Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan Pada Kondisi Tergenang Sri Handayani
Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan Pada Kondisi Tergenang Sri Handayani
SRI HANDAYANI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN
BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI
TERGENANG
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh,
SRI HANDAYANI
E44070001
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
SRI HANDAYANI. E44070001. The Influence of Leaves Fertilizer To Several
Forestry Trees In Waterlog. Under Supervision IRDIKA MANSUR.
SUMMARY
RINGKASAN
Indonesia memiliki lebih dari 38 juta Ha lahan basah, baik yang tergenang
secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Saat ini, lahan basah belum
termanfaatkan dengan baik, karena kurangnya informasi pemanfaatan secara tepat
dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan basah secara tepat dapat dilakukan dengan
menggunakan pohon-pohon yang tahan pada lahan basah dan memiliki nilai
ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan uji coba ketahanan beberapa
pohon kehutanan pada kondisi tergenang dengan pemberian pupuk daun Gandasil-
D. Jenis-jenis yang digunakan antara lain kayu putih (Melaleuca leucadendron),
longkida (Nauclea orientalis), akasia (Acacia mangium) dan jati (Tectona
grandis) sehingga pada akhir penelitian didapatkan jenis tanaman yang tahan
hidup pada lahan basah dan konsentrasi pupuk yang tepat untuk membantu
pertumbuhan tanaman dalam kondisi genangan ini.
Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB pada bulan Januari sampai bulan April 2011. Penelitian dilakukan
dengan membuat simulasi kondisi genangan menggunakan rangka bambu
berukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm dilapisi dengan terpal plastik. Bak diisi air
setinggi 25 cm. Selanjutnya bibit tanaman yang telah disiapkan dalam polibag
ukuran 20 x 20 yang diisi dengan campuran media pasir, tanah dan kompos
(1:2:1) dimasukkan ke dalam bak sehingga semua akar tanaman terendam air.
Bibit disusun di dalam bak secara acak.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa jenis kayu putih dan longkida
dapat bertahan pada kondisi tergenang, dilihat dari pertumbuhan tinggi, diameter,
berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan
nisbah pucuk akar menunjukkan pertumbuhan yang baik. Jenis akasia tidak dapat
bertahan lebih dari satu bulan perendaman, 56,7 % tanaman yang digunakan pada
penelitian mengalami kematian pada jenis akasia. Setelah dilakukan pengujian
secara statistik, dosis pupuk daun yang digunakan, yaitu 0 g/l (P1), 1 g/l (P2) dan
2 g/l (P3) tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter yang diamati.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk Daun
Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Sri Handayani
NIM. E44070001
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Mengetahui:
Ketua Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Sri Handayani
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang
berjudul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan
pada Kondisi Tergenang”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di
rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
dari Januari hingga April 2011.
Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21%
dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia.
Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa
pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di
dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di
pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan basah akibat
pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya keanekaragaman hayati
secara drastis (Nirarita et al. 1996), kondisinya yang begitu ekstrim membuat
pemanfaatan lahan ini tidak secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan
pengolahan yang tepat dengan menggunakan tanaman yang adaptif pada kondisi
lahan seperti ini. Metode Waterlogged merupakan metode simulasi kondisi tergenang
untuk menguji ketahanan beberapa pohon kehutanan. Pemberian pupuk daun
dimaksudkan untuk menstimulus dan memberikan tambahan hara bagi tanaman.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini
bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.
