Professional Documents
Culture Documents
Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa
Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa
ABSTRACTS
wirausaha. Perilaku kewirausahaan ini bisa oriented, bukan no action, dream only
dilihat dari kegiatan wirausaha mahasiswa dalam kondisi apapun sehingga diperlukan
baik di luar maupun kewirausahaan di kesanggupan berpikir secara detil terhadap
dalam organisasi (intrapreneurship). hal-hal penting. Bila kemudian muncul
Mahasiswa juga telah melakukan perilaku resiko, dia siap menanggung resiko apapun
kewirausahaan sesuai dengan ciri-ciri dan atas aktivitasnya, namun secepat itu pula,
sifat seorang wirausahawan. Di dalam dia akan berbenah diri dan melangkah maju
organisasi maupun dalam melaksanakan untuk lebih baik (Chandra, 2001). Tentu,
kegiatan kemahasiswaan, mahasiswa telah perilaku kewirausahaan yang telah
membuktikan diri sebagai seorang dilakukan oleh mahasiswa dalam berbagai
wirausaha, misalnya saat dia harus kegiatannya membutuhkan kecerdasan
memutuskan sesuatu untuk kegiatannya, emosi yang optimal.
mengadakan kegiatan seminar atau Dari berbagai pendapat dan studi
workshop, memutuskan untuk mendirikan pendahuluan yang penulis kutip tersebut di
unit kegiatan tertentu, tentunya dengan atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa
segala resiko yang harus ditanggungnya. kecerdasan emosi sangatlah penting dan
Hal ini senada dengan pendapat berpengaruh besar pada terwujudnya
Baumassepe (2001) bahwa mahasiswa kewirausahaan mahasiswa pada organisasi
mempunyai sifat rela berkorban dan berani kemahasiswaan (intrapreneurship),
mengambil resiko terhadap cita-cita yang sehingga penulis meneliti apakah ada
diperjuangkannya. Dan terakhir adalah hubungan positif antara kecerdasan emosi
berpengetahuan dan berpandangan luas. dan kewirausahaan pada mahasiswa.
Jelas mahasiswa adalah golongan Hubungan yang positif berarti bahwa
intelektual, karena lahir dari tempat-tempat semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi
yang menjadi sumber pengetahuan mahasiswa, maka semakin tinggi pula
(perguruan tinggi). Dengan bekal penge- tingkat kewirausahaannya. Sebaliknya,
tahuan dan ilmu yang dimiliki setidaknya semakin rendah tingkat kecerdasan emosi
menjadi embrio untuk lahir menjadi mahasiswa, maka semakin rendah pula
seorang wirausahaan sejati. tingkat kewirausahaannya.
Di sisi lain, Chandra (2001) menyata-
kan bahwa wirausahawan perlu mengem- KEWIRAUSAHAAN
bangkan kecerdasan emosi sehingga
wirausahawan akan mampu melihat Drucker (1985) mengartikan kewirau-
peluang usaha yang ada di sekitarnya. sahaan sebagai semangat, kemampuan,
Wirausahawan yang cerdas emosinya sikap, perilaku individu dalam menangani
tentunya juga memiliki intuisi yang tajam. usaha/kegiatan yang mengarah pada upaya
Wirausahawan dapat menangkap sesuatu mencari, menciptakan, menerapkan cara
yang tidak dilihat orang lain. Walaupun kerja, teknologi, dan produk baru dengan
data tidak lengkap, ia biasanya dapat meningkatkan efisiensi dalam rangka
mengambil konklusi yang tepat. memberikan pelayanan yang lebih baik dan
atau memperoleh keuntungan yang lebih
Sebagai wirausahawan, mahasiswa juga besar. Untuk memperoleh keuntungan
harus merupakan orang yang action diperlukan kreativitas dan penemuan hal-
bebas untuk menunjang pemasaran hasil yang diterapkan pada orang dalam
produksi (Kompas, 2002). Ia penyelenggaraan organisasi atau kegiatan
mencontohkan, kewirausahaan yang selama kemahasiswaan.
ini digalakkan di Indonesia adalah sejenis
multi level marketing (MLM) meskipun Intrapreneurship pada Mahasiswa
menghasilkan pendapatan yang besar, tipe
ini cenderung tidak produktif dan membuat Sebelum membahas tentang kewira-
ketergantungan, bahkan hanya meng- usahaan (intrapreneurship) pada maha-
untungkan negara produsen karena siswa, terlebih dahulu peneliti mengungkap
Indonesia hanya sebagai negara pemasar. tentang karakteristik dari organisasi
mahasiswa.
Sampai saat ini, dunia wirausaha tidak
cukup menarik untuk para sarjana baru. Ada beberapa karakteristik organisasi
Padahal dunia wirausaha adalah pilihan mahasiswa, yaitu:
yang paling rasional dalam segala kondisi a. Nonprofit.
perekonomian, apalagi dalam situasi krisis. b. Lebih menonjolkan kebersamaan dari-
Di dalam struktur kognitif mereka seolah- pada profesionalisme.
olah terdapat prasangka yang buruk
c. Panitia (pelaksana organisasi) cende-
terhadap dunia wirausaha, yang membuat
rung ada permakluman jika berbuat
mereka menjauh dari kemungkinan untuk
salah.
memilih wirausaha sebagai alternatif karir
masa depan mereka. Prasangka buruk ini d. Minim dana.
sebenarnya berupa keyakinan-keyakinan Ada tiga pondasi dari intrapreneurship
subjektif yang tidak mengandung kebe- (chrisfoxinc.com, 2002) yang juga pada
naran objektif. Berdasarkan pada kerangka umumnya harus dimiliki oleh mahasiswa
pemikiran yang digunakan Banfe (1991), jika organisasi mahasiswa ingin maju dan
prasangka buruk ini disebut sebagai mitos berkembang, yaitu:
yang harus dihapuskan dari kesadaran
a. Inovasi, mampu melihat sesuatu dalam
kolektif angkatan kerja sarjana, karena
cara pandang yang baru, bisa
dampak dari mitos-mitos negatif ini
memunculkan ide-ide baru.
sungguh besar.
b. Mampu memperhitungkan resiko yaitu
Kewirausahaan pada penelitian ini
kemampuan untuk memperhitungkan
mengungkap tentang kewirausahaan dalam
kesempatan dan kemungkinan gagal
organisasi kemahasiswaan (intrapreneur-
dengan belajar dari pengalaman.
ship). Sebenarnya pengertian kewira-
usahaan (intrepreneurship), komponen, c. Kreativitas, kemampuan untuk menyu-
ciri, sifat, dan tingkah laku intrepreneur- sun banyak kemungkinan di masa yang
ship sama persis dengan entrepreneurship. akan datang dengan proaktif berkreasi.
Hanya saja bedanya, intrapreneurship Organisasi akan lebih maju dan optimal
merupakan kewirausahaan di dalam jika mahasiswa profesional (dalam arti
menjalankan suatu organisasi mengedepankan kesungguhan), kreatif,
(chrisfoxinc.com, 2002). Intrapreneurship inovatif, dan memiliki komitmen yang
pada mahasiswa berarti entrepreneurship tinggi terhadap organisasinya. Implikasi-
potensi serta bakat unik yang dimiliki. langsung yaitu melalui perantara
Komitmen yang berupa rasa tanggung misalnya media massa baik cetak
jawab ini, pada gilirannya memiliki maupun elektronik serta informasi yang
potensi untuk memperbesar pengaruh canggih lewat jasa satelit.
tanpa perlu menggunakan kewenangan
untuk memaksakan otoritas. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi Tinggi
d. Alkimia emosi (emotional alchemy), Ciri-ciri kecerdasan emosi tinggi
yaitu kemampuan kreatif untuk (Dapsari, 2001) yaitu:
mengalir bersama masalah-masalah
dan tekanan-tekanan tanpa larut di a. Optimal dan selalu positif pada saat
dalamnya. Hal ini mencakup menangani situasi-situasi dalam hidup-
ketrampilan bersaing dengan lebih peka nya, seperti saat menangani peristiwa
terhadap kemungkinan solusi yang dalam hidupnya dan menangani
masih bersembunyi dan peluang yang tekanan masalah-masalah pribadi yang
masih terbuka untuk mengevaluasi dihadapi.
masa lalu, menghadapi masa kini, dan b. Terampil dalam membina emosinya, di
mempertahankan masa depan. mana orang tersebut terampil di dalam
mengenali kesadaran emosi diri dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi ekspresi emosi, juga kesadaran emosi
Kecerdasan Emosi terhadap orang lain.
Menurut Goleman (1999), ada 2 faktor c. Optimal pada kecakapan kecerdasan
yang mempengaruhi kecerdasan emosi, emosi, di mana hal ini meliputi
faktor tersebut terbagi menjadi faktor kecakapan intensionalitas, kreativitas,
internal dan faktor eksternal. Berikut ini ketangguhan, hubungan antarpribadi
penjelasan masing-masing faktor: dan ketidakpuasan konstruktif.
d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan
1. Faktor internal. Faktor internal
atau empati, intuisi, radius keperca-
merupakan faktor yang timbul dari
yaan, daya pribadi, dan integritas.
dalam individu yang dipengaruhi oleh
keadaan otak emosional seseorang, otak e. Optimal pada kesehatan secara umum,
emosional dipengaruhi oleh keadaan kualitas hidup, relationship quotient
amigdala, neokorteks, sistem limbik, dan kinerja optimal.
lobus prefrontal dan hal-hal lain yang
berada pada otak emosional. Hubungan antara Kecerdasan Emosi
2. Faktor eksternal dimaksudkan sebagai dan Kewirausahaan pada Mahasiswa
faktor yang datang dari luar individu Kewirausahaan pada mahasiswa tentu-
dan mempengaruhi individu untuk atau nya mencakup sikap dan perilaku yang
mengubah sikap. Pengaruh luar yang bercirikan tingkah laku kewirausahaan
bersifat individu dapat secara yang dimunculkan oleh mahasiswa, baik
perorangan, secara kelompok, antara dalam menghadapi tugas-tugas akademis,
individu mempengaruhi kelompok atau tugas-tugas organisasi mahasiswa, maupun
sebaliknya, juga dapat bersifat tidak berbagai bidang kehidupan, termasuk
bidang usaha atau bisnis. Sebagai sese- menjelaskan bahwa orang dewasa rata-rata
orang yang memiliki jiwa entrepreneur, hanya menggunakan 10% kecerdasannya
tentunya mahasiswa mampu menggunakan selama hidup. Hal ini sejalan dengan
potensi emosinya secara optimal. Sejalan pendapat Sternberg (Cooper dan Sawaf,
dengan hal tersebut, Chandra (2001) 2000) yang menyinggung bahwa orang
mengemukakan pentingnya peranan emosi sering menghitung IQ, namun IQ bukanlah
bisnis bagi entrepreneur. Apalagi, dalam yang terpenting. Disebutkan olehnya
mengatasi tantangan persaingan bisnis di bahwa tidak boleh menyingkirkan fakta
Milenium ketiga ini. Karena, emosi ini bahwa hal-hal yang paling penting adalah
mampu memicu munculnya kreativitas dan kecerdasan emosi.
inovasi seseorang. Emosi juga bisa Pendapat ini sejalan dengan pendapat
mengaktifkan nilai-nilai etika, mendorong Goleman (2000) yang menyatakan bahwa
atau mempercepat penalaran seseorang meskipun telah begitu ditekankan baik di
dalam berbisnis. Emosi juga berperan di sekolah-sekolah maupun dalam ujian-ujian
dalam membangun kepercayaan dan penerimaan, IQ saja ternyata tidak cukup
keakraban. Bahkan tak hanya itu, emosi untuk menerangkan kinerja orang
juga akan memotivasi seseorang, dan sesungguhnya dalam pekerjaan dan hidup.
membuat seseorang nyata dan hidup. Ketika skor IQ dikorelasikan dengan
Ananda (2000) menyebutkan bahwa tingkat kinerja orang dalam karir mereka,
kecerdasan emosi memiliki komponen taksiran tertinggi untuk besarnya selisih IQ
yang sangat kompleks dan terkait dengan terhadap kinerja adalah 25%. Dalam
kemampuan seseorang dalam mengguna- analisis yang seksama, angka yang tepat
kan kemampuan dan potensi emosionalnya mungkin tidak lebih dari 10%, bahkan bisa
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk hanya 4%.
dalam kualitas kerja. Hal ini selaras dengan Goleman (2000) juga berpendapat
pendapat Albin (Ananda, 2000) yang bahwa IQ saja tidak mampu menerangkan
menyatakan bahwa semua manusia tanpa 75% keberhasilan-keberhasilan dalam
terkecuali, dianugerahi kemampuan emo- pekerjaan, atau bahkan sampai 96%.
sional yang unik, sehingga semua dapat Ternyata IQ tidak menentukan apakah
belajar untuk menerimanya. seseorang berhasil atau gagal. Sebagai
Cooper dan Sawaf (2000) menyebutkan contoh, sebuah pengkajian terhadap para
bahwa faktor yang paling menentukan lulusan Universitas Harvard dalam bidang
keberhasilan seseorang dalam bekerja hukum, kedokteran, dan bisnis menemukan
adalah faktor kecerdasan emosi. Ditam- bahwa skor-skor pada ujian masuk sebagai
bahkan oleh mereka bahwa intelektual pengganti uji IQ mempunyai korelasi nol
cerdas seringkali bukanlah orang yang (0) atau negatif dengan sukses karir mereka
paling berhasil dalam bisnis maupun pada akhirnya.
kehidupan. IQ kemungkinan berhubungan Sementara itu, Chandra (2001) juga
hanya dengan 4% dari keberhasilan di berpendapat bahwa banyak orang yang
dunia nyata. Lebih dari 90% keberhasilan sukses menjadi entrepreneur meski nilai
berhubungan dengan bentuk-bentuk akademisnya sedang-sedang saja. Hal ini
kecerdasan lain. Lebih lanjut mereka disebabkan, mereka yang lulus dengan nilai
yang sedang itu sebagian besar memiliki (2001) juga berpendapat bahwa emosi
kecerdasan emosi yang optimal. Lantaran adalah sesuatu yang punya makna penting
kecerdasan emosi yang optimal inilah yang bagi suatu perusahaan atau organisasi.
justru mendorongnya untuk menjadi Menurutnya, emosi adalah pengorganisasi
entrepreneur yang kreatif. yang hebat dalam bidang pikiran dan
Sementara itu, Chandra (2001) perbuatan. Meskipun demikian, emosi tidak
berpendapat bahwa entrepreneur (wirausa- dapat dipisahkan dari penalaran dan
hawan) yang memiliki kecerdasan emosi rasionalitas.
yang optimal, akan lebih berpeluang Demikianlah hubungan antara kecer-
mencapai puncak keberhasilannya. Sosok dasan emosi dan kewirausahaan. Sama
semacam ini sangat diperlukan dalam halnya dengan entrepreneurship, kecer-
membangun masyarakat entrepreneur dasan emosi ini memiliki hubungan yang
Indonesia. Entrepreneur yang memiliki sama dengan intrapreneurship pada
kecerdasan emosi optimal, akan tetap mahasiswa dalam memicu kretivitas dan
menganggap, bahwa krisis itu adalah inovasi mahasiswa selama berwirausaha
sebuah peluang. dalam organisasi kemahasiswaan.
Itulah sebabnya mengapa entrepreneur
itu harus tetap jeli dalam memanfaatkan METODE
emosinya. Sebaliknya, jika seseorang
secara intelektual cerdas, kerap kali justru Subjek Penelitian
bukanlah seorang entrepreneur yang Penelitian ini melibatkan mahasiswa
berhasil dalam dunia bisnis dan kehidupan sebagai responden dari berbagai perguruan
pribadinya. Seorang entrepreneur harus tinggi di Yogjakarta.
yakin, bahwa di dalam dunia bisnis saat ini
maupun di masa mendatang, kecerdasan Pengumpulan Data
emosi akan tetap lebih berperan (Chandra, Pengumpulan data dalam penelitian ini
2001). menggunakan skala sebagai alat ukur untuk
Maka dengan memiliki kecerdasan memperoleh data yang diperlukan. Skala
emosi yang optimal, seseorang akan lebih yang digunakan menggunakan model skala
bisa mentransformasikan situasi sulit dan Likert dengan lima alternatif respon.
bahkan menjadi semakin peka akan adanya Validitas pengukuran yang digunakan
peluang entrepreneur dalam situasi apapun. dalam penelitian ini adalah content validity
Kalau seseorang memiliki kecerdasan atau validitas isi. Sebelum alat ukur
emosi yang optimal, Chandra (2001) yakin digunakan untuk tujuan penelitian, peneliti
bahwa seseorang tersebut akan mampu melakukan uji coba terlebih dahulu untuk
mengatasi berbagai konflik. menentukan butir yang sahih sekaligus
Emosi akan memicu kreativitas dan menggugurkan butir yang tidak sahih.
inovasi. Emosi juga berperan di dalam Penentuan butir yang sahih dan tidak sahih
membangun kepercayaan dan keakraban dengan menggunakan analisis daya beda
bahkan tidak hanya itu, emosi juga akan atau daya diskriminasi butir.
memotivasi kita. Hammond dalam Chandra
Dalam penelitian ini norma kategorisasi Tabel 4. Norma Kategorisasi Skor Setiap
skor di atas digunakan. Norma kategorisasi Variabel Penelitian Skala Kewirausahaan
skor setiap variabel penelitian dapat dilihat
Norma Kategorisasi Kategori
pada tabel berikut:
x ≤ 112,0146 Sangat Rendah
Tabel 3. Norma Kategorisasi Skor Setiap 112,0146< x ≤ 129,3382 Rendah
Variabel Penelitian Skala Kecerdasan 129,3382< x ≤ 146,6618 Sedang
Emosi 146,6618< x ≤ 163,9854 Tinggi
x > 163,9854 Sangat Tinggi
Norma Kategorisasi Kategori
x ≤ 90,2853 Sangat Rendah
Berpedoman pada norma tersebut,
90,2853< x ≤ 106,0951 Rendah
peneliti melakukan kategorisasi skor tiap-
106,0951< x ≤ 121,9049 Sedang
tiap subjek penelitian pada masing-masing
121,9049< x ≤ 137,7147 Tinggi variabel penelitian, yaitu:
x > 137,7147 Sangat Tinggi
Keterangan:
KE : Kecerdasan Emosi.
KW : Kewirausahaan.
Hasil Uji Hipotesis Penelitian korelasi (r) sebesar 0,632 dengan taraf
signifikansi p = 0,000 (p < 0,01). Hasil
Hasil analisis korelasi product moment
analisis ini menunjukkan bahwa terdapat
dari Pearson antara kecerdasan emosi dan
hubungan positif yang sangat signifikan
kewirausahaan menghasilkan koefisien
antara antara kecerdasan emosi dengan
Hasil uji hipotesis penelitian menunjuk- positif antara antara kecerdasan emosi dan
kan diterimanya hipotesis yang diajukan kewirausahaan pada mahasiswa. Taraf
oleh peneliti, yakni adanya hubungan koefisien korelasi (r) yang dihasilkan dari
hubungan 2 variabel tersebut sebesar 0,632 kemampuan. Kemampuan ini akan berpe-
dengan taraf signifikansi p = 0,000 (p < ngaruh terhadap pembentukan kewirausa-
0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi haan seseorang, yaitu: (a) Kesadaran diri
kecerdasan emosi mahasiswa, semakin emosional, (b) Mengelola emosi, (c)
tinggi pula kewirausahaan mahasiswa. Memanfaatkan emosi secara produktif, (d)
Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan Empati: membaca emosi, (e) Membina
emosi mahasiswa, semakin rendah pula hubungan. Kemampuan ini sejalan dengan
kewirausahaan pada mahasiswa. keterampilan yang dimiliki oleh wirausa-
Hasil penelitian ini menunjukkan bah- hawan, yaitu: (a) Keterampilan berpikir
wa kecerdasan emosi memiliki hubungan kreatif. Pemikiran kreatif ini didukung oleh
positif dengan kewirausahaan. Kecerdasan 2 hal, yaitu pengerahan daya imajinasi dan
emosi berpengaruh terhadap kewirausahaan proses berpikir ilmiah. (b) Keterampilan
mahasiswa dengan sumbangan efektif dalam pembuatan keputusan. (c) Keteram-
sebesar 39,9%. Masing-masing aspek pilan dalam kepemimpinan. Beberapa hal
kecerdasan emosi memiliki sumbangan yang perlu digarisbawahi dalam usaha
efektif terhadap kewirausahaan pada melatih keterampilan untuk memimpin diri
mahasiswa dengan urutan sebagai berikut. sendiri yaitu dengan jalan sebagai berikut:
Pertama, aspek kebugaran emosi membe- mengenal diri sendiri, melatih kemauan,
rikan sumbangan efektif sebesar 21,741%. melatih disiplin diri sendiri, (d)
Kedua, aspek kedalaman emosi memberi- Keterampilan manajerial, (e) Keterampilan
kan sumbangan efektif sebesar 12,308%. dalam bergaul antarmanusia (human
Ketiga, aspek kesadaran emosi memberi- relations).
kan sumbangan efektif sebesar 5,986%, Selain itu, Cooper dan Sawaf (2000)
dan keempat, aspek alkimia emosi juga menyebutkan bahwa faktor yang
memberikan sumbangan efektif sebesar – paling menentukan keberhasilan seseorang
0,135%. dalam bekerja adalah faktor kecerdasan
Sementara itu, Ananda (2000) menye- emosi. Ditambahkan oleh mereka bahwa
butkan bahwa kecerdasan emosi memiliki intelektual cerdas seringkali bukanlah
komponen yang sangat kompleks dan orang yang paling berhasil dalam bisnis
terkait dengan kemampuan seseorang maupun kehidupan. IQ kemungkinan
dalam menggunakan kemampuan dan berhubungan hanya dengan 4% dari
potensi emosionalnya dalam kehidupan keberhasilan di dunia nyata. Lebih dari
sehari-hari. Hal ini selaras dengan pendapat 90% keberhasilan kemungkinan berhu-
Albin (Ananda, 2000) yang menyatakan bungan dengan bentuk-bentuk kecerdasan
bahwa semua manusia tanpa terkecuali, lain. Lebih lanjut mereka menjelaskan
dianugerahi kemampuan emosional yang bahwa orang dewasa rata-rata hanya
unik, sehingga semua dapat belajar untuk menggunakan 10% kecerdasannya selama
menalari dan menerimanya. Begitu juga hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat
dengan mahasiswa. Sternberg (Cooper dan Sawaf, 2000) yang
menyinggung bahwa orang sering
Menurut Goleman (1999), seseorang menghitung IQ, namun IQ bukanlah yang
yang memiliki kecerdasan emosi yang terpenting. Disebutkan olehnya bahwa
tinggi tentunya akan memiliki berbagai
tidak boleh menyingkirkan fakta bahwa dari optimalisasi potensi mahasiswa, opti-
hal-hal yang paling penting adalah malisasi kreasi dan inovasinya. Chandra
kecerdasan emosi. (2001) juga berpendapat bahwa banyak
Mahasiswa, dengan berbagai kegiatan orang yang sukses menjadi entrepreneur
yang dilakukannya, membutuhkan berbagai meski nilai akademisnya sedang-sedang
kemampuan yang tidak hanya melulu saja. Hal ini disebabkan, mereka yang lulus
membutuhkan IQ saja, tetapi lebih pada dengan nilai yang sedang itu sebagian besar
kemampuan emosional yang tinggi karena memiliki kecerdasan emosi yang optimal.
tentunya kegiatan kemahasiswaan ini tidak Lantaran kecerdasan emosi yang optimal
lepas dari kinerja hubungan dengan orang inilah yang justru mendorongnya untuk
lain. Goleman (2000) menyatakan bahwa menjadi entrepreneur yang kreatif.
meskipun telah begitu ditekankan baik di Contohnya adalah Bill Gates, seorang super
sekolah-sekolah maupun dalam ujian-ujian milyader di Amerika Serikat. Dia adalah
penerimaan, IQ saja ternyata tidak cukup pemilik perusahaan perangkat lunak
untuk menerangkan kinerja orang sesung- Microsoft. Saat Bill Gates kuliah di
guhnya dalam pekerjaan dan hidup. Ketika Harvard Business School, ia merasa tidak
skor IQ dikorelasikan dengan tingkat mendapat pengetahuan apa-apa. Akhirnya
kinerja orang dalam karir mereka, taksiran ia putuskan berhenti kuliah. Namun, meski
tertinggi untuk besarnya selisih IQ terhadap droop out dari Harvard, Bill dikenal
kinerja adalah 25%. Dalam analisis yang sebagai penyumbang dana terbesar bagi
seksama, angka yang tepat mungkin tidak universitasnya. Hal yang sama juga terjadi
lebih dari 10%, bahkan bisa hanya 4%. pada Steven K. Scout. Saat ini dia dikenal
sebagai milyader di Amerika Serikat.
Goleman (2000) juga berpendapat Ketika masih di sekolah, Steven tidak
bahwa IQ saja tidak mampu menerangkan pintar. Namun, sekarang Steven berhasil
75% keberhasilan-keberhasilan dalam menjadi pengusaha yang bergerak di
pekerjaan, atau bahkan sampai 96%. bidang bisnis pemasaran nomor satu di
Ternyata IQ tidak menentukan apakah Amerika Serikat.
seseorang berhasil atau gagal. Sebagai
contoh, sebuah pengkajian terhadap para Goleman (2000) berpendapat bahwa
lulusan Universitas Harvard dalam bidang aturan bekerja kini tengah berubah. Orang
hukum, kedokteran, dan bisnis menemukan dinilai berdasarkan tolok ukur baru, tidak
bahwa skor-skor pada ujian masuk sebagai hanya didasarkan pada tingkat kepandaian,
pengganti uji IQ mempunyai korelasi nol atau berdasarkan pelatihan dan penga-
(0) atau negatif dengan sukses karir mereka laman, tetapi juga berdasarkan seberapa
pada akhirnya. baik orang mengelola diri sendiri dan
berhubungan dengan orang lain. Tolok
Mahasiswa yang memiliki kemampuan ukur ini semakin banyak diterapkan dalam
kecerdasan emosi yang optimal belum memilih siapa yang akan dipekerjakan dan
tentu memiliki nilai akademis yang tinggi, siapa yang tidak, siapa terpaksa diberhen-
meski tidak selamanya mahasiswa yang tikan dan siapa yang dapat dipertahankan,
memiliki nilai akademik rendah akan siapa yang harus dimutasikan dan siapa
memiliki tingkat kewirausahaan yang yang harus dipromosikan. Aturan-aturan
tinggi. Kesuksesan mahasiswa tergantung
baru tersebut memperkirakan siapa yang dalam bidang bisnis, 80 % ditentukan oleh
paling mungkin menjadi bintang di tempat kecerdasan emosinya.
kerja dan siapa yang paling cenderung Penelitian ini menggunakan responden
terpuruk. Tidak peduli bidang apa yang penelitian mahasiswa dari berbagai
sedang ditekuni. Aturan tersebut mengukur perguruan tinggi di Jogjakarta dengan
bakat-bakat yang sangat penting dalam beberapa kriteria, pertama, mereka telah
kaitannya dengan nilai jual untuk pekerjaan menginjak minimal semester tiga,
di masa mendatang alasannya waktu dua semester sebelumnya
Goleman memperkuat pendapatnya dianggap sudah cukup bagi mahasiswa
dengan menunjukkan hasil analisis yang untuk melakukan adaptasi, orientasi, dan
dibuat oleh para pakar dalam bidang yang interaksi terhadap dunia kampus dan
berbeda-beda pada hampir 500 organisasi, lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
jawatan pemerintah, dan organisasi nirlaba Kedua, belum menikah. Ketiga, belum
di seluruh dunia secara sendiri-sendiri terikat kerja (ikatan dinas), asumsinya
membuktikan betapa tingginya pengaruh mereka secara dinamis masih mengikuti
kecerdasan emosi dalam keberhasilan berbagai kegiatan yang diadakan di kampus
pekerjaan. Keagan (dalam Goleman, 2000), atau di luar kampus. Dan keempat,
Vice President untuk pengembangan mahasiswa yang berusia maksimal berusia
eksekutif di Citibank, mengatakan bahwa 25 tahun (masa remaja akhir). Dari kriteria
kecerdasan emosi harus menjadi alasan yang disebutkan di atas akan terlihat bahwa
mendasar dalam setiap pelatihan masa mahasiswa adalah masa optimal
manajemen individu untuk mengoptimalkan semua
Maka dengan memiliki kecerdasan potensinya. Usia mahasiswa adalah usia
emosi yang optimal, seseorang akan lebih remaja yang penuh semangat dan gejolak,
bisa mentransformasikan situasi sulit dan banyak minat yang diingini, kegiatan yang
bahkan menjadi semakin peka akan adanya dilakukan masih multi alternatif, dan
peluang wirausahawan dalam situasi banyak yang mewadahinya.
apapun. Kalau seseorang memiliki kecer- Hasil penelitian ini juga menunjukkan
dasan emosi yang optimal, Chandra (2001) bahwa tingkat kecerdasan emosi dan
yakin bahwa seseorang tersebut akan kewirausahaan pada mahasiswa tergolong
mampu mengatasi berbagai konflik tinggi. Berbagai mitos-mitos negatif
Chandra (2001) juga berpendapat kewirausahaan harus dihapuskan dari
bahwa seseorang yang benar-benar kesadaran kolektif angkatan kerja sarjana,
mengoptimalkan EI, akan lebih jeli dalam karena dampak dari mitos-mitos negatif ini
melihat sebuah peluang. Ia akan lebih sungguh besar (Hidayat, 2000). Mitos-
cekatan dalam bertindak dan lebih punya mitos tersebut harus segera dihilangkan.
inisiatif. Maka ia pun akan lebih siap dalam Kemandirian dan penerimaan diri harus
melakukan negosiasi bisnis. Lebih mampu segera ditanamkan pada diri mahasiswa.
melakukan strategi bisnisnya, memiliki Dari penerimaan diri inilah dorongan
kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang kewirausahaan tumbuh. Dengan peneri-
tinggi. Bahkan, ada pakar yang meng- maan yang menyeluruh, seseorang tidak
ungkapkan bahwa keberhasilan seseorang akan peduli pada anggapan masyarakat
bahwa wirausaha itu profesi yang rendah, emosi sebagian besar subjek termasuk
tidak layak dilakukan oleh sarjana tamatan dalam kategori tinggi sebanyak 22 subjek
perguruan tinggi ternama. Dia tidak akan (22%), kategori sangat tinggi sebanyak 66
terdorong untuk segera menunjukkan orang (66%) dan mereka juga memiliki
keberhasilan usahanya, semata-mata agar tingkat kewirausahaan yang termasuk
tidak kalah gengsi dengan temannya yang dalam kategori sangat tinggi sebanyak 87
bekerja di sebuah bank ternama. Dengan orang (87%), untuk itu segeralah mulai dari
penerimaan diri, seseorang akan terdorong sekarang, mulai dari sedikit atau banyak,
untuk mengaktualisasikan segala yang mulai dari diri sendiri untuk segera
dimiliki, dalam intensitas komitmen yang berwirausaha, bukan saatnya lagi untuk
sangat penuh. Setelah lulus sebagai sarjana, terus-terusan bergantung kepada kedua
dia memiliki dorongan untuk menggali orang tua, baik secara mental maupun
nilai tambah dari ilmu pengetahuan, finansial. Sudah saatnya untuk mandiri.
teknologi dan seni yang dikuasai sebagai Mahasiswa memiliki potensi tinggi
sebuah perwujudan potensi diri. untuk berwirausaha. Mahasiswa bisa meng-
optimalkan potensi kreasi dan inovasinya
KESIMPULAN dengan mengikuti berbagai kegiatan
Kesimpulan dari penelitian ini menun- kemahasiswaan agar kegiatan kemahasis-
jukkan bahwa kecerdasan emosi berko- waan di kampus bisa berkembang dengan
relasi positif dengan kewirausahaan pada baik, mahasiswa bisa mengembangkan diri,
mahasiswa. Variabel Kecerdasan Emosi dan mengelola diri. Mahasiswa juga bisa
memberikan sumbangan efektif pengaruh beraktualisasi diri sebagai fungsi dari
terhadap Variabel Kewirausahaan pada individu yang memasuki fase remaja akhir
Mahasiswa sebesar 39,9%. Sumbangan atau dewasa awal. Mahasiswa haruslah
efektif masing-masing aspek kecerdasan mulai berani berwirausaha dengan
emosi terhadap kewirausahaan pada berjualan barang maupun jasa, berkreasi
mahasiswa berdasarkan urutan terbesar membuat kerajinan tangan, membuka
adalah pertama, aspek kebugaran emosi usaha baru, mengembangkan kreasi dan
memberikan sumbangan efektif sebesar inovasi dalam organisasi kemahasiswaan.
