Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100

https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

PENGARUH LEGALITAS HAK KOMUNAL HUTAN ADAT


DI PULAU BARASAK, DESA PILANG, KECAMATAN JABIREN RAYA, KABUPATEN PULANG PISAU
TERHADAP KELESTARIAN HUTAN ADAT

The Effect of Communal Rights Legality of Hutan Adat


in Barasak Island, Pilang Village, Jabiren Raya Sub-District Pulang Pisau District Against The Sustainability of
Hutan Adat

Misrita1, Yetrie Ludang2, Risa Masdania3, Imam Qalyubi4, Herry Palangka Jaya5
1,2Jurusan Kehutanan,Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya
5Prodi TIP, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya
3Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya
4 IAIN Palangka Raya

Corresponding author : 4) imamqalyubi@yahoo.com

ABSTRACT
This research was conduct to see the effect of the legality of hutan adat in Pilang Village Jabiren Raya
Subdistrict Pulang Pisau District after the government inaugurated as a hutan adat on its preservation and to
examine the factors that influence its sustainability and destruction. The design used in this research is
descriptive qualitative with the purposive sampling method. To support the credibility in this study uses the
data triangulation method. Based on data collection and data analysis carried out, it's finding that the legality of
the communal rights of hutan adat on Barasak island shows that the community has awareness in maintaining
and preserving hutan adat. Some of the factors behind the people's knowledge in protecting hutan adat
include: because hutan adat themselves have benefits for the survival of indigenous, social, religious,
economic, and cultural communities. For these reasons, the existence of hutan adat is still maintained and
protected by the surrounding community.
Keywords: hutan adat, legality, communal rights
ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk melihat pengaruh legalitas hutan adat di Desa Pilang,
Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau pasca diresmikannya sebagai hutan adat oleh pemerintah
terhadap pelestariannya serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian dan perusakannya.
Desain yang digunakan di dalam penelitian ini deskriptif kualitatif dengan metode pemercontoh bertujuan atau
purposive sampling. Untuk menunjang kredibilitas dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi data.
Berdasarkan pengumpulan data dan analisis data yang dilakukan ditemukan bahwa legalitas hak komunal
hutan adat di Pulau Barasak menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran dalam menjaga dan
melestarikan hutan adat. Beberapa faktor yang melatari kesadaran masyarakat dalam menjaga hutan adat
antara lain: karena hutan adat sendiri memiliki manfaat bagi keberlangsungan hidup bagi masyarakat adat,
sosial, keagamaan, ekonomi, dan kebudayaan. Dengan alasan-alasan tersebut keberadaan hutan adat hingga
saat ini tetap terjaga dan terlindungi oleh masyarakat sekitarnya.
Kata kunci: Hutan adat, legalitas, hak komunal

66
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

PENDAHULUAN 210 ha. Menurut Menteri LHK untuk seluruh


Hutan Kalimantan termasuk yang terluas Kalimantan terdapat 4,64 juta ha hutan adat. "Hutan
setelah Papua. Secara keseluruhan luas adat diperkirakan ada di 833 lokasi, dan yang telah
743.330 km². Dengan jumlah penduduk yang hanya diselesaikan ada di 50 lokasi." Selain lima hutan
5,6% persen dari total penduduk nasional RI. adat tersebut terdapat satu lagi yaitu hutan adat
Kalimantan memiliki hutan yang lebat. Namun, Sungai Utik. Melalui Kementerian Lingkungan
wilayah hutan tersebut semakin berkurang akibat Hidup dan Kehutanan mengakui hutan adat milik
maraknya aksi penebangan pohon. Dengan masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik pada 20
banyaknya penebangan pohon liar secara massive Mei 2020, melalui SK Nomor: 3238/MENLHK-
baik kelompok kecil hingga kelompok besar PSKL/PKTHA/PSL Hutan Adat Utik luasnya 9.480
terorganisir, maka perlu adanya penyadaran akan hektar. Lokasinya berada di kawasan hutan lindung
pelestarian hutan dengan pendekatan kearifan seluas 3.862 hektar di kawasan hutan seluas 5.518
lokal. hektar, dan areal penggunaan lain 100 hektar di
Kasus hutan adat Kinipan yang beberapa Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu,
waktu lalu muncul di media hingga terjadinya kisruh Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
penangkapan yang dianggap kontroversial menjadi Di seluruh Indonesia Hutan adat diperkirakan
salah satu yang urgent untuk dikaji atau dibahas. ada di 833 lokasi, dan yang telah diselesaikan ada
Walaupun hutan adat telah lama diakui masyarakat di 50 lokasi. Berdasarkan data KLHK sebelumnya
namun aspek legalitas secara hukum negara dalam buku Status Hutan dan Kehutanan Indonesia
selama ini belum dilakukan secara menyeluruh. 2018, di mana hingga Oktober 2018 jumlah
Beberapa waktu lalu, tepatnya di bulan penetapan dan pencadangan Hutan Adat mencapai
September 2019 Presiden Joko Widodo 27.950,34 ha. Luas tersebut terdiri atas penetapan
mengeluarkan SK Hijau untuk lima Hutan Adat di atau pencantuman HA sejak 2016.
Kalimantan khususnya di Kalimantan Barat dengan Terdapat 33 Hutan Adat di mana di dalamnya
total luas mencapai 1.645 hektare. Beberapa SK terdapat dua HA yang masih dalam pencadangan.
Hijau yang diterbitkan tersebut antara lain adalah Seluruh Hutan Adat tersebut diakses atau dikelola
Hutan Adat di Kota Digulis, Pontianak, Hutan Adat oleh 14.049 kepala keluarga dari Masyarakat
(HA) Rage di Kabupaten Bengkayang seluas 126 Hukum Adat. Areal Hutan Adat dimaksud itu
hektare, HA Gunung Temua di Kabupaten tersebar di wilayah Provinsi Jambi, Sulawesi
Bengkayang seluas 151 ha, HA Gunung Jalo di Selatan, Sulawesi Tengah, Banten, Provinsi
Kabupaten Bengkayang seluas 258 ha, HA Bukit Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Provinsi
Samabue di Kabupaten Landak seluas 900 ha, HA Jawa Barat. Adapun pencadangan Hutan Adat
Binua Laman Garoh di Kabupaten Landak seluas berada di Provinsi Sumatera Utara dan Jambi.