Sri Handayani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 3
1.3 Manfaat.......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami.................................................. 4
2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan...................................... 4
2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah........................................... 6
2.4 Pemupukan.................................................................................... 7
2.5 Akasia (Acacia mangium) ............................................................ 10
2.6 Jati (Tectona grandis) .................................................................. 12
2.7 Kayu putih (Melaleuca leucadendron) ........................................ 15
2.8 Longkida (Nauclea orientalis) ..................................................... 18
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 20
3.2 Bahan dan Alat.............................................................................. 20
3.3 Metode Penelitian.......................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.............................................................................................. 26
4.2 Pembahasan................................................................................... 37
No. Halaman
1. Pengaruh pemberian pupuk gandasil-D terhadap rata-rata komponen
pertumbuhan vegetative bibit kopi robusta pada umur 24 MSP
(minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988) ........................... 9
2. Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada
kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat)
( Matula 2003) ........................................................................................ 10
3. Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas,
pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar
tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur............................ 10
4. Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati.................................... 26
5. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap
pertumbuhan diameter.............................................................................. 27
6. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap
berat basah akar........................................................................................ 28
7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk…….. 28
8. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat
basah total................................................................................................. 29
9. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat
kering akar (BKA) ................................................................................... 29
10. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat
kering pucuk........................................................................................... 29
11. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap
berat kering total..................................................................................... 30
12. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah
pucuk akar.............................................................................................. 30
13. Hasil uji Fisher’s LSD pengaruh jenis terhadap
kadar air tanaman.................................................................................... 31
14. Luas daun pada masing-masing jenis tanaman....................................... 32
15. Jumlah dan kerapatan stomata tanaman.................................................. 32
16. Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan....................... 32
17. Hasil analisa regresi antara berat kering akar (BKA)
terhadap tinggi (T), diameter (D), berat basah pucuk (BBP),
berat basah akar (BBA), berat basah total (BBT), berat kering pucuk
(BKP), berat kering total (BKT) ............................................................. 33
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Interaksi jenis pupuk dan konsentrasi pupuk......................................... 27
2. Kenaikan pH air..................................................................................... 31
3. Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman........................................ 33
4. Regresi linear BKA terhadap diameter.................................................. 34
5. Regresi linear BKA terhadap berat basah akar...................................... 34
6. Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk................................... 35
7. Regresi linear BKA terhadap berat basah total...................................... 35
8. Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk.................................. 36
9. Regresi linear BKA terhadap berat kering total..................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Rekapitulasi data parameter tinggi, diameter, berat basah akar, berat
basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk,
berat kering total, kadar air, nisbah pucuk akar dan persentase hidup
bibit dalam 12 minggu......................................................................... 50
2. Sidik ragam dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD..................................... 56
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau
21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di
Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut,
hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat
ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan
daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan
basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya
keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996).
Rawa ialah suatu bagian daratan, yang sepanjang tahun biasanya jenuh air
atau tergenang air (Barchia 2006). Menurut Subagyo (1997), lahan rawa adalah
lahan yang menempati posisi peralihan di antara daratan dan sistem perairan.
Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu
jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Selanjutnya menurut Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang rawa yang dinamakan lahan rawa adalah
genangan secara alami yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase
yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun
biologis.
Genangan ini terjadi secara alamiah seperti pembentukan gambut, genesis
gambut di Indonesia dimulai dari periode holosen yang dimulai dengan
terbentuknya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan regresi karena
mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200 sampai 6800 tahun yang lalu
(Sabiham 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum holosen,
permukaan laut berada kira-kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang.
Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada
4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di
Sumatra dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glacial dimana pencairan
es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air
membentuk rawa-rawa (Barchia 2006). Akan tetapi ada juga genangan yang
terbentuk akibat ulah manusia seperti permasalahan penataan lahan bekas
2
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Informasi tentang pohon kehutanan yang adaptif terhadap lahan tergenang.
2. Mampu memberikan solusi mengenai pemanfaatan lahan rawa atau rawa
secara produktif.
3. Dapat membantu reklamasi lahan kritis akibat penataan lahan yang tidak tepat
yang berpotensi tergenang secara temporal maupun permanen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Pemupukan
Menurut Marsono dan Sigit (2004), berdasarkan cara pemberiannya, pupuk
digolongkan menjadi:
1. Pupuk akar, disebut seperti ini karena jenis pupuk ini lebih tepat sasaran
bila diberikan lewat akar atau tanah.
8
2. Pupuk daun, yaitu pupuk yang dapat diberikan melalui daun dengan cara
disemprotkan.
Pemberian pupuk lewat akar sebenarnya relatif aman jika dibandingkan
dengan pemberian lewat daun, tetapi efisiensinya relatif rendah. Sebaliknya,
pemberian pupuk daun lebih efisien diserap tanaman. Namun, pemberiannya
harus dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan
secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan merusak tanaman.
Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) dalam Halim (2003) menambahkan
bahwa kelebihan dari pupuk daun adalah penyerapan haranya lebih baik
dibandingkan dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Selain itu, keuntungan
lain dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya
tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk
akar yang yang mayoritasnya berisi hara makro.
Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk dalam
air dan meyemprotkan ke daun secara merata. Pupuk daun pada umumnya
merupakan pupuk majemuk karena hampir mengandung seluruh kebutuhan unsur
hara tanaman. Pupuk daun diberikan pada pagi hari setelah matahari terbit dan
hari cerah. Jika hari mendung maka penyerapan unsur hara tidak efektif dan
beresiko tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk daun lebih baik dibandingkan
dengan pupuk akar jika dilakukan di lahan-lahan dengan kondisi ekstrim. Pada
tanah-tanah yang ekstrim, fosfat akan diikat oleh Fe, Al, Mn pada tanah yang
asam, Ca pada tanah-tanah yang berkapur, sehingga tidak dapat diserap oleh akar
tanaman. Pada kondisi tanah yang ekstrim akar juga tidak dapat bekerja secara
optimal, sehingga pemberian unsur hara melalui daun akan lebih efektif. Namun
demikian, pemberian pupuk daun ini terbatas hanya sampai pohon yang
mempunyai ketinggian tertentu yang masih dapat dicapai oleh pekerja dan alat
semprotnya (Mansur 2010).
a. Pupuk gandasil-D
Menurut Soekotjo (1977), pemberian pupuk dengan jalan penyemprotan
pada daun-daun, banyak dilakukan untuk semak-semak dan pohon-pohon
biasa. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2000) menambahkan bahwa pupuk
daun adalah jenis pupuk yang diberikan kepada tanaman dengan jalan
9
Tabel 2 Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur
jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003)
Komposisi Media
Perlakuan
MS (%) Air kelapa (%) Gandasil-D (g/l)
A 100 - -
B 50 - -
C 50 - 1,7
D 50 - 3,4
E 50 50 -
F 50 50 1,7
G 50 50 3,4
PBBT BBA
Perlakuan PTT (cm) JD JT JA
(mg) (mg)
A 5,1 4,72 2,63 0,11 15,63 0,06
B 6,01 7,60 2,75 0,13 9,75 0,10
C 3,58 7,31 1,38 0,19 7,13 0,04
D 3,08 6,98 1,88 0,24 9,13 0,13
E 8,61 8,88 2,00 0,57 14,88 0,55
F 5,51 7,84 2,50 0,51 8,63 0,38
G 2,24 7,04 2,38 0,42 8,00 0,21
F Hit 5% 2,021 3,178 1,613 1,613 5,687 0,155
Keterangan: PTT = Pertambahan tinggi tanaman (cm), JD= Jumlah daun, JT= Jumlah tunas,
PBBT= Pertambahan berat basah tunas (mg), JA= Jumlah akar, BBA= Berat basah akar (mg)
2.5.4 Pemanfaatan
Penanaman di Asia terutama untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lain
meliputi kayu bakar, kayu konstruksi, mebel, kayu tiang, pengendali erosi,
12
berwarna hijau kemerahan. Buah yang jatuh akan menghasilkan sistem regenerasi
alami (Sumarna 2002).
kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5),
dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati
sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan
yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan
baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara (Sumarna 2011).
Sifat fisik kayu ditentukan oleh bentuk anatomi maupun susunan kimia dari
kayunya, misalnya berat jenis atau kepadatan, kekerasan, daya lenting/pir,
kelenturan dan kestabilan. Panas yang luar biasa, dapat membentuk kayu yang
lebih tebal. Oleh karena itu, di daerah beriklim panas akan didapati lebih banyak
jenis pohon berkayu sangat padat daripada pohon yang ada di daerah dingin,
sebab pada waktu sore hari, sinar matahari memaksa jaringan kayu menjadi lebih
bersatu (Corsdes 1992).
2.6.3 Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman jati yaitu ulat jati (Hyblaea puera
atau Pyrausta machaeralis). Jenis ini memakan daun hingga yang tersisa hanya
tulang daunnya baik pada saat muda maupun dewasa. Selain itu tegakan jati yang
masih muda (umur 1-3 tahun) sering diserang oleh penggerek cabang merah yang
disebut Zeuzera coffeae (Husaeni 2004).
Serangan hama dan penyakit yang sering dijumpai adalah penggerek batang
dan penggerek daun. Hama yang sering menggerek batang jati adalah jenis
Neoctermes tectonae, Hyblaea puera, Cassus cadanbae, endoclita chalybeate,
Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan Anoplocnemis taistator
(Sumarna 2003 dalam Mahfudz et al. 2004).
2.6.4 Pemanfaatan
Menurut Tini dan Amri (2002), penggunaan kayu jati lebih banyak
diarahkan untuk pembuatan mebel dan bahan baku pembuatan kerajinan.
