Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Lerlis Maani
Jurnal Lerlis Maani
Jurnal Lerlis Maani
"PERHUTANAN SOSIAL"
Di Susun Oleh :
TA : 2022/2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT.
Karena tanpa Rahmat dan ridhonya, saya selaku penyusun tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dalam hal ini MK " PERHUTANAN SOSIAL".
Dalam menyusun makalah ini, saya masih mengalami hambatan dan kesulitan.
Namun, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, saya menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saya sebagai penyusun mengharapkan kritikan maupun sarannya
untuk penyusunan makalah ini. Saya Berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
untuk kita semua. Aamiin...
LERLIS MAANI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
Pola dan Motivasi Agroforestry Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani Hutan
Rakyat Di Kabupaten Polewali Mandar
Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri dan Hubungannya dengan Tingkat Erosi di
Wilayah Sub-DAS Wuno, Das Palu, Sulawesi Tengah"
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut P.K.R Nair (1987), agroforestry ialah sebagai sistem penggunaan lahan
terpadu, yang memiliki aspek sosial, ekonomi, serta ekologi yang dilaksanakan melalui
pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan ternak (hewan) baik itu secara
bersama–sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan bisa tercapai hasil total nabati
maupun hewan yang optimal dalam arti yang berkesinambungan.
Pengelolaan hutan rakyat berbasis agroforestry tidak dapat dipisahkan dari kondisi
masyarakat yang tentu memiliki motivasi tertentu seperti motivasi ekologi, ekonomi dan
sosial. Faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi ada dua yaitu faktor internal adalah
faktor-faktor yang ada di dalam diri seseorang meliputi umur, tingkat pendapatan, pendidikan,
dan pengalaman usahatani dan eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar aspek individu
(Clegg, 2001 dalam Insani dkk 2015) meliputi kegiatan penyuluhan, tingkat kemudahan
pemasaran dan akses informasi.
Melalui pola tanam agroforesti, dapat memberikan fungsi bagi hutan juga bagi petani
dan masyarakat disekitarnya, karena perpaduan antara tanaman pertanian dan tanaman
kehutanan. Menurut Amrullah (2008), agroforestri merupakan salah satu sistem pertanian
yang berkelanjutan dengan menggunakan sebagian lahan hutansebagai pengganti lahan
pertanian tanpa
Menurut Daswir (2010), salah satu cara menekan lahan degradasi adalah dengan
menerapkan sistem pertanian konservasi. Menurut Atmojo (2008) menyatakan bahwa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus menekan laju erosi, upaya konservasi
dapat dilakukan secara terpadu antara pendekatan sipil teknik (mekanis) dan vegetatif seperti
pembuatan teras dengan penanaman ganda, termasuk sistem agroforestri.
B. Rumusan Masalah
Polewali Mandar ?
Gorontalo ?
3. Bagaimana Sistem Pertanian Konservasi Pola Agroforestri di
Sulawesi Tengah?
4. Apa Hubungan pertanian konservasi dengan Tingkat Erosi di
C. Tujuan
agroforestri di Gorontalo .
Sulawesi tengah.
PEMBAHASAN
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan November
tahun 2019 di Desa Mirring Kecamatan Binuang Kabupataen Polewali Mandar
Provinsi Sulawesi barat.
Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa langkah
kegiatan meliputi :
3. Analisis Data
a. Analisis Pola-Pola dan Motivasi Agroforestry
b. Pendapatan Bersih
Karakteristik pola tanam agroforestry sangat tergantung pada pemilik lahan serta
karakteristik lahanya. Tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu prioritas produksi sehingga
masyarakat membuat pola tanam yang berbeda antara lahan satu dengan lahan lainya. Di
Desa Mirring Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat
dalam mengelolah lahan awalnya tidak mengenal sistem pola tanam agroforestry, mereka
mengelolah lahan dengan cara yang sangat sederhana, dan mengikuti kebiasaan nenek
moyang mereka yang terdahulu.
Namun, dengan melihat kegiatan dalam pengelolaan lahan yang mereka lakukan ada 4
(empat) pola tanam yang dilakukan oleh masyarakat yaitu:
Pola agroforestri ini adalah pola agrisilvikultur pengaturan ruang bentuk pagar.
