Professional Documents
Culture Documents
Analisis Ekologi-Ekonomi Pengelolaan Perikanana Berbasis Ekosistem Terumbu Karang Di Liwu Tongkidi
Analisis Ekologi-Ekonomi Pengelolaan Perikanana Berbasis Ekosistem Terumbu Karang Di Liwu Tongkidi
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Keywords : coral fisheries ecosystem, surplus consumers total utility and total
economic value.
RINGKASAN
Terumbu karang merupakan ekosistim laut yang sangat kaya akan keaneka
ragaman hayati. Ekosistim ini merupakan habitat berbagai organisme laut yang
membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks. Sebagai suatu ekositem alami,
terumbu karang memiliki fungsi dan peranan penting bagi kesuburan perairan laut
dan pada gilirannya bagi perekonomian masyarakat pesisir.
Kondisi perubahan ekosistem terumbu karang Pulau Liwutongkidi dan
sekitarnya dapat diketahui dengan mengkaji perubahan dan pemanfaaatan
terumbu karang melalui pendekatan ekologi-ekonomi sebagai dasar dalam
menentukan pola pendekatan kebijakan yang dilakukan. Adapun tujuan penelitian
ini yaitu (1) mengidentifikasi karakteristik komposisi substrat dasar, struktur
komunitas ikan dan korelasinya dengan habitat di ekosistem terumbu karang
kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi (2) Mengestimasi nilai ekonomi
ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi (3)
menyusun konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan model
ekologi-ekonomi di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi.
Pengambilan data komunitas ikan karang di lokasi penelitian Pulau
Liwutongkidi, Siompu dan Kadatua menggunakan metode survei Line Intercept
Transect (LIT) (English at.al 1994) dengan beberapa modifikasi CRITIC-
COREMAP LIPI (2004). Terjadinya degradasi terhadap ekosistem terumbu
karang, perlu alat untuk mengukurnya dengan melihat indeks keanekaragaman
(H), Keseragaman (E), dominasi (E), dan pemilihan responden sebagai unit
penelitian dengan metode (purposive sampling). Purposive adalah peneliti yang
menentukan sendiri koresponden yang akan diambil dengan anggapan ataupun
pendapatnya sendiri sebagai sampel penelitiannya. Pengaruh sosial ekonomi
masyarakat menggunakan pendekatan change in productivity atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Effect on Production (EOP) sesuai yang dilakukan oleh
(Cesar 1996) dan (Molberg & Folke 1999).
Kisaran persentase penutupan karang hidup di Pulau Siompu, Kadatua dan
Liwutongkidi antara 13.01% - 72.50%. Rata-rata persentase penutupan 46.92%
berdasarkan lifeform dapat digolongkan kedalam kategori sedang. Analisis indeks
mortalitas karang dengan tingkat kesehatan karang 0.17% – 0.88% memiliki
kesehatan karang yang mendekati nilai 0 adalah rasio kematian karang kecil,
tingkat kesehatan karang tinggi dan apabila mendekati nilai 1 tingkat kesehatan
karang rendah atau rasio kematian karang yang besar.
Hasil sensus kelompok ikan karang menurut family, spesies dan jumlah
individu diklasifikasikan berdasarkan kelompok ikan mayor sebanyak 3899
individu dari 26 famili, kelompok ikan indikator dengan jumlah 347 individu
sedangkan kelompok ikan target adalah 1625 individu dari 17. Keanekaragaman
antara 2.71 - 4.72% termasuk kedalam kategori sedang sampai tinggi,
keseragaman ikan karang antara 0.69 - 0.92 memiliki keseragaman tinggi
komunitas stabil sedangkan dominasi bagi beberapa jenis ikan memiliki kisaran
antara 0.04 - 0.29 yang menunjukan bahwa tidak terdapat dominasi.
Tujuan dari analisis ini adalah mengestimasi nilai manfaat dari ekosistem
terumbu karang dengan menggunakan pendekatan efek produktivitas. Surplus
konsumen, dapat menjadi dasar estimasi nilai ekonomi aktual ekosistem terumbu
karang . Nilai Ekonomi Total (NET) dari manfaat langsung penggunaan
sumberdaya perikanan karang di Desa Kapoa, Desa Waonu dan Desa Tongali
masing-masing adalah sebesar Rp. 11.579.106,17, Rp. 43.051.173,27 dan Rp.
15.640.846,46 per bulan. Hasil analisis system dan simulasi ekosistem perikanan
karang dari skenario 1, 2 dan 3 dapat dikatakan skenario 3 lebih ideal dalam
analisis simulasi biomasa ikan di kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi dan
sekitarnya ada hubungan timbal balik antara jumlah penangkapan dengan
biomasa ikan sepanjang waktu.
Untuk menilai keberhasilan ekosistem perikanan karang berkelanjutan
adalah pemantauan dan evaluasi memerlukan informasi yang dikumpulkan secara
periodik, seperti informasi tentang dampak ekologis, tutupan dan jumlah
kepadatan biota dalam kawasan konservasi. Perencenaan pengelolaan wilayah
pesisir tidak dapat diukur dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan di suatu
wilayah, jika tidak dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan
wilayah pesisir itu sendiri. Keberhasilan bukan pada hasil akhir kegiatan, tetapi
hasil monitoring dan evaluasi kegiatan yang sederhana tetapi dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh tesis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor
ANALISIS EKOLOGI–EKONOMI PENGELOLAAN
PERIKANAN BERBASIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG
(Studi Kasus Perairan Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton,
Provinsi Sulawesi Tenggara)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si
Judul Tesis : Analisis Ekologi–Ekonomi Pengelolaan Perikanan
Berbasis Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus
Perairan Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton,
Provinsi Sulawesi Tenggara)
Nama Mahasiswa : Abdul Haris Lain
Nomor Pokok : C 252 080 364
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Judul penelitian yang dipilih untuk penelitian ini adalah Analisis Ekologi-
Ekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem Terumbu Karang
(Studi kasus perairan Pulau Liwutongkidi Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi
Tenggara).
Dengan tersusunnya karya ilmiah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ;
1. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dan masukan yang sangat
berarti kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) beserta segenap dosen dan
staf program studi yang selama ini telah membantu dan memperlancar
penyelesaian studi di IPB.
3. Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji luar komisi yang
banyak memberikan tanggapan dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
4. Istriku Hajija Hasanella dan putra kami tercinta M. Rezal Laing, M. Mustafa
Laing dan M. Fahril Laing yang telah banyak memberikan dukungan dalam
penyelesaian studi ini.
5. Teman-teman SPL atas kebersamaan, persahabatan dan kerjasama selama
dalam perkuliahan.
Penulis di lahirkan di Desa Hila Pulau Ambon pada tanggal 9 Maret 1966
dari ayah Abdul Latip Laing dan ibu Arafiah Launuru. Penulis merupakan anak
pertama dari enam bersaudara.
Tahun 1986 penulis lulus dari Sekolah Menegah Atas negeri 3 Ambon.
Tahun yang sama penulis di terima di Universitas Pattimura Jurusan Pengolahan
Hasil Perikanan.
Tahun 2001 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Jakarta. Pada tahun 2008 penulis
melanjutkan studi ke IPB dengan sumber pembiayaan dari Coremap II
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xxiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xxv
DAFTRA LAMPIRAN ......................................................................... xxvii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 4
1.4. Kerangka Pemikiran ................................................................ 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terumbu Karang ........................................................................ 9
2.2. Ikan Karang .............................................................................. 12
2.3. Tipe Terumbu Karang ............................................................... 14
2.4. Ancaman Terhadap Terumbu Karang ...................................... 14
2.5. Kawasan Konservasi ............................................................... 15
2.6. Pemanfaatan Terumbu Karang ................................................. 17
2.7. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang ............................ 19
2.8. Nilai dan Fungsi Terumbu Karang ........................................... 21
2.9. Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan .............. 21
2.10. Pengelolaan Berbasis Ekosistem .............................................. 23
2.11. Model Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem .................. 24
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 29
3.2. Metode Penelitian ..................................................................... 30
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................ 30
3.4. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 30
34.1. Data Primer .................................................................. 30
34.2. Data Sekunder .............................................................. 31
3.5. Metode Pengambilan Contoh ................................................... 32
3.5.1. Pengambilan Contoh Komponen Biofisik .................. 32
3.5.1.1. Kualitas Perairan ......................................... 34
3.5.1.2. Komunitas Ikan Karang ............................... 34
3.5.1.3. Bentuk Pertumbuhan (lifeform) Komunitas
Karang .......................................................... 35
3.5.2 Metode Pengambilan Contoh Sosial dan Ekonomi ..... 36
3.6. Analisis Data ............................................................................ 38
3.6.1. Analisis Data Ekologi .................................................. 38
3.6.1.1. Persen Penutupan Substrat Dasar ................. 38
3.6.1.2. Indeks Mortalitas ......................................... 39
3.6.1.3. Indeks Keanekaragaman (H) ....................... 39
3.6.1.4. Indeks Keseragaman (E) .............................. 40
3.6.1.5. Indeks Dominasi (C) ................................... 41
3.6.2. Analisis Data Ekonomi ................................................ 41
3.6.2.1. Kerangka Pendekatan Penilaian Valuasi
Ekonomi ........................................................ 41
3.6.2.2. Pendugaan Fungsi Permintaan Terhadap
Sumberdaya Perikanan Karang .................... 41
3.6.2.3. Model Analisis Sistem Perikanan Karang .... 43
Halaman
1. Valuasi ekosistem berdasarkan tiga tujuan utama efisiensi, keadilan 27
dan berkelenjutan .................................................................................
2. Jenis dan sumber data primer ............................................................... 31
3. Jenis dan sumber data sekunder ............................................................ 31
4. Parameter kualitas perairan .................................................................. 34
5. Daftar penggolongan komponen dasar komunitas karang berdasarkan
Lifeform dan kodenya ........................................................................... 36
6. Batas wilayah Kecamatan Siompu dan Kecamatan Kadatua ............... 46
7. Kualitas perairan di Liwutongkidi, Siompu dan Kadatua .................... 47
8. Jarak desa ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten ..................... 50
9. Jumlah kepadatan penduduk dan persebarannya …………………….. 51
10. Jumlah penduduk, kepala keluarga (KK), dan rumah tangga
Perikanan (RTP) ………………………………………………........... 51
11. Klasifikasi umur responden menurut desa ............................................ 52
12. Klasifikasi tingkat pendidikan koresponden ......................................... 53
13. Klasifikasi responden menurut jumlah tanggungan keluarga ............... 54
14. Persentase penutupan karang hidup (karang keras, karang
lunak dan biota lain di Pulau Siompu ................................................... 56
15. Persentase penutupan karang hidup di Pulau Liwutongkidi ................. 58
16. Persentase penutupan karang hidup di Pulau Kadatua ......................... 60
17. Koefisien regresi manfaat sumberdaya perikanan karang pada
perikanan tangkap di Desa Kapoa, Waonu dan Tongali ...................... 73
18. Pendugaan surplus konsumen dari sumberdaya ekosistem
perikanan karang ................................................................................... 74
19. Jumlah nilai ekonomi total (NET)/Bulan dan NET/tahun 77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alur penelitian dengan pendekatan ekologi- ekonomi ..... 8
2. Peta lokasi penelitian .................................................................... 29
3. Teknik pengumpulan data kondisi terumbu karang dengan
menggunakan metode LIT ............................................................ 32
4. Peta lokasi pengambilan data struktur komunitas ikan karang
dan korelasinya ............................................................................. 33
5. Teknik pengumpulan data ikan dengan underwater visual census
(UVC) ........................................................................................... 35
6. Peta pengambilan data sosial ekonomi ......................................... 37
7. Causal loop pengembangan model perikanan karang ................... 44
8. Jumlah perahu/kapal motor Desa Kapoa, Waonu dan Tongali ..... 48
9. Jumlah Alat Tangkap Desa Kapoa, Waonu dan Tongali ............. 49
10. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan
substrat Pulau Siompu .................................................................. 57
11. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori habitat dasar
Pulau Liwutongkidi ...................................................................... 59
12. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori habitat dasar
Pulau Kadatua ............................................................................... 61
13. Kelimpahan kelompok ikan target berdasarkan family
di Pulau Siompu, Liwutongkidi dan Kadatua ............................. 65
14. Kelimpahan kelompok ikan mayor berdasarkan family
di Pulau Siompu, Liwutongkidi dan Kadatua .............................. 65
15. Kelimpahan kelompok ikan indikator berdasarkan family
di Pulau Siompu, Liwutongkidi dan Kadatua .............................. 66
16. Grafik kaenekaragaman (H), keseragaman (E) dan dominasi (C )
komunitas ikan karang di Pulau Siompu, Liwutongkidi dan
Kadatua ......................................................................................... 68
17. Visualisasi partisipatif daerah penangkapan ikan 70
18. Kurva permintaan konsumen terhadap ekosistem terumbu karang
di Desa Tongali ........................................................................... 75
19. Kurva permintaan konsumen terhadap ekosistem terumbu karang
di Desa Kapoa ............................................................................. 75
20. Kurva permintaan konsumen terhadap ekosistem terumbu karang
di Desa Waonu ............................................................................ 76
21. Sub model ekologi dan ekonomi perikanan karang .................... 80
22. Grafik simulasi mortality, rekruitment, stok ikan, jumlah
armada penangkapan dan total penangkapan ............................. 82
23. Grafik simulasi rekruitmen dan biomasa ikan dengan
penguranagn jumlah armada penangkapan 0.85% atau 125
armada…………………………………………………………… 83
24. Grafik simulasi rekruitmen dan biomasa ikan dengan
penguranagn jumlah armada penangkapan 0.89% atau 131
armada…………………………………………………………… 85
LAMPIRAN
Halaman
1. Titik koordinat stasiun ....................................................................... 101
2. Kategori karang menurut lifeform ..................................................... 102
3. Jumlah kelimpahan komunitas ikan di semua stasiun ....................... 103
4. Kelimpahan ikan karang berdasarkan jenis, famili, dan jumlah 108
individu di Pulau Siompu ..................................................................
