Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Filsafat Pendidikan Progresivisme

Philosophy of Progresivism Education

Elok Rahmawati1, Ananda Putri Nur Fadillah2, Putri Rosdiana Dewi3

1
Program Studi Tadris IPS FTIK UIN KHAS Jember, E-mail: anandaputri0183@gmail.com
2
UIN KHAS Jember, Jl. No. 1 Mangli Jember, Jawa Timur Indonesia, E-mail: abie.umam80@gmail.com

ABSTACT

The educational process involves various parties, at least educators and


students. Participation from various parties is the capital to achieve success.
Progressivism is a school that emphasizes that education is not just an effort to
provide a collection of knowledge to students, but should contain a variety of
activities that lead to the training of their thinking skills as a whole, so that they
can think systematically through scientific methods such as providing a variety of
empirical data and theoretical information, providing analysis, consideration, and
making conclusions towards the selection of the most likely alternative for solving
the problem at hand. This progressivist trend prioritizes the implementation of
education in child-centered schools and limits educators to facilitators, mentors,
and directors for students. The trend of progressivism in education aims to change
educational practices from authoritarian to democratic, to encourage more
respect for children's potential and abilities, and to encourage learning practices
that involve more students. It is hoped that the application of the progressivist
stream in education will result in higher quality changes and progress in
education in Indonesia and enable the realization of Indonesia's national
education goals.

Keywords: Education, Progressivism School

ABSTRAK

Proses pendidikan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, tidak


terkecuali pendidik dan siswa. Partisipasi berbagai pemangku kepentingan
merupakan aset untuk sukses. Progressivisme merupakan suatu kelompok
pemikiran yang menekankan bahwa pendidikan bukan semata-mata upaya untuk
menanamkan seperangkat pengetahuan, tetapi mencakup berbagai kegiatan yang
menuju pada pengembangan potensi berpikir secara utuh, sehingga siswa
berpikir secara sistematis melewati cara ilmiah seperti penyediaan, analisis dan
refleksi berbagai data empiris dan informasi teoritis.
Dan aliran progresivis memprioritaskan pendidikan yang berpusat pada anak
dan pendidik terbatas pada memfasilitasi, membimbing dan mengarahkan peserta
didik. Sekolah progresif ini memprioritaskan pelaksanaan pendidikan yang
berpusat pada anak di sekolah, dengan pendidik tetap menjadi fasilitator, mentor,
dan pemandu bagi siswa. Tujuan progresivisme dalam pendidikan adalah untuk
mengubah praktik pendidikan yang sebelumnya otoriter menjadi demokratis,
untuk mendorong penghargaan yang lebih besar terhadap potensi dan
kemampuan anak serta pelaksanaan pembelajaran dengan partisipasi siswa yang
lebih besar. Penerapan progresivisme dalam pendidikan diharapkan dapat
membawa pergerakan dalam pendidikan Indonesia sehingga akan lebih
berkualitas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia.

Kata kunci: Pendidikan, Aliran Progrsivisme

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah sebuah cara untuk membentuk individu menjadi manusia


yang bermoril, cerdas dan bertanggung jawab. Pendidikan memungkinkan setiap
individu untuk merubah sikap, pengetahuan, dan keterampilannya secara optimal.
Pendidikan yakni upaya yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku manusia
dalam kehidupannya dan dalam komunitasnya. Pendidikan memiliki tujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang bermoral,
cerdas dan bertanggung jawab. Pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan
keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pengetahuan yang
luhur, kreatifitas, kemandirian dan potensi diri untuk menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.

Mengingat pentingnya pendidikan, maka pendidikan dibuat dan


disampaikan sebaik mungkin. Sehubungan dengan masalah ini, ada sebuah aliran
filsafat yang mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif. Aliran filsafat yang
dimaksud adalah progresivisme. Progressivisme adalah aliran filsafat yang
berkembang pesat pada awal abad ke-20 dan memiliki dampak besar pada
reformasi pendidikan. Progressivisme muncul sebagai reaksi terhadap reformasi
pendidikan.