Petani mengkombinasikan tanaman kehutanan seperti Jati Putih (Gmelina arborea),
dengan tanaman pertaniaan seperti Cengkeh (Syzigium aromaticum), Coklat
(Theobroma cacao), Kopi Arabica (Coffea arabica), Merica (Piper ningrum L), Cabai
(Capsicum annum L).
Petani Desa Mirring memilih pola – pola agroforestry dan komposisi jenis tanaman
didalamnya tidak lain diharapkan untuk memberikan kontribusi pendapatan kepada petani
pengelolah lahan agroforestry. Kontribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan antara
pendapatan dari agroforestry dibagi dengan pendapatan total dikali seratus. Untuk
mengetahui pola agroforestry yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Berdasarkan data tabel diatas pola yang memeberikan kontribusi pendapatan terbesar
adalah pola D Agroforestry dalam bentuk Pagar ( Atress along borders) dengan rata-rata
pendapatan sebesar Rp 14.873.222 perkapita dengan kontribusi 28,58%, pola yang
memberikan kontribusi terbesar kedua adalah pada pola agroforestry dalam bentuk ruang
Campuran (Mixture random) dengan pendapatan rata-rata perkapita sebesar Rp 14.157.269
dengan persentase 27,21 %, dan pola agroforestry yang mendapatankan kontribusi terkecil
adalah pola agroforestry dalam bentuk ruang Lorong ( Alley cropping) dan Baris ( Alternate
rows) yang masing –masing kontribusi pendapatanya sebesar Rp 12.421.429 dengan
persentase 23,87 % dan Rp 10.581.333 dengan persentase 20%.
Penerimaan terbesar petani dari komponen pertanian adalah pada tanaman Coklat yaitu
sebesar Rp 527.249.000, penerimaan terbesar kedua adalah pada tamanan Langsat sebesar Rp
207.300.000 dan penerimaan terbesar ketiga adalah pada tanaman Durian sebesar Rp
181.212.500.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh tim surveyor, alasan petani memilih
komposisi jenis yang beragam untuk lahan agroforestry mereka adalah sebagai berikut :
➢ Keinginan untuk mendapatkan hasil yang bervariasi baik dari segi jenis maupun waktu
pemanenanya
➢ Pemanfaatan ruang lahan secara maksimal dengan jenis tanaman yang bernilai
ekonomis tinggi dan tentunya sangat menguntungkan.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang merujuk pada tujuan penelitian ini, maka
disimpulkan bahwa Masyarakat petani di Desa Mirring, Kecamatan Binuang, Kabupaten
Polewali Mandar mengembangkan empat bentuk sistem pengelolaan hutan rakyat berbasis
agroforestry dan memiliki frekuensi responden dan tingkat persentase yang berbeda.
Kecendrungan motivasi ekonomi mempengaruhi Petani memilih pola tanam dan Pola
agroforestry yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar adalah pola agroforestry A
(Agrisilvikultur Atress Along Borders) dengan pendapatan rata-rata Rp. 14.873.222
dengan persentase 28,58%, terbesar kedua adalah pola agroforestry D, (Agrisilvikultur
Mixture Random) dengan pendapatan rata rata Rp. 14.157.269 dengan persentase 27,21%,
dan kontribusi terkecil masing-masing pola agroforestry C (Agrisilvikultur Alley Cropping)
Rp 12.421.429 persentase 23,87%, pola agroforestry B (Agrisilvikultur Alternate Rows)
rata-rata pendapatanya sebesar Rp 10.581.333 dengan persentase 20%. Terdapat 3 jenis
produk agroforestry yang merupakan sumber pendapatan terbesar yakni Kakao , Langsat
dan Durian.