5. Kelimpahan ikan karang berdasarkan jenis, famili, dan
jumlah individu di Pulau Kadatua ..................................................... 109
6. Kelimpahan ikan karang berdasarkan jenis, famili, dan
jumlah individu di Pulau Liwutongkidi ........................................... 110
7. Perhitungan pendugaan nilai utility dan surplus konsumen
pemanfaatan ikan karang di perairan Desa Kapoa ............................ 111
8. Perhitungan pendugaan nilai utility dan surplus konsumen
pemanfaatan ikan karang di perairan Desa Waonu ........................... 116
9. Perhitungan pendugaan Nilai Utility dan surplus konsumen
pemanfaatan ikan karang di perairan Desa Tongali .......................... 121
10. Estimasi panjang ikan dan bobot ikan karang di stasiun penelitian ... 126
11. Perhitungan simulasi model perikanan karang ................................ 131
12. Hasil simulasi biomasa ikan dengan menggunakan 147 kapal .......... 132
13. Hasil simulasi biomasa ikan dengan menggunakan 125 kapal .......... 134
14. Hasil simulasi biomasa ikan dengan menggunakan 131 kapal .......... 136
1. PENDAHULUAN
Ekosistem Terumbu
Karang
Analisis Ekologi-
Ekonomi Perikanan
Karang
Keberkelanjutan
Perikanan Karang
Menurut Aninomous (2005), jenis dan komposisi ikan karang pada daerah
rataan terumbu karang di perairan Pulau Liwutongkidi pada tiap stasiun bervariasi
antara 8 – 49 jenis dengan jumlah individu 128 – 1972 ekor untuk kedalaman 3
meter dan untuk kedalaman 10 meter jumlah jenis bervariasi antara 10 – 65 jenis
dengan jumlah individu antara 214 – 1817 ekor. Sedangkan pada daerah tubir
jenis ikan berkisar 10 – 25 jenis dan 29 – 52 jenis dengan jumlah individu perjenis
masing-masing berkisar 259 – 883 ekor dan 399 – 1076 ekor.
Jenis biota yang ditemukan pada terumbu karang sangat bervariasi, dan
sangat potensial dalam mendukung pengembangan ekowisata bahari. Beberapa
jenis biota yang banyak ditemukan diantaranya; crustace (lobster dan kepiting),
molusca, (kerang-kerangan, teripang), dan Echinodermata (bulu babi). Jenis ikan
karang yang banyak ditemukan diantaranya; Pterocaesio digrama (617 individu ),
Abodefduf vaigiensis (200 individu), Pterocaesio tesselata (148 individu),
Chroronis ambonensis (101 invidu), Apogon nigrofasciatus (96 individu),
Centropige ravissimus (92 individu), Chaetodon klenii (92 individu), Apogon
deoderleinii (76 individu), Centropige nox (63 individu), dan Apogon
novemfasciatus ( 48 individu) (Aninomous 2005).
2.3. Tipe Terumbu Karang
Menurut Nybakken (1986) terumbu karang dikelompokan menjadi tiga tipe
struktural umum yaitu :
1. Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef )
2. Terumbu karang penghalang (Barrier reef)
3. Terumbu karang cincin (atol)
Diantara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum
dijumpai di perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1998).
Penjelasan ketiga tipe terumbu karang sebagai berikut :
1. Terumbu karang tepi (fringing reef) ini berkembang di sepanjang pantai dan
mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m. Terumbu karang ini tumbuh keatas
atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup
arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung
mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering
mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.
2. Terumbu karang tipe penghalang (barrief reef ) terletak di berbagai jarak
kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang
terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya
memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan
merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya
adalah the greaat barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia
dengan panjang 1.350 mil.
3. Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman
goba didalam atol sekitar 45 m jarang sampai 100 m seperti terumbu karang
penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi
Selatan.
Selain itu terumbu karang mempunyai fungsi yang penting antara lain:
1. Sebagai habitat sumberdaya ikan, dalam hal ini dikenal sebagai tempat
memijah, bertelur, mengasuh, mencari makan dan berlindung bagi biota laut.
2. Sebagai sumber benih alami bagi pengembangan budi daya perikanan.
3. Sebagai sumber berbagi makanan dan bahan baku subtansi aktif yang berguna
bagi dunia farmasi dan kedokteran.
4. Sebagai pelindung dari pantai dari gelombang laut sehingga pantai dapat
terhindar dari degrasi dan abrasi.
Tabel 1. Valuasi ekosistem berdasarkan tiga tujuan utama efisiensi, keadilan dan
berkelanjutan
Tingkat Tingkat Input
Tujua/Dasar Kelompok Dasar Diskusi yang Ilmiah yang Metode
Nilai Responden Preferensi Diperlukan Diperlukan Spesifik
Efisiensi (E- Homo Preferensi Willingnes
Rendah Rendah
value) Economicus individu s to pay
Keadilan (F- Homo Preverensi Veil of
Tinggi Menengah
falue) Communicus komunitas ignorance
Keberlanjutan Homo Preverensi Modeling
Medium Tinggi
(S-value) Naturalis keseluruhan
sistem
Sumber : Constanza and Folk (1997) in Adrianto (2006)
Dari tabel dapat dilihat pandangan ecological-economics, nilai tidak hanya
dilihat dari tujuan maksimalisasi prefrensi individu, seperti yang dikemukakan
oleh pandangan neoklasik (E-value), melainkan ada nilai-nilai lain, yaitu keadilan
(F-value) yang berbasis pada nilai-nilai komunitas, bukan bukan individu. Dalam
konteks F-value ini, nilai sebua ekosistem ditentukan berdasarkan tujuan umum
yang biasanya dihasilkan dari sebuah konsensis atau kesepakatan antar anggota
komunitas (homo communicus) (Adrianto 2006). Selanjutnya dijelaskan oleh
Rawls (1971) in Adrianto (2006) metode evaluasi yang tepat untuk tujuan ini
adalah veil of ignorance, dimana responden memberikan penilain tanpa
memandang status dirinya dalam komunitas. Sementara S-value yang bertujuan
untuk unuk mempertahankan tingkat keberlanjutan ekosistem yang dititip
beratkan pada kehidupan manusia.
Secara empiris, valuasi ekosistem berbsis pada dua nilai terakhir (F-value
dan S-value) relatif masih sedikit di lakukan. Namun demikian, hal ini tidak
mengurangi semangat dari pandangan ecologocal economics bahwa perlu adanya
penyusunan format nilai ekosistem yang lebih komprehensif, tidak hanya berbasis
pada preferensi individu, seperti metode standar yang ada.
3. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
LOKASI
PENELITIAN
PETA LOKSI
SIOMPU LIWUTONGKIDI KADATUA
KABUPATEN BUTON
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei untuk
melihat keberadaan kualitas ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat lokal terhadap berbagai kriteria suatu model pengelolaan
perikanan berbasis ekosistem perikanan karang dengan menggunakan pendekatan
ekologi dan pendekata ekonomi. Dalam upaya menghindari bertambahnya
kerusakan ekosistem perikanan karang di perairan Pulau Liwotongkidi maka
perlu pengkajian secara seksama baik dari segi ekologis maupun sosial ekonomis.
5°30'
120° 122° 124°
5°30'
1°
1°
1°
1°
3°
3°
P. Kadatua
P. Siompu
5°32'
5°32'
5°
5°
120° 122° 124°
Kapoa
Waonu
#
#
1 P. Buton
5°34'
5°34'
5 #
#
# 2
4
3
4 5 P.
#
6
Liwutongkidi
#
3 #
#
2 7
5°36'
5°36'
#
#
#
#
# 8
1 10 9
3
#
# 4 5
#
5°38'
5°38'
1 #
Tongali
2# P. Kadatua
P. Siompu
PETA PENELITIAN
PETA LOKASI LOKSI Keterangan:
SIOMPU LIWUTONGKIDI KADATUA # Stasiun Pengamatan
SILIKA
KABUPATEN BUTON N
Garis Pantai
KAB.
PROVINSI BUTONTENGGARA
SULAWESI
Skala 1 : 80.000 Daratan
PROV. SULAWESI TENGGARA Rataan Terumbu
1 0 2Km
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan data struktur komunitas ikan karang dan
korelasinya
3.5.1.1. Kualitas Perairan
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi
sosial dan ekonomi saja namun juga dari sisi biologi, kimia dan fungsi fisik yang
dapat menentukan keberlangsungan kehidupan ekosistem terumbu karang di
wilayah pesisir. Untuk mengetahui kondisi perairan di wilayah pesisir pulau
Liwitongkidi, Siompu dan Kadatua perlu dilakukan pengukuran terhadap
beberapa parameter yang terkait dengan penelitian tersebut. Lebih jelas dapat
dilihat pada Tabel 4.
5°30'
1°
1°
1°
1°
3°
3°
P. Kadatua
S iomp u
5°32'
5°32'
5°
5°
120 ° 122 ° 124 °
Ka poa
W aonu
P. B uton
5°34'
5°34'
Lokasi Pengambilan
Data Sosial Ekonomi
P. Liw u to ngk id i
5°36'
5°36'
5°38'
5°38'
Tonga li
P.P.
K Siompu
ad at ua
P ET A LO K ASIPETA LOKSI
P E NE L ITIAN K et erang an:
SIOMPU LIWUTONGKIDI
S ILIKA KADATUA N G aris P an ta i
KKABUPATEN
AB. B UTO N BUTON Daratan
S ka la 1 : 80 .0 00 Rataan T erum bu
P RO V . S UL AW ES I TE N G GA RA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1 0 2Km
N
n .................................................................. (1)
Nd 2 1
Dimana :
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
d = Tingkat kekeliruan/kesalahan dalam pengambilan sampel 10%
li
Ni 100% ......................................................................... (2)
L
Dimana :
Ni : Persentase penutupan substrat dasar ke-i (%)
li : Panjang lifeform karang jenis ke-i
L : Panjang total transek garis pengamatan ke-i
Kategori kondisi dalam kriteria persentase penutupan karang hidup
berdasarkan Gomez dan Yap (1988) menyatakan kriteria baku mutu untuk
kondisi terumbu karang sebagai berikut :
a. Dikatakan sangat baik antara 75 – 100 %
b. Dikatakan baik antara 50 – 74.9 %
c. Dikatakan sedang antara 25 – 49.9 %
d. Dikatakan rusak antara 0 – 24.9 %
KM ...................................................................... (3)
MI
( KM KH )
Dimana :
MI : Indeks mortalitas
KM : Karang mati (Dead Coral, With Algae and Rubble )
KH : Karang hidup (Hard Coral, Soft Coral and Other)
s
H ' pi ln pi ............................................................................ (4)
i 1
Dimana :
H’ = Indeks keanekaragaman
s = jumlah spesies ikan karang atau jumlah lifeform biota habitat dasar
pi = proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang atau proporsi
persentase penutupan lifeform biota habitat dasar
Kriteria Indeks keanekaragaman menurut Brower dan Zar (1977) :
H' ≤ 2.30 : keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan sangat kuat
2.3 < H' ≤ 3.30 : keanekaragaman sedang, tekanan lingkungan sedang
H' > 3.30 : keanekaragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem
Dimana :
E: Indeks keseragaman
H' : Indeks keanekaragaman
Hmax : keseimbangan spesies dalam keseimbangan maksimum = log2 S
S : Jumlah biota/taksa bentuk pertumbuhan karang atau jumlah jenis spesies
(b) Melakukan transformasi fungsi penggunaan menjadi fungsi linear agar dapat
diestimasi koefisien masing-masing parameter dengan menggunakan teknik
regresi linear. Formula pada persamaan (1) kemudian ditransformasi menjadi
persamaan (2) sebagai berikut:
ln Q 0 1 ln X 1 2 ln X 2 3 ln X 3 ... n ln X n
ln Q ((0 2 (ln X 2 ) 3 (ln X 3 ) ...n (ln X n )) 1 ln X1
ln Q 1 ln X 1 ……………………..………………………. (8)
(d) Untuk menduga atau mengestimasi total kesediaan membayar (Nilai Ekonomi
Sumberdaya)
a
U f Q dQ
0
………..................…………………………….. (10)
Dimana
U : nilai utilitas terhadap sumberdaya atau total WTP dari pemanfaatan
potensi sumberdaya ikan pada kawasan konservasi,
f(Q): fungsi permintaan
a : batas jumlah sumberdaya rata-rata yang dikonsumsi/diminta
(e) Menduga nilai konsumen surplus (CS) yang merupakan nilai langsung
pemanfaatan sumberdaya perikanan karang per satuan individu sebagai
berikut :
CS U PQ ……..................………......…………... (11)
Pt X 1 Q
Dimana :
CS : konsumen surplus yang merupakan nilai langsung pemanfaatan
sumberdaya perikanan karang
Pt : harga yang dibayarkan,
2. Kimia
- Salinitas perairan (ppt) 32.0 – 34.2 32.0 – 34.0 32.0 – 34.0
- Oksigen terlarut (DO) ppm 6.5 – 6.60 6.0 – 6.4 6.0 – 6.4 >4
- pH 8.0 -8.2 7.9 – 8.5 7.9 – 8.5 7–9
Sumber : Hasil olahan data primer 2010
BML : Baku Mutu Lingkungan, untuk Kualitas Air Laut bagi Biota Laut atau Budidaya
Perikanan (Keputusan Men-LH No.02/MENLH/10/1988).