1
Muhmidayeli, Teori-Teori Pengembangan, Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan, (Bandung: Refika
Aditama, 2014), 42.
Bentuk-bentuk pendidikan tradisional sangat berfokus pada metode
pengajaran formal. Progressivisme merupakan pendorong perubahan didalam
dunia pendidikan. Kecenderungan ini tidak hanya mempengaruhi pandangan
intelektual tokoh-tokoh dunia, tetapi juga dapat memicu perubahan teori
pendidikan, yakni perkembangan dunia pendidikan, istimewanya pendidikan di
Indonesia, yang membutuhkan modernitas. Dunia pendidikan mampu menjawab
tantangan, perkembangan dan teknologi zaman modern saat ini yang berkembang
sangat pesat. Pendidikan merupakan jalan yang dapat ditempuh yang bisa menjadi
jawaban untuk banyak hal yang menghambat perputaran kehidupan.

METODE

Penulis menggunakan jenis metodologi penelitian berupa penelitian


kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menggabungkan
informasi dan data dengan bantuan bermacam-macam bahan yang ada di
2
perpustakaan, contohnya buku, jurnal, narasi sejarah, dll.

Studi literatur juga dapat mempelajari hasil-hasil dari berbagai buku


referensi dan penelitian terdahulu yang sejenis, yang berguna untuk memperoleh
landasan teoritis terhadap masalah yang diteliti.3

PEMBAHASAN

A. Pengertian Progresivisme

Kata Progressivisme yang berasal dari kata ‘ progresif’, yang artinya


kemajuan. Secara istilah, progresivisme diartikan sebagai suatu kelompok yang
4
menginginkan perkembangan yang pesat. Dalam konteks filsafat pendidikan,
progresivisme adalah aliran yang menekankan pendidikan bukan sekadar upaya
untuk memberikan seperangkat pengetahuan kepada siswa. Namun demikian, harus
mencakup berbagai kegiatan yang secara keseluruhan mengarah pada pelatihan
keterampilan berpikir, seperti menyediakan berbagai data

2
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proporsal, Jakarta: Bumi Aksara,1999
3
Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:Graha Ilmu, 2006
4
Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 40
empiris dan informasi teoretis, menganalisis dan mempertimbangkannya, serta
menarik kesimpulan terhadap pilihan opsi yang paling mungkin untuk
memecahkan berbagai kondisi, sehingga siswa dapat berpikir sistematis dengan
cara ilmiah itu harus berkemampuan berpikir dengan baik membuat orang lebih
mampu membuat keputusan yang terbaik bagi diri mereka sendiri dan komunitas
mereka, dan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan mereka. Hal ini juga
membuatnya lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan.5

Progressivisme mengakui dan berusaha merubah prinsip-prinsip


progresivisme dalam seluruh realitas kehidupan sehingga setiap individu dapat
bertahan dalam menghadapi tantangan hidup. Aliran ini disebut instrumentalisme,
sebab, aliran ini mengemukakan kapasitas intelegensi manusia sebagai instrumen
untuk kehidupan, untuk kesejahteraan, dan pengembangan karakter. Kelompok ini
disebut eksperimentalisme karena menyadari dan menerapkan prinsip
eksperimental untuk menguji kebenaran. Dan aliran ini disebut environmentalisme
sebab percaya bahwa lingkungan mempengaruhi perkembangan kepribadian.6

Sifat umum aliran progresivisme ada 2 bagian, yakni : a) sifat-sifat negatif,


dan b) sifat-sifat positif. Progressivisme bersifat negatif sebab, menolak semua
bentuk otoritas, termasuk agama, politik, etika dan epistemologi. Positif dalam arti
bahwa progressivisme yaitu tentang percaya pada kekuatan alamiah manusia. 7

B. Sejarah Progresivisme

Secara historis, progresivisme lahir pada abad ke-19, tetapi perubahan yang
pesat terlihat awal abad ke-20, khususnya di AS. Progressivisme, sebagai
kelompok filsafat pendidikan, muncul sebagai protes terhadap kebijakan
pendidikan tradisional, formalis, dan tradisionalis yang diwarisi dari filsafat abad
ke-19, yang diklaim tidak mengarah pada penciptaan manusia sejati.

