Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198

pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020


Jurnal Hukum Islam

KHUNTSA DAN PENETAPAN STATUSNYA


DALAM PANDANGAN FIQH KONTEMPORER

Ilham Ghoffar Solekhan


UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ilham.solekhan@gmail.com

Maulidi Dhuha Yaum Mubarok


UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, maulidi159@gmail.com

Diterima: 2 Juli 2020 Direvisi : 18 Agustus 2020 Diterbitkan: 28 Desember 2020

©2020 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions
of the Creative Commons Attribution (CC-BY-SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
DOI : 10.30983/alhurriyah.v5i2.3324

Abstract
Khuntsa is a condition when an individual has two sexes and cannot be identified whether he is a woman and
a man. Khuntsa can be divided into two types, 1) Khuntsa Musykil, which is a double genital difficulity
condition where the assignment of sex, 2) Khuntsa Ghairu Musykil, a condition of multiple genitalia that can
still be easily identified by its genitals. The new Jurisprudence still uses the old notion of khuntsa. Even so,
khuntsa in the modern world is considered a possible sexual anomaly and can occur in some people. This
study uses the literature research method or by using a theological normative approach that explains the main
issues in the view of Islamic and positive law, and the divine side. Khuntsa also gave rise to psychological
theories which show that this condition can trigger psychological problems which can affect physical and
behavioral. The world of modern medicine categorizes khuntsa as genital anomalies that can be identified and
can be treated. The recommended treatment is the same procedure as for sex changes. Although contrary to
classical fiqh, in contemporary fiqh it can occur with consideration. One of the considerations given is the fiqh
rule which is ‫ انضسز ٌزال‬which is also a strong proposition to prove the importance of establishing status for
khuntsa.
Keywords: Khuntsa, Sex Transformation, Status Assignment.

Abstrak
Khuntsa adalah suatu keadaan ketika seorang individu memiliki dua kelamin dan tidak dapat
diidentifikasikan apakah dia perempuan dan laki-laki. Khuntsa dibedakan menjadi dua macam, 1)
Khuntsa Musykil, yaitu suatu keadaan kelamin ganda yang penentuan kelaminnya sangat sulit, 2)
Khuntsa Ghairu Musykil, yaitu keadaan kelamin ganda yang masih dapat dengan mudah
diidentifikasikan kelaminnya. Fiqh baru masih menggunakan pengertian lama mengenai khuntsa.
Meskipun demikian, khuntsa di dunia modern dianggap sebagai anomali kelamin yang memungkinkan
dan dapat terjadi pada beberapa orang. Tulisan ini menggunakan metode penelitian pustaka atau literature
review dengan menggunakan pendekatan normatif teologis yang menjelaskan pokok persoalan dalam
pandangan hukum Islam dan hukum positif, dan sisi ketuhanan. Keadaan khuntsa juga memunculkan
teori psikologi yang menunjukkan bahwa keadaan ini dapat menjadi pemicu masalah psikologis bagi
individu khuntsa tersebut yang dapat berpengaruh terhadap fisik dan perilaku. Dunia kedokteran modern
mengategorikan khuntsa sebagai anomali kelamin yang dapat diidentifikasikan, dan dapat ditangani.
Penanganan yang disarankan adalah prosedur yang sama seperti pada pergantian kelamin. Meskipun
bertentangan dengan fiqh klasik, namun dalam fiqh kontemporer hal tersebut dapat terjadi dengan
pertimbangan. Salah satu pertimbangan yang diberikan adalah kaidah fiqh yaitu ‫ انضسز ٌزال‬yang juga
merupakan dalil yang kuat untuk membuktikan pentingnya penetapan status bagi khuntsa.
Kata Kunci: Khuntsa, Perubahan Kelamin, Penetapan Status.

Ilham, Maulidi 114 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

PENDAHULUAN permasalahan sosial, yaitu penerimaan


Masalah-masalah terkait dengan khuntsa masyarakat akan ketidakjelasan statusnya ini,
dewasa ini semakin banyak dibahas dan begitu begitu pula dalam permasalahan lain seperti
kompleks. Salah satu dari sekian banyak hukum.
permasalahan khuntsa yang diangkat adalah Penanganan atas kasus kelamin ganda ini
kedudukan khuntsa dalam ahli waris yang diatasi secara signifikan hanya pada negara–
disampaikan oleh Ni Luh Tanzia Yuliasri negara maju, seperti Jerman yang telah
dalam artikel yang berjudul “Kedudukan Ahli mengatasi permasalahan khuntsa sejak dua
Waris Khuntsa dalam Hukum Waris Islam”, 1 tahun kelahiran seorang bayi. Namun, hal ini
dalam penutup artikel tersebut, bahwa tidak terjadi di Indonesia, masalah khuntsa atau
penetapan status khuntsa merupakan tahap kelamin ganda di Indonesia tidak menjadi
yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebuah permasalahan yang ditangani secara
sebelum menentukan kedudukannya sebagai baik dan benar. Banyaknya kasus kelamin
ahli waris. ganda di Indonesia hanya cenderung dibiarkan
Lebih lanjut, dalam hal perkawinan dan akhirnya menjadi masalah yang pelik di
khuntsa, Bagus Prasetyo dalam karya ilmiahnya masyarakat. Seseorang yang berkelamin ganda
menjelaskan bahwa seorang khuntsa tidak di Indonesia dihinggapi berbagai masalah
dapat melangsungkan perkawinan karena sosial, seperti dipandang sebelah mata di
belum memiliki status jenis kelamin yang jelas, lingkungannya, hingga ke stereotip mitos
perkawinan dapat dilangsungkan apabila status bahwa orang yang berkelamin ganda adalah
khuntsa telah jelas.2 orang yang dikutuk. Maka dari itu,
Secara terminologis, khuntsa atau yang permasalahan khuntsa atau kelamin ganda kini,
lebih sering kita sebut berkelamin ganda adalah terkhusus di Indonesia, tidak hanya berhenti
manusia yang tidak dapat digolongkan ke pada bagaimana syara‟ ditetapkan padanya,
dalam gender normal yaitu, laki-laki atau namun juga sampai kepada bagaimana
perempuan. Hal ini dikarenakan, khuntsa penegasan status dari kejanggalan kelamin
adalah orang yang memiliki kedua kelamin yang dialami oleh khuntsa.
(dzakar dan farji) yang selama ini menjadi Dengan demikian, menjadi sebuah
patokan dalam menentukan gender seseorang pekerjaan khusus untuk menempatkan khuntsa
agar dapat dikenakan aturan syara‟ yang sesuai sebagaimana semestinya. Selain itu,
dengan kodratnya. Kemunculan kelamin ganda menemukan dan menetapkan status dari
pada orang – orang tertentu, berdampak pada khuntsa meski tidak dengan menjalani upaya
bagaimana aturan syara‟ dapat diterapkan upaya medis menjadi konsen yang sangat
kepadanya. Apalagi yang kaitannya dengan hal penting, mengingat status dari seorang
– hal yang sifatnya fundamental. Selain dari manusia, baik laki-laki maupun perempuan,
segi syara‟, dampak yang dapat ditimbulkan adalah patokan yang sangat penting. Masalah-
dari adanya kasus khuntsa ini adalah masalah keperdataan contohnya seperti waris,
nikah dan lain sebagainya menjadi lebih jelas,
1 Ni Luh Tanzila Yuliasri. “Kedudukan Ahli baik bagi khuntsa itu sendiri maupun
Waris Khuntsa dalam Hukum Waris Islam.” Mimbar masyarakat. Oleh karena hal tersebut, penulis
Keadilan 14, no. 28 (1 Agustus 2018): 219.
https://doi.org/10.30996/mk.v0i0.1781
mengangkat permasalahan ini sebagai bentuk
2 Bagus Prasetyo Purnomo Putro, “Tinjauan konsen terhadap pentingnya penetapan status
Yuridis Perkawinan Al-Khuntsa (Kelamin Ganda) Menurut seorang khuntsa dengan mengintegrasikan
Hukum Islam,” (Skripsi Sarjana S1: Universitas Jember,
2013): 2-3.