Sebagian digunakan untuk keperluan bahan bangunan dan industri. Hal ini terkait
dengan arah serat kayu yang tergolong lurus, sehingga mudah dikerjakan serta
dekoratif warna kayu yang bagus. Kayu jati termasuk kelas awet I dan II, agak
keras, baik sekali untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, jembatan, rel
kereta api dan alat-alat rumah tangga dan sebagainya (Departemen Kehutanan
1991).
16
Tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati
dapat digunakan sebagai obat bronchitis, biliousness, dan obat untuk melancarkan
serta membersihkan kencing manis. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan
sebagai bahan obat diuretic. Ekstrak daunnya dapat digunakan sebagai bahan
pewarna kain. Limbah produksinya berupa cabang dan serbuk gergaji, dapat
diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi (Sumarna 2002).
percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda
sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning.
Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong.
Pohon kayu putih memiliki beberapa varietas. Ada yang kayunya berwarna
merah dan ada yang kayunya berwarna putih. Rumphius membedakan kayu putih
dalam varietas daun besar (gelam) dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun
kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih, gelam memiliki
kandungan cineol yang rendah (Trubus 2009). Daunnya, melalui proses
penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih,
yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan (Sunanto 2003)
2.7.3 Pemanfaatan
Kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) merupakan
pohon anggota Myrtaceae yang dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih
18
(cajuputi oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari
daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya yang memang
putih. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk
hutan usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih yang
ditanam untuk memproduksi minyak kayu putih. Minyak kayu putih yang diambil
dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak
pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah
tangga lain (Sunanto 2003).
daun selama musim kemarau. Permukaan kulit batang berwarna abu-abu, halus,
pecah-pecah dan bersisik. Buahnya berwarna cokelat kemerahan. Permukaan
bagian atas berwarna hijau mengkilat, sisi bawah berwarna kekuning-kuningan.
Seperti sebagian besar anggota keluarga Rubiaceae, Nauclea orientalis, memiliki
interpetiolar stipules tegak dengan ukuran yang panjang, sekitar 1-3,5 cm.
2.8.3 Penyebaran
Pohon ini biasanya tumbuh di dekat badan air, pada tanah aluvial. Pada
daerah yang sering terjadi banjir jenis ini dapat tumbuh dengan baik. Longkida
merupakan jenis pohon pionir, tumbuh pada hutan yang mengalami suksesi
ekologi. Di Australia longkida tumbuh bersama dengan Myrtles madu di rawa-
rawa, pohon ini biasanya ditemukan tumbuh di hutan-hutan sekunder, tumbuh
pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Penyebarannya meluas dari
Australia utara tropis dan New Guinea ke Asia Tenggara; dari Filipina ke
Myanmar dan Thailand (wilayah biogeografi Malesia).
2.8.4 Kegunaan
Pohon longkida dibudidayakan karena kayunya dapat digunakan untuk
membuat pajangan, interior bangunan seperti kusen dan lantai. Kayunya mudah
untuk dipotong (cheesewood) tetapi tidak tahan terhadap paparan cuaca yang
lama. Kayu ini juga dapat digunakan sebagai bahan ukiran kayu, produksi kertas,
pembangunan rumah, dan untuk membuat kano.
Buah longkida dimakan oleh penduduk asli Australia, rubah terbang, dan
burung, meskipun sangat pahit. Di Malaysia, buah longkida dimanfaatkan sebagai
sumber makanan bekantan (Nasalis larvatus), bersama dengan anggota lain dari
Rubiaceae.
BAB III
METODOLOGI
diisi air hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah polibag, sehingga semua
bibit terendam dan berada dalam kondisi jenuh.
Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk daun Gandasil-D. Perlakuan yang
digunakan pada penelitian ini adalah kontrol (tanpa pupuk), 1.0 g/l dan 2.0 g/l air.
Pupuk disemprotkan pada permukaan daun bagian atas 10 hari sekali setiap pagi
hari. Untuk menghindari pengaruh suatu perlakuan terhadap perlakuan lainnya,
maka digunakan kertas sebagai pembatas pada saat penyemprotan agar pupuk
tidak terkena bibit dengan perlakuan lainnya.
Parameter yang diukur adalah tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat
basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering
total, nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, pH air dan
persentase tumbuh.