5
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013), 151.
6
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), 78.
7
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 21.
yang diklaim tidak mengarah pada penciptaan manusia sejati. Kelompok ini
berpandangan bahwa metode pendidikan melalui disiplin mental dan pembelajaran
pasif yang menjadi ciri khas pendidikan yang saat tidak sesuai dengan sifat alami
manusia.8

Progressivisme adalah gerakan dan organisasi yang diberdidikan pada tahun


1918; gerakan ini salsh salah satu gerakan yang kuat di AS selama 20 tahun.
Banyak guru yang ragu-ragu tentang organisasi tersebut sebab mereka telah
memahami filosofi Dewey sebagai reaksi terhadap filosofi lain. Kelompok
progresif sendiri mengkritik filosofi Dewey. Perkembangan yang diusulkan Dewey
dalam masyarakat bersifat evolusioner, sedangkan kaum progresif menginginkan
perubahan radikal untuk mencapai tujuan mereka dengan lebih cepat.

Gerakan progresif dikenal luas sebab penentangannya terhadap formalisme


dan sekolah-sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin
yang ketat, pembelajaran pasif, dan banyak hal kecil yang tidak berguna dalam
pendidikan. Lebih jauh lagi, gerakan ini juga dikenal sebab himbauannya pada para
guru untuk memperkirakan perkembangan dan perkembangan pesat sejak Perang
Dunia Pertama'. Hal ini didukung oleh banyak guru sebagai progressivisme ibarat
kendaraan canggih dan kita harus memanfaatkannya.9

C. Tokoh-tokoh progresivisme

Secara historis, progresivisme lahir dari pragmatisme, yaitu Charles S.


Peirce, William James, dan John Dewey, dan dari tokoh-tokoh filosofis
eksperimentalis seperti Francis Bacon. Ada sosok lain yang menjadi katalisator
kelahirannya. John Locke, yang berfilsafat tentang kebebasan politik, dan J. J.
Rousseau, mereka yang percaya bahwa kebaikan berdiam di dalam diri manusia,
bahwa ia terlahir dengan kebaikan itu, dan oleh sebab itu manusialah yang selalu
bertahan kebaikan itu. Kebaikan manusia memiliki kaitan yang penting dalam
semua bidang kehidupan manusia.

8
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013), 152
9
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 142
Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia sebagai kemampuan yang
menggerakkannya untuk memilih dan menilai sendiri tindakan mana yang baik dan
dan mana yang buruk.

Demikian juga Immanuel Kant, yang berpandangan manusia sebagai


makhluk bermartabat tinggi, dan Hegel, yang melihat manusia sebagai makhluk
yang bermartabat tinggi, dan alam sebagai sesuatu yang dinamis dalam perubahan
dan penyesuaian yang konstan. Ada hukum yang menyatakan bahwa selalu ada
gerakan alamiah dalam pergerakan manusia, yang mengarah pada perubahan dan
perbaikan dalam cara hidup kita.10 Hans Vaihinger, menurutnya, mengetahui
hanya memiliki makna praktis dan tidak mungkin untuk membuktikan adaptasinya
terhadap subjek. Satu-satunya ukuran pemikiran adalah penggunaannya (pragma =
bahasa Yunani) untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa di dunia.11

Secara gerakan, Banyak tokoh progresivisme yang mempengaruhi, seperti


Benjamin Franklin, Thomas Paine dan Thomas Jefferson di Amerika Serikat,
berkontribusi pada perkembangan tren ini, terutama dengan sikat mereka terhadap
dogmatisme dalam agama, moralitas, dan sikap demokratis.12 Di bidang politik,
gerakan-gerakan progresivis ini termasuk Roberto La Forette.13

D. Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Indonesia

Prinsip utama kelompok ini yaitu bahwa setiap individu selalu praktis
selalu maju karena mereka bertahan dari semua tantangan hidup mereka. Oleh
sebab itu, sekolah ini selalu percaya bahwa pendidikan tidak lain adalah progres
perubahan, dan pendidik harus selalu siap untuk maju. Oleh karena itu, sekolah
selalu percaya bahwa pendidikan merupakan proses pengembangan dan bahwa
pendidik selalu siap untuk mengejar tren ilmiah dan sosial terbaru dari berbagai
perubahan dan terus-menerus memodifikasi berbagai metode dan strategi.

