Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 59

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK


UREA TERHADAP EMISI GAS DINITROGEN OKSIDA (N2O)
PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI TANAH GAMBUT

INFLUENCE OF DOLOMITE LIME AND UREA FERTILIZER ON


DINITROGEN OXIDA (N2O) EMISSIONS IN RICE PLANTS (Oryza
sativa) ON PEAT SOIL

Deka Lamsari
05101181621058

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK


UREA TERHADAP EMISI GAS DINITROGEN OKSIDA (N2O)
PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI TANAH GAMBUT

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya

Deka Lamsari
05101181621058

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
SUMMARY

DEKA LAMSARI. Influence Of Dolomite Lime And Urea Fertilizer On Dinitrogen


Oxida (N2O) Emissions In Rice Plants (Oryza sativa) On Peat Soil (Supervised by
DWI PROBOWATI SULISTYANI and MUH BAMBANG PRAYITNO).

This study aims to determine the appropriate dose of dolomite and lime
fertilizer treatment to reduce or reduce levels of N 2O green house gas emissions in
peat soil. This research was conducted at the Greenhouse of Soil Department, Faculty
of Agriculture, Sriwijaya University, Indralaya, South Sumatra. This research was
conducted from March to June 2020. Analysis of N 2O gas was carried out at the
Laboratory of Agricultural Environment Research Institute, Ministry of Agriculture,
Pati, Central Java. Gas collection and gas analysis in the laboratory are carried out
continuously from March to June 2020. This research uses the Factorial Completely
Randomized Design (RALF) method and is further processed using tables and
graphs. The results of this study indicate that nitrogen gas emissions the oxide is
different for each phase. Observations in the vegetative phase showed that plants with
D2U2 treatment had the highest N2O gas emissions with a value of 0,14 mg/plant,
while in the primordial phase of plants with D0U0 treatment showed the highest
nitrous oxide gas emission results with a value of 0,13 mg/plant. In the generative
phase, plants with dolomite lime treatment at a dose of 10 tonnes/ha and Urea
fertilizer at a dose of 250 kg/ha were the plants with the second highest nitrous oxide
gas emission with a value of 0,13 mg/plant and in the production phase with D1U0
were plants with the highest N2O gas emission with a value of 0,12 mg/plant/day.

Keywords: Greenhouse Gas Rice, Urea Fertilizer, Dolomite Lime, Peat, Methane
Emissions.
RINGKASAN

DEKA LAMSARI. PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK


UREA TERHADAP EMISI GAS DINITROGEN OKSIDA (N2O) PADA
TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI TANAH GAMBUT

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis perlakuan pupuk dan kapur
dolomit yang tepat untuk menurunkan atau menekan kadar emisi gas rumah kaca N 2O
pada tanah gambut. Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Kaca Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan. Penelitian ini
dilakukan pada Maret sampai Juni2020. Analisis gas N2O dilaksanakan di
Laboratorium Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Kementrian Pertanian Pati,
Jawa Tengah. Pengambilan gas dan analisis gas di laboratorium dilaksanakan secara
berkesinambungan yang di mulai dari bulan Maret sampai bulan Juni 2020. Penelitian
ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dan
selanjutnya diolah dengan menggunakan tabel dan grafik. Hasil penelitiannya ini
Menunjukkan bahwa emisi gas dinitrogen oksida berbeda setiap fase. Pada
pengamatan di fase vegetatif menunjukan bahwa tanaman dengan perlakuan
D2U2memiliki emisi gas N2O yang tetinggi dengan nilai 0,14 mg/m2/hari , sedangkan
pada fase primordia tanaman dengan perlakuan D 0U0 menunjukan hasil emisi gas
dinitrogen oksida N2O tertinggi dengan nilai 0,13 mg/m2/hari . Pada fase generatif
tanaman dengan perlakuan kapur dolomit dengan dosis 10 ton/ha dan pupuk Urea
dengan dosis 250 kg/ha merupakan tanaman dengan emisi gas dinitrogen oksida
tertinggi kedua dengan nilai 0,13 mg/m2/hari dan pada pada fase produksi dengan
D1U0 merupakan tanaman dengan emisi gas N2O yang tertinggi dengan nilai 0,12
mg/m2/hari /hari.

Kata Kunci : Padi Gas Rumah Kaca, Pupuk Urea, Kapur Dolomit, Gambut, Emisi
Metana.
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DAN PUPUK


UREA TERHADAP EMISI GAS DINITROGEN OKSIDA (N2O)
PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI TANAH GAMBUT

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian

Oleh:

Deka Lamsari
05101181621058

Indralaya, Juli 2021


Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Dwi Probowati Sulistyani, M.S Dr.Ir.Muh Bambang Prayitno,M.Agr.Sc.


NIP 195809181984032001 NIP 196109201990011001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir.A Muslim, M.Agr


NIP 196412291990011001
PERNYATAAN INTEGRITAS
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Deka Lamsari


NIM : 05101181621058
Judul :Pengaruh Pemberian Kapur Dolomit Dan Pupuk Urea Terhadap Emisi
Gas Dinitrogen Oksida (N2O) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa) Di
Tanah Gambut.
Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dibuat di dalam skripsi ini
merupakan hasil penelitian saya sendiri dibawah supervisi pembimbing, kecuali
disebutkan dengan jelas sumbernya. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya
unsur plagiarisme dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
dari Universitas Sriwijaya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak mendapat
paksaan dari pihak manapun.

Pas foto 4x6


Indralaya, Juli 2021

Deka Lamsari
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Deka Lamsari yang dilahirkan di Kota Lubuk Linggau, 26


Juni 1998. Penulis merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara dari pasangan Sofyan
dan Aminah. Alamat tinggal penulis sekarang di Timbangan, Lorong Tamyiz,
Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.

Penulis masuk pendidikan dasar di SD N 1 Muara Beliti (2004-2010),


melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP N Muara Beliti (2010-2013), dan
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 2 Lubuk Linggau (2013-2016),
penulis kemudian melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas Negeri terbaik di
Sumatera Selatan yaitu Universitas Sriwijaya Pada Program Studi Ilmu Tanah
melalui jalur SNMPTN pada tahun 2016.
Selama menjadi mahasiswa di Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya. Pada tahun 2016/2017 penulis juga pernah aktif sebagai
anggota badan eksekutif mahasiswa Universitas Sriwijaya (BEM KM UNSRI). Pada
tahun 2017/2018 penulis juga pernah aktif sebagai kepala Badan Pengawas Harian
Dapartemen Kominfo (IKAMURA).
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Kapur Dolomit Dan Pupuk Urea Terhadap Emisi Gas
Dinitrogen Oksida (N2O) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa) Di Tanah Gambut”
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik atas
dukungan dan bantuan dari beberapa pihak terkait. Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar besarnya kepada orang tua tercinta ibu dan bapak atas dukungan nasehat
kasih sayang serta doa yang paling beharga. Kepada kakak-kakak yang telah
memberikan dukungan moral maupun materil dan adikku tersayang yang selalu
menjadi motivasi utuk melaksanakan penulisan skripsi.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dosen
Dosen pembimbingibu Dra. Dwi Probowati Sulistyani, M.Sdan Bapak Ir. Muh
Bambang Prayitno M.Agr, Sc. yang telah membimbing dan turut serta dalam
penulisan skripsi.
Ucapan terima kasih xie xie wo jia (ibu, bapak, jie jie (kakak), didi (adik) dan
keluarga besar Ilmu Tanah), han xie xie wo laoshi (terimakasih guru-guru), ni
pengyou (sahabatku Recin Chrisye dan Utari), han ta, xie xie dan mei yige gushi.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun sebagai perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Indralaya, Juli 2021

Deka Lamsari
DAFTAR ISI

Halaman
SKRIPSI........................................................................................................................1

SUMMARY...................................................................................................................3

RINGKASAN................................................................................................................4

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................5

PERNYATAAN INTEGRITAS....................................................................................6

RIWAYAT HIDUP.......................................................................................................7

KATA PENGANTAR...................................................................................................8

DAFTAR ISI.................................................................................................................9

DAFTAR TABEL.......................................................................................................11

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................12

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................13

BAB 1

PENDAHULUAN.......................................................Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang..................................................Error! Bookmark not defined.

1.2 Tujuan Penelitian..............................................Error! Bookmark not defined.

1.3. Manfaat Penelitian............................................Error! Bookmark not defined.

1.4. Hipotesis Penelitian..........................................Error! Bookmark not defined.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA..............................................Error! Bookmark not defined.

2.1. Lahan Gambut......................................................Error! Bookmark not defined.

2.2. Klasifikasi Tanah Gambut....................................Error! Bookmark not defined.


2.3. Emisi Gas Rumah Kaca........................................Error! Bookmark not defined.

2.4. Gas Rumah Kaca Dinitrogen Oksida (N2O).....Error! Bookmark not defined.

2.5.Pupuk Nitrogen......................................................Error! Bookmark not defined.

2.6.Tanaman Padi........................................................Error! Bookmark not defined.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN..................................Error! Bookmark not defined.

3.1. Tempat dan Waktu................................................Error! Bookmark not defined.

3.2. Bahan dan Metode Penelitian...............................Error! Bookmark not defined.

3.3. Cara Kerja.............................................................Error! Bookmark not defined.

3.3.1. Persiapan Penelitian.......................................Error! Bookmark not defined.

3.3.2. Kegiatan di Lapangan....................................Error! Bookmark not defined.

3.3.2.1. Pengambilan Tanah yang Digunakan..........Error! Bookmark not defined.

3.3.2.2.Pembuatan Media Tanam.............................Error! Bookmark not defined.