Pertumbuhan tinggi
Diameter Batang
Berat basah diukur pada akhir pengamatan dengan cara memanen bagian
tanaman. Berat basah akar diperoleh dengan menimbang bagian akar tanaman,
sedangkan berat basah pucuk terdiri dari bagian batang dan daun kemudian
ditimbang.
22
Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah akar dengan
berat basah pucuk.
Berat kering diukur setelah bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada
suhu 80o C selama 2 hari (48 jam) sampai mendapatkan berat yang konstan.
Bagian masing-masing tanaman diukur dengan menggunakan timbangan digital.
Kadar Air
Jumlah Stomata
pH air
1. pengukuran pH dilakukan setiap 2 minggu sekali, pada saat sebelum
dilakukan penambahan kekurangan air ke dalam bak. Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus (7-14). Pengukuran
dilakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam air kolam
selama setengah menit, kemudian diangkat, didiamkan sebentar, kemudian
dicocokan warna yag tercipta dengan kertas lakmus yang tersedia.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran
dilakukan dengan pengambilan sampel air secara komposit di setiap sudut
pada kolam, dengan kedalaman yang sama. Setelah itu, air dicampur dengan
cara diaduk, campuran ini jangan sampai mengenai organ tubuh karena
dapat mempengaruhi pH, kemudian memasukkan pH meter ke dalam
sampel. Secara otomatis nilai pH akan terbaca pada layarnya. Pengunaan pH
meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan 2 buffer
berupa pH 4,01 dan 7,00.
4.1 Hasil
4.1.1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Dari Tabel 4 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata
terhadap semua parameter yaitu tinggi, diameter, berat basah akar (BBA), berat
basah pucuk (BBP), berat basah total (BBT), berat kering akar (BKA), berat
kering pucuk (BKP), berat kering akar (BBA), nisbah pucuk akar, dan (NPA) dan
kadar air (KA). Sebaliknya faktor pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap semua parameter. Sedangkan interaksi antara pupuk dan jenis
berpengaruh nyata hanya pada parameter tinggi.
Pertumbuhan Tinggi
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa faktor jenis dan interaksi antara kedua
faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi. Berikut ditampilkan interaksi antara
jenis tanaman dan konsentrasi pupuk.
27
40
Gam
mbar 1 mennunjukkan bahwa maasing-masinng jenis tannaman mem
miliki
respon yaang berbedda pada pennggunaan konsentrasi
k pupuk daaun. Kayu putih
tumbuh teerbaik pada konsentrasii pupuk P2 sebesar 38,001 cm, sedaangkan long
gkida,
jati dan akkasia tumbuuh terbaik pada
p konseentrasi pupuuk P3 masinng-masing 33,87
3
cm 1,99 cm
m dan 10,177 cm.
Pertumbu
uhan Diam
meter
Berddasarkan hasil
h sidik ragam (T
Tabel 4) dapat
d dilihhat faktor jenis
berpengarruh nyata terhadap peertumbuhan diameter tanaman,
t sedangkan faktor
f
pupuk daan interaksii pupuk dengan
d jeniis tanamann tidak berrpengaruh nyata
terhadap pertumbuha
p n diameter tanaman.
Berddasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 5) dapat
d diketaahui bahwa jenis
tanaman teerbaik yangg memiliki nilai
n diametter tertinggii adalah jenis longkida yaitu
sebesar 2,99 cm.
Tabel 5 Hasil uji Fishher's LSD peengaruh jen
nis terhadapp pertumbuhhan diameteer
Jenis Tan
naman Rata-rata peertumbuhan diameter (cm
m)
Kayu putihh 1,4
43b
Longkida 2,9
99a
Jati 0,4
43d
Akasia 0,9
94c
Keterangan:: Huruf beda dibelakang
d anggka menunjuk
kan pengaruh nyata menuruut uji F pada taaraf
5%
28
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%
Tabel 8 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total
Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan berat
kering akar. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor
jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total.
Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD diketahui berat kering tertinggi pada
jenis tanaman longkida sebesar 42,14 gram.
Tabel 11 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering
total
Jenis Tanaman Berat kering total (gram)
Kayu putih 13,34b
Longkida 42,14a
Jati 12,66b
Akasia 4,95c
Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf
5%
9
8
7
6
pH air
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mingggu ke‐
Ket: : Peengukuran pH
H menggunakaan lakmus :Pengukurann pH menggunnakan pH metter
Gam
mbar 2 Kenaaikan pH airr
Luas Dau
un
Dauun secara umum
u dipanndang sebaagai organ produsen ffotosintat utama,
u
maka, penngamatan daun sangat diperlukan
n selain sebaagai indikattor pertumb
buhan
juga sebaggai data pennunjang unttuk menjelaaskan prosees pertumbuuhan yang teerjadi
pada pem
mbentukkan biomassa tanaman.
t Tabel
T 14 menunjukan
m luas daun pada
masing-m
masing jenis tanaman yaang digunak
kan.
