Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 200
Penyakiba Gastroitifestinal 17¢ PBostitish768 pylori dan Penyakit Dismofilitas Gastigintestinal 1798 Dispgfasia Fungsional 1 Malétesorpsi 1811 Inflammatory Bowel ~ Koliisinfeksi 1827 é Tropik Infeke Infeksi Helicobacter @ Gastrgeiuedenal 1772: TukgkGaster 1781 Tukaigpyodenum 1792 tZaenab Mus .22enab Musik Koltis Raciosi 1836 nies Pendekatan Ter lidah dimana papilanya menghilang secara menyeluruh yang disebabkan oleh defisiensi zat besi,asam folat dan vitarnin Bia, Kelainan Berbentuk Ulkus pada Mulut (Stomatitis Aptosa Rekurens=SAR atau Sariawan) Merupakan peradangan mukosa mulut berupa ulkus yang fekuren dan sakit, Penyakit ini seringkali disebux sebagai cancer sore, SAR ini dapat merupakan renyakit primer atau salah satu geala peryakitsaluran cern atau sebagai geala penyakitsisterikTipa'SARada)3 MBCaM GASTROENTEROLOG! yaitu ulkus aptosa minor (80%), ulkus aptosa mayor ddan ulkus herpetiform, Pade ulkus aptosa minor terlihat bbeberapa ulkus berdiameter 2-4 mm timbul bersama- sama pada selaput bibir, pipi dan dasar mulut. Ulkus akan menyembuh dalam waktu 3-14 hari tanpa cacat dan ‘dapat timbul kembali tiap1~4 minggu. Pada ulkus aptosa, ‘mayor terlinat seketika tumbuh 6 ulkus berdiameter satu hingga beberapa sentimeter pads lidah dan langit-lanait ‘mulut. Ulkus ini sembuh sangat lambat (3-6 minggu). Ulkus herpetiform biasa mengenai wanita muda dimana terlinat adanya ulkus diameter 1-2 mm yang bergerombol dan jumlahnya banyak (10-100). Faktor penyebab SAR secara umum yaitu bawaan, familial/genetik (HLA), trauma, infeksi bakter (tuberkulosis) atau jamur (kandidiasis) atau virus (Epstein Barr, berhubungan dengan gangguan gastrointestinal (kolitis ulseratif, penyakitseliak, sindrom Reiter, penyakit Crohn), berhubungan dengsn atopi dan alergi makanan (keju, cokiat, kacang-kacangan, All), defisiensi hematinik (esi, vitamin B12 dan asam folat), pengaruh hormon atau siklus menstruasi, emosi (stres), autoimunitas (SLE}, hematologi (agranulositesi, netropenia, leukemia}, bahan kimia/obat (aspirin, merkuti organik, NSAID all), penghentian merokok dan penyebab lain (Sialometaplasia nekrotikans). Dalam hubungan dengan gangguan gastrointestinal (kolitsulseratifseliak) kira-kira 30% penderita mempunyai riwayat dispepsia Sindrom Beheet ditandai dengan adanya ulserasi mulut, Uveitis anterior kelainan genital dan dapat disertai kelainan neurookuler, synovitis, tromboflebitis, retinal vaskulits Sindrom Reiter ditandai dengan gejala artis, urtritis, Uulsera di mukosa mulut dan konjunktivtis yang menyertai disentsi basiler(infeksi Shigella) Stomatitis tuberkulosa ditandai dengan adanya tulserasi buiat yang tidak terasa sakit tetapi membesar dengan cepat, meluas dari tepi gusi ke bagian dalam vestibulum. Selain itu terinat juga adanya limfadenopati regional, Kelainan ini biasanya merupakan keadaan sekunder dari tuberkulosis paru, Stomatitis kandida biasanya mempunyat penyakit dasar yang memudakan terjadinya infeksi kandida, yaitu penyakit imunodefisiensi/autoimun, kanker, mendapat obat-obatan (imunosupresif, antibiotika lama) dan diabetes melitus. Sialometaplasia nekrotikans secara klinik dan mikroskopik gambarannya menyerupai karsinoma selskuamosa, Kelainan ini disebabkan oleh iskemi mukosa yang dihubungkan dengan alkoholisme dan perokok erat Pada penderita immunocompromized (misal infeksi HIV) seringkali ditemukan stomatitis kandida Stomatitis aptosa rekurens seringkali didapatkan pada penderita penyakit usus inflamasi (inflammatory ‘bowel disease) misal penyakit Crohn dan Kolitis ulseratif, PENYAKIT MULT 1739 merupakan salah satu manifestasi ekstraintestinal Pengobatan SAR terdiri dari pengobatan topikal dan oral. Pengobatan topikal yeng dapat diberikan antara lain anestetik, pelapis protektif kortikosteroid, imunomodulator, antibiotik dan tindakan fisik (misal kauterisasi) dan gabungan beberapa obat tersebut, Obat ral yang diperiven antara lain obat anti jamur, obat thalidomide, Thalidomine oral 200 mg telah diteiti untuk mengobati SAR pada penderita HIV dengan hasil yang baik dibandingkan piasebo. Lesi Mukosa Terpigmentasi Penyebab tersering dari pigmentasi mulut yaitu idiopatik Sekitar 5% orang kulit putin memiliki pigmentasi pada ‘mulutnya, Lesi ini menurut lokalisasinya dibagi atas| 1, Terlokalisasi, yang disebabkan oleh Kaposi's sarcoma, Sindrom Peutz Jegher. 