Ilham, Maulidi 115 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

pengetahuan gender dan pandangan fiqh


kontemporer terhadapnya.
‫ شخص اشتبّ فى أيسِ ٔنى‬:‫انخُثى‬
Kelamin yang menjadi perdebatan ّ‫ إيب نٍ ن‬،‫ٌدز أذكس ْٕ أو أَثى‬
adalah khuntsa, yang merupakan kelainan
kelamin yang menyebabkan ketidakjelasan
ّ‫ذكسا ٔ فسجب يعب أنُّ نٍس ن‬
kelamin. Khuntsa berasal dari kata khanatsa, ‫شًء يًُٓب أصم‬
yang berarti pecah atau lemah. Dalam kamus Khuntsa: seorang yang tidak jelas perkara dirinya
kontemporer Arab Indonesia karangan Ali (keadannya) dan tidak diketahui apakah dia laki-
Attabik yang dimaksud Khuntsa secara bahasa laki atau perempuan. Hal ini dikarenakan dia
memiliki kelamin laki-laki dan perempuan sekaligus
berasal dari kata ‫خُثب‬-‫ٌخُث‬-‫ خُث‬yang berarti atau bahkan karena tidak terdapat tanda-tanda
seperti perempuan. 3 Sedang secara kelamin sama sekali dari keduanya (laki-laki atau
terminologis, khuntsa adalah orang yang permpuan).6
diragukan dan tidak diketahui apakah dia laki- Kepemilikan atas kedua alat kelamin
laki atau perempuan. 4 Hal ini dapat yang dimiliki oleh khuntsa tersebut tidak lantas
dikarenakan dia memiliki dzakar dan farji, atau menempatkan khuntsa sebagai jenis kelamin
dapat pula karena dia sama sekali tidak ketiga. Pada akhirnya, Khuntsa merupakan
memiliki dzakar atau farji. Wahbah Zuhaili masalah yang menjadi sorotan karena memang
menyebutkan bahwa khuntsa adalah dalam kajian hukum Islam beserta
penerapannya, ditetapkan bahwa hanya ada
ٌ‫ يٍ اجتًع فٍّ انعضٕا‬:‫انخُثى‬ dua kelamin saja yaitu laki-laki atau
ٕ‫ عضٕ انركٕزة ٔعض‬:ٌ‫انتُبسهٍب‬ perempuan. Meskipun seseorang memiliki
kelamin ganda hanya dapat mengikuti aturan
‫ أٔ يٍ نى ٌٕجد فٍّ شًء‬،‫انُٕثت‬ hukum secara perempuan atau laki-laki, tidak
‫يُٓب أصم‬ boleh keduanya.
Khuntsa: orang yang padanya berkumpul dua alat Tulisan ini didasarkan pada metode
kelamin, yaitu kelamin laki-laki dan kelamin normatif-teologis yang mengemukakan
perempuan atau tidak didapati satupun dari pendapat sebagian ahli fiqh baik yang
keduanya (kelamin laki-laki atau perempuan) sama berwawasan fiqh klasik maupun modern.
sekali.5
Metode ini bermaksud menggali makna
khuntsa dan perlakuan fiqh terhadap fenomena
khuntsa yang sudah ada sejak dulu kala. Tulisan
ini dilengkapi dengan perspektif dalam aspek
pengenalan gender dari aspek usia dan
lingkungan.
Data dalam tulisan ini diperoleh melalui
Sayyid Sabiq juga memberikan
penelitian pustaka atau literature review
pengertian mengenai khuntsa sebagai berikut
dengan menggunakan pendekatan normatif
teologis yang menjelaskan khuntsa dalam
pandangan hukum Islam dan hukum positif,
dan sisi ketuhanan. Dengan demikian
3 A Ali dan A. Z. Muhdor, “Kamus pandangan kontemporer tentang khuntsa
Kontemporer” (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum
Pondok Pesantren Krapyak, t.t.). mengakomodir, menempatkan segala
4 S. Sabiq, Fiqih Sunnah (Kairo: Darul Fath,
permasalahannya khuntsa dalam tatanan
2004).
5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islam wa
Adillatuhu (Darul Fikr, 1985). 6 Sabiq, Fiqih Sunnah.

Ilham, Maulidi 116 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

modern. Sehingga tidak lagi menjadi sesuatu kondisi fisiologis laki-laki, namun cenderung
hal yang muncul, kemudian hilang terlupakan. untuk berfikir, berpenampilan dan berperilaku
DISKURSUS KHUNSTA DALAM layaknya perempuan. Waria cenderung untuk
KAJIAN FIQH melakukan penyimpangan seksual seperti
Khuntsa merupakan sebuah fenomena transeksual dan transgender. Transeksual
yang terjadi di kalangan masyarakat namun merupakan sebuah kecenderungan untuk
tidak menjadi sorotan yang eksklusif. Padahal mengganti kelamin karena merasa bahwa
fenomena khuntsa merupakan fenomena yang identitas gendernya berlawanan dengan
dapat menyentuh berbagai macam lini baik kondisi biologis yang dimilikinya. Transeksual
agama, sains hingga sosial kemasyarakatan. merasa bahwa dirinya „terperangkap‟ pada
Pemberitaan yang salah terkait khuntsa tubuh yang salah sehingga menghendaki untuk
menyebabkan salah tafsir terkait khuntsa ini. membenarkannya.
Pemberitaan ini pula yang dapat menyebabkan Transeksual dan trangender hampir
posisi khuntsa dalam kaitannya dengan sosial didefinisikan secara sama, namun transeksual
kemasyarakatan menjadi semakin tidak jelas. lebih mengarah kepada dorongan untuk
Bahkan dalam agama, posisi khuntsa menjadi melakukan usaha demi mewujudkan gender
hal yang tidak lagi disoroti karena salah tafsir yang diinginkan semisal dengan operasi
terhadap khuntsa tersebut. Pada akhirnya term kelamin. Anindita menyebutkan dalam
khuntsa menjadi sebuah term yang tabu dan tulisannya yang dimuat oleh Jurnal
tidak layak dibicarakan kembali, padahal jika Kriminologi Indonesia menyebutkan bahwa
dapat melihat dengan kacamata yang lebih transgender adalah orang yang tidak
luas, term khuntsa membawa pada khasanah berpenampilan sama dengan gender yang telah
yang baru terkait manusia, agama, dan melekat pada dirinya sejak lahir. Sedang
masyarakat. transeksual adalah indvidu yang secar
Khuntsa sering dikaitkan dengan waria hormonal atau pembedahan melakukan
atau seseorang yang mengalami kelainan perubahan pada alat kelamin dan tubuhnya.
psikologis, dan dipersamakan dengan Gay, Lesbian, Straight, Education
transeksual serta transgender. Padahal secara Network (GLSEN) memberi definisi terkait
prinsip semua istilah tersebut memiliki arti dan transgender dan transeksual, bahwa
maksud yang berbeda, bukan hanya makna transgender adalah paying untuk individu yang
dari istilah, namun juga secara nyata berbeda berekspresi tidak sesuai dengan gender
maksud. Telah disampaikan sebelumnya seksnya. Transeksual adalah salah satu contoh
bahwa khuntsa dalam istilah adalah orang yang dari transgender yang cenderung melakukan
mempunyai alat kelamin laki-laki dan operasi kelamin atau hormon untuk
perempuan atau bahkan tidak memiliki kedua- melakukan perubahan kepada gender yang
duanya sama sekali. Dengan demikian, khuntsa diinginkan. Definisi yang dipaparkan GLSEN
ditempatkan pada ranah yang tidak dapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
memilih karena datangnya dari pencipta Trangender adalah sebuah kata umum untuk
sendiri. Mengenai berbagai kerancuan yang ada pengidap dysphoria gender, sedang transeksual
dapat kita perhatikan pendapat para ahli adalah contoh dari transgender.
terutama dalam kajian psikologi dan Khuntsa dalam pembahasan fiqh
kedokteran karena permasalahan mengenai dibedakan menjadi dua macam, yaitu Khuntsa
istilah yang salah ini berkaitan dengan kajian Musykil dan Khuntsa Ghairu Musykil yang
dalam disiplin tersebut. Sedangkan waria keduanya memiliki definisi yang berbeda.
adalah sebuah kondisi seseorang yang memiliki Perbedaan ini dimaksudkan untuk lebih