32
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jenis longkida memiliki permukaan daun
yang paling luas sebesar 1.760 cm2, sedangkan kayu putih memiliki luas
permukaan daun terkecil sebesar 70 cm2.
Persentase tumbuh
Persentase hidup merupakan indikator untuk mengetahui tingkat
ketahanan tanaman terhadap kondisi tergenang.
Tabel 16 Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan
Kayu
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 100
putih
Longkida 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 100
Jati 15 13,6 9,3 9.3 9 7.3 7.3 6.3 6.3 6.3 6.3 6.3 42.2
Dari Tabel 16 terlihat bahwa kayu putih dan longkida dapat tumbuh secara
baik dari semua bibit yang diamati, sedangkan pada jati dan akasia terjadi
penurunan persen tumbuh pada bibit yang diamati.
Parameter Persamaan
Tinggi BKA = 3.110 + (0.115 * Tinggi), R2 = 14%
Diameter BKA = 0.151 + (2.845 * Diameter), R2 = 45,6%
Berat Basah Akar BKA = 0.00741 + (0.244 * BBA), R2 = 88,2%
Berat Basah Pucuk BKA = 0.783 + (0.120 * BBP), R2 = 63,6%
Berat Basah Total BKA = 0.0365 + (0.0876 * BBt), R2 = 77,9%
Berat Kering Pucuk BKA = -0.203 + (0.532 * BKP), R2 = 64,7%
Berat Kering Total BKA = -0.868 + (0.387 * BKT), R2 = 85,9%
35
Tinggi vs BKA
30 Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
0 10 20 30 40 50 60 70
Tinggi
Diameter vs BKA
30 Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
0 1 2 3 4 5 6 7
diameter
30 BBA vs BKA
Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
0 20 40 60 80 100
BBP vs BKA
30
Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
BBt vs BKA
30 Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
BKP vs BKA
30 Plot 1 Regr
25
20
BKA
15
10
0 10 20 30 40
25
20
BKA
15
10
-5
0 10 20 30 40 50 60
4.2 Pembahasan
Luasnya lahan basah di Indonesia baik yang tergenang secara alami maupun
yang terbentuk akibat aktivitas manusia, menjadikan hasil penelitian ini sangat
penting, karena semakin banyak informasi, tentang penggunaan pohon yang tepat
pada pemanfaatan lahan basah. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kayu putih, longkida, jati dan akasia dengan perlakuan tergenang dan pemberian
pupuk daun. Masing-masing tanaman yang digunakan memiliki karakteristik
tumbuh yang berbeda-beda.
Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas
kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau,
di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah. Jenis
tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh
baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi
maupun asam dan toleran di tempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran
(Sunanto 2003).
Longkida tumbuh di sekitar badan sungai dan disekitar rawa. Jati tumbuh
baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur.
Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang nyata (3-5 bulan), tipe
iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah hujan 1200-2500 mm
per tahun, dengan ketinggian 0-700 m dpl (Departemen Kehutanan 1991).
Akasia tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada
lahan miskin dan tidak subur. Akasia dapat tumbuh baik pada lahan yang
mengalami erosi, berbatu dan tanah aluvial serta tanah yang memiliki pH rendah
(4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 m dpl, dengan curah hujan
bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat
tumbuh dan berdaun lebar, jenis akasia sangat membutuhkan sinar matahari,
38
hasil pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman tanpa pupuk daun (P1). Hal
yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Prayitno (1988) yang
menunjukkan pemberian pupuk daun tidak berpengaruh terhadap semua peubah
yang diamati. Hal ini mungkin disebabkan oleh media tumbuh yang digunakan
untuk pembibitan sudah baik dan subur, sehingga pengaruh pemberian pupuk
daun tidak terlihat. Menurut Haarer (1962) dalam Wachjar dan Prayitno (1988)
perlakuan pupuk daun kurang memberikan pengaruh pada tanah-tanah yang
subur. Hal yang sama juga diperoleh pada percobaan Wachjar dan Edi (I985)
dalam Wachjar dan Prayitno (1988) yang menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
daun Gandasil D 3 g/1 tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diameter
batang, jumlah pasangan daun, luas daun terbesar, bobot kering tajuk dan akar
serta nisbah bobot kering tajuk akar. Bahkan pemberian pupuk daun Gandasil D 3
g/1 cenderung menghambat pertumbuhan semua peubah yang diamati kecuali
tinggi tanaman walaupun pengaruhnya tidak berbeda.