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.3. Pola pH Air Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi........................29
Tabel 4.4. Pola EC Air Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi........................30
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.2.1 Grafik Emisi Gas Dinitrogen oksida (N2O) Pada Fase Vegetatif........16
Gambar 4.2.2Grafik Emisi Gas Dinitrogen oksida (N2O)Pada Fase Primordia........ 18
Gambar4.2.3Grafik Emisi Gas Dinitrogen oksida (N2O) Pada Fase Generatif..........19
Gambar 4.2.4 Grafik EmisiDinitrogen oksida (N2O) Pada Fase Produksi.................21
Gambar 4.2.5 Grafik Emisi Gas Dinitrogen oksida (N2O)Selama Fase
Pertumbuhan........................................................................................24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Denah Penelitian ..............................................................................36
Lampiran 2. Gambar Sungkup ..............................................................................37
Lampiran 3. Tabel Data Emisi Gas N2O pada fase vegetatif ................................50
Lampiran 4. Tabel Data Emisi Gas N2O pada fase primordia...............................54
Lampiran 5. Tabel Data Emisi Gas N2O pada fase generatif.................................54
Lampiran 6. Tabel Data Emisi Gas N2O pada fase produksi.................................54
Lampiran 7. Kegiatan Lapangan............................................................................54
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada
fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air,
kondisi anaerob yang menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan
sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk
tanah gambut (Muslihat, 2003).
Gambut paling luas di Sumatera, disusul Kalimantan dan Papua. Di
Sumatera penyebaran terluas lahan gambut terdapat di sepanjang pantai timur,
yaitu Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Juga terdapat dataran
sempit pantai barat Sumatera yaitu kabupaten Pesisir Selatan (Rawa Lunang),
Agam, Pasaman dan di Muko-muko (Bengkulu). Luas lahan gambut di provinsi
Sumatera Selatan mencapai 1.262.385 juta hektare (Ritung et al., 2011).
Gambut berperan penting seiring dengan semakin sedikitnya lahan
pertanian yang produktif karena yag mengalami alih fungsi lahan. Peningkatan
kebutuhan terhadap sumber daya lahan menyebabkan tingginya tekanan untuk
pemanfaatan gambut sebagai penghasil berbagai komoditas pertanian.
Penggunan lahan gambut untuk pertanian dengan semestinya dan efisien akan
memberikan sumbangan bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Dengan istilah lain, pemanfaatan lahan gambut tidak semestinya akan
menyebabkan kehilangan salah satu sumber daya yang beharga, dikarenakan
lahan gambut merupakan lahan marginal dan sumber daya yang tidak bisa
diperbaharui (Ardajakusuma et al, 2001).
Kegiatan pemupukan dapat memberikan dampak positif, yaitu dengan
peningkatan hasil produksi tanaman. Namun, juga memberi dampak negatif
lainya meningkat emisi N2O dari tanah ( Murdiyarso et al., 2010).
Emisi N2O dari tanah biasanya merupakan hasil sampingan dari nitrifikasi
NH4+ menjadi NO3- dan sebagai hasil antara denitrifiksasi NO3- menjadi N2O
atau nitrogen (N2). Beberapa faktor yang mempengaruhi pelepasan N2O adalah
kelembaban tanah, suhu, ruang pori yang terisi air dan kosentrasi N mineral
(Melling, 2007).
Pemupukan selain dapat untuk meningkatkan hasil produksi tanaman dapat
juga meningkatkan emisi CO2 dan N2O dari tanah (Murdiyarso et al., 2010).
Pupuk nitrogen yang paling sering ditemui di pasaran di Indonesia adalah urea.
Permasalahan yang sering dihadapi di lapangan dalam penggunaan pupuk urea
adalah ketidakefisienan pupuk. Kehilangan nitrogen di dalam tanah dapat
terjadi melalui proses pencucian, menguap ke udara dalam bentuk N2O,
dinitrogen oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), gas amoniak (NH3) dan berubah
menjadi bentuk-bentuk lain yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Karena proses-proses inilah pupuk urea yang diberikan ke dalam tanah tidak
dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara optimal.
Padi merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh di berbagai
jenis tanah salah satunya adalah tanah gambut, budidaya tanaman padi dapat
menghasilkan gas rumah kaca N2O yang dipengaruhi oleh pemupukan dan
perairanya.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur besar emisi N 2O pada tanah
gambut yang ditanami tanaman padi dengan penambahan kapur dolomit dan
pupuk urea dengan dosis yang berbeda.

1.3. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi terhadap pengolahan
lahan gambut agar tidak merusak ekosistem ditanah gambut dan diharapkan
agar dapat diterapkan dalam budidaya tanaman padi dengan dosis kapur
dolomit dan pupuk urea yang terbaik dengan emisi N2O.
1.4. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga kombinasi perlakuan
kapur dolomit dan pupuk Urea pada tanaman padi di tanah gambut dapat
menekan laju emisi N2O dengan dosis 10 ton ha-1 kapur dolomit dan 125 kg ha-1
akan menghasilkan emisi N2O terendah pada tanaman padi di tanah gambut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambut
Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada
fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air,
kondisi anaerob yang menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan
sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk
tanah gambut (Muslihat, 2003).
Tanah gambut memiliki ciri khas rentan dengan perubahan (fragile),
Relatif kurang subur, dan kering tak dapat balik (irreversible). Tanah gambut
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian
mengalami perombakan, mengandung minimal 12-18% C-Organik dengan
ketebalan minimal 50 cm, tanah gambut juga terbentuk dari hasil dekomposisi
bahan-bahan organik dalam keadaan anaerob (Hakim et al., 1986). Tanah
gambut juga bersifat masam, kemasaman gambut ini dipengaruhi oleh
kandungan asam asam organik yang terdapat pada koloid gambut. Tanah
gambut yang telah mengalami kekeringan, koloidnya akan rusak dan tidak bisa
mendukung ketahanan tanah gambut tersebut. Hal ini dikarenakan, tanah akan
memiliki sifat seperti pasir yang tidak dapat menahan air, dimana koloid
berperan penting dalam mengikat air. Selain itu, hara makro dan mikro pada
tanah gambut sangat sedikit tersedia, tingkat kemasaman yang tinggi dengan
nilai pH 4-5, serta rendahnya kejenuhan basa berkisar 60%. Tanah gambut
memiliki kadar air yang tinggi karena selalu tergenang, hal ini menyebabkan
bobot volume menjadi rendah, tanah menjadi lembek dan daya menahan
bebannya juga rendah.
Lahan gambut dapat menyimpan karbon sebesar 3.000 t ha -1.
Keragaman simpanan karbon dalam gambut ditentukan oleh kedalaman
gambut, kematangan gambut, bobot isi, kadar abu, dan vegetasi di atasnya
(Dariah et al., 2013). Simpanan karbon bersifat labil, adanya konversi lahan
gambut alami menjadi areal budidaya tanaman pertaniandapat menurunkan
kualitas gambut dan dapat merusak sifat fisik dan kimia gambut, penurunan
cadangan karbon, dan pelepasan gas-gas rumah kaca ke atmosfer (Hooijer et
al., 2014).

2.1.1. Klasiifikasi Tanah Gambut


Dalam sistem klasifikasi Taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols
dan didefinisikan secara kuantitatif atau terukur, mengikuti definisi ini, maka
Histosols harus terdiri atas bahan tanah organik, yaitu:
Kandungan C-organik minimal 12%, apabila tidak mengandung fraksi liat
(0%); atau fraksi kandungan C-organik minimal 18%, apabila mengandung
fraksi liat 60% atau lebih; atau fraksi jika kandungan fraksi liat antara 0-60%,
maka kandungan C-organik adalah 12% + (% kandungan liat dikalikan 0,1).
Tingkat dekomposisi atau pelapukan/perombakan bahan organik gambut dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik (awal), hemik (tengahan) dan saprik
(Ianjut), tergantung dari kandungan serat (fibers) yang menyusunnya.
Fibrik : gambut dengan tingkat dekomposisi awal, yaitu kandungan serat
tumbuhan lebih dari 75%, atau masih lebih dari tiga perempat bagian dari
volumenya.
1. Hemik : gambut dengan tingkat dekomposisi tengahan, yaitu kandungan
serat antara 17-75%, atau tinggal antara 1/6-3/4 bagian volumenya.
2. Saprik : gambut dengan tingkat dekomposisi lanjut, yaitu kandungan
seratnya kurang dari 17%, atau tinggal kurang dari 1/6 bagian dari
volumenya. Gambut saprik biasanya berwarna kelabu sangat gelap sampai
hitam. Sifat-sifatnya, baik sifat fisik maupun kimianya, relatif sudah stabil.

Menurut Agus (2008) klasifikasi gambut berdasarkan kesuburannya dapat


dibedakan menjadi tiga yaitu, gambut eutrofik, mesotrofik dan oligotrofik.
Gambut eutrofik adalah gambut yang subur akan bahan mineral dan basa-basa
serta unsur hara lainnya. Hal ini di karenakan gambut eutrofik biasanya
menempati cekungan-cekungan kecil di rawa belakang sungai sehingga
mendapat kesuburan dari endapan sungai. Gambut mesotrofik yaitu gambut
yang memiliki kandungan mineral dan basa-basa yang sedang. Sedangkan
gambut oligotrofik merupakan gambut yang tidak subur karena miskin akan
mineral dan basa-basa.

2.1.2. Pembentukan Tanah Gambut


Menurut Noor et al (2015) pembentukan gambut merupakan proses
transformasi dan translokasi. Proses transformasi merupakan proses
pembentukan biomassa dengan dukungan nutrisi terlarut, air, udara dan radiasi
matahari. Proses translokasi merupakan pemindahan bahan oleh gerakan air
dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan oleh gerakan
angin (udara) akibat perbedaan tekanan. Akibat proses pembentukan biomasa
dari sisa tumbuhan setempat lebih cepat dari proses perombakannya, maka
terbentuklah lapisan bahan organik dari waktu ke waktu.
Pembentukan gambut di wilayah tropika bermula dari adanya genangan di
daerah rawa, danau maupun cekungan yang didukung oleh curah hujan yang
tinggi sehingga proses pencucian basa-basa dan pemasaman tanah berlangsung
intensif diikuti dengan penurunan aktivitas jasad renik perombak bahan organik
(Rieley et al. 1996). Gambut yang terbentuk di daerah rawa belakang sungai
terisi oleh limpasan air sungai yang membawa bahan erosi dari hulunya,
sehingga timbunan gambut bercampur dengan bahan mineral disebut gambut
topogen yang biasanya relatif subur.

