur dilakukan dengan cara
membaca, memahami dan mereview dari berbagai macam sumber karya ilmiah

B. Pembahasan

1. Perkembangan Agroforestri di Gorontalo

Pola tanam agroforestry sudah dipraktekkan sejak jaman dahulu, tetapi ilmu
agroforestry sendiri baru berkembang sejak tiga dekade yang lalu. Gorontalo merupakan
salah satu daerah penghasil jagung terbanyak sejak dicanangkannya program agropolitan
pada tahun 2002-2014 yang terbukti meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, penanaman jagung dengan sistem monokultur secara massif


membawadampak negatif berupa kerusakanlahan, karena penanaman jagung juga
dilakukan pada lahan-lahandengan kemiringan tinggi denganmenebang pepohonan yang
ada (Atikah, 2016).Sedangkan untuk lahan kering, masih banyak pola pertanaman
monokultur yang dijumpai. Bersama dengan ICRAF petani gorontalo mulai mengkaji
sistem pertanaman yang menguntungkan hingga beberapa tahun kedepan dengan
memanfaatkan lahan-lahan marginal untuk ditanamai dengan tanaman yang mempunyai
nilai ekonomi bagi masyarakat dan dengan sistem penanaman agroforestri (penanaman
campuran). Sehingga, sebagian petani Gorontalo mulai menerapkan sistem agroforestri
tanaman pangan dengan tanaman kehutanan terlebih di daerah bantaran sungai. Hal ini
sengaja dilakukan oleh petani dengan alasan untuk mengurangi dampak dari erosi tebing
sungai.

2. Agroforestri sebagai fungsi Produksi (Ekonomi)

Pada umumnya agroforestri memiliki arti perpaduan antara tanaman kehutanan


dengan tanaman pertanian. agroforestridikembangkan untuk memberi manfaat pada
manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk
penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup
masyarakat dan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia khususnya di daerah
pedesaan (Mayrowani dan Ashari, 2011).

Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan akan pangan semakin


meningkat pula, disisi lain ketersediaan lahan semakin terbatas karena adanya alih fungsi
lahan. Sehingga penerapan sistem agroforestri merupakan salah satu upaya optimalisasi
penggunaan lahan pertanian secara berkelanjutan.

Menurut Mayrowanidan Ashari (2011), salah satu alternatif peningkatan produksi


adalah dengan pola ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan kehutanan dengan
mengembangkan sistem agroforestri. Sudah sangat jelas bahwa agroforestri mampu
meningkatkan jumlah produksi dan perekonomian masyarakat hingga beberapa tahun
kedepan. Hasil perhitungan manfaat ekonomi pada tahun pertama memiliki perbandingan
yang jauh.

Model pertanaman kakao monokultur memiliki manfaat ekonomi sebesar 4.690.313,


kakao integrasi tanaman non-kayu memiliki manfaat ekonomi sebesar 5.127.359 sedangkan
kakao integrasi tanaman kayu memiliki manfaat ekonomi 300.406. Namun, pada tahun ke-20
agroforestri memberikan manfaat tinggi dibandingkan dengan sistem monokultur yaitu
86.378.348 dibandingkan dengan monokultur yang hanya memperoleh manfaat ekonomi
sebesar 17.595.624 (Rianse dan Abdi, 2010).

Agroforestri mementingkan keuntungan hingga kurun waktu kedepan karena bagian


tanaman tahunan yang dapat dipanen adalah bagian batangnya sebagai kayu, daun sebagai
pakan ternak, dan getah sebagai bahan tekstil. Hal ini dapat dilakukan apabila usia tanaman
mencapai waktu panen kurang lebih 5-10 tahun. Sehingga pada tahun-tahun pertama hasil
produksi yang diperoleh belum bisa menutupi biaya produksi awal, karena hasil panen hanya
berasal dari tanaman pertanian /musiman. Apabila usia tanaman tahunan siap panen, maka
produksi yang diperoleh akan lebih banyak karena hasil pertanian berasal dari tanaman
musiman juga tanaman tahunan.