21,741%. Kedua, aspek kedalaman emosi
memberikan sumbangan efektif sebesar DAFTAR PUSTAKA
12,308%. Ketiga, aspek kesadaran emosi Ananda, R.R. Woro Oyi. 2000. Hubungan
memberikan sumbangan efektif sebesar Antara Kecerdasan Emosi dengan Etos
5,986%, dan keempat, aspek alkimia emosi Kerja. Skripsi. Tidak diterbitkan.
memberikan sumbangan efektif sebesar – Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
0,135% terhadap aspek kewirausahaan
pada mahasiswa. Andayani, Budi. 1993. Persepsi Terhadap
Kegiatan dengan Indeks Prestasi pada
Mahasiswa. Laporan Penelitian. Tidak
SARAN diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas
Secara umum hasil penelitian ini Psikologi UGM.
menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan
As’ad, Moh. 1982. Psikologi Industri. Chandra, Purdi E., 2001. Menjadi Entre-
Yogyakarta : Liberty. preneur Sukses. Jakarta: PT Gramedia
Atmaja, Makfudin Wirya. 2002. Dari Widiasarana Indonesia.
Manajemen ke Wirausaha (entrepre- Coakes, S.J. & Steed, L.G. 1996. SPSS for
neur) dan ke Intrausaha (intrapreneur). Windows (Analysis Without anguish).
Majalah Manajemen, No. 169. Singapore: John Wiley & Sons.
September 2002. Jakarta: PT Pustaka Cole, L. 1948. Psychology of Adolescence.
Binaman Pressindo. 3th Edition. New York: Rinehart &
Aziz, Amin M. 1978. Kewiraswastaan dan Company, Inc.
Perkembangan Ekonomi Indonesia. Cooper, R.K. dan Sawaf, A. 2000.
Prisma. No. 9, Oktober, Th. VII. Excecutive EQ: Kecerdasan Emosional
Azwar, Saifuddin. 1995. Sikap Manusia: dalam Kepemimpinan Organisasi.
Teori dan Penmgukurannya. Terjemahan. Jakarta : PT Gramedia
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pustaka Utama.
___. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Corens, R. 1994. Body Signs, Body
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Language, Speaking without Words,
___. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Communicating with Gestures and
Pustaka Pelajar. Movement. Makalah dalam Two Days
Workshop on Body Language.
___. 2000. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: LIP.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dapsari, Indri. 2001. Perbedaan Kecer-
Banfe, C. 1991. Entrepreneur-from Zero to
dasan Emosi pada Mahasiswa Eksakta
Hero. New York: Van Nostrand
dan Non Eksakta di UGM. Skripsi.
Reinhold.
Tidak diterbitkan. Yogyakarta:
Baumassepe, Andi Nur. 2001. Berwira- Fakultas Psikologi UGM.
usaha Sejak Mahasiswa. Makalah.
De Jong, S. 1976. Salah Satu Sikap Hidup
Tidak diterbitkan. Yogyakarta: STIE
Orang Jawa. Yogyakarta : Yayasan
YKPN.
Kanisius.
___. 2001. Wirausahawan: Agen Peru-
Drucker, Peter F. 1985. Innovation and
bahan Ekonomi (Bagian 2). Makalah.
Entrepreneurship. New York: Harper
Tidak diterbitkan. Yogyakarta: STIE
& Row.
YKPN.
Ekman, P., Friensen, W.V., dan Ancoli.
Bygrave, William D,.1994. Portable MBA
1980. Facial Sign of Emotional
Entrepreneurship. US: John Wiley &
Experience. Journal of Personality and
Sons, Inc.
Social Psychology, 64, 615-622
Cahyono, Tri B. 1983. Teori dan Praktek
Goleman, Daniel. 1999. Emotional Intelli-
Kewiraswastaan: Tinjauan Psikologi
gence (terjemahan). Jakarta: PT.
Industri. Yogyakarta: Liberty.
Gramedia Pustaka Utama.
Carman, J & Lussier, R.N. 1996. Small
____. 2000. Working with Emotional
Busssiness Management: A Rearning
Intelligence: Kecerdasan Emosi untuk
Approach.US : Irwin, Inc.