"Implementasi Sistem Agroforestri Sebagai solusi Pertanian Berkelanjutan Di
Gorontalo"
Bahan yang digunakan untuk membuat paper ini bersumber dari karya ilmiah
berbentuk jurnal, skripsi, makalah, dan karya ilmiah lainnya. Adapun metode yang
digunakan adalah metode review literature. Metode review literatur dilakukan dengan cara
membaca, memahami dan mereview dari berbagai macam sumber karya ilmiah
B. Pembahasan
Pola tanam agroforestry sudah dipraktekkan sejak jaman dahulu, tetapi ilmu
agroforestry sendiri baru berkembang sejak tiga dekade yang lalu. Gorontalo merupakan
salah satu daerah penghasil jagung terbanyak sejak dicanangkannya program agropolitan
pada tahun 2002-2014 yang terbukti meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada usaha untuk
mengendalikan erosi atau aliran permukaan, tetapi termasuk usaha untuk
mempertahankan kesuburan tanah (Santoso et al., 2004). Metode konservasi terdiri atas
tiga yaitu konservasi vegetatif, kimia dan mekanik. Agroforestri merupakan salah satu
bagian dari pada konservasi vegetatif.
Praktek konservasi dengan sistem agroforestri banyak dilakukan Hal ini dilakukan
untuk mengurangi jumlah pengikisan badan sungai akibat adanya banjir atau erosi tebing
sungai. Neimmanee et al., (2015), mengatakan bahwa agroforestri bukan hanya
memberikan manfaat ekonomi dari hutan, melainkan menjaga kesuburan tanah melalui
nutrisi dari pohon, melindungi lapisan atas tanah, penahan angin, daerah aliran sungai dan
nilai rekreasi serta menjadi contoh yang baik antara kebutuhan pertanian dan lingkungan,
serta solusi untuk masalah deforestrasi besar-besaran.
A. Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam teknik analisis citra: (1) pengelolahan citra
Google Earth, proses ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi; (2) Georeferensi pada citra dari Google Earth berfungsi untuk mereduksi
distorsi geometrik dari objek permukaan bumi yang ada pada citra yang diakibatkan
kelengkungan permukaan bumi dan beberapa faktor lain, seperti variasi tinggi satelit,
ketegakan satelit,dan kecepatannya, sehingga posisi spasial dari suatu area pada citra
sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan.
Kegiatan ini juga sering dinamakan rektifikasi, yaitu memperbaiki
kemencengan, rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, proyeksi dan anotasinya
sesuai dengan yang ada pada peta (Danoedoro, 2012); (3) pemotongan citra/cropping
citra dari Google Earth berfungsi untuk membatasi daerah penelitian dan mengurangi
besar file citra; (4) survei lapangan yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran
langsung suatu objek di lapangan menggunakan GPS agar posisi/koordinat UTM pola
agroforestri yang ada dilapangan dapat diketahui dengan mudah. Total erosi pada setiap
pola agroforestri dihitung dengan persamaan (1) yang dikemukakan oleh (Monde, 2008)
Keterangan:
Erosi dalam satu hektar dihitung dengan rumus E=10000 (m2)/luas plot (m2) x Ep (g),
dengan Ep = erosi plot (g/plot),
Sg = kadar sedimen dalam sampel bak penampung (g/l);
Vg = volume aliran permukaan yang masuk bak penampung (l);
Rc = volume aliran permukaan yang masuk ke cerigen (l);
Sc = kadar sedimen dalam sampel ember penampungan (g/l)
Pola Agroforestri dengan Pemanfaatan Citra Google Earth Penggunaan Google Earth
dalam penelitian ini yaitu untuk mencari posisi koordinat sistem pertanian konservasi pola
tanaman agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di Sub-DAS Wuno. Secara
umum sistem pertanian konservasi pola agroforestri di Sub-DAS Wuno (Gambar 1) lebih
dominan menerapkan pola agroforestri random mixture sebesar 1.212 ha dan yang paling
kecil luasannya adalah pola alternative rowssebesar 10 ha, pola agroforestri random mixture
yaitu pola tanam acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur.
1) intersepsi air hujan, selama hujan, dan tajuk pohon yang dapat menyimpan air hujan pada
permukaan daun dan batang akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah,
2) Daya pukul air hujan, yaitu vegetasi dan lapisan serasah untuk melindungi pukulan
langsung air hujan yang dapat menyebabkan pemadatan tanah, dan
3) drainase lanskap (bentang lahan) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
relief permukaan tanah yang memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama
sehingga dapat memicu terjadinya aliran cepat air tanah (van Noordwijk et al., 2005).