Ilham, Maulidi 117 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

mudah mengelempokkan khuntsa berdasar mempelajari darimana keluar air kencingnya.


jenis kasusnya. Kasus mudah seperti khuntsa ghairu musykil
1. Khuntsa Musykil mungkin akan sangat jelas untuk diketahui
Khuntsa musykil adalah khuntsa yang darimana air kencingnya keluar karena alat
dengan segala macam cara pembuktian tidak kelamin yang berfungsi hanya satu meskipun
dapat ditentukan atau dipatikan jenis dia memiliki dua alat kelamin. Ketidakfungsian
kelaminnya. 7 Khuntsa musykil juga dapat alat kelamin yang satu dapat karena memang
dikatakan sebagai khuntsa yang kedua hanya sebuah anomali dalam pembentukan
kelaminnya berfungsi dengan baik dan tidak alat kelamin jadi tidak menjadi hal yang
ada kendala. 8 Dengan demikian, khuntsa menyulitkan. Berbeda dengan khuntsa musykil
musykil ini tidak dapat diteliti dan ditentukan yang kedua alat kelaminnya sama-sama
secara pasti hukum yang dapat ditetapkan berfungsi dengan baik dan keduanya dapat
kepadanya karena ketidakdominanan salah satu mengeluarkan air kencing. Dalam kasus ini
dari kedua kelamin yang ada (keduanya sama- maka yang perlu diperhatikan adalah alat
sama menonjol). kelamin mana yang mengeluarkan air kencing
2. Khuntsa Ghairu Musykil lebih dahulu. Apabila air kencing dikeluarkan
Khuntsa ghairu musykil adalah khuntsa lebih dahulu dari dzakar daripada dari farj,
yang melalui alat yang ada dapat dipastikan maka dapat dianggap bahwa dia (khuntsa
jenis kelaminnya. Jika dengan sebuah alat, tersebut) adalah seorang laki-laki. Begitupun
dapat dipastikan dia adalah laki-laki, maka alat sebaliknya apabila air kencing lebih dahulu
kelamin lain adalah tambahan. Penetapan keluar dari farj daripada dari dzakar, maka dia
kelamin dari khuntsa ghairu musykil ini juga dianggap sebagai laki-laki dan dapat
dapat dilakukan dengan memperhatikan dari diperlakukan sebagai laki-laki.10
mana urine tersebut keluar. Jika, urine/air Metode ini berdasarkan hadits
kencing keluar dari keduanya, maka dapat Rasulullah SAW yang beliau sampaikan ketika
dilihat dari manakah air kencing pertama beliau menimang bayi dari kalangan Anshar
keluar. Jika air kencing yang keluar melewati yang berkelamin ganda:
dzakar terlebih dahulu daripada lewat farji,
maka dia dianggap seorang laki-laki dan
‫ أتً بخُثى يٍ انُصبز ُزٔي‬،‫فقبل‬
dihukumi dengan hukum untuk laki-laki. ُّ‫أَّ ملسو هيلع هللا ىلص أثٕ بْٕز يٍ أل يبٌبٕل ي‬
Sebaliknya, apabila air kencing keluar dari farji Artinya: “Diriwayatkan bahwa Rasul SAW
dahulu daripada dari dzakar, maka dia bertemu dengan khuntsa dari kalangan Anshar,
dianggap seorang perempuan dan dihukumi maka beliau bersabda: Berilah warisan anak khuntsa
ini (seperti bagian anak lakilaki atau perempuan)
dengan hukum untuk perempuan.9
mengingat dari alat kelamin yang mula pertama
Dengan demikian, para mujtahid dipergunakannya berkencing”11
menentukan dua cara untuk menentukan
kelamin dari khuntsa, sebagai berikut: Hadits senada juga disebutkan dalam Al-
a. Alat Keluarnya Kelamin. Kaafi karangan Syekh Kulaini, sebagai
Metode pertama untuk menentukan berikut:12
kelamin dari khuntsa adalah dengan
10 Ibid., 483
7 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam 11 Shalih bin Abdul Aziz, at-Takmil Mafata
(Jakarta: Prenada Media, 2004), 140. Tahribihi min Idwaul Ghalil (Riyadh: Darul Asshimat,
8 Fathur Rahman, Ilmu Waris (Bandung: al- 1996), 110.
Ma‟arif, 1975), 482. 12 Kulaini, al-Kaafi (Iran: Darul Kitab Islamiyah,
9 Ibid., 379 1367), Juz 7, 156.

Ilham, Maulidi 118 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

1) Hanabilah dan salah satu dari ulama Syafi‟i


ٍ‫ عٍ دمحم ب‬،‫عٍ صفٕاٌ بٍ ٌحٍى‬ berpendapat bahwa penentuan tersebut
ٍ‫ أبٕ عهً انشعسي ع‬، ‫عبد انجببز‬ dilihat dari alat kelamin mana yang lebih
ٍ‫ ع‬، ٌ‫ عٍ ابٍ يسكب‬،ٍ‫ﺩأﺩ ب‬ banyak mengeluarkan air kencing. Alasan
dari pendapat ini adalah karena
ٌ‫ عٍ انفضم بٍ شبذا‬، ٌ‫صفٕا‬ menghukumi dengan keadaan mayoritas
‫ إسًبعٍم عٍ أبً عبد اهلل‬،‫جًٍعب‬ sebagai hukum keseluruhan adalah
termasuk pondasi Syariah.
‫ سئم عٍ يٕنٕﺩ‬:‫عهٍّ انسالو قبل‬ 2) Hanafiyah dan satu ulama Syafi‟i serta salah
‫ فسقد‬، ‫ٔند ٔنّ قبم ٔذكس كٍف‬ satu pendapat Hanabilah mengatakan
bahwa khuntsa tetap dihukumi dengan
، ّ‫ٔإٌ كبٌ ٌبٕل يٍ انقبم فه‬ khuntsa karena tidak ada tanda-tanda yang
ٍ‫ إٌ كبٌ ٌبٕل ي‬:‫ٌٕزﺙ ؟ قبل‬ menguatkan (dalam perkara khuntsa
musykil). Mereka menambahkan bahwa
‫ذكسِ فهّ يٍساﺙ انركس يٍساﺙ انُثى‬ banyaknya air kencing yang keluar dari
Artinya: “Dari Abu Ali Al-Asy’ari, dari Abdul salah satu alat kelamin bukan tanda yang
Jabar, dari Sofwan bin Yahya, dan Muhammad bin jelas dari alat kelamin asli khuntsa.
Ismail, dari Fadhil bin Sadzan keduanya, dari
3) Ibnu Utsaimin memiliki pendapat bahwa
Sofwan, dari Ibnu Maskan, dari Dawud bin Farqad,
dari Abi Abdillah Alaihi Salam berkata: Ditanya menggunakan metode kedokteran
tentang kelahiran seorang bayi dan dia memilki dibolehkan dalam penentuan kelamin dari
vagina dan dzakar bagaimana warisannya? Beliau khuntsa, contohnya dengan melakukan
berkata: “apabila dia kencing dari dzakar maka dia pengecekan terhadap rahimnya.
mewarisi sebagaimana warisannya laki-laki, dan Ilmu kedokteran membahas masalah
apabila dia kencing dari vagina maka baginya khuntsa ini sebagai sebuah keadaan kelamin
warisan seperti warisannya perempuan”
yang abnormal. Kelainan kelamin seperti
b. Meniliti Tanda – Tanda Kedewasaan halnya khuntsa dikenal dan diteliti serta diberi
Metode pertama dalam menentukan istilah ambiguous genatalia. Ambiguous
jenis kelamin bagi khuntsa dianggap sebagai genitalia atau sex ambiguity adalah suatu
metode yang paling mudah untuk dilakukan kelainan di mana penderita memiliki ciri-ciri
karena dapat dilakukan dengan jenjang usia genetik, anatomik dan atau fisiologik
yang tidak tentu. Namun, apabila metode meragukan antara laki-laki dan perempuan.14
pertama tidak berhasil untuk menentukan Dalam bahasa Indonesia hal ini disebut
kelamin khuntsa, maka dapat menggunakan dengan jenis kelamin meragukan atau
metode lain, yaitu meneliti tanda-tanda membingungkan. Disebut pula dengan
kedewasaannya. Seperti telah diketahui secara kelamin ganda karena kadang-kadang klitoris
luas bahwa terdapat ciri-ciri kedewasaan yang sangat besar sehingga tampak seperti ada dua
berbeda antara laki-laki dan perempuan (secara kelamin. Selain dengan sebuatan di atas,
fisik), meskipun adapula ciri kedewasaan yang kelainan ini dikenal juga dalam istilah ilmiah
sama. Ulama-ulama berbagai madzhab yang lain sebagai interseksual, istilah yang
berkomentar dalam kaitannya dengan mengacu pada pengertian bahwa jenis kelamin
penentuan kelamin dari khuntsa adalah sebagai terbagi menjadi dua kutub, laki-laki atau
berikut:13
14 Kate Davies, “Disorders of Sex
13 Bagus Prasetyo Purnomo Putro, Tinjauan Development–Ambiguous Genitalia.” Journal of Pediatric
Yuridis Perkawinan, 2. Nursing 31, no. 4 (Juli 2016): 46–66.