Sumber : Statistik Potensi dan Produksi Perikanan Kabupaten Buton Tahun 2009
Alat tangkap yang digunakan nelayan di desa Tongali, Siompu dan Kadatua pada
umumnya adalah pancing ulur, bubu, gillnet, dan pukat. Jumlah alat tangkap yang
digunakan sekitar 10 jenis alat yang dikelompokkan yaitu kelompok pukat ( pukat
cincing, jaring insang hanyut, jaring insang tetap), kelompok pancing (pancing tonda,
pancing ulur), kelompok alat perangkap (sero dan bubu), dan kelompok bagan (bagan
tancap dan bagan perahu). Sebagian besar usaha perikanan tangkap bersifat
perorangan dan sedikit sekali usaha perikanan tangkap berkelompok skala besar.
Jumlah alat tangkap dapat dilihat pada gambar 9.
Sumber : Statistik Potensi dan Produksi Perikanan Kabupaten Buton Tahun 2009
4.5.1. Aksesbilitas
Meskipun saat ini belum ada sarana dan prasarana jalur transportasi
khusus ke pulau Liwutongkidi mengingat pulau ini tidak berpenghuni dan
dijadikan sebagai tempat wisata, namun aksesebilitas ke pulau Liwutongkidi
tergolong mudah sebab dapat diakses melalui transportasi laut baik dari pulau
Kadatua, pulau Siompu maupun dari kota Bau-Bau. Transportasi ke pulau
Liwutongkidi rata-rata ditempuh hanya sekitar 20 sampai 30 menit dengan
menggunakan perahu bermotor baik dari Kadatua, Siompu, maupun dari kota
Bau-Bau. Jarak desa ke ibukota kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8.
4.5.2. Kependudukan
Jumlah penduduk desa Kapoa, Waonu dan Tongali sampai pada tahun
2008 masing-masing 1087, 834 dan 1831 jiwa. Dari ketiga desa ini, desa tongali
menjadi desa dengan jumlah penduduk yang terbanyak dan terpadat dengan
kepadatan penduduk 732 jiwa/km2 yang berarti bahwa setiap 1 km2 rata-rata
dihuni oleh 732 orang dengan persebarannya 18.60%. Sedangkan untuk Desa
Waonu kepadatan penduduk 474 jiwa/km2 dengan persebarannya 8.70% dan
desa Kapoa kepadatannya 433 jiwa/km2 persebarannya 11.33% Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah kepadatan penduduk dan persebarannya
Jumlah Kepadatan Persebarannya
No Nama Desa
Penduduk (jiwa) jiwa/km2) (%)
1. Kapoa 1087 433 11.33
2. Waonu 834 474 8.70
3. Tongali 1831 732 18.60
Sumber : Kecamatan Siompu dan Kadatua dalam Angka 2008
Agama yang dianut oleh ketiga desa seluruhnya beragama Islam. Mata
pencaharian utama mereka sehari-hari adalah nelayan. Jumlah penduduk
berdasarkan kepala keluarga (KK), dan rumah tangga perikanan (RTP) secara
khusus untuk lokasi penelitian dari ketiga desa tersebut data dirinci pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah penduduk, kepala keluarga (KK), dan rumah tangga perikanan
(RTP)
RT/KK RTP Jumlah
No Nama Desa
Jumlah % Jumlah % Penduduk
1. Kapoa 278 25.58 36 4.32 1087
2. Waonu 241 28.90 35 3.22 834
3. Tongali 370 20.21 54 3.00 1831
Sumber : Kecamatan Siompu dan Kadatua dalam Angka 2008
Persentase (%)
No Nama Desa Umur (tahun) Jumlah (orang)
25 - 30 6 12.00
31 - 35 8 16.00
1 Kapoa 36 - 40 7 14.00
41 - 45 8 16.00
46 - 50 8 16.00
>51 13 26.00
Total 50 100
25 - 30 4 8.00
31 - 35 3 6.00
2 Waonu 35 - 40 8 16.00
41 - 45 14 28.00
46 - 50 8 16.00
>51 13 26.00
Total 50 100
25 - 30 8 16.00
31 - 35 2 4.00
3 Tongali 36 - 40 19 38.00
41 - 45 7 14.00
46 - 50 9 18.00
>51 5 10.00
Total 50 100
25 - 30 18 12.00
31 - 35 13 8.67
4. Rata-rata desa 36 - 40 34 22.67
41 - 45 29 19.33
46 - 50 25 16.67
>51 31 20.67
Total rata-rata 150 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer 2010
Tingkat pendidikan dari ketiga desa ini dapat dikatakan masih tergolong
sangat rendah. Sebagian besar penduduk hanya tamat Sekolah Dasar (SD) .
Jumlah responden menurut tingkat pendidikan persentase tertinggi terdapat pada
tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 60.00% atau berjumlah 90 orang dan
persentase terendah pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu
21 orang atau sebsar 14.00%, sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP) jumlahnya 39 orang atau sebesar 26.00% Tabel 12.
Tabel 12. Klasifikasi tingkat pendidikan responden
Tabel 14. Persentase penutupan karang hidup (karang keras, karang lunak dan
biota lain di Pulau Siompu
Karang Karang lunak Persentase Kategori
Stasiun
Keras (%) (%) Penutupan (%) Kondisi
1 41.99 2.00 43.99 Sedang
2 29.17 3.83 33.00 Sedang
3 18.68 7.50 26.18 Sedang
4 67.66 3.34 71.00 Baik
5 0.67 0.00 0.67 Buruk
Sumber : Data primer diolah 2010
Stasiun 1 terletak pada posisi 05º 38' 01" LS dan 122º 30' 13" BT
dijumpai persentase penutupan karang hidup 43.99%, terdiri dari Acropora
0.66%, non Acropora 41.33%, dan Soft coral 2.00%. Kategori lain yang cukup
tinggi di lokasi transek adalah Dead coral (karang mati) dan sand (pasir) masing
–masing 18.17 % dan 18.50%. Karang mati sebesar 18.17% sejalan dengan
patahan karang mati (rubble) sebesar 16.67%. Gambar 10.
Secara visual kondisi rerata persentase penutupan karang hidup di stasiun
1 berdasarkan lifeform di kategori sedang. Gomez dan Alcala (1978), Gomez dan
Yap (1988) persentase penutupan karang sedang antara 25 – 49.9%. Pada stasiun
1 persentase penutupan karang hidup dikategorikan sedang tetapi memiliki variasi
lifeform cukup besar yaitu Coral Encruising, Coral Branching, Coral heliopora,
Coral massive, Coral submassive (Lampiran 2. Kategori karang menurut
lifeform ) Analisis indeks mortalitas karang pada stasiun 1 memiliki nilai 0.45%,
maka rasio kematian karang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi.
Selanjutnya Fachrul (2007) mengatakan kesehatan karang yang
mendekati nilai 0 adalah rasio kematian karang kecil tingkat kesehatan karang
tinggi dan apabila mendekati nilai 1 tingkat kesehatan karang rendah atau rasio
kematian karang yang besar.
Gambar 10. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat
Pulau Siompu
Stasiun 2 terletak pada koordinat 05º 39' 02" LS dan 122º 29' 40" BT di
jumpai penutupan karang hidup sebesar 33.00%, yang terdiri dari Acropora
1.67%, non Acropora 27.5 %, dan soft coral 3.83%. Sehingga kondisi penutupan
karang hidup dikategorikan sedang. Penurunan penutupan karang hidup
disebabkan oleh tingginya patahan karang (rubble) 35.67% dan kematian karang
(Dead coral) 25.17%. Kerusakan fisik habitat dasar mengakibatkan penurunan
kwalitas terumbu karang, terlihat pada indeks mortalitas sebesar 0.65%
mendekati nilai 1 maka dapat dikatakan kondisi karang pada stasiun 2 memiliki
rasio kematian yang besar atau kesehatan yang rendah.
Berdasarkan pengamatan penutupan substrat dasar pada stasiun 3
koordinat 05º 37' 19" LS dan 122º 30' 50" BT di jumpai karang mati (Dead
coral) 55.32%, Acropora 1.34%, Non Acropora 17.34%, Soft coral 7.50% biota
lain 5.50%, pasir 10.83% dan Rubble 2.17%. Sedangkan penutupan karang
hidup sebesar 26.18% dikategorikan sedang. Kerusakan fisik habitat dasar dapat
mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem terumbu karang. Hal ini terlihat
pada persentase indeks mortalitas karang sebesar 0.69% mendekati nilai 1 maka
rasio kematian karang besar atau memeliki tingkat kesehatan karang rendah.
Pengamatan penutupan karang di stasiun 4 koordint 05º 37' 39" LS dan
122º 31' 40" BT. Analisis persentase penutupan karang hidup kategori baik
dengan nilai persentase 71.00% terdiri dari Acropora 60%, Non Acropora
7.66% dan Soft coral 3.34%. Persentase substrat dasar yang lain 29% meliputi
Dead Coral and Dead Coral with Algae 4.67%, Rubble 10.00% dan pasir
14.33% dengan tingkat kesehatan (Indeks mortalitas) 0.17%. Sedangkan
koordinat 05º 37' 40" LS dan 122 º 32' 42" BT pada stasiun 5 dijumpai
penutupan karang non Acropora massive sebesar 0.67% dan pasir (sand) sebesar
99.33% merupakan salah satu daerah berpasir yang tidak terdapat substrat keras
untuk penempelan planula karang.
2. Pulau Liwutongkidi
Pengamatan penutupan substrat dasar di Pulau Liwutongkidi dilakukan
pada 10 stasiun dengan kedalaman antara 3-10 meter. Persentasi penutupan
karang hidup dari stasiun 1 sampai stasiun 10 berkisar antara 11.67% - 72.50%.
Persentasi terbesar dijumpai pada stasiun 3 sebesar 72.50% dan terkecil di jumpai
pada stasiun 1 sebesar 11.67% lihat Tabel 15.
Gambar 11. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori habitat dasar Pulau
Liwutongkidi
Persentase penutupan substrat dasar kategori Non Acropora dari stasiun 1 sampai
stasiun 10 berturut-turut adalah 9.67%, 42.99%, 35.67%, 43.66%, 30.84%,
46.84%, 24.00%, 8.50%, 22.34%, dan 34.33%. Persentase penutupan karang
hidup tertinggi pada stasiun 3 sebesar 72.50% dan penutupan karang hidup
terendah terdapat di Stasiun 1 sebesar 11,67%. Stasiun 1 memiliki persentase
penutupan paling rendah disebabkan karena banyak terdapat pecahan karang
(rubble) sebesar 75.83% dan karang mati yang belum ditumbuhi algae. Patahan
karang yang di temui di stasiun 1 perairan Pulau Liwutongkidi akibat
penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bubu tancap. Indeks mortalits
karang pada stasiun 1 rendah atau rasio kematian besar mendekati 1 yaitu sebesar
0.88%
Gomez dan Yap (1988) menjelaskan tingginya tutupan karang keras
merupakan karang yang sehat diikuti dengan keragaman jenis karang. Karang
keras yang dijumpai di stasiun 1 - 10 meliputi jenis Acropora branching,
Acropora tabulate, Acropora submassive, Acropora digitate, Coral branching,
Coral encrusting, Coral foliose, Coral massive, Mushrom coral dan Coral
mellepora. Secara umum dapat dilihat bahwa karang dan biota yang ada di Stasiun
2, stasiun 3, stasiun 5, stasiun 6, stasiun 8, stasiun 10 dikategorikan baik dan
kategori sedang terdapat pada stasiun 4, stasiun 7 dan stasiun 9 (Lampiran 2).