67
Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100
https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

Belum selesai permasalahan Hutan Adat Fungsi atau manfaatnya antara lain sebagai fungsi
permasalahan terbaru juga muncul, yaitu dengan kelestarian hutan, fungsi sosial, keagamaan,
adanya pengesahan UU Onmibus Law oleh DPR di ekonomi dan kebudayaan. Pada aspek kelestarian
awal bulan Oktober 2020 ini, karena di dalam UU hutan, hutan adat merupakan benteng terakhir dari
sangat berpengaruh secara langsung terhadap kelestarian hutan, karena, keberadaannya dijaga
porsi lahan untuk Hutan Adat. Dalam sejarahnya, dan dilindungi oleh adat atau masyarakat di
maklumat tentang luas wilayah hutan pada masa sekitarnya. Mengingat begitu besarnya implikasi
reformasi awal ditetapkan langsung oleh Presiden legalitas hutan adat terhadap pelestariannya, maka
B.J. Habibie, tapi kini keputusan tersebut telah penelitian ini dilakukan.
dihapus dalam UU yang baru Omnibus Law di era METODE PENELITIAN
kepemimpinan Joko Widodo (Bisnis. Tempo.co Penelitian ini merupakan penelitian
Kamis 8 Oktober 2020). Di era kepimpinan B.J. deskriptif kualitatif. Metode deskriptif merupakan
Habibie terdapat kewajiban 30% kawasan hutan suatu metode yang digunakan untuk
dalam UU kehutanan pasal 18 nomor 41 tahun menggambarkan atau menganalisis suatu hasil
1999. Dalam UU ini disebutkan bahwa Indonesia penelitian namun tidak digunakan untuk membuat
dengan intensitas hutan yang tinggi rentan akan kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2005:21).
keseimbangan tata air seperti banjir hingga Sementara metode kualitatif bersifat subyektif,
sedimentasi, maka ditetapkanlah luas kawasan multiinterpretatif dan kontekstual. Berbeda dengan
hutan dalam setiap DAS/Pulau, minimal 30% dari penelitian kuantitatif yang mengacu pada paham
luas daratan. positivistik, tekstualis atau preskriptif. Instrumen
Jika merujuk pada uraian data di atas
yang digunakan dalam pengumpulan data dalam
Hutan Adat khususnya di wilayah Kalimantan penelitian ini berupa wawancara, observasi, dan
secara keseluruhan yang memiliki luas 743.330 km² dokumentasi. Setelah data terkumpul dan
maka luas areal hutan setidaknya 222.999 Km2. terklasifikasi, maka berikutnya dilakukan analisis
Dengan demikian hanya sebagian kecil saja Hutan data dengan menggunakan teori-teori yang telah
Adat yang diakui khususnya di Kalimantan Tengah. diuraikan sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan Kalimantan Barat, Hutan Terkait dengan teori dalam kajian hutan
Adat di Kalimantan Tengah cukup tertinggal jauh, adat ini, karena memiliki pertalian dengan kajian
karena selama ini hanya ada satu kabupaten yang sosial dan budaya maka teori yang digunakan
secara resmi diakui keberadaan hutan adatnya, sebagai pemandu jalannya pembahasan ini
yaitu di Kabupaten Kuala Kapuas. Padahal menggunakan teori profan dan sakral, teori
keberadaan hutan adat memiliki manfaat bagi interaksionisme simbolik, dan fenomenologis.
keberlangsungan hidup bagi masyarakat adat.