Kondisi air yang tergenang menyebabkan ruang pori secara keseluruhan
terisi air sehingga menghambat aliran udara ke dalam tanah (aerasi) sehingga
mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman. Secara langsung yang
mempengaruhi penurunan pertumbuhan bukan potensial air, tetapi potensial
osmotik atau tekanan turgor. Tekanan turgor sel tanaman akan mempengaruhi
aktivitas fisiologis antara lain pengembangan daun, bukaan stomata, fotosintesis,
dan pertumbuhan akar. Membuka dan menutupnya stomata dipengaruhi oleh
ketersediaan air dan kandungan ion kalium pada sel penjaga, karena melalui
stomata ini akan terjadi penyerapan C02 dan oksigen ke dalam tanaman,
terganggunya proses stomata akan mengganggu proses fotosintesis dan respirasi
tumbuhan (Sumani 2010).
Faktor jenis tanaman dan interaksi kedua jenis tanaman dengan pupuk
memberikan pengaruh nyata, hal ini menyatakan bahwa jenis tanaman
memberikan respon yang berbeda-beda terhadap penggunaan konsentrasi pupuk.
Hampir seluruh jenis dapat tumbuh dengan tinggi terbaik dengan penggunaan
konsentrasi P3, kecuali kayu putih tumbuh dengan baik pada penggunaan pupuk
dengan konsentrasi P2, hal ini diduga pengaruh cahaya matahari yang mengenai
bagian daun dan pucuk kayu putih.
40
dengan kata lain pH sama dengan nilai mutlak konsentrasi ion hidrogen yang
dinyatakan dalam pangkat negatif 10 (Salisbury and Ross 1995).
Kadar air tanaman menggambarkan kebutuhan air pada tanaman.
Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher’s LSD dapat diketahui bahwa longkida
memiliki kadar air tertinggi sebesar 75,28 %. Hal ini dikarenakan nilai berat basah
pucuk (111,93 gr), berat basah akar (60,67 gr), berat basah total (172,60 gr) yang
sangat tinggi. Menurut Hidayat (2000), air merupakan bahan untuk fotosintesis,
tetapi hanya 0,1 % dari total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang
digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99 %, dan yang digunakan untuk
hidrasi 1 %, termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang
lebih baik.
Selama pertumbuhan, tanaman membutuhkan sejumlah air yang tepat.
Kekurangan dan kelebihan air mengakibatkan tanaman mengalami stress.
Longkida dan kayu putih memiliki persentase tumbuh yang baik (100%), hal ini
disebabkan daya osmotik dan tekanan turgor tanaman yang dapat bekerja baik.
Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila
sel-selnya dipenuhi air, karena kekurangan akan menjadi faktor pembatas bagi
petumbuhan tanaman. Potensial air adalah suatu pernyataan dari status energi
bebas air, suatu ukuran daya yang menyebabkan air bergerak ke dalam suatu
sistem, seperti jaringan tumbuhan (Tjondronegoro et al. 1989).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sabiham S.1988. Studies on Peat in The Coastal Plains of Sumatera and Borneo. I
Physiography and Geomophology of The Coastal Plains. Southeast Asian
Studies, Kyoto Uni. 26(3):308-335.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga: Perkembangan
Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Lukman DR, Sumaryono,
penerjemah: Niksolihin, editor. Bandung: ITB Bandung, Terjemahan dari:
Plant Physiology.
Sanchez PA. 1976. Properties and management of soils in the tropic. Di dalam
IRRI. Soil and Rice. Philippines: Los Banos; hlm 421-470.
Sitompul SM, Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Sumani DPA. 2010. Water Management. Soil Science Department Faculty of
Sebelas Maret University: Surakarta.
Sunanto H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu putih. Kanisius; Yogyakarta.
Suntoro, 2001. Pengaruh Residu Penggunaan Bahan Organik, Dolomit dan KCl
pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L.) pada Oxic Dystrudept
di Jumapolo, Karanganyar, Habitat, 12(3) 170-177.