Ilham, Maulidi 119 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

perempuan, jadi bentuk kelamin yang hilang atau berlebih, dapat juga menyebabkan
meragukan berada di antara dua kutub kelainan alat kelamin. Dalam beberapa kasus,
tersebut. penyebab terjadinya keambiguan alat kelamin
Namun pada perkembangannya, saat ini tidak dapat ditentukan secara tepat. Namun
para ahli endokrinologi, 15 lebih sering kemungkinan yang masuk akal adalah
menggunakan istilah Disorders of Sexual penyebabnya terdapat pada genetik
16
Development (DSD). Seperti diketahui bahwa perempuannya.
pada pembentukan kelamin yang terjadi dalam Pihak medis, dalam mendiagnosa adanya
Rahim didasari pada dominasi suatu kelainan DSD tidak boleh sembarang, karena
kromosom yang saling bersilang. Pada pada dasarnya tidak mudah mendiagnosis
pembentukan kelamin pria, daerah pada DSD dan menetapkan kelamin begitu saja.
kromosom Y memicu perkembangan testis, Selain itu diagnose juga dapat menjadi susah
yang menghasilkan hormon pria. Alat kelamin dilakukan jika perubahan eksternal tidak jelas,
laki-laki berkembang sebagai respons terhadap misal kelamin lebih cenderung ke arah salah
hormon laki-laki dari testis janin. Sebaliknya, satu kelamin, atau tumbuhnya bagian tubuh
pada pembentukan kelamin perempuan, jika yang mendukung kelamin tertentu. Evaluasi
pada janin tanpa kromosom Y, artinya hanya diagnosis harus dilakukan dalam kasus DSD
ada kromosom X yang bersilang dari ayah dan atau ambiguous genitalia ini guna 1)
ibu dan juga tanpa efek hormon laki-laki, alat menetapkan jenis kelamin genetik (dari kedua
kelamin berkembang sebagai perempuan. Hal kelamin yang ada); 2) mengetahui kadar
ini disebabkan karena pada dasarnya hormonal beserta lingkungan yang cocok
pembentukan kelamin antara laki-laki adalah dengan hormone yang berkembang; 3)
sama hanya bagaimana proses pembentukan mengevaluasi anatomi dari ciri kelamin internal
tersebut berlangsung. Kasus terkait ambiguous dan eksternal serta bakal alat reproduksi; 4)
genatalia, terjadi karena terdapat gangguan mengevaluasi jenis kelamin fenotipik dan
pada langkah-langkah yang menentukan jenis psikologis. Ketika segala hal telah dilakukan
kelamin yang akhirnya mengakibatkan dan melakukan evaluasi diagnosa yang benar,
ketidakcocokan antara penampilan alat maka alat kelamin yang berlawanan dengan
kelamin eksternal dan organ intim internal atau hal-hal tersebut harus dikeluarkan.17
jenis kelamin genetik (XX atau XY). PERUBAHAN STATUS KHUNTSA
Penyebab lain dapat terjadi juga karena Islam menjelaskan tentang perubahan
kekurangan hormon laki-laki pada janin laki- kelamin sebagai isu yang dikaji dalam fiqh
laki secara genetik. Sebaliknya, terpapar modern, karena adanya pemikiran untuk
hormon laki-laki selama perkembangan merubah kelamin ada pada era modern yang
kelamin pada janin perempuan menghasilkan memungkinkan dilakukannya perubahan
genitalia atau pembentukan alat kelamin yang kelamin, meskipun zaman dulu juga terdapat
ambigu pada wanita secara genetik. Mutasi pula perilaku seperti perubahan kelamin
pada gen tertentu dapat mempengaruhi seperti kebiri yaitu menghilangkan kelamin
perkembangan seks janin dan menyebabkan yang melekat padanya. Fuqaha telah
keanehan pada alat kelamin. Kelainan merumuskan bahwa berganti kelamin (dalam
kromosom, seperti kromosom seks yang hal ini kaitannya dengan segala perubahan

15Devie Lya Saraswati, “Eksplorasi Kepribadian Kate Davies, Disorders of Sex, 57.
16

Waria dalam Perspektif Psikologi Individual.” Jurnal 17Edy Susanto, Hermaphrodite Sejati, Majalah
Riset Mahasiswa Bimbingan dan Konseling 1, no.1 (2017): 19. Obsteri & Ginekologi 21, no. 1 (Januari-April, 2013): 36.

Ilham, Maulidi 120 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

kelamin. Al-Qur‟an Surat Annisa ayat 119, diindikasikan karena khuntsa atau
Allah melarang untuk mengadakan perubahan hermaphrodit dapat dipastikan memiliki
pada ciptaan yang telah Allah tetapkan, seperti kelamin dominan dari keduanya, meskipun
halnya juga pada kelamin karena merupakan dalam kasus khuntsa musykil hal tersebut sulit
ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah sekali diketahui, namun tetap dapat dilakukan.
sejak dia lahir ke dunia. Telah disebutkan Perubahan ini dapat dilakukan dan
dalam kitab-kitab tafsir seperti Thabari, Al- diperbolehkan hukum Islam, karena sifatnya
Shawi, Al-Khazin, Al-Baidhawi, Zubdatul yang memungkinkan untuk merubahnya, yaitu
Tafsir dan Shafwatul Bayan yang dituliskan alasan kelamin ganda, dan kebolehan ini dapat
oleh Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masailul berubah menjadi kewajiban apabila
Fiqhiyah kapita selekta Hukum Islam, bahwa dihadapkan pada situasi yang menyebabkan
perbuatan yang diharamkan karena merupakan salah satu kelamin dari khuntsa berbahaya bagi
tindakan perubahan ciptaan Allah adalah kesehatan tubuhnya.18
mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, Perubahan yang menuju kearah
menyambung rambut dengan sopak, pangur, penyempurnaan atau perbaikan ini harus
membuat tattoo, mencukur bulu muka (alis), melihat juga kelamin yang didalam tubuh,
dan thakannuts, yaitu bertingkah laku seperti bukan hanya yang terlihat secar fisik. Sebagai
jenis kelamin lawannya atau transeksual, atau contoh ada atau tidaknya ovarium dan rahim,
yang biasa kita sebut banci atau tomboy (Abi atau buah dzakar, sehingga arah operasinya
Abdillah Muhammad, t.t.). Beberapa hadits tidak salah arah. Selain itu juga diperbolehkan
juga menunjukkan ketidakbolehan dari dengan kondisi kelamin yang kurang sempurna
merubah ciptaan Allah. Bahkan dalam bentuknya, contohnya orang tersebut memiliki
beberapa hadits melarang dengan pasti untuk vagina yang tidak memiliki lubang, namun dia
menyerupai lawan jenis kebiri, mengubah memiliki rahim dan ovarium, maka dia boleh
kelamin dari laki-laki ke perempuan atau menyempurnakan kelamin tersebut dengan
sebaliknya) merupakan sesuatu yang tidak menambahkan lubang pada vaginanya.19 Begitu
dapat dilakukan bahkan derajatnya ada pada pula sebaliknya, seseorang yang memiliki
taraf haram. Para fuqaha mendasarkan penis, namun lubang penisnya tidak berada
keputusan ini berdasarkan dalil yang menjadi diujung melainkan di bawahnya, maka
isyarat tentang keharaman melakukan diperbolehkan untuk dibuatkan lubang
perubahan kelamin baik secara eksplisit dibagian depan penisnya.
ataupun impilisit. Pembahasan dalam al-Jirahat („amaliyat)
Pada dasarnya, hukum dari operasi al-tajmiliyyat dibahas bahwa kebolehan
kelamin, tidak seketika haram, karena dalam mengoperasi bagian tubuh atau dengan kata
hukum Islam dikenal juga kriteria dari sebuah lain melakukan rekontruksi pada tubuh
perbuatan sehingga dapat dipersamakan illat- memiliki persyaratan yang harus ditempuh
nya atau faktor yang mendasari suatu lebih dahulu, agar tidak terjadi sesuatu yang
perbuatan itu dapat diklasifikasikan sebagai tidak diinginkan. Syaratnya adalah sebagai
haram atau mubah. Terlebih pada perkara- berikut, dan juga syarat-syarat ini haruslah
perkara kontemporer, seperti merubah terdapat secara pasti dan bersifat kumulatif,
kelamin dengan cara operasi dan lain
sebagainya. Sebagai contoh perubahan kelamin 18 Zuhroni, dkk., Islam untuk Disiplin Ilmu