68
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

Teori profan dan sakral yang digunakan peneliti dalam hal ini harus mampu
dalam penelitian ini digagas oleh Durkheim. menginterpretasi individu maupun kelompok dalam
Pemikiran Durkheim yang terkait dengan profan interakasi atau komunikasi antara satu dengan
dan sakral secara tersurat tertuang dalam bukunya yang lainnya. Dalam teori interaksionisme simbolik
The Elementary Form of Religious Life yang ini makna dan penafsiran menjadi poin penting
dipublikasikan pada tahun 1912. Buku ini, sebagai dasar dalam memahami prilaku manusia.
merupakan karya fundamental Durkheim yang Tokoh penting dalam teori interaksionisme simbolik
memuat inti teori-teori pemikiran tentang agama ini adalah Georg Herbert Mead (lihat Strauss &
(Durkheim, 2003). Profan menurut Durkheim, Corbin. 2015:8).
profan adalah merupakan sebuah refleksi Teori fenomenologi berupaya menemukan
keseharian hidup yang bersifat biasa-biasa saja fakta melalui interpretasi berdasarkan hasil
atau natural sementara pada sisi lain Durkheim pengalaman individu-individu dalam memandang
menempatkan sakral sebagai sebuah pengalaman fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya.
individual yang bersifat supernatural. Artinya fenomonologi lebih menekankan pada
Sementara Eliade dalam bukunya The pengalaman manusia dalam memandang dunianya
Sacred and the Profan: The Nature of Religion yang (lihat, Suyanto & Sutinah 2015:178, Anwar &
diterbitkan pada tahun 1959 mengambarkan dua Adang,2013:286 dan Lubis Dkk, 2019: 47).
pandangan yang mendasar dari sebuah Beberapa sumber literatur maupun jurnal
pengalaman yaitu pengalaman tradisional dan yang berkaitan secara langsung maupun tidak
modern. Manusia tradisonal menurut Eliade langsung dengan penelitian ini antara lain:
memandang dunia dengan pendekatan yang diliputi Penelitian tentang peranan hukum adat
kesakralan sebaliknya manusia modern cenderung dalam menjaga kelestarian hutan adat Telang
mendesakralisasi pandangannya terhadap dunia. Siong Kecamatan Paju Epat Kabupaten Barito
Bagi masyarakat modern bahwa dunia adalah Timur Kalimantan Tengah yang merupakan karya
sebuah realitas yang profan. tulis ilmiah skripsi pada Fakultas Petanian
Terkait dengan teori interaksionisme Universitas Palangka Raya tahun 2019. Penelitian
simbolik dalam penelitian menekankan bahwa ini berupaya melihat bagaimana masyarakat lokal
realitas sosial sebagai proses dan bukan sesuatu suku Dayak Maanyan dalam menjaga kelestarian
yang bersifat statis. Dalam interaksionisme simbolik hutan berdasarkan aturan hukum adat yang
ini individu atau masyarakat dipandang sebagai berlaku. Penelitian ini menggunakan metode survey
sebuah entitas yang dalam interaksinya memiliki dengan teknik pengumpulan data menggunakan
kode-kode atau tanda yang memberikan sebuah questionnaire dan interview dengan 25 responden.
implikasi makna di dalamnya. Dengan demikian Dari hasil penelitian yang diperoleh sebesar 70 %

69
Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100
https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

