Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M.

LATTU

Penulis:
CHRISTIANITY AND ONLINE SPIRITUALITY
Mick Mordekhai Sopacoly
Izak Y.M. Lattu Cybertheology as a Contribution to Theology in
Afiliasi:
Indonesia
Universitas Kristen Satya
Wacana

Abstract
Korespondensi:
mordekhaisopacoly913@
gmail.com The mobilization of information, technology, and social change marked
by the presence of cyberspace not only affects the way people think in
building relationships with others and themselves but also the process
of developing faith and spirituality. Using the methods of qualitative
research, literature study, and Focus Group Discussion (FGD), this
research finds that in the context of the COVID-19 pandemic, Christian
religious patterns are changing drastically, driving all churches to
move to virtual reality. The Christian notion of spirituality is also being
transformed so that the experience with God is believed to occur not
only in the physical space of the church but also in virtual reality. “Click-
activism” forms a new faith community determined by click and spiritual
experiences which strength lies in the imagination of communities and
individuals. This study concludes that cybertheology is an important
contribution in helping Indonesian Christians to have a strong spirituality
about God who cannot be confined within time and space.

Keywords: christianity, cybertheology, online, spirituality, Indonesia.

KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE

© MICK MORDEKHAI Cybertheology sebagai Sumbangsih Berteologi di


SOPACOLY & IZAK Indonesia
Y.M. LATTU

DOI: 10.21460/gema.
2020.52.604 Abstrak

This work is licenced


under a Creative Arus mobilisasi informasi, teknologi, dan perubahan sosial yang
Commons Attribution- ditandai dengan adanya ruang cyber (cyberspace) ternyata tidak hanya
NonCommercial 4.0
mempengaruhi cara berpikir manusia dalam membangun relasi dengan
International Licence.
sesama dan diri sendiri tetapi juga proses pengembangan iman dan

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 137


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

spiritualitasnya. Metode yang digunakan ialah penelitian kualitatif, studi literatur, dan Focus Group
Discussion (FGD). Hasil penelitian menemukan bahwa dalam konteks pandemi COVID-19, pola
beragama Kristen berubah secara drastis sehingga memaksa semua gereja untuk pindah ke realitas
virtual. Pemahaman kekristenan tentang spiritualitas juga bertransformasi sehingga pengalaman
dengan Tuhan diyakini tidak terbatas dalam ruang fisik gereja tetapi juga dalam realitas virtual.
“Aktivitas klik” membentuk sebuah komunitas iman yang baru, yang ditentukan oleh klik dan
pengalaman spiritual yang kekuatannya terletak pada imajinasi komunitas dan individu. Karena
itu, studi ini menyimpulkan bahwa teologi cyber menjadi kontribusi penting untuk membantu
kekristenan di Indonesia untuk berspiritualitas mengenai Tuhan yang tidak dapat dikurung dalam
ruang dan waktu

Kata-kata kunci: kekristenan, spiritualitas, online, teologi cyber, Indonesia.

PENDAHULUAN menggunakan media sosial untuk mempelajari


Tuhan. Indeks tertingginya 100, orang
One of the most searched for prayers in Indonesia yang menggunakan media sosial
March 2020 was ”Coronavirus prayer”,
mencari dan menyebarkan konten tentang
which are prayers that ask God for
agama yakni 9,89. Seperti keberadaan Tuhan
protection against the coronavirus, prayers
to stay strong, and prayers to thank nurses indeks yang didapat (43,91), sifat-sifat Tuhan
for their efforts (Bentzen, 2020: 55). (40,31), kuasa Tuhan (40,31), dan kisah hidup
orang-orang suci (36,72) (CNN Indonesia).
Penelitian mengejutkan oleh Jeanet Berdasarkan hal-hal ini, maka dapat
Sinding Bentzen ini menjelaskan bahwa pada dipahami bahwa teknologi dan dimensi
bulan Maret 2020 terjadi lonjakan tertinggi spiritual manusia mengalami integrasi karena
dalam rekaman sejarah untuk pencarian manusia mengizinkan teknologi dan dunia
kata “prayer” di mesin pencarian google online mempengaruhi relung hati manusia
oleh masyarakat global saat pandemi virus termasuk pandangannya mengenai realitas,
COVID-19. Secara online, masyarakat global struktur makna (structures of meaning) serta
meminta perlindungan dari Tuhan, tetap identitas (sense of identity) (Macalanggan,
bertahan, dan juga syukur kepada Tuhan 2017: 112). Corak spiritualitas ini disebut
bagi para medis yang sedang berjuang. Hal sebagai spiritualitas online. Spiritualitas
serupa terjadi juga di Indonesia. Fachrul adalah proses pencarian makna terhadap yang
Razi sebagai Menteri Agama Indonesia, transenden sehingga memberi inspirasi bagi
menuturkan bahwa orang Indonesia di tahun seseorang untuk menjalani hidup dan memberi
2019 sering menggunakan media sosial guna makna bagi lingkungan sekitarnya.
mencari informasi soal keberadaan dan sifat Dalam kaitannya dengan iman Kristiani,
Tuhan. Masyarakat Indonesia mempelajari Allah menjadi keyakinan utama dalam
agama lewat media sosial. Sebagian besar kehidupan seseorang, yakni kehidupan yang

138 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

saling berinteraksi merujuk pada kehidupan ketika PGI (Persekutuan Gereja-gereja


Yesus dan spirit Roh Kudus. Karena itu, di Indonesia) merekomendasikan untuk
kekristenan dan spiritualitas online merupakan melakukan ibadah online dengan memakai
keyakinan akan Allah dalam Yesus dan kuasa teknologi sebagai sarana bagi jemaat untuk
Roh Kudus berdasarkan pengalaman di dalam mengalami Tuhan. Banyak gereja yang
dunia online atau dalam realitas virtual (virtual menolak untuk melaksanakan ibadah dan
reality). Dunia virtual membawa banyak berdoa online sebab sebelum wabah ini terjadi,
perubahan dari segala aspek kehidupan yang banyak gereja-gereja arus utama menganggap
mempengaruhi relasi antarmanusia maupun bahwa Tuhan tidak memakai media sosial atau
relasi manusia dengan Tuhan. Jika teologi pencipta situs Facebook bukanlah Tuhan yang
dipahami sebagai refleksi manusia tentang “membaca” setiap doa yang tertulis secara
Tuhan dan sesama ciptaan, maka bagaimana digital. Hal tersebut dapat dilihat dalam tulisan
berteologi cyber (cybertheology) dalam dan ini yang dibatasi secara khusus pada jemaat
terhadap click-sphere? dalam masyarakat urban yang sangat masif
Kenyataan-kenyataan ini perlu direspon menggunakan teknologi namun terlihat tidak
dan ditanggapi secara serius. Tantangan agama siap dalam berteologi di ruang virtual.
semakin besar sehingga kekristenan perlu Akibatnya, muncul pandangan yang
mengambil andil juga dalam dunia online, yakni tersebar, antara lain: “kurang beriman”, “tidak
berteologi di dunia cyber (cybertheology). Akan beriman”, “takut menghadapi tantangan”, dan
tetapi, diskursus teologi yang mengembangkan lain-lain sebagainya (Widjaja et al., 2020:
teologi cyber dalam hubungannya dengan 128). Tak jarang ditemui juga bahwa generasi
kekristenan dan spiritualitas online di Indonesia digital (digital native) bahkan juga generasi
mengalami keterlambatan. Gereja menganggap sebelumnya di Indonesia, merasa lebih dekat
bahwa perkembangan dan perubahan sosial dengan Tuhan dengan memakai media atau
(social change) sebagai ancaman bagi doktrin live streaming. Karena itu, merespon berbagai
yang selama ini dianut selama berabad-abad fenomena yang terjadi di Indonesia, tulisan
bahkan paham yang sudah selesai (final). Pam ini hendak membantu gereja untuk menyusun
Smith mengatakan banyak gereja arus utama kerangka berpikir, menanggapi, serta menjawab
menaruh kecurigaan, dan bahkan ketakutan perkembangan zaman dan pada akhirnya
untuk mengeksplorasi penggunaan komunikasi berani untuk mengembangkan teologi cyber
digital yang sekarang tersedia (Smith, 2016: 11). (cybertheology) sebagai bagian dari landasan
Banyak gereja mengurung Tuhan dalam dunia ekspresi spiritual dan representasi sehari-hari
offline antara lain dalam dinding-dinding gereja serta imajinasi terhadap yang sakral di dunia
dan pertemuan-pertemuan ritual secara ragawi online atau realitas virtual (virtual reality).
yang dianggap suci. Namun, ketika berada di Tulisan ini akan menjawab pertanyaan-
dunia lain (online), Tuhan tidak lagi dibawa. pertanyaan: (1) Mengapa imajinasi menjadi
Di saat terjadi pandemi global kekuatan yang penting dalam pola beragama
COVID-19, perdebatan teologis sangat masif secara khusus kekristenan dalam realitas virtual?
di saat harus beribadah di rumah, apalagi Poin pertama menjadi penting untuk dibahas