3. Pulau Kadatua
Hasil penelitian penutupan substrat dasar pada 5 stasiun di Pulau Kadatua
dengan kedalaman antara 3 – 10 meter. Berdasarkan pengamatan persentase
penutupan terumbu karang hidup tertinggi pada stasiun 3 sebesar 47.86% dan
terkecil pada stasiun 2 sebesar 13.01%. Komposisi penutupan substrat dasar di
perairan Pulau Kadatua merupakan daerah dengan penutupan karang hidup
rendah sampai sedang Tabel 16.
Penutupan karang hidup pada stasiun 1 sebesar 37.99% yang terdiri dari
Acropora branching (ACB) 21.33%, Acropora digitake (ACD) 1.83%, coral
branching (CD) 1.17%, coral encrusting (CE) 8.00%, coral foliose (CF) 2.00%,
coral massive (CM) 2.33% dan soft coral (SC) 1.33% lifeform yang lain kategori
Dead coral (DC) and Dead coral With Algae (DCA) 37.67%. Biota lain 6.67%,
sand (S) 14.00% dan rubble (R) 3.67%.
Stasiun 2 penutupan karang sangat kecil yaitu 13.01% yang terdiri dari
coral branching (CB) 10.17%, coral encrusting (CE) 0.670%, coral massive
(CM) 1.50%, coral submassive (CS) 0.67% sedangkan pasir (sand) sebesar
83.00% dan Dead coral 4.00%. Stasiun 3 penutupan karang hidup sebesar
47.86% . Penutupan karang hidup paling tinggi di stasiun 3 memiliki persentase
Acropora branching (ACB) 15.33%, Acropora submassive (ACS) 1.33%,
Acropora digitake (ACD) 1.67%, Acropora tabulate (ACT) 8.67%, coral
encrusting (CE) 1.00%, coral massive (CM) 15.53% dan soft coral (SC) 4.33%.
kategori lifeform lain pada stasiun 3 adalah Sand (S) 20.47%, Rubble (R) 3.67%
dan Dead coral (DC) and Dead coral With Algae (DCA) 28.00% lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 12.
Stasiun 4 dengan persentase penutupan karang hidup 36.82% yang terdiri dari
Acropora branching (ACB) 10.33%, Coral branching (CB) 10.33% coral
encrusting (CE) 2.00%, coral foliose (CF) 2.33% dan Coral massive (CM)
11.83% . Kategori lain lifeform adalah Dead coral (DC) and Dead coral With
Algae (DCA) 35.33%, Sand (S) 25.17% dan Rubble (R) 2.67%. Stasiun 5 dengan
penutupan karang hidup 35.33% terdiri dari Acropora 7.00%, Non acropora
22.34% dan Soft coral 1.67%. Hasil analisa lifeform yang lain pada stasiun 5 di
jumpai karang mati yang belum ditumbuhi algae (Dead coral ) 33.67%, sand
22.33% dan patahan karang (Rubble) 13.00% Gambar 12.
Hasil yang didapat pada lokasi penelitian tipe terumbu karang di perairan
sekitar Pulau Liwutongkidi, Pulau Kadatua dan Pulau siompu adalah terumbu
karang tepi (fringing reef). Bentuk dasar koloni karang lengkap, yaitu karang
masif (massive), bercabang (branching), mengerak (encrusting), dan lembaran
(foliaceous). Jenis dan jumlah lifeform khususnya yang mempunyai bentuk
koloni bercabang dan masif cukup tinggi sehingga sangat mendukung kehidupan
organisme laut. Persen penutupan karang hidup pada daerah rataan terumbu
karang umumnya kondisinya sedang sampai baik bahkan pada beberapa stasiun
pengamatan kondisinya dalam kategori baik. Keberadaan terumbu karang dapat
juga mempengaruhi keberadaan ikan karang semakin beragam bentuk
pertumbuhan karang maka kekayaan jenis dan kelimpahan spesies ikan karang
akan semakin tinggi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa ekosistem terumbu
karang yang ada di sekitar ketiga pulau lokasi penelitian masih sangat mendukung
kehidupan organisme yang berasosiasi di dalamnya.
Lokasi penelitian secara keseluruhan terdapat 7 stasiun yang dikategorikan
baik, 10 stasiun kategori sedang dan 3 stasiun di kategorikan buruk. Persentase
yang ekstrim yang terjadi pada perairan Liwutongkidi stasiun 1 patahan karang
(rubble) mencapai 75.83%. Kerusakan karang ini terjadi karena aktifitas
penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dengan menggunakan bom, penanaman
bubu diatas karang untuk kepentingan ekonomi sesaat tanpa memperhatikan
kehidupan jangka panjang (Souter 2000). Kerusakan terumbu karang juga
disebabkan oleh jangkar kapal nelayan terutama di pulau Liwutongkidi dan Pulau
Siompu. Selama pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian tidak di
temukan bintang seribu (Acanthaster planci) sebagai predator terbesar karang,
sehinggu kematian karang ini sebagian besar dikarenakan kegiatan penangkapan
ikan karang oleh nelayan. Sedangkan 2 stasiun merupakan hamparan pasir dan
tidak terdapat karang.
Standard Lower
Desa Kapoa Coefficients t Stat P-value Upper 95%
Error 95%
Intercept b0 -0.29031 0.3637 -0.79829 0.42899 -1.0232 0.442609
Harga b1 -1.01336 0.0271 -37.3528 5.77E-35 -1.0680 -0.95868
Umur b2 -0.01258 0.0262 -0.47939 0.00340 -0.0655 0.040314
Pendidikan b3 0.037111 0.0336 1.10321 0.02759 -0.0307 0.104905
Tanggungan b4 -0.03286 0.013 -2.51031 0.01581 -0.0592 -0.00648
Pendapatan b5 1.033752 0.0191 54.04 7.15E-42 0.9952 1.072305
Standard Lower
Desa Waonu Coefficients t Stat P-value Upper 95%
Error 95%
Intercept b0 0.1239 0.2985 0.415194 0.6800 -0.4777 0.7256
Harga b1 -1.0023 0.01074 -93.2986 3.25E-52 -1.0240 -0.981
Umur b2 0.0532 0.01921 2.771011 0.00812 0.0145 0.0919
Pendidikan b3 0.0197 0.01464 1.345457 0.00537 -0.0098 0.0492
Tanggungan b4 0.0034 0.01026 0.335595 0.00877 -0.0172 0.0241
Pendapatan b5 0.9733 0.01772 54.92977 3.52E-42 0.9376 1.009
Standard Lower
Desa Tongali Coefficients t Stat P-value Upper 95%
Error 95%
Intercept b0 1.4846 0.68001 2.183178 0.0344 0.1141 2.85505
Harga b1 -1.0086 0.04377 -22.9977 8.63E-26 -1.0948 -0.91824
Umur b2 -0.1175 0.07063 -1.66368 0.00329 -0.2599 0.02484
Pendidikan b3 -0.0582 0.05327 1.767514 0.00424 -0.0148 0.2242
Tanggungan b4 0.0907 0.054171 1.674794 0.00107 -0.0184 0.1999
Pendapatan b5 0.9260 0.035049 26.42119 1.25E-28 0.8554 0.99666
Sumber : Data primer diolah 2010
Untuk mencari nilai kegunaan (utility) dan surplus konsumen untuk total
pemanfaatan langsung ekosistem perikanan karang yang aktual dapat di
identifikasi berdasarkan hasil olahan data primer yang didapat dari wawancara
dan pengisian kuisioner oleh rumah tangga perikanan dengan menggunakan
software 9.5. Surplus konsumen merupakan selisih antara harga yang dibayarkan
untuk mendapatkan barang atau jasa (willingness to pay) dari rata-rata jumlah
sumberdaya ikan karang yang diminta dikalikan dengan harga per unit
sumberdaya yang dikonsumsikan.
Dari hasil analisis regresi pada Tabel 18 diatas, kemudian dilanjutkan
dengan perhitungan surplus konsumen untuk menilai manfaat langsung dari ikan
karang. Penghitungan valuasi ekonomi sumberdaya terumbu karang di Perairan
Pulau Kadatua Desa Waonu untuk manfaat terumbu karang yang dapat dirasakan
secara langsung oleh masyarakat. Selengkapnya hasil pendugaan surplus
konsumen yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Pendugaan surplus konsumen dari sumberdaya ekosistem perikanan
karang
Nama Jenis Rata-rata Surplus Konsumen
No Utility (Rp)
Desa Pemanfaatan Q (Kg) (RP)
1. Kapoa Ikan karang 71.90 6.157204158 107 6.075788591 107
2. Waonu Ikan karang 64.16 2.264245735 107 2.258981164 107
3. Tongali Ikan karang 66.24 8.277645712 107 8.207064954 107
Jumlah 202.3 16.699095606 107 16.541834709 107
Sumber : Data Primer setelah diolah 2010
Dari tabel di atas menunjukan bahwa nilai manfaat (utility) terbesar dari
pemanfaatan ikan karang sebesar Rp. 82.776.457,12 dengan konsumen surplus
sebesar Rp. 82.070.649,54 nilai tersebut diperoleh dari pemanfaatan langsung
terumbu karang dari ketiga desa dengan rata-rata permintaan konsumen perbulan
sebesar 202.3 kg/bulan. Kemudian nilai manfaat (utility) untuk pemanfaatan
ekosistem ikan karang Desa Kapoa sebesar Rp. 61.572.041,58 dengan
konsumen surplus sebesar Rp. 60.757.885,91 dengan rata-rata permintaan dari
konsumen sebesar 71.90 Kg/bulan. Sedangkan Desa Waonu sangat kecil, nilai
manfaat (utility) Rp. 22.642.457,35 surplus konsumen Rp. 22.589.811,64 dengan
rata-rata permintaan sebesar 64.16 Kg/bulan.
Nilai surplus konsumen dari hasil tangkapan ikan karang dan nilai
ekonomi untuk total permintaan berdasarkan manfaat (utility) dari masyarakat
terhadap hasil tangkapan di kawasan terumbu karang di Desa Kapoa, Waonu dan
Tongali. Kurva permintaan berdasarkan utility konsumen di sajikan pada Gambar
18, 19 dan 20.
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas
perhitungan manfaat dan biaya pemanfaatan. Berdasarkan tipologi nilai ekonomi
total ekosistem ini mempunyai nilai manfaat langsung dan tidak langsung.
Manfaat langsung yang dapat dinilai dari keberadaan ekosistem terumbu karang
adalah perikanan karang. Sedangkan manfaat tidak langsung diantaranya sebagai
jasa ekologis (ecological services) seperti kemampuan menyerap karbon, penahan
gelombang. Penelitian ini membatasi estimasi hanya pada manfaat langsung yang
berdasarkan kepada produktivitas ekosistem perikanan karang yang mempunya
nilai pasar (market base) yaitu ikan karang.
P
RECRUITMEN MORTALITY
STOK IKAN
DENSITY
TOTAL PENANGKAPAN KKAPAL MOTOR
AREA
COST
REVENEUS
konstanta hubungan panjang dan berat (Love 1993). Beberapa peneliti yang
bergabung dalam Fishbase Organization (2010 ) dan Pauly (1980) berpendapat
mengenai kisaran (a) = 0,01 dan (b) = 2 - 3 untuk ikan demersal. Sehingga
biomasa ikan dikawasan konservasi laut daerah Pulau Liwutongkidi dapat
dihitung. Hasil perhitungan biomasa ikan di lokasi penelitian adalah 39.771,12 kg
biomasa ikan atau 39.77 ton. Perhitungan analisis biomasa ikan sesuai yang
dilakukan (Pet-Soede at al, 2001 in Froese dan Pauly, 1998), (Lampiran 11).
