Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa Sma Dengan Model Discovery Learning

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMA DENGAN MODEL

DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI


LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut UU No. 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, 
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pada pengertian di atas dipaparkan bahwa salah satu tujuan dari pendidikan yakni
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bangsa dan negara. Makna dari
kalimat sebelumnya tampak jelas bahwa pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan
kemajuan bangsa dan negara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari sistem dan sub sistem
pada pembangunan nasional. Pada salah satu sistem pembangunan nasional terdapat
sebuah salah satu sistem, yaitu sosial budaya dan kehidupan berrnegara dimana pendidikan
itu sendiri termasuk ke dalam sub sistem dari sosial budaya. Dari situ dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pendidikan adalah aspek penting yang gencar dikembangkan oleh
pemerintah demi terlaksananya pembagunan nasional serta tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4).

Namun, ternyata melalui penelitian yang dilakukan Munirah (2015) disimpulkan bahwa
sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini tampak ada kesenjangan antara kenginan dan
realita. Salah satu gambaran sistem pendidikan nasional dewasa ini yang mendukung
kesimpulan tesebut adalah sumber daya manusia yang rendah. Salah satunya bahwa guru,
baik secara kuantitas maupun kualitas, kurang memadai. Dirasakan adanya kekurangan
dalam keragaman dan kompetensi pedagogik (Munirah, 2015:240). Kekurangan dalam
keragaman dan kompetensi pedagogik pada guru dapat dilihat dari salah satu kompetensi
pedagogik (Mulyasa, E., 2008:77) , yaitu perancangan pembelajaran. Sebagai seorang guru
diperlukan kemampuan perancangan pembelajaran yang baik, salah satunya dalam
memilih dan menggunaan media pembelajaran yang cocok untuk diterapkan pada siswa.
Namun pada dewasa ini hal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari guru, karena itu
dianggap problem atau menambah pekerjaan terutama dengan menciptakan media
pembelajaran yang cocok dan mendukung terhadap pembelajaran yang dilaksanakan
(Salwi A., 2017:149).

Jika paradigma seperti itu terus tertanam, maka hal itu akan berakibat buruk pada kondisi
pendidikan di Indonesia. Dewasa ini pun dapat dilihat bahwa pendidikan Indonesia berada
diperingkat ke-57 dari 67 negara versi OECD. Dimana Indonesia sendiri mendapatkan
nilai membaca 402, nilai matematika 371, dan nilai sains 383. Dari data tersebut dapat kita
lihat bahwa nilai yang diperoleh Indonesia cukup kecil, terutama pada nilai Matematika.
Padahal, matematika memiliki peran besar untuk keberlangsungan hidup manusia karena
matematika dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik konsep maupun
aplikasinya (Eclarasi, A., 2016:1).

Pernyataan itu diperkuat dengan pendapat Purwosusilo (2014:31) bahwa merupakan hal
penting seseorang termasuk di dalamnya adalah siswa untuk mempelajari matematika.
Dengan belajar matematika, maka siswa akan memiliki pola pikir yang lebih logis
sehingga akan bermanfaat dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.

Depdiknas, 2006 (dalam Purwosusilo, 2014:31) menyatakan bahwa Tujuan umum


pendidikan matematika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Adapun kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran


matematika sebagaimana ditetapkan oleh NCTM (2000) yaitu agar siswa memilki
kemampuan untuk (dalam Putri, R. D., 2016:1): (1) pemecahan masalah (problem solving),
(2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), (3) komunikasi (communication), (4)
koneksi (connection), dan (5) representasi (representation). Kelima kompetensi-
kompetensi di atas memiliki peranan penting dalam menunjang pemahaman siswa dalam
mempelajari matematika. Jika salah satu kompetensi saja tidak terpenuhi, maka akan
terjadi masalah dalam pembelajaran matematika yang berimplikasi timbulnya kesulitan
belajar pada siswa.

