Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 81

PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN

BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI


TERGENANG

SRI HANDAYANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN
BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI
TERGENANG

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh,
SRI HANDAYANI
E44070001

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
SRI HANDAYANI. E44070001. The Influence of Leaves Fertilizer To Several
Forestry Trees In Waterlog. Under Supervision IRDIKA MANSUR.

SUMMARY

Indonesia has more than 38 million ha wet land, which is in undated


naturally or caused by human activities. At this moment, wet land has not been
well utilized yet optimally because less of information about the its proper and its
sustainability. The proper utilization of wet land can be done using tress which its
resistance to in undation and having economical value. The objective of the
research was to asses the resistancy of some tree spesies to waterlog conditions
and the effect of Gandasil-D fertilizer on its growth. Melaleuca leucadendron,
Nauclea orientalis, Acacia mangium, and Tectona grandis was used in this
experiment.
The research was done in the green house condition at Departement of
Silviculture Faculty from Forestry IPB on January until April 2011. The
simulation of waterlog condition was made available by using bamboo frame of
225 cm x 260 cm x 40 cm in the bottom of the box was covered by terpal plastic
as well as on their the side to fill up the waterlog at 25 cm in depth. Culture media
consisting of sand : soil : compost (1:2:1, v/v/v) was put in polybag (20x20x20),
seedlings were planted in containerized media and arranged randomly in the
bottom of the box.
The research result showed that Melaleuca leucadendron and Nauclea
orientalis were more resistance based on in waterlog condition, its hight,
diametre, root fresh weight, bud fresh weight, root dry weight, shoot dry weight
and top-root ration. Acacia mangium did not survive more than a month of
submersion. 46,7 % of total seeds was die. Statistical analysis allowed that the
growth of seedling were not affected by the dose of leaf fertilizer (Gandasil-D).

Keywords: waterlogged, Tectona grandis, Acacia mangium, Melaleuca


leucadendron, Nauclea orientalis
SRI HANDAYANI. E44070001. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa
Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang. Dibimbing IRDIKA MANSUR.

RINGKASAN

Indonesia memiliki lebih dari 38 juta Ha lahan basah, baik yang tergenang
secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Saat ini, lahan basah belum
termanfaatkan dengan baik, karena kurangnya informasi pemanfaatan secara tepat
dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan basah secara tepat dapat dilakukan dengan
menggunakan pohon-pohon yang tahan pada lahan basah dan memiliki nilai
ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan uji coba ketahanan beberapa
pohon kehutanan pada kondisi tergenang dengan pemberian pupuk daun Gandasil-
D. Jenis-jenis yang digunakan antara lain kayu putih (Melaleuca leucadendron),
longkida (Nauclea orientalis), akasia (Acacia mangium) dan jati (Tectona
grandis) sehingga pada akhir penelitian didapatkan jenis tanaman yang tahan
hidup pada lahan basah dan konsentrasi pupuk yang tepat untuk membantu
pertumbuhan tanaman dalam kondisi genangan ini.
Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB pada bulan Januari sampai bulan April 2011. Penelitian dilakukan
dengan membuat simulasi kondisi genangan menggunakan rangka bambu
berukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm dilapisi dengan terpal plastik. Bak diisi air
setinggi 25 cm. Selanjutnya bibit tanaman yang telah disiapkan dalam polibag
ukuran 20 x 20 yang diisi dengan campuran media pasir, tanah dan kompos
(1:2:1) dimasukkan ke dalam bak sehingga semua akar tanaman terendam air.
Bibit disusun di dalam bak secara acak.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa jenis kayu putih dan longkida
dapat bertahan pada kondisi tergenang, dilihat dari pertumbuhan tinggi, diameter,
berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan
nisbah pucuk akar menunjukkan pertumbuhan yang baik. Jenis akasia tidak dapat
bertahan lebih dari satu bulan perendaman, 56,7 % tanaman yang digunakan pada
penelitian mengalami kematian pada jenis akasia. Setelah dilakukan pengujian
secara statistik, dosis pupuk daun yang digunakan, yaitu 0 g/l (P1), 1 g/l (P2) dan
2 g/l (P3) tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter yang diamati.

Kata kunci: Genangan, Jati, Akasia, Kayu Putih, Longkida.


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk Daun
Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Sri Handayani
NIM. E44070001
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon


Kehutanan pada Kondisi Tergenang
Nama : Sri Handayani
NRP : E44070001

Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc


NIP.19660523 199002 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS


NIP.19601024 1984031 1 009

Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarusan, Sumatera Barat pada


tanggal 11 Juni 1989 dari pasangan H. Mustava Indra dan
Irawati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD
Negeri 04 Tarusan dan pada tahun 2001 melanjutkan di
SMP Negeri 1 Koto XI Tarusan. Pada tahun 2007 penulis
lulus dari SMU Negeri 1 Koto XI Tarusan dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis diterima di Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam


(HMI) sebagai wakil bendahara periode 2007-2008, sebagai Kepala Bidang
Pemberdayaan Perempuan Komisariat Fahutan periode 2008-2010, sebagai
Kepala Bidang Internal Kohati periode 2010-2011. Selain itu penulis juga ikut
bergabung di LES (Leadership Entrepreneurship School), penulis juga aktif di
Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB sebagai anggota Pemberdayaan
Sumberdaya Manusia (PSDM) periode 2009-2010, sebagai Sekretaris Umum
periode 2010-2011, sebagai Direktur Bank Plastik periode 2010-2011. Selain itu,
penulis juga aktif di Tree Grower Community sebagai wakil bendahara periode
2008-2009, sebagai anggota bidang Business Development periode 2009-2010.
Selain itu penulis juga aktif di Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI)
sebagai anggota peneliti dan pengembangan (litbang) periode 2011-2014.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di


Sancang-Papandayan, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT
Adaro Indonesia, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan


skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa
Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika
Mansur, M.For.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap
Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”. Shalawat
beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Tujuan
penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku dosen pembimbing, yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
2. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang
diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa
henti kepada penulis.
3. Hj. Dedeh, Aconk, Adi’ dan Fida atas semangat, dukungan dan doa yang
diberikan kepada penulis.
4. Seluruh tenaga kependidikan di Departemen Silvikultur yang banyak
memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.
5. Teman-teman Mayor Silvikultur Angkatan 44 (Anin, Rinal, Arifin, Rusdi,
Dian, Riski, Dikdik, Budi, Eri,) dan semua mahasiswa SVK yang tidak bisa
disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama
menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.
6. Teman-teman satu bimbingan (Pita, Miftah dan Rovan ), terima kasih atas
kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
7. Semua teman-teman seperjuangan di Fakultas Kehutanan IPB.
8. Kawan-kawan senasib di Pochan crew, Aslay, Cumi, Yovi, Tita, Adek, mba
Anis, Dila, Yuli, Ami, Henot, Tya, Resti, Uni, Eno, Ratna atas suka, duka,
semangat, hiburan dan pelajaran hidup selama ini.
9. Rekan-rekan di HMI Cabang Bogor, Bang Dana, Ketum Arifin, Kak Indana,
Kak Nahrul, Kak Tya, Kak Ummi, Novri, Kiki, Rini, Nia, Laswi, Ajiz, Dinda,
Oneng dan kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan semuanya. Terimakasih
atas dukungan, semangat, pengertian dan pengalaman yang berharga ini.
10. Rekan-rekan di PCSI IPB, Anggi, Tatan, Awang, Nova, Adek, Ithong, DP,
DK atas dukungan dan pengertian selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas


kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan
maupun yang tidak tersebutkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Bogor , Agustus 2011

Sri Handayani
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang
berjudul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan
pada Kondisi Tergenang”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di
rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
dari Januari hingga April 2011.

Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21%
dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia.
Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa
pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di
dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di
pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan basah akibat
pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya keanekaragaman hayati
secara drastis (Nirarita et al. 1996), kondisinya yang begitu ekstrim membuat
pemanfaatan lahan ini tidak secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan
pengolahan yang tepat dengan menggunakan tanaman yang adaptif pada kondisi
lahan seperti ini. Metode Waterlogged merupakan metode simulasi kondisi tergenang
untuk menguji ketahanan beberapa pohon kehutanan. Pemberian pupuk daun
dimaksudkan untuk menstimulus dan memberikan tambahan hara bagi tanaman.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini
bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor , Agustus 2011

Sri Handayani
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 3
1.3 Manfaat.......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami.................................................. 4
2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan...................................... 4
2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah........................................... 6
2.4 Pemupukan.................................................................................... 7
2.5 Akasia (Acacia mangium) ............................................................ 10
2.6 Jati (Tectona grandis) .................................................................. 12
2.7 Kayu putih (Melaleuca leucadendron) ........................................ 15
2.8 Longkida (Nauclea orientalis) ..................................................... 18
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 20
3.2 Bahan dan Alat.............................................................................. 20
3.3 Metode Penelitian.......................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.............................................................................................. 26
4.2 Pembahasan................................................................................... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan................................................................................... 45
5.2 Saran............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 46
LAMPIRAN................................................................................................ 50
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Pengaruh pemberian pupuk gandasil-D terhadap rata-rata komponen
pertumbuhan vegetative bibit kopi robusta pada umur 24 MSP
(minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988) ........................... 9
2. Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada
kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat)
( Matula 2003) ........................................................................................ 10
3. Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas,
pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar
tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur............................ 10
4. Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati.................................... 26
5. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap
pertumbuhan diameter.............................................................................. 27
6. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap
berat basah akar........................................................................................ 28
7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk…….. 28
8. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat
basah total................................................................................................. 29
9. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat
kering akar (BKA) ................................................................................... 29
10. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat
kering pucuk........................................................................................... 29
11. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap
berat kering total..................................................................................... 30
12. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah
pucuk akar.............................................................................................. 30
13. Hasil uji Fisher’s LSD pengaruh jenis terhadap
kadar air tanaman.................................................................................... 31
14. Luas daun pada masing-masing jenis tanaman....................................... 32
15. Jumlah dan kerapatan stomata tanaman.................................................. 32
16. Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan....................... 32
17. Hasil analisa regresi antara berat kering akar (BKA)
terhadap tinggi (T), diameter (D), berat basah pucuk (BBP),
berat basah akar (BBA), berat basah total (BBT), berat kering pucuk
(BKP), berat kering total (BKT) ............................................................. 33
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Interaksi jenis pupuk dan konsentrasi pupuk......................................... 27
2. Kenaikan pH air..................................................................................... 31
3. Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman........................................ 33
4. Regresi linear BKA terhadap diameter.................................................. 34
5. Regresi linear BKA terhadap berat basah akar...................................... 34
6. Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk................................... 35
7. Regresi linear BKA terhadap berat basah total...................................... 35
8. Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk.................................. 36
9. Regresi linear BKA terhadap berat kering total..................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Rekapitulasi data parameter tinggi, diameter, berat basah akar, berat
basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk,
berat kering total, kadar air, nisbah pucuk akar dan persentase hidup
bibit dalam 12 minggu......................................................................... 50
2. Sidik ragam dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD..................................... 56
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau
21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di
Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut,
hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat
ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan
daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan
basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya
keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996).
Rawa ialah suatu bagian daratan, yang sepanjang tahun biasanya jenuh air
atau tergenang air (Barchia 2006). Menurut Subagyo (1997), lahan rawa adalah
lahan yang menempati posisi peralihan di antara daratan dan sistem perairan.
Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu
jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Selanjutnya menurut Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang rawa yang dinamakan lahan rawa adalah
genangan secara alami yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase
yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun
biologis.
Genangan ini terjadi secara alamiah seperti pembentukan gambut, genesis
gambut di Indonesia dimulai dari periode holosen yang dimulai dengan
terbentuknya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan regresi karena
mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200 sampai 6800 tahun yang lalu
(Sabiham 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum holosen,
permukaan laut berada kira-kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang.
Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada
4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di
Sumatra dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glacial dimana pencairan
es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air
membentuk rawa-rawa (Barchia 2006). Akan tetapi ada juga genangan yang
terbentuk akibat ulah manusia seperti permasalahan penataan lahan bekas

 

tambang yang tidak tepat yang mengakibatkan timbulnya genangan secara


periodik (Mansur 2010).
Saat ini, pada hutan rawa gambut di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis
pohon yang mempunyai nilai ekonomis sebagai pohon penghasil kayu untuk
bahan bangunan. Jenis yang umum digunakan antara lain ramin (Gonystylus
bancanus), meranti (Shorea sp.), durian (Durio carinatus), nyatoh (Palaquium
sp.), kempas (Koompassia malaccensis), pulai (Alstonia sp.), terentang
(Campnospernum sp.), bintangur (Calophyllum sp.) (Barchia 2006).
Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah longkida (Nauclea
orientalis), kayu putih (Melaleuca leucadendron), Akasia (Acacia mangium), dan
Jati (Tectona grandis). Dari karekteristik tumbuhnya, longkida memiliki
kemampuan menyerap air yang sangat besar, sehingga memiliki potensi untuk
dikembangkan pada lahan tergenang secara temporal, di sekitar badan sungai
ataupun di kawasan rawan banjir. Kayu longkida banyak digunakan untuk bahan
konstruksi. Saat ini, longkida belum banyak ditanam, karena pemanfaatannya
yang belum berkembang luas. Kayu putih selain memiliki manfaat kayu sebagai
kayu bakar, daunnya juga dapat dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri,
melihat tempat tumbuhnya, kayu putih dapat dikembangkan pada lahan basah.
Akasia memiliki karakteristik tumbuh yang mudah, akasia dikenal dengan jenis
yang dapat tumbuh pada kondisi apapun. Pada saat ini, penggunaan akasia pada
lahan basah belum banyak dilakukan. Jati digunakan sebagai kontrol pada
penelitian ini, karena salah satu syarat tumbuh jati adalah pada lahan yang
memiliki drainase baik.
Luasnya lahan basah di Indonesia, baik yang terjadi secara alami maupun
buatan yang sangat luas dan masih sedikitnya penelitian tentang tanaman
kehutanan yang mampu beradaptasi di lahan tergenang maka perlu melakukan
penelitian dengan jenis tanaman di atas, sehingga informasi pemanfaatan lahan
basah dengan jenis pohon yang adaptif semakin banyak.

 

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Menguji ketahanan jenis pohon akasia (Acacia mangium), longkida (Nauclea
orientalis) dan kayu putih (Melaleuca leucadendron) pada genangan.
2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit pohon
kehutanan yang tumbuh pada lahan tergenang.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Informasi tentang pohon kehutanan yang adaptif terhadap lahan tergenang.
2. Mampu memberikan solusi mengenai pemanfaatan lahan rawa atau rawa
secara produktif.
3. Dapat membantu reklamasi lahan kritis akibat penataan lahan yang tidak tepat
yang berpotensi tergenang secara temporal maupun permanen.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami

Tipologi lahan rawa diklasifikasikan dengan beragam sistem. Berdasarkan


ekosistem, lahan rawa dicirikan oleh dua ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan
dan ekosistem yang berkaitan dengan air (aquatic). Berdasarkan hutan, yang
memiliki komposisi tanah dan kondisi air, flora dan fauna yang spesifik: a) hutan
rawa payau atau hutan bakau, b) hutan rawa gambut, dan c) hutan rawa non
gambut/air tawar. Ekosistem yang berhubungan dengan air, yaitu a) sungai, yang
membawa air tawar, b) muara, termasuk hamparan lumpur pasang surut dengan
kombinasi air tawar dan asin yang menciptakan kondisi payau, dan c) sistem
pesisir, (pesisir, rumput/ganggang laut) termasuk daerah pantai, dan rumput dasar
laut.
Kawasan rawa mempunyai 2 ekosistem lahan utama, yaitu ekosistem
pasang surut dan rawa pedalaman/lebak. Berdasarkan topografi, dalam dan lama
penggenangan, lahan rawa pedalaman/lebak, dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu:
1) Lebak pematang, lahan yang terletak di sepanjang tanggul alam sungai
dengan topografi relatif dan penggenangan relatif dangkal dan singkat.
2) Lebak tengahan, lahan yang terletak di antara lebak dalam dan lebak
pematang.
3) Lebak dalam, lahan yang terletak di sebelah dalam, merupakan suatu
cekungan, tergenang relatif dalam dan terus menerus.