3. Agroforestri sebagai Fungsi Konservasi (Ekologi)

Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada usaha untuk
mengendalikan erosi atau aliran permukaan, tetapi termasuk usaha untuk
mempertahankan kesuburan tanah (Santoso et al., 2004). Metode konservasi terdiri atas
tiga yaitu konservasi vegetatif, kimia dan mekanik. Agroforestri merupakan salah satu
bagian dari pada konservasi vegetatif.

Praktek konservasi dengan sistem agroforestri banyak dilakukan Hal ini dilakukan
untuk mengurangi jumlah pengikisan badan sungai akibat adanya banjir atau erosi tebing
sungai. Neimmanee et al., (2015), mengatakan bahwa agroforestri bukan hanya
memberikan manfaat ekonomi dari hutan, melainkan menjaga kesuburan tanah melalui
nutrisi dari pohon, melindungi lapisan atas tanah, penahan angin, daerah aliran sungai dan
nilai rekreasi serta menjadi contoh yang baik antara kebutuhan pertanian dan lingkungan,
serta solusi untuk masalah deforestrasi besar-besaran.

FAO (2015) menambahkan bahwa Sistem Agroforestrytermasuk juga sistem


penggunaan tanah secara modern dan tradisionaldimana pohon dikelola bersamaan
dengan tanamanpanen dan/atau sistem produksi hewan di sebuahpertanian. Kombinasi
dari pohon, tanamanpanen dan ternak memitigasi risiko lingkungan,membuat penutup
tanah permanen terhadap erosi,meminimalisir kerusakan akibat banjir dan
bertindaksebagai penampungan air, yan menguntungkan tanaman panen dan padang
rumput.

4. Agroforestri sebagai Fungsi Sosial-Budaya (Sosio-culture)

Sistem agroforestri memiliki keunggulan sosial budaya yaitu keunggulan agroforestri


yang berhubungan dengan kesesuaian (adoptibility) yang tinggi dengan
kondisipengetahuan, ketrampilan dan sikap budaya masyarakat petani. Hal ini
karenaagroforestri memiliki: 1) teknologi yang fleksibel, dapat dilaksanakan mulai dari
sangat intensif untuk masyarakat yang sudah maju, sampai kurang intensif untuk
masyarakat yang masih tradisional dan subsisten, 2) Kebutuhan input, proses pengelolaan
sampai jenis hasil agroforestriumumnya sudah sangat dikenal dan biasa dipergunakan
oleh masyarakatsetempat, 3) Filosofi budidaya yang efisien, yakni memperoleh hasil yang
relatif besardengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil (Utami, 2003).

C. Simpulan dan Rekomendasi

Berdassarkan hasil pembahasan, maka agroforestri bukan hanya memberikan


hasil terhadap perekonomian masyarakat secara berkelanjutanmelainkan
mengembalikan fungsi ekologi dan sosial ekonomi masyarakat serta mengubah
mindset petani yang hanya memiliki pola pikir konsumtif menjadi konservatif.
Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan adalah terus mengadopsi inovasi-inovasi
baru yang memberikan fungsi ekonomi-ekologi 0dan sosial budaya masyarakat.
"Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri dan Hubungannya dengan Tingkat
Erosi di Wilayah Sub-DAS Wuno, Das Palu, Sulawesi Tengah"

A. Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Sub-DAS Wuno, DAS Palu yang terletak di


Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, berada pada titik koordinat
119°59'17.86’BT dan 1°4'59.91’LS dengan ketinggian 215 mdpl. Penelitian
dilaksanakan dari bulan April sampai bulan September 2017.

2. Metode Pengumpulan Data

Alat yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS) untuk


mengambil titik koordinat, aplikasi Google Earth Pro Tahun 2017, clinometer sunto
untuk mengukur kelerengan, seng plat untuk dinding pembatas plot erosi, ember ukuran
100 liter untuk penampung aliran permukaan dan erosi, corong plastik untuk
pengumpulan sampel sedimen tanah terarosi, pipa air untuk penghubung aliran,
timbangan analitik untuk tempat penimbangan sampel sedimen, kertas saring untuk
menyaring endapan sedimen, oven untuk mengeringkan sampel sedimen, ambrometer
untuk penakar curah hujan, kamera untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan adalah
peta Sub-DAS Wuno di DAS Palu, citra Google Earth Pro Tahun 2017, label gantung
untuk mencatat kode sampel pada setiap petak pengamatan plot erosi.