2.1.3. Karakteristik Tanah Gambut


Tanah gambut mempunyai karakteristik yang khas dan spesifik, terkait
dengan kandungan bahan penyusun, ketebalan, kematangan, dan lingkungan
sekitarnya yang berbeda. Karakterisitik spesifik dari tanah gambut yang
membedakan dengan tanah mineral umumnya, antara lain : (1) mudah
mengalami kering tak balik (irreversible drying), (2) mudah ambles
(subsidence), (3) rendahnya daya dukung (bearing capacity) lahan terhadap
tekanan, (4) rendahnya kandungan hara kimia dan kesuburannya (nutrient) dan
(5) terbatasnya jumlah mikroorganisme.
Tanah gambut mempunyai karakteristik yang unik dan memiliki
multifungsi seperti pengatur tata air, pengendali banjir, sebagai habitat (tempat
hidup) aneka ragam jenis makhluk hidup dan sebagai gudang penyimpan
karbon, sehingga berperan sebagai pengendali kesetabilan iklim global
(Jauhiainen et al. 2008). Perbedaan karakteristik gambut disebabkan adanya
perbedaan bahan penyusun, tingkat dekomposisi, ketebalan, lingkungan, lapisan
substratum, dan proses pembentukannya (Jordan et al. 2007). Karakteristik
tanah gambut sangat berbeda dengan tanah mineral (Soil Survey Staff 2010),
berkaitan dengan sifat kimia, fisika, dan biologi. Karakteristik gambut dapat
berubah akibat adanya tindakan manusia berupa pembukaan lahan, pembakaran
lahan, pembuatan saluran drainase dan penambangan.

2.2. Emisi Gas Rumah Kaca


Kemampuan gas-gas di atmosfer untuk meneruskan radiasi gelombang
pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi
gelombang panjang (infra merah) yang dipancarkan bumi disebut dengan gas
rumah kaca (Murdiyarso, 2003). Energi yang dipancarkan tersebut
menyebabkan pemanasan permukaan bumi. Akan tetapi apabila konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer meningkat akan terjadi pemanasan global.Emisi gas
CO2, CH4 dan N2O masing-masing menyumbang 55 %, 22 % dan 6% dari total
efek rumah kaca. CH4 dan N2O mempunyai efek pemanasan global, dimana 21
dan 310 kali lebih besar dari CO2.
Bahan organik yang terdekomposisi pada kondisi anaerobik menghasilkan
gas metan (CH4), sedangkan N2O terbentuk terutama pada proses nitrifikasi dan
denitrifikasi. Konsentrasi N2O di atmosfer meningkat dari 270 ppb pada era pra
industry menjadi 319 ppb pada tahun 2005.Emisi gas rumah kaca pada lahan
sawah dipengaruhi oleh kondisi oksidasi dan reduksi. Emisi gas metana lebih
tinggi pada kondisi sawah saat tergenang, sebaliknya emisi gas N2O lebih tinggi
pada sawah saat kondisi kering. Peran lahan sawah tadah hujan sebagai
“source” dan “sink” GRK dalam pola tanam satu tahun akan menentukan net
emisi GRK meskipun sangat dipengaruhi juga oleh budidaya dan pengelolaan
lahan.

2.2. 1. Gas Rumah Kaca Dinitrogen Oksida (N2O)


Dinitogen oksida N2O merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas
pemupukan melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen dalam tanah
(Melling, 2007). Proses nitrifikasi sendiri merupakan proses aerobik dilakukan
oleh jasad renik autotrop maupun heterotop di dalam tanah. Proses nitrifikasi
berlangsung dua tahap secara terpisah, yaitu (1) oksidasi ammonia menjadi
nitrit dengan hasil berupa hidroksida yang telah dilakukan oleh bakteri
pengoksidasi ammonia seperti Nitrosomonas sp, (2) Oksidasi nitrit menjadi
nitrat dilakukan oleh bakteri pengoksidasi nitrit.
Potensi gas N2O dalam pemanasan rumah kaca 200 kali lebih kuat dari
pada CO2 dan telah berlangsung selama 100 hingga 175 tahun. N 2O adalah
salah satu gas biogenik yang dihasilkan akibat dari adanya perubahan
penggunaan lahan, pemakaian bahan bakar fosil, pembakaran biomassa dan
penggunaan pupuk nitrogen yang intensif, asam-asam nitrik dan adipik dari
proses pembutan nilon. Sumber utama N2O atmosfer berasal dari proses
mikrobiologi baik secara alamiah maupun antropogenik (Hutabarat, 2001).
Emisi N2O dari tanah biasanya merupakan hasil sampingan dari nitrifikasi
NH4+ menjadi NO3- dan sebagai hasil antara denitrifikasi NO 3- menjadi N2O
atau nitrogen (N2). Adapun faktor yang mempengaruhi pelepasan N2O adalah
kelembaban tanah, suhu, ruang pori yang terisi air, dan konsentrasi N mineral
(Melling, 2007).
2.3. Karakteristik Pupuk Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara makro essensial, menyusun sekitar 1,5 %
bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Menurut
Hardjowigeno (2003) nitrogen dalam tanah berasal dari, bahan organik tanah
yaitu bahan organic, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk dan
air hujan.
Manfaat dari nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada
fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak,
enzim dan persenyawaan lain (Susanto, 2005). Kadar nitrogen tanah biasanya
sebagai indikator dasar untuk menentukan dosis pemupukan urea. Pupuk
nitrogen yang paling sering ditemui di pasaran di Indonesia adalah urea.
Permasalahan yang sering dihadapi di lapangan dalam penggunaan pupuk urea
adalah ketidakefisienan pupuk.
Unsur nitrogen diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Berperan penting dalam hal
pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis, unsur N
berperan untuk mempercepat fase vegetatif karena fungsi utama unsur N itu
sendiri sebagai sintesis klorofil. Klorofil berfungsi untuk menangkap cahaya
matahari yang berguna untuk pembentukan makanan dalam fotosintesis,
kandungan klorofil yang cukup dapat membentuk atau memacu pertumbuhan
tanaman terutama merangsang organ vegetatif tanaman. Pertumbuhan akar,
batang, dan daun terjadi dengan cepat jika persediaan makanan yang digunakan
untuk proses pembentukan organ tersebut dalam keadaan atau jumlah yang
cukup (Purwadi, 2011).
Tanaman padi memerlukan banyak hara N dibanding hara P ataupun K.
Hara N berfungsi sebagai sumber bahan untuk pertumbuhan tanaman,
pembentukan anakan, pembentukan klorofil yang penting untuk proses
asimilasi, yang pada akhirnya memproduksi padi untuk pertumbuhan dan
pembentukan gabah. Nitrogen merupakan hara makro yang sangat penting
untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion
NO3- atau NH4+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman
adalah 2%-4% berat kering. Dalam tanah, kadar nitrogen sangat bervariasi,
tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanaman lahan
kering umumnya menyerap ion nitrat (NO3-) relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan ion NH4+.
Kehilangan nitrogen di dalam tanah dapat terjadi melalui proses pencucian,
menguap ke udara dalam bentuk N2, dinitrogen oksida (N2O), nitrogen oksida
(NO), gas amoniak (NH3), dan berubah menjadi bentuk-bentuk lain yang tidak
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Karena proses-proses inilah pupuk urea yang
diberikan ke dalam tanah tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara
optimal.

2.4. Tanaman Padi


Padi merupakan tanaman pangan yang utama bagi rakyat Indonesia (Purba
etal., 2012). Menurut Yoshida (1981), usia tanaman padi siap panen adalah 3-6
bulan dari perkecambahan, tergantung pada varietas dan kondisi lingkungan
tempat padi tumbuh. Padi mengalami fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai
pembentukan bakal malai atau sampai pada fase primordial), reproduktif
(primordial sampai pembungaan) dan pematangan (pembungaan sampai gabah
matang).
Budidaya padi dilakukan di sawah yang berupa lahan dengan kemiringan
relatif datar (Alarima etal., 2013). Tsujimoto et al. (2009), menyatakan bahwa
budidaya padi di sawah merupakan teknologi dengan biaya irigasi yang murah
dan pemakaian airnya pun dapat dikendalikan. Hasil budidaya padi di sawah
konvensional adalah sebesar 4 ton/ha-1(Alarima et al., 2013)
Hal tersebut menjadikan tanaman padi mempunyai nilai spiritual, budaya,
ekonomi, maupun politik bagi bangsa Indonesia karena dapat mempengaruhi
hajat hidup banyak orang (Utama, 2015). Padi sebagai makanan pokok dapat
memenuhi 56 – 80% kebutuhan kalori penduduk di Indonesia.
Klasifikasi tanaman padi :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.
Tanaman padi yang mempunyai nama botani Oryza sativa dan dapat
dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di lahan kering dan
padi sawah yang memerlukan air menggenang dalam pertumbuhan dan
perkembangannya Genus Oryza L. meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di
daerah tropik dan sub tropic seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia.
Tanaman padi sawah tersusun oleh akar, batang, daun, bunga dan buah.
Salah satu faktor penentu pertumbuhan bagi tanaman padi adalah air. Hal
ini dikarenakan air berperam sebagai penyusun utama jaringan yang aktif
mengadakan kegiatan fisiologis maupun untuk memelihara turgiditas yang
penting dalam pertumbuhan tanaman. Menurut Handayani et al., (2013), padi
dapat bertahan pada kondisi kelebihan air melalui proses adaptasi morfologi.
Adaptasi yang dilakukan adalah melalui pembentukan jaringan aerenkim di
korteks akar, rimpang dan batang yang mampu berperan dalam peningkatan
aerasi. Padi juga dapat bertahan pada kondisi kekurangan air dengan
mengurangi luas permukaan daun, memperpendek siklus tumbuh, kemampuan
menembus lapisan tanah paling dalam, melindungi meristem akar dari
kekeringan, dan mengatur bukaan stomata. Pertumbuhan padi yang optimal
dalam hal ini akan lebih dapat tercapai apabila air yang tersedia tidak dalam
kondisi kelebihan maupun kekurangan (Lestari, 2006).
Pertumbuhan tanaman padi pada dasarnya terbagi ke dalam tiga fase yaitu:
1) Fase vegetatif, fase awal pertumbuhan kecambah sampai inisiasi malai. Pada
fase ini tinggi tanaman dan jumlah anakan bertambah secara aktif, daun
tumbuh secara teratur. Lamanya fase ini beragam, penyebabnya adalah
adanya perbedaan umur tanaman,
2) Fase reproduktif, pertumbuhan tanaman ditandai dengan memanjangnya
beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan,
munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan,
3) Fase pemasakan, dimulai dari proses pembungaan sampai masak panen. Fase
ini ditandai dengan terjadinya penuaan daun, pertumbuhan bulir padi,
peningkatan ukuran dan bobot gabah, pemasakan bulir padi mulai dari
masak tepung, menguning, dan masak panen
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kaca ATC Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret sampai
Juni 2020. Analisis emisi karbon dioksida akan dilaksanakan di Laboratorium
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Kementerian Pertanian Pati, Jawa
Tengah.

3.2. Bahan dan Metode Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Air, 2) Benih Padi IR-
42, 3) Kapur Dolomit, 4) Pupuk Urea, 5) Pupuk P2O5 (SP-36), 6) Pupuk K2O
(KCl), 7) Tanah Gambut. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1)
ATK, 2) Baterai kering 12 volt, 3) Cangkul, 4) Kotak tabung vacum, 5) Pot
tanaman, 6) Stopwatch/Timer, 7) Sungkup set (closed chamber), 8) Suntikan, 9)
Tabung vacum, 10) Termometer, 11) Kipas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan dua faktor.
Faktor pertama yaitu Kapur Dolomit dengan 3 taraf yaitu:
D0 = 0 ton ha-1
D1 = 10 ton ha-1 (25 gram dolomit per pot)
D2 = 15 ton ha-1 (37,5 gram dolomit per pot)
Faktor kedua yaitu Pupuk Urea dengan 3 taraf yaitu:
U0 = 0 kg ha-1
U1 = 125 kg ha-1 (0,78125 gram Urea per tanaman)
U2 = 250 kg ha-1 (1,5625 gram Urea per tanaman)
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga mendapatkan 27
satuan unit percobaan. Setiap unit percobaan dibuat secara seri sebanyak 4 kali.
Sehingga seluruh perlakuan ada 108 pot.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki beberapa tahapan
yaitu: 1) Persiapan Penelitian, 2) Kegiatan Penelitian, 3) Kegiatan Analisis di
Laboratorium, 4) Peubah Pengamatan, 5) Analisis Data.

3.3.1. Persiapan Penelitian


Persiapan awal dalam penelitian ini yaitu dengan pengumpulan literatur yang
berhubungan dengan penelitian dalam pembuatan studi pustaka. Setelah itu,
dilakukan penyusunan proposal penelitian, pemilihan tempat penelitian,
persiapan alat dan bahan, serta perlengkapan yang diperlukan untuk penelitian di
lapangan dan laboratorium.

3.3.2. Kegiatan Penelitian


Kegiatan penelitian yang dilakukan yaitu :

3.3.2.1. Pengambilan Tanah yang Digunakan


Pengambilan tanah yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah
gambut yang berlokasi di Arboretum Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
yang telah dibersihkan dari seresah untuk dilakukan pengambilan sampel tanah
sebanyak 1 kg untuk analisis awal dan untuk media tanam.

3.3.2.2.Pembuatan Media Tanam


Media tanam pada penelitian ini adalah tanah gambut yang dimasukkan
kedalam pot tanaman. Tanah yang digunakan sebelumnya dibersihkan terlebih
dahulu dari seresah tanaman. Tanah yang digunakan sebanyak 4 kg tanah kering
angin per pot.

3.3.2.3. Penyemaian Padi dan Penanaman Tanaman Padi


Benih padi disemai pada baki selama 20 hari sebelum masa tanam.
Selanjutnya bibit padi dipindahkan pada pot yang telah siapkan. Bibit padi yang
sudah siap untuk di pindahkan yaitu sudah memiliki daun 5-6 helai dan tinggi
sekitar 20 cm.

3.3.2.4. Pemberian Perlakuan Kapur Dolomit


Pengaplikasian kapur dolomit dilakukan dengan cara ditabur dan diaduk
kemudian didiamkan selama 1 minggu. Dengan penambahan untuk perlakuan D1:
10 ton ha-1 (25 g dolomit/pot) dan D2: 15 ton ha-1 (37,5 g dolomit/pot).

3.3.2.5. Pemberian Perlakuan Pupuk Urea dan Pupuk Dasar SP-36 dan
KCl
Pupuk Urea dilakukan dengan cara ditabur di atas permukaan tanah. Pupuk
Urea di berikan sebanyak 3 kali: 1/3 dosis di berikan saat awal tanam, 1/3 dosis
di berikan 4 mst, 1/3 dosis di berikan 7 mst.
Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan cara ditabur diatas permukaan.
Pupuk SP-36 135 kg/ha (0,84375 g SP-36/tanaman) dan KCl 100 kg/ha (0,625 g
KCl/tanaman) dilakukan 1 kali saat awal tanam.

3.3.2.6. Pengaturan Tinggi Muka Air Tanah


Pengaturan muka air tanah dilakukan pada saat:
1. Setelah tanaman sampai umur 10 hari dalam pot tanah tersebut di beri air
atau digenangi setinggi 2-5 cm.
2. Saat umur 11 hari, pengairan dihentikan sampai air didalam pot habis
dengan sendirinya.
3. Kemudian lakukan penggenangan lagi setinggi 5 cm selama 5 hari.
4. Ulangi kegiatan pengeringan dan penggenangan sampai masuk fase
pembungaan.
5. Pada fase pembungaan, lakukan penggenangan lagi setinggi 5 cm sampai
menjelang panen.
6. Setelah itu, air didalam pot dikeringkan untuk proses pemasakan gabah.
3.3.2.7. Pemeliharaan Tanaman Padi
Pemeliharaan tanaman padi dilakukan dengan cara melakukan penyiangan
gulma untuk menjaga tanaman agar terhindar dari gangguan hama, penyulaman
tanaman padi yang mati, pengendalian hama tanaman serta pemupukan.

3.3.2.8. Penangkapan Emisi N2O


1. Penangkapan gas dilakukan menggunakan sungkup tertutup berbentuk
silinder dengan volume 120.579,3 cm3 .
2. Sungkup tertutup pada kondisi kedap dan tidak bocor, sehingga seluruh gas
yang keluar dari permukaan tanah dan tanaman dapat terperangkap dalam
sungkup .
3. Ukur temperatur udara di luar dan dalam closed chamber sebelum dan
sesudah penangkapan gas.
4. Sebelum melakukan penyedotan gas, kipas dalam sungkup diputar selama
30 detik dengan mengaliri arus listrik dari baterai kering 12 volt .

3.3.2.9. Pengambilan Gas N2O


1. Pengambilan gas dilakukan selama 4 fase yaitu pada fase vegetatif, fase
primordia, fase generatif, dan fase pemasakan (produksi).
2. Pengambilan gas dilakukan setelah sungkup tertutup dan dibiarkan selama
24 jam di pot tanaman .
3. Pengambilan gas dilakukan dengan menggunakan alat tabung suntik yang
dilengkapi dengan pengatur untuk membuka dan menutup lubang jarum .
4. Jarum suntik dengan posisi kran pengatur terbuka disuntikan pada lubang
karet, kemudian jarum ditarik untuk mengisap gas .
5. Penghisap dan pelepasan gas dengan jarum suntik dilakukan beberapa kali
(minimal 3 kali), kemudian tarik jarum suntik pada skala yang diperlukan
untuk menghisap gas dan kran pengatur segera ditutup dan cabut jarum
suntik dari lubang karet.
6. Tabung suntik yang telah terisi gas dari sungkup kemudian disuntikan pada
tabung vakum yang telah tersedia dan diberi label sampel pengamatan,
buka kran pengatur dan dorong ujung alat suntik untuk memasukkan gas
N2O dari tabung suntik ke tabung vakum hingga posisi dasar tabung.
7. Tutup kran pengatur dan cabut tabung suntik dari tabung vakum. Seluruh
gas yang ada pada tabung suntik telah masuk pada tabung vakum.
8. Tabung vakum gas N2O pada setiap periode pengamatan dikumpulkan dan
disimpan pada kotak dan siap untuk dikirim ke laboratorium.( lampiran 7
foto 8)
9. Pengiriman kotak kemas gas dilakukan sesegera mungkin agar sampel gas
sampai dilaboratorium lebih cepat dengan minimal 2 hari untuk waktu
efektif gas.

3.3.2.10. Pengukuran pH Air dan EC Air


Pengukuran pH air dan EC air dilakukan dengan menggunakan alat pH
meter. Sebelum digunakan, kalibrasi alat pH meter dengan menggunakan
aquades, kemudian ambil gelas ukur dan masukkan sampel air yang akan diuji.
Celupkan alat pH meter kedalamnya, catat hasilnya.

3.4.1. Kegiatan di Laboratorium


Kegiatan analisis yang dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian,
Kementerian Pertanian, Pati, Jawa Tengah yang telah tersertifikasi dengan
menggunakan “Metode Gas Chromatografi”.

3.5. Peubah yang Diamati


Peubah pengamatan yang diamati adalah: 1) Emisi gas Nitrogen Oksida N2O
dan Faktor pendukungnya yaitu : 1) pH air, dan 2) EC air. Setiap peubah diamati
sebanyak 4 fase yaitu fase vegetatif, primodia, generatif dan produksi.