Menurut Luckof et al. (2005) laju pertumbuhan alami populasi ikan antara
50 - 60%. Laju kematian adalah sangat penting dalam menganalisis dinamika
suatu populasi yang dieksploitasi. Mortalitas alami disebabkan oleh predasi,
penyakit, ketuaan, kondisi lingkungan, stress yang berkaitan dengan ekosistem
dan lain sebagainya 0.3%. Selanjutnya dikemukakan oleh Gulland (1977) in
Pauly (1984) Laju Eksploitasi alami berkisar antara 0.3 - 0.5 % tergantung pada
kondisi lingkungan sekitarnya. Biaya per unit usaha adalah Rp. 200.000 perbulan,
dan harga per kg ikan adalah Rp. 12.500, frekwensi usaha penangkapan adalah 20
hari penangkapan per bulan. Dengan jumlah kapal waktu saat penelitian (existing)
147 kapal.
a. Skenario 1. (Exixting)
20000
15000 2
10000 3 4 4 4 4
147
100000000
0
0
0 5 5 5 5
146
-50000000 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1.00 15.75 30.50 45.25 60.00
Page 1 Months 9:37 AM Mon, Aug 22, 2011
Gambar 22. Grafik simulasi mortality, recruitment, stok ikan, jumlah armada
penangkapan dan total penangkapan
1e+010. 3
3.5e+009
15000 5 5 4 5 5
150000000
125
4
4
3 4 3
3
0
0
5000 2
50000000 1
124 1 2 1 2 1 2
1.00 15.75 30.50 45.25 60.00
Months 12:53 PM Mon, Aug 22, 2011
Gambar 23. Grafik simulasi recruitment dan biomassa ikan dengan penguranagn
jumlah armada penangkapan 0.85% atau 125 armada
Hasil analisis simulasi pada Gambar 23. Dari gambar terlihat fluktuasi
penangkapan dari periode awal bulan sampai dengan akhir bulan. Naik turunnya
upaya penangkapan tidak sejalan dengan fluktuasi biomassa ikan. Hal ini tidak
terjadi keseimbangan antara total penangkapan dengan biomassa ikan artinya
rekruitmen dan biomasa ikan dari waktu ke waktu bertambah tidak di pengaruhi
oleh upaya penangkapan. Pada gambar tersebut terlihat biomassa dari periode
awal bulan meningkat sejalan dengan periode waktu.
Pengurangan jumlah perahu motor dari 147 menjadi 125 kapal sangat
mempengaruhi biomassa ikan. Dengan demikian perubahan terhadap jumlah kapal
dapat meningkatkn biomassa ikan dan rekruitmen dari periode bulan pertama
sampai pada bulan ke enam puluh.
Untuk melihat perubahan biomassa ikan dari periode bulan pertama
sampai dengan bula ke enam puluh yang dipengaruhi oleh upaya penangkapan
perbulan dengan jumlah kapal, selanjutnya dijelaskan oleh (Grandcourt 2003)
rekruitmen dan biomasa ikan di pengaruhi oleh upaya penangkapan dapat dilihat
pada Lampiran 13.
c. Skenario 3
Skenario ini lebih baik kondisinya dibandingkan dengan scenario yang
lain. Pada Lampiran 14 Variable penangkapan ikan mempengaruhi degradasi
biomassa ikan. Dinamika perubahan yang terjadi pada biomassa ikan secara
langsung akan mempengaruhi rekruimen dan jumlah pendapatan masyarakat
nelayan. Keterkaitan antara biomassa ikan dengan upaya penangkapan dilakukan
melalui perubahan jumlah kapal yang menjadi variabel penentu dalam fungsi
pertumbuhan ikan (rekruitmen). Penurunan biomassa ikan dan rekruitmen
berbanding terbalik dengan total penangkapan dan keuntungan nelayan perbulan
dari periode awal bulan sampai dengan akhir bulan.
Hasil simulasi dengan menggunakan 131 armada penangkapan terlihat
hubungan timbal balik antara upaya penangkapan dengan biomassa ikan
sepanjang waktu. Pada awal periode total penangkapan tinggi biomassa
mengalami penurunan, total penangkapan menurun biomassa ikan mengalami
peningkatan dan seterusnya.
3
300000000
500000000
15000 4 4 4 4
131
200000000
5 5
3 3
5
3
0 5
0
5000 2
130 1
50000000 1 2 1 2 1 2
1.00 15.75 30.50 45.25 60.00
Gambar 24. Grafik simulasi recruitment dan biomassa ikan dengan penguranagn
jumlah armada penangkapan 0.89% atau 131 armada
Apabila keseimbangan ini biomasa ikan dan rekruitmen ini terjadi sepanjang masa
dari bulanke bulan, maka kondisi biomassa ikan dan total penangkapan pada
daerah kawasan konservasi Pulau Liwutongkidi , Kadatua dan Siompu dapat
dikatakan kondisi ideal Lampiran 14.
Biomassa ikan pada suatu lokasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor
yaitu makanan, ruang (habitat) dan faktor lain salah satu adalah tekanan
penangkapan (Royce 1972). Tingginya tekanan penangkapan dapat
mengakibatkan penurunan kelimpahan populasi dan menurun rata-rata ukuran
ikan. Jika semua individu dewasa ditangkap dan gagal matang gonad maka tidak
ada lagi pemijahan yang menyuplai anak ikan untuk rekruitmen.
Pendugaan biomassa ikan memiliki peranan penting sebagai “fine
tunning” system penangkapan guna hasil tangkapan yang lebih besar. Selanjutnya
dapat berperan untuk menyusun perencanaan guna rehabilitasi ketika terjadi laju
penangkapan lebih dan mengembankan strategi pengelolaan selama
berlangsungnya transisi teknologi kearah penggunaan berbagai metode
penangkapan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Selain itu pendugaan biomassa
ikan memiliki tugas utama dalam mempersiapkan perencanaan yang tepat tentang
hasil tangkapan dan biomassa populasi serta mencoba membuat prediksi tentang
dampak dari berbagai kebijakan pengelolaan yang diterapkan.
karang, cara ini mudah dilakukan karena secara umum biota terumbu karang
adalah biota yang hidup menetap di dasar (benthos) atau yang bergerak tidak
jauh dan tidak pernah meninggalkan terumbu karang, sehingga jumlah stok di
ekosistem tersebut mudah dihitung. Dengan mengetahui jumlah stok di alam
dan kemampuan regenerasi, maka jumlah tangkapan perwaktu tangkap dapat
diatur. Komoditi perikanan terumbu karang seperti kima, teripang, ikan hias,
anemon serta karang.
2. Pengaturan waktu tangkap. Pengaturan waktu tangkap perlu dilakukan bagi
ukuran jenis tangkapan perlu dilakukan untuk menjamin agar semua individu
yang ditangkap sudah menunaikan tugas memperpanjang keturunannya. Untuk
mengetahui ukuran berapa individu jenis biota itu mulai memijah.
4. Mengatur dan mengawasi penggunaan alat tangkap ikan. Dengan pengaturan
ukuran mata jaring misalnya, ikan-ikan kecil yang tidak ekonomis tidak
ditangkap. Bubu sebagai alat tangkap ikan terumbu karang dapat merusak
habitat terumbu karang karena menggunakan batu karang hidup sebagai
pemberat dan pe-nyamar alat tersebut.
5. Penerapan sistem zonasi. Sistem zonasi yakni membagi kawasan terumbu
karang menjadi zona yang berbeda pemanfaatannya. Antara lain ada zona yang
ditutup sementara waktu untuk semua jenis pemanfaatan guna menjamin
pelestarian sumber alamnya, atau zona pemanfaatan secara berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan
kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih
dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, tujuan serta aspirasinya.
Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat ini menyangkut juga pemberian
tanggung jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan
yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup
mereka.
Model pengelolaan seperti tersebut di atas akan lebih efektif jika
dimasyarakat Tongali, Kapoa dan Waonu terdapat suatu kelembagaan di bidang
perikanan. Kelembagaan tersebut berfungsi sebagai wadah untuk menampung
semua aspirasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan. Pentingnya di bentuk
kelembagaan pengelolaan perikanan di sebuah desa pesisir selain berfungsi
sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat juga untuk mempermudan
pemberian bantuan maupun pelaksanaan program dalam pemberdayaan
masyarakat pesisir oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Alcala (1998) sebuah pengelolaan terhadap
ikan karang merupakan suatu hal yang kompleks karena berkaitan dengan
penangkapan yaitu interaksi antara sumberdaya ikan, alat tangkap dan armada
penangkapan sehingga banyak faktor yang saling berkaitan. Sebuah pengelolaan
harusnya dapat memulihkan atau melindungi suatu wilayah dari degrdasi
lingkungan serta dalam jangka panjang dapat merawat sumberdaya tersebut agar
berkelanjutan. Oleh karena itu keterlibatan masrarakat yang nantinya sebagai
pelaksana dari sebuah pengelola ekosistem perikanan mutlak diperlukan agar
mereka merasa ikut berperan dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan
pengelolaan di daerah lingkungan pesisir mereka.
6.1. Simpulan
6.2. Saran
Disarankan kepada semua pihak pengelola dan khususnya keapada
pemerintah Kabupaten Buton. Perlu diperhatikan pengendalian terhadap alat
tangkap di kawasan konservasi dilakukan secara tegas dan berkesinambungan
agar pemulihan biomasa ikan lebih cepat dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrim M. 1983. Pengantar studi Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode
Pengkajian Dalam Khursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta
Allcala A.C, 1998. Effect of Marine Reserve on Coral Fish Abudance and Yields
of Philipina Coral Reef. Ambio
Allen Gerald R dan R Steane. 1994. Indo-Pacific Coral reef Field Guide. Tropical
Reef Research
Allen Gerald. R. 2000. Tropical Reef Fishes of Indonesia. Pariplus Edition (HK)
Ltd.
Bengen DG. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan
Secara Terpadu dan Berkelanjutan Makalah Pelatihan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu Tanggal 29 Oktober – 3 Nopember 2001.
Brower, J. E. dan J. H, Zar. 1977. Fiel and laboratory Methods for General
Ecology. Dubuque Iowa.
Choat, J. H. dan D. R, Bellwood. 1991. Reef Fishes : Their History and Evolution.
In ; The Ecology of Fishes on Coral Reefs, Sale. P. F. Academic Press, San
Diego
Cicin Sain and R.W. Knecht 1998. Integrated Coastal and Marine Management.
Island Pres, Washington DC.
English, S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1994. Survey Manual For Tropical
Marine Resources. Mc Graw Publication. Australia, 178 hlm.
Endiger, E.N., J. Jompa, G.V. Limmon, W. Widjatmoko and M.J Risk. 1998. Reef
Degradation and Coral Biodiversity in Indonesia : Effect of Land Based
Pollution, Destructive Fishing Practice and Change Overtime. Marine
Pollution Bulletin Vol. 36 No. 8. Pergamon Press.
Fachrul. M.H, 2007. Metode Sampling Bioekologi, Cetakan Pertama, Jakarta PT.
Bumi Aksara.
Gomez, ED. H.T. Yap, 1988. Monitoring reef Condition, Coral Reef Management
handbook. Second Adition. RA. Kenchington dan Bryget ET. Hudson
(editor) Unesco Regional Office for Science and Technology for South East
Asia. Jakarta
Gomez, E.D and A.C. Alcala. 1978. Status of Philipina coral reef. Proc. Int.
Symp. Biogeogr. Evol. S. Hem. Auckland New Zealand, 17-20 July 1978.
Kunzman Andreas. 2001. Corals, Fishermen And Tourists. Jurnal Pesisir Dan
Lautan Volume 4 No.1 Tahun 2001 Pkspl Ipb. 66 Hlm.
Love. R.H. 1993, A comparison of Volume Scattering Strength Data With Model
Calculation Based on Quasisynaptically Collected Fishery Data. J.A. Coust.
Soc. Am. 94. 2255-68.
Luckof PD, Wet LFd dan Brink DD, 2005. Aplication of the Condition Factor in
the Production of African Sharptooth catch fish Clarias gariepinus.
Aguacultur o, at The University of Stellenbosch
McCook L J. 1999. Macro algae, nutrients and phase shifts on coral reefs:
scientific issue and management consequences for the Great Barrier Reef.
Coral reef (18): 357-367
McManus J. W. Tropical Marine Fisheries and the Future of Coral Reefs: a Brief
Review With Emphasis on Southeast Asia. Coral Reefs (1997) 16, Suppl.:
S121-S127
Molberg F, Folk C 1999. Ecological Goods and Services of coral reef Ecosystem.
Ecological Economic Vol. 29 pp 215-233.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan kedua
Penerbit PT Gramedia Jakarta ( Terjemahan ) dari : Biology and Ecological
Approach.
Pauly D. 1984 Fish Population Dynamics in Tropical Waters : A Manual For Use
With Programmable Calculators . ICLARM. Manila. Fhilipina
Pet-Soedea C, W.L.T. van Densena, J.S. Pet, M.A.M. Machiels, 2001. Impact of
Indonesian Coral Reef Fisheries on Fish Community Structure and the
Resultant Catch Composition Fisheries Research 51 (2001) 35-51
Salm, V.R. Clark John R. and Siirila. 2000. Marine and Coastal Protected Area :
A Guide for Planners and Managers. IUCN. Washington DC.