10
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013), 152.
11
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), 80
12
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 159.
13
Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan, Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), 152.
Kualitas pendidikan bukan hanya ditentukan oleh standarisasi nilai abadi seperti
yang baik dan yang indah tetapi sejauh mana pendidikan mampu merekonstruksi
macam-macam pengalaman secara berlanjut.

Sebagai sekolah yang pragmatis, kami menyadari bahwa perubahan dalam


realitas tidaklah permanen. Kami percaya bahwa pendidikan dalam hal ini tidak
boleh dilihat sebagai kegiatan untuk mempersiapkan subjek untuk hidup, tetapi
sebagai kehidupan itu sendiri. Mengingat bahwa kehidupan intelektual manusia
selalu dalam kegiatan menafsirkan dan merekonstruksi berbagai pengalaman,
pendidikan harus diarahkan untuk membina sikap intelektual ini dan membentuk
situasi yang akan berguna di masa dewasa.

Berdasarkan pandangan ini, kelompok pemikirannya berpendapat bahwa


pendidikan harus dinilai sebagai prosedur yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pragmatis. Di bawah prinsip ini, pendidikan ditujukan untuk memberikan
pengalaman terhadap siswa sehingga mereka terus belajar dan tampil.
Pembelajaran juga harus berpusat pada siswa, bukan berpusat pada pendidik.
Pendidik progresif melatih siswa untuk memecahkan masalah mereka setiap saat.
Para pendidik progresif harus menuntun para siswa untuk memahami bahwa
belajar itu penting bagi mereka dan bahwa mereka juga ingin belajar. Oleh karena
itu, para siswa progresif harus selalu mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan
kehidupan mereka sendiri.
Inti dari pendidikan sekolah terletak pada murid-muridnya. Hal ini karena
siswa dalam konsepsinya adalah manusia dengan proporsi dan potensi intelektual
yang dikembangkan oleh kondisi pendidikan. Siswa adalah manusia yang aktif,
kreatif dan dinamis, menghadapi berbagai masalah di lingkungan. Oleh karena itu,
semua aktivitas pendidikan juga harus diarahkan pada penyediaan kondisi yang
memungkinkan setiap anak untuk merubah potensinya.

Ini tidak berarti menginstruksikan para peserta didik agar mengikuti


keinginan mereka sendiri jika mereka belum cukup matang untuk menetapkan
tujuan yang jelas. Pembelajar harus menentukan proses belajarnya sendiri, tetapi
dia tidak memiliki keputusan akhir. Keberadaannya membutuhkan bimbingan dan
pendidikan dari seorang pendidik.
Progressivisme menganggap bahwa belajar merupakan salah satu proses
yang mengandalkan kelebihan pikiran individu, yang kreatif dan dinamis, sebagai
potensi dasar manusia untuk pemecahan beragam masalah dalam kehidupan. Sebab
kehidupan anak selalu berkembang dari pengalaman yang ada di lingkungan
sekitarnya, maka pendidikan oleh sekolah ini harus dipandang sebagai proses
sosialisasi, yaitu perkembangan potensi intelektual anak melalui beragam
pengalaman di lingkungan sekitarnya. Ini karena individu dalam keadaan
"menjadi". Oleh sebab itu, menurut aliran ini, sekolah yang ideal adalah sekolah
yang menonjolkan masalah-masalah yang ditemukan di lingkungan dalam isi
pendidikannya dan mengaksentuasikan isi pendidikannya pada persoalan-persoalan
yang terdapat di lingkungan.14

Progresivisme Dewey didasarkan pada enam asumsi berikut ini :

a. Isi kurikulum berasal dari minat siswa, bukan dari disiplin


akademis.
b. Pendidikan akan efektif jika mempertimbangkan seluruh minat
serta kebutuhan mereka dalam kaitannya dengan domain kognitif,
emosional, dan psikomotorik.
c. Belajar itu tidak pasif, tetapi aktif. Guru yang efektif memberikan
pengalaman yang memungkinkan para siswa belajar dengan
melakukan.
d. Tujuan pendidikan yakni untuk mengajarkan pemikiran rasional
sehingga para siswa menjadi anggota masyarakat yang cerdas dan
berkontribusi.
e. Di sekolah, siswa tidak hanya belajar nilai-nilai pribadi tapi juga
nilai-nilai sosial.
f. Kemanusiaan berada dalam kondisi perubahan yang konstan dan
pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik daripada
masa lampau.15