dalam kasus khuntsa atau hermaphrodite yang Kesehatan dan Kedokteran 2 (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2003), 199.
menempatkan perubahan tersebut bersifat 19 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah: Kapita Selekta

perbaikan atau penyempurnaan. Hal ini Hukum Islam (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1991), 167.

Ilham, Maulidi 121 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

bukan dipenuhi hanya satu, namun undang. Pada Undang – Undang Nomor 24
kesemuanya juga harus dipenuhi sebelum tahun 2013 tentang Administrasi
melakukan rekronstruksi pada tubuh: Kependudukan disebutkan beberapa hal
1) Bahan yang dipergunakan untuk menambal penting terkait pergantian kelamin, seperti
atau menutupi cacat, seperti kulit, tulang dalam pasal 1 angka 17 dan pasal 56 ayat 1
atau organ lainnya, harus berasal dari undang – undang tersebut:20
tubuhnya sendiri atau dari seseorang yang Pasal 1 angka 17:
telah meninggal dunia. Ulama memberikan “Peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh
batasan dalam pengambilan organ atau seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati,
jaringan orang yang baru meninggal adalah perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesaha
anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan
dari analogi (qiyas) dari pendapat jumhur
perubahan status kewarganegaraan.”
ulama terhadap pembolehan makan daging Pasal 56 ayat 1:
mayat dalam keadaan darurat. Pendapat ini “Pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh
didasari dari kaidah fiqhiyyah ‫انضسزالٌزال‬ pejabat pencatatan sipil atas permintaan penduduk
ّ‫( بًثه‬Madharat tidak boleh dihilangkan yang bersangkutan setelah adanya penetapan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan
dengan sesuatu yang madharat). Syarat ini
hukum tetap.”
didasari pada fakta atau keadaan ketika Undang-undang mengatur tentang
bedah rekronstuksi ini membutuhkan perubahan kelamin dengan tidak
tambahan bagian tubuh seperti daging, kulit menyebutkannya secara eksplisit, namun
atau tulang. Tidak diperkenankan untuk secara implisit dengan kata – kata peristiwa
memakai bahan atau mengambil bahan penting lainya. Penyebutan peristiwa penting
tambahan tersebut dari manusia yang masih lainnya terhadap pergantian kelamin
hidup karena hal tersebut merupakan hal menjadikannya sebagai suatu hal yang dapat
yang dharar, sehingga harus dihindarkan diajukan dan membutuhkan pengesahan
penggunannya. Namun, apabila tidak pengadilan untuk dapat berjalan sesuai jalur
dibutuhkan tambahan, maka syarat ini hukum yang berlaku. Perkara pergantian
dapat dikecualikan. kelamin ini, pada dasarnya merupakan hak
2) Dokter yang menangani pembedahan itu yang dimiliki oleh setiap orang, berdasarkan
harus merasa yakin bahwa tindakannya pada prinsip HAM internasional. Perubahan
akan berhasil. Persyaratan ini harus mutlak kelamin masuk dalam perkara HAM karena
ada dalam setiap operasi rekonstruksi menurut HAM internasional, manusia juga
anggota tubuh, karena dokter adalah memiliki hak untuk sehat. Dalam pengertian
seorang yang menjadi sarana dari operasi WHO (World Health Organisation), sehat
ini. Syarat ini berangkat dari kaidah fiqh adalah kondisi bebas dari penyakit atau
‫ٌزال‬ ‫انضسز‬ (Ke-madharat-an harus kelemahan baik secara fisik, mental, dan
dihilangkan). Ketidakahlian dari dokter keadaan sosial. Sedang keadaan seperti
dalam menangani bedah rekronstuksi transeksual, dan atau khuntsa adalah kondisi
menjadi sebuah kedhararan yang harus yang dapat mendatangkan ketidaksehatan
dihindarkan, maka syarat ini menjadi mental, sehingga dapat dianggap sebagai tidak
mutlak adanya. terpenuhi haknya. Indonesia sendiri telah
Indonesia sebagai negara hukum, telah menjujung tinggi HAM sesuai dengan
menempatkan perubahan kelamin sebagai kebiasaan, dan budaya yang berkembang di
objek hukum, meskipun tidak disebutkan
secara eksplisit langsung dalam Undang-
20Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
tentang Administrasi Kependudukan.

Ilham, Maulidi 122 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

Indonesia, karena pada dasarnya HAM diperkenankan sebagai disebutkan dalam pasal
berkembang dan menyesuaikan kultur dari 69 ayat 2, yaitu tidak ditujukan untuk
wilayah HAM diberlakukan. Indonesia mengubah identitas, meskipun belum
mengatur HAM dalam Undang-undang nomor diketahui yang dimaksudkan bedah plastik dan
39 tahun 1999, seperti menjamin warga negara rekonstruksi di sini adalah bedah untuk
mendapatkan haknya, persamaan di hadapan mengganti wajah saja dan atau kelamin juga.
hukum dll. Disebutkan dalam pasal 3 ayat (2) Perbedaan dan perdebatan mengenai
undang-undang ini adalah setiap orang berhak perubahan kelamin menurut hukum Indonesia
atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan dan Hukum Islam (norma agama) disebabkan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat terdapat perbedaan legal reasoning antara
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di keduanya. Meskipun kedua hukum tersebut
depan hukum. Dari pasal ini, dapat dikatakan, diawali dari perkara hukum pokok yang sama
seorang transgender (orang yang telah berganti yaitu tentang “kedudukan hukum operasi ganti
kelamin) dapat mengajukan perubahan kelamin bagi penderita transeksual” namun
kelaminnya agar mendapat pengkuan resmi antara hukum perdata dan hukum Islam
dari lembaga peradilan, karena kedudukannya berbeda. Kenyataan yang terjadi di Indonesia
di mata hukum dan hak untuk mendapat mengenai perubahan kelamin bagi transeksual
kepastian hukum. Meskipun didukung secara lagi-lagi menempatkan perkara ini menjadi
HAM, namun tidak ada undang-undang yang sesuatu yang tidak jelas kepastian hukumnya.
pasti mengenai perubahan kelamin di Jika kita asumsikan bahwa perubahan kelamin
Indonesia. Dapat diketemukan hanya dalam tersebut adalah sesuatu yang sah saja diajukan
Pasal 69 Undang-Undang 36 Tahun 2009 kepada pengadilan karena tidak ada aturan
tentang Kesehatan menyebutkan:21 pasti yang mengatur terkait tata cara dan
lainnya, maka akan terdapat akibat hukum
1) Bedah plastik dan rekronstruksi hanya yang dimiliki oleh pelaku perubahan kelamin
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tersebut.
mempunyai keahlian dan kewenangan 1. Akibat Hukum Perdata Perkawinan
untuk itu Perkara perkawinan diatur dalam
2) Bedah plastik dan rekronstruksi tidak boleh undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang
bertentangan dengan norma yang berlaku merupakan peraturan yang telah
dalam masyarakat dan tidak ditujukan mempertimbangkan berbagai aspek hukum
untuk mengubah identitas lain seperti hukum Islam dan hukum adat dan
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara kemudian diadakan penyeragaman hukum
bedah plastic dan rekronstruksi yang kita sebut sebagai unifikasi. Undang-
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan undang perkawinan, pada pasal 1
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan
Pemerintah lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
Jika melihat dari undang-undang ini, membentuk keluarga (rumah tangga) yang
maka perubahan kelamin yang dimaksudkan bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
untuk mengubah jenis dari laki-laki ke yang maha esa. Dalam pasal ini terdapat tiga
perempuan dan sebaliknya tidak unsur utama dalam perkawinan yaitu, ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang
21 Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.

Ilham, Maulidi 123 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

wanita, membentuk keluarga yang bahagia, terganggu ketika terdapat status abnormal
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.22 seperti kelamin ganda ini, contohnya masalah
2. Akibat Hukum Kewarisan waris dan pernikahan yang jelas menempatkan
Pergantian kelamin dalam kaitannya kejelasan kelamin sebagai sesuatu yang mutlak
dengan kewarisan adalah ketika setelah operasi adanya yaitu laki-laki atau perempuan bukan
dan telah berganti kelaminnya, maka bagian diantara keduannya. Namun, ketika membahas
warisnya adalah bagian waris setelah khuntsa kaitannya dengan kehidupan yang lebih
bergantinya kelamin. Namun, dalam Islam umum daripada itu, hukum Islam hanya
karena pergantian kelamin bagi orang normal menempatkan masalah kejelasan kelamin ini
adalah hal yang dilarang, maka bagiannya tetap sebagai sesuatu yang mubah dan boleh
pada bagian sebelum dia berganti kelamin. diperjelas. Padahal justru permasalahannya
Kasus yang lebih kompleks seperti khuntsa adalah ketika kejelasan status dari khuntsa tidak
musykil ditempatkan dalam waris yang lebih menjadi perhatian khusus dan hanya
kecil daripada kedua kelamin, hal ini senada diperhatikan ketika dalam masalah yang
dengan fatwa sahabat yang didukung oleh penting saja. Ketidakjelasan kelamin yang
ulama Hanafiyah yang kemudian dicatut dialami khuntsa merupakan beban pikiran bagi
sebagai hukum di Mesir yaitu bahwa khuntsa kalangan yang mengalaminya. Hal ini
musykil – waria yang tidak diketahui dengan dipengaruhi oleh pemikiran perkembangan
jelas jenis kelaminnya: lelaki atau wanita- gender yang harusnya menjadi jelas dalam
mendapat bagian warisan yang lebih kecil rentang waktu tertentu.
(sebagai pria atau wanita). Dan sisa harta Kohlberg menerangkan bahwa dalam
peninggalan diberikan kepada para ahli waris teori perkembangan gender terdapat tiga fase
lainnya.23 yang sangat penting, Pertama, fase seseorang
PENETAPAN STATUS KHUNTSA dapat mengenali dan melabeli diri sebagai laki-
Kelainan pada kelamin menimbulkan laki atau perempuan, Kedua, fase dapat
banyak pembahasan yang terkait dengannya. mengenali dan memahami sifat alami dari
Kelainan kelamin seperti kelamin ganda atau suatu jenis kelamin, meskipun belum terlalu
Khuntsa menjadi sebuah pembahasan yang mengerti secara rinci mengenai kemampuan
begitu menarik untuk dibahas, bukan hanya kelaminnya, Ketiga, fase seorang idividu mulai
pada aspek kelainan yang terjadi pada mengerti bahwa kelamin adalah sesuatu yang
kelaminnya dan hukumnya, namun hingga alamiah dan didapatkan ketika lahir, maka
kepada aspek penanganan dan mensikapi kelamin tidak dapat diubah. 24 Rentang usia
kelainan ini, karena bagaimanapun kelamin dalam pengenalan gender membuat kejelasan
ganda adalah permasalahan yang benar adanya tentang identitas gender menjadi sesuatu yang
dan terdapat fakta di lapangan. Hukum Islam harus dimiliki oleh setiap individu. Kelamin
dalam kaitannya menetapkan status khuntsa ganda dalam pandangan ini menjadi sebuah
hanya berhenti kepada perkara yang dianggap kasus yang tidak dapat dibiarkan terjadi, karena
dapat mempengaruhi pola pikir dari seorang
22 Marina Kurniawati, dan Herni Widanarti, yang berkelamin ganda.
“Tinjauan Yuridis Status Keperdataan Pelaku Selain dari aspek usia dalam pengenalan
Transeksual (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri diri, pengaruh lingkungan juga memberikan
Kabupaten Semarang Nomor
518/Pdt.P/2013/PN.Ung)”, Diponegoro Law Journal 6,
no. 2 (2017): 15.
23 Yusuf Qardhawi,. Hadyul Islam Fatawi 24 Steffi Kurniawan dan Meilina Imelda,
Mu’ashirah, alih Bahasa Abdul Hayyie, dkk. (Jakarta: “Gangguan Identifikasi Jenis Kelamin.” CDK-210 40,
Gema Insani Press, 2001), 466. no. 11 (2013): 828.

Ilham, Maulidi 124 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

andil dalam pengenalan gender. Hal ini kognitif-konstruktif, individu menjadi aktif
disebutkan dalam teori perkembangan gender, untuk mendapatkan, mengatur dan
sebagai berikut:25 menggunakan informasi pada kehidupan
1. Teori Psikoanalitik sosialnya.
Teori ini dikemukakan oleh Freud yang 4. Esensialisme Gender
menyatakan bahwa jenis kelamin anak Teori ini menjelaskan bahwa letak
ditentukan fase falik. Perasaan takut terhadap perbedaan terbesar pada kelamin adalah
kastrasi menjadi batu loncatan untuk adanya faktor genetika, hormone dan
kemudian anak mulai mengidentifikasi orang neurologis. Sebagai contoh dari inti letak teori
tua yang memiliki jenis kelamin yang sama. ini adalah adanya perbedaan jenis kelamin
Dengan berdasar pada teori yang berbeda dari dengan memperhatikan ciri-ciri dan
teori gender yang mengedepankan faktor karakteristik yang ditunjukkan oleh pria dan
biologis, Freud menetapkan bahwa mekanisme wanita pada zaman purba, begitu pula ada pula
dasar kepribadian yang kaitannya dengan yang didasarkan pada studi perkembangan
gender diperoleh melalui identifikasi dengan neurofisiologis dan juga faktor biologis dalam
orang tua yang berjenis kelamin yang sama pembentukan kelamin.
dengan dirinya, dan hal ini terjadi secara Pokok teori perkembangan gender
alamiah. menjadi sebuah tanda bahwa identitas gender
2. Teori Lingkungan/Environmental tidak hanya terbatas pada pengenalan individu
Teori ini menjelaskan bahwa terhadap kelamin fisiknya, namun juga
perkembangan gender tergantung pada teori dipengaruhi pikiran bawah sadar serta
belajar dengan mengusung tiga elemen yang lingkungan untuk mengenali gendernya. Hal
harus ada yaitu; stimulus, respon terhadap ini tentu menjadi masalah dalam kasus seperti
stimulus, dan perilaku yang dihasilkan. Teori khuntsa atau individu yang berkelamin ganda,
pembelajaran menempatkan individu sebagai karena pada kelamin fisik saja, tidak jelas
organisme pasif yang memperluas perilaku antara dia laki-laki dan perempuan. Dengan
dengan pengalaman. Kaitannya dengan ketidakjelasan kelamin fisik ini, maka
perkembangan gender, bahwa anak (dalam pandangan orang disekitarnya pun dapat
rentang waktu tertentu) belajar menjadi tidak positif, ini dapat berpengaruh
mengidentifikasi jenis kelamin berdasarkan terhadap pengenalan identitas dan gender yang
reaksi orang sekitar terhadap perilaku dan ada pada dirinya menurut pada teori
bahkan kelamin fisik anak. perkembangan gender.
3. Teori Kognitif Maka, penetapan identitas gender
Teori ini menjelaskan bahwa terutama untuk kelamin fisiknya harus
perkembangan jenis kelamin terbentuk oleh diperjelas dan diperkuat seutuhnya sebelum
kemampuan kognitif pada anak. Teori kognitif terjadi kerancuan dan ketidaknyamanan pada
dibedakan menjadi dua, yaitu teori kognitif- dirinya terkait status kelaminnya yang tidak
lingkungan dan developmental-konstruktif. jelas ini. Urgensi penetapan kelamin pada
Kognitif-lingkungan terjadi ketika khuntsa harus mendapat tindakan istimewa
meningkatnya interaksi antara lingkungan dan agar menjadi sebuah hal yang dapat menjadi
karakteristik personal. Sedang pada teori solusi bagi khuntsa dan menjadi sebuah
tindakan tepat agar mengurangi kemadharatan
25 Tomer Shechner. “Gender Identity Disorder:
di kemudian hari, baik dalam hal agama dan
A Literature Review From A Developmental
Perspective.” The Israel Journal of Psychiatry and Related
atau sosial. Kepentingan untuk menetapkan
Sciences 47, no. 2 (2010): 135. status bagi khuntsa sejak dini merupakan

Ilham, Maulidi 125 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

perwujudan dari maqashid Syariah yaitu dianjurkan untuk melakukannya bagi khuntsa
mendatangkan kemaslahatan dalam lima hal untuk menghindari kemudharatan yang lebih
utama (dharuri). besar dikemudian hari apabila dibiarkan.
Pendapat mengenai pentingnya untuk Dharar bermakna ketakutan seseorang pada
menentukan dan menetapkan status khuntsa bahaya yang mengancam nyawa atau
berlandaskan pada kaidah fiqhiyyah yaitu kesusahan yang teramat sangat menurut Abu
‫انضسزٌزال‬, kemadharatan harus dihilangkan.26 Bakar Al-Jashas. Selain itu dharar dapat
Khuntsa adalah sebuah hal yang menjadikan bermakna kekhawatiran terhadap diri dari
kemadharatan bagi individu yang mengalami, kematian atau hal yang menyusahkan baik
meskipun itu bersifat alamiah dan tidak dibuat. berdasar keyakinan atau hanya sekedar dugaan.
Selain itu, dewasa ini, teknologi sudah Dengan demikian dharar yang dimaksudkan
mendukung untuk dapat menghilangkan untuk dihindari adalah kesulitan yang sangat
kemadharatan yang diderita oleh khuntsa, maka menentukan eksistensi manusia, karena apabila
dapat kita mengerti bahwa ketika sebuah tidak diselesaikan atau dihindarkan maka akan
kemungkinan untuk menghilangkan mengancam lima maqashid dharuriy yaitu
kemadharatan sudah dapat dilakukan secara agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan
pasti, kemadharatan tersebut harus manusia baik salah satunya ataupun
dihilangkan. Turunan dari kaidah ini juga dapat kesemuannya. Khuntsa jika merunut dari
dijadikan landasan hukum untuk menetapkan maksud dari dharar tersebut maka dapat
status khuntsa secara lebih jelas, yaitu dikategorikan sebagai dharar, karena dapat
“menghindarkan kerusakan lebih didahulukan menyebabkan kekhawatiran kepada orang yang
daripada mencari maslahat.”27 mengalaminya. Kekhawatiran tersebut dapat
Menghindarkan akibat yang dapat berupa kekhawatiran kepada hal yang berupa
ditanggung oleh khuntsa yang berupa hal fisik ataupun secara mental, karena batasan
negatif, dapat menyebabkan kemadharatan pada dharar tidak dibatasi hanya kepada yang
yang besar. Senada dengan pendapat Al-Suyuti terlihat atau fisik, namun juga kepada yang
yang dikutip dari kitab Al-Jami‟ oleh tidak terlihat yaitu mental. Penetapan status
Kutbuddin Aibak bahwa dalam hal operasi bagi khuntsa apabila tidak dianggap sebagai
kelamin dalam kasus khuntsa yaitu bahwa sesuatu yang penting dan urgen tentu akan
kaidah ini dapat menjadi dalil bolehnya mendatangkan madharat yang berpengaruh
dilaksanakannya operasi kelamin pada khuntsa terhadap kehidupan dari khuntsa itu sendiri
dengan alasan bahwa kemadharatan yang dapat seperti telah dibahas sebelumnya.
ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya operasi Kemadharatan tersebut dapat berupa
kelamin bagi khuntsa adalah dapat mengalami perlakuan yang buruk kepadanya dan dapat
kelainan psikis dan sosial yang berujung pada pula berimbas kepada pemikiran dan
terjerumusnya khuntsa kepada pelacuran dan mentalitasnya sebagai manusia.28
menjadi sasaran serta incaran kaum gay yang
KESIMPULAN
jelas merupakan individu yang menyimpang
Khuntsa merupakan suatu keadaan genital
menurut agama dan sosial kemasyarakatan.
abnormal yang memerlukan penanganan
Ketika teknologi telah memungkinkan untuk
khusus. Penanganan khusus yang dimaksudkan
melakukan operasi kelamin, maka sangat
26 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fii Syarhil 28 Nasib Tua Lumban Gaol, “Teori Stres:

Qawaid Fiqhiyyah fii Syariah Islamiyah (Beirut: Risalah Stimulus, Respons, dan Transaksional.” Buletin Psikologi
Publisher, 2001), 88. 24, no. 1 (1 Juni 2016): 1.
27 Ibid., 88. https://doi.org/10.22146/bpsi.11224

Ilham, Maulidi 126 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

bukan hanya sekedar sebagai pemecahan penyempurnaan kelamin dan hal ini
akibat-akibat yang ditimbulkan dengan kondisi memungkinkan untuk dilakukan. Walau
khuntsa tersebut, namun juga meliputi pada demikian, dalam pengkajian hukum Islam
penanganan terhadap individu khuntsa tidak diperbolehkan untuk langsung
tersebut. Penetapan status khuntsa juga menetapkan perubahan kelamin, dengan alasan
merupakan penanganan khusus terhadap merubah ciptaan Tuhan.
kondisi abnormal ini. Urgensi dari penetapan Perubahan kelamin khuntsa yang terjadi
status ini dimaksudkan agar khuntsa dapat harus memenuhi ketentuan fiqh, walaupun
terhindar dari hal-hal negatif yang perubahan kelamin menurut kedokteran tidak
dimungkinkan dapat berakibat sangat fatal dapat dilakukan dengan mudah dan cenderung
terhadap kondisi psikis dan bahkan fisik. menempuh waktu yang lama. Hal ini sejalan
Kemungkinan ini didasarkan pada dengan pandangan bahwa kelamin ganda
beberapa teori psikologis yang mengatakan menjadi sebuah kasus yang tidak dapat
bahwa pengenalan terhadap gender telah dipandang sebelah mata atau hanya dibahas
dimulai ketika individu berada pada jenjang pada saat terjadi permasalahan lain yang timbul
usia yang muda, dan pengenalan ini didukung akibat tidak jelasnya status khuntsa tersebut.
oleh beberapa faktor diantaranya 1) Melihat pendapat Kohlberg, bahwa terdapat
Identifikasi alami individu terhadap kelamin tiga fase pengenalan gender yang sangat
yang dimilikinya, 2) perlakuan dari orang- penting, yaitu: 1) Gender identity (umur 2-3
orang disekitarnya terhadap dirinya. Kedua tahun), fase seseorang dapat mengenali dan
faktor dalam pengenalan identitas gender ini melabeli diri sebagai laki-laki atau perempuan,
tidak terdapat pada kondisi seperti khuntsa serta terbentuknya pola pikir dan perilaku
dikarenakan ketidakjelasan pada kelaminnya individu, 2) Gender stability (umur 4-5 tahun),
ditambah dengan streotip yang cenderung fase ini dapat mengenali dan memahami sifat
negatif terhadap kondisi abnormal ini. alami dari suatu jenis kelamin seperti laki-laki
Dengan demikian semakin menjadi kencing dari penisnya dan perempuan dari
keniscayaan untuk kemudian menetapkan saluran pada vaginanya, meskipun belum
status Khuntsa dengan lebih dini untuk terlalu mengerti secara rinci mengenai
mencegah akibat yang lebih parah daripada kemampuan kelaminnya, 3) Gender consistency
ketidaktahuan individu khuntsa terhadap (umur 6-7 tahun), fase ini mulai mengerti
gendernya. Urgensi ini didukung dengan bahwa kelamin adalah sesuatu yang alamiah
kaidah fiqh yaitu ‫ انضسز ٌزال‬atau dan didapatkan ketika lahir, maka kelamin
kemadharatan harus dihilangkan, karena tidak dapat diubah.
dengan akibat yang sedemikian rupa, kondisi Berdasarkan pertimbangan kedokteran,
khuntsa menjadi sebuah madharat bagi rentang usia pada masa pengenalan gender
individunya. membuat kejelasan identitas gender menjadi
Terlebih dunia kedokteran telah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu
mendukung untuk dapat melakukan penegasan dan menurut pandangan fiqh kontemporer
status bagi khuntsa melalui jalan operasi penetapan status khuntsa harus dilakukan sejak
usia dini bagi seorang khuntsa.