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 139


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

untuk memberi pemahaman bahwa imajinasi cyber di Indonesia. Dominasi pengambilan


adalah proses memaknai yang transenden data dalam tulisan ini berasal dari studi
sekalipun kekristenan telah hadir dalam realitas kepustakaan (literature studies) melalui
virtual, mereka dapat memaknai-Nya. Dunia berbagai macam buku, literatur, jurnal
online ternyata juga mempengaruhi iman dan penelitian, artikel online, atau catatan-catatan
spiritualitas kekristenan tidak hanya dalam yang berkaitan dengan penulisan. Selain
pertemuan fisik. (2) Bagaimana kekristenan itu, data-data diambil dengan menggunakan
menemukan corak spiritualitas di dunia metode Focus Group Discussion (FGD).
online sehingga terdorong untuk berteologi Metode FGD adalah metode pengumpulan
cyber (cybertheology) dalam komunitas iman data yang dihasilkan dari eksplorasi interaksi
berbasis click-activism? Berdasarkan (1), sosial yang terjadi dalam proses diskusi.
poin kedua muncul ketika telah mengetahui Tujuan metode ini membantu memperoleh
kenyataan-kenyataan kekristenan dalam data informasi yang kaya akan berbagai
realitas virtual yang menekankan pengalaman pengalaman sosial dari interaksi pada individu
terhadap yang transenden, yakni spiritualitas yang berada dalam suatu kelompok diskusi.
online sehingga mendorong kekristenan Secara khusus, data-data dari webinar online
merumuskan teologi cyber (cybertheology). atau diskusi virtual (daring) sehubungan
Kemudian yang (3) Bagaimana tantangan- dengan diskursus yang dibahas.
tantangan berteologi cyber di Indonesia? Poin
ketiga ini menekankan kontribusi penting
bagi teologi Kristen di Indonesia atas dasar KEKRISTENAN, IMAJINASI, DAN RE-
kenyataan dan dinamika keagamaan dalam ALITAS VIRTUAL (VIRTUAL REALITY)
realitas virtual sehingga pemahaman teologi
cyber sangat dibutuhkan untuk teologi Kristen Tidak dapat dipungkiri bahwa di era yang serba
di Indonesia. canggih ini kehidupan manusia seperti amfibi,
artinya manusia hidup dan beradaptasi dalam
dua dunia, yakni dunia offline dan online.
METODE PENELITIAN Pepatah kuno yang mengatakan: “mulutmu
harimaumu” berubah menjadi “jarimu
Artikel ini menggunakan jenis penelitian harimaumu”, yang berarti tidak hanya mulut
deskriptif-analitis dengan menggunakan yang harus dijaga tetapi jari-jemari. Eksistensi
metode penelitian kualitatif untuk manusia berubah dari “I am thinking therefore
mengeksplorasi dan memahami temuan- I am”, yang berarti “aku berpikir, maka aku
temuan yang diperoleh. Penekanan dalam ada”, menjadi “I am clicking, therefore I am”,
tulisan ini terletak pada kerangka teoritik yang dapat diartikan “aku meng-klik, maka
(diskusi teori) dengan menggunakan aku ada”. Teknologi menjadi bagian dari
analisis sosio-teologis sehingga membantu kebutuhan manusia bahkan telah terintegrasi
mengkonstruksikan pemahaman kekristenan dengannya. Kenyataan ini oleh Brian Edgar
dan spiritualitas online dalam berteologi yang mengutip Donna Haraway mengatakan

140 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

bahwa “manusia adalah cyborg” (we are all “Virtual to refer to the ‘imaginary’—
cyborgs). Secara fisik, manusia bukan bagian which is an integral component of the
‘real’ human world, but can still differ
dari mesin, tetapi secara kultural, manusia
qualitatively” (Bräuchler, 2013: 14).
menjadi bagian di dalamnya (Edgar, 2010: 4).
Internet telah hadir dan membentuk budaya Kehidupan di dunia maya adalah
manusia dalam realitas yang dikenal sebagai kelanjutan dengan “kehidupan nyata”. Orang-
realitas virtual (virtual reality). orang melakukan online hampir seperti apa
Pada awal 1980-an, penulis fiksi ilmiah yang mereka lakukan saat offline, tetapi mereka
William Gibson menggunakan kata “virtual” melakukannya secara berbeda. Ruang cyber
untuk menggambarkan dunia virtual baru dalam (cyberspace) dianggap bisa melayani segala
bentuk “halusinasi konsensual” yang dialami kepentingan manusia dan mengatasi segala
oleh orang-orang yang tinggal atau bekerja keterbatasan manusia dengan mengembara
di ruang abstrak dan dibangun oleh jaringan dalam berbagai realitas tanpa batas (Wahyudin,
komputer. Secara umum, konsep ini digunakan 2011: 348). Seperti yang dijelaskan se-
sebagai metafora untuk ruang fisik yang tidak belumnya bahwa ruang cyber merupakan
tersedia di jaringan komunikasi elektronik. ruang metaforis dalam pikiran manusia yang
Bräuchler menjelaskan bahwa dunia maya dapat sedang membayangkan bahwa seseorang
dipahami sebagai ruang sosial yang dibentuk sedang bertemu secara langsung tetapi dengan
oleh internet, yang berarti lingkungan online di cara yang berbeda ternyata juga berlaku bagi
mana setiap orang yang memiliki akses internet tindakan manusia dalam beragama. Misalnya,
dapat bertemu, berinteraksi, berkomunikasi, ketika postingan doa-doa, ayat-ayat suci, narasi
dari kelompok dan menegosiasikan identitas, pengalaman spiritual manusia memenuhi
berdiskusi, berbicara, bertukar informasi, dan timeline Facebook, manusia bermetaforis
bermain baik secara bersamaan atau dengan atau berimajinasi seolah-olah sedang bertemu
jeda waktu, tanpa arah, dua arah, multi-arah dengan Yang Ilahi serta komunitas imannya
(Bräuchler, 2013: 14). sekaligus memikirkan keberimanannya dalam
Internet menjadi sebuah sistem jaringan realitas virtual tersebut. Dalam ilmu sosial
yang mengantar manusia ke dalam dunia baru disebut dengan “theatre of mind”, yakni
yang disebut ruang cyber (cyberspace). The manusia ketika membaca, dalam pikirannya
Oxford Online Dictionary mendefinisikan sedang berimajinasi terhadap bacaan tersebut.
ruang cyber sebagai “lingkungan nosional Inilah sebuah kenyataan kehidupan
tempat komunikasi melalui jaringan komputer manusia yang awalnya berfokus pada human
terjadi.” Kata nosional (abstrak) digunakan sentris, kini bertambah pada data sentris.
karena dunia maya itu sendiri tidak ada Manusia yang tidak hanya mencari dan
secara fisik. Ini adalah ruang metaforis yang bertemu dengan sesamanya demi kebutuhan
ada dalam pikiran manusia, terutama ketika informasi agama atau pencerahan iman
bercakap-cakap dengan orang lain seolah-olah dalam pertemuan atomik, tetapi melihat dan
sedang bertemu dalam ruang tertentu (Duc, mencari melalui data-data dalam ruang cyber.
2015: 136). Bräuchler juga mengatakan: Teknologi yang memuat data-data algoritma