2. Generalisata, yang disebabkan faktor ras, iritas lokal (misal merokok), obat-obatan (misal phenctiazine), sindsam Albright, penyakit endokrin (Addison, tirotoksikosis, diabetes metitus dan lain-lain), ‘malabsorbsi, urang kalori protein, metastase kanker, dan lain-lain hemokromatosis, neurofibromatosis von Reckling hausen). Pada sindrom Peutz Jegher didapati pigmentasi mukokutaneus dengan diameter § mm (i bibir atau mukosa mulut) dan poliposis gastrointestinal. Merupakan genyakit yang bersifat familial, Polip intestinal mempunyai ukuran dan jumiah yang bermacar-macam, biasanya Jinak. Hanya seperempat kasus yang dapat berubah ‘menjadi ganas. Kelainan Mukosa Mulut Berbentuk Vesikobulosa Peayakit ini mirip kelainan ulserasi mulut, retjadi setelah vvesikel atau bula pecah, Penyebabnya yaitu infeksi herpes simplek,infeksi varisella (herpes zoster), amiloidosis, hand foot and mouth disease (HFMD) dan penyakit kul sindrom Steven Johnson, epidermolisis bullesa, pemphigus dll) Ftiologi amiloidosis primer tidak diketahuil/H@Md fookand, ‘mouth disease (HFMD) merupakan penyakitinfeksi virus Coxsackie virus grup A, terutama tipe 16, yang ditandai adanya nyeri tenggorakan, demam dan lesi-lesi vesikel pada bagian bukal/dalam pip, gusi dan pinggitlidah, Pada penderita dapat juga didapatkan lesi-lesi papulovesikular di tapak tangan, jai, pak kaki, bokong, Sindrom Steven Johnson disebabkan oleh alergi obat (sulfa, pensilin dl) infeksi mikoplasma pneumoria al. Lesi Hemoragik dan Vaskuler mukosa mulut Kelainan mukosa ini disebabkan oleh leukemia, trombositopenia dengan berbagai penyebab, defisiens vitamin C (scurvy). Kelainan mukosa yang didapatkan berupa petekie, purpura, eritema all Pada leukemia akut terihat lesi hemoragik mukosa mulct seperti bunga, pembengkakan dan perdarahan 26 mmHg atau >30 mmHg Relaksasi SEB tidak sempurna ‘Aperistaltis korpus esofagus “Tekanan intraesofagus meningkat (>gaster) Akibat lemah dan tidak terkordinasinya peristaltis, sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasie GASTROENTEROLOG! MANIFESTASI KLINIS Sifatnya pada ‘permulaan hilang timbui yang dapat terjadi bertahun- tahun sebelum diagnosis diketahui secara jelas. Letak obstruksi biasanya dirasakan pada retrosternal bagian bbavah, "ada anak-anak ‘gejala ini dihubungkan dengan gejala batuk pada malam hari atau adanya pneumonia Gejala yang menyertal keadaan ini adalah nyeri dada. Bila keadaan ini berlangsung lama akan dapat terjadi kenaikan berat badan kembali karena akan terjadi pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan keadaan ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan SEB, Gejala ini berlangsung dalam 1 sampai 5 tahun sebelum diagnosis ditegakkan dan didapatkan pada 50% kasus. ‘Akasa Wakanan yang] terperanghap Cl — oror yang Devkontks Gambar 2. Diagram akalasia AKALASIA 1745 ‘komplikasi retensi makan dalam bentuk batuk-batuk dan pneumonia aspirasi Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan diagnosis akalsia karena tidak menunjukkan 2 kali dilatasi pneumatik tidak berhasi; 2). Adanya ruptur esofagus akibat dilatas! 3). Kesukaran rmenempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat hebat; 4). Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esofagus; 5). Akalasia pada anak berumnur kurang dari 12 tahun Operasi esofagomiotomi distal (prosedur Heller) juga memberikan hasil yang memuaskan. Perbaikan ‘gejala didapatkan pada 80-90% kasus, Komplikasi yang ‘dapat terjadi adalah masih menetapnya gejala-gejala disfagia karena miotomi yang tidak adekuat atau refluks gastroesofageal Bila dibandingkan tindakan dilatasi dan pembedahan, kedua tindakan ini efektif. Keuntungan dilatasi jarang disertai refluks yang jelas tapi ada risiko perforasi esofagus, Perbaikan terhadap gejala disfagia pada kedua tindakan ini hampis sama dibanding waktu perawatan pada dilatasi lebih pendek. Hasil optimal dilatasi ini didapatkan dengan dilatasi esofagus sedang dan disfagia lebih dari § tahun. Tindakan pembedahan memberikan hasil yang ‘memuaskan dan dalam jangka lama dapat menghilangkan disfagia. Akan tetapi komplikasi refluks esofagitis cukup tinggi. Dalam pengobatan akalasia ini sebaiknya sebagai pengobatan awal dlakukandiatasi pneumatik dan bila tak berhasil dilanjutkan dengan tindakan pembedahan AKALASIA REFERENSI AIL Akalasia. I: Suyono S, WaspadjiS, Lesmana L etal, editors. ‘Bakujaridma penyakit dalam, Vole 3rd edition Jakarta Balai Penerbit FEUL 2001p. 105-9, rackbillS, Shi, Hirano. Diminished mechanosenstvity and chemosensitivity in patients with achalasia. Am j Physiol ‘Gastrointest Liver Physiol, 2008:285:G1198 - C203. Boyce GA, Junior HWS. Esophagus: anatomy and structural ‘anomalies. In: Yamada T, Alpers DH, Owyang C, Powell DW, Silverstein FE, editors. Textbook of gastroenterology ‘Volume 1. 2nd edition. Philadelphia: [B Lippincott Co; 1985, p. 1182-94, CCuiltre C, Ducrots P, Zerbib F, etal. Achalasia: outcome of ations treated with intrasphincteric injection of botulinum, toxin. Gut 1997;41587-92. Goyal RK. Diseases of esophnges. le Faucl AS, Braunwald E, “sselbacher KJ et al, editors,Harisr!s principles of internal ‘medicine. 14th ed. New York: Mc Graw-Hill Co; 1938. p 1588-99 [Hadé S. Akhalasia, Gastroeterologl. Edsi ke7, Bandung: PT ‘Alumni 1999, p, 67-98 Manan C. Aklasia in: Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani "AA, editors. Gastroenterologi hepatolog. Cetakan kedua, Jakarta: CV Agung Seto; 1997. p. 141-8, Mark IW, Lee, Achalasia. Cited at Feb 2005:6 screens] Available front: URL HYPERLINK hitp://www.medicinenet.com atti M, Fsichlia. OM, Achalasia, [Cited at February 2005, 10 screens), Available from URL HYPERLINK http://www. emedicinecom, Sawyer MA, Patel TH, Sawyer EM etal. Achalasia. [Cited at "February 2005, 12 screen}, Available from URI HYPERLINK itp: /www emedicinecom, \Vaeti MF, Richer JE. Diagnosis and management of achalasia, “The Am) Castro. 199, 94(12):3406— 12. 1747 223 PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL Dadang Makmun PENDAHULUAN Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal refx disease/GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keteribatan esofages, faring. laring dan saluran nafas. Telah ciketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala 6\ esofagus maupun ckstraesofagus, dapat menyebabkan komplikas yang berat sepertstrktur Barets esophagus bahkan adeno karsinoma di kardia dan esofagus, Banyak ahi yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refiuks gastroesofageal. Keadaan ini umum dtemukan pada populasidinegara- negara Barat, namun dilaporkan relatifrendah insidennya i negara-negaraAsia-Afrika. 01 Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala retiuks (heartburn dan/atau requraitas} sekali dalam seminggu sertalebin dari 40% mengalamigejaa tersebut seal dalam sebulan Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 73, sementara di negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1,53 di China dan 2.7% di Korea) Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengensi peenyakit in, namun di Divisi Gastroenterologi Departemen limu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafruddin, 1998) Tingginya gejala refiuks pada popula di negara- negara Barat diduga disebabkan karena faktor diet dan meningkataya obesias. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks Smm tanpa saling berhubungan _Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/ mengellingi seluruh lumen D-—_Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelling! séuruh lumen esofagus) PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barrett's esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsi pada NERD. Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esotayitis @ada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD, antara lain Klaifikasi Los Angeles dan klasifikast Savarry-Mile. Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan ‘endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus cesofagitisringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada 1) stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia, 2). hiatus hernia, Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifiasi bagian distal esofagus, Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektrod px pada bagian cistal esofagus!PenNgUKaraAl pH pad@ esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada Jarak § cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. ‘Tes Bernstein. Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCI 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam, Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien ‘dengan gejala yang tidak thas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasarya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa ayer, maka Tes ini dianggap positif. Tes Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanys nyeri yang berasal dari esofagus. Manometri esofagus. Tes manometri akan memberi manfaat yang berart jika pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan inimenggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutaya sebuah penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari 40 tahun, PENATALAKSANAAN \Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan timbulaya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus Barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka Seyoayanya penyakit ini mendapat penatalaksanaan yang adekuat Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai diakakan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah: a) menyembuhkan lesi esofagus, 6). menghilangkan gejala/ keluhan, c). mencegah kekambuhan, d). memperbaiki kualitas hidup, e). mencegah timbulnya komplikas Modifikasi Gaya Hidup Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan Pengobatan primer Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannye, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai verikut: 1). Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum ‘tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ‘ke esofagus; 2). Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mermpengaruhi sel-sel epitel 3). Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung; 4), Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen; 1752 5). Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam; 6). Jika memungkinkan ‘menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron Pendekatan’Step-up" PPI (Dosis standar) HORA (Dosis standar) H2RA (Desis anti refluks) Pendekantan * Step-Cown N Gambar 3. Strategi pengobatan GERD Terapi Medikamentosa Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi ‘madikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini, Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam pperkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supres! asam lebih efektif daripada pernaerian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangquan motiites. ‘Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down, Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tercolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat Pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Gerval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down, Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan di atas 80% dalam waktu 6-8 ‘minggu. Untuk selanjutrya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi bila perlu (on demand therapy) yaitu pemberiar, obat- ‘obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jka ada kekambuhan sampai gejala hilang, GASTROENTEROLOG! Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efekaif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD: ‘Antasid. Golongan obat ini cukup efektf dan aman dalam ‘menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCi, obat ini dapat memperkuat tekaran sfingter esofagus bagian bawah, Kelemahan golongan obat ini adalah 1). Rasanya kurang menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung alumunium, 3). Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal Dosis: sehari 4x1 sendok makan Antagonis reseptor H2. Termasuk dalam golongan obatini adalah simetidin, ranicitin, famotidin dan nizatidin, Sebagai ppenekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakitrefluks gastroesofagealjika diberikan 40 tahun umur <40 tahun fy 4 Gejala menetap/berulang Respons baik [Ferapi minimal 4 minggu! oe a Lr——— Gambar 4 "erga 88 | cxsapabgetie GERD even Teaco Dseiak 4 ss | Teen trei Teas val co ree sss anmggi sat ps ee eae _- Tap para (Ondhmand tea) tmatneance hen) PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL 1755 Barrett Esophagus | Metapiasia peda pemenksaan biopsi Tidak ada displasia Displasia dealat rendian Displasia eraat tinggi ¥ + Biopsi setiap | [-Pevawatan tahun ‘medi intensit - Uiang biopsi setelah 3 bulan| Riview oleh 2 orang anki: patologi anatom jk meragukan biopsi wlang f 4 ‘Adenokarsinoma Displasia deraat tinggi J Tindakan bedah [pertimbangkan sering tidak memberikan respons dengan pengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejala tefluksnya; 3). Pada beberapa pasien, diperlukan waktu yang lebih lama Untuk menyembuhkan esofagitisnya; 4), Kadang-kadang beberapa kasus Barrett’: esophagus tidak memberikan respons terhadap terapi PPI, Begitu pula halnya dengan adenokarsinoma, S). Teradi striktur; 6). Terdapat stasis lambung dan disfungsi LES. tindakan bedah| REFERENSI Dadang Makmur. Management of gastroesophages) reflux disease, Gasttoenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy 200 20) 21-7, Dent |. Definition of reflux disease and its separation from lpspepsia, Gut 2002, 50 (suppl 1V):iv 17-120, Dent}, Bru, Fendrick AM, Fennerty MB, Janssens] KauilasP, ‘Lhuriten K, Reynolds JC, Shave M, Talley NJ, An evidence ‘based appraisal of refine disease management - TheGeaval Workshop Report. Gut 1999; 44 Suppl.2) S186, Fass R, Ofman JJ. Gastrocsohageal rellux disease ~ should we adopt a new conceptual Framework?, Am} Gastroenter 2002; 978): 19019. Fock KM, Talley N., Hunt R, Fass R. Nandurkar S, Lam SK, ‘Goh KL, Sollano J, Report of the Asia-Pacific Concensts ‘on The Management of gastroesophageal refldx disease. | Gestroecterl Hepatl. 2004 19:11-20, ‘GalmicxeJP, Brule S. Enoscopy-nepatvereftaxisease, Current Gastroenterology Report 2001; 3: 206-14, Gardner [D, Stanley 8R, Robinson M. Integrated acidity and the ‘athopliysiology of gastroesophageal reflux disease. The American Journal of Gastroenterology. 2001 96(8): 1363-7, Inadon: JM, Jamal Ry Murata GH, Hoffman RM, Lavezola, Vigie IM, Svearaon KM, Sonnenberg A. Step-down management of gastroesophageal reflux disease, Castsoenterology 2001; 121: 1095-100. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks ‘Gastroesofageal /GERD di Indonesia 2004, 1756 Lazenby PJ, Hardwig SM. Chronic cough, asthme, and ‘gastroesophageal refx, Current Gastroenterology Report 2000, 2:217-23. C. Heartburn, regurgitation and noneardiae chestyain. In ‘alley NJ, Martin C} (ed). Clinical Gastroenterology. 