Ilham, Maulidi 127 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Aziz, S. at-Takmil Mafata Tahribihi min Idwaul Ghalil. Riyadh: Darul Asshimat, 1996.
Abdullah, Asep Dadang. “Legal Reasoning Hukum Operasi Ganti Kelamin Penderita
Transeksual.” Istinbath 12, no. 1 (2013): 20.
Aibak, K. Kajian Fiqh Kontemporer. Surabaya: Penerbit eLKAF, 2006.
Ali, A, dan A. Z. Muhdor. “Kamus Kontemporer.” Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok
Pesantren Krapyak, t.t.
Anshori, A al-. “Waris Khuntsa menurut Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah.” UIN Syarif
Hidayatullah, 2015.
Beyama, Putri Della Yuswika Argita. “Pengaturan Perubahan Jenis Kelamin Menurut Ketentuan
Hukum di Indonesia.” Universitas Wijaya Putra, 2016.
Bukhori, M al-. Jami’ Shahih. Juz 4. Kairo: Maktabah Salafiyyah, t.t.
Dahlan, Z. “al-Qur‟an dan Terjemahannya.” Yogyakarta, 2010.
Daud Ali, Muhammad. Hukum Islam. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013.
Davies, Kate. “Disorders of Sex Development–Ambiguous Genitalia.” Journal of Pediatric Nursing
31, no. 4 (Juli 2016): 463–66. https://doi.org/10.1016/j.pedn.2016.04.007.
Fausiah, Fitri, dan Julianti Widury. Psikologi Abnormal: Klinis Dewasa. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, t.t.
Halgin, Richard P., dan Susan Krauss Whitbourne. Abnormal Psychology: Clinical Perspectives on
Psychological Disorders. 6th ed. Boston: McGraw-Hill Higher Education, 2010.
Hambal, Ahmad bin. Musnad Ahmad. Riyadh: Bayt al-Afkar DAuliyah, 1998.
Hariadi, S. Masalah Anak Gender dan Multikulturalisme. Yogyakarta: Ar-Ruz, 2006.
Hasanah, Uswatun. “Pembentukan Identitas Diri dan Gambaran Diri Pada Remaja Putri Bertato
di Samarinda.” eJournal Psikologi Universitas Mulawarman 1 (t.t.): 10.
Iskandar, A. M. Waria dan Perubahan Kelamin ditinjau dari Hukum Islam. Yogyakarta: CV. Nur
Cahaya, 1981.
Isrok, dan D. al-Uyun. Ilmu Negara, Berjalan dalam Dunia Abstrak. Malang: Universitas Brawijaya
Press, 2012.
Kansil, C. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Klarisa, dan Budi Sampurna. “Kepastian Hukum Perubahan Jenis Kelamin di Indonesia.” Dalam
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017, 12. Pekanbaru: Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia, 2017.
Kulaini. al-Kaafi. Juz 7. Iran: Darul Kitab Islamiyah, 1367.
Kurniawan, Steffi, dan Meliana Imelda. “Gangguan Identifikasi Jenis Kelamin.” Jurnal Ilmiah Syi’ar
IAIN Bengkulu 40, no. 11 (2013).
Kurniawati, Marina, dan Herni Widanarti. “Tinjauan Yuridis Status Keperdataan Pelaku
Transeksual (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor
518/Pdt.P/2013/PN.Ung)” 6 (2017): 19.
Lumban Gaol, Nasib Tua. “Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.” Buletin Psikologi
24, no. 1 (1 Juni 2016): 1. https://doi.org/10.22146/bpsi.11224.
Lusita, Jenike. “Kedudukan Orang yang Mempunyai Kelamin Ganda (Khuntsa) dalam Hukum
Kewarisan Islam.” Universitas Andalas, 2011.
Marzuki. Pengantar Studi Hukum Islam Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep dan Permasalahan
Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Nasution, A. B. Menabur Benih Reformasi. Jakarta: Aksara Kurnia, 2004.
Pudiosewo, K. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1990.
Putro, Bagus Prasetyo Purnomo. “Tinjauan Yuridis Perkawinan Al-Khuntsa (Kelamin Ganda)
Menurut Hukum Islam,” 2013, 16.
Qardhawi, Yusuf. Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Qomar, N. Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan. Makassar: Penerbit Refleksi, 2010.
Rahman, F. Ilmu Waris. Bandung: al-Ma‟arif, 1975.

Ilham, Maulidi 128 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index
ALHURRIYAH : eISSN: 2549-4198
pISSN: 2549-3809 Vol. 05. No. 02. Juli-Desember 2020
Jurnal Hukum Islam

Rajagukguk, Erman. “Hakim Indonesia Mengesahkan Penggantian dan Penyempurnaan


Kelamin,” t.t.
Rohidin. Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintang Rasi AKsara Books, 2016.
Sabiq, S. Fiqih Sunnah. Kairo: Darul Fath, 2004.
Saraswati, Devie Lya. “Eksplorasi Kepribadian Waria dalam Perspektif Psikologi Individual.”
Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan dan Konseling 1 (2017): 19.
Shabuni, M. Ali as-. al-Muwaris. Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994.
Siniwi, Raysa Bestari. “Status Identitas Diri Remaja Tunanetra Non Genetik.” Universitas Sanata
Dharma, 2016.
Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 1998.
Sulaiman, A. D. Sunan Abi Dawud. Riyadh: Maktabah Ma‟arif lin-Nashr wa Tawji‟, t.t.
Susanto, Edy, Relly Yanuari, Tarmono, dan Nining F. “Hermaphrodite Sejati.” Makalah Obstetri
& Ginekologi, 2013.
Suteja, Jaja. “Model Terapi Terhadap Perilaku Penyimpangan Transeksual dalam Tinjauan Islam
dan Psikologi Pendidikan.” Jurnal Edueksos IV, no. 1 (2015): 22.
Syarifuddin, A. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Triwulan, T. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2006.
Widhiatmoko, Bambang, dan Edy Suyanto. “Legalitas Perubahan Jenis Kelamin pada Penderita
Ambigious Genetalia di Indonesia.” Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia 15, no. 1 (2013).
Yudah, Anindita Ayu Pradipta. “Representasi Transgender dan Transeksual dalam Pemberitaan di
Media Massa: Sebuah Tinjauan Analisis Wacana Kritis.” Jurnal Krimonologi Indonesia 9, no. 1
(2013): 13.
Yuliasri, Ni Luh Tanzila. “Kedudukan Ahli Waris Khuntsa dalam Hukum Waris Islam.” Mimbar
Keadilan 14, no. 28 (1 Agustus 2018). https://doi.org/10.30996/mk.v0i0.1781.
Zaidan, A. K. Al-Wajiz fii Syarhil Qawaid Fiqhiyyah fii Syariah Islamiyah. Beirut: Risalah Publisher,
2001.
Zuhaili, Wahbah az-. al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu. Darul Fikr, 1985.
Zuhdi, M. Masail Fiqhiyyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1991.
Zuhroni, Nur Riani, dan Nirwan Nazaruddin. Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2.
Jakarta: Departemen Agam RI, 2003.

Ilham, Maulidi 129 Khuntsa dan Penetapan Statusnya…


http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/index

You might also like