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 141


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

virtual serta informasi yang diproduksi juga sepanjang masa... marilah kita mengucapkan
mempengaruhi identitas, yakni: imajinasi, cara pengakuan iman.” Artinya, secara imajinatif
berpikir, tindakan, relasi, bahkan relung hati tercipta perasaan menyatu tidak hanya jemaat
dan spiritualitasnya. Semakin banyak manusia yang hadir dalam satu gereja, tetapi seluruh
menghabiskan waktu di dunia online dan dunia dari masa lampau sampai masa kini
secara sadar maupun tidak, realitas itu telah dianggap sebagai bagian dari tubuh dan darah
memenuhi segala kebutuhannya termasuk Kristus. Hal itu juga yang dibayangkan dan
agama dan identitasnya yang membentuk dihayati ketika jemaat berdoa dengan menutup
bagian terpenting dari struktur masyarakat mata. Mereka merasa sedang berbicara
(O’Leary, 2004: 37). langsung dengan Tuhan. Karena itu, manusia
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sejatinya terus menjalin hubungan dengan
pikiran dan imajinasi manusia menjadi kekuatan Tuhan yang adalah realitas virtual itu sendiri.
penting ketika berada dalam realitas virtual. Secara sosiologis Tuhan dipahami
Dalam sejarah kekristenan pun ternyata sudah secara imajinasi oleh manusia, di mana
menuai perdebatan, yakni virtualitas ekaristi manusia mencari Tuhan yang tidak kelihatan
(Sheilds, 2011: 6). Pada bulan Oktober 1517, namun eksistensi-Nya dapat dirasakan oleh
Martin Luther dengan pernyataan “Sembilan intuisi (mata iman). Memakai istilah Byrne,
Puluh Lima Dalil” di pintu gereja Wittenberg Tuhan tidak hadir secara atomik (physically),
dengan inti keberatannya adalah pada doktrin melainkan secara digit (virtual) (Byrne, 2000:
Katolik tentang keberadaan nyata Kristus 2). Dalam konsep kekinian menyebutnya
dalam ekaristi. Luther menegaskan bahwa sebagai imajinasi-virtual (virtual imagination).
tubuh dan darah Kristus dalam perjamuan Paul Pruyser melakukan percakapan kritis
kudus hadir “di dalam, bersama, dan di dengan filsuf Ludwig Feuerbach, yang
bawah” roti dan anggur. Kelompok Calvin mengatakan, “Imajinasi adalah organ asli
yang menganut doktrin virtualisme menolak agama.” Bagi Feuerbach, agama adalah
gagasan Luther dengan menegaskan bahwa antropologi; bagi Pruyser, agama adalah proses
Kristus tetap hadir di dalam perjamuan kudus, ilusi, yang dipenuhi dengan misteri yang
namun secara spiritual, yaitu di dalam Roh membuat orang tercengang. Ia juga memegang
Kudus, sedangkan roti dan anggur berfungsi transendensi, yang melintasi kerangka ruang-
sebagai tanda dan meterai keselamatan yang waktu. Hal ini disebut oleh Jaco Hamman
dihadirkan oleh Kristus (Adiprasetya, 2016: sebagai kecerdasan transisional (transitional
88). Kenyataan-kenyataan ini membuktikan intelligence) (Hamman, 2017: 81).
bahwa setiap hari kekristenan selalu menjadi Giordano Bruno memandang imajinasi
bagian di dalamnya. Ia tidak bisa hidup tanpa sebagai suatu daya spiritual di dalam diri
berimajinasi terhadap Yang Ilahi. manusia. Dengan kata lain, imajinasi adalah
Misalnya juga sebelum melantunkan kendaraan bagi Roh Kudus. Sedangkan
pengakuan iman (credo), kekristenan selalu Immanuel Kant memasukkan imajinasi
memulainya dengan kalimat berikut: “... dalam sistem transendental, yaitu sebuah
dengan seluruh umat di segala tempat dan kondisi tersembunyi dari segala pengetahuan

142 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

yang mendasari objektivitas objek dalam pengalaman transenden yang berbeda dari satu
subjektivitas subjek. Imajinasi itulah yang orang ke orang lainnya, salah satunya ialah
akan memprakondisikan pengalaman pengalaman agamanya dalam realitas virtual.
manusia dengan dunia (Hudjolly, 2011: 105). Persoalannya ialah ada paham-
Secara sosio-teologis, manusia mencari paham kekristenan tradisional (pre-digital)
dan memperbincangkan-Nya setiap saat. memahami bahwa Tuhan menetap di dalam
Kekuatan imajinasi menjadi penting karena ruang yang disebut “Surga” dan “waktu”
menghubungkan manusia dengan dunia yang disebut kekekalan (eternal). Kenaikan
spiritual dan tak terlihat secara kasat mata Yesus “ke Surga” merujuk pada pemahaman
(Mujiburrahman, 2015: 5). Hal tersebut tidak penulis Alkitab bahwa Tuhan “pergi ke atas”
muncul dengan sendirinya dalam imajinasi yakni ke sebuah tempat yang jauh di atas sana.
manusia, melainkan dari pengalaman- Lavinia Byrne dalam tulisannya mengatakan,
pengalamannya. “Doa Bapa kami yang di Surga” hendak
Nuban Timo mengutip H.M. Kuitert menunjukkan bahwa Allah berada di suatu
yang mengatakan, “Apa yang manusia katakan tempat khusus (somewhere), bukan di berbagai
tentang Allah (Yang Ilahi) dan hal-hal yang tempat (everywhere), atau tidak berada di
ada di atas tidak datang dari atas, itu selalu dari suatu tempat (nowhere). Konsep tradisional
bawah.” Artinya pemahaman manusia tentang ini bermasalah dengan konsep sains yang
Allah selalu berasal dari pengalaman manusia memberikan gambaran mengenai “ruang”
dalam masyarakat (Nuban Timo, 2015: 228). khususnya langit yang tak terbatas. Pertanyaan
Seperti halnya tembok ratapan yang dianggap sumbangsih sains bagi teologi ialah: Di
oleh masyarakat sebagai tembok doa. Secara langit manakah letak Surga itu kalau langit
sosiologis, ketika memahami “tembok” sendiri tak terbatas? Tuhan dianggap “jauh
sebagai doa maka itu berangkat dari “kelompok di atas bintang-bintang” (beyond the stars).
masyarakat” yang tidak dapat dipisahkan dari Hal ini tentunya membawa sebuah imajinasi
pengalaman masyarakat itu. Akan tetapi, bagi mengenai adanya tempat fisik yang dipahami
orang lain, tembok ratapan hanya kumpulan oleh manusia sehingga Tuhan menetap di
batu bata dan sisa reruntuhan kerajaan di masa surga sembari mengawasi dunia (Byrne, 2000:
lalu. Di era digital ini, tembok-tembok tersebut 1-2). Pemahaman mengenai eksistensi Tuhan
dipahami telah berpindah ke tembok-tembok di zaman pre-digital ini sama dengan konsep
Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan Foucault yang disebut “panopticon”, yakni
lain-lain. Doa-doa, ayat-ayat Alkitab, dan Tuhan seolah-olah berada di atas menara yang
ibadah-ibadah online telah memenuhi timeline mengawasi para narapidana di dalam penjara.
dan mempengaruhi imajinasi manusia terhadap Pada titik ini muncul teologi tentang
Yang Ilahi. Adiprasetya, mengutip Mircea ruang spiritual yang melampui ruang fisik
Eliade, menjelaskan bahwa bagi manusia tempat hidup manusia. Ruang itu adalah ruang
religius, ruang perjumpaan dengan Yang Ilahi suci dan memungkinkan kehadiran Allah di
tidaklah seragam (Adiprestya, 2020: 135). dalam dunia dan komunitas Kristen dengan
Bagi orang lain, beberapa tempat memberikan cara misterius dan unik. Byrne menyebutnya