3. Metode Analisis Data

a. Identifikasi Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri

Identifikasi sistem pertanian pola agroforestri dilakukan dengan beberapa cara,


yaitu: (1) interpretasi citra dilakukan untuk mengkaji foto udara atau citra; (2) survei
lapangan untuk memperoleh data secara langsung terhadap suatu objek di lapangan
mengunakan GPS agar posisi koordinat UTM objek yang ada di lapangan dapat
diketahui dengan mudah.

Proses pengumpulan data meliputi: (1) menentukan dan menetapkan lokasi


yang ada pada Google Earth; (2) memotong citra Google Earth ke bentuk JPEG; (3)
mengubah citra Google Earth dari JPEG ke format TIFF; (4) merektifikasi citra JPEG ke
TIFF dengan cara georeferensi; (5) menumpangsusunkan peta citra Google Earth dengan
peta administrasi kecamatan untuk menentukan tipologi spasial agar mitigasi dapat
ditangani; (6) interpretasi; (7) ground check titik koordinat yang diambil pada Google
Earth, dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan; (8) hasil survei
diklasifikasi kembali untuk mencocokkan kondisi yang terjadi di lapangan; (9) finalisasi
dengan membuat peta perbandingan pola agroforestri sesuai hasil yang didapatkan di
lapangan; dan (10) membuat layout peta pola agroforestri. Erosi pada Sistem Pertanian
Konservasi Pola Agroforestri

Pengamatan erosi dilakukan dengan membuat petak erosi ukuran panjang 10


m dan 4 m. Pengukuran dilakukan pada berbagai sistem pertanian konservasi pola
agroforestri along border, alternate rows, alley cropping dan random mixture pada
masing-masing kelerengan 25-40% (curam). Pengukuran dilakukan sebanyak 30 kali
setiap pagi hari setelah terjadi hujan.

Pengamatan erosi tanah dilakukan setelah kejadian hujan kemudian ember


diperiksa. Apabila airnya tersedia, maka air tersebut diaduk sampai rata lalu diambil
sampelnya sebanyak 25 ml. Kemudian contoh air dibawa ke Laboratorium Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako (Untad) untuk disaring dengan kertas saring yang telah
diketahui berat keringnya.

Kertas saring beserta endapannya kemudian dikeringkan dalam oven sampai


beratnya konstan, kemudian ditimbang berat tanah tererosi dengan menggunakan
timbangan analitik. Setelah selesai pengambilan sampel, ember dibersihkan untuk
pengamatan berikutnya. Pola sistem pertanian konservasi dengan agroforestri dianalisis
secara deskriptif dan analisis citra. Teknik analisis citra digunakan untuk memperoleh
informasi lokasi atau letak pola-pola tanaman agroforestri yang nantinya akan
ditampilkan di dalam peta.

Tahapan yang dilakukan dalam teknik analisis citra: (1) pengelolahan citra
Google Earth, proses ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi; (2) Georeferensi pada citra dari Google Earth berfungsi untuk mereduksi
distorsi geometrik dari objek permukaan bumi yang ada pada citra yang diakibatkan
kelengkungan permukaan bumi dan beberapa faktor lain, seperti variasi tinggi satelit,
ketegakan satelit,dan kecepatannya, sehingga posisi spasial dari suatu area pada citra
sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan.
Kegiatan ini juga sering dinamakan rektifikasi, yaitu memperbaiki
kemencengan, rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, proyeksi dan anotasinya
sesuai dengan yang ada pada peta (Danoedoro, 2012); (3) pemotongan citra/cropping
citra dari Google Earth berfungsi untuk membatasi daerah penelitian dan mengurangi
besar file citra; (4) survei lapangan yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran
langsung suatu objek di lapangan menggunakan GPS agar posisi/koordinat UTM pola
agroforestri yang ada dilapangan dapat diketahui dengan mudah. Total erosi pada setiap
pola agroforestri dihitung dengan persamaan (1) yang dikemukakan oleh (Monde, 2008)