Menurut TIM MKPBM (2003, hlm. 16) menyatakan bahwa matematika merupakan
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (dalam Putri, R. D., 2016:1). Dengan kata
lain, seseorang akan sulit memperoleh pengetahuan matematika jika memiliki kemampuan
bernalar yang rendah. Menurut Andriani, M., dll.(2015:281) kemampuan penalaran siswa
saat ini dinilai masih rendah. Rendahnya kemampuan penalaran siswa disebabkan karena
kurangnya guru dalam mengaplikasikan kemampuan penalaran dalam pembelajaran di
kelas.

Selain dari informasi tersebut, peneliti mendapatkan data dari kuisioner yang diberikan
kepada salah satu kelas yang terdapat di Kabupateng Bandung. Dari hasil kuisioner
tersebut diperoleh 11 poin untuk kesulitan penalaran pada pelajaran Matematika dari total
jumlah 36 poin, dimana aspek-aspek lain (seperti representasi, pemahaman, dll.) memiliki
jumlah poin lebih sedikit.

Dalam skripsi Isna Fauziyah diperoleh hasil uji instrumen di salah satu SMP Negeri di
Cimahi menunjukkan bahwa siswa dalam mengerjakan soal kemampuan penalaran
matematis masih belum dicapai dengan maksimal.

Dari ketiga pernyataan di atas memperkuat fakta bahwa siswa masih memiliki kemampuan
bernalar yang rendah sehingga perlu dipikirkan sebuah solusi untuk meningkatkan
kemampuan tersebut. Salah satunya adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran
yang tepat bagi siswa. Namun perlu dipikirkan kembali bahwa semua materi belum tentu
cocok digunakan pada satu model pembelajaran saja. Maka dari itu sebelum memilih
model pembelajaran yang tepat, guru diharuskan untuk menganalisis karakteristik dari
suatu materi untuk menemukan kira-kira model pembelajaran mana yang akan digunakan
pada materi tersebut.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Tantri Ika Yulandari (2013) pada beberapa
guru matematika kelas X, trigonometri adalah salah satu materi yang dianggap sulit oleh
sebagian besar siswa dalam mata pelajaran matematika. Pernyataan ini selaras dengan hasil
kuisioner yang didapatkan oleh peneliti pada salah satu kelas yang terdapat di Kabupateng
Bandung. Hasil dari kuisioner tersebut tercatat bahwa dari 50 poin, logaritma memperoleh
20 poin sedangkan untuk trigonometri 7 poin. Walaupun hanya memiliki 7 poin,
trigonometri termasuk ke dalam hasil yang valid karena telah didapatkan informasi bahwa
kelas yang dibagikan kuisioner belum pernah mempelajari logaritma. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan trigonometri adalah materi yang sulit bagi siswa.

Dari data-data yang diperoleh, peneliti memutuskan untuk mencari sebuah model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan bernalar siswa dalam
pembelajaran trigonometri. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan bernalar siswa adalah model pembelajaran Discovery Learning.
Adapun alasan peneliti memilih model tersebut, yaitu: 1)Melihat keberhasilan pada
penelitian yang dilakukan oleh Retno Dwi Putri (2016) dalam meningkatkan kemampuan
penalaran induktif matematis siswa sekolah menengah pertama dengan model Discovery
Learning; 2) Melihat keberhasilan pada penelitian yang dilakukan oleh Habriah Ahmad
(2015) dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika materi trigonometri
melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan pendekatan saintifik;
3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (dalam Widyastuti,
E. S., 2015: 33) nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada pendidikan dasar dan
menengah disebutkan bahwa pada implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan
menggunakan pendekatan saintifik dengan model-model pembelajaran inquiry based
learning, discovery learning, project based learning dan problem based learning. (2014 :
638).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti memutuskan untuk memilih
metode Discovery Learning dalam meningkatkan kemampuan bernalar siswa SMA pada
pembelajaran trigonometri. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memilih judul
“Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa SMA dengan Model Discovery
Learning dalam Pembelajaran Trigonometri” dalam penelitian ini.
RUMUSAN MASALAH

1. Apakah dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dapat


meningkatkan kemampuan bernalar siswa SMA dalam pembelajaran
Trigonometri?

You might also like