2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan

Klasifikasi lahan basah buatan berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar


(Ramsar Convention on Wetlands 2004):
1. Kolam budidaya organisme air (misalnya: ikan dan udang)
2. Kolam; termasuk kolam-kolam pertanian, kolam bibit, dan tangki-tangki
air berukuran kecil (umumnya di bawah 8 Ha).
3. Lahan teririgasi, termasuk saluran irigasi dan sawah.
4. Lahan pertanian yang tergenang air secara musiman; termasuk padang
rumput berumput basah yang dikelola secara intensif.

 

5. Lahan eksploitasi garam, meliputi ladang penguapan dan pendulangan


garam.
6. Area penampungan air; misalnya: bendungan/waduk, bending, dan
tandon.
7. Lubang/kolam di area pertambangan; yaitu lubang/kolam yang terbentuk
akibat kegiatan pertambangan (misalnya: pertambangan batu, kerikil, dan
batu bara).
8. Area pengolahan air limbah; meliputi saluran pembuangan air limbah,
kolam sedimentasi, kolam oksidasi, dsb.
9. Kanal, saluran drainase, dan parit.
10. Karts (gua kapur) dan sistem-sistem hidrologis subterranean (sistem di
bawah permukaan tanah) lainnnya yang terbentuk akibat intervensi
manusia.

Klasifikasi habitat lahan basah buatan berdasarkan IUCN (International


Union for Convention of Nature and Natural Resources) dalam Dugan 1990:
1. Budidaya perairan/perikanan
a. Kolam budidaya perikanan, termasuk kolam ikan dan udang.
2. Pertanian
a. Kolam, termasuk kolam pertanian, kolam pembibitan, dan bak-bak
penampungan air.
b. Lahan beririgasi dan saluran irigasi.
c. Lahan yang tergenangi secara musiman.
3. Eksploitasi garam
a. Lahan pendulangan garam
4. Urban/industri
a. Penggalian, termasuk lubang galian dan tambang yang tergenangi air
b. Daerah pengolahan limbah termasuk penampungan limbah, kolam
pengolahan, dan kolam oksidasi limbah.
5. Daerah penampungan air
a. Penampungan/reservior air untuk irigasi dan /atau untuk air minum.
b. Dam-dam air dengan fluktuasi air mingguan atau bulanan secara
teratur.

 

2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah


Tanah akan mengabsorbsi unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat
disekitar daerah perakaran. Unsur-unsur ini harus berada dalam bentuk tersedia
dan dalam konsentrasi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Selanjutnya unsur-
unsur tersebut harus berada dalam bentuk keseimbangan. Penggenangan
mengakibatkan berbagai perubahan perilaku berbagai penyusun tanah. Di antara
perubahan tersebut yang terpenting adalah perubahan pH, Eh, ketersediaan dan
kelarutan Fe, Al, dan unsur hara (Wasis 1994).
a. Reaksi Tanah (pH) dan potensial Redoks (Eh)
Reaksi tanah/pH tanah adalah suatu ukuran kemasaman, netralitas dan
alkalinitas dari pada pH tanah atau sekarang ini sering dinamakan aktivitas ion
H. Reaktivitas ini merupakan sifat kimia yang terpenting dari tanah sebagai
suatu medium pertumbuhan tanaman. Ketersediaan beberapa elemen nutrisi
penting untuk pertumbuhan dipengaruhi oleh pH tanah. Beberapa elemen
cenderung berkurang ketersediaannya begitu pH dinaikkan, sementara
sebaliknya terjadi pada elemen-elemen yang lain (Wasis 1994).
Potensial redoks merupakan parameter yang menunjukan intensitas
reduksi pada tanah untuk mengidentifikasi reaksi utama yang terjadi. Intensitas
proses reduksi tergantung pada jumlah bahan organik yang mudah terurai.
Semakin tinggi kandungan bahan organik, semakin besar intensitas reduksinya
(Sancher 1976).
Laju reduksi sangat bergantung pada suhu dan ketersedian bahan organik
untuk respirasi mikroba dan kebutuhan secara kimia dari bahan-bahan oksida
organik, seperti ion Fe3+, Mn4+. NO3-, SO42-, CO2 dan H+, yang akan digunakan
oleh mikroorganisme anaerob. Selanjutnya ion-ion tadi akan tereduksi menjadi
2+
N2, Mn , Fe2+, H2S, CH4 dan H2 (Patrick dan Reddy 1978). Dalam Keadaan
reduktif, ketersediaan fosfat akan meningkat karena terjadi hidrolisis F2PO4
dan AlPO4. Perubahan SO42- menjadi S2- serta perubahan Fe3+ menjadi Fe2+
pada keadaan reduktif dapat membentuk FeS. Pada tanah yang kadar besi
sangat rendah, dapat terbentuk H2S yang dapat meracuni tanaman.
Penggenangan akan menurunkan potensial redoks yang mengakibatkan
turunnya konsentrasi NO3-, S dan Zn, dan meningkatkan ketersediaan Fe dan P.

 

Nilai Eh menjadi negatif akibat penggenangan, mencirikan keadaan sistem


dalam keadaan tereduksi sedangkan nilai positif mencirikan keadaan sistem
yang oksidatif (Ponnamperuma 1972).

b. Pengaruh penggenangan terhadap Reaksi Tanah


Reaksi tanah (pH tanah) menunjukkan sifat kemasam dan alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion
hidrogen (H+) dalam tanah. Semakin banyak H+ dalam tanah, maka semakin
masam tanah tersebut. Di dalam tanah, selain H+ dan ion-ion lain, ditemukan
pula ion hidroksida (OH+), yang jumlahnya berbanding terbalik dengan H+.
Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu
mempunyai nilai pH 7.
Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan menurun
drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik minimum
dalam beberapa hari, kemudian pH meningkat secara asimtot hingga mencapai
nilai pH yang stabil yaitu 6,7-7,2. Pada nilai pH ini akan terjadi perubahan
keseimbangan ion-ion hidroksida, karbonat, sulfida dan silikat. Keseimbangan
itu akan mengatur pengendapan dan pelarutan padatan, erapan dan jerapan ion,
dan konsentrasi ion-ion seperti Al, Fe, gas H2S, CO2, serta asam-asam organik
yang tidak terdisosiasi (Ponnamperuma 1972).
Penggenangan menyebabkan perubahan pH tanah yang cenderung
mendekati nilai stabil, yaitu sekitar 6,7-7,2 (Ponnamperuma 1972). Nilai
tersebut merupakan nilai pH tanah yang mantap tetapi sifat-sifat tanah dan
suhu mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut. Tanah dengan kandungan
bahan organik dan besi yang tinggi akan mencapai nilai pH sekitar 6,5 dalam
beberapa minggu setelah penggenangan sedangkan tanah mineral masam
dengan bahan organik dan besi yang rendah akan mencapai nilai pH yang
kurang 6,5 (Ponnamperuma 1972).

2.4 Pemupukan
Menurut Marsono dan Sigit (2004), berdasarkan cara pemberiannya, pupuk
digolongkan menjadi:
1. Pupuk akar, disebut seperti ini karena jenis pupuk ini lebih tepat sasaran
bila diberikan lewat akar atau tanah.

 

2. Pupuk daun, yaitu pupuk yang dapat diberikan melalui daun dengan cara
disemprotkan.
Pemberian pupuk lewat akar sebenarnya relatif aman jika dibandingkan
dengan pemberian lewat daun, tetapi efisiensinya relatif rendah. Sebaliknya,
pemberian pupuk daun lebih efisien diserap tanaman. Namun, pemberiannya
harus dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan
secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan merusak tanaman.
Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) dalam Halim (2003) menambahkan
bahwa kelebihan dari pupuk daun adalah penyerapan haranya lebih baik
dibandingkan dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Selain itu, keuntungan
lain dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya
tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk
akar yang yang mayoritasnya berisi hara makro.
Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk dalam
air dan meyemprotkan ke daun secara merata. Pupuk daun pada umumnya
merupakan pupuk majemuk karena hampir mengandung seluruh kebutuhan unsur
hara tanaman. Pupuk daun diberikan pada pagi hari setelah matahari terbit dan
hari cerah. Jika hari mendung maka penyerapan unsur hara tidak efektif dan
beresiko tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk daun lebih baik dibandingkan
dengan pupuk akar jika dilakukan di lahan-lahan dengan kondisi ekstrim. Pada
tanah-tanah yang ekstrim, fosfat akan diikat oleh Fe, Al, Mn pada tanah yang
asam, Ca pada tanah-tanah yang berkapur, sehingga tidak dapat diserap oleh akar
tanaman. Pada kondisi tanah yang ekstrim akar juga tidak dapat bekerja secara
optimal, sehingga pemberian unsur hara melalui daun akan lebih efektif. Namun
demikian, pemberian pupuk daun ini terbatas hanya sampai pohon yang
mempunyai ketinggian tertentu yang masih dapat dicapai oleh pekerja dan alat
semprotnya (Mansur 2010).

a. Pupuk gandasil-D
Menurut Soekotjo (1977), pemberian pupuk dengan jalan penyemprotan
pada daun-daun, banyak dilakukan untuk semak-semak dan pohon-pohon
biasa. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2000) menambahkan bahwa pupuk
daun adalah jenis pupuk yang diberikan kepada tanaman dengan jalan

 

menyemprotkannya melalui daun tanaman yang dipupuk. Pemupukan melalui


daun dilaksanakan untuk menghindari larutnya unsur hara sebelum diserap
oleh akar atau mengalami fiksasi tanah yang berakibat tidak dapat diserap
tanaman. Beberapa unsur hara yang efektif disemprotkan melaui daun adalah
N, P, K, Ca, S, dan Mg serta unsur mikro.
Pupuk grandasil-D merupakan pupuk daun yang lengkap dan sempurna
berbentuk kristal yang larut dalam air dengan cepat dan sempurna serta dapat
digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Gandasil-D dapat dicampur dengan
berbagai jenis pestisida, kecuali yang bersifat alkalin. Komposisi pupuk
Gandasil-D sebagai berikut Nitrogen 20%. Fosfor 15%, Kalium bebas Chlor
15%, Magnesium 1% dan dilengkapi dengan unsur-unsur Mangan (Mn), Boron
(B), Tembaga (Cu), Kobal (Co), Seng (Zn), serta vitamin-vitamin untuk
pertumbuhan tanaman seperti Aneurine, Lactoflavine, dan Nicotinic acid Amid
(Kalataham Corporation 2006).
Zat hara dapat diberikan kepada dedaunan sebagai serbuk (dust),
semprotan (sprayer) atau penyiraman melalui atas. Pemberian hara melalui
semprotan dan penyiraman dari atas lebih baik karena penyebaran zat hara
lebih merata. Pemberian zat hara foliar juga dapat dilakukan dari pesawat
udara. Kepekatan zat hara harus kurang dari 2% agar tidak merusak daun
(Rusdiana 1996).

b. Contoh Aplikasi Pupuk Daun pada Tanaman Perkebunan dan Hias


Tabel 1 Pengaruh pemberian pupuk daun Gandasil-D terhadap rata-rata
komponen pertumbuhan vegetatif bibit kopi robusta pada Umur 24
MSP (minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988)

Peubah (Variabel) 0 g/l 3 g/l 6 g/l


Tinggi tanaman (cm) 56,08 54,67 52,60
Diameter batang (cm) 10,06 9,66 9,93
Jumlah pasangan daun 14,80 15,69 15,30
Jumlah cabang 4,60 4,89 4,39
Luas daun terbesar (cm2) 572,59 544,54 557,83
Panjang cabang (cm) 20,25 19,80 18,,71
Berat kering tajuk (g) 32,13 32,41 31,39
Berat kering akar (g) 9,07 8,16 8,43
Berat kering total (g) 41,21 39,83 39,86
Nisbah berat kering tajuk akar 3,65 4,21 3,79
10 
 

Tabel 2 Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur
jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003)

Komposisi Media
Perlakuan
MS (%) Air kelapa (%) Gandasil-D (g/l)
A 100 - -
B 50 - -
C 50 - 1,7
D 50 - 3,4
E 50 50 -
F 50 50 1,7
G 50 50 3,4

Tabel 3 Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas,


pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar
tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur

PBBT BBA
Perlakuan PTT (cm) JD JT JA
(mg) (mg)
A 5,1 4,72 2,63 0,11 15,63 0,06
B 6,01 7,60 2,75 0,13 9,75 0,10
C 3,58 7,31 1,38 0,19 7,13 0,04
D 3,08 6,98 1,88 0,24 9,13 0,13
E 8,61 8,88 2,00 0,57 14,88 0,55
F 5,51 7,84 2,50 0,51 8,63 0,38
G 2,24 7,04 2,38 0,42 8,00 0,21
F Hit 5% 2,021 3,178 1,613 1,613 5,687 0,155
Keterangan: PTT = Pertambahan tinggi tanaman (cm), JD= Jumlah daun, JT= Jumlah tunas,
PBBT= Pertambahan berat basah tunas (mg), JA= Jumlah akar, BBA= Berat basah akar (mg)

2.5 Akasia (Acasia mangium)


2.5.1 Keterangan botani
Tanaman Acasia mangium memiliki nama lain yaitu Mangium mon tanum
Rump, dan Acacia glaucescens. Klasifikasi botani jenis ini secara lengkap adalah:
Sub kingdom : Embryophyta
Phylum : Tracheophyta
Subphylum : Pteropsida
Klas : Angiospermae
Subklas : Dicotyledone
Family : Leguminoseae
Subfamili : Mimosoideae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia mangium Willd
11 
 

2.5.2 Tempat tumbuh


Penyebaran
Acacia mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca
leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian Utara, Papua
bagian selatan, Fak-Fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru,
Maluku dan Seram bagian barat). Acacia Menyebar alami di Queensland utara
Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Jenis acacia
termasuk pohon yang cepat tumbuh, pohon berumur pendek (30-50 tahun)
(Suwardji 1987).

Persyaratan tempat tumbuh


Acacia mangium tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat
tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. A. mangium dapat tumbuh baik pada
lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki
pH rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 mdpl, dengan curah
hujan bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir lainnya
yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis A. mangium sangat membutuhkan
sinar matahari, apabila mendapatkan naungan, akan tumbuh kurang sempurna
dengan bentuk tinggi dan kurus (Suwardji 1987).

2.5.3 Hama dan penyakit


Jenis serangga A. mangium antara lain Ropica grisepsparsa, Platypus sp,
dan Xylosandrus semipacus menyerang bagian batang, Pterotama plagiopheles,
menyerang daun, dan ulat pelipat daun menyerang daun (Suwardji 1987).
Adanya semut (Componotus sp) dan rayap (Coptotermes sp) yang membuat
sarang pada bagian dalam kayu A. mangium, mengakibatkan menurunnya kualitas
kayu. A. mangium dapat diserang oleh Xystrocera sp. famili Cerambicidae yang
biasa menggerek kayu Paraserianthes falcataria, selain itu sejenis ulat belum
diketahui jenisnya telah menyebabkan gugurnya daun A. mangium (Suwardji
1987).