Keterangan:
Erosi dalam satu hektar dihitung dengan rumus E=10000 (m2)/luas plot (m2) x Ep (g),
dengan Ep = erosi plot (g/plot),
Sg = kadar sedimen dalam sampel bak penampung (g/l);
Vg = volume aliran permukaan yang masuk bak penampung (l);
Rc = volume aliran permukaan yang masuk ke cerigen (l);
Sc = kadar sedimen dalam sampel ember penampungan (g/l)

Lp = banyaknya lubang pembuangan, dan E= erosi (g/ha).

B. Hasil dan Pembahasan

Pola Agroforestri dengan Pemanfaatan Citra Google Earth Penggunaan Google Earth
dalam penelitian ini yaitu untuk mencari posisi koordinat sistem pertanian konservasi pola
tanaman agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di Sub-DAS Wuno. Secara
umum sistem pertanian konservasi pola agroforestri di Sub-DAS Wuno (Gambar 1) lebih
dominan menerapkan pola agroforestri random mixture sebesar 1.212 ha dan yang paling
kecil luasannya adalah pola alternative rowssebesar 10 ha, pola agroforestri random mixture
yaitu pola tanam acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur.

Umumnya masyarakat di Sub-DAS Wuno berprofesi sebagai petani agroforestri


dengan pola yang diterapkan adalah berupa kebun pekarangan, kebun campuran dan tanaman
kehutanan. Karakteristik pola tanam agroforestri sangat bergantung pada pemilik lahan serta
karakteristik lahannya. Lahan pertanian agroforestri yang ada di Sub-DASWuno sejak dahulu
telah banyak ditumbuhi kemiri dan aren.

Seiring dengan waktupengetahuan mereka semakin berkembang dan mulai melakukan


penanaman jenis tanaman lainnya di sekitar kemiri dan aren lebih intensif, atau lebih dikenal
dengan pola agroforestri. Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2007) yang menyatakan
bahwa dengan pola tanam agroforestri dapat dikatakan bahwa masyarakat sudah dapat
memanfaatkan lahan yang kosong (lahan yang kurang produktif) untuk menanam tanaman
jenis lainnya seperti tanaman palawija dan tahunan.

Agroforestri dapat berperan dalam mempertahankan fungsi hidrologi DAS, yaitu


dengan tutupan lahan oleh tutupan pohon berupa hutan alami atau permudaan alam, pohon
yang dibudidayakan, dan pohon sebagai tanaman pagar yang dapat memengaruhi aliran air di
antaranya berupa:

1) intersepsi air hujan, selama hujan, dan tajuk pohon yang dapat menyimpan air hujan pada
permukaan daun dan batang akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah,

2) Daya pukul air hujan, yaitu vegetasi dan lapisan serasah untuk melindungi pukulan
langsung air hujan yang dapat menyebabkan pemadatan tanah, dan

3) drainase lanskap (bentang lahan) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
relief permukaan tanah yang memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama
sehingga dapat memicu terjadinya aliran cepat air tanah (van Noordwijk et al., 2005).
Secara lebih jelas, detail spot pola agroforestri dan sebarannya di Sub-DAS Wuno
ditampilkan pada Gambar 2. Pola agroforestri trees along border (TAB) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 merupakan kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman
kehutanan yang dapat berfungsi sebagai penyangga baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Hasil ground check menunjukkan bahwa pola penanaman pohon di bagian pinggir lahan dan
tanaman pertanian berbeda di bagian tengah. Pohon-pohon yang ditanam mengelilingi lahan
biasanya difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas lahan.
Tanaman perkebunan khususnya kakao juga digunakan petani untuk mengisi bagian
tengah pola pohon pembatas. Kakao ditanam secara sistematis dan sebagai pembatasnya
adalah tanaman berkayu. Tanaman pembatas yang menyusun pola pohon pembatas sebagian
besar disusun oleh jenis tanaman kehutanan jenis pinus (Pinus merkusii).