setuju bahwa hukum adat di Desa Telang Siong ini disebutkan bahwa perlindungan hukum
berperan dalam menjaga dan melestarikan hutan. masyarakat hukum adat atas hutan adat
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh merupakan kewajiban pemerintah yang harus
Rushestiana Pratiwi Dkk dari Fakultas Kehutanan, dipenuhi sebagaimana yang diatur dalam Pasal
Universitas Nusa Bangsa dengan judul 18B UUD 1945. Namun dalam kajiannya
”Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengelolaan penelitiannya fokus pada bagaimana prinsip-prinsip
Hutan Adat”: Studi Kasus di Kasepuhan Pasir pengaturan Hutan Adat berdasarkan Putusan
Eurih, Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang, Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-IX/2011. Selain
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan dilakukan itu penelitian ini juga berupaya melihat bagaimana
pada tahun 2018 (Jurnal Belantara [JBL] Vol. 2, No. peran pemerintah daerah dalam mewujudkan
1, Maret 2019 (62-69) 64). Penelitian ini berupaya Perlindungan Hukum Masyarakat Hukum Adat
mengetahui potensi kelembagaan masyarakat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-
dalam pengelolaan hutan adat di wilayah hutan IX/2011.
adat. Pengetahuan dan pemahaman yang Setelah dilakukan kajian penelitian
diperoleh akan bermanfaat bagi pihak yang terkait ditemukan adanya Prinsip-Prinsip Pengaturan
dalam membuat suatu rekomendasi untuk Hutan Adat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
mengelola hutan adat secara adil, sejahtera, dan No. 35/PUU-IX/2011 adalah: a) Hutan adat terpisah
berkelanjutan, sehingga kawasan hutan adat dapat dari Hutan Negara; b) Hutan adat merupakan hutan
dilestarikan dan bermanfaat bagi semua pihak. hak; c) Definisi Hutan adat adalah hutan yang
Penelitian ini dilakukan pasca diresmikannya hutan berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, dan;
oleh dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak d) hutan adat merupakan hak yang dimiliki oleh
Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2015 tentang masyarakat hukum adat. Sedangkan peran
Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan pemerintah daerah dalam mewujudkan
Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan. Penelitian ini perlindungan hukum masyarakat hukum adat atas
menggunakan metode studi kasus. Teknik hutan adat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara No. 35/PUU-IX/2011 adalah dengan menerbitkan
dan kuisioner dengan 30 responden. Pemilihan surat keputusan kepala daerah tentang pengakuan,
sampel menggunakan metode purposive sampling. perlindungan masyarakat hukum adat dan
Penelitian lainnya yang cukup relevan wilayahnya termasuk didalamnya hutan adat.
dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Penelitian lainnya yang cukup memberikan
Safrin Salam dengan judul “Perlindungan Hukum warna dalam penelitian ini dengan judul “Pola
Masyarakat Hukum Adat Atas Hutan Adat” jurnal Perlindungan Hutan Adat Terhadap Masyarakat
hukum Novelty Vol 7, No 2 (2016). Dalam penelitian Adat Di Provinsi Riau Pasca Putusan Mahkamah

70
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

Konstitusi Nomor 35/Puu-X/2012” yang dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN


oleh Gusliana HB pada jurnal hukum RESPUBLICA Setelah melalui beberapa tahapan dalam
Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata pengumpulan data baik melalui, observasi yaitu
Negara, dan Hukum Pidana. Dalam penelitian ini, dengan melihat langsung kedaan masyarakat di
peneliti menguraikan terkait Putusan Mahkamah sekitar Pulau Barasak Desa Pilang Kecamatan
Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 mereview Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau, Diharapkan
beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 41 dengan melihat keadaan masyarakat secara
Tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama Pasal 1 langsung, maka dapat dibuat sebuah pandangan
angka (6) yang dinyatakan bahwa kata Negara atau gambaran bagaimana kondisi masyarakat
tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan secara nyata, khususnya yang tinggal di sekitar
hukum mengikat. Pernyataan tersebut tentu akan hutan adat. Selain pengumpulan data dengan
memberikan konsekuensi, yaitu memperkuat teknik pengamatan juga dilakukan pegumpulan
kedudukan hutan adat. Namun dalam pandangan teknik dokumentasi. Dalam pendokumentasian
peneliti UU tersebut belum terbentuk suatu pola terkait dengan data-data semacam statistik,
perlindungan yang pasti sehingga masih rawan dokumen-dokumen terkait dengan hutan adat, desa
konflik. Maka dari itu, perlu dicarikan pola adat, dll, serta dokumen foto. Dari dua teknik
perlindungan hutan adat pasca putusan MK pengumpulan data tersebut selanjutnya dilakukan
tersebut. teknik pengumpulan data berupa wawancara.
Jurnal lainnya yang cukup memiliki Dari hasil pengamatan kedaan masyarakat
relevansi dengan penelitian ini yaitu kajian hutan di sekitar Pulau Barasak Desa Pilang Kecamatan
adat pada Jurnal Society, Volume V, Nomor 2, Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau, dalam
Desember 2017 /16 /2017 dengan judul “Hutan berbagai aspek cukup baik. Artinya hampir semua
Adat dan Kelas Menengah: Titik Balik Reforma sektor pekerjaan ada dan tersedia sesuai dengan
Agraria di Indonesia” yang ditulis oleh Iskandar kondisi alam di Desa Pilang. Beberapa kegiatan
Zulkarnain. Menurutnya reformasi agraria arena yang dilakukan oleh masyarakat Pilang antara lain
hutan adat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 35 menjadi abdi negara yaitu sebagai pegawai negeri,
/ PUU-X / 2012 tidak dapat didasarkan pada berkerja di proyek swasta seperti membangun
dominasi negara (pemerintah) melalui agenda jembatan, pembangunan jalan, berdagang,
teritorialisasi negara hutan dan bukan pada AMAN berkebun sawit, mencari ikan, mendulang emas,
sebagai representasi perjuangan adat dari menganyam rotan, berkebun rotan, menyadap
paradoks kepentingan. karet, menanam buah nanas, merawat durian, dan
pekerjaan-pekerjaan lainnya.