2.5.4 Pemanfaatan
Penanaman di Asia terutama untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lain
meliputi kayu bakar, kayu konstruksi, mebel, kayu tiang, pengendali erosi,
12 
 

naungan dan perlindungan. Kayu A. mangium merupakan kayu yang mempunyai


masa depan yang baik. Kayunya memiliki gubal yang sempit, berwarna terang,
serat kayu lurus pada permukaan tangensial dan bersambung secara lurus pada
permukaan radial. Kayu A. mangium dapat di gunakan sebagai mebel, kusen, dan
moulding. Nilai panas kayu ini 4800-4900 Kcal/Kg, sehingga kayu ini baik untuk
kayu bakar (National Research Council 1983). Mangium dapat digunakan sebagai
bahan kayu laminasi (kayu yang terbentuk dari papan tipis yang di rekat dengan
arah yang sejajar satu sama lainnya, papan partikel, papan serat, serta non-
structural lainnya (Suwardji 1987).

2.5.5 Aspek Silvikultur A. mangium


Acacia mangium berbunga pada umur 2 tahun menjelang berakhirnya musim
hujan kemarau (antara bulan September dan Oktober). Kadang-kadang berbunga
sepanjang tahun sehingga bisa diharapkan mendapatkan benih sewaktu-waktu
diperlukan. Buah yang telah masak berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman.
Buah yang sudah masak, memiliki kulit buah yang masih tertutup, sehingga
benihnya jarang jatuh (Adisubroto dan Priasukmana 1985).
Acacia mangium dapat ditanam secara generatif melalui biji, atau secara
vegetatif dengan pencangkokan dan stek batang. Cara vegetatif biasanya
dilakukan untuk tujuan pembuatan kebun benih (seed orchad), sedangkan untuk
tujuan penanaman secara besar-besaran jarang dilakukan karena sistem
perakarannya kurang teguh (Davidson 1982).

2.6 Jati (Tectona grandis)


2.6.1 Keterangan Botani
Menurut Mahfudz et al. (2004), nama Tectona grandis diberikan oleh
Linnaeus fil. Klasifikasi jati adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Klas : Angiospermae
Sub klas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Jenis : Tectona grandis Linn. f.
13 
 

Menurut Rachmawati et al. (2002), di tiap-tiap negara tanaman ini


mempunyai nama lokal yang berbeda. Di Indonesia nama lokalnya Jati, Sagun
(India), Mia sak ( Tahiland), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol),
Java Teak (Jerman).
Pohon jati berukuran besar, setiap musim kemarau menggugurkan daunnya
bila kekurangan air. Tetapi pada daerah yang masih memiliki air pada musim
kemarau, jati tetap berdaun dan tidak meranggaskan daunnya. Dahan jati
umumnya bengkok dan memiliki banyak tangkai dengan ranting berbentuk
penampang segi empat dan berbulu halus (Mahfudz et al. 2004). Selanjutnya
Sumarna (2002) mengemukakan bahwa pada kondisi baik tinggi pohon jati
mencapai 30-40 m. Tahapan pertumbuhan anakan jati ditunjukkan oleh warna
akar primer yang putih-kuning, akar sekunder tumbuh relatif sedikit. Kemudian,
dilanjutkan dengan tumbuhnya tunas/daun berwarna hijau muda dengan ukuran
antara 7,5-15,5 cm (panjang). Setelah menghasilkan daun 6-9 helai, anakan akan
tumbuh memanjang hingga mencapai 1,5-3.5 cm.
Menurut Departemen Kehutanan (1991), batang umumnya bulat dan lurus,
batang yang besar berakar, warna kulit agak kelabu muda, agak tipis, beralur
memanjang agak dalam. Tajuk yang beraturan, berbentuk kubah, agak lebar dan
termasuk jenis yang suka menggugurkan daun pada musim kering serta memiliki
sistem perakaran tunggal. Pada saat muda, akar tunggal cepat ke dalam tanah
dengan akar lateral yang banyak. Mahfudz et al. (2004) menambahkan, susunan
akar jati pada waktu muda berupa akar tunggang yang cepat tumbuhnya, akar
tunggang kemudian mengalami percabangan sehingga akar pokok tidak nyata.
Kulit jati berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah mengikuti alur
memanjang batang. Tebal kulit kayu berbeda-beda antara bagian bawah batang
dengan pucuknya, tekstur kayu agak kasar dan tidak merata, permukaan kayu licin
atau agak licin, lingkaran tahun tampak jelas pada bidang transversal maupun
radial, sehingga menimbulkan corak indah.
Secara morfologis buah jati berkeping 2 dengan kotiledon berukuran
panjang 3-6 mm, epikotil akan tumbuh menghasilkan organ batang dan pada
ujung batang akan menghasilkan daun muda dengan bentuk membulat dan
14 
 

berwarna hijau kemerahan. Buah yang jatuh akan menghasilkan sistem regenerasi
alami (Sumarna 2002).

2.6.2 Tempat Tumbuh


Daerah penyebaran
Menurut Departemen Kehutanan (1991), penyebaran jati terdapat di seluruh
Jawa, selain itu terdapat pula di Sulaweasi Selatan, Muna, Buton dan Sumbawa.
Jati terdapat pula di India, Burma, Thailand danVietnam.
Tanaman jati tersebar di garis lintang 9° LS - 25° LU, mulai benua Asia,
Afrika, Amerika, dan Australia, bahkan sampai Selandia Baru. Di Asia tanaman
jati secara alami tersebar di negara-negara Asia Tenggara, Taiwan, India, dan
Srilangka. Di Australia dan Pasifik ditemukan di Queensland, Kepulauan Fiji,
Kepulauan Ryuku, Kepulauan Solomon, serta Selandia Baru. Di Afrika tanaman
jati terdapat di Sudan, Kenya, Tanzania, Uganda, Ghana, Senegal, Nigeria dan
beberapa Negara di Afrika Barat. Sementara di Amerika tanaman jati terdapat di
Jamaika, Panama, Argentina, Puerto Riko, kepulauan Tobago dan Suriname. Jati
tersebut tumbuh sebagai tanaman khusus dan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda (Tini dan Amri 2002).

Persyaratan Tempat Tumbuh


Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak
mengandung kapur. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang
nyata (3-5 bulan), tipe iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah
hujan 1200-2500 mm per tahun, dengan ketinggian 0-700 mdpl (Departemen
Kehutanan 1991).
Selanjutnya Rachmawati et al. (2002) menambahkan, jati tumbuh pada
daerah yang memiliki suhu rata-rata harian 22°-27°C dan dapat tumbuh pada suhu
ekstrim 15°-30°C. Di daerah Jawa, pada umumnya jati tumbuh pada lahan dengan
topografi datar sampai berbukit, tanahnya bersifat kurus, kering, banyak
mengandung kapur. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 mdpl. Tumbuh pada
tanah berlapisan dalam, subur, berdrainase baik dan netral. Toleran terhadap tanah
padat. Jenis ini tahan terhadap api (moderat) dan angin. Sesuai sifat fisiologis
untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan
yang dalam dan keasamaan tanah (pH) optimum sekitar sekitar 6,0. Namun, ada
15 
 

kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5),
dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati
sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan
yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan
baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara (Sumarna 2011).
Sifat fisik kayu ditentukan oleh bentuk anatomi maupun susunan kimia dari
kayunya, misalnya berat jenis atau kepadatan, kekerasan, daya lenting/pir,
kelenturan dan kestabilan. Panas yang luar biasa, dapat membentuk kayu yang
lebih tebal. Oleh karena itu, di daerah beriklim panas akan didapati lebih banyak
jenis pohon berkayu sangat padat daripada pohon yang ada di daerah dingin,
sebab pada waktu sore hari, sinar matahari memaksa jaringan kayu menjadi lebih
bersatu (Corsdes 1992).
2.6.3 Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman jati yaitu ulat jati (Hyblaea puera
atau Pyrausta machaeralis). Jenis ini memakan daun hingga yang tersisa hanya
tulang daunnya baik pada saat muda maupun dewasa. Selain itu tegakan jati yang
masih muda (umur 1-3 tahun) sering diserang oleh penggerek cabang merah yang
disebut Zeuzera coffeae (Husaeni 2004).
Serangan hama dan penyakit yang sering dijumpai adalah penggerek batang
dan penggerek daun. Hama yang sering menggerek batang jati adalah jenis
Neoctermes tectonae, Hyblaea puera, Cassus cadanbae, endoclita chalybeate,
Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan Anoplocnemis taistator
(Sumarna 2003 dalam Mahfudz et al. 2004).

2.6.4 Pemanfaatan
Menurut Tini dan Amri (2002), penggunaan kayu jati lebih banyak
diarahkan untuk pembuatan mebel dan bahan baku pembuatan kerajinan.
Sebagian digunakan untuk keperluan bahan bangunan dan industri. Hal ini terkait
dengan arah serat kayu yang tergolong lurus, sehingga mudah dikerjakan serta
dekoratif warna kayu yang bagus. Kayu jati termasuk kelas awet I dan II, agak
keras, baik sekali untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, jembatan, rel
kereta api dan alat-alat rumah tangga dan sebagainya (Departemen Kehutanan
1991).
16 
 

Tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati
dapat digunakan sebagai obat bronchitis, biliousness, dan obat untuk melancarkan
serta membersihkan kencing manis. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan
sebagai bahan obat diuretic. Ekstrak daunnya dapat digunakan sebagai bahan
pewarna kain. Limbah produksinya berupa cabang dan serbuk gergaji, dapat
diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi (Sumarna 2002).

2.7 Kayu Putih (Melaleuca leucadendra)


2.7.1 Keterangan Botani
Kayu putih merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae)
dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca leucadendron
Nama pohon kayu putih disetiap daerah yaitu, Gelam (Sunda, Jawa), ghelam
(Madura), inggolom (Batak); Gelam, kayu gelang, kayu putih (Melayu), bru
galang; Waru gelang (Sulawesi); nggielak, ngelak (Roti), lren, sakelan (Piru),
irano (Amahai), ai kelane (Hila), irono (Haruku), ilano (Nusa Laut Saparuna), elan
(Buru); Bai qian ceng (China) dan elan (Buru).
Pohon kayu putih tingginya mencapai 10-20 m, kulit batangnya berlapis-
lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak
beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang
menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek,
letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm,
lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir
sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan,
Apabila daun remas atau dimemarkan akan mengeluarkan bau minyak kayu putih.
Perbungaan majemuk, berbentuk bulir, bunganya seperti lonceng, daun mahkota
warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, ke luar di ujung
17 
 

percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda
sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning.
Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong.
Pohon kayu putih memiliki beberapa varietas. Ada yang kayunya berwarna
merah dan ada yang kayunya berwarna putih. Rumphius membedakan kayu putih
dalam varietas daun besar (gelam) dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun
kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih, gelam memiliki
kandungan cineol yang rendah (Trubus 2009). Daunnya, melalui proses
penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih,
yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan (Sunanto 2003)

2.7.2 Tempat Tumbuh


Penyebaran
Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan
Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah
lain yang memiliki musim kemarau yang jelas. Kayu putih tersebar secara alami
di kepulauan Maluku dan Australia bagian utara. Jenis ini telah berkembang luas
di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Maluku dengan memanfaatkan daunnya
untuk disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial
menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi (Lutony 1994).

Persyaratan Tempat Tumbuh


Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas
kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai 400 mdpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau,
di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah.
Perbanyakan dengan biji atau tunas akar. Jenis tanaman ini mempunyai daur
biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang
berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan
toleran ditempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran (Sunanto 2003). 

2.7.3 Pemanfaatan
Kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) merupakan
pohon anggota Myrtaceae yang dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih
18 
 

(cajuputi oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari
daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya yang memang
putih. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk
hutan usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih yang
ditanam untuk memproduksi minyak kayu putih. Minyak kayu putih yang diambil
dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak
pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah
tangga lain (Sunanto 2003).

2.7.4 Aspek Silvikultur


Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas
setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap
enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang
subur tanaman kayu putih telah diambil daunnya pada usia 2 tahun. Setiap pohon
kayu putih yang telah berumur lima tahun atau lebih, dapat menghasilkan sekitar
50-100 kg daun berikut rantingnya (Lutony 1994).

2.8 Longkida (Nauclea orientalis)


2.8.1 Keterangan Botani
Klasifikasi lengkap pohon longkida adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Nauclea
Spesies : Nauclea orientalis L

2.8.2 Persyaratan Tempat Tumbuh


Longkida merupakan pohon yang tumbuh tinggi, ketinggian maksimum
sekitar 30 m (98 kaki) dengan diameter 1 m (3,3 kaki). Jenis ini menggugurkan
19 
 

daun selama musim kemarau. Permukaan kulit batang berwarna abu-abu, halus,
pecah-pecah dan bersisik. Buahnya berwarna cokelat kemerahan. Permukaan
bagian atas berwarna hijau mengkilat, sisi bawah berwarna kekuning-kuningan.
Seperti sebagian besar anggota keluarga Rubiaceae, Nauclea orientalis, memiliki
interpetiolar stipules tegak dengan ukuran yang panjang, sekitar 1-3,5 cm.

2.8.3 Penyebaran
Pohon ini biasanya tumbuh di dekat badan air, pada tanah aluvial. Pada
daerah yang sering terjadi banjir jenis ini dapat tumbuh dengan baik. Longkida
merupakan jenis pohon pionir, tumbuh pada hutan yang mengalami suksesi
ekologi. Di Australia longkida tumbuh bersama dengan Myrtles madu di rawa-
rawa, pohon ini biasanya ditemukan tumbuh di hutan-hutan sekunder, tumbuh
pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Penyebarannya meluas dari
Australia utara tropis dan New Guinea ke Asia Tenggara; dari Filipina ke
Myanmar dan Thailand (wilayah biogeografi Malesia).

2.8.4 Kegunaan
Pohon longkida dibudidayakan karena kayunya dapat digunakan untuk
membuat pajangan, interior bangunan seperti kusen dan lantai. Kayunya mudah
untuk dipotong (cheesewood) tetapi tidak tahan terhadap paparan cuaca yang
lama. Kayu ini juga dapat digunakan sebagai bahan ukiran kayu, produksi kertas,
pembangunan rumah, dan untuk membuat kano.
Buah longkida dimakan oleh penduduk asli Australia, rubah terbang, dan
burung, meskipun sangat pahit. Di Malaysia, buah longkida dimanfaatkan sebagai
sumber makanan bekantan (Nasalis larvatus), bersama dengan anggota lain dari
Rubiaceae.
 
BAB III
METODOLOGI

1.1 Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan
April 2011.

1.2 Bahan dan alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bibit jati, kayu putih
akasia, dan Longkida, pupuk daun Gandasil-D dan air untuk perendaman.
Sedangkan alat yang diperlukan adalah bak yang terbuat dari rangka bambu untuk
perendaman, alat tulis, sprayer, penggaris, kamera digital, kertas milimeterblock,
kaliper, timbangan, mikroskop, dan cat putih.

1.3 Metode Penelitian


1.3.1 Penyediaan Bibit
Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 jenis yaitu jati, kayu
putih, akasia dan longkida yang memiliki tinggi 30-40 cm. Masing-masing bibit
dibutuhkan sebanyak 45 batang. Polibag yang digunakan ukuran 20 x 20 cm.
Media tanam adalah campuran tanah, pasir dan kompos organik dengan
perbandingan 2:1:1.