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 143


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

sebagai “ruang sakramental” (sacramental Secara spiritual, melalui dunia maya ini,
space), ruang yang tak terbatas di mana Tuhan manusia dapat mengalami Tuhan sebagaimana
yang virtual itu juga bereksistensi dalam dunia juga dalam dunia offline. Hal itu merupakan
cyber (Byrne, 2000: 2). Dalam pemahaman kenyataan bahwa realitas virtual telah meresapi
Derrida, hal itu berarti bahwa konsep ruang setiap aspek kehidupan manusia. Itu berarti
perlu mengalami dekonstruksi. Dekonstruksi bahwa bentuk komunikasi ini harus tercermin
berarti sebuah makna dari suatu kata yang tidak hanya secara sosiologis tetapi juga spiritual
tidak pernah definitif alias ada kemungkinan- dan teologis (Duc, 2015: 137). Kenyataan-
kemungkinan makna lain yang muncul kenyataan ini berimplikasi besar bagi dunia
(Hardiman, 2015: 306). Dekonstruksi ruang teologi, yakni teologi cyber (cybertheology).
yang tidak hanya berpangkal pada ruang
(space), tetapi menjadi ruang (sphere). Karena
itu, dapat dipahami bahwa sphere bukan
KEKRISTENAN, SPIRITUALITAS ON-
sebagai ruang fisik misalnya di gedung gereja,
LINE, DAN TEOLOGI CYBER (CYBER-
tetapi ruang mental (yang berhubungan dengan
THEOLOGY)
metafora dan imajinasi) di mana manusia bisa
merasakan Tuhan (hasil FGD). Persekutuan
Berdasarkan pemahaman dan kemampuan
dengan Tuhan tidak hanya ditentukan oleh
manusia untuk mencari makna terhadap
“ruang fisik”, tetapi juga “ruang hati”. Nuban
yang transenden dalam realitas virtual, maka
Timo justru mengkalimatkan,“God does
dapat dipahami bahwa teknologi dan dimensi
not live in church buildings but in good
person’s hearts” (Nuban Timo, 2018: 46). spiritual manusia mengalami integrasi karena
Hati yang ingin mengalami Tuhan serba hadir manusia mengizinkan teknologi dan dunia
(omnipresence). Memang gedung kebaktian online mempengaruhi relung hati manusia
ditahbiskan sebagai rumah Allah, mimbar, atau termasuk pandangannya mengenai realitas,
altar, sebagai tempat pemberitaan firman dan struktur makna (structures of meaning) serta
pelayanan sakramen, tetapi perlu diingat bahwa identitas (sense of identity) (Macalanggan,
langit pun tidak dapat memuat Allah, terlebih 2017: 112).
lagi rumah yang jemaat tahbiskan (1 Raj. 8:27) Sejak revolusi industri dan muncul
(Nuban Timo, 2018: 187). Joas Adiprasetya berbagai macam teknologi baru, membuka
mengutip perkataan tahun 1529 dari Luther: peluang bagi manusia untuk mengembangkan
imannya melalui media yang lebih modern.
“Kristus pastilah hadir dan aktif di mana-
mana, bahkan di dalam daun terkecil dari
Penggunaan teknologi sebagai alat
sebuah pohon... di dalam setiap ciptaan- berkomunikasi dengan sesama manusia, dapat
Nya, di dalam keberadaannya yang terdalam pula membawa manusia untuk berkomunikasi
atau yang terluar, melingkupi, menembusi, dengan Sang Pencipta. Upacara peribadatan
di atas, di bawah, di belakang, di depan,
yang mulanya dilakukan dalam ruang fisik,
sehingga tak mungkin ada yang lebih hadir,
tak ada yang lebih terhubung secara erat
dapat pula muncul di ruang virtual tanpa
dengan setiap ciptaan kecuali Allah dan batasan tembok-tembok (beyond the wall).
kuasa-Nya” (Adiprasetya, 2016: 91). Realitas virtual yang berbasis pada internet

144 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

tidak hanya membantu manusia untuk mencari oleh kekristenan menjadi keyakinan utama
informasi, namun juga untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang saling berinteraksi
dalam ranah keagamaan. merujuk pada kehidupan Yesus serta “spirit”
Spiritualitas dan iman seseorang dalam Roh Kudus. Tetapi juga spiritualitas
bergerak secara dinamis mengikuti per- dengan kapasitas fundamental dengan
kembangan dan konteks kehidupannya. Iman pencarian makna, nilai, dan tujuan hidup yang
pada masa kini sudah tidak lagi terpenjara terbentuk ke dalam pilihan-pilihan bagaimana
dalam teks-teks suci, naskah kuno, papirus, seseorang menjalani hidupnya, apakah ia
batu bertulis, dan media-media atomik lainnya. seorang atlit, pendidik, dan sebagainya
Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas (Anamofa, 2013: 196) termasuk manusia yang
merupakan fenomena kehidupan manusia yang mencari makna sebagai pengembara di dunia
jauh melampaui agama secara institusional online (online pilgrimage). Itu berarti manusia
yang membatasi jemaat pada satu pengalaman memiliki multi-experience. Gary L. Thomas
spiritual (mono-experience). Meskipun antara membuktikan sembilan corak spiritualitas, di
spiritualitas dan agama merupakan dua entitas mana setiap orang dengan cara-cara berbeda
yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. menghayati dan mencintai Tuhan (Thomas,
Pengalaman spiritual ketika Allah diyakini 2009).

1. Table Caption. Sembilan Spiritualitas Menurut Gary L. Thomas

No. Macam Spiritualitas Arti


1. Tradisionalis Menghayati Tuhan dengan ritual, simbol, sakramen, yakni
dengan ikut serta dalam beribadah.
2. Indra Menghayati Tuhan dengan indrawi, misalnya: melihat,
mendengar musik klasik, bahasa formal gereja, mencium
wangian di sekitar gereja, dan lain-lain.
3. Naturalis Menghayati Tuhan melalui keindahan alam dan lingkungan
(outdoors).
4. Askese Menghayati Tuhan dalam keheningan dan kesederhanaan
(listening to the quiet).
5. Kontemplatif Menghayati Tuhan sebagai pasangan mereka secara imajinasi.
6. Antusias Menghayati Tuhan dengan misteri dan perayaan. Misalnya
praise and worship sembari bertepuk tangan, dan lain-lain.
7. Intelektual Menghayati Tuhan dengan pikiran rasional, yakni: berdiskusi,
membaca, berdialog mengenai Tuhan.
8. Pemerhati (pelawat) Menghayati Tuhan dengan cara menemani mereka yang sakit,
menderita, memperhatikan sesama dan orang asing.
9. Aktivis Menghayati Tuhan melalui konfrontasi, yakni membela yang
lemah, menjadi aktivis sosial, menegakkan keadilan, dan
sebagainya.