Souter David W and Olof Linde, 2000. The Health and Future of Coral Reef
Systems. Ocean & Coastal Management 43 (2000) 657-688
Spurgeon, J. 1992. The Economic Valuation of Coral Reefs Marine Pollution
Bulletin vol. 24 (11) 529-536.
Veron JEN. 1995. Coral in Space and Time. Towns Ville: Australian Institute of
Marine Science.
Zhang C.I, Suam K, Donald G, Richard M, Jae Bong Lee, Hee Won P, Jong Hee
Lee, 2009. An ecosystem-based fisheries assessment approach for Korean
fisheries. Fisheries Research 100 (2009) 26–41
LAMPIRAN
101
STASIUN PENGAMATAN
No KATEGORI KODE
K1 K2 K3 K4 K5 S1 S2 S3 S4 S5 L 1 L 2 L 3 L 4 L 5 L 6 L 7 L 8 L 9 L 10
Branching ACB 21.33 15.33 10.33 3.33 - - 0.67 52.00 - 0.67 10.30 36.83 2.50 12.00 3.83 7.00 48 21.83 22.33
Encrusting ACE - - - - 0.66 0.34 - - - - - - - - - - -
1 Acropora
Submassive ACS - 1.33 - - - - - - - - - - - 4.17 - - -
Digitake ACD 1.83 1.67 - 3.67 - 1.33 0.67 4.33 - - 0.83 - 1.00 5.00 - - - - -
Tabulate ACT - 8.67 - - - - 3.67 - - - 1.67 8.33 - 7.83 7.33 - -
Jumlah 23.16 27.00 10.33 7.00 0.66 1.67 1.34 60 0 0.67 11.13 36.83 5.17 25.33 3.83 19.00 55.33 21.83 22.33
Branching CB 1.17 10.17 - 10.33 2.00 25.83 4.00 1.00 2.33 - 3.17 10.50 15.83 16.83 22.17 23.17 14 5.33 9.67 9.5
Encrusting CE 8.00 0.67 1.00 2.00 1.67 4.17 7.50 6.67 - - 0.83 5.33 1.67 5.50 0.67 6.00 - - 1.33
Foliose CF 2.00 - - 2.33 - - 4.00 1.67 - - 0.67 21.33 2.67 1.00 3.00 2.50 - - 1.50 14.17
Massive CM 2.33 1.50 15.53 11.83 18.67 9.00 10.67 8.00 - 0.67 1.67 1.33 9.83 15.83 5.00 6.83 5.50 - 10.50 7.5
2 Non-Acropora
Submassive CS - 0.67 - - - 2.00 1.33 - - - - - 5.67 - - 3.17 - - - -
Mushroom CMR - - - - - - - 5.33 - 3.33 1.17 - 1.17 - 5.17 4.50 3.17 0.67 1.83
Heliopora CHL - - - - - 0.33 - - - - - - - - - - - - - -
Mellepora CME - - - - - - - - - - - 3.33 - 3.33 - - - - - -
Tabipora CTU - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah 13.50 13.01 16.53 26.49 22.34 41.33 27.5 17.34 7.66 0.67 9.67 42.99 35.67 43.66 30.84 46.84 24.00 8.50 22.34 34.33
Jumlah Karang Keras 36.66 13.01 43.53 36.82 29.34 41.99 29.17 18.68 67.66 0.67 10.34 54.12 72.50 48.83 56.17 50.67 43.00 63.83 44.17 56.66
Dead Coral DC 13.50 4.00 28.00 20.33 33.67 18.17 25.17 55.32 1.00 - 12.50 35.00 11.83 44.00 13.33 21.50 14.00 4.67 9.33 14.83
3 Dead Coral with Algae DCA 24.17 - - 15 - 0.50 - - 3.67 - - - 1.33 - 11.67 - 5.00 11.00 28.17 5.33
Jumlah 37.67 4.00 28.00 35.33 33.67 18.67 25.17 55.32 4.67 0.00 12.50 35.00 13.16 44.00 25.00 21.50 19.00 15.67 37.50 20.16
4 Soft Coral SC 1.33 - 4.33 - 1.67 2.00 3.83 7.50 3.34 - 1.33 0.5 - - 14.50 - - - - -
1.33 4.33 0 1.67 2.00 3.83 7.50 3.34 0.00 1.33 0.50 - - 14.50 - - - - -
Algae Assemblage AA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Coralline algae CA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
6 Algae Halimeda HA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Macro algae MA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Turf algae TA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Sand S 14.00 83.00 20.47 25.17 22.33 18.50 3.83 10.83 14.33 99.33 - - - 4.50 3.00 10.50 8.50 12.67 8.00 -
Rubble R 3.67 0 3.67 2.67 13.00 16.67 35.67 2.17 10.00 0.00 75.83 10.33 14.33 2.67 0.00 12.00 29.50 7.83 10.33 22.17
7 Abiotik - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Silt SI
Water W - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Rock RCK - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah 17.67 83.00 24.14 27.84 35.33 35.17 39.50 13.00 24.33 99.33 75.83 10.33 14.33 7.17 3.00 22.50 38.00 20.50 18.33 22.17
Jumlah Keseluruhan 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Persentase Penutupan Karang (%) 37.99 13.01 47.86 36.82 31.01 43.99 33.00 26.18 71.00 0.67 11.67 54.62 72.50 48.83 70.67 50.67 43.00 63.83 44.17 56.66
Indeks Mortalitas
102
0.52 0.24 0.40 0.51 0.60 0.45 0.65 0.69 0.17 0.00 0.88 0.45 0.27 0.49 0.26 0.40 0.53 0.27 0.52 0.43
Rata -rata Peersen Penutupan Karang 46.92
Keterangan : K = (Stasiun Penelitian di Perairan Kadatua )
S = (Stasiun Penelitian di Perairan Siompu )
L = (Stasiun Penelitian di Perairan Liwutongkidi )
Lampiran 3. Jumlah Kelimpahan Komunitas Ikan di Semua Stasiun
No Statiun
Family Sp Spesies Ikan Jml
K1 K2 K3 K4 K5 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L 10 S 1 S2 S3 S4 S5
1 Chaetodontidae 1 Chaetodon Vagabundus 2 2 2 2 8
2 Chaetodon auriga 1 2 1 4
3 Chaetodon trifascialis 2 2 2 1 3 2 1 2 3 2 2 2 24
4 Chaetodon unimaculatus 2 2 4
5 Chaetodon melannotus 4 2 6
6 Chaetodon xanthurus 2 2
7 Chaetodon raflesi 3 3 1 1 2 2 12
8 Chaetodon punctatofasciatus 1 1 2
9 Chaetodon lunulatus 4 2 5 4 3 6 4 2 1 11 2 2 2 4 5 57
10 Chaetodon baronessa 1 3 2 2 4 2 3 4 3 24
11 Chaetodon kleinii 4 3 5 5 5 3 4 8 5 6 1 3 1 8 8 6 4 3 6 88
12 Chaetodon lunula 4 2 1 2 9
13 Chaetodon ephippium 2 2 4
14 Chaetodon ocellicaudus 2 2
15 Chaetodon ornatissimus 2 2
16 Chaetodon ulietensis 2 2
17 Chaetodon adiergastos 2 2
18 Forcipiger flavissimus 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 3 29
19 Heniochus chrysostomus 5 2 2 1 2 12
20 Heniochus varius 4 3 4 1 1 4 5 2 1 2 2 29
21 Heniochus acuminatus 25 25
2 Pomacanthidae 22 Centropyge bicolor 3 2 2 2 2 2 5 3 4 3 2 2 7 3 42
23 Centropyge tibicen 1 1 1 1 4 8
24 Centropyge vroliki 2 3 1 2 4 1 1 14
25 Centropyge bispinosus 1 1 1 3
26 Pomacanthus imperator 2 2
27 Pygoplites diacanthus 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 12
28 Chaetodontoplus conspicillatus 1 1 2
29 Chaetodontoplus mesoleucus 1 1
3 Ephippidae 30 Platax pinnatus 3 2 1 6 1 2 15
31 Platax boersi 2 2 4
4 Acanthuridae 32 Acanthurus olivaceus 2 2 2 6
33 Acanthurus blochii 3 4 8 2 4 21
34 Acanthurus auranticavus 4 3 7
35 Acanthurus pyroferus 2 2 1 5 3 2 15
36 Acanthurus nigrofuscus 6 4 2 25 4 5 3 8 57
37 Ctenochaetus tominiensis 1 1 3 2 2 4 13
103
38 Paracanthurus hepatus 2 2
39 Zebrasoma scopas 6 4 6 3 2 9 8 2 2 20 4 8 2 8 7 7 98
40 Ctenochaetus striatus 2 2 6 10
(Lampiran 3) Lanjutan
No Statiun
Family Sp Spesies Ikan Jml
K1 K2 K3 K4 K5 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L 9 L 10 S 1 S2 S3 S4 S5
41 Naso thynnoides 36 12 24 23 14 18 127
5 Zanclidae 42 Zanclus cornutus 2 6 5 3 3 9 6 2 2 2 4 3 2 4 53
6 Siganidae 43 Siganus puellus 2 2 4 2 2 2 2 16
44 Siganus guttatus 17 12 2 8 39
45 Siganus doliatus 2 2 2 6
46 Siganus vulpinus 3 1 2 2 3 2 2 2 2 19
7 Pomacentridae 47 Amblyglyphidodon curacao 6 8 5 4 6 12 10 6 6 6 69
48 Amblyglyphidodon leucogaster 9 4 3 3 4 12 4 5 12 4 4 9 4 12 13 4 8 114
49 Amblyglyphidodon ternatensis 12 5 16 6 3 7 49
50 Amphiprion percula 4 4
51 Amphiprion perideraion 8 2 3 2 4 2 2 23
52 Amphiprion ocellaris 3 4 7
53 Amphiprion sandaricinos 2 2 2 2 8
54 Premnas biaculeatus 3 2 2 2 9
55 Amblyglyphidodon aureus 3 2 6 3 14
56 Amphiprion clarkii 2 2 3 2 3 4 2 4 22
57 Dascyllus reticulatus 15 13 5 8 8 18 12 24 23 12 15 3 15 5 13 15 6 210
58 Dascyllus trimaculatus 6 23 6 12 6 4 21 9 23 8 118
59 Dascyllus aruanus 17 17 8 17 12 12 11 16 8 6 17 9 25 31 6 212
60 Neoglyphidodon crossi 2 4 4 10
61 Pomacentrus littoralis 3 7 8 6 3 27
62 Pomacentrus muluccensis 15 5 9 15 11 4 4 7 3 12 16 5 16 12 134
63 Chromis amboinensis 27 4 24 3 12 12 9 17 108
64 Chromis retrofasciata 10 7 9 7 4 12 11 30 9 6 10 8 11 9 143
65 Chromis ternatensis 4 14 14 16 45 41 16 28 15 63 256
66 Chromis atripectoralis 35 7 42
67 Neoglyphidodon nigroris 2 3 3 1 2 2 13
68 Pomacentrus alexanderae 2 3 4 2 3 1 3 2 4 4 28
69 Dischistodus perspicillatus 1 1 1 2 2 7
70 Neoglyphidodon thoracotaeniatus 2 2 2 2 2 10
71 Chrysiptera talboti 3 1 5 3 2 14
72 Pomacentrus amboinensis 4 3 6 8 5 12 7 4 3 4 4 3 63
73 Chrysiptera springeri 7 2 9
74 Chrysiptera hemicyanea 3 2 5
75 Chromis sp 1 6 4 11
76 Chromis viridis 5 12 36 12 7 9 18 9 12 12 132
77 Chrysiptera rollandi 2 3 6 5 12 28
78 Abudefduf vaigiensis 7 2 2 5 4 20
104
79 Chromis margaritifer 1 2 8 4 3 3 6 5 32
80 Pomacentrus bangkanensis 1 2 4 2 9
8 Lutjanidae 81 Lutjanus gibbus 30 30
82 Lutjanus bohar 4 5 8 3 20
(Lampiran 3) Lanjutan
No Statiun
Family Sp Spesies Ikan Jml
K1 K2 K3 K4 K5 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L 9 L 10 S 1 S2 S3 S4 S5
83 Lutjanus decussatus 2 2 2 2 2 4 2 3 2 3 24
84 Lutjanus fulviflama 3 2 7 12
85 Macolor niger 1 1 1 3
86 Aprion virescens 2 1 3
87 Lutjanus kasmira 4 5 2 12 23
9 Nemipteridae 88 Scolopsis bilineatus 5 1 4 2 4 1 2 5 1 2 3 4 4 38