1.3.2 Perlakuan bibit pada kondisi tergenang

Pembuatan bak rendaman


Bak dibuat dengan ukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm, bak ini dibuat di
dalam rumah kaca dengan menggunakan rangka bambu, kemudian bagian dalam
dan pinggirnya dialasi dengan terpal plastik agar air yang berada di dalam bak
tidak ke luar, sehingga ketinggian air tetap terjaga.

Layout bibit di dalam bak


Total bibit yang digunakan dari keempat jenis adalah 180 batang. Sebelum
dimasukkan ke dalam bak rendaman, bibit diberi nomor untuk memudahkan
proses pengukuran. Setelah itu, semua bibit dimasukkan secara bersamaan ke
dalam bak yang disusun secara acak. Setelah bibit tersusun rapi kemudian bak
21 
 

diisi air hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah polibag, sehingga semua
bibit terendam dan berada dalam kondisi jenuh.

Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk daun Gandasil-D. Perlakuan yang
digunakan pada penelitian ini adalah kontrol (tanpa pupuk), 1.0 g/l dan 2.0 g/l air.
Pupuk disemprotkan pada permukaan daun bagian atas 10 hari sekali setiap pagi
hari. Untuk menghindari pengaruh suatu perlakuan terhadap perlakuan lainnya,
maka digunakan kertas sebagai pembatas pada saat penyemprotan agar pupuk
tidak terkena bibit dengan perlakuan lainnya.

1.3.3 Pengamatan dan pengukuran

Parameter yang diukur adalah tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat
basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering
total, nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, pH air dan
persentase tumbuh.

Pertumbuhan tinggi

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan


menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah polibag
hingga pucuk tanaman. Karena tinggi tanaman ini tidak sama pada saat dimulai
penelitian, maka dilakukan pengukuran tinggi awal untuk semua tanaman yang
digunakan di awal penelitian.

Diameter Batang

Pengukuran diameter tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan


menggunakan kaliper. Diameter tanaman diukur pada ketinggian 10 cm dari
permukaan tanah. Untuk memudahkan pengukuran, maka diberi penanda dengan
cat putih.

Berat basah akar dan pucuk

Berat basah diukur pada akhir pengamatan dengan cara memanen bagian
tanaman. Berat basah akar diperoleh dengan menimbang bagian akar tanaman,
sedangkan berat basah pucuk terdiri dari bagian batang dan daun kemudian
ditimbang.
22 
 

Berat Basah Total

Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah akar dengan
berat basah pucuk.

Berat Kering Akar dan Pucuk

Berat kering diukur setelah bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada
suhu 80o C selama 2 hari (48 jam) sampai mendapatkan berat yang konstan.
Bagian masing-masing tanaman diukur dengan menggunakan timbangan digital.

Berta Kering Total

Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering pucuk


dengan berat kering akar . Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Berat kering total = Berat kering pucuk (BKP) + Berat kering akar (BKA)

Nisbah Pucuk Akar


Nisbah pucuk akar diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
NPA = Berat kering pucuk / Berat kering akar

Kadar Air

Kadar air tanaman diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut,


Berat Basah Total – Berat Kering Total
Kadar air = x 100 %
Berat Kering Total
Luas daun
Pengukuran berat dan luas daun dilakukan pada akhir penelitian.
Pengukuran dilakukan dengan mengambil setiap daun dari 180 polibag yang
digunakan. Langkah yang digunakan sebagai berikut:
- Menimbang kertas kuarto utuh untuk mendapatkan berat kering (bk) dan
menghitung luasannya (lk)
- Menggambar daun masing-masing jenis tanaman dengan cara menjiplak
daun secara utuh, kemudian dipotong sesuai dengan ukuran daun
- menimbang berat duplikat daun pada kertas (bd)
- luas daun (ld) ditentukan dengan rumus
ld = lk x bd/bk
23 
 

Jumlah Stomata

Pengamatan jumlah stomata daun dilakukan di awal dan akhir penelitian


pada masing-masing jenis tanaman dengan cara berikut ini:
- Dioleskan kutek bening pada sisi bawah daun dan dibiarkan beberapa
menit hingga kutek kering,
- Setelah kering, ditarik dengan bantuan pinset secara hati-hati dan
meletakkan diatas gelas obyek dan diberi sedikit air dan menutup
kembali dengan menggunakan gelas penutup.
- diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10x40 dan
kemudian dihitung jumlah stomata/mm2 luas bidang pandang (mm2 luas
daun)
- Dihitung luas bidang pandang (10x40) dengan meletakkan penggaris
plastik berskala mm diatas meja obyek dan mengamati pada pembesaran
10x10, bayangan skala mm harus jelas dan perkiraan diameter bidang
pandang tersebut.
- Diameter bidang pandang dengan pembesaran kuat (10x40) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ǿok = Ǿol x pl /pk
Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran kuat
Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran lemah
pl = perbesaran lensa obyektif lemah
pk = perbesaran lensa obyektif kuat
- Setelah diameter bidang pandang sudah diperoleh, maka jari-jari bidang
pandang dapat dihitung (r =1/2 x diameter). Lalu dihitung luas bidang
pandang (10 x 40) dengan menggunakan rumus luas lingkaran yaitu:
L = π r2, nilai π = 3.14
- Dihitung kerapatan stomata dengan rumus = jumlah stomata /luas bidang
pandang
- Jumlah stomata = kerapatan stomata x luas daun
24 
 

pH air
1. pengukuran pH dilakukan setiap 2 minggu sekali, pada saat sebelum
dilakukan penambahan kekurangan air ke dalam bak. Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus (7-14). Pengukuran
dilakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam air kolam
selama setengah menit, kemudian diangkat, didiamkan sebentar, kemudian
dicocokan warna yag tercipta dengan kertas lakmus yang tersedia.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran
dilakukan dengan pengambilan sampel air secara komposit di setiap sudut
pada kolam, dengan kedalaman yang sama. Setelah itu, air dicampur dengan
cara diaduk, campuran ini jangan sampai mengenai organ tubuh karena
dapat mempengaruhi pH, kemudian memasukkan pH meter ke dalam
sampel. Secara otomatis nilai pH akan terbaca pada layarnya. Pengunaan pH
meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan 2 buffer
berupa pH 4,01 dan 7,00.

1.3.4 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan 2 faktor yaitu jenis
tanaman dan konsentrasi pupuk, dengan ulangan sebanyak 5 kali. Jumlah unit
ulangan sebanyak 3 kali. Sehingga jumlah seluruh kombinasi perlakuan adalah
180 tanaman. Faktor penelitian tersebut diterapkan terhadap masing-masing jenis-
jenis, sebagai berikut:
1. Faktor kosentrasi pupuk, yang terdiri atas 3 taraf :
P1 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 0 g/l air (Kontrol)
P2 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 1 g/lt air
P3 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 2 g/l air
2. Faktor jenis tanaman, yang terdiri atas 4
Go = Kayu putih
Lo = Longkida
Jo = Jati
Ao = Akasia
25 
 

Rancangan percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk


daun dan jenis tanaman. Berikut model rancangan percobaan menurut Mattjik dan
Sumertajaya (2000) sebagai berikut:

γijk = μij + αi + βj + (αβ)ij + εijk

yijk : respon atau rata-rata pertumbuhan tinggi pohon dalam dua


minggu, untuk unit percobaan dengan pohon i, pupuk j dan
ulangan k
μij : rataan umum pengaruh pohon i dan pupuk j
αi : pengaruh pohon jenis i
βj : pengaruh pupuk jenis j
(αβ)ij : pengaruh interaksi (bersama) antara pohon i dan pupuk j
εijk : pengaruh faktor acak pada unit percobaan dengan pohon i, pupuk
j dan ulangan k
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan pengujian
lanjutan dengan uji berganda Fisher’s LSD.

1.3.5 Analisis Data


Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel,
software R dan Sigmaplot 11.
 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi,


pertumbuhan diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total,
berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total dan nisbah pucuk akar.
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati

Parameter Pupuk Jenis Pupuk x jenis


Tinggi tn * *
Diameter tn * tn
Berat basah akar tn * tn
Berat basah pucuk tn * tn
Berat basah total tn * tn
Berat kering akar tn * tn
Berat kering pucuk tn * tn
Berat kering total tn * tn
Nisbah pucuk akar tn * tn
Kadar air tn * tn
Keterangan : *= berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn= tidak nyata

Dari Tabel 4 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata
terhadap semua parameter yaitu tinggi, diameter, berat basah akar (BBA), berat
basah pucuk (BBP), berat basah total (BBT), berat kering akar (BKA), berat
kering pucuk (BKP), berat kering akar (BBA), nisbah pucuk akar, dan (NPA) dan
kadar air (KA). Sebaliknya faktor pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap semua parameter. Sedangkan interaksi antara pupuk dan jenis
berpengaruh nyata hanya pada parameter tinggi.

Pertumbuhan Tinggi

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa faktor jenis dan interaksi antara kedua
faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi. Berikut ditampilkan interaksi antara
jenis tanaman dan konsentrasi pupuk.
27 
 

40

Pertumbuhan tinggi (cm)


35
30
25
20
15
10
5
0
Kayu
K
Lonngkida J
Jati Akasia
pu
utih
Pupuk 0 g/l
g (P1) 366.71 233.95 1.3 9.5
pupuk 1 g/l
g (P2) 388.01 288.56 1
1.23 7
7.57
pupuk 2 g/l
g (P3) 311.85 333.87 1
1.99 10.17

Gambaar 1 Interakssi jenis pupu


uk dan konssentrasi puppuk

Gam
mbar 1 mennunjukkan bahwa maasing-masinng jenis tannaman mem
miliki
respon yaang berbedda pada pennggunaan konsentrasi
k pupuk daaun. Kayu putih
tumbuh teerbaik pada konsentrasii pupuk P2 sebesar 38,001 cm, sedaangkan long
gkida,
jati dan akkasia tumbuuh terbaik pada
p konseentrasi pupuuk P3 masinng-masing 33,87
3
cm 1,99 cm
m dan 10,177 cm.

Pertumbu
uhan Diam
meter

Berddasarkan hasil
h sidik ragam (T
Tabel 4) dapat
d dilihhat faktor jenis
berpengarruh nyata terhadap peertumbuhan diameter tanaman,
t sedangkan faktor
f
pupuk daan interaksii pupuk dengan
d jeniis tanamann tidak berrpengaruh nyata
terhadap pertumbuha
p n diameter tanaman.
Berddasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 5) dapat
d diketaahui bahwa jenis
tanaman teerbaik yangg memiliki nilai
n diametter tertinggii adalah jenis longkida yaitu
sebesar 2,99 cm.
Tabel 5 Hasil uji Fishher's LSD peengaruh jen
nis terhadapp pertumbuhhan diameteer

Jenis Tan
naman Rata-rata peertumbuhan diameter (cm
m)
Kayu putihh 1,4
43b
Longkida 2,9
99a
Jati 0,4
43d
Akasia 0,9
94c
Keterangan:: Huruf beda dibelakang
d anggka menunjuk
kan pengaruh nyata menuruut uji F pada taaraf
5%
28 
 

Berat Basah Akar


Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman
yang ditimbang sebelum dioven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor
jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Berdasarkan hasil uji
lanjut Fisher's LSD pada Tabel 6 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat
basah akar tertinggi yaitu 60,67 gram.
Tabel 6 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar

Jenis Tanaman Berat Basah Akar (gram)


Kayu putih 19,53b
Longkida 60,67a
Jati 18,47b
Akasia 3,17c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Berat Basah Pucuk


Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman
yang ditimbang sebelum di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam faktor jenis
tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk. Berdasarkan hasil uji
lanjut Fisher's LSD pada Tabel 4 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat
basah pucuk tertinggi yaitu sebesar 111,93 gram.
Tabel 7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk

Jenis tanaman Berat basah pucuk (gram)


Kayu putih 34,53b
Longkida 111,93a
Jati 24,53b
Akasia 9,20c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Berat Basah Total


Berat basah total merupakan penjumlahan berat basah akar ditambah berat
basah pucuk. Berat basah total didapatkan pada akhir pengamatan sebelum
masing-masing bagiannya di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor
jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat kering total. Berdasarkan hasil uji
lanjut Fisher's LSD diatas, dapat dilihat bahwa berat basah total tertinggi pada
jenis longkida yaitu sebesar 172,60 gram.
29 
 

Tabel 8 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total

Jenis tanaman Berat basah total (gram)


Kayu putih 54,07b
Longkida 172,60a
Jati 43,00b
Akasia 12,35c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Berat Kering Akar


Nilai biomassa akar merupakan berat bagian akar yang ditimbang setelah di
oven selama 2x24 jam pada suhu 800 C. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel
4 dapat dilihat bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap
berat kering akar. Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa longkida
memiliki berat kering akar terbesar yaitu 14,97 gram.
Tabel 9 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat kering akar (BKA)

Jenis Tanaman Rata-rata berat kering akar (gram)


Kayu putih 4,01bc
Longkida 14,97a
Jati 4,66b
Akasia 1,21c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Berat Kering Pucuk


Biomassa pucuk diukur pada akhir pengamatan, dimana nilai biomassa
pucuk merupakan hasil pengukuran dari berat kering bagian pucuk (batang dan
daun). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor
jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering pucuk.
Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa jenis longkida memiliki
berat kering pucuk terbaik sebesar 27,17 gram.
Tabel 10 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat kering pucuk

Jenis Tanaman Berat kering pucuk (gram)


Kayu putih 9,33b
Longkida 27,17a
Jati 7,99b
Akasia 3,73c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%
30 
 

Berat Kering Total

Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan berat
kering akar. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor
jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total.
Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD diketahui berat kering tertinggi pada
jenis tanaman longkida sebesar 42,14 gram.
Tabel 11 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering
total
Jenis Tanaman Berat kering total (gram)
Kayu putih 13,34b
Longkida 42,14a
Jati 12,66b
Akasia 4,95c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk


dan biomassa akar tanaman. Hasil sidik ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa
faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar.
Berdasarkan Hasil uji Fisher's LSD ditunjukkan bahwa nisbah pucuk akar
tertinggi pada jenis akasia yaitu sebesar 3,91 gram.
Tabel 12 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah pucuk akar

Jenis Tanaman Nisbah pucuk akar (gram)


Kayu putih 3,38ab
Longkida 1.99c
Jati 2.23bc
Akasia 3.91a
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%

Kadar Air Tanaman


Kadar air tanaman menggambarkan besarnya kebutuhan tanaman terhadap
air. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) jenis tanaman berpengaruh nyata
terhadap kadar air tanaman. Berdasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 13)
terlihat kayu putih, longkida dan jati memiliki kadar air yang sama.
31 
 

Tabel 13 Hasil uji Fiisher’s LSD


D pengaruh jenis
j terhaddap kadar airr tanaman

Jenis Taanaman Rataa-rata kadar air (%)


Kayu putihh 75,192 a
Longkida 75,283
7 a
Jati 69,235
6 a
Akasia 57,954
5 b

Keterangan:: Huruf beda dibelakang anngka menunju


ukan pengaruhh nyata menuurut uji F pad
da taraf
5%
pH air
pH adalah suaatu ukuran kemasaman
n, netralitass dan alkalinitas pada tanah
dan air. pH air diukur
d denggan untuk mendapatkan sifat air. Gamb
bar 2
menunjukkkan perubahhan pH air selama
s 12 minggu.
m

9
8
7
6
pH air

5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mingggu ke‐

Ket: : Peengukuran pH
H menggunakaan lakmus :Pengukurann pH menggunnakan pH metter
Gam
mbar 2 Kenaaikan pH airr

Darii Gambar 2 dapat dilihhat terjadi kenaikan pH sebesar 22.68 selamaa ± 3


bulan. Kondisi air di dalam tanaah terjadi peerubahan daari sifat asaam menjadi lebih
alkalin.