71
Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100
https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

Kehidupan bermasyarakat di sekitar Desa terpumpun mengatakan, bahwa sampai saat ini
Pilang berjalan sebagaimana di kabupaten- belum ada kegiatan, walaupun pernyataan ini
kabupaten sekitarnya seperti di daerah Kapuas, dibantah oleh responden yang lain bernama Jenta
maupun di daerah Buntok. Dari aspek keagamaan seorang ibu-ibu yang aktif sebagai pengurus hutan
masyarakat di daerah Pilang merupakan desa dan Hutan adat yang juga aktif dalam
masyarakat yang heterogen, karena terdapat kegiatan menganyam rotan khas Dayak. Selain Bu
banyak agama yang hidup rukun di daerah tersebut Jenta, Pak Kasir Jamal mengatakan bahwa pasca
seperti agama leluhur Dayak Ngaju yaitu ditetapkannya Pulau Barasak sebagai hutan adat,
Kaharingan, agama Islam, Agama Kristen, dll. telah ada kegiatan berupa agroforestery berupa
Keharmonisan dalam hubungan beragama ini pemberian bibit kayu, buah-buahan maupun
merupakan cermin dari Huma Betang yaitu rumah pemberian ternak berupa sapi. Artinya bahwa
tradisional Dayak Ngaju yang memiliki filosofi hidup terdapat dampak positif pasca diresmikannya Pulau
dalam satu wadah beragam keyakinan namun tetap Barasak sebagai Hutan Adat. Dengan adanya
menjaga keharmonisan dan keselarasan. Filosofi pemberian bibit ini, agar masyarakat rajin dalam
Huma Betang ini menjadi landasan pokok bagi menanam tanaman sehingga masyarakat tidak
masyarakat dalam memahami apa itu hanya menebang namun pada sisi lain juga harus
keberagaman, multikulturalisme, dan pluralisme. menanam.
Terkait dengan status Hutan Adat,
Dampak Kelestarian Hutan Adat Pasca Surat menurut salah seorang responden berpendapat
Keputusan Dari Menteri Lingkungan Hidup
bahwa walaupun Pulau Barasak sudah terdapat
Melalui beragam teknik pengumpulan data surat keputusan sebagai hutan adat, namun bagi
baik dari observasi, dokumentasi, maupun melalui mereka, itu belum sepenuhnya resmi, demikian
diskusi terpumpun diperoleh beberapa temuan pernyataan Pak Kasir Jamal yang merupakan salah
data. Beberapa diantaranya, bahwa sebagian satu anggota di kepengurusan pengelola Hutan
masyarakat belum sepenuhnya tahu kalau di Adat, karena surat keputusan tersebut harus
daerahnya terdapat hutan adat sebagaimana yang diserahkan langsung dari presiden ke masyarakat
santer diperbincangkan baik pada level masyarakat yang tinggal di wilayah Pulau Barasak. Dampak
umum maupun di level pemerintahan, bahkan dari ditetapkannya pulau Barasak sebagai hutan
dalam diskusi di beberapa media sosial. adat, hingga kini tidak ada pelanggaran berupa
Pasca ditetapkannya Pulau Barasak Desa penebangan pohon, baik yang dilakukan
Pilang Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang masyarakat luar maupun masyarakat di sekitar
Pisau sebagai hutan adat oleh pemerintah sejauh Pulau Barasak sendiri.
ini menurut masyarakat yang diwakili dalam diskusi