3.6. Perhitungan Gas


Prinsip kerja pengukuran gas N2O dengan metode sungkup tertutup
(closed chamber) adalah mengambil gas N2O di lapangan diambil dari sungkup
tertutup (closed chamber) dengan menggunakan jarum suntik (springe),
kemudian gas disuntikan atau dimasukkan pada sebuah botol vakum yang rapat
dan aman, kemudian konsentrasi gas di analisis menggunakan Gas
Chromatografi (GC) di laboratorium. Selanjutnya dilakukan perhitungan emisi
N2O menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Lantin et al., (1995)
dengan metode closed chamber technique sebagai berikut:
dc Vch mW 273.2
E= x x x
dt Ach mV T +273.2

E = emisi gas (mg/m²/hari)


Vch = volume sungkup (m³)
Ach = luas dasar sungkup (m²)
T = suhu udara rata-rata di dalam sungkup (ºC)
dc/dt = laju perubahan konsentrasi gas (ppm/menit)
mW = berat molekul gas dalam kondisi standar (44,013 g/mol)
mV = volume gas pada kondisi stp (standar temperature and pressure)
yaitu 22.41 liter pada 273ºK

3.7. Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan data analisis laboratorium
selanjutnya diolah dengan menggunakan sidik ragam acak lengkap faktorial dan
apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) 5%.
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Tanah


Media tumbuh merupakan tempat bagi perakaran tanaman untuk
berkembang dan menunjang tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Analisis
tanah awal lengkap penelitian dilakukan untuk melihat tingkat kesuburan tanah
apakah masuk ke dalam kategori rendah, sedang, atau tinggi. Tanah yang
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi akan dapat menghasilkan produksi yang
tinggi. Sebaliknya tanah dengan tingkat kesuburan yang rendah akan
menghasilkan produksi yang rendah. Tanah yang digunakan penelitian ini adalah
tanah gambut, tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang
telah mati, baik yang sudah terdekomposisi atau belum. Tanaman ini akan terjadi
mengalami dekomposisi secara aerob maupun anaerob dan membutuhkan waktu
yang sangat lama. Karakteristik tanah gambut dapat dilihat dari sifat fisik dan
kimia tanah. Hasil analisis tanah awal penelitian sebelum perlakuan disajikan
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Sifat Kimia Tanah Gambut Sebelum Penelitian
Parameter Satuan Hasil analisis Kriteria
pH H2O - 3,42 Sangat Masam
C-Organik % 22,83 Tinggi
*) Analisis laboratorium Fisika, Konservasi Tanah dan Air Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya.

Berdasarkan tabel 4.1.menunjukan bahwa nilai C-Organik yang didapat


setelah dianalisis yaitu sebesar 22,83 %. Kadar bahan organik yang tinggi pada
tanah gambut berdampak pada berat volume atau bulk denisty tanah gambut yang
rendah. Di karenakan dengan bahan organik yang tinggi pada tanah gambut akan
membuat tanah gambut semakin gembur sehingga akan menyebabkan tanah
gambut menjadi tanah porous dengan ruang pori yang tinggi. Tingginya nilai C-
organik berpengaruh terhadap rendahnya pH tanah gambut. Hasil analisis pH2O
menunjukan nilai sebesar 3,42 dengan kriteria sangat masam.Menurut Budianta
dan Ristiani (2013), salah satu penyebab tanah bereaksi masam adalah adanya
unsur logam berat berlebihan seperti unsur Al, Fedan Mn. Logam-logam tersebut
apabila terhidrolisis akan melepaskan ion-ion hidrogen sehingga menyebabkan
nilai pH menjadi rendah. Rendahnya pH tanah menyebabkan tanaman sulit
menyerap unsur hara makro N, P dan K sehingga menyebabkan tanaman
mengalami defisiensi N, P dan K yang berpengaruh pada lambatnya
pertumbuhan dan produksi tanaman.

4.2. Emisi Gas Dinitrogen Oksida N2O


Gas nitrogen oksida atau nitrous oxide (N 2O) merupakan salah satu gas
rumah kaca yang dihasilkan oleh jasad renik dari lahan pertanian, yang terdiri
atas persenyawaan hara nitrogen dan oksigen. Tingkat emisi gas N2O diduga
dapat meningkat dengan adanya penggunaan pupuk nitrogen seperti pupuk Urea
yang tidak berimbangdan pemberian bahan organik, namun melalui proses
mikrobiologis memacu peningkatan emisi gas nitrogen oksida baik secara
langsung maupun tidak langsung.Pemberian bahan pembenah organik pada
tanaman budidaya diduga memacu peningkatan aktivitas mikroba denitrifikasi
dan emisi N2O (Meijide et al., 2009).
Gas N2O merupakan hasil samping proses nitrifiasi dan denitrifikasi
ditanah pertanian. Gas N2O dari tanah dihasilkan oleh mikroba nitrifikasi selama
oksidasi amonium menjadi nitrat dan oleh mikrobia denitrifiksasi selama reduksi
nitrat. Bakteri nitrifiksasi (nitrosomonas dan nitrobacter) yang merupakan
bakteri kemoautrofik berperan dalam proses nitrifiksasi denitrifikasi yang
bertanggung jawab terhadap kehilangan N dari tanah. Pada kondisi tanah
reduktif, bakteri anaerobik fakulatif denitrifiksasi mengubah nitrat menjadi
molekul nitrogen (N2O).
4.2.1. Emisi Dinitrogen Oksida N2O Pada Fase Vegetatif
Berdasarkan hasil analisis pada gambar di bawah ini menunjukkan bahwa
pemberian kapur dolomit dan pupuk Urea memberikan pengaruh perubahan yang
terjadi pada tanaman padi antara lain menyebabkan tanaman menjadi rendah.
Berikut ini merupakan hasil analisis Dinitrogen Oksida N 2O pada fase vegetatif
yang dapat dilihat pada gambar 4.1.

0.16
0.144
rata-rata nilai emisi gas N2O pada tanaman padi

0.14
0.13
0.121 0.119
0.12 0.114
0.11 0.111
0.105 0.106
0.1
U0 (0 kg/ha)

0.08 U1 (125 kg/ha)

U2 (250 kg/ha)
0.06

0.04

0.02

0
D0 (0 ton/ha) D1 (10 ton/ha) D2 (15 ton/ha)
Dosis Pupuk

Gambar 4.1. Perbandingan rata-rata nilai emisi gas N2O pada tanaman padi yang
diberi perlakuan dosis kapur dolomit dan pupuk urea.
Berdasarkan gambar 4.1. Tanaman padi dengan emisi gas tertinggi pada
fase vegetatif dengan nilai 0,144 mg/m2/hari diproleh pada perlakuan dosis kapur
dolomit 15 ton/ha dan pupuk Urea 250 kg/ha (D2U2). Sedangkan hasil tanaman
padi dengan dosis perlakuan emisi gas dinitrogen oksida yang terendah yaitu
pada perlakuan kapur dolomit 0 ton/ha dan pupuk Urea 0 kg/ha (D0U0) dengan
nilai 0,105 mg/m2/hari. Hal ini disebabkan karena pada saat tanaman memasuki
fase vegetatif dimulai pada saat perkecambahan biji sampai primordia, pada awal
fase pertumbuhan ini N2O cenderung rendah karena hasil fotosintesis banyak
dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan awal sehingga eksudat yang
dihasilkan lebih sedikit. Peningkatan emisi N2O ditentukan oleh proses
denitrifikasi pada kondisi tanah anaerobic, yaitu reduksi NO 3 oleh
mikroorganisme menjadi N2O dan N2 dan proses nitrifikasi pada kondisi tanah
aerobic di mana terjadinya oksidasi NH4 oleh mikroorganisme menjadi NO2, lalu
diubah menjadi NO3. Dalam hal ini proses pelepasan N2O dari tanah ke udara
yang dipengaruhi oleh proses difusi dalam tanah dan kapasitas tanah untuk
konsumsi N juga menentukan emisi N2O di tanah sawah (Wihardjaka,2004)

4.2.2. Emisi Dinitrogen Oksida N2O Pada Fase Primordia


Gas dinitrogen pada tanaman padi, dihasilkan dari proses mikroba tanah,
bisa dilepas atmosfer melalui jaringan batang akar padi meski gas ini menyebar
perlahan dan cukup banyak yang ditahan di lapisan tanah jenuh. Pola emisi gas
N2O Pada tanaman padi dapat dilihat adanya peningkatan dibandingkan pada fase
vegetatif. Hasil emisi gas N2O tanaman padi dapat di lihat pada grafik gambar
4.2.
0.124
0.122
0.122
rata-rata nilai emisi gasN2O pada tanaman padi

0.12 0.119
0.118
0.116 0.116 D0 ( 0 Ton/ ha )
0.116
D1 ( 10 Ton/ha )
0.114 0.114 D2 (15 Ton/ha )
0.114 0.113 0.113
0.112
0.112

0.11

0.108

0.106
U0 (0 kg/ha) U1 (125 kg/ha) U2 (250 kg/ha)
Dosis Pupuk

Gambar 4.2. Perbandingan rata-rata nilai emisi gas N2O pada tanaman padi yang
diberi perlakuan dosis kapur dolomit dan pupuk urea.
Berdasarkan gambar 4.2. Tanaman padi dengan emisi gas tertinggi pada
fase primordia dengan nilai 0,122 mg/m2/hari diperoleh pada perlakuan dosis
kapur dolomit 0 ton/ha dan pupuk Urea 0 kg/ha (D 0U0). Sedangkan hasil tanaman
padi dengan dosis perlakuan emisi gas dinitrogen oksida yang terendah yaitu
pada perlakuan kapur dolomit 0 ton/ha dan pupuk Urea 0 kg/ha (D1U1) dengan
nilai 0,112 mg/m2/hari. Hal ini disebabkan karena pada saat tanaman memasuki
fase Primordia, produksi eksudat akar tanaman padi lebih aktif terjadi saat awal
fase pertumbuhan reproduktif terutama pada saat primordia bunga. Translokasi
hasil fotosintesis dari daun ke akar lebih optimal pada primordia bunga dan
sebagian besar akan ditranslokasikan ke dalam butir-butir gabah pada fase
pertumbuhan reproduktif Yoshida dalam Wihardjaka.,(2010). Eksudat akar
tersebut digunakan mikroba sebagai sumber energi atau substrat dalam
melakukan aktivitasnya, antara lain berupa bahan organik dan nitrat Sehingga
membuat emisi N2O yang dihasilkan akan menurun.
4.2.3. Emisi Dinitrogen Oksida N2O Pada Fase Generatif
Pada pola emisi gas dinitrogen oksida N2O pada fase generatif cendrung
menurun dibandingkan emisi gas dinitrogen oksida fase vegetatif dan fase
primordia pada tanaman padi. Hasil emisi gas dinitrogen oksida N2O.

Pada fase generatif dapat di lihat pada grafik 4..3.

0.126
0.125 0.125
rata-rata nilai emis gas N2O pada tanaman padi

0.124 0.124
0.124

0.122 0.122
0.122

0.12
0.119 U0 (0 kg/ha)
U1 (125 kg/ha)
0.118 0.118
0.118 U2 (250 kg/ha)

0.116

0.114
D0 (0 ton/ha) D1(10 ton/ha) D2(15ton/ha)
Dosis Pupuk

Gambar 4.3. Grafik Fluks Emisi N2O Pada fase Generatif


Berdasarkan gambar 4.3. menunjukan tanaman dengan pemberian kapur
dolomit dengan dosis 10 ton/ha dan pupuk urea dengan dosis 125 kg/ha merupakan
tanaman dengan emisi gas tertinggi yaitu 0,125 mg/m2/hari diikuti dengan tanaman
dengan perlakuan kapur dolomit dengan dosis 15 ton/ha dan pupuk Urea dengan
dosis 0 kg/ha merupakan tanaman dengan emisi gas dinitrogen oksida tertinggi kedua
dengan nilai 0,125 mg/m2/hari . Sedangkan perlakuan pemberian kapur dolomit
dengan dosis 0 ton/ha dan pupuk urea 125 kg/ha menunjukan hasil emisi gas
dinitrogen oksida terendah dengan nilai 0.18 mg/m2/hari.
Tanaman dengan perlakuan D2U0 memiliki emisi gas nitrogen yang tertinggi
hal ini dikarenakan faktor dari pemupukan, tingginya kadar emisi gas pada tanaman
tanpa penambahan pupuk N dapat disebabkan karena proses dinitrifiksasi dalam
tanah berjalan lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan yang diberi pupuk karena
unsur N digunakan tanaman padi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada fase
generatif. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian kartikawati (2013) yang
menunjukkan bahwa pengaruh pemupukan N,P,K dengan dosis 100% menghasilkan
rata rata fluks N2O tertinggi dibandingkan dengan kontrol dan dosis pupuk N,P,K
50%.

4.2.4. Emisi Dinitrogen Oksida N2O pada fase produksi


Peningkatan ketersediaan nitrogen dalamtanah umumnya akan meningkatkan
emisi gas N2O. Namun besarnya emisi gas tergantung pada interaksi antara sifat
tanah, faktor iklim dan teknik budidaya pertanian.Pola emisi gas dinitrogen oksida
N2O pada fase pemasakan tanaman padi cenderung lebih menurun di bandingkan
pada fase primordia dan fase generatif,tentu hal ini di pengaruhi oleh pupuk N.
Gambar emisi gas dinitrogen oksida N2O pada fase produksi tanaman padi dapat
dilihat pada gambar 4.4.
rata-rata nilai emisi N2O pada tanaman

0.121
0.12
0.12
0.119 0.1190.119
0.119
padi

0.118
0.117 0.117 U0(0 kg/ha)
0.117
0.116 0.1160.116 U1(125kg/ha)
0.116
U2( 250kg/ha)
0.115
0.114
D0 D1 D2
Dosis pupuk
Gambar 4.4. grafik fluks emisi gas dinitrogen oksida N2O pada fase produksi .
Berdasarkan gambar 4.4. yang diatas menunjukkan bahwa tanaman padi pada
fase produksi dengan D1U0 merupakan tanaman dengan emisi gas N2O yang tertinggi
dengan dosis perlakuan kapur dolomit 10 ton/kg dan pupuk urea dengan dosis 0 kg/ha
dengan nilai 0,120 mg/m2/hari /hari. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
bakteri nitrifiksasi dan denitrifiksasi akibat pengairan tergenang kering secara
bergantian. Pemupukan dan pengairan adalah dua faktor yang paling penting dari
proses nitrifiksasi dan denitrifiksasi dalam tanah. Kedua proses tersebut akan
menghasilkan emisi GRK dalam bentuk N2O. Distribusi dan jumlah air yang masuk
kedalam tanah akan berpengaruh langsung terhadap proses denitrifiksasi, (Martin et
al., 2010). Karena hal tersebut menentukan kondisi tanah apakah keadaan aerob atau
anerob. Nitrifiksasi dianggap merugikan karena proses nitrifiksasi akan menurunkan
efisiensi pemupukan N dan sebagai awal penyebab pencemaran nitrat pada air tanah
dan perairan serta emisi gas rumah kaca (Andari,2012). Kondisi tanah yang anaerob
(tergenang) yang diikuti oleh aerob (drainase) dapat menurunkan emisi CH 4 tapi dapat
meningkatkan emisi N2O.
Hasil dari penelitian diatas dilihat pada perlakuan terendah pada perlakuan
D2U1 dan D2U2 memperoleh nilai yang sama yaitu 0,16 mg/m2/hari . Hal ini
disebabkan……

4.2.5. Emisi Dinitrogen Oksida N2O Pada Tanaman Padi Kumulatif


Dinitrogen oksida adalah gas yang dihasilkan melalui proses nitrifiksasi dan
denitrifiksasi dalam tanah. N2O dihasilkan dari proses nitrifiksasi yang merupakan
proses aerobik baik dilakukan oleh jasad renik autotrop maupun heterotrop dalam
tanah. Proseses nitrifiksasi berlangsung dua tahap secara terpisah, yaitu (1) oksidasi
amonia menjadi nitrit dengan hasil berupa hidroksidayang dilakukan oleh bakteri
pengoksidasi nitrit seperti Nitrosomonas sp, (2) oksidasi nitrit menjadi nitrat
dilakukan oleh bakteri pengoksidasi nitrit seperti Nirobacter sp. (Astuti,2009).
Perhitungan emisi gas dinitrogen oksida (N2O) kumulatif bertujuan untuk
melihat seberapa tinggi emisi gas N2O pada tanaman padi dari awal penanaman
hingga pemanenan. Berikut merupakan pola emisi gas pada fase pertumbuhan
disajikan pada gambar 4.2.5.
Chart Title
U0 U1 U2

0.144

0.13
0.121 0.122 0.1240.1240.125 0.1250.1220.122
0.119 0.120.1190.119
0.114 0.1160.119 0.1160.1130.113 0.1140.1120.114
0.1190.1180.118 0.1190.1170.116 0.1170.1160.116
0.110.111
0.105 0.106

D0 D1 D2 D0 D1 D2 D0 D1 D2 D0 D1 D2
Vegetatif Primordia Generatif Produksi

Gambar 4.5.Emisi Gas Dinitrogen Oksida N2O Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi.
Berdasarkan gambar 4.6. Dinamika emisi gas dinitrogen oksida N 2O sangat
bervariasi selama fase pertumbuhan tanaman padi. Hasil pola fluks N 2O menunjukan
bahwa pola pertumbuhan tanaman padi menghasilkan emisi yang tertinggi di awal
pertumbuhan saat fase vegetatif dan cenderung turun selama pertumbuhan hingga
mencapai fase pemasakan. Penurunan emisi gas dinitrogen oksida N 2O selama
pertumbuhan tanaman padi di pengaruhi oleh tingkat dekomposisi tanah gambut yang
telah di beri perlakuan kapur dolomit dan pupuk Urea, dan emisi yang tertinggi gas
dinitrogen oksida N2O yang dikeluarkan oleh tanaman padi yaitu terdapat pada fase
vegetatif dengan perlakuan kapur dolomit 15 ton/ha dengan kombinasi dosis pupuk
Urea 250 kg/ha dengan nilai 0,14 mg/m2/hari /hari.
Faktor pemupukan dengan dosis tinggi meningkatkan resiko pembentukan
emisi gas dinitrogen oksida (N2O). Menurut Andari (2015), sumber utama emisi gas
N2O adalah pemakaian pupuk N (Urea) yang tidak tepat sasaran untuk kebutuhan
tanaman, hal ini dapat diartikan pula bahwa proses pembentukan N2O akan dihambat
apabila pupuk Urea yang diberikan tepat pada waktunya.

4.3. Pola pH Air Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi


Berikut tabel pH air selama fase Pertumbuhan tanaman disajikan pada Gambar
4.1.
Kapur Dolomit Pupuk Urea pH air
(ton/ha) (kg/ha) Vegetatif Primordia Generatif Produksi
Fase Pengamatan
0 5,30 5,22 4,45 4,92
0 125 5,33 5,04 4,39 4,88
250 5,47 5,39 4,38 4,99
0 5,36 5,36 4,42 4,99
10 125 5,37 5,47 4,25 4,93
250 5,59 5,33 4,42 5,05
0 5,39 5,24 4,41 4,99
15 125 5,55 5,12 4,45 5,00
250 5,47 5,25 4,50 5,03

Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pH airpada setiap fase emisi gas dinitrogen
oksida mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup signifikan. Pada fase
vegetatif, dapat dilihat bahwa nilai pH yang tertinggi yaitu pada perlakuan
D3U2sebesar 5,59. Pada fase primordia, nilai pH yang tertinggi yaitu pada perlakuan
D1U2 sebesar 5,47. Pada fase generatif, dapat dilihat bahwa nilai ph yang tertinggi
yaitu pada perlakuan D2U2 sebesar 4,50. Pada fase produksi dapat di lihat bahwa nilai
pH air yang tertinggi yaitu pada perlakuan D1U2 sebesar 5,03.
Pada fase produksi, dapat di lihat bahwa nilai pH air yang mengalami peningkatan
dengan nilai rata-rata sebesar 4,98 dikarenakan kenaikan pH juga dipengaruhi oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam amelioran (Wahyudi, 2009). Tidak semua unsur
hara mampu tersedia pada pH yang sama, untuk itu nilai pH cenderung
mempengaruhi ketersediaan unsur hara tertentu. Salah satu contohnya adalah unsur N
yang dapat menurun apabila pH terlalu tinggi, sedangkan unsur P dapat meningkat.
Tentunya hal ini juga mempengaruhi ketersediaan hara yang akan diserap digunakan
pada bagian atas tanaman seperti daun (Subandi et al., 2015).