Luas Dau
un
Dauun secara umum
u dipanndang sebaagai organ produsen ffotosintat utama,
u
maka, penngamatan daun sangat diperlukan
n selain sebaagai indikattor pertumb
buhan
juga sebaggai data pennunjang unttuk menjelaaskan prosees pertumbuuhan yang teerjadi
pada pem
mbentukkan biomassa tanaman.
t Tabel
T 14 menunjukan
m luas daun pada
masing-m
masing jenis tanaman yaang digunak
kan.
32 
 

Tabel 14 Luas daun pada masing-masing jenis tanaman

Luas daun (cm2)


Jenis tanaman
Awal pengamatan akhir pengamatan
kayu putih 50 70
Longkida 760 1.760
Jati 240 1.380
Akasia 250 340

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jenis longkida memiliki permukaan daun
yang paling luas sebesar 1.760 cm2, sedangkan kayu putih memiliki luas
permukaan daun terkecil sebesar 70 cm2.

Jumlah Stomata Bawah Daun


Jumlah stomata tanaman merupakan indikator untuk mengetahui besarnya
proses fotosintesis dan transpirasi dari sebuah tanaman. Stomata diukur pada awal
dan akhir pengamatan. Tabel 15 menunjukkan perubahan jumlah stomata.
Tabel 15 Jumlah dan kerapatan stomata tanaman

Awal pengamatan Akhir pengamataan


Kerapatan Kerapatan
Jumlah (bh) Jumlah (bh)
Jenis tanaman (bh/cm2) (bh/cm2)
Kayu putih 4280254,77 214012738,9 1579617,834 110573248,4
Longkida 407643,31 309808917,2 866242,0382 1524585987
Jati 1834394,90 440254777,1 764331,2102 1054777070
Akasia 3363057,32 840764331,2 3566878,981 1212738854

Persentase tumbuh
Persentase hidup merupakan indikator untuk mengetahui tingkat
ketahanan tanaman terhadap kondisi tergenang.
Tabel 16 Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan

Rata-rata jumlah bibit hidup pada pengamatan minggu ke-


Jml %
Jenis
Awal tumbuh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kayu
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 100
putih

Longkida 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 100

Jati 15 13,6 9,3 9.3 9 7.3 7.3 6.3 6.3 6.3 6.3 6.3 42.2

Akasia 15 15 14,6 14 13.3 11.3 11.3 10 8 8 8 8 53.3


33 
 

Dari Tabel 16 terlihat bahwa kayu putih dan longkida dapat tumbuh secara
baik dari semua bibit yang diamati, sedangkan pada jati dan akasia terjadi
penurunan persen tumbuh pada bibit yang diamati.

Hubungan Regresi antara Berat Kering Akar dengan Parameter


Pertumbuhan Lainnya
Akar merupakan bagian terpenting bagi tanaman, untuk melihat hubungan
berat kering akar terhadap parameter tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat
basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, dan berat kering total telah
dilakukan analisis regresi seperti ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil analisa regresi antara berat kering akar (BKA) terhadap tinggi (T),
diameter (D), berat basah pucuk (BBP), berat basah akar (BBA), Berat
basah total (BBT), berat kering pucuk (BKP), berat kering total (BKT)

Parameter Persamaan
Tinggi BKA = 3.110 + (0.115 * Tinggi), R2 = 14%
Diameter BKA = 0.151 + (2.845 * Diameter), R2 = 45,6%
Berat Basah Akar BKA = 0.00741 + (0.244 * BBA), R2 = 88,2%
Berat Basah Pucuk BKA = 0.783 + (0.120 * BBP), R2 = 63,6%
Berat Basah Total BKA = 0.0365 + (0.0876 * BBt), R2 = 77,9%
Berat Kering Pucuk BKA = -0.203 + (0.532 * BKP), R2 = 64,7%
Berat Kering Total BKA = -0.868 + (0.387 * BKT), R2 = 85,9%

Dari Tabel 17 diatas, dapat dilihat bahwa semua parameter memiliki


hubungan yang linear dengan berat kering akar, hal ini ditunjukan oleh semua
persamaan memiliki nilai yang positif (BKA = 3.110 + (0.115 * Tinggi), sehingga
semua parameter dapat digunakan untuk menduga nilai berat kering akar.

BKA terhadap Tinggi

35

Tinggi vs BKA
30 Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

0 10 20 30 40 50 60 70

Tinggi  

Gambar 3 Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman


34 
 

Dari Gambar 3 terlihat semakin meningkatnya tinggi tanaman, berat kering


akar juga semakin meningkat. Besarnya kenaikan berat kering akar yang
dipengaruhi oleh tinggi adalah sebesar 14%, hal ini ditunjukkan oleh nilai R2
(Tabel 17), sehingga parameter tinggi tidak berpengaruh besar dalam penunjukkan
nilai berat kering total, karena sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain.

BKA terhadap Diameter


35

Diameter vs BKA
30 Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

0 1 2 3 4 5 6 7

diameter  

Gambar 4 Regresi linear BKA terhadap diameter

Dari Gambar 4 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang linear antara


parameter berat kering akar dengan parameter diameter, ini ditunjukkan dengan
persamaan yang diperoleh bernilai positif (BKA = 0.151 + (2.845 * Diameter).
Besarnya pengaruh diameter terhadap nilai berat kering akar adalah sebesar 45,6%
yang ditunjukkan oleh nilai R2 (Tabel 17). Oleh sebab itu, parameter diameter
cukup berpengaruh terhadap peningkatan nilai berat kering akar.

BKA terhadap BBA


35

30 BBA vs BKA
Plot 1 Regr
25

20
BKA

15

10

0 20 40 60 80 100

Berat Basah Akar

Gambar 5 Regresi linear BKA terhadap berat basah akar


35 
 

Gambar 5 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang


linear dengan berat basah akar. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai
positif (BKA = 0.00741 + (0.244 * BBA). Berat basah akar memiliki nilai R2
(Tabel 17) sebesar 88,2%. Hal ini mengartikan bahwa berat basah akar memiliki
pengaruh sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar.

BKA terhadap BBP


35

BBP vs BKA
30
Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Berat Basah Pucuk

Gambar 6 Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk

Gambar 6 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang


linear dengan berat basah pucuk. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang
bernilai positif (BKA = 0.783 + (0.120 * BBP). Nilai R2 yang dihasilkan (Tabel
17) sebesar 63,6%. Hal ini menunjukkan bahwa berat basah pucuk memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar.

BKA terhadap BBT


35

BBt vs BKA
30 Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

0 50 100 150 200 250

Berat Basah Total

Gambar 7 Regresi linear BKA terhadap berat basah total


36 
 

Gambar 7 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang


linear dengan berat basah total. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai
positif (BKA = 0.0365 + (0.0876 * BBt). Berat basah total memiliki nilai R2
(Tabel 17) sebesar 77,9%, sehingga berat basah total memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar.

BKA terhadap BKP


35

BKP vs BKA
30 Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

0 10 20 30 40

Berat Kering Pucuk  

Gambar 8 Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk

Gambar 8 menjelaskan berat kering akar memiliki hubungan yang linear


dengan berat kering pucuk. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang bernilai
positif (BKA = -0.203 + (0.532 * BKP) dengan nilai R2 (Tabel 17) sebesar 64,7%.
Hal ini menunjukkan bahwa berat kering pucuk memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar.

BKA terhadap BKT


35
BKT vs BKA
30 Plot 1 Regr

25

20
BKA

15

10

-5
0 10 20 30 40 50 60

Berat Kering Total  

Gambar 9 Regresi linear BKA terhadap berat kering total


37 
 

Gambar 9 menjelaskan bahwa berat kering akar memiliki hubungan yang


linear dengan berat kering total. Hal ini dapat dilihat pada persamaan yang
bernilai positif (BKA = -0.203 + (0.532 * BKP), dengan nilai R2 (Tabel 17)
sebesar 85,9%. Hal ini mengartikan bahwa berat kering total memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap pertambahan nilai berat kering akar.

4.2 Pembahasan

Luasnya lahan basah di Indonesia baik yang tergenang secara alami maupun
yang terbentuk akibat aktivitas manusia, menjadikan hasil penelitian ini sangat
penting, karena semakin banyak informasi, tentang penggunaan pohon yang tepat
pada pemanfaatan lahan basah. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kayu putih, longkida, jati dan akasia dengan perlakuan tergenang dan pemberian
pupuk daun. Masing-masing tanaman yang digunakan memiliki karakteristik
tumbuh yang berbeda-beda.
Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas
kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau,
di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah. Jenis
tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh
baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi
maupun asam dan toleran di tempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran
(Sunanto 2003).
Longkida tumbuh di sekitar badan sungai dan disekitar rawa. Jati tumbuh
baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur.
Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang nyata (3-5 bulan), tipe
iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah hujan 1200-2500 mm
per tahun, dengan ketinggian 0-700 m dpl (Departemen Kehutanan 1991).
Akasia tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada
lahan miskin dan tidak subur. Akasia dapat tumbuh baik pada lahan yang
mengalami erosi, berbatu dan tanah aluvial serta tanah yang memiliki pH rendah
(4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 m dpl, dengan curah hujan
bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat
tumbuh dan berdaun lebar, jenis akasia sangat membutuhkan sinar matahari,
38 
 

apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk


tinggi dan kurus (Suwardji 1987). Pertumbuhan tanaman diukur berdasarkan
parameter tertentu. Parameter yang diukur pada penelitian ini antara lain
pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, berat basah akar, berat basah pucuk,
berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar dan berat kering total,
nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, nilai pH air, dan persen
tumbuh tanaman.
Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor pupuk, faktor jenis tanaman
dan interaksi antara faktor pupuk dengan jenis tanaman memiliki pengaruh yang
berbeda-beda terhadap pertumbuhan tinggi pada setiap tanaman. Pemberian pupuk
daun diharapkan dapat membantu pertumbuhan pucuk tanaman. Pemberian pupuk
akan lebih efektif melalui daun dari pada melalui media tanam. Hal ini disebabkan
daun mampu menyerap pupuk sekitar 90%, sedangkan akar hanya mampu
menyerap sekitar 10%. Air dan unsur hara tersebut masuk ke dalam daun melalui
lapisan kutikula (Iswanto 2002), selain itu, adanya genangan pada akar tanaman
yang dapat menyebabkan pencucian pupuk dapat mengurangi keefektifan dalam
pemberian hara, sehingga pemberian pupuk melalui daun dapat membantu
pertumbuhan tanaman dalam kondisi tergenang.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, pupuk daun tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman, hal ini diduga karena
pengaruh pemberian rendaman pada bagian akar tanaman, yang menyebabkan
beberapa aktivitas fisiologis tumbuhan terganggu, turunnya jumlah ion kalium
menyebabkan proses membuka dan menutup stomata menjadi terganggu,
sehingga pupuk daun tidak terserap secara baik melalui stomata tanaman. Faktor
jenis tanaman diharapkan dapat memberikan perbandingan jenis yang memiliki
daya tahan yang paling baik pada kondisi tergenang.
Variabel tinggi merupakan parameter yang paling mudah diukur sebagai
indikator terhadap pengaruh pemberian perlakuan maupun pengaruhnya terhadap
interaksi luar dari lingkungan. Dari hasil penelitian ini diketahui melalui hasil
sidik ragam bahwa faktor pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman (Tabel 4). Hal ini menyatakan bahwa
pemberian pupuk daun dengan dosis 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) tidak memberikan
39 
 

hasil pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman tanpa pupuk daun (P1). Hal
yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Prayitno (1988) yang
menunjukkan pemberian pupuk daun tidak berpengaruh terhadap semua peubah
yang diamati. Hal ini mungkin disebabkan oleh media tumbuh yang digunakan
untuk pembibitan sudah baik dan subur, sehingga pengaruh pemberian pupuk
daun tidak terlihat. Menurut Haarer (1962) dalam Wachjar dan Prayitno (1988)
perlakuan pupuk daun kurang memberikan pengaruh pada tanah-tanah yang
subur. Hal yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Edi (I985)
dalam Wachjar dan Prayitno (1988) yang menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
daun Gandasil D 3 g/1 tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diameter
batang, jumlah pasangan daun, luas daun terbesar, bobot kering tajuk dan akar
serta nisbah bobot kering tajuk akar. Bahkan pemberian pupuk daun Gandasil D 3
g/1 cenderung menghambat pertumbuhan semua peubah yang diamati kecuali
tinggi tanaman walaupun pengaruhnya tidak berbeda.
Kondisi air yang tergenang menyebabkan ruang pori secara keseluruhan
terisi air sehingga menghambat aliran udara ke dalam tanah (aerasi) sehingga
mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman. Secara langsung yang
mempengaruhi penurunan pertumbuhan bukan potensial air, tetapi potensial
osmotik atau tekanan turgor. Tekanan turgor sel tanaman akan mempengaruhi
aktivitas fisiologis antara lain pengembangan daun, bukaan stomata, fotosintesis,
dan pertumbuhan akar. Membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh
ketersediaan air dan kandungan ion kalium pada sel penjaga, karena melalui
stomata ini akan terjadi penyerapan C02 dan oksigen ke dalam tanaman,
terganggunya proses stomata akan mengganggu proses fotosintesis dan respirasi
tumbuhan (Sumani 2010).
Faktor jenis tanaman dan interaksi kedua jenis tanaman dengan pupuk
memberikan pengaruh nyata, hal ini menyatakan bahwa jenis tanaman
memberikan respon yang berbeda-beda terhadap penggunaan konsentrasi pupuk.
Hampir seluruh jenis dapat tumbuh dengan tinggi terbaik dengan penggunaan
konsentrasi P3, kecuali kayu putih tumbuh dengan baik pada penggunaan pupuk
dengan konsentrasi P2, hal ini diduga pengaruh cahaya matahari yang mengenai
bagian daun dan pucuk kayu putih.
40 
 

Variabel diameter merupakan salah satu faktor pertumbuhan. Berdasarkan


hasil sidik ragam (Tabel 4) pertumbuhan diameter pada setiap jenis tanaman
berbeda nyata, sedangkan pemberian pupuk dan interaksi antara faktor pupuk dan
jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini berarti bahwa
pemberian pupuk tidak memberikan respon yang lebih pada tanaman
dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa pupuk. Hal ini diduga, pemberian pupuk
daun lebih dioptimalkan untuk pertumbuhan yang lain. Seperti yang dikutip dari
Lewenussa (2009) bahwa pada usia muda, tanaman cenderung melakukan
pertumbuhan yang cepat ke arah vertikal (keatas), pertumbuhan diameter
berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun,
pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi. Dengan demikian diduga pemberian
pupuk dengan konsentrasi 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) belum mampu memberikan
hara yang lebih pada kebutuhan tanaman.
Berat basah total (BBT) merupakan indikator yang digunakan untuk
mengetahui kebutuhan air dari tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat
basah total adalah panjang akar tanaman, jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah
tunas (Tirta 2006). Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) faktor jenis tanaman
berpengaruh nyata terhadap berat basah total. Dari hasil uji lanjut Fisher’s LSD
terlihat bahwa jenis longkida memiliki nilai BBT terbesar yaitu 172,60 gram. Hal
ini disebabkan karena akar longkida yang terus berkembang, permukaan daun
yang semakin luas, dan ukuran batang tanaman yang besar.
Berat kering total (BKT) merupakan indikator yang umum digunakan untuk
mengetahui baik atau tidaknya pertumbuhan bibit karena BKT dapat
menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman. Nilai BKT
sekaligus menunjukkan nilai biomassa suatu tanaman. Semakin besar nilai BKT
maka semakin besar nilai biomassanya. Dengan demikian, semakin besar nilai
biomassa maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit, hal ini dikarenakan
tanaman selama hidupnya atau selama masa tertentu membentuk biomassa yang
mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan ukuran lain
yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995).
Berdasarkan sidik ragam (Tabel 4) dapat diketahui bahwa jenis tanaman
berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat kering total tanaman. Hal ini berarti
41 
 

masing-masing jenis tanaman mengalami respon yang berbeda pada peningkatan


berat kering total tanaman. Biomassa pucuk yang tinggi menyatakan proses
metabolisme yang lebih besar pada bagian pucuk tanaman tersebut.
Menurut Harley dan Smith (1983) dalam Tuheteru (2002), bila akar
bersimbiosis dengan FMA (fungi, mikoriza, arbuskula) maka akar dapat
menghisap nutrisi dari dalam tanah yang jaraknya jauh dari akar kemudian
dikumpulkan dan dikirimkan ke jaringan lain termasuk daun. Semakin baik atau
semakin efisien proses fisiologis tanaman, maka berat kering tanaman akan
semakin besar, artinya tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia untuk
digunakan dalam proses pertumbuhan (Salisburry dan Ross 1995). Hal ini sesuai
dengan pendapat Harjadi (1991), besarnya cahaya yang tertangkap pada proses
fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan
tanaman mencerminkan bobot kering.
Meningkatnya intensitas cahaya maka akan meningkatkan suhu lingkungan
tanaman, yang mengakibatkan respirasi tanaman meningkat (Dwidjoseputro
1996), sehingga hasil fotosintesis bersih (biomassa) yang tersimpan dalam
jaringan tanaman sedikit. Dengan intensitas cahaya yang rendah, tanaman
menghasilkan daun lebih besar, lebih tipis dengan lapisan epidermis tipis, jaringan
palisade sedikit, ruang antar sel lebih lebar dan jumlah stomata lebih banyak.
Sebaliknya pada tanaman yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan
daun yang lebih kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih
sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih
kecil dan tekstur daun keras (Sutarmi 1983). Daun merupakan organ tanaman
tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Bila luas daun meningkat, asimilat
yang dihasilkan akan lebih besar pula. Pemberian pupuk daun dengan
penyemprotan melalui stomata daun dapat lebih menambah kecukupan hara, akan
tetapi pada penelitian ini, pemberian pupuk daun tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap peningkatan berat kering tanaman. Hal ini diduga rendahnya dosis
pupuk daun yang digunakan dibandingkan dengan luasan daun tanaman.
Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam
pertumbuhan tanaman yang menggambarkan perbandingan antara kemampuan
tanaman dalam menyerap air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan
42 
 

fotosintesis dari tanaman (Lewenussa 2009). Selama pengamatan dilakukan, jenis


tanaman kayu putih dan longkida, memiliki pucuk yang dapat tumbuh dengan
baik, pucuk-pucuk dapat berganti dan berkembang menjadi daun, demikian juga
bagian akar, kondisi genangan menyebabkan bagian akar bergerak ke bagian atas
permukaan air untuk memperoleh oksigen, akar kayu putih dan longkida mampu
beradaptasi untuk tetap menjaga kelangsungan hidupnya. Hal yang berbeda
terlihat pada jenis jati dan akasia, di awal perendaman, pucuk tanaman dapat
bertahan, akan tetapi semakin hari mengalami penurunan, bagian pucuk
mengalami kelayuan dan kemudian kering, hal yang sama juga terjadi pada bagian
akar jenis jati dan akasia, bagian akar berwarna hitam dan rambut-rambut akar
tidak mengalami perkembangan sehingga terjadi penurunan pertumbuhan pada
jenis jati dan akasia.
Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai rasio
pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan
akar tanaman akan kokoh dan tidak mudah roboh karena sistem perakaran
tanamam mampu menopang pertumbuhan pucuknya (Wibisono 2009). Hasil uji
lanjut Fisher’s LSD menunjukkan bahwa jenis akasia memiliki nilai NPA
tertinggi sebesar 3,9. Hasil ini menandakan bagian pucuk tanaman berkembang
lebih baik dibandingkan dengan bagian akar tanaman, seperti uraian sebelumnya,
akar akasia tidak dapat berkembang dengan baik akibat genangan, sehingga
pertumbuhan tanaman tidak seimbang, besarnya kebutuhan makanan tidak dapat
disediakan oleh bagian akar tanaman, hal ini mengakibatkan tanaman layu dan
kering. Sebaliknya, longkida memiliki NPA yang paling kecil 2,0, nilai ini
menyatakan pertumbuhan tanaman longkida lebih seimbang dibanding jenis lain,
pertumbuhan pucuk yang baik, juga didukung dengan sistem perakaran yang
bagus. Pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata pada peningkatan nilai pucuk
akar dan tanaman, berkembangnya bagian pucuk dari masing-masing tanaman ini
diduga karena pengaruh lingkungan seperti cahaya matahari yang cukup untuk
melaksanakan proses fotosintesis. Menurut Duryea dan Brown (1984) dalam
Ramadhani (2007), menyebutkan bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk
akar antara 1-3 dengan nilai bibit terbaik.
43 
 

Luas daun pada tumbuhan berpengaruh terhadap laju absorpsi.


Hal ini karena daun yang luas memiliki jumlah stomata yang banyak, sehingga
mengakibatkan tingginya laju transpirasi, bila transpirasi meningkat maka
absorpsi pun meningkat dalam rangka menjaga keseimbangan air dalam tubuh
tumbuhan. Banyaknya stomata pada daun dapat mempengaruhi laju transpirasi.
Hal ini karena sebagian besar transpirasi terjadi melalui daun yang mengandung
stomata. Semakin luas daun maka semakin besar absorpsi air, dan sebaliknya
semakin sempit luas daun maka akan memperlambat laju absorpsi air.
Selain faktor luas daun, cahaya juga dapat mempengaruhi laju absorpsi air.
Luas daun yang besar menyebabkan laju asimilasi bersih meningkat, sehingga laju
pertumbuhan nisbi juga meningkat, dan bobot kering tanaman meningkat pula.
Laju pertumbuhan nisbi adalah peningkatan bobot kering tanaman dalam suatu
interval waktu tertentu saja, bukan pertambahan bobot kering tanaman. Nilai laju
pertumbuhan nisbi erat kaitannya dengan efisiensi penyerapan cahaya oleh daun,
dalam hal ini luas daun dan laju asimilasi bersih akan mempengaruhi laju
pertumbuhan nisbi.
Luas daun meningkat dengan diimbangi laju asimilasi bersih yang tinggi,
akan menghasilkan laju pertumbuhan nisbi yang tinggi pula (Harjadi 1991).
Menurut Goldswofthy dan Fisher (1992) semakin meningkatnya luas daun maka
ILD (indeks luas daun) akan meningkat sehingga asimilat yang tersedia juga
semakin meningkat dan dialokasikan ke bagian tanaman. Indeks luas daun adalah
merupakan ukuran perkembangan tajuk yang paling umum, sangat peka dengan
kekurangan air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan
perluasan daun dan suatu peningkatan penuaan, perontokan daun atau keduanya.
Kondisi air tergenang dalam bak penelitian, mengalami peningkatan pH,
dengan pH awal 5 sampai di akhir pengamatan pH mencapai 7,68. Sebagian
molekul air pecah menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksil (OH-). Proses itu
disebut diosiasi atau ionisasi. Kecendrungan kedua ion ini untuk bergabung
kembali ditentukan oleh peluang untuk saling bertubrukan, peluang itu bergantung
pada jumlah relatif ion dalam larutan. Adanya karbondioksida terlarut, dan
interaksi dengan udara dapat meningkatkan kandungan ion hidrogen di dalam air.
Konsentrasi ion hirogen dinyatakan dengan skala pH, yaitu pH = - log [H+],
44 
 

dengan kata lain pH sama dengan nilai mutlak konsentrasi ion hidrogen yang
dinyatakan dalam pangkat negatif 10 (Salisbury and Ross 1995).
Kadar air tanaman menggambarkan kebutuhan air pada tanaman.
Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher’s LSD dapat diketahui bahwa longkida
memiliki kadar air tertinggi sebesar 75,28 %. Hal ini dikarenakan nilai berat basah
pucuk (111,93 gr), berat basah akar (60,67 gr), berat basah total (172,60 gr) yang
sangat tinggi. Menurut Hidayat (2000), air merupakan bahan untuk fotosintesis,
tetapi hanya 0,1 % dari total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang
digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99 %, dan yang digunakan untuk
hidrasi 1 %, termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang
lebih baik.
Selama pertumbuhan, tanaman membutuhkan sejumlah air yang tepat.
Kekurangan dan kelebihan air mengakibatkan tanaman mengalami stress.
Longkida dan kayu putih memiliki persentase tumbuh yang baik (100%), hal ini
disebabkan daya osmotik dan tekanan turgor tanaman yang dapat bekerja baik.
Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila
sel-selnya dipenuhi air, karena kekurangan akan menjadi faktor pembatas bagi
petumbuhan tanaman. Potensial air adalah suatu pernyataan dari status energi
bebas air, suatu ukuran daya yang menyebabkan air bergerak ke dalam suatu
sistem, seperti jaringan tumbuhan (Tjondronegoro et al. 1989).
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Longkida (Nauclea orientalis ) dan kayu putih (Melaleuca leucadendron)


merupakan jenis tanaman yang paling tahan terhadap genangan, sedangkan
akasia (Acasia mangium) dapat digunakan pada areal yang tergenang tidak
lebih dari sebulan.
2. Dosis pupuk daun Gandasil-D sampai dosis 2 g/l tidak meningkatkan
parameter pertumbuhan tanaman yang digunakan.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis pohon kehutanan lainnya


terhadap kondisi tergenang.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai jenis dan dosis pupuk daun lain yang
digunakan untuk membantu pertumbuhan pohon pada kondisi tergenang.

 
DAFTAR PUSTAKA

Aderson JAR. 1976. Observation on The Ecology of Peat Sweam Forest in


Sumatera and Kalimantan. IPB: Bogor.
Adisubroto S, Priasukmana S. 1985. Nursery Establisment Practises of Acasia
mangium Willd. Agency for Forestry Research and Development. Journal of
Forestry Research and Development. Bogor
Anonim. 1980. Melaleuca Leucadendron. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.
Anonim. 1995. Pedoman Teknik Penyelenggaraan Pembuatan Hutan Tanaman
Industri. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan: Jakarta.
Barchia MF. 2006. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Gadjah
Mada University Press; Yogyakarta.
Cahyani VR. 1996. Pengaruh Inokulasi Mikorisa Vesikular-Arbuskular dan
Perimbangan Takaran Kapur Dengan Bahan Organik Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung Pada Tanah Ultisol Kentrong [Tesis].
Yogyakarta: Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.
Cordes. 1992. Hutan Jati di Jawa. terjemahan Yayasan Manggala Sylva Lestari.
Yayasan Manggala Sylva Lestari. Biro Jasa Konsultan Perencanaan Hutan.
Malang.
Daniel TW, John AH, Baker FS. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Davidson J. 1987. Acasia mangium, eucalyptus and Forestry. Forest Service and
Consultans: Australia.
[Dephut] Departemen Kehutanan, Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan
Kehutanan. Buku Pelajaran Silvikultur. Bogor: 1991.
Dewi WS. 1996. Pengaruh Macam Bahan Organik dan Lama Prainkubasinya
Terhadap Status P Tanah Andisol [tesis]. Yogyakarta: Pasca Sarjana ,
Universitas Gadjah Mada.
Dugan PJ. (editor).1990. Wetlands Conservation, A Review of Cureent Issues and
Required Action. IUCN-The World Conservation Union. Switzerland.
Dwijoseputro. 1996. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta; Gramedia.
Goldsworthy RP, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Harjadi SS. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.
Hidayat F. 2000. Peranan Air dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) [Disertasi]. Malang:
Program Pascasarjana, Widya Gama Malang.
Husaeni EA. 2004. Diktat Kuliah Hama Hutan Tanaman. Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor: Tidak Dipublikasikan.
47 
 

Lewenussa A. Pengaruh mikoriza dan Bio organik Terhadap Pertumbuhan Bibit


Cananga odorata (Lamk) Hook.fet & Thoms [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2009
Lutony TL, Yeyet R. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Asiri. PT. Penebar
Swadaya; Jakarta.
Mackinnon K. 1994. Ekologi Kalimantan. Prennathindo: Jakarta.
Mahfudz, M., Anis F., Yuliah, T. Herawan, Prrastyono, Henry S. 2004. Sekilas
Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan: Yogyakarta.
Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.
Seameo Biotrop South Asian Regional Centre for Tropical Biology: Bogor.
Marsono dan Sigit P. 2004. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid 1. Balai
Teknologi Perbenihan: Bogor.
Matatula AJ. 2003. Substitusi Media MS dengan Air Kelapa dan Gandasil-D pada
Kultur Jaringan Krisan (Chrrysanthemum morifolium Ramat) [Skripsi].
Manado: Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi.
National Research Council. 1983. Mangium and other Growing Acasias for The
Humid Tropics. National Research Council: Washington DC.
Nirarita NCH. 1996. Ekosistem Lahan Basah. Buku Panduan Untuk Guru dan
Praktisi Pendidikan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian: Bogor.
Patrick Jr WA, Reddy CN. 1987. Chemical change in rice soils. Di dalam IRRI.
Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 361-380.
Ponnamperuma FN. 1972. The chemistry changes in submerged soils. Di dalam
IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 421-441.
Rachmawati H, Djoko I, Christian PH. 2002. Informasi Singkat Benih. Indonesia
Forest Seed Project: Bandung.
Ramadani H. 2007. Formulasi inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan
Vermikompos dalam meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona
Grandis Linn.f.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Ramsar Convention on Wetlands, The. 2004. Key Documents of the Ramsar
Convention: Classification System for Wetlands Type.
http://www.ramsar.org/key_ris_types.htm
Rusdiana O. 1996. Praktek Pemupukan Pohon Hutan di Persemaian dan
Lapangan Tanaman. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB: Bogor.
48 
 

Sabiham S.1988. Studies on Peat in The Coastal Plains of Sumatera and Borneo. I
Physiography and Geomophology of The Coastal Plains. Southeast Asian
Studies, Kyoto Uni. 26(3):308-335.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga: Perkembangan
Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Lukman DR, Sumaryono,
penerjemah: Niksolihin, editor. Bandung: ITB Bandung, Terjemahan dari:
Plant Physiology.
Sanchez PA. 1976. Properties and management of soils in the tropic. Di dalam
IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 421-470.
Sitompul SM, Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Sumani DPA. 2010. Water Management. Soil Science Department Faculty of
Sebelas Maret University: Surakarta.
Sunanto H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu putih. Kanisius; Yogyakarta.
Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl
pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept
di Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177.
Sutarmi S. 1983. Botani Umum Jilid II. Angkasa: Bandung.
Suwardji S. 1987. Prospek Kayu Acasia mangium sebagai Bahan Bangunan
Konstruksi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Soekotjo W. 1977. Silvika. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB: Bogor.
Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa untuk
Pertanian. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres PERAGI. Jakarta
25- 27 Juni 1996.
Sumarna Y. 2002. Budi daya Jati. Penebar Swadaya: Jakarta.
Sutrisno T. 1989. Pemupukan Pengelolaan Tanah. CV. Amrico: Bandung.
Tini N, Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif.
PT. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Tirta IG. 2006. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun Terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum
A.Rich.), UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tabanan.
Tjondronegoro PD, Harran S, Lukman RD, Nurwahyuni I, Miftahudin. 1989.
Fisiologi Tumbuhan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
49 
 

Trubus. 2009. Minyak Atsiri. Trubus info kit Vol.07 hal: 96-97. PT. Trubus
Swadaya. Bogor.
Tuheteru F. 2002. Aplikasi Asam Humat Terhadap Sporulasi CMA dari Bawah
Tegakan Alami Sengon. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Wachjar A, Prayitno BS. 1988. Pengaruh Pemindahan Berbagai Stadia Kecambah
dan Konsentrasi Pupuk daun Gandasil D terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi
Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner) [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wasis B. 1994. Pengaruh Penggenangan dan Pupuk TSP Terhadap Sifat-Sifat
Kimia Pada Empat Jenis Tanah. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB: Bogor.
Wibisono HS. 2009. Pemanfaatan (Mhbs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
untuk meningkatkan Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina Arborea Roxb)
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

 
 
LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi data


A. Data tinggi

Jenis Tanaman (cm)


Pupuk Tinggi
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 31.0111 30.8000 1.6833 15.3500
2 28.5278 26.9333 2.1444 5.8111
3 48.0722 20.6278 0.6444 9.7000
P1 4 37.0722 20.3667 0.6722 12.0500
5 38.8833 21.0500 1.3611 4.5611
Total 183.5667 119.7778 6.5056 47.4722
Rata-rata 36.7133 23.9556 1.3011 9.4944
1 30.5611 27.1389 2.1167 9.0611
2 39.5111 21.0944 0.9444 5.7778
3 32.4889 30.7889 0.4833 3.2833
P2 4 44.3333 30.9722 1.4667 6.4667
5 43.1833 32.8444 1.1611 13.2944
Total 190.0778 142.8389 6.1722 37.8833
Rata-rata 38.0156 28.5678 1.2344 7.5767
1 24.0667 31.4111 1.7167 6.5889
2 35.3667 26.8667 3.3167 14.6333
3 31.0556 35.4778 1.0000 13.2278
P3 4 37.1944 37.2944 1.3167 8.5333
5 31.5667 38.3111 2.6389 7.8722
Total 159.2500 169.3611 9.9889 50.8556
Rata-rata 31.8500 33.8722 1.9978 10.1711
B. Data Diameter

Jenis Tanaman (mm)


Pupuk diameter
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 1.2444 2.8222 0.6333 0.6889
2 1.2000 3.0278 0.0889 0.8222
3 1.7333 3.1778 0.0167 0.3944
P1 4 1.4722 3.3444 0.6444 0.7111
5 1.9944 2.6389 0.8667 0.3722
Total 7.6444 15.0111 2.2500 2.9889
Rata-rata 1.5289 3.0022 0.4500 0.5978
1 1.0722 2.6278 0.3833 0.7278
P2 2 1.4167 3.6167 0.7778 1.3722
3 1.6278 2.4722 0.3056 1.2444
51 
 

4 2.0056 2.6389 0.3667 0.7722


5 1.7056 2.6667 0.1167 1.4889
Total 7.8278 14.0222 1.9500 5.6056
Rata-rata 1.5656 2.8044 0.3900 1.1211
1 1.3111 2.5611 0.6000 0.4778
2 1.4111 3.4556 0.0167 2.0167
3 1.1222 4.0889 0.3833 1.1611
P3 4 1.3722 2.5333 0.4500 1.1333
5 0.7500 3.2667 0.7778 0.7444
Total 5.9667 15.9056 2.2278 5.5333
Rata-rata 1.1933 3.1811 0.4456 1.1067
C. Data Berat Basah Akar

Jenis Tanaman (gram)


Pupuk BBA
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 17.0000 57.0000 45.0000 2.0000
2 21.0000 94.0000 21.0000 3.0000
3 41.0000 44.0000 4.0000 3.0000
P1 4 18.0000 55.0000 26.0000 2.0000
5 45.0000 63.0000 21.0000 4.0000
Total 142.0000 313.0000 117.0000 14.0000
Rata-rata 28.4000 62.6000 23.4000 2.8000
1 2.0000 41.0000 7.0000 2.0000
2 25.0000 58.0000 10.0000 2.0000
3 11.0000 79.0000 9.0000 1.2000
P2 4 18.0000 41.0000 41.0000 5.0000
5 20.0000 73.0000 8.0000 2.0000
Total 76.0000 292.0000 75.0000 12.2000
Rata-rata 15.2000 58.4000 15.0000 2.4400
1 12.0000 95.0000 15.0000 1.0000
2 42.0000 54.0000 2.0000 8.0000
3 2.0000 66.0000 21.0000 9.0000
P3 4 9.0000 29.0000 4.0000 1.0000
5 10.0000 61.0000 43.0000 2.0000
Total 75.0000 305.0000 85.0000 21.0000
Rata-rata 15.0000 61.0000 17.0000 4.2000

 
 
52 
 

D. Data Berat Basah Pucuk

Jenis Tanaman (gram)


Pupuk BBP
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 23.00 103.00 30.00 13.00
2 38.00 98.00 9.00 5.00
3 59.00 93.00 48.00 8.00
P1 4 39.00 110.00 31.00 6.00
5 42.00 120.00 57.00 15.00
Total 201.00 524.00 175.00 47.00
Rata-rata 40.20 104.80 35.00 9.40
1 25.00 77.00 8.00 10.00
2 45.00 73.00 6.00 13.00
3 27.00 110.00 14.00 5.00
P2 4 38.00 143.00 54.00 5.00
5 43.00 160.00 6.00 12.00
Total 178.00 563.00 88.00 45.00
Rata-rata 35.60 112.60 17.60 9.00
1 37.00 106.00 12.00 2.00
2 40.00 109.00 9.00 12.00
3 14.00 95.00 21.00 7.00
P3 4 19.00 120.00 4.00 7.00
5 29.00 162.00 59.00 18.00
Total 139.00 592.00 105.00 46.00
Rata-rata 27.80 118.40 21.00 9.20
E.Berat Basah Total

Jenis tanaman (gram)


pupuk BBT
KP Longkida Jati Akasia
1.00 40.000 160.000 75.000 15.000
2.00 59.000 192.000 30.000 8.000
3.00 100.000 137.000 52.000 11.000
P1
4.00 57.000 165.000 57.000 8.000
5.00 87.000 183.000 78.000 19.000
rata-rata 68.600 167.400 58.400 12.200
1.00 27.000 118.000 15.000 12.000
2.00 70.000 131.000 16.000 15.000
3.00 38.000 189.000 23.000 6.200
P2
4.00 56.000 184.000 95.000 10.000
5.00 63.000 233.000 14.000 14.000
rata-rata 50.800 171.000 32.600 11.440
1.00 49.000 201.000 27.000 3.000
P3
2.00 82.000 163.000 11.000 20.000

 
 
53 
 

3.00 16.000 161.000 42.000 16.000


4.00 28.000 149.000 8.000 8.000
5.00 39.000 223.000 102.000 20.000
rata-rata 42.800 179.400 38.000 13.400
F. Berat Kering Akar

Jenis Tanaman (gram)


Pupuk BKA
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 3.63 11.56 13.17 0.64
2 2.71 22.01 3.53 0.87
3 8.96 10.05 1.64 1.04
P1 4 3.66 12.79 7.55 0.73
5 14.08 12.99 6.17 1.37
Total 33.04 69.4 32.06 4.65
rata-rata 6.608 13.88 6.412 0.93
1 0.98 10.59 1.24 0.91
2 4.78 14.65 2.34 0.73
3 2.28 18.91 1.81 0.8
P2 4 3.86 13.39 12.33 2.08
5 3.7 15.61 1.72 0.78
Total 15.6 73.15 19.44 5.3
rata-rata 3.12 14.63 3.888 1.06
1 1.97 33.04 2.59 0.55
2 3.4 10.85 0.56 2.7
3 0.42 11.18 4.18 3.32
P3 4 1.17 13.85 0.87 0.53
5 4.56 13.04 10.17 1.04
Total 11.5200 81.9600 18.3700 8.1400
rata-rata 2.3040 16.3920 3.6740 1.6280
G. Berat Kering Pucuk

Jenis Tanaman (gram)


Pupuk BKP
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 7.8700 26.3500 12.0300 4.4400
2 10.2500 25.5800 4.0300 2.6600
3 15.7700 21.5300 2.2700 3.0100
P1 4 11.7100 25.3300 11.0600 4.1800
5 12.2100 31.6300 15.6100 5.3000
total 57.8100 130.4200 45.0000 19.5900
rata-rata 11.5620 26.0840 9.0000 3.9180
1 6.6900 20.2400 1.5900 4.8300
P2 2 12.4400 30.4300 3.6000 5.8800
3 7.1300 26.1400 10.2400 2.0100

 
 
54 
 

4 10.9900 32.0600 18.4400 2.1200


5 10.9000 33.8000 3.1800 4.9100
total 48.1500 142.6700 37.0500 19.7500
rata-rata 9.6300 28.5340 7.4100 3.9500
1 8.4900 20.1900 3.6900 0.9100
2 10.3800 30.4300 3.5100 7.2900
3 3.2100 24.7700 8.2800 3.3200
P3 4 4.7500 25.5100 2.2600 2.7600
5 7.1600 33.5800 20.1900 2.6200
total 33.9900 134.4800 37.9300 16.9000
rata-rata 6.7980 26.8960 7.5860 3.3800
H. Berat Kering Total

Jenis Tanaman (gram)


Pupuk
BKT Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 11.5000 37.9100 25.2000 5.0800
2 12.9600 47.5900 7.5600 3.5300
3 24.7300 31.5800 3.9100 4.0500
P1 4 15.3700 38.1200 18.6100 4.9100
5 26.2900 44.6200 21.7800 6.6700
total 90.8500 199.8200 77.0600 24.2400
rata-rata 18.1700 39.9640 15.4120 4.8480
1 7.6700 30.8300 2.8300 5.7400
2 17.2200 45.0800 5.9400 6.6100
3 9.4100 45.0500 12.0500 2.8100
P2 4 14.8500 45.4500 30.7700 4.2000
5 14.6000 49.4100 4.9000 5.6900
total 63.7500 215.8200 56.4900 25.0500
rata-rata 12.7500 43.1640 11.2980 5.0100
1 10.4600 53.2300 6.2800 1.4600
2 13.7800 41.2800 4.0700 9.9900
3 3.6300 35.9500 12.4600 6.6400
P3 4 5.9200 39.3600 3.1300 3.2900
5 11.7200 46.6200 30.3600 3.6600
total 45.5100 216.4400 56.3000 25.0400
rata-rata 9.1020 43.2880 11.2600 5.0080
I. Nisbah Pucuk Akar

Jenis Tanaman
Pupuk NPA
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 2.1680 2.2794 0.9134 6.9375
P1 2 3.7823 1.1622 1.1416 3.0575
3 1.7600 2.1423 1.3841 2.8942

 
 
55 
 

4 3.1995 1.9805 1.4649 5.7260


5 0.8672 2.4349 2.5300 3.8686
total 11.7770 9.9993 7.4341 22.4838
rata-rata 2.3554 1.9999 1.4868 4.4968
1 6.8265 1.9112 1.2823 5.3077
2 2.6025 2.0771 1.5385 8.0548
3 3.1272 1.3823 5.6575 2.5125
P2 4 2.8472 2.3943 1.4955 1.0192
5 2.9459 2.1653 1.8488 6.2949
total 18.3493 9.9303 11.8226 23.1891
rata-rata 3.6699 1.9861 2.3645 4.6378
1 4.3096 0.6111 1.4247 1.6545
2 3.0529 2.8046 6.2679 2.7000
3 7.6429 2.2156 1.9809 1.0000
P3 4 4.0598 1.8419 2.5977 5.2075
5 1.5702 2.5752 1.9853 2.5192
total 20.6354 10.0483 14.2564 13.0813
rata-rata 4.1271 2.0097 2.8513 2.6163
J. Kadar Air

Jenis Tanaman (%)


Pupuk KA
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 71.25 76.30625 66.4 66.1333
2 78.0338 75.2135 74.8 55.875
3 75.27 76.9489 92.4807 63.1818
P1 4 73.0350 76.8969 67.3508 38.625
5 69.7816 75.6174 72.0769 64.8947
total 367.3705 380.9831 373.1085 288.7098
rata-rata 73.4741 76.1966 74.6217 57.7419
1 71.5925 73.8728 81.1333 52.1666
2 75.4 65.5877 62.875 55.9333
3 75.2368 76.1640 47.6086 54.6774
P2 4 73.4821 75.2989 67.6105 58
5 76.8253 78.7939 65 59.3571
total 372.5369 369.7175 324.2275 280.1345
rata-rata 74.5073 73.9435 64.8455 56.0269
1 78.6530 73.5174 76.7407 51.3333
2 83.1951 74.6748 63 50.05
3 77.3125 77.6708 70.3333 58.5
P3 4 78.8571 73.5838 60.875 58.875
5 69.9487 79.0941 70.2352 81.7
total 387.9665 378.5411 341.1844 300.4583
rata-rata 77.5933 75.7082 68.2369 60.0917

 
 
56 
 

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil tabel anova dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD
A. Tinggi
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 56.9 14.2 0.7025 0.59444
jenis.tanaman 3 11596.3 3865.4 190.8294 < 2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 26.2 13.1 0.6478 0.52814
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 345.5 57.6 2.8429 0.01992
*
Residuals 44 891.3 20.3
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study:LSD t Test for Tinggi


Mean Square Error: 20.25603
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

Tinggi std.err replication LCL UCL


Akasia 9.080741 0.9873688 15 7.090830 11.070652
Jati 1.511111 0.2029536 15 1.102085 1.920137
Kayu putih 35.526296 1.6849124 15 32.130578 38.922014
Longkida 28.798519 1.5589757 15 25.656609 31.940428

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 3.312080


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Kayu putih 35.52630
b Longkida 28.79852
c Akasia 9.08074
d Jati 1.511111
trt means M N std.err
Akasia :1 Min. : 1.511 a :1 Min. :15 Min.
:0.2030
Jati :1 1st Qu.: 7.188 b :1 1st Qu.:15 1st
Qu.:0.7913
Kayu putih:1 Median :18.940 c :1 Median :15 Median
:1.2732
Longkida :1 Mean :18.729 d:1 Mean :15 Mean
:1.1086
3rd Qu.:30.480 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:1.5905
Max. :35.526 Max. :15 Max.
:1.6849
LCI UCI
Min. : 1.102 Min. : 1.920
1st Qu.: 5.594 1st Qu.: 8.783
Median :16.374 Median :21.506
Mean :16.495 Mean :20.963
3rd Qu.:27.275 3rd Qu.:33.686
Max. :32.131 Max. :38.922

 
 
57 
 

B. Diameter
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 0.708 0.1769 1.1934 0.3271
jenis.tanaman 3 55.379 18.4598 124.5299 <2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 0.089 0.0447 0.3013 0.7414
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 1.586 0.2643 1.7833 0.1247
Residuals 44 6.522 0.1482
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study: LSD t Test for Diameter

Mean Square Error: 0.1482355

jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

Diameter std.err replication LCL UCL


Akasia 0.9418519 0.11752627 15 0.7049932 1.1787105
Jati 0.4285185 0.07333066 15 0.2807303 0.5763068
Kayu putih 1.4292593 0.08861808 15 1.2506612 1.6078573
Longkida 2.9959259 0.12395058 15 2.7461199 3.2457319