72
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

Dalam diskusi terpumpun yang diadakan di dilakukan masyarakat selama ini dengan penuh
kantor desa Pilang Bapak Apou Deh. S yang tanggung jawab, karena dilakukan secara turun
merupakan ketua RT mengatakan bahwa dengan temurun, bahkan sebelum acara pembakaran lahan
keberadaan hutan adat di desa Pilang, dilakukan, juga dilakukan ritual agar yang dilakukan
masyarakatnya mendapatkan bantuan berupa bibit diridhoi oleh yang maha kuasa.
kelapa kopyor. Upaya pemerintah setempat dengan Di sisi lain sistem pembakaran lahan yang
memberikan bibit ini agar masyarakat dilakukan juga dengan cara-cara yang arif sesuai
mendayagunakan tanaman yang produktif sehingga dengan kultur lokal yang telah ada sejak ribuan
kemudian tidak perlu mengganggu tanaman yang tahun lalu seperti dibuat sekat bakar yang disebut
ada di lingkungan hutan adat, dan terbukti sejauh pematang yang dibuat keliling lahan yang akan
ini menurut pengakuan masyarakat Desa Pilang dibakar sehingga tidak akan merembet ke lahan
tidak ada pelanggaran yang berkaitan dengan yang lain di sekitarnya. Berbeda dengan yang
hutan adat di pulau Barasak. Perlu diketahui bahwa dilakukan orang-orang saat ini, dimana ketika
pada masa lalu di sekitar pulau Barasak dikabarkan pembukaan lahan baru mereka langsung
ramai dengan penambangan emas yang hingga kini membakar tanpa melakukan proses tersebut
dapat dilihat bekas galian tersebut. sehingga terjadilah kebakaran hutan.
Menurut Ibu Jenta pelarangan perambahan Dalam kebudayaan Dayak khususnya yang
hutan dan pembakaran lahan memiliki hal yang terdapat di wilayah Pulau Barasak pembukaan
positif dan juga negatif. Hal positif dengan adanya lahan baru tidak dilakukan secara individual, namun
pelarangan perambahan hutan dan pembakaran dilakukan secara berkelompok, semisal satu
hutan yaitu hutan tetap lestari, namun terdapat hal- kelompok pembukaan lahan baru terdiri dari 20
hal yang negatif terkait dengan pelarangan tersebut orang yang berasal dari tiga hingga lima keluarga.
yaitu, masyarakat takut untuk membuka lahan Masing-masing memiliki tugas yang berbeda sesuai
pertanian yang baru, karena mereka memiliki dengan kemampuan atau kapasistas yang dimiliki
kebiasaan yang sebelumnya yaitu dengan cara yang bersangkutan. Salah satu kelebihan dari
membakar namun kini mereka tidak berani lagi bekerja dengan berkelompok ini adalah menjaga
menggunakan cara tersebut karena adanya aturan agar lahan tidak terbakar, walaupun memang ada
hukum yang mengaturnya. Hal negativ yang cerita bahwa orang Dayak juga memiliki
dirasakan dari pelarangan tersebut yaitu, kemampuan ilmu yang dapat menahan agar api
masyarakat kini enggan menanam padi karena, tidak menjalar ke lahan yang lain. Menurut Bapak
mereka takut membuka lahan baru sebagaimana Kasir Jamal ada seorang Dayak yang dikenal
yang sering lakukan selama ini. Perlu dipahami sebagai Raja Mandak atau orang yang memiliki
bersama bahwa sistem pembakaran yang kemampuan menahan api agar tidak menjalar

73
Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100
https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

dengan menggunakan ilmu yang dimilikinya. Selama ini kita hanya mengenal alam dan
Namun keahlian semacam ini tidak lagi muncul di manusia sebagai hubungan antara subyek dan
dalam masyarakat Desa terutama di Desa Pilang. obyek. Alam dengan segala isinya dianggap
Pembakaran lahan dalam masyarakat sebagai obyek seperti hutan yang dapat digunakan
Dayak sebenarnya memiliki banyak hal positif sebagaimana yang diingini oleh manusia sebagai
sebagaimana yang diutarakn oleh salah seorang subyeknya. Hutan dieksploitasi untuk kepentingan
responden dalam diskusi terpumpun yang diadakan ekonomi manusianya. Dalam pemikiran yang bijak
di kantor desa Pilang, yaitu Ibu Jenta yang bahwa hubungan subyek dan obyek semacam ini
mengatakan bahwa pada jaman dahulu masyarakat tidak dapat dipertahankan lagi. Karena telah
desa tidak biasa membeli pupuk untuk tanaman terbukti banyak mendatangkan malapetaka yang
padi mereka, namun sudah cukup diberikan dengan ditimbulkan oleh kesewenang-wenangan manusia
abu hasil bakaran lahan tersebut karena abu hasil sebagai pelaku utama. Anggapan umum di atas
bakaran tersebut memiliki banyak kandungan positif ternyata berbeda sekali dengan suku Dayak yang
yang dapat membantu pertumbuhan tanaman padi terdapat di Kalimantan, manusia Dayak
dan tanaman yang lainnya. Menurut Ibu Jenta memposisikan dirinya linear dengan alam bukan
dengan adanya pelarangan pembakaran lahan, merupakan hubungan yang vertikal atas bawah.
sangat berdampak pada dirinya sehingga saat ia Hutan di mata orang Dayak telah menjadi satu
mulai membeli pupuk kimia bahkan ia sendiri ikatan yang tidak dapat dilepaskan karena selama
sebagai konsumen beras bukan sebagai produsen, ini orang Dayak yang telah beribu-ribu tahun tinggal
karena dibelenggu oleh aturan pembukaan lahan di pedalaman hutan belantara. Sehingga hutan
baru tersebut.
bukan lagi sebagai obyek untuk dieksploitasi saja
akan tetapi mempunyai nilai lebih yang sangat
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelestarian berbeda dengan kaum kapitalis yang hanya
dan Kerusakan Hutan Adat Pasca
Diresmikannya Sebagai Hutan Adat Oleh memandang hutan sebagai objek eksploitasi untuk
Pemerintah mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Sebelum diresmikannya hutan adat Desa Pilang
Hubungan antara orang Dayak dan alamnya
Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau
selain linear hubungan lainnya juga dapat
pada dasarnya kesadaran masyarakat tersebut
digolongkan dengan hubungan yang saling
sudah cukup tinggi, artinya tanpa adanya aturan
mempengaruhi. Hubungan antara orang Dayak dan
yang mengikat soal perambahan hutan, masyarakat
alamnya tersebut menurut teori ekologi modern
sudah paham betul arti penting alam bagi dirinya
merupakan hubungan timbal balik. Di mana
sehingga sulit bagi mereka untuk melakukan
manusia tidak hanya diposisikan pada tataran
pelanggaran tersebut.