89 Scolopsis lineatus 2 1 2 5
10 Lethrinidae 90 Gnonathodentex aureolineatus 5 15 12 2 12 6 35 87
91 Monotaxis heterodon 2 7 1 1 2 9 3 25
92 Lethrinus amboninensis 2 1 1 1 1 6
11 Carangidae 93 Elegatis bipinnulatus 1 1 1 3
94 Caranx melampygus 1 1 1 3
12 Sphyraenidae 95 Sphyraena helleri 25 25
96 Sphyraena barracuda 1 1
13 Scombridae 97 Scomberomurus commerson 2 2 4
98 Rastrelliger kanagurta 12 16 28
99 Gymnosarda unicolor 1 2 3
14 Caesionidae 100 Pterocaesio tile 30 34 24 12 12 67 26 35 24 50 42 30 22 15 12 435
101 Pterocaesio pisang 4 12 7 24 16 21 8 92
102 Pterocaesio trilineata 12 6 7 2 27
15 Anthiinae 103 Pseudanthias huchti 14 8 8 10 7 12 29 36 12 19 15 14 14 198
104 Pseudanthias bicolor 6 21 18 3 48
16 Serranidae 105 Cephalopholis argus 1 1 2
106 Cephalopholis urodeta 1 2 1 1 5
107 Cephalopholis miniata 2 1 1 2 2 1 9
108 Epinephelus polyphekadion 1 1 2
109 Epinephelus merra 3 3 3 1 2 3 2 2 4 4 2 6 2 37
110 Plectropomus oligocanthus 1 1
111 Variola louti 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 13
112 Epinephelus fasciatus 3 2 2 7
113 Aethaloperca rogaa 1 1
17 Cirrhitidae 114 Cirrhitichthys falco 4 2 1 2 2 1 12
115 Paracirrhites forsteri 1 1 1 1 1 2 2 9
18 Haemullidae 116 Diagramma melanacrum 0
117 Plectorhinchus vittatus 2 1 2 5
118 Plectorhinchus chaetodonnoides 1 1 1 1 1 1 1 2 9
19 Scaridae 119 Chlorurus bleekeri 1 1 8 8 18
120 Chlorurus sordidus 4 3 2 1 2 2 6 2 2 2 3 1 3 33
121 Cetosscarus bicolor 2 1 2 1 1 7
20 Labridae
105
122 Cheilinus fasciatus 1 1 1 1 1 1 6
123 Cirrhilabrus solorensis 4 6 18 12 6 35 12 7 41 13 18 24 23 9 14 8 250
124 Cheilinus chlorourus 1 1
(Lampiran 3) Lanjutan
No Statiun
Family Sp Spesies Ikan Jml
K1 K2 K3 K4 K5 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L 9 L 10 S 1 S2 S3 S4 S5
125 Anampses meleagrides 1 1 1 3
126 Thalassoma lunare 2 4 3 1 2 4 5 3 1 1 12 3 3 4 2 3 2 55
127 Halichoeres hortulanus 1 1 2 1 1 1 7
128 Thalassoma hardwicke 1 2 1 1 1 3 3 1 1 14
129 Halichoeres leucurus 1 1 1 1 4
130 Halichoeres chrysus 5 2 1 1 1 10
131 Halichoeres chloropterus 1 2 1 1 5
132 Bodianus mesothorax 2 1 3
133 Hemigymnus melapterus 2 1 1 1 1 6
134 Halichoeres negrescens 8 8
135 Halichoeres melanurus 2 1 1 1 2 1 1 1 10
136 Oxcheilinus celebicus 2 1 3
137 Choerodon anchorago 1 1 2 1 1 1 7
138 Labroides dimidiatus 3 2 2 5 3 4 3 3 2 12 3 3 5 2 4 56
139 Diproctacanthus xanthurus 1 1
140 Labroides bicolor 1 1 1 1 1 5
141 Cheilio inermis 12 1 13
142 Gomphosus varius 1 1 2
143 Pseudocheilinus hexataenia 1 2 4 2 9
21 Holocentridae 144 Myripristis murdjan 2 2 2 6 2 14
145 Sargocentron spiniferum 1 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 2 24
146 Neoniphon sammara 1 2 3
22 Apogonidae 147 Apogon aureus 12 12 4 2 100 12 12 2 35 191
148 Apogon compressus 3 4 2 6 8 12 6 6 8 55
149 Cheilodipterus macrodon 2 3 4 9
23 Pseudochromidae 150 Pseudochromis paranox 1 2 1 4
24 Ptereleotridae 151 Nemateleotris magnifica 2 3 5 4 2 2 2 2 4 4 30
152 Ptereleotris avides 2 2 4
25 Callionymidae 153 Synchiropus splendidus 1 1
26 Pinguipedidae 154 Parapercis sp 2 3 4 2 4 4 3 2 2 2 1 2 31
155 Parapercis clathrata 1 1 2 2 6
156 Parapercis hexophthalma 2 2 2 6
27 Synodontidae 157 Synodus dermatogenys 3 2 2 3 2 1 3 2 18
28 Gobiidae 158 Koumansetta rainfordi 1 1
159 Valenciennea strigata 2 2 4
160 Amblyeleotris guttata 1 2 1 4
106
161 Amblyeleotris sp 3 1 1 1 2 2 1 1 12
162 Amblyeleotris steinitzi 2 3 1 6
29 Blenniidae 163 Meiacanthus grammistes 1 1 1 2 2 7
(Lampiran 3) Lanjutan
No Statiun
Family Sp Spesies Ikan Jml
K1 K2 K3 K4 K5 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L 9 L 10 S 1 S2 S3 S4 S5
30 Scorpaenidae 164 Pterois volitans 4 1 1 2 8
165 Pterois antennata 1 1 2
166 Scorpaenopsis sp 1 1 2
31 Platycephalidae 167 Cymbacephalus beaufirti 1 1 2 4
32 Ostraciidae 168 Ostracion cubicus 1 1 1 1 1 1 1 1 8
169 Ostracion solorensis 1 1 1 1 4
33 Mullidae 170 Parupeneus crassilabris 2 3 5
171 Parupeneus multifasciatus 2 2 4 1 2 2 2 1 3 3 22
172 Parupeneus vanicolensis 24 24
173 Parupeneus barbarinus 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 20
34 Aulostomidae 174 Aulostomus chenensis 2 2 1 1 1 2 1 1 1 12
35 Centriscidae 175 Aeoliscus strigatus 12 5 9 6 32
36 Pempheridae 176 Pempheris vanicolensis 4 4
37 Balistidae 177 Balistoides conspicillum 1 1 1 1 1 1 6
178 Sufflamen chrysopterus 1 1 1 2 1 1 1 8
179 Balistapus undulatus 1 1 2 1 1 1 7
180 Odonus niger 21 6 26 12 100 38 20 32 12 8 14 12 8 17 6 19 36 7 12 406
38 Tetraodontidae 181 Canthigaster bennetti 1 12 12 1 26
182 Canthigaster papua 1 3 4
183 Arothron nigropunctatus 1 1 1 1 4
184 Canthigaster valentini 2 2 1 2 3 2 2 1 1 2 1 3 22
39 Syngnathidae 185 Dunckerocampus dactyliophorus 2 2 4
40 Muraenidae 186 Gymnothorax javanicus 5 5
187 Rhinomuraena quaesita 2 3 2 7
188 Gymnothorax fimbriatus 1 1
189 Heteroconger hassi 23 23
41 Carcharhinidae 190 Carcharinus melanopterus 1 2 2 5
42 Desyatidae 191 Taeniura lymma 1 1 2 1 1 6
43 Diodontidae 192 Diodon sp 1 2 1 1 5
44 Plotosidae 193 Plotosus lineatus 65 65
JUMLAH INDIVIDU 311 265 416 427 219 336 300 295 312 378 263 278 254 220 164 395 202 178 531 127
107
JUMLAH INDIVIDU DISEMUA STASIUN PENGAMATAN 5871
Lampiran 4. Kelimpahan Ikan Karang Berdasarkan Jenis, Family dan jumlah Individu di Pulau
Siompu
Stasiun
Family Jumlah
S 1 S 2 S3 S 4 S 5
I. Kelompok Ikan Target
1. Acanthuridae 37 15 2 33 - 87
2. Serranidae 8 3 8 5 - 24
3. Caesionidae 30 22 - 14 - 66
4.. Holocentridae 2 - - 4 - 6
5. Mullidae - 5 24 5 - 34
6. Haemulidae 3 2 - - - 5
7. Scaridae 1 10 - 3 - 14
8. Lutjanidae 15 11 - 4 - 30
9. Siganidae 4 3 2 4 - 13
10. Sphyraenidae - - - 25 1 26
11. Carangidae - - - 1 - 1
12. Synodontidae 2 - - - - 2
13. Lethrinidae 9 9 - 39 - 57
14. Scombridae 2 - - 2 - 4
15. Nemipteridae 3 4 - 4 - 11
116 84 36 143 1 380
II. Kelompok Ikan Indikator
16. Chaetodontidae 23 9 5 23 0 60
Lampiran 5. Kelimpahan Ikan Karang Berdasarkan Jenis, Family dan jumlah Individu di Pulau
Kadatua
Stasiun
FAMILY Jumlah
K 1 K 2 K 3 K 4 K5
I. Kelompok Ikan Target
1 Acanthuridae 12 42 9 17 11 91
2 Serranidae 3 5 6 10 2 26
3 Caesionidae 30 12 44 36 19 141
4 Holocentridae 1 - 3 4 2 10
5 Mullidae 5 2 6 3 2 18
6 Haemulidae - - 3 2 - 5
7 Scaridae 7 - 3 4 1 15
8 Nemipteridae 7 1 1 6 2 17
9 Lutjanidae 6 - 40 6 - 52
10 Siganidae 17 12 7 5 2 43
11 Carangidae - - 1 1 - 2
12 Synodontidae - 3 2 - 2 7
13 Lethrinidae - - 2 6 3 11
14 Scombridae - 2 - - - 2
15 Desyatidae - - 1 1 - 2
Jumlah 88 79 128 101 46 442
II. Kelompok Ikan Indikator
16 Chaetodontidae 22 33 19 27 14 115
Lampiran 6. Kelimpahan Ikan Karang Berdasarkan Jenis, Family dan jumlah Individu di Pulau
Liwutongkidi
FAMILY L 1 L 2 L 3 L 4 L5 L 6 L 7 L 8 L 9 L 10 Jumlah
I Kelompok Ikan Target
1 Acanthuridae 40 33 4 29 25 4 25 3 5 10 178
2 Serranidae 6 5 2 1 3 5 4 - 1 - 27
3 Caesionidae 36 67 42 35 24 50 42 - 51 - 347
4 Holocentridae 5 2 1 - 2 4 2 9 - - 25
5 Mullidae - 2 4 4 - 3 - 2 2 2 19
6 Haemulidae - - 1 - 1 - 1 - 1 - 4
7 Scaridae 2 2 - 2 6 2 - 2 2 11 29
8 Nemipteridae 4 - - 1 2 5 - 1 - 2 15
9 Lutjanidae - 2 2 3 4 13 4 2 3 - 33
10 Siganidae 8 - 6 - 2 5 - - 2 4 27
11 Desyatidae 2 - 1 - - - - 1 - - 4
12 Carangidae - - 2 - - - - - - 1 3
13 Lethrinidae - - 7 1 15 - 12 3 12 - 50
14 Scombridae - - 12 - 16 1 - - - - 29
15 Platycephalidae 1 - - 1 - 2 - - - - 4
16 Synodontidae - - 3 - 2 - 1 3 - - 9
11
Jumlah 104 3 87 77 102 94 91 26 79 30 803
II. Kelompok Ikan Indikator
17 Chaetodontidae 7 18 29 18 15 8 21 19 20 17 172
Lampiran 7 . Perhitungan Pendugaan Nilai Utility dan Surplus Konsumen Pemanfaatan Ikan Karang
di Perairan Desa Kapoa
Ln Q Ln P Ln A Ln Ed Ln I
4.5539 9.1050 3.4965 1.7918 13.5924
3.5553 9.6158 3.7136 1.7918 13.1712
3.9120 9.6158 3.3322 1.7918 13.5278
3.6109 9.6158 3.8501 1.7918 13.2267
3.4012 9.2103 3.6109 1.7918 12.6115
3.8067 9.7700 3.5264 1.7918 13.5606
4.4998 9.4467 3.6636 1.7918 13.8971
4.0073 9.2103 3.8067 1.7918 13.2177
4.3175 9.4335 3.7136 1.7918 13.7102
5.0106 9.2103 3.5553 1.7918 14.2210
3.5553 9.6158 3.6109 1.7918 13.1712
3.9120 9.6158 4.0943 1.7918 13.5278
4.3820 9.2103 3.8918 2.1972 13.5924
3.8067 9.2103 4.0073 1.7918 13.0170
3.9120 9.5703 3.3322 2.1972 13.4870
5.0434 9.3927 3.9120 1.7918 14.3780
4.6540 9.2749 3.8918 1.7918 13.8451
4.3175 9.3057 3.7136 1.7918 13.5476
3.9120 9.3501 3.8067 1.7918 13.3212
4.5539 9.1050 4.0943 1.7918 13.6589
4.4427 9.3057 3.4657 2.1972 13.6933