Pola agroforestri alternate rows seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu model
penanaman model agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara
berselang-seling. Pola agroforestri ini mungkin dilakukan pada tanah yang relatif datar. Pola
baris merupakan bentuk penyusunan pola tanam setiap satu baris tanaman berkayu diselingi
dengan tanaman pertanian secara bergantian.

Model penyusunan tanaman pada pola baris terlihat sistematis. Tanaman pertanian yang
ditanam adalah jagung dan ketela, beberapa ada yang menanam pisang sebaris dengan
tanaman berkayu. Tanaman berkayu yang ditanam adalah jenis-jenis tanaman perkebunan,
yaitu kakao (Theobroma cacao L.) dan kemiri (Aleurites moluccana L.).
Pola agroforestri alley cropping seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu pola
tanaman agroforestri yang menempatkan pohon di pinggir kanan dan kiri tanaman pertanian.
Larikan pohon membujur ke timur/barat. Hal ini dimaksudkan agar tanaman mendapatkan
cahaya matahari penuh di pagi maupun sore hari. Pola alley cropping sering disebut dengan
bentuk lorong karena apabila dilihat dari ujung lahan menyerupai lorong goa.

Pola agroforestri random mixture seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu pola
penanam acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur. Pola acak
ini terbentuk karena tidak adanya perencanaan awal dalam menata letak tanaman.
Penempatan tanaman berkayu pada suatu lahan terlihat tidak sistematis.

Variasi pola campur adalah pada jenis penyusun, baik penyusun tanama kehutanan,
maupun tanaman pertanian. Tanaman pertanian pada pola campur ditanam pada sela-sela
tanaman berkayu yaitu tanaman pisang (Musa paradisiaca L.). Tanaman berkayu yang
mendominasi penyusunan pola campur adalah jenis-jenis tanaman kehutanan dan perkebunan,
yaitu kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.), nyatoh (Palaquium sp) dan aren (Arenga
pinnata Merr.).

Pola agroforestri alternate rows, alley cropping, trees along border, random
mixturetersebut tidak terlepas dari pemikiran pemilik lahan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki. Selain itu, desakan kebutuhan akan bahan pangan menjadi pertimbangan mendasar
terbentuknya sistem ini. Bagi masyarakat subsistem, kebutuhan pangan didapat dari lahan
pertanian yang dimilikinya. Desakan kebutuhan ini mendorong terbentuknya ruang yang
dibutuhkan untuk tanaman pertanian lebih dominan daripada ruang yang dibutuhkan untuk
kehutanan.

C. Kesimpulan

Sistem pertanian konservasi pola agroforestri di Sub-DAS Wuno terbukti dapat


memberikan manfaat bagi pembanguan wilayah dan perbaikan lingkungan ekosistem DAS,
terutama pada pola agroforestri trees along border dan random mixture. Tutupan kanopi pola
agroforestri berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi di Sub-DAS Wuno, DAS Palu.

Dalam rangka perbaikan lingkungan dan pembangunan wilayah, khususnya pola


agroforestri, sebaiknya dikembangkan pola agroforestri trees along border karena lebih
efektif dalam menekan erosi. Untuk lebih meningkatkan efektivitas dalam menekan laju erosi,
dari empat pola agroforestri sebaiknya dipadukan konservasi secara mekanik dengan jalan
pembuatan saluran pembuangan air, teras bangku dan bangunan teknik konservasi mekanik
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/338887834_POLA_DAN_MOTIVAS
I_AGROFORESTRY_SERTA_KONTRIBUSINYA_TERHADAP_PENDAPA
TAN_PETANI_HUTAN_RAKYAT_DI_KABUPATEN_POLEWALI_MAND
AR

https://www.researchgate.net/publication/331674322_Implementasi_Sistem_Ag
roforestri_Sebagai_Solusi_Pertanian_Berkelanjutan_Di_Gorontalo

https://www.researchgate.net/publication/340997996_Sistem_Pertanian_Konser
vasi_Pola_Agroforestri_dan_Hubungannya_dengan_Tingkat_Erosi_di_Wilayah
_Sub-DAS_Wuno_Das_Palu_Sulawesi_Tengah

You might also like