1st cecdition Sydney, MacLennan & Petty Py Limited, 1996: 119, ‘Orlando RC. Reflx Esophagitis In Yamada T (ed). Textbook of Gastroenterology, 2nd edition, Philadelphia. TB Lippincot Co, 1995: 121-42 Powell LW. Mouth pharyn and oesophagus. In Powell LW; Piper ‘DW (eds), Fundamental of gastroenterology. ath edition ‘Sydney, ADIS Health science Press 1984: 1-13. Stanghellin V. Gastro-esophageal reflux disease: therapeutic ‘Strategies forthe new mallenium, European Journalof Chical Research 1997:9: 71-7, Syafruddin ARL. Peranan derajt keasaman lambung dan tons Sfingteresofagus bawah terhadap esofagits pada dispepsa, Laporan Penelitian Akhir, Bagian llmu Penyakit Oalam KUL, 1988 ‘Triadaflopoulos MD. Endoscopic therapies for gastroesophageal reflux disease, Curent Gastroenterology Reports 2007; 4: 20044. ZaalingE. A review of reflux esophagitis around the world. WIG, 1998; 4); 1996; 12 2 suppl 224 ‘Zhang TC. Endoscopic studies of reflux esophagitis. JAMA, Southeast Asia 1996; 1212 SuppL 1.224. Ms 224 STRIKTUR ESOFAGUS Marcellus Simadibrata PENDAHULUAN Striktur atau stenosis esofagus masih jarang, tapi makin Danyak diterukan dalam praktek sehari-har. Berbagai pe- fyakit atau keadaan dapat menimbulkan stfiktur/stenosis esofagus. Diagnosis penyebab striktur/stenosis esofagus ‘dapat ditegakkan lebih cepat dengan makin banyaknya teknologi penunjang diagnosis yang mutakhir akhit-akhir Ini antara lain alat pencitraan radiologi dan endoskopi Penatalaksanaan penderita kasus ini harus optimal, karena bila tidak akan timbul Komplikasi yang akan memperberat penyakitnya, DEFINISI roses sttktur terjadi akibat reakstinflamasi dan nekrosis esofagus yang disebabkan oleh acam-macam penyebab, EPIDEMIOLOG! triktur pasca operasi diperikirakan sekitar 103% ddan striuur karosif sekitar kurang dari $%, Striktur peptik didapatkan 10 kali lipat lebih sering pada etnik ult putih, dibandingkan etnik kulit hitam atau Asia, walau masih kontroversi. Striktur peptik juga ditemukan 2-3 kali lipat lebih sering pada pria dibandingkan wanita. Penderita ‘tektur peptik ditemukan cenderung lebih sering pada Usia tua, disamping oejala-gejala refluksnya lebih lama, Di PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Faktor lain yang mungkin berperan antara Tain adanya hernia hiatal, sekresi asam dan pepsin dan ‘gangguan pengosongan lambung, GEJALA DAN TANDA Keluhan lainnya yaitu rasa nyeri atau terbakar substernal/dada, rasa tak enak di dada, ada yang ‘meninggal substernal/dada, rasa tak enak di dada, ade 1757. 1758 yang mengganjal subternal sewaktu makan, Pasien dapat ‘mengeluh mual dan muntah sehabis makan. Bila stiktur bertambah berat, asupan nutrisi akan berkurang sebingga pasien akan mengalami kekurangan gizi dengar segala komplikasinya. ada pemeriksaan jasmani sering didapatkan adanya rmalnutrisi, dan kadangkala ada anemia berupa kon ungtiva pucat. Bila ada aspirasi pneumonia karena mesuknya ‘muntahan sisa makanan ke paru- paru akan didapeti ronki, sesak napas, dan sianosis ETIOLOGI Penyakit yang dapat menimbulkan striktur esofagus dapat diklasfikasikan menjadi 3: (1) penyakit intrinsik yang menyempitkan lumen esofagus melalui inflamas, fibrosis atau neoplasia; (2) penyakitekstrinsik yang menyempitkan lumen esofagus melalui invasilangsung atau pembesaran kelenjar limfe; dan (3) penyakit-penyakit yang merusak peristaltik esofagus dan/atau fungsi sfingter esofagus bawah (LES) melalui efek penyakit pada otot polos esofagus dan persarafannya Banyak penyakit/keadaan yang dapat meniribulkan terjadinya striktur/stenosis esofagus. Penyakit/keadaan tersebut antara lain proses asam peptik, autoimun, infeks), kaustik, congenital, iatrogenik, obst-obatan, radioterