Professional Documents
Culture Documents
Monopoly of Hajj Pilgrim Transportation by The Government: Monopoli Transportasi Haji Oleh Pemerintah
Monopoly of Hajj Pilgrim Transportation by The Government: Monopoli Transportasi Haji Oleh Pemerintah
Abstract
Implementation of the Hajj is regulated in Law No. 13 of 2008 concerning the organization of the
pilgrimage. This law provide legal certainty for the citizens of the State of Indonesia (WNI) who
wish to perform the pilgrimage in the holy land of Mecca with a system setup and management
implementation. This monopoly is conducted by the Ministry of Religion is a form of monopoly by
law. On Presidential Decree number 70 of 2012 on the procurement of goods or services still relied
upon by the religious ministry of the republic of Indonesia in Hajj transportation procurement
by the government through a public tender process and the law, socio- legal approach empirical
through legislation. There are many factors which become obstacle in the implementation of the
transport Hajj like structure where the lack of specialized agencies authorized to manage funds
Hajj , the substance is not harmony factor . The lack of knowledge about the pilgrims in the
field of aviation technology that can interfere with the process of implementation transportation
pilgrims. Implementation of transport Hajj performed by the government based on a presidential
regulation on procurement of goods and services through a public tender process, but in terms of
implementation remain guided in Law No. 13 of 2008 concerning the organization of the Hajj
Keywords : Monopoly, Transportation, Pilgrimage
Abstrak
Penyelenggaraan ibadah haji ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Memberikan suatu kepastian hukum bagi Warga
Negara Indonesia (WNI) yang ingin menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah dengan
pengaturan suatu sistem dan manajemen penyelenggaraannya. Monopoli yang dilakukan
oleh Kementerian Agama adalah bentuk monopoli by law, Peraturan Presiden Nomor 70
Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa tetap dijadikan dasar oleh Kementerian Agama
Republik Indonesia dalam pengadaan transportasi haji oleh pemerintah melalui proses
pelelangan umum dan Undang-Undang tersebut, pendekatan sosio legal empiris melalui
peraturan perundang-undangan. Terdapat faktor-faktor yang menjadi kendala dalam
pelaksanaan transportasi haji seperti struktur di mana belum adanya lembaga khusus
yang berwenang untuk mengelolah dana haji, faktor substansi adalah belum harmonisnya.
Minimnya pengetahaun jamaah haji tentang teknologi di bidang penerbangan yang dapat
menganggau proses pelaksanaan transportasi jamaah haji. Pelaksanaan transportasi haji
oleh pemerintah dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang
dan Jasa melalui proses pelelangan umum, akan tetapi dalam hal pelaksanaannya tetap
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji.
Kata Kunci : Monopoli, Transportasi, Ibadah Haji.
Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundan- maah haji, di atur dalam Pasal 7 huruf e UU
gkan Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2008, yaitu: “Jamaah Haji
No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Prak- berhak memperoleh pembinaan, pelayanan
tek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak dan perlindungan dalam menjalankan Iba-
Sehat (Undang-undang Anti Monopoli). dah Haji, berupa pelayanan dan perlindun-
gan dalam hal transportasi.”
Pasal 3 Undang-undang tersebut me
nyatakan bahwa tujuan pembentukan Adapun pelaksaan transportasi diatur
Undang-undang ini adalah untuk : 3 lebih lanjut dalam Pasal 33 sampai 35 UU
No. 34 Tahun 2009, yaitu:
a. Menjaga kepentingan umum dan mening-
katkan efisiensi ekonomi nasional sebagai “ Pada Pasal 33 ayat (1) UU No. 13 Ta-
salah satu upaya untuk meningkatkan ke- hun 2008 disebutkan bahwa Pelayanan
sejahteraan rakyat; Transportasi Jamaah Haji ke Arab Saudi
dan pemulangannya ke tempat embar-
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif
kasi asal di Indonesia menjadi tanggung
melalui persaingan usaha yang sehat
jawab Menteri dan berkoordinasi dengan
sehingga menjamain adanya kepastian ke-
menteri yang ruang lingkup tugas dan
sempatan berusaha yang sama bagi pelaku
tanggung jawabnya di bidang perhubun-
usaha besar, pelaku usaha menengah dan
gan.”
pelaku usaha kecil;
Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal
c. Mencegah praktek monopoli atau praktek
34 dan 35 Undang-Undang No. 13 Tahun
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
2008, yaitu:
pelaku usaha;
Pasal 34 menyebutkan Penunjukan
d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
pelaksana Transportasi Jamaah Haji di-
kegiatan usaha
lakukan oleh Menteri dengan memperhati-
Sehubungan dengan lahirnya Undang- kan aspek kemananan, keselamatan, kenya-
Undang No.5 tahun 1999 maka Indonesia manan dan efisiensi. Pasal 35 menyebutkan
harus menata kembali kerangka pereko- Transportasi Jamaah Haji dari Daerah asal
nomiannya, yang selama 32 tahun terpola ke embarkasi dan dari debarkasi ke daerah
seperti yang diinginkan oleh Pemerintah asal menjadi tanggung jawab pemerintah
Orde Baru, di mana perekonomian Indo- Daerah.
nesia bergantung sepenuhnya pada kebi-
Dalam hal ini harus tetap diperhatikan
jakan penguasa pada saat itu. Dari sistem
suatu perlindungan terhadap jamaah haji
perekonomian yang monopolistik harus
sesuai dengan yang telah ditentukan oleh
diubah menjadi sistem perekonomian yang
Undang-Undang No. 13 Tahun 2008, yai-
mengikuti arus persaingan atau ekonomi
tu perlindungan mulai dari sebelum pem-
pasar bebas sesuai dengan arus globalisasi
berangkatan, pemberangkatan dan kembali
perekonomian dunia, di mana pada tahun
ke tanah air. Secara gramatikal ”perlindun-
2003 akan muncul era perdagangan bebas.
gan” berasal dari kata ”lindung” yang berar-
Terkait dengan pemberian pelayanan ti mendapatkan dirinya di bawah sesuatu
dan perlindungan jamaah haji dalam hal supaya jangan kelihatan. Arti perlindungan
transportasi yang digunakan baik pada saat adalah segala upaya yang dilakukan untuk
pemberangkatan maupun pemulangan ja- melindungi subyek tertentu, juga dapat di-
3
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ten-
tang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
1.
Pelaksanaan Transportasi Haji oleh Transportasi jamaah haji dari Indone-
Pemerintah sia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke
Indonesia menggunakan sistem charter
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan dengan memperhatikan aspek kemanan,
tugas nasional dan merupakan rangkaian keselamatan, kenyamanan, dan efisiensi.
kegiatan yang beragam, serta melibatkan Pelaksana Transportasi Udara merupakan
banyak pihak dan orang, mengelolah dana wewenang Menteri Agama setelah berkoor-
masyarakat, dilaksanakan dalam rentang dinasi dengan menteri yang ruang lingkup
waktu yang panjang di dalam negeri dan tugas dan tanggung jawabnya di bidang per-
Arab Saudi, sehingga memerlukan kerjasa- hubungan udara. Hal tersebut sebagaimana
ma yang erat dan koordinasi yang dekat, yang tercantum dalam Pasal 33 Ayat (1)
manajemen yang baik dan penanganan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
yang cermat serta dukungan sumber daya tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang
manusia yang handal dan amanah. berbunyi : “Pelayanan Transportasi Jamaah
Dalam rangka mewujudkan akuntabili- Haji ke Arab Saudi dan pemulangannya ke
tas publik, penyelenggaraan haji harus di- tempat embarkasi asal Indonesia m enjadi
laksanakan dengan mengedepankan prin- tanggung jawab Menteri dan Berkoor
sip efektifitas, efisiensi, keadilan dan pro- dinasi dengan menteri yang ruang lingkup
fesionalitas. Penyelenggaraan ibadah haji tugas dan tanggung jawabnya di bidang
harus dikelolah dengan mengutamakan ke- perhubungan “.
pentingan jama’ah sesuai dengan hak dan Berkaitan dengan hal tersebut dan dalam
6
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liber- rangka melaksanakan Peraturan Pemerin-
ty, Yogyakarta, 2004,hlm. 29.