14
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013), 154-155.
15
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009),
14415 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009),
144
Dalam buku Abd. Rachman Assegaf beberapa prinsip dasar
progresivisme dinytakan sebagai berikut:

a. Pendidikan harusnya tentang 'kehidupan' itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
b. Pembelajaran harus secara langsung dikaitkan dengan minat anak.
c. Belajar melalui pemecahan masalah harus didahulukan daripada pengulangan
mata pelajaran yang ketat.
d. Peran guru adalah untuk memimpin, bukan untuk menunjukkan.
e. Sekolah harus mengedepankan upaya kolaboratif daripada kompetitif.
f. Hanya pengakuan demokratis yang benar-benar dapat meningkatkan peran
kebebasan anak dalam menggunakan ide dan kepribadiannya, yang diperlukan
untuk perkembangannya yang benar.

15
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 144.
Dari penjelasan di atas, gagasan pendidikan Dewey tentang progresivisme
menghendaki penyelenggaraan pendidikan secara terpadu, melibatkan semua
komponen pendidikan, termasuk siswa, dalam rangka merespon perubahan dan
pekembangan zaman. Akan tetapi, apa yang dilakukan dalam progresivisme masih
dianggap belum cukup untuk mengubah masyarakat. Progressivisme mengakui
bahwa pendidikan harus mengikuti tren dan berkembangnya era dan masyarakat
baru yang dibentuk oleh pendidikan.16 Progressivisme menganggap pendidikan
bukan hanya sebagai transmisi pengetahuan, tetapi juga sebagai proses pembaruan
potensi pelajar. Dengan demikian, progresivisme dapat dipahami telah memberikan
kontribusi yang signifikan bagi komunitas pendidikan Indonesia. Hal ini
membebaskan setiap pelajar yang beragam dan mengembangkan semua potensi
mereka.

KESIMPULAN

16
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik
Sampai Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 47
Progressivisme adalah pandangan bahwa pendidikan bukan semata-mata
upaya menanamkan seperangkat pengetahuan, melainkan memberikan berbagai
data empiris dan informasi teoritis untuk memecahkan masalah yang dihadapi,
sehingga dapat berpikir secara sistematis dengan cara ilmiah, seperti menganalisis,
mempertimbangkan dan menarik kesimpulan terhadap pilihan yang mungkin,
secara keseluruhan. Konsep ini menekankan pentingnya memasukkan berbagai
aktivitas yang mengarah pada pelatihan keterampilan berpikir.

Ini termasuk para eksperimentalis seperti Charles S. Pace, William James,


John Dewey dan Francis Bacon. John Locke, yang berfilsafat tentang kebebasan
politik, dan J. J. Rousseau, yang mengajarkan, kebaikan berdiam di dalam setiap
individu yang hadir sejak lahir, dan sebab itu manusia harus selalu
mempertahankan kebaikan itu, juga termasuk di antara mereka yang mengilhami
lahirnya sekolah ini. Di bidang politik, dua pelopor gerakan progresif ini adalah
Robert La Forette. Landasan filosofisnya adalah Realisme Spiritualis dan
Humanisme Baru.

Kelompok ini percaya bahwa pendidikan hanyalah sebuah progres yang


terus berkembang, dan para pendidik harus siap untuk terus memvariasikan metode
dan strategi yang berbeda untuk mengejar ilmu pengetahuan terbaru dan beragam
perkembangan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, Hadharah Keilmuan


Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat, dan


Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proporsal, Jakarta: Bumi


Aksara,1999

Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)

Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2013)


Muhmidayeli, Teori-Teori Pengembangan, Sumber Daya Manusia dalam
Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2014)

Ramayulis & Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan
dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009)

Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,


Yogyakarta:Graha Ilmu, 2006

Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan, Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan,


(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)

Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009)

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012)

You might also like