4.4998 9.4335 3.8712 1.7918 14.0185
4.6634 9.3501 3.4965 2.1972 13.8719
4.1744 9.6158 3.9120 1.7918 13.7902
3.8067 9.6158 3.7136 1.7918 13.4225
4.7449 9.1050 4.1744 1.7918 13.8925
4.7875 9.3927 4.3175 1.7918 14.0225
4.5539 9.1590 3.9120 1.7918 13.7102
4.4067 9.3927 3.4012 2.4849 13.7102
4.1744 9.3645 4.0775 1.7918 13.4939
4.3175 9.6158 3.9703 1.7918 13.8643
3.8067 9.6158 3.8918 1.7918 13.4225
4.2485 9.6158 4.0943 1.7918 13.8643
3.8067 9.6158 3.2581 1.7918 13.4225
4.5539 8.9872 4.2047 1.7918 13.5411
4.0943 9.6158 3.4012 2.1972 13.7102
4.2485 9.6158 3.4965 1.7918 13.8643
4.3820 8.9872 4.3175 1.7918 13.3692
4.0943 9.6158 3.6109 2.4849 13.7102
4.3820 9.2103 3.9512 1.7918 13.5924
4.0073 9.1050 3.9703 1.7918 13.1123
4.2485 9.6158 3.9318 1.7918 13.8643
4.3820 8.9872 3.5835 2.1972 13.3692
4.0073 9.6158 3.7612 1.7918 13.6231
4.0073 9.6158 3.6636 1.7918 13.6231
4.3175 9.5819 3.6636 2.1972 13.8205
4.2485 9.1590 3.5553 1.7918 13.4000
3.8067 9.6158 3.7612 1.7918 13.4225
4.3175 8.9872 3.5264 1.7918 13.3047
4.1744 9.6158 3.2958 2.1972 13.7902
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.994763
R Square 0.989553
Adjusted R
Square 0.988366
Standard Error 0.039796
Observations 50
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 5 6.6003 1.32007 833.5315 2.17463E-42
Residual 44 0.0697 0.00158
Total 49 6.6701
Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%
Intercept -0.29031 0.3637 -0.79829 0.428987532 -1.02323 0.442609
X Variable 1 -1.01336 0.0271 -37.3528 5.77104E-35 -1.06803 -0.95868
X Variable 2 -0.01258 0.0262 -0.47939 0.003403816 -0.06547 0.040314
X Variable 3 0.037111 0.0336 1.10321 0.027593251 -0.03068 0.104905
X Variable 4 -0.03286 0.0130 -2.51031 0.015812754 -0.05921 -0.00648
X Variable 5 1.033752 0.01913 54.0400 7.15217E-42 0.99519 1.072305
> restart;
> b0:= -0.2903 ;
b1:= -1.0134 ;
b2:= -0.0126 ;
b3:= 0.0371 ;
b4:= -0.0329 ;
b5:= 1.0338 ;
rata_LnA:= 3.7575 ;
rata_LnEd:= 1.8844 ;
rata_LnF:= 1.4798 ;
rata_LnI:= 13.5920 ;
b0 := -0.2903
b1 := -1.0134
b2 := -0.0126
b3 := 0.0371
b4 := -0.0329
b5 := 1.0338
rata_LnA := 3.7575
rata_LnEd := 1.8844
rata_LnF := 1.4798
rata_LnI := 13.5920
114
> lna:=b0+b2*rata_LnA+b3*rata_LnEd+b4*rata_LnF+b5*rata_LnI;
lna := 13.73499092
> a:=exp(lna);
a := 9.226367847 105
> b:=b1;
b := -1.0134
> f(Q):=(Q/a)^(1/b);
5
7.694072450 10
f(Q ) :=
0.9867771857
Q
> Qrata:= 71.90 ;
Qrata := 71.90
> plot(f(Q),Q=0..Qrata);
> N:= 50 ;
L:= 262.36 ;
N := 50
L := 262.36
> U:=int(f(Q),Q=0..Qrata);
U := 6.157204158 107
> P:=(Qrata/a)^(1/b);
P := 11323.44467
> PS:=P*Qrata;
115
PS := 8.141556718 105
> CS:=U-PS;
CS := 6.075788591 107
> Nilai_Ekonomi_Total:=CS*N/L;
Nilai_Ekonomi_Total:= 1.157910617 107
> plot({f(Q),P},Q=0..Qrata);
116
Lampiran 8. Perhitungan Pendugaan Nilai Utility dan Surplus Konsumen Pemanfaatan Ikan Karang
di Perairan Desa Waonu
Jumlah Nelayan = 50
Luas Terumbu Karang = 262,36 Ha
117
Ln Q Ln P Ln A Ln Ed Ln Ex
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.999005
R Square 0.998011
Adjusted R Square 0.997785
Standard Error 0.025001
Observations 50
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5 13.80213 2.760426 4416.333 3.11125E-58
Residual 44 0.027502 0.000625
Total 49 13.82963
Standard
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Intercept 0.123942 0.298517 0.415194 0.680018 -0.47767 0.7256
X Variable 1 -1.00233 0.010743 -93.2986 3.25E-52 -1.02398 -0.981
X Variable 2 0.053219 0.019206 2.771011 0.008157 0.01451 0.0919
X Variable 3 0.019693 0.014637 1.345457 0.005371 -0.00980 0.0492
X Variable 4 0.003443 0.01026 0.335595 0.008771 -0.01723 0.0241
X Variable 5 0.973332 0.01772 54.92977 3.52E-42 0.93763 1.0090
> restart;
> b0:= 0.123942453 ;
b1:= -1.002330507 ;
b2:= 0.053219271 ;
b3:= 0.019693221 ;
b4:= 0.003443128 ;
b5:= 0.973332291 ;
rata_LnA:= 3.7859 ;
rata_LnEd:= 1.9398 ;
rata_LnF:= 1.5716 ;
rata_LnI:= 13.1773 ;
b0 := 0.123942453
b1 := -1.002330507
b2 := 0.053219271
b3 := 0.019693221
b4 := 0.003443128
b5 := 0.973332291
rata_LnA := 3.7859
rata_LnEd := 1.9398
119
rata_LnF := 1.5716
rata_LnI := 13.1773
> lna:=b0+b2*rata_LnA+b3*rata_LnEd+b4*rata_LnF+b5*rata_LnI;
lna := 13.19492902
> a:=exp(lna);
a := 5.376316934 105
> b:=b1;
b := -1.002330507
> f(Q):=(Q/a)^(1/b);
5
5.213879364 10
f(Q ) :=
0.9976749116
Q
> Qrata:= 64.16 ;
Qrata := 64.16
> plot(f(Q),Q=0..Qrata);
> N:= 50 ;
L:= 262.36 ;
N := 50
L := 262.36
> U:=int(f(Q),Q=0..Qrata);
U := 2.264245735 108
> P:=(Qrata/a)^(1/b);
P := 8205.379512
> PS:=P*Qrata;
PS := 5.264571495 105
> CS:=U-PS;
CS := 2.258981164 108
120
> Nilai_Ekonomi_Total:=CS*N/L;
Nilai_Ekonomi_Total:= 4.305117327 107
> plot({f(Q),P},Q=0..Qrata);
121
Lampiran 9. Perhitungan Pendugaan Nilai Utility dan Surplus Konsumen Pemanfaatan Ikan Karang
di Perairan Desa Tongali
66.24 37.420.000
Jumlah Nelayan = 50
Luas Terumbu Karang = 262,36 Ha
122
Ln Q Ln P Ln A Ln Ed Ln I
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.980859
R Square 0.962085
Adjusted R Square 0.957776
Standard Error 0.071617
Observations 50
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5 5.726456 1.145291 223.298 4.32233E-30
Residual 44 0.225675 0.005129
Total 49 5.952131
> restart;
> b0:= 1.4846 ;
b1:= -1.0086 ;
b2:= -0.1175 ;
b3:= -0.0582 ;
b4:= 0.0907 ;
b5:= 0.9260 ;
rata_LnA:= 3.6952 ;
rata_LnEd:= 2.1585 ;
rata_LnF:= 1.5849 ;
rata_LnI:= 13.4755 ;
b0 := 1.4846
b1 := -1.0086
b2 := -0.1175
b3 := -0.0582
b4 := 0.0907
b5 := 0.9260
rata_LnA := 3.6952
124
rata_LnEd := 2.1585
rata_LnF := 1.5849
rata_LnI := 13.4755
> lna:=b0+b2*rata_LnA+b3*rata_LnEd+b4*rata_LnF+b5*rata_LnI;
lna := 13.54685273
> a:=exp(lna);
a := 7.644047688 105
> b:=b1;
b := -1.0086
> f(Q):=(Q/a)^(1/b);
5
6.810174294 10
f(Q ) :=
0.9914733294
Q
> N:= 50 ;
L:= 262.36 ;
N := 50
L := 262.36
> U:=int(f(Q),Q=0..Qrata);
125
U := 8.277645712 107
> P:=(Qrata/a)^(1/b);
P := 10655.30772
> PS:=P*Qrata;
PS := 7.058075834 105
> CS:=U-PS;
CS := 8.207064954 107
> Nilai_Ekonomi_Total:=CS*N/L;
Nilai_Ekonomi_Total:= 1.564084646 107
> plot({f(Q),P},Q=0..Qrata);
126
Lampiran 10 . Estimasi Panjang Ikan dan Bobot Ikan Karang di Stasiun Penelitian
No Estimasi
b
Family Spesies Ikan
Length Estimation
(CM) (Kisaran)
JML a b L W aLb
F Spesies Rata2 panjang
No Estimasi
b
F
Family Spesies Ikan
Length Estimation (CM)
(Kisaran)
JML a b L W aLb
Spesies Rata2 panjang
128
No Estimasi
b
Family Spesies Ikan
Length Estimation
(CM) (Kisaran)
JML a b L W aLb
F Spesies Rata2 panjang
No Estimasi
Family Spesies Ikan
Length Estimation
JML a b L b
W aLb
F Spesies (CM) (Kisaran) Rata2 panjang
No Estimasi
b
Family Spesies Ikan
Length Estimation
(CM) (Kisaran)
JML a b L W aLb
F Spesies Rata2 panjang
Appendix 12. Hasil simulasi biomassa ikan dengan menggunakan 147 kapal
Lampiran 13. Hasil simulasi biomassa ikan dengan menggunakan 125 kapal
Lampiran 14. Hasil simulasi biomassa ikan dengan menggunakan 131 kapal
Total Jumlah
Bulan Stok Ikan Recruitmen Mortality Keuntungan
Penangkapan Kapal
Total Jumlah
Bulan Stok Ikan Recruitmen Mortality Keuntungan
Penangkapan Kapal
42 8,485,997.8 5,091,598.7 10,388.30 131 2,545,799.3 103,653,750.00
43 11,021,408.9 6,612,845.3 10,480.00 131 3,306,422.6 104,800,000.00
44 14,317,351.6 8,590,410.9 14,148.00 131 4,295,205.4 150,650,000.00
45 18,598,409.1 11,159,045.4 19,086.70 131 5,579,522.7 212,383,750.00
46 24,158,845.1 14,495,307.0 16,113.00 131 7,247,653.5 175,212,500.00
47 31,390,385.6 18,834,231.4 22,663.00 131 9,417,115.7 257,087,500.00
48 40,784,838.3 24,470,903.0 17,383.70 131 12,235,451.5 191,096,250.00
49 53,002,906.1 31,801,743.7 19,086.70 131 15,900,871.8 212,383,750.00
50 68,884,691.3 41,330,814.8 14,606.50 131 20,665,407.4 156,381,250.00
51 89,535,492.2 53,721,295.3 12,811.80 131 26,860,647.6 133,947,500.00
52 116,383,328.0 69,829,996.8 17,671.90 131 34,914,998. 194,698,750.00
53 151,280,654.6 90,768,392.7 17,580.20 131 45,384,196.3 193,552,500.00
54 196,647,270.8 117,988,362.49 13,060.70 131 58,994,181.3 137,058,750.00
55 255,628,391.3 153,377,034.82 10,257.30 131 76,688,517.4 102,016,250.00
56 332,306,651.4 199,383,990.89 14,017.00 131 99,691,995.4 149,012,500.00
57 431,984,629.9 259,190,777.9 15,890.30 131 129,595,388.9 172,428,750.00
58 561,564,128.6 336,938,477.2 12,929.70 131 168,469,238.5 135,421,250.00
59 730,020,437.4 438,012,262.5 14,148.00 131 219,006,131.3 150,650,000.00
Final 949,012,420.7 131 211,237,500.00
126