4.4. Pola EC Air Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi


Nilai EC (Electrical Conductivity) meter atau pengukur daya hantar listrik
dapat menunjukan kandungan garam yang terlarut dalam air, Kadar garam terlarut
yang terlalu tinggi dapat mengganggu tanaman.Selain itu pH sebagai salah satu
indikator kualitas air juga penting diketahui karena tingkat pH mempengaruhi unsur
hara yang tersedia bagi tanaman. Secara keseluruhan kadar oksigen terlarut, kadar
garam terlarut, dan pH mempengaruhi tumbuh kembang tanaman padi.
Berikut tabel EC Air selama fase tanaman padi disajikan pertumbuhan pada
Tabel 4.2.
Kapur Dolomit Pupuk Urea EC air
(ton/ha) (kg/ha) Vegetatif Primordia Generatif Produksi
Fase Pengamatan
0 0,18 0,11 0,10 0,12
0 125 0,13 0,09 0,10 0,12
250 0,15 0,10 0,13 0,08
0 0,28 0,14 0,09 0,12
10 125 0,19 0,09 0,10 0,07
250 0,11 0,14 0,10 0,10
0 0,18 0,13 0,13 0,11
15 125 0,27 0,09 0,10 0,12
250 0,19 0,14 0,10 0,08
Tabel 4.2. EC Air Selama Fase Pertumbuhan Tanaman Padi.

Berdasarkan tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa nilai EC air pada fase
vegetatifyang tertinggi di dapat pada perlakuan D1U0 dengan nilai 0,28 dS/m. Pada
fase vegetatif diperoleh nilai rata-rata yaitu sebesar 0,19dS/m. Pada fase primordia
EC air mengalami penurunan yang sangat terlihat jelas, pada fase ini diperoleh nilai
rata-rata yaitu sebesar 0,12 dS/m, pada fase generatif dan fase produksi dapat
diperoleh dengan nilai rata- rata 0,10 dS/m. Dikarenakan tingkat salinitas ini
tergolong “Non Salin” yang berarti garam terlarut sangat rendah. Dalam kondisi ini
pengaruh kadar garam terlarut terhadap tanaman dapat diabaikan. Secara umum
tanaman dapat terhambat proses pertumbuhannya apabila garam terlarut terlalu
tinggi. Plasmolisis dapat terjadi pada bagian tanaman yang tergenang air dan
menyebabkan cairan dalam sel tanaman itu keluar dari tanaman, akhirnya tanaman
mengalami dehidrasi (Thohiron dan Prasetyo, 2012).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan yaitu sebagai
berikut:
1. Emisi gas dinitrogen oksida mengalami fluktasi dimana terjadinya
peningkatan awal pertumbuhan pada fase vegetatif tanaman padi dan
mengalami penurunan pada fase primordia hingga pada fase produksi tanaman
padi.
2. Tanaman padi dengan dosis perlakuan kapur dolomit 15 ton/ha dan pupuk
Urea 250 kg/ha (D2U2) merupakan tanaman padi dengan emisi gas tertinggi
pada fase vegetatif dengan nilai 0,14 mg/m2/hari .
3. Nilai pH air yang tertinggi dapat dilihat yaitu pada perlakuan D3U2 sebesar
5,59 dan Nilai pH air yang terendah dengan nilai rata-rata sebesar 4,98
dikarenakan kenaikan pH juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam ameliorant
4. Nilai EC air pada fase vegetatif yang tertinggi di dapat pada perlakuan D1U0
dengan nilai 0,28 dS/m.

5.2. Saran
Berdasrkan penelitian, untuk menekan emisi gas N2O yang dihasilkan pada
tanaman padi di tanah gambut sebaiknya dilakukan pemberian dosis pupuk Urea
yang tepat agar sesuai dengan kebutuhan tanaman dan penambahan bahan bahan
penghambat proses nitrifiksasi dan denitrifiksasi yang mampu meminimalkan
kehilangan unsur hara N di udara. Harapanya penelitian mengenai emisi gas N 2O
di tanah gambut perlu dilakukan secara berkelanjutan sertaadanya penambahan
parameter yang akan diamati.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan Subiksa,I.G.M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF), Bogor, Indonesia.

Ardjakusuma, S., Nuraini, dan Somantri, E. 2001. “Teknik Penyiapan Lahan Gambut
Bongkor untuk Tanaman Hortikultura”, Buletin Teknik Pertanian 6 (1): 3–6.

Budianta, D., dan Ristiani, D. Kesuburan Tanah. Palembang : Sriwijaya University


Press.

BB Litbang SDLP. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia. Edisi Desember 2011.Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.Jakarta

Cicerone, R.J. 1987. Changes in Stratospheric Ozone. Sciences 237 : 35-42. R.J.
1989. Analysis of Sources and Sink of Atmospheric Nitrous Oxide (N2O).
J. Geophys. Res. 94: 1825–1827.

Dariah, A., Susanti, E dan Agus., F. 2011. Simpanan Karbon dan Emisi CO2 Lahan
Gambut. Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Bogor: Balai Penelitian
Tanah.
Darpita, S.D.K., Starinda E.A. dan Ardhiani, C., 2011. Profil Hidrolisis Urea pada
Berbagai Jenis Tanah. Jurnal Saintifika, [online], 3 (1), 55-60.
Forster, P., Ramaswamy, V., dan Artaxo 2007. “Changes in Atmospheric
Constituents and in Radiative Forcing” dalam Solomon, S., Qin, D., Manning,
M., Chen, Z., Marquis, M., Averyt, K.B., Tignor, M., dan Miller, H.L. (ed.),
Climate Change 2007: The Physical Science Basis, Cambridge: Cambridge
University Press. Harsono

Fisher, K.A, 2014. Urea Hydrolysis in Soil Profile Toposequences: Mechanisms


Relevant to Nitrogen Transport and Water Quality. Dissertation. University
of Maryland

Hartatik, W., I G.M. Subiksa, dan Ai Dariah. 2011. Sifat kimia dan fisika lahan
gambut. Hlm. 45-56. Dalam Neneng L. Nurida, A. Mulyani, dan F. Agus
(Eds.). Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah.
Bogor
Hayatsu, M., Tago, K. dan Saito, M., 2008. Various Players in The Nitrogen Cycle:
Diversity and Functions of The Microorganisms Involved in Nitrification and
Denitrification. Soil Science and Plant Nutrition. 54, 33–45.
Hutabarat, Lusida. 2001. Emisi Nitrous Oksida (N2O) Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan di Kuamang Kuning, Provinsi Jambi. Skripsi.
Fakulktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.

Hooijer, A., S.E. Page, J. Jauhiainen, W. Lee, Idris, dan G. Anshari. 2014. Subsidence and
carbon loss in drained tropical peatlands. Biogeosciences 9:1053-1071.

Lestari,D.Y.2010.Kajian modifiksasi dan karakterisasi pupuk. Prosiding seminar


nasional kimia dan pendidikan kimia.

Melling., 2007. Nitrous Oxide Emissions From Three Ecosystem In Tropical


Peatland Of Sarawak, Malaysia. Soil Science And Plant Nutrition 53: 792-
805.

Murdiyarso, D. 2010. Opportunties for reducing greenhouse gas emissions in tropical


peatlands.PNAS.19655-19660.

Nugroho, W.S., 2015. Penetapan Standar Warna Daun Sebagai Upaya Identifikasi
Status Hara (N) Tanaman Padi (Oryza sativaL.) pada Tanah Regosol.Planta
Tropika Journal of Agro Science [online], 3 (1), 8-15.
Nariratih, I., Damanik, M.M.B. dan Sitanggang, G., 2013. Ketersediaan Nitrogen
pada Tiga Jenis Tanah Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik dan
Serapannya pada Tanaman Jagung.Jurnal Online Agroekoteknologi [online], 1
(3), 479-487.
Noor, M., Masganti, dan F. Agus. 2015. Pembentukan dan karakteristik gambut
Indonesia. Dalam Agus et al. (Eds.). Lahan Gambut Indonesia: Pembentukan,
Karakteristik, dan Potensi Mendukung Ketahanan Pangan. IAARD Press.
Hlm 7-32.

Radjaguguk, dan Bostang. 2000. “Perubahan Sifat Sifat Fisik Dan Kimia Tanah
Gambut Untuk Pertanian.” Ilmu Tanah Dan Lingkungan 2(1):1–15.

Rahmayuni, E. dan Rosneti, H., 2017. Kajian Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tiga
Penggunaan Lahan di Bukit Batabuh. Jurnal Agrosains dan Teknologi
[online], 2 (1), 1-11.
Riwandi, Prasetyo, Hasanudin dan Cahyadinata, I., 2017. Bahan Ajar Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. Bengkulu: Yayasan Saahabat Alam Rafflesi.
Sabiham, S., Wahyunto, Nugroho, Subiksa dan Sukarman, 2008. Laporan Tahunan
2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, Bogor.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Yogyakarta: Karnisius.
Suwardi dan Efendi, R., 2009. Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Jagung Komposit
Menggunakan Bagan Warna Daun.Prosiding Seminar Nasional Serealia
2009, 108-115.
Suyamto,2017. Manfaat Bahan dan Pupuk Organik pada Tanaman Padidi Lahan Padi
Sawah Irigasi. Jurnal Iptek Tanaman Pangan [online], 12 (2), 64-74.
Susanto,R.,2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta:Kanisius.

Utomo, M., Sudarsono, Rusman, B., Sabrina, T., Lumbanraja, J. dan Wawan. 2016.
Ilmu Tanah Dasar-Dasar Pengelolaan. Jakarta : Prenada Media Group.

Wirdjaksa., 2010. Microbial metabolism in rice soil. Dalam : Soil and Rice. International Rice
Research Institute. Los Banos, Philippines. 445-463.

Wahyunto,Dan Subsiska,I.G.M.,2011.Genesis Lahan Gambut Indonesia. Balai


Penelitian Tanah. Bogor.3-14 Hal.