74
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

subyek semata khususnya dalam memperlakukan masyarakat Dayak sudah dibiasakan dengan
hutannya akan tetapi di sini alam turut menjadi aturan-aturan yang berasal dari adat yang telh
subyek yang dapat memberikan pengaruh terhadap disepakati bersama seperti pelarangan
prilaku manusia di sekitarnya. mengganggu pada hutan larangan seperti tanah
adat di tanah Patahu di mana masyarakat Dayak
Kembali pada pembahasan semula bahwa,
menunaikan nadzarnya. Selain Patahu juga
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
terdapat tanah adat Pahewan yaitu tempat di mana
masyarakat hutan adat Desa Pilang mengapa
masyarakat Dayak dapat atau boleh berburu
mereka tidak melakukan perambahan hutan di
hewan, namun dengan tetap mengikuti aturan yang
sekitar hutan adat karena, dalam diri seorang
berlaku dalam masyarakat. Selain itu juga terdapat
Dayak sejati telah tertanam arti penting alam bagi
tanah adat yang disebut sebagai tanah adat Kaleka
dirinya dan manusia. Selain itu dalam ajaran agama
yaitu tanah ulayat di mana para leluhur
yang mereka anut apakah itu agama Kaharingan,
dimakamkan. Tanah adat lainnya yang juga dijaga
Islam ataupun Kristen juga telah diajarkan tentang
keberadaannya adalah tanah adat Kanuahan
larangan untuk mengekploitasi alam.
sebuah tempat di mana pusaka leluhur dipendam,
Hal-hal lain mengapa masyarakat Dayak yang
dan yang terakhir adalah tanah adat yang disebut
tinggal di sekitar hutan adat di Pulau Barasak tidak
Keramat dipercaya masyarakat sekitar, sebagai
mau merusak hutan adat tersebut karena dari hutan
tempat turunnya putri kayangan atau putri-putri
tersebut mereka dapat hidup. Dari hutan
dalam mitologi Dayak yang sangat dikeramatkan.
masyarakat dapat memanfaatkan tumbuhan obat-
Bersandarkan pada alasan-alasan di atas
obatan, buah-buahan, hasil rotan, kulit kayu,
itulah mengapa hampir tidak ada pelanggaran yang
hewan-hewan yang layak untuk dimakan semacam
dilakukan oleh masyarakat Dayak yang tinggal di
ayam hutan, burung-burung dengan populasi yang
sekitar hutan adat di Desa Pilang Kecamatan
tinggi, tupai, dll. Tidak hanya itu di sekitar hutan
Jabiren Raya Kabupaten Pulang, karena di dalam
bahkan di dalam hutan banyak kubangan-kubangan
diri mereka telah tertanam nilai-nilai baik yang
air yang didiami oleh ikan-ikan, sehingga di musim
berasal dari budaya masayarakat sendiri, agama
kering masyarakat dapat mengambilnya dengan
yang dianut maupun aspek-aspek mitologi yang
cara menguras atau dengan cara tradisional
dipercayainya. Selain itu juga karena ada aspek
lainnya.
ekonomi selain aspek hukum.
Kesadaran lainnya mengapa masyarakat yang
KESIMPULAN DAN SARAN
tinggal di sekitar hutan adat Desa Pilang
Kesimpulan
Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau
Melalui proses pengumpulan data
tidak melakukan perambahan, karena sejak dahulu
diperoleh beberapa poin penting terkait dengan

75
Vol 14 No 2 Desember 2020 : 66 – 77 ISSN : 1978-4562 e-ISSN : 2175-0100
https://doi.org/10.36873/aev.2020.14.2.66

pengaruh diresmikannya hutan adat di wilayah seperti perguruan tinggi sebagai salah satu problem
Pulau Barasak Desa Pilang Kecamatan Jabiren solver masyarakat.
Raya Kabupaten Pulang Pisau terhadap kelestarian DAFTAR PUSTAKA
hutan diperoleh beberapa temuan antara lain:
Baier, Martin. 2007. The Development of a New
sebagian masyarakat belum sepenuhnya tahu Religion in Kalimantan, Central Borneo,
kalau di daerahnya terdapat hutan adat, sejauh ini Asian Anthropology, 6:1, 169-182, DOI: To
link to this article:
menurut masyarakat belum ada kegiatan terkait http://dx.doi.org/10.1080/1683478X.2007.1
hutan adat, walaupun pernyataan ini dibantah oleh 0552574.