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 0.2833347


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 2.995926
b Kayu putih 1.429259
c Akasia 0.9418519
d Jati 0.4285185

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. :0.4285 a :1 Min. :15 Min.
:0.07333
Jati :1 1st Qu.:0.8135 b :1 1st Qu.:15 1st
Qu.:0.08480
Kayu putih:1 Median :1.1856 c :1 Median :15 Median
:0.10307
Longkida :1 Mean :1.4489 d:1 Mean :15 Mean
:0.10086
3rd Qu.:1.8209 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:0.11913
Max. :2.9959 Max. :15 Max.
:0.12395
LCI UCI
Min. :0.2807 Min. :0.5763
1st Qu.:0.5989 1st Qu.:1.0281
Median :0.9778 Median :1.3933
Mean :1.2456 Mean :1.6522
3rd Qu.:1.6245 3rd Qu.:2.0173
Max. :2.7461 Max. :3.2457

 
 
58 
 

C. Berat Basah Akar

Df Sum Sq Mean Sq F value


Pr(>F)
ulangan 4 572.4 143.1 0.6818
0.6083
jenis.tanaman 3 27321.4 9107.1 43.3887 3.355e-
13 ***
Kosentrasi.pupuk 2 467.6 233.8 1.1139
0.3373
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 368.2 61.4 0.2924
0.9374
Residuals 44 9235.4 209.9
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Study: LSD t Test for BBA
Mean Square Error: 209.8966
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BBA std.err replication LCL UCL


Akasia 3.146667 0.6283665 15 1.880277 4.413056
Jati 18.466667 3.7756950 15 10.857253 26.076080
Kayu putih 19.533333 3.5211831 15 12.436855 26.629812
Longkida 60.666667 4.8615759 15 50.868804 70.464529

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 10.66170


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 60.66667
b Kayu putih 19.53333
b Jati 18.46667
c Akasia 3.146667

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. : 3.147 a :1 Min. :15 Min.
:0.6284
Jati :1 1st Qu.:14.637 b :2 1st Qu.:15 1st
Qu.:2.7980
Kayu putih:1 Median :19.000 c:1 Median :15 Median
:3.6484
Longkida :1 Mean :25.453 Mean :15 Mean
:3.1967
3rd Qu.:29.817 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:4.0472
Max. :60.667 Max. :15 Max.
:4.8616
LCI UCI
Min. : 1.880 Min. : 4.413
1st Qu.: 8.613 1st Qu.:20.660
Median :11.647 Median :26.353
Mean :19.011 Mean :31.896
3rd Qu.:22.045 3rd Qu.:37.588
Max. :50.869 Max. :70.465

 
 
59 
 

D. Berat Basah Pucuk


Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
ulangan 4 4336 1083.9 4.1032
0.006528 **
jenis.tanaman 3 94352 31450.7 119.0552 < 2.2e-
16 ***
Kosentrasi.pupuk 2 160 80.2 0.3034
0.739833
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 1549 258.2 0.9775
0.451822
Residuals 44 11623 264.2
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Study: LSD t Test for BBP
Mean Square Error: 264.1689
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BBP std.err replication LCL UCL


Akasia 9.20000 1.159639 15 6.862902 11.53710
Jati 24.53333 5.290483 15 13.871066 35.19560
Kayu putih 34.53333 2.999788 15 28.487657 40.57901
Longkida 111.93333 6.767898 15 98.293531 125.57314

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 11.96092


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 111.9333
b Kayu putih 34.53333
b Jati 24.53333
c Akasia 9.2

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. : 9.20 a :1 Min. :15 Min.
:1.160
Jati :1 1st Qu.: 20.70 b :2 1st Qu.:15 1st
Qu.:2.540
Kayu putih:1 Median : 29.53 c:1 Median :15 Median
:4.145
Longkida :1 Mean : 45.05 Mean :15 Mean
:4.054
3rd Qu.: 53.88 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:5.660
Max. :111.93 Max. :15 Max.
:6.768
LCI UCI
Min. : 6.863 Min. : 11.54
1st Qu.:12.119 1st Qu.: 29.28
Median :21.179 Median : 37.89
Mean :36.879 Mean : 53.22
3rd Qu.:45.939 3rd Qu.: 61.83
Max. :98.294 Max. :125.57

 
 
60 
 

E. Berat Basah Total

Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)


ulangan 4 5759 1440 2.2992 0.0738 .
jenis.tanaman 3 222488 74163 118.4441 <2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 1171 586 0.9352 0.4002
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 2814 469 0.7489 0.6135
Residuals 44 27550 626
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study: LSD t Test for BBT


Mean Square Error: 626.1402
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BBT std.err replication LCL UCL


Akasia 12.34667 1.346667 15 9.632638 15.06070
Jati 43.00000 8.205689 15 26.462520 59.53748
Kayu putih 54.06667 6.139231 15 41.693859 66.43947
Longkida 172.60000 8.411330 15 155.648078 189.55192

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 18.41448


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 172.6
b Kayu putih 54.06667
b Jati 43
c Akasia 12.34667

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. : 12.35 a :1 Min. :15 Min.
:1.347
Jati :1 1st Qu.: 35.34 b :2 1st Qu.:15 1st
Qu.:4.941
Kayu putih:1 Median : 48.53 c:1 Median :15 Median
:7.172
Longkida :1 Mean : 70.50 Mean :15 Mean
:6.026
3rd Qu.: 83.70 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:8.257
Max. :172.60 Max. :15 Max.
:8.411
LCI UCI
Min. : 9.633 Min. : 15.06
1st Qu.: 22.255 1st Qu.: 48.42
Median : 34.078 Median : 62.99
Mean : 58.359 Mean : 82.65
3rd Qu.: 70.182 3rd Qu.: 97.22
Max. :155.648 Max. :189.55

 
 
61 
 

F. Berat Kering Akar


Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
ulangan 4 23.80 5.95 0.3249
0.8598
jenis.tanaman 3 1634.65 544.88 29.7515 1.152e-
10 ***
Kosentrasi.pupuk 2 17.80 8.90 0.4859
0.6184
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 75.66 12.61 0.6885
0.6599
Residuals 44 805.84 18.31
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study: LSD t Test for BKA


Mean Square Error: 18.31451
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BKA std.err replication LCL UCL


Akasia 1.206000 0.2155233 15 0.7716414 1.640359
Jati 4.658000 1.0958207 15 2.4495185 6.866482
Kayu putih 4.010667 0.8905309 15 2.2159197 5.805414
Longkida 14.967333 1.5347218 15 11.8743048 18.060362

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 3.149353


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 14.96733
b Jati 4.658
bc Kayu putih 4.010667
c Akasia 1.206

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. : 1.206 a :1 Min. :15 Min.
:0.2155
Jati :1 1st Qu.: 3.309 b :1 1st Qu.:15 1st
Qu.:0.7218
Kayu putih:1 Median : 4.334 bc:1 Median :15 Median
:0.9932
Longkida :1 Mean : 6.210 c:1 Mean :15 Mean
:0.9341
3rd Qu.: 7.235 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:1.2055
Max. :14.967 Max. :15 Max.
:1.5347
LCI UCI
Min. : 0.7716 Min. : 1.640
1st Qu.: 1.8549 1st Qu.: 4.764
Median : 2.3327 Median : 6.336
Mean : 4.3278 Mean : 8.093
3rd Qu.: 4.8057 3rd Qu.: 9.665
Max. :11.8743 Max. :18.060

 
 
62 
 

G. Berat Kering Pucuk


Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 200.7 50.18 2.9310 0.03115 *
jenis.tanaman 3 4820.5 1606.83 93.8565 < 2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 24.8 12.42 0.7252 0.48991
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 56.8 9.46 0.5528 0.76514
Residuals 44 753.3 17.12
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study:LSD t Test for BKP


Mean Square Error: 17.12012
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BKP std.err replication LCL UCL


Akasia 3.749333 0.4395436 15 2.863491 4.635175
Jati 7.998667 1.6185831 15 4.736627 11.260707
Kayu putih 9.330000 0.8453244 15 7.626361 11.033639
Longkida 27.171333 1.1848676 15 24.783390 29.559277

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368
Least Significant Difference 3.044929
Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 27.17133
b Kayu putih 9.33
b Jati 7.998667
c Akasia 3.749333

trt means M N std.err


Akasia :1 Min. : 3.749 a :1 Min. :15 Min.
:0.4395
Jati :1 1st Qu.: 6.936 b :2 1st Qu.:15 1st
Qu.:0.7439
Kayu putih:1 Median : 8.664 c:1 Median :15 Median
:1.0151
Longkida :1 Mean :12.062 Mean :15 Mean
:1.0221
3rd Qu.:13.790 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:1.2933
Max. :27.171 Max. :15 Max.
:1.6186
LCI UCI
Min. : 2.863 Min. : 4.635
1st Qu.: 4.268 1st Qu.: 9.434
Median : 6.181 Median :11.147
Mean :10.002 Mean :14.122
3rd Qu.:11.916 3rd Qu.:15.835
Max. :24.783 Max. :29.559 `

 
 
63 
 

H. Berat Kering Total


Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 285.2 71.3 1.5583 0.2022
jenis.tanaman 3 12042.0 4014.0 87.7234 <2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 60.7 30.3 0.6628 0.5205
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 240.1 40.0 0.8744 0.5214
Residuals 44 2013.3 45.8
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study:LSD t Test for BKT


Mean Square Error: 45.75753
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

BKT std.err replication LCL UCL


Akasia 4.955333 0.5333174 15 3.880503 6.030164
Jati 12.656667 2.6071270 15 7.402347 17.910986
Kayu putih 13.340667 1.5917261 15 10.132754 16.548580
Longkida 42.138667 1.6620400 15 38.789045 45.488288

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368
Least Significant Difference 4.978
Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Longkida 42.13867
b Kayu putih 13.34067
b Jati 12.65667
c Akasia 4.955333
trt means M N std.err
Akasia :1 Min. : 4.955 a :1 Min. :15 Min.
:0.5333
Jati :1 1st Qu.:10.731 b :2 1st Qu.:15 1st
Qu.:1.3271
Kayu putih:1 Median :12.999 c:1 Median :15 Median
:1.6269
Longkida :1 Mean :18.273 Mean :15 Mean
:1.5986
3rd Qu.:20.540 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:1.8983
Max. :42.139 Max. :15 Max.
:2.6071
LCI UCI
Min. : 3.881 Min. : 6.03
1st Qu.: 6.522 1st Qu.:13.92
Median : 8.768 Median :17.23
Mean :15.051 Mean :21.49
3rd Qu.:17.297 3rd Qu.:24.81
Max. :38.789 Max. :45.49

 
 
64 
 

I. Nisbah Pucuk Akar


Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 2.057 0.5142 0.1791 0.94802
jenis.tanaman 3 37.851 12.6170 4.3945 0.00865
**
Kosentrasi.pupuk 2 3.372 1.6858 0.5872 0.56020
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 22.609 3.7682 1.3125 0.27179
Residuals 44 126.328 2.8711
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Study:LSD t Test for NPA


Mean Square Error: 2.871096
jenis.tanaman, means and individual ( 95 %) CI

NPA std.err replication LCL UCL


Akasia 3.916950 0.5690027 15 2.770201 5.063700
Jati 2.234203 0.4101510 15 1.407598 3.060808
Kayu putih 3.384120 0.4705700 15 2.435748 4.332491
Longkida 1.998526 0.1471422 15 1.701981 2.295072

alpha: 0.05 ; Df Error: 44


Critical Value of t: 2.015368

Least Significant Difference 1.246946


Means with the same letter are not significantly different.

Groups, Treatments and means


a Akasia 3.91695
ab Kayu putih 3.38412
bc Jati 2.234203
c Longkida 1.998526
trt means M N std.err
Akasia :1 Min. :1.999 a :1 Min. :15 Min.
:0.1471
Jati :1 1st Qu.:2.175 ab :1 1st Qu.:15 1st
Qu.:0.3444
Kayu putih:1 Median :2.809 bc:1 Median :15 Median
:0.4404
Longkida :1 Mean :2.883 c:1 Mean :15 Mean
:0.3992
3rd Qu.:3.517 3rd Qu.:15 3rd
Qu.:0.4952
Max. :3.917 Max. :15 Max.
:0.5690
LCI UCI
Min. :1.408 Min. :2.295
1st Qu.:1.628 1st Qu.:2.869
Median :2.069 Median :3.697
Mean :2.079 Mean :3.688
3rd Qu.:2.519 3rd Qu.:4.515
Max. :2.770 Max. :5.064

 
 
65 
 

J. Kadar Air
Two Way Analysis of Variance
Data source: Data 1 in anova all parameter.JNB
Balanced Design
Dependent Variable: KA
Normality Test: Failed (P < 0.050)
Equal Variance Test: Passed (P = 0.247)

Source of Variation DF SS MS F P
Kosentrasi pupuk 2 130.496 65.248 1.176 0.317
jenis tanaman 3 2987.973 995.991 17.957 <0.001
Kosentrasi pu x jenis tanaman 6 217.527 36.254 0.654 0.687
Residual 48 2662.344 55.466
Total 59 5998.341 101.667

The difference in the mean values among the different levels of Kosentrasi pupuk is not great
enough to exclude the possibility that the difference is just due to random sampling variability
after allowing for the effects of differences in jenis tanaman. There is not a statistically significant
difference (P = 0.317).
The difference in the mean values among the different levels of jenis tanaman is greater than
would be expected by chance after allowing for effects of differences in Kosentrasi pupuk. There
is a statistically significant difference (P = <0.001). To isolate which group(s) differ from the
others use a multiple comparison procedure.
The effect of different levels of Kosentrasi pupuk does not depend on what level of jenis tanaman
is present. There is not a statistically significant interaction between Kosentrasi pupuk and jenis
tanaman. (P = 0.687)

Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pupuk : 0.0737
Power of performed test with alpha = 0.0500: for jenis tanaman : 1.000
Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pu x jenis tanaman : 0.0500

Least square means for Kosentrasi pupuk :


Group Mean
0.000 70.509
1.000 67.331
2.000 70.408
Std Err of LS Mean = 1.665
Least square means for jenis tanaman :
Group Mean
1.000 75.192
2.000 75.283
3.000 69.235
4.000 57.954
Std Err of LS Mean = 1.923
Least square means for Kosentrasi pu x jenis tanaman :
Group Mean
0.000 x 1.000 73.474
0.000 x 2.000 76.197
0.000 x 3.000 74.622
0.000 x 4.000 57.742
1.000 x 1.000 74.507
1.000 x 2.000 73.944
1.000 x 3.000 64.846
1.000 x 4.000 56.027
2.000 x 1.000 77.593

 
 
66 
 

2.000 x 2.000 75.708


2.000 x 3.000 68.237
2.000 x 4.000 60.092
Std Err of LS Mean = 3.331

All Pairwise Multiple Comparison Procedures (Holm-Sidak method):


Overall significance level = 0.05

Comparisons for factor: jenis tanaman


Comparison Diff of Means t Unadjusted P Critical Level Significant?
2.000 vs. 4.000 17.329 6.372 <0.001 0.009 Yes
1.000 vs. 4.000 17.238 6.339 <0.001 0.010 Yes
3.000 vs. 4.000 11.281 4.148 <0.001 0.013 Yes
2.000 vs. 3.000 6.048 2.224 0.031 0.017 No
1.000 vs. 3.000 5.957 2.190 0.033 0.025 No
2.000 vs. 1.000 0.0912 0.0335 0.973 0.050 No

 
 

You might also like