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 145


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

Refleksi Thomas ini memberi refleksi cybertheology sebagai salah satu


pemahaman bahwa cara seseorang menghayati dari banyak kasus teologi kontekstual yang
Tuhan bukan bersifat tunggal melainkan ada melihat secara khusus konteks manusia di
banyak cara corak spiritualitas yang bisa mana ia diekspresikan (Spadaro, 2014: 17).
dikembangkan dan ditemui melalui masing- Anthony Le Duc menambahkan bahwa teologi
masing pengalaman. Eksistensi Tuhan tidak cyber perlu dibedakan dari teologi lain yang
bisa direduksi dengan pengalaman mono- berfokus atau memberikan prioritas pada sektor
experience. Banyak misteri kehidupan atau kelompok tertentu dalam masyarakat,
yang perlu disingkapkan. Namun dalam misalnya teologi pembebasan (kaum miskin
tulisannya ini, Thomas belum menampilkan dan kelas pekerja), teologi feminis (kesetaraan
corak spiritualitas online. Era internet laki-laki dan perempuan), teologi perempuan
membuat ketertarikan pada orang-orang (perempuan Afrika-Amerika), dan teologi Asia
percaya (believer) sehingga mempengaruhi (perempuan dan laki-laki Asia). Namun, media
kapasitasnya bahkan imannya untuk memahami sosial hari ini tidak dapat dengan mudah diisolasi
realitas dunia dan bagaimana manusia terus sebagai kasus yang spesifik atau terisolasi
hidup untuk meningkatkan potensi manusianya dari masyarakat lainnya. Terlebih lagi, teologi
(Spadaro, 2014: 6). Dengan mengutip Berger, cyber tidak hanya tentang merek teologi yang
Spadaro menanyakan: Jika media elektronik ditemukan di dunia maya dan harus dihilangkan
dan teknologi digital mampu memodifikasi dari kehidupan sehari-hari. Lingkungan digital
cara berkomunikasi dan bahkan cara berpikir, menjadi semakin mencakup dan mempengaruhi
apa dampak bagi teologi Kristen? (Spadaro, semua aspek dan dimensi kehidupan. Karena
2014: 15). Bagi Peter Singh, teologi dalam itu, teologi cyber (cybertheology) adalah refleksi
bentuk apa pun itu, harus dan tetap berbicara sistematis tentang dampak transformatif dari era
mengenai relasi dengan Tuhan dan manusia digital pada berbagai dimensi kehidupan iman
sebagai subjek. Karena itu, merumuskan seseorang dan responsnya terhadap lingkungan
teologi cyber (cybertheology) menjadi yang terus berubah (Duc, 2015: 140).
kebutuhan penting untuk terus dibangun oleh Debbie Herring menjelaskan teologi
kekristenan secara terus-menerus. cyber adalah teologi dalam (in), dari (of), dan
Cybertheology merupakan diskursus untuk (for) “ruang cyber”. Teologi dalam (in)
tentang ekspresi spiritual di internet dan ruang cyber berkaitan dengan materi-materi
representasi sehari-hari dan imajinasi terhadap teologis yang tersedia dalam jaringan internet.
yang sakral. Anthony Le Duc dalam artikelnya Teologi dari (of) ruang cyber berisi daftar
mengutip Peter Singh yang mengatakan kontribusi teologis untuk studi ruang cyber.
cybertheology harus dipahami sebagai Teologi untuk (for) ruang cyber berisi tempat-
kecerdasan iman (intelligence of faith) karena tempat di mana manusia bisa berteologi
mempengaruhi cara manusia berpikir, belajar, dalam internet (Spadaro, 2014: 17). Dengan
berkomunikasi, bahkan cara hidup (Duc, 2015: mengetik “Tuhan”, “agama”, “Kristus”, atau
140). Dalam tulisannya, Spadaro menekankan “spiritualitas” di mesin pencarian google dan
bahwa tidak cukup untuk mempertimbangkan berbagai media lainnya maka akan tersedia

146 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

ratusan bahkan miliaran halaman (pages). COVID-19, penelitian terbaru oleh Bentzen
Kekristenan cenderung mengakses topik-topik menunjukkan bahwa terjadinya fenonema
seputaran agama, mengunduh (download) global di mana kata “prayer” pada bulan
teks-teks dan dokumen agama, mendengarkan Maret 2020 dalam mesin pencarian google
musik religi, khotbah, doa, kesaksian, diskusi meningkat secara drastis bahkan disebutkan
antaragama, berdoa dan beribadah, dan lain- 54 “level tertinggi yang pernah tercatat” (highest
lain sebagainya. Dalam konteks pandemi level ever recorded).
takeaway and amounted to 12% of the rise in Netflix searches or 26% the fall in searches for

1. Figure
flights, which all saw Caption. Pencarian
massive changes globally,Kata
since “Prayer” di Google
most countries Trend
were in lock down and air
traffic was shut down (cf. Appendix B.4).4

Figure 1: Worldwide Google searches for “prayer” during the past 4 years

(a) Jan 1 2016 - Apr 11 2020


Covid Economics 20, 20 May 2020: 52-108

(b) Feb 1 - Apr 1 2020

Sumber:
Google searches for prayer relative to the total number of Google Penelitian
searches. Jeanet
The maximum Sinding
shares Bentzen
were set to (Bentzen,
100 by Google Trends. 2020: 54)
The searches encompass all topics related to prayer, including alternative spellings and languages. The red vertical stippled lines
in panel (a) represent the first week of the Ramadan. The period in panel (a) is the longest period for which comparable data

Dari grafik tersebut dapat dipahami Natal, Paskah, dan Ramadan. Peningkatan
was available at the time of writing. The period in panel (b) is the period used in the main analysis (before COVID-19 became
a pandemic and before the onset of Easter and the Ramadan). Data source: Google Trends. For the development since 2004, see
bahwa lebih
Fig. A.11.dari setengah
Find more populasi
details in Appendix A.1 anddunia
C. pesat terjadi di negara-negara yang didominasi
meminta perlindungan Tuhan dari virus, berdoa oleh Kristen dan Islam (Bentzen, 2020: 53).
untuk tetap kuat, serta berdoa untuk para Fenomena global ini bagi Glenn Young dapat
medis. Pencarian kata “prayer” ini bahkan digolongkan menjadi dua jenis beragama di
melebihi traffic
semua kegiatan beragama seperti media sosial, yakni agama online dan online
4
In an attempt to limit the spread of COVID-19, most countries implemented lock downs and most air
was shut down. As a result, many people were at home ordering takeaway and watching Netflix much
more than usual.