responden lainnya, masyarakat lebih rajin setelah Coomans, Mikhail. 1987. Manusia Daya Dahulu,
Sekarang, Masa Depan. Jakarta: Gramedia
mendapat batuan bibit tanaman dan ternak dari Pustaka.
pemerintah, dan dengan adanya pemberian bibit Denzim, K.Norman & Collin, S Yvonna. 2011. The
ini, masyarakat rajin dalam menanam tanaman Sage Handbook :Qualitative Research I,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
sehingga masyarakat tidak hanya dapat merusak
Ferry Hartaku, 2019 “Peranan hukum adat dalam
pohon. Terkait dengan faktor-faktor yang menjaga kelestarian hutan adat Telang
mempengaruhi kelestarian dan perusakan hutan Siong Kecamatan Paju Epat Kabupaten
Barito Timur Kalimantan Tengah”. Skripsi
adat Desa Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Fakultas Petanian Univeritas Palangka
Kabupaten Pulang Pisau pasca diresmikannya Raya.
sebagai hutan adat oleh pemerintah ditemukan Gusliana HB. 2016 “Pola Perlindungan Hutan Adat
Terhadap Masyarakat Adat Di Provinsi
beberapa temuan penelitian antara lain: kesadaran Riau Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
yang tumbuh secara kultural, kesadaran karena Nomor 35/Puu-X/2012” pada jurnal hukum
RESPUBLICA Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum
ajaran agama yang dianut masyarakat, adanya Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum
kesadaran secara internal, bahwa sebagai sumber Pidana.
kehidupan, kesadaran yang muncul karena hutan Herdiansyah, Haris. 2015. Wawancara, Observasi,
memiliki kekuatan sakral dan kesadaran karena takut dan Vocus Groups, Sebagai Instrumen
Penggalian data Kualitatif. Jakarta: PT Raja
adanya hukuman yang berlaku.
Grafindo Persada.
Saran
Hose, Charles & William Mc Dougell. 1912. The
Banyak hal yang signifikan yang dapat Pagan Tribes of Borneo. London:
dikaji lebih jauh terkait dengan hutan adat ini, Macmillan.

karena setelah dilakukan observasi di lapangan Iskandar Zulkarnain. 2017 dengan judul “Hutan
Adat dan Kelas Menengah: Titik Balik
didapati permasalahan yang jauh lebih komplek di Reforma Agraria di Indonesia” Jurnal
dalam masyarakat yang perlu segera ditangani baik Society, Volume V, Nomor 2, Desember
2017 /16 /2017
oleh pemerintah maupun oleh lembaga kajian
Lubis, Akhyar Yusuf. 2014. Teori dan Methodologi
Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya

76
Misrita,, Yetrie Ludang, Risa Masdania, Imam Qalyubi, Herry Palangka Jaya Pengaruh Legalitas Hak Komunal Hutan Adat Di Pulau Barasak, Desa
Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Terhadap
Kelestarian Hutan Adat

Kontemporer. Jakarta : Rajagrafindo Diakses pada hari minggu, 15 November 2020


persada. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pul
ang_Pisau)
Lubis, Zulkarnain Dkk.2019. Panduan Pelaksanaan
Penelitian Sosial. Yogyakarta: Andioffset.
Kementrian Penerangan, R. 1953. Republik
Indonesia : Provinsi Kalimantan. Jakarta:
Kementrian Penerangan R.I.
Safrin Salam. 2016 “Perlindungan Hukum
Masyarakat Hukum Adat Atas Hutan Adat”
jurnal hukum Novelty Vol 7, No 2 (2016).
Scharer, H. 1963. The Conception of God Among A
South Borneo People. Netherland: The
Hague-Martinus Nijhof.
Sugiyono 2017. Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D. Bandung: Albafeta.
Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2015. Dasar-
dasar Penelitian Kualitatif. Yoyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2015. Metode
Penelitain Sosial: Beebagai Alternatif
Pendekatan, Edisi Ketiga. Jakarta: Prenada
Media Group.
Ukur, Fridolin. 1992. “Agama Suku Dayak: “Hindu
Kaharingan”. Dalam Majalah PENINJAU
edisi 1992/2/1993/1 TH:XVII/2/XVIII/1.
Diterbitkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Persekutuan Gereja-
Gereja di Indonesia.
Rushestiana Pratiwi, Tb Unu Nitibaskara dan
Messalina L Salampessy Kelembagaan
Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan
Adat (Studi Kasus di Kasepuhan Pasir
Eurih, Desa Sindanglaya, Kecamatan
Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten) (Jurnal Belantara [JBL] Vol. 2, No.
1, Maret 2019 (62-69) 64).
Usop. KMA.M.dkk. 1977/1978. Sejarah Daerah
Kalimantan Tengah. Jakarta: Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan
Daerah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sumber Internet:

77

You might also like