Sutarmi S. 1983. Botani Umum Jilid II. Angkasa: Bandung.
Suwardji S. 1987. Prospek Kayu Acasia mangium sebagai Bahan Bangunan
Konstruksi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Soekotjo W. 1977. Silvika. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB: Bogor.
Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa untuk
Pertanian. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres PERAGI. Jakarta
25- 27 Juni 1996.
Sumarna Y. 2002. Budi daya Jati. Penebar Swadaya: Jakarta.
Sutrisno T. 1989. Pemupukan Pengelolaan Tanah. CV. Amrico: Bandung.
Tini N, Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Investasi Prospektif.
PT. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Tirta IG. 2006. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun Terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum
A.Rich.), UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tabanan.
Tjondronegoro PD, Harran S, Lukman RD, Nurwahyuni I, Miftahudin. 1989.
Fisiologi Tumbuhan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
49
Trubus. 2009. Minyak Atsiri. Trubus info kit Vol.07 hal: 96-97. PT. Trubus
Swadaya. Bogor.
Tuheteru F. 2002. Aplikasi Asam Humat Terhadap Sporulasi CMA dari Bawah
Tegakan Alami Sengon. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Wachjar A, Prayitno BS. 1988. Pengaruh Pemindahan Berbagai Stadia Kecambah
dan Konsentrasi Pupuk daun Gandasil D terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi
Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner) [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wasis B. 1994. Pengaruh Penggenangan dan Pupuk TSP Terhadap Sifat-Sifat
Kimia Pada Empat Jenis Tanah. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB: Bogor.
Wibisono HS. 2009. Pemanfaatan (Mhbs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
untuk meningkatkan Pertumbuhan Semai Gmelina (Gmelina Arborea Roxb)
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
52
53
54
Jenis Tanaman
Pupuk NPA
Kayu putih Longkida Jati Akasia
1 2.1680 2.2794 0.9134 6.9375
P1 2 3.7823 1.1622 1.1416 3.0575
3 1.7600 2.1423 1.3841 2.8942
55
56
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil tabel anova dan hasil uji lanjut Fisher’s LSD
A. Tinggi
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 56.9 14.2 0.7025 0.59444
jenis.tanaman 3 11596.3 3865.4 190.8294 < 2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 26.2 13.1 0.6478 0.52814
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 345.5 57.6 2.8429 0.01992
*
Residuals 44 891.3 20.3
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
57
B. Diameter
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
ulangan 4 0.708 0.1769 1.1934 0.3271
jenis.tanaman 3 55.379 18.4598 124.5299 <2e-16
***
Kosentrasi.pupuk 2 0.089 0.0447 0.3013 0.7414
jenis.tanaman:Kosentrasi.pupuk 6 1.586 0.2643 1.7833 0.1247
Residuals 44 6.522 0.1482
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
58
59
60
61
62
63
64
65
J. Kadar Air
Two Way Analysis of Variance
Data source: Data 1 in anova all parameter.JNB
Balanced Design
Dependent Variable: KA
Normality Test: Failed (P < 0.050)
Equal Variance Test: Passed (P = 0.247)
Source of Variation DF SS MS F P
Kosentrasi pupuk 2 130.496 65.248 1.176 0.317
jenis tanaman 3 2987.973 995.991 17.957 <0.001
Kosentrasi pu x jenis tanaman 6 217.527 36.254 0.654 0.687
Residual 48 2662.344 55.466
Total 59 5998.341 101.667
The difference in the mean values among the different levels of Kosentrasi pupuk is not great
enough to exclude the possibility that the difference is just due to random sampling variability
after allowing for the effects of differences in jenis tanaman. There is not a statistically significant
difference (P = 0.317).
The difference in the mean values among the different levels of jenis tanaman is greater than
would be expected by chance after allowing for effects of differences in Kosentrasi pupuk. There
is a statistically significant difference (P = <0.001). To isolate which group(s) differ from the
others use a multiple comparison procedure.
The effect of different levels of Kosentrasi pupuk does not depend on what level of jenis tanaman
is present. There is not a statistically significant interaction between Kosentrasi pupuk and jenis
tanaman. (P = 0.687)
Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pupuk : 0.0737
Power of performed test with alpha = 0.0500: for jenis tanaman : 1.000
Power of performed test with alpha = 0.0500: for Kosentrasi pu x jenis tanaman : 0.0500
66