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 147


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

agama (Young, 2004: 94). Agama online adalah terhubung dengan spiritualitasnya. Ruang
mereka yang tertarik informasi mengenai anugerah yang membentuk sebuah komunitas
agama, yakni: doktrin, negara, organisasi, iman yang baru, yakni komunitas suci berbasis
dan kepercayaan. Sedangkan online agama “klik” (holy click communion). Komunitas
ialah melibatkan aktivitas beragama misalnya iman yang ditentukan oleh aktivitas klik
beribadah secara online seperti yang dilakukan (click-activism) (hasil FGD). Komunitas
banyak gereja di saat pandemi COVID-19, online ini yang saling menghormati (mutual
berdoa, berkhotbah, meditasi, membuat video respect) dalam forum-forum dialog (forms
religius, dan lain-lain. Hal ini tidak berarti of dialogue), menciptakan rasa persatuan
bahwa akan muncul agama atau aliran baru, keluarga sebagai sesama manusia (sense of
melainkan lebih kepada tindakan spiritual unity of the human family) dan solidaritas
dengan banyak cara, banyak jalan, dan banyak (inspire solidarity). Komunitas online berbasis
pengalaman. forum apologetika yang dapat ditemui ialah
Teologi cyber juga memperluas relasi. eksisnya sebuah grup dengan instansi agama
Ragawi dan fisik bisa terhambat, tetapi digital sembari berdiskusi mengenai kekristenan yang
dapat terkoneksi pada aras lokal, nasional, menurut komunitas ini tidak pernah didengar
bahkan internasional. Media sosial dan oleh gerejanya sendiri (offline) (Smith, 2016:
teknologi hanya akan menjadi sia-sia bila tidak 11). Dalam beberapa kasus pun, gereja offline
terhubung satu sama lain (connected). Hal ini terkadang menyakiti jemaatnya. Tidak hanya
disebabkan karena manusia membutuhkan dari para tokoh agama, tetapi juga di antara
jemaat itu sendiri akibat konflik internal
orang lain serta lingkungan sosialnya, baik
sembari beribadah kepada Tuhan secara
yang dituang dalam bentuk atom maupun
kolektif (ragawi).
secara digital di dinding-dinding Facebook,
Instagram, YouTube, Twitter, dan lain-lain. “Pak Pendeta, saya senang sekali ibadah
Misalnya, doa dengan rasa solidaritas bagi online dan saya bisa merasakan Tuhan.
sesama yang mengalami kecelakaan, sakit Kalau ibadah offline, saya sering dibuli
karena saya jomblo” (hasil FGD).
kronis yang harus dioperasi, orang yang
berulang tahun, lulus dari sekolah, pernikahan, Hal ini membuktikan bahwa lingkungan
bahkan korban dan penyintas COVID-19 dan digital telah menghadirkan peluang baru untuk
sebagainya terlihat membanjiri dunia online. memperkaya pencarian seseorang akan Tuhan
Ekspresi-ekspresi, seperti: pelukan, tangisan dan membayangkan bagaimana Tuhan dapat
kebahagiaan, bersalam-salaman, dilakukan hadir di dunia (Duc, 2015: 142). Tuhan yang
secara virtual sembari mengucapkan “Thanks, melampui simbol-simbol yang dimaknai oleh
God”. Di saat manusia beragama membaca manusia bahkan mengatasi hukum-hukum
postingan doa, secara sadar maupun tidak gravitasi, geografi, biologi, matematika, ruang,
mereka “meng-amini” doa itu seolah-olah dan waktu (Nuban Timo, 2019: 18). Dalam hal
mereka ikut mendoakan. Hal inilah yang bagi ini bangunan gereja hanya sebagai simbol dan
Jennifer Cobb menyebut sebagai cyber grace. tidak menjadi tempat satu-satunya kehadiran
Seseorang merasa bahwa dunia online sangat Tuhan. Narasi doa yang disampaikan dalam

148 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

dinding Facebook, Instagram, YouTube, zaman penulis kitab yang tidak hidup
dan berbagai aplikasi tentunya Tuhan Yang pada abad mobilisasi masif akan informasi
Mahakuasa dapat memahaminya, seperti dan teknologi. Di zaman ini perlu adanya
website yang berisi doa-doa yang tersebar di transformasi berpikir (meaning-making),
seluruh dunia bagi mereka yang terinfeksi yakni setiap orang memiliki ruang tersendiri
COVID-19 dan sedang menjalani karantina, untuk mengeksplorasi spiritualitasnya tidak
salah satunya antara lain: hanya dalam ruang tertutup, tetapi juga dalam
“Jesus, during Your ministry on Earth You
dunia online dan tentu saja kekuatannya ada
showed Your power and caring by healing pada imajinasi. Spadaro menyebutnya sebagai
people of all ages and stations of life from ruang pengalaman (space for experience) dan
physical, mental, and spiritual ailments. konteks eksistensial yang baru (new existential
Be present now to people who need Your
context). Internet telah menjadi tempat ketiga
loving touch because of COVID-19. May
they feel Your power of healing through
(third place), yakni “di antara” ruang publik
the care of doctors and nurses. Take away (public space) dan ruang pribadi (private
the fear, anxiety, and feelings of isolation space), personal dan sosial. Jika demikian,
from people receiving treatment or under maka sebetulnya dunia maya tidak sepenuhnya
quarantine. Give them a sense of purpose
publik dan juga pribadi.
in pursuing health and protecting others
from exposure to the disease. Protect their Hal ini dipengaruhi oleh akses
families and friends and bring peace to all konfirmasi (confirm) atau liminalitas di mana
who love them” (Bentzen, 2020: 88). seseorang hanya mengizinkan beberapa
orang yang pantas masuk dalam kehidupan
Doa ini merupakan ungkapan
digitalnya. Misalnya, mekanisme confirm itu
yang lahir dari lubuk hati serta gerakan
menjadikan Facebook menjadi ruang pribadi
yang mendesak untuk mengekspresikan
yang berhak menentukan boleh tidaknya
spiritualitas. Meminjam perkataan Nuban
orang-orang berada di list pertemanan. Media
Timo, aktivitas doa ini menunjukkan rasa yang
Facebook telah menjadi ruang tamu dari
dalam bahkan sebuah aktivitas yang powerfull
rumah pribadi. Motivasi doa dari seseorang
sekaligus beautiful (Nuban Timo, 2015: 3).
menjadi penting dalam kekristenan ketika
Namun persoalan yang lain ialah hakikat doa.
Kekristenan menganggap bahwa relasi manusia hadir dalam dunia cyber kendati ada yang
dengan Tuhan merupakan urusan privat karena menampilkan diri palsu dan diri asli dalam
terinspirasi dengan ayat suci yang mengatakan: ruang virtual (Hamman, 2017: 33) tidak hanya
“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam pada aplikasi Facebook, tetapi semua platform
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada dan aplikasi digital. Dalam pemahaman
Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Erving Goffman, adanya panggung muka dan
Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan panggung belakang, di mana pada panggung
membalasnya kepadamu” (Mat. 6:6). Ayat belakang beberapa aktor tidak menjadi seperti
ini tidak bisa dilihat dari kacamata meaning- apa adanya dalam panggung depan (Goffman,
receive di mana manusia secara mentah 1959: 22). Aktor menampilkan kesuciannya
menerima begitu saja ayat ini tanpa mengenali dalam realitas virtual (online), tetapi dalam