Widjaja Adhi IPG., Nugroho K, Suriadikarta DA., dan Karama AS. 1992. Sumber
Daya Lahan Rawa: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Di dalam:
Partoharjono S dan Syam M. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan
Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak ; Cisarua, 3-4 Mar 1992.
Bogor: Puslitbangtan. 19-38.

Yanti, S.E,F., Masrul, E. dan Hannum, H.,2014. Pengaruh Berbagai Dosis dan Cara
Aplikasi Pupuk Urea terhadap Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
pada Tanah Inceptisol Marelan. Jurnal Agroekoteknologi [online], 2 (2), 770-
780.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Penelitian

1 2 3 4
D1U1 (2) D1U1 (2) D1U1 (2) D1U1 (2)
D2U2 (1) D2U2 (1) D2U2 (1) D2U2 (1)
D0U0 (2) D0U0 (2) D0U0 (2) D0U0 (2)
D0U2 (3) D0U2 (3) D0U2 (3) D0U2 (3)
D1U0 (1) D1U0 (1) D1U0 (1) D1U0 (1)
D2U1 (1) D2U1 (1) D2U1 (1) D2U1 (1)
D0U1 (3) D0U1 (3) D0U1 (3) D0U1 (3)
D2U0 (2) D2U0 (2) D2U0 (2) D2U0 (2)
D1U2 (2) D1U2 (2) D1U2 (2) D1U2 (2)
D1U0 (3) D1U0 (3) D1U0 (3) D1U0 (3)
D0U2 (1) D0U2 (1) D0U2 (1) D0U2 (1)
D1U1 (1) D1U1 (1) D1U1 (1) D1U1 (1)
D2U1 (2) D2U1 (2) D2U1 (2) D2U1 (2)
D0U0 (3) D0U0 (3) D0U0 (3) D0U0 (3)
D1U2 (3) D1U2 (3) D1U2 (3) D1U2 (3)
D2U0 (1) D2U0 (1) D2U0 (1) D2U0 (1)
D2U2 (2) D2U2 (2) D2U2 (2) D2U2 (2)
D0U1 (2) D0U1 (2) D0U1 (2) D0U1 (2)
D0U0 (1) D0U0 (1) D0U0 (1) D0U0 (1)
D1U1 (3) D1U1 (3) D1U1 (3) D1U1 (3)
D2U1 (3) D2U1 (3) D2U1 (3) D2U1 (3)
D0U1 (1) D0U1 (1) D0U1 (1) D0U1 (1)
D2U0 (3) D2U0 (3) D2U0 (3) D2U0 (3)
D0U2 (2) D0U2 (2) D0U2 (2) D0U2 (2)
D1U2 (1) D1U2 (1) D1U2 (1) D1U2 (1)
D1U0 (2) D1U0 (2) D1U0 (2) D1U0 (2)
D2U2 (3) D2U2 (3) D2U2 (3) D2U2 (3)

Keterangan :
D = Kapur Dolomit
D0= 0 Ton ha-1
D1= 10 Ton ha-1( 25 gram dolomit per pot)
D2= 15 Ton ha-1(37,5 gram dolomit per pot)
U = Pupuk Urea
U0= 0 Kg ha-1
U1= 125Kg ha-1 ( 0,78125 gram Urea per tanaman )
U2= 250 Kg ha-17( 1,5625 gram Urea per tanaman )

Lampiran 2. Gambar Sungkup


Lampiran 3. Hasil Pengujian N2O Pada Fase Vegetatif

Kode sampel Ppb Fluks gas(mg)


D1U1 (2) 374,20 0.3742 0.035252425
D2U2 (1) 399,31 0.39931 0.037617973
D0U0 (2) 351,25 0.35125 0.033090364
D0U2 (3) 365,48 0.36548 0.034430936
D1U0 (1) 389,98 0.38998 0.036739018
D2U1 (1) 394.20 0.3942 0.037136573
D0U1 (3) 375,31 0.37531 0.035356995
D2U0 (2) 426,88 0.42688 0.040215273
D1U2 (2) 374,20 0.3742 0.035252425
D1U0 (3) 377,75 0.37775 0.035586861
D0U2 (1) 331,83 0.33183 0.031260855
D1U1 (1) 388,11 0.38811 0.03656285
D2U1 (2) 399,31 0.39931 0.037617973
D0U0 (3) 347,89 0.34789 0.032773827
D1U2 (3) 376,92 0.37692 0.035508669
D2U0 (1) 456,52 0.45652 0.043007581
D2U2 (2) 629,80 0.6298 0.059331847
D0U1 (2) 360,58 0.36058 0.033969319
D0U0 (1) 369,42 0.36942 0.034802113
D1U1 (3) 369,38 0.36938 0.034798345
D2U1 (3) 411,24 0.41124 0.038741868
D0U1 (1) 411,21 0.41121 0.038739042
D2U0 (3) 436,06 0.43606 0.041080097
D0U2 (2) 379,72 0.37972 0.03577245
D1U2 (1) 474,37 0.47437 0.044689184
D1U0 (2) 357,74 0.35774 0.03370177
D2U2 (3) 430,94 0.43094 0.040597755

Lampiran 4. Hasil Pengujian N2O Pada Fase Primordia


Kode Sampel Ppb Ppm Fluks Gas N2o
D1U1 (2) 403,01 0.40301 0.037967
D2U2 (1) 421,04 0.42104 0.039665
D0U0 (2) 425,08 0.42508 0.040046
D0U2 (3) 455,58 0.45558 0.042919
D1U0 (1) 418,32 0.41832 0.039409
D2U1 (1) 404,35 0.40435 0.038093
D0U1 (3) 426,25 0.42625 0.040156
D2U0 (2) 418,88 0.41888 0.039462
D1U2 (2) 403,38 0.40338 0.038001
D1U0 (3) 406,57 0.40657 0.038302
D0U2 (1) 409,72 0.40972 0.038599
D1U1 (1) 408,00 0.408 0.038437
D2U1 (2) 400,41 0.40041 0.037722
D0U0 (3) 408,53 0.40853 0.038487
D1U2 (3) 411,66 0.41166 0.386533
D2U0 (1) 397,02 0.39702 0.037402
D2U2 (2) 398,65 0.39865 0.037556
D0U1 (2) 415,00 0.415 0.039096
D0U0 (1) 404,24 0.40424 0.038082
D1U1 (3) 408,65 0.40865 0.038498
D2U1 (3) 398,99 0.39899 0.037588
D0U1 (1) 401,37 0.40137 0.037812
D2U0 (3) 406,99 0.40699 0.038341
D0U2 (2) 421,91 0.42191 0.039747
D1U2 (1) 398,65 0.39865 0.037556
D1U0 (2) 400,86 0.40086 0.037764
D2U2 (3) 412,07 0.41207 0.03882

Lampiran 5. Hasil Pengujian N2O Pada Fase Generatif


Kode Sampel Ppb Ppm Fluks Gas
Metana N2o
(Mg)
d1u1 (2) 443,14 0.44314 0.041747
D2U2 (1) 443,69 0.44369 0.041799
D0U0 (2) 427,59 0.42759 0.040282
D0U2 (3) 432,93 0.43293 0.040785
D1U0 (1) 446,10 0.4461 0.042026
D2U1 (1) 424,77 0.42477 0.040016
D0U1 (3) 416,29 0.41629 0.039218
D2U0 (2) 449,07 0.44907 0.042306
D1U2 (2) 454,15 0.45415 0.042784
D1U0 (3) 430,48 0.43048 0.040554
D0U2 (1) 417,43 0.41743 0.039325
D1U1 (1) 456,34 0.45634 0.042991
D2U1 (2) 438,11 0.43811 0.041273
D0U0 (3) 439,44 0.43944 0.041399
D1U2 (3) 446,66 0.44666 0.042079
D2U0 (1) 440,91 0.44091 0.041537
D2U2 (2) 419,43 0.41943 0.039513
D0U1 (2) 417,43 0.41743 0.039325
D0U0 (1) 425,57 0.42557 0.040092
D1U1 (3) 443,14 0.44314 0.041747
D2U1 (3) 430,46 0.43046 0.040553
D0U1 (1) 424,77 0.42477 0.040016
D2U0 (3) 450,50 0.4505 0.04244
D0U2 (2) 424,12 0.42412 0.039955
D1U2 (1) 444,80 0.4448 0.041903
D1U0 (2) 449,07 0.44907 0.042306
D2U2 (3) 451,50 0.4515 0.042535

Lampiran 6. Hasil Pengujian N2O Pada Fase Produksi


Kode Sampel Ppb ppm Fluks Gas N2O(mg)
D1U1 (2) 406,99 0.40699 0.038341487
D2U2 (1) 406,79 0.40679 0.038322645
D0U0 (2) 406,58 0.40658 0.038302862
D0U2 (3) 422,96 0.42296 0.039845979
D1U0 (1) 444,36 0.44436 0.041862019
D2U1 (1) 413,85 0.41385 0.03898775
D0U1 (3) 414,62 0.41462 0.039060289
D2U0 (2) 410,87 0.41087 0.038707011
D1U2 (2) 432,01 0.43201 0.040698557
D1U0 (3) 432,51 0.43251 0.04074566
D0U2 (1) 415,25 0.41525 0.03911964
D1U1 (1) 448,74 0.44874 0.042274647
D2U1 (2) 438,11 0.43811 0.041273222
D0U0 (3) 426,09 0.42609 0.040140849
D1U2 (3) 418,49 0.41849 0.039424872
D2U0 (1) 421,37 0.42137 0.03969619
D2U2 (2) 406,79 0.40679 0.038322645
D0U1 (2) 406,99 0.40699 0.038341487
D0U0 (1) 437,36 0.43736 0.041202567
D1U1 (3) 415,78 0.41578 0.03916957
D2U1 (3) 402,48 0.40248 0.037916611
D0U1 (1) 427,90 0.4279 0.040311364
D2U0 (3) 432,14 0.43214 0.040710804
D0U2 (2) 406,60 0.4066 0.038304746
D1U2 (1) 434,14 0.43414 0.040899219
D1U0 (2) 430,03 0.43003 0.040512026
D2U2 (3) 426,25 0.42625 0.040155922

Lampiran7.Foto Penelitian

You might also like