7
Wawancara dengan Cepty Supriatna, Sekretaris
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kement-
erian Agama Republik Indonesia, tanggal 2-4 April 2013
13
Parlementaria, Penyelenggaraan Ibadah Haji, Cet 14
Abdul Hakim, Pelaksanaan Transportasi di Indone-
I. Bidang penerbitan DPR RI, Jakarta, 2012, hlm. 129 sia, Gramedia : Jakarta, 2007. hlm. 71
nakan untuk keperluan biaya penyelengga- luarkan sinyal frekuensi yang dapat meng-
raan ibadah haji termasuk untuk keperluan ganggu sistem dalam pesawat terbang telah
biaya penyediaan transportasi haji. diberitahukan terlebih dahulu sebelumnya
kepada pengguna jasa penerbangan.
3. Faktor Kultur
Ketika pesawat terbang masih berada
Faktor penghambat selanjutnya dalam
pada fase kritis seperti saat menjelang take
pelaksanaan transportasi haji adalah faktor
off dan landing, jaringan akan menciptakan
kultur. Kaitannya dengan hal itu, maka,
tenaga yang dihasilkan oleh telepon seluler
menurut analisis penulis bahwa faktor
pada tingkat tertentu karena jarak masih
ini menjadi salah satu penentu dalam
memadai untuk tetap tersambung dengan
keberhasilan pelaksanaan transportasi haji.
jaringannya. Mengingat fase kritis ini cu-
Misalnya kaitannya dengan kebiasaan yang
kup tinggi kontribusinya terhadap berbagai
umumnya di lakukan oleh para jamaah haji
kecelakaan pesawat udara, sehingga sangat
atau organ pelaksana dalam hal ini kemen-
wajar seandainya awak kabin selalu tetap
terian perhubungan sebagai mitra Kemen-
melarang penggunaan telepon seluler pada
terian Agama dalam hal penyediaan trans-
saat penumpang boarding atau sesudah pe-
portasi haji yang memiliki keterbatasan ke-
sawat landing.
mampuan dan keterbatasan pengetahuan di
bidang teknologi penerbangan. Peringatan ini disebabkan karena seba-
gian penumpang pesawat jamaah haji ma-
Berkaitan dengan hal tersebut, dewasa
sih sangat sering memanfaatkan waktu un-
ini peradaban manusia dihadirkan dengan
tuk menggunakan telepon seluler saat mulai
adanya fenomena baru yang mampu me
duduk di kursi dalam pesawat, ataupun cen-
ngubah hampir setiap kehidupan manusia,
derung buru-buru menghidupkan telefon
yaitu perkembangan teknologi penerba
selulernya ketika pesawat baru saja landing
ngan, di mana setiap orang dapat pergi ke
meski pesawat yang ditumpanginya masih
manapun dengan mudah dan cepat tanpa
bergerak untuk approxing menuju tempat
harus banyak menyita waktu. Munculnya
parkir pesawat. Hal demikian bukan saja
fenomena baru dalam dunia transportasi,
dilakukan oleh jamaah haji melainkan juga
yaitu transportasi udara dengan menggu-
dilakukan oleh pelaksana kebijakan, sering
nakan pesawat terbang telah mengubah
kali pelaksana kebijakan kurang melakukan
perilaku manusia dalam berinteraksi den-
sosialisasi yang terkait dengan penggunaan
gan manusia lain, baik secara individu mau-
pesawat seluler yang berimplikasi terhadap
pun kelompok.
gangguan sistem penerbangan.
Pesawat terbang memberikan kemudah-
Hal tersebutlah yang menjadi kendala
an bagi setiap orang untuk melakukan per-
dalam pelaksanaan transportasi haji. Se-
jalanan kemanapun sesuai dengan keingi-
hingga diharapkan kedepannya kendala-
nannya walau jarak yang ditempuh bermil-
kendala tersebut tidak menjadi lagi faktor
mil jauhnya, karena dengan menggunakan
penghambat dalam proses pelaksanaan
pesawat terbang jarak bukanlah sebagai
transportasi haji.
suatu halangan.
Selain faktor-faktor penghambat pelak-
Kemudahan dalam kemajuan teknologi
sanaan ibadah haji sebagaimana yang telah
tersebut menjadikan manusia lengah bah-
diungkapkan tersebut, maka terdapat be-
kan tidak menghiraukan larangan-larangan
berapa faktor penghambat lainnya baik
yang telah diberitahukan terlebih dahulu,
pada saat berada di Indonesia maupun ke-
larangan penggunaan alat komunikasi tele-
tika berada di Arab Saudi.
pon seluler dan alat elektronik yang menge-