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 149


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

dunia fisik (offline) aktor tidak menonjolkan juga dalam menciptakan relasi yang mendalam
tindakan kesucian itu, tetapi juga sebaliknya. (deep relation) dengan sesama dalam realitas
Melalui dunia maya, anggota virtual.
masyarakat atau jemaat yang mengalami
dukacita, kata-kata simpati dan empati melalui
tulisan-tulisan digital yang disertai dengan TANTANGAN DAN REKOMENDASI
gambar dan simbol emotikon, foto, dan video BERTEOLOGI CYBER DI INDONESIA
kreatif berdampak secara signifikan sehingga
membuat ia tidak sendiri. Dalam kasus Mengutip dari Nuban Timo, kekristenan dalam
COVID-19, meskipun tidak bisa memberikan berteologi cyber diajak untuk membangun
dukungan secara atomik, tetapi masyarakat bumi sebagai “prototipe surga” (Nuban Timo,
dengan berbagai cara turut memberikan doa, 2018: 190). Melalui media sosial dan di dalam
dukungan secara virtual baik kepada seluruh realitas virtual, kekristenan diajak untuk
pemerintah, para medis bahkan pasien menjadikan dunia online sebagai ruang suci
COVID-19. (sacred sphere). Teologi cyber (cybertheology)
“Saya merasa di waktu sakit ini, banyak tidak hanya sekadar merek theology dan
sekali yang peduli. Banyak orang dari terpisah dengan hidup sehari-hari, melainkan
berbagai negara tanya kabar dan ‘kirim’ menjadi kebutuhan spiritualnya terhadap Yang
doa. Saya senang sekali punya banyak Ilahi. Kesadaran spiritualitas orang Kristen
sahabat. Orang-orang berdoa dari mana
akan menjadikan realitas virtual sebagai
saja dan itu yang menguatkan saya. Video
dan lagu yang dikirimkan kepada saya, wilayah jangkauan Allah yang secara imajinasi
membuat air mata jatuh sehingga setelah menyapa setiap nitizen melalui berbagai jenis
sembuh saya ingin menjadi lebih baik lagi” postingan sehingga dalam aktivitas kliknya
(hasil FGD).
(click-activism) memberi manfaat kepada
Bambina menyebutnya sebagai banyak orang.
“dukungan sosial secara online” (online Akan tetapi teologi cyber harus
social support) (Bambina, 2007: 6). Hal menyadari tantangan-tantangan di dalam
ini menunjukkan bagaimana cybertheology realitas virtual yang terus dibanjiri dengan
membantu manusia dalam berelasi dengan berbagai informasi yang tidak relevan bahkan
orang lain dan menciptakan kecerdasan hoax. Media menjadi mesin pembunuh massal,
relasional (relational intelligence) dalam yakni kecenderungan produksi hoax untuk
hubungan yang otentik, penuh kasih (loving), kepentingan tertentu bahkan menjadi harapan
perhatian (caring), dan hubungan etis (ethical semu. Informasi digital sangat mudah untuk
relationship) (Hamman, 2017: 52). Karena dimanipulasi, diedit, direkayasa, dan membuka
itu, kekristenan sangat membutuhkan teologi kemungkinan untuk melakukan kebohongan
cyber (cybertheology) ini untuk membantu publik, baik dalam hal penjiplakan maupun
menemukan kecerdasan iman dan spiritual dalam hal pemalsuan informasi (Wahyudin,
dalam pencarian makna dan pengalaman 2011: 350). Adapun ujaran kebencian
terhadap yang transenden dan diwujudkan (hate speech) berbasis agama menjadi

150 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

tantangan berteologi cyber di Indonesia yang Tantangan lainnya ialah menumbuhkan


multikultural. Ceramah mengenai simbol salib rasa individualistis dan menghilangkan
orang Kristen dari seorang ustad membanjiri kecerdasan sosial antar sesama. Para peneliti
media sosial sehingga terjadi peperangan di Jepang menemukan bahwa perkembangan
teologis antaragama dalam dunia virtual. sains dan teknologi berpotensi merusak
Distorsi informasi di dunia maya hubungan-hubungan masyarakat jika tidak
pada masa pandemik COVID-19 membuat diiringi dengan penguatan relasi dan kecerdasan
masyarakat tidak mendapat informasi yang sosial masyarakat (Tempo, 2020). Berbeda
lengkap dan cenderung menjadi korban dengan Barat yang bercorak individualistis,
berita bohong (hoax). Belum lagi kasus deep masyarakat Asia secara khusus di Indonesia
fake yang terjadi di Amerika, yakni video- hidup berkomunal (Nuban Timo, 2018: 327).
video yang diatur oleh kecerdasan buatan Pope John Paul II mengatakan,“Electronically
(artificial intelligence), seseorang dengan mediated relationship can never take the place
mudah meniru suara orang lain bahkan bentuk of the direct human contact” (Duc, 2015:
muka dan rambut (CNN News). Meskipun 148). Dalam pengertian bahwa relasi dengan
ini belum terlalu spesifik terjadi di Indonesia, orang lain yang dimediasi secara elektronik
namun ketidaksiapan segala kemungkinan tidak akan pernah bisa menggantikan kontak
di masa depan akan menjadi bom waktu bila langsung (fisik) manusia. Komunitas fisik
cybertheology ini tidak digarap dengan baik. memiliki kedalaman yang tidak bisa ditandingi
Pertarungan dan perpecahan dalam era oleh komunikasi virtual. Ruang cyber atau
informasi teknologi internet menjadi tantangan daring bisa eksis, namun kekristenan tidak
bagi masyarakat. Perkawinan antara perpecahan bisa menciptakan jurang antara daring dan
dan kurang lengkapnya informasi melahirkan luring, online, dan offline.
sempit berpikir (homophily). Sempit berpikir Harari menjelaskan bahwa suatu
menyebabkan orang hanya ingin menerima komunitas dapat dimulai sebagai suatu
informasi dari pihak yang dianggap benar. pertemuan daring, tetapi agar benar-benar
Informasi dari pihak lain akan ditolak mentah- berkembang, komunitas tersebut juga harus
mentah. Sempit pikir melahirkan warga berakar di dunia luring (Harari, 2018: 96). Perlu
masyarakat dan warga negara yang cenderung ada keseimbangan antara keduanya. Dukungan
hanya melihat persamaan sebagai kekuatan teruntuk para penyintas COVID-19 seperti yang
berelasi. Orang yang berbeda akan terus dijelaskan sebelumnya dapat dipahami bahwa
dianggap musuh. Sempit pikir mengakibatkan dukungan sosial berbasis daring ditambah
orang membangun tembok-tembok sosial dengan dukungan para medis berbasis luring
hanya karena salah menerima informasi. Hal terbukti sangat membantu untuk menemukan
ini menunjukkan bahwa teologi cyber tidak harapan untuk sembuh. Karena itu, di samping
sekadar menjadi ruang ekspresi spiritual dalam gereja mengembangkan dunia offline, gereja
postingan bahasa Kristen, tetapi juga membantu juga perlu mengembangkan cybertheology
masyarakat netizen dalam menyebarkan sebagai kontribusi penting bagi teologi dan
validitas informasi yang akurat. spiritualitas Kristen dalam realitas virtual.