Secara lebih jelas, detail spot pola agroforestri dan sebarannya di Sub-DAS Wuno
ditampilkan pada Gambar 2. Pola agroforestri trees along border (TAB) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 merupakan kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman
kehutanan yang dapat berfungsi sebagai penyangga baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Hasil ground check menunjukkan bahwa pola penanaman pohon di bagian pinggir lahan dan
tanaman pertanian berbeda di bagian tengah. Pohon-pohon yang ditanam mengelilingi lahan
biasanya difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas lahan.
Tanaman perkebunan khususnya kakao juga digunakan petani untuk mengisi bagian
tengah pola pohon pembatas. Kakao ditanam secara sistematis dan sebagai pembatasnya
adalah tanaman berkayu. Tanaman pembatas yang menyusun pola pohon pembatas sebagian
besar disusun oleh jenis tanaman kehutanan jenis pinus (Pinus merkusii).
Pola agroforestri alternate rows seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu model
penanaman model agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian secara
berselang-seling. Pola agroforestri ini mungkin dilakukan pada tanah yang relatif datar. Pola
baris merupakan bentuk penyusunan pola tanam setiap satu baris tanaman berkayu diselingi
dengan tanaman pertanian secara bergantian.
Model penyusunan tanaman pada pola baris terlihat sistematis. Tanaman pertanian yang
ditanam adalah jagung dan ketela, beberapa ada yang menanam pisang sebaris dengan
tanaman berkayu. Tanaman berkayu yang ditanam adalah jenis-jenis tanaman perkebunan,
yaitu kakao (Theobroma cacao L.) dan kemiri (Aleurites moluccana L.).
Pola agroforestri alley cropping seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu pola
tanaman agroforestri yang menempatkan pohon di pinggir kanan dan kiri tanaman pertanian.
Larikan pohon membujur ke timur/barat. Hal ini dimaksudkan agar tanaman mendapatkan
cahaya matahari penuh di pagi maupun sore hari. Pola alley cropping sering disebut dengan
bentuk lorong karena apabila dilihat dari ujung lahan menyerupai lorong goa.
Pola agroforestri random mixture seperti yang ditampilkan pada Gambar 2, yaitu pola
penanam acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur. Pola acak
ini terbentuk karena tidak adanya perencanaan awal dalam menata letak tanaman.
Penempatan tanaman berkayu pada suatu lahan terlihat tidak sistematis.
Variasi pola campur adalah pada jenis penyusun, baik penyusun tanama kehutanan,
maupun tanaman pertanian. Tanaman pertanian pada pola campur ditanam pada sela-sela
tanaman berkayu yaitu tanaman pisang (Musa paradisiaca L.). Tanaman berkayu yang
mendominasi penyusunan pola campur adalah jenis-jenis tanaman kehutanan dan perkebunan,
yaitu kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd.), nyatoh (Palaquium sp) dan aren (Arenga
pinnata Merr.).
Pola agroforestri alternate rows, alley cropping, trees along border, random
mixturetersebut tidak terlepas dari pemikiran pemilik lahan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki. Selain itu, desakan kebutuhan akan bahan pangan menjadi pertimbangan mendasar
terbentuknya sistem ini. Bagi masyarakat subsistem, kebutuhan pangan didapat dari lahan
pertanian yang dimilikinya. Desakan kebutuhan ini mendorong terbentuknya ruang yang
dibutuhkan untuk tanaman pertanian lebih dominan daripada ruang yang dibutuhkan untuk
kehutanan.
C. Kesimpulan
https://www.researchgate.net/publication/338887834_POLA_DAN_MOTIVAS
I_AGROFORESTRY_SERTA_KONTRIBUSINYA_TERHADAP_PENDAPA
TAN_PETANI_HUTAN_RAKYAT_DI_KABUPATEN_POLEWALI_MAND
AR
https://www.researchgate.net/publication/331674322_Implementasi_Sistem_Ag
roforestri_Sebagai_Solusi_Pertanian_Berkelanjutan_Di_Gorontalo
https://www.researchgate.net/publication/340997996_Sistem_Pertanian_Konser
vasi_Pola_Agroforestri_dan_Hubungannya_dengan_Tingkat_Erosi_di_Wilayah
_Sub-DAS_Wuno_Das_Palu_Sulawesi_Tengah