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 151


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

Kenyataan yang terjadi di lapangan dan berinteraksi dalam dunia online. Teknologi
saat wabah COVID-19 ialah ibadah-ibadah menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia
konvensional berpindah ke realitas virtual, tetapi secara khusus spiritualitasnya untuk mencari
banyak gereja arus utama tidak siap dengan makna dan mengalami Tuhan tidak terbatas
aktivitas teologi dalam dunia online. Ada gereja pada ruang fisik atau dinding-dinding gereja,
yang belum memadai dengan perangkat IT namun juga dalam realitas virtual. Era internet
dan sumber daya manusia (SDM) meskipun membuat ketertarikan pada orang-orang
mereka hidup dalam arus mobilisasi, teknologi, percaya (believer) sehingga mempengaruhi
dan informasi internet di antara masyarakat secara imajinatif kapasitasnya bahkan imannya
urban. Adapun gereja memiliki infrastruktur untuk memahami realitas dunia dan bagaimana
yang mendukung, namun tidak tahu caranya manusia terus hidup untuk meningkatkan
serta minimnya sumber daya manusia. Namun, potensi manusianya. Karena itu, kekristenan
fakta beberapa gereja dari denominasi yang lain perlu berteologi cyber (cybertheology) agar
tidak begitu terkejut jika harus beribadah secara komunitas imannya memiliki kecerdasan
virtual karena dianggap sebelum wabah sudah spiritual dalam dirinya serta mampu diwujudkan
terbiasa dengan ibadah virtual, infrastrukturnya dalam hubungan yang baik dan mendalam
memadai, dan sumber daya manusia yang dengan orang lain dalam setiap aktivitas kliknya.
tersedia dan berperan secara aktif khususnya
anak-anak muda. Hal-hal ini menjadi tantangan
dan harus menjadi perhatian khusus bagi gereja DAFTAR PUSTAKA
untuk berteologi secara dinamis dan kreatif
dalam arus mobilisasi internet yang sangat Adiprasetya, Joas. 2016. Labirin Kehidupan:
masif. Karena itu, cybertheology dapat menjadi Spiritualitas Sehari-hari bagi Peziarah
kontribusi yang sangat penting bagi kekristenan Iman, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
dan teologi di Indonesia. _____ . 2020. Labirin Kehidupan 2: Berjumpa
dengan Allah dalam Peziarahan Sehari-
hari, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
SIMPULAN Anamofa, Jusuf Nikolas. 2013. “Meneropong
Spiritualitas Ruang-Cyber dari
Diskursus cyber di era yang serba virtual ini sudut Halmahera”, dalam Sefnat A.
menuntut kekristenan untuk mengembangkan Hontong (ed.), Mata di Halmahera:
diskursus teologi cyber (cybertheology). Buku Peringatan HUT V Universitas
Apalagi ketika wabah COVID-19 menjadi Halmahera Tobelo Fakultas Teologi,
katalisator yang secara spontan memaksa Yogyakarta: Kanisius, h. 193-216.
kekristenan khususnya di Indonesia perlu Bambina, Antonina. 2007. Online Social
memikirkan pengembangan spiritualitas warga Support: The Interplay of Social
jemaatnya di luar pertemuan-pertemuan fisik Networks and Computer-Mediated
yang bercorak tradisionalis. Dengan sebuah Communication, New York: Cambira
kesadaran bahwa orang-orang banyak bertemu Press.

152 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020


MICK MORDEKHAI SOPACOLY & IZAK Y.M. LATTU

Bentzen, Jeanet Sinding. 2020. “In Crisis, We Teks, Yogjakarta: AR-RUZZ.


Pray: Religiosity and the Covid-19 Macalanggan, Joseph V. 2017. “Experiencing
Pandemic”, dalam Covid Economics: God in Cyberspace: The Role of
Vetted and Real-Time Papers, Issue 20, Cybertechnology in Doing Theology”,
(20 May 2020): 52-108. Scientia Bedista, Vol. 4, (March 2017):
Bräuchler, Birgit. 2013. Cyberidentities at 109-125.
War, New York: Berghahn. Mujiburrahman. 2015. Agama, Media dan
Byrne, Lavinia. 2000. “God in Cyberspace”, Imajinasi, Banjarmasin: Antasari Press.
https://ctpi.div.ed.ac.uk/wp-content/ Nuban Timo, Ebenhazier I. 2018. Meng-hari-
uploads/2017/12/Byrne-2000-God-in- ini-kan Injil di Bumi Pancasila, Jakarta:
Cyberspace.pdf, Media and Theology BPK Gunung Mulia.
Project Public Lectures, 2000: 1-7
_____ . 2019. Aku Memahami Yang Aku
(diakses 16.05.2020).
Imani, cetakan ke-4, Jakarta: BPK
Dawson, Lorne L., and Cowan, Douglas E.,
Gunung Mulia.
(ed.). 2004. Religion Online: Finding
_____ . 2015. Kita dan Doa-Doa Kita:
Faith on the Internet, New York and
Perumpamaan Kehidupan Doa Orang
London: Routledge.
Percaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Duc, Anthony Le. 2015. “Cyber/Digital
_____ . 2015. Polifonik Bukan Monofonik:
Theology: Rethinking about Our
Pengantar ke dalam Ilmu Teologi,
Relationship with God and Neighbor
Salatiga: Satya Wacana University
in Digital Environment”, Religion and
Social Communication, Vol. 13. No. 2, Press.
December 2015: 130-158. Smith, Pam. 2016. “Meaningful Communities:
Edgar, Brian. 2010. “God, Persons and The Growth of Virtual Churches”,
Machine”, Christian in Science and https://www.biblesociety.org.uk/
Technology, ISCAST Online Journal content/explore_the_bible/bible_in_
2010, h. 1-18. transmission/files/2016_spring/BiT_
Spring_2016_Smith.pdf (Spring 2016):
Hamman, Jaco. 2017. Growing Down:
11-13 (diakses 16.05.2020).
Theology and Human Nature in the
Virtual Age, Texas: Baylor University Spadaro, Antonio. 2014. Cybertheology:
Press. Thinking Christianity In the Era of the
Harari, Yuval Noah. 2018. 21 Lessons: 21 Internet, diterjemahkan oleh Maria Way,
Adab untuk Abad Ke-21, Ian Ahong New York: Fordham University Press.
(editor), Haz Algebra (alih bahasa), Sheilds, Rob. 2011. Virtual: Sebuah Pengantar
Manado: Global Indo. Komprehensif, diterjemahkan oleh Hera
Hardiman, F. Budi. 2015. Seni Memahami: Oktaviani, Yogyakarta: Jalasutra.
Hermeneutik dari Schleiermacher Thomas, Gary L. 2009. Sacred Pathways:
sampai Derrida, Yogyakarta: Kanisius. Discover Your Soul’s Path to God,
Hudjolly. 2011. Imagologi: Strategi Rekayasa Grand Rapids: Zondervan.

GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020 153


KEKRISTENAN DAN SPIRITUALITAS ONLINE: CYBERTHEOLOGY SEBAGAI
SUMBANGSIH BERTEOLOGI DI INDONESIA

Wahyudin, Aep. 2011. “Spiritualitas h t t p s : / / w w w. c n n i n d o n e s i a . c o m /


Cyberspace: Interplay Post-Sains- nasional/20191113170928-20-448055/
Teknologi dan Filosofi Spiritualitas menag-sebut-banyak-rakyat-pelajari-
Sains Dakwah”, Jurnal Ilmu Dakwah, tuhan-lewat-medsos (diakses 24.05.
Vol. 5, No. 17: 347-376. 2020).
Widjaja, Fransikus Irwan, Marisi, Candra Tempo, 2019. “Mengenai Visi Jepang Society
Gunawan, Togatorop, T. Mangiring 5.0: Integrasi Ruang Maya dan
Tua, dan Hartono, Handreas. 2020. Ruang Fisik”, https://tekno.tempo.co/
“Menstimulasi Praktik Gereja Rumah read/1170120/mengenal-visi-jepang-
di tengah Pandemi Covid-19”, Kurios: society-5-0-integrasi-ruang-maya-dan-
Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama fisik (diakses 25.05.2020).
Kristen, Vol. 6, No. 1: 127-139. CNN. 2020. “What in the World: Deepfakes
and Political Peril”, https://edition.cnn.
Website com/videos/tv/2020/02/03/exp-gps-
0202-witw-deep-fakes.cnn (diakses 25.
CNN Indonesia. 2019. “Menag sebut banyak
05.2020).
rakyat pelajari Tuhan lewat Medsos”,

154 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 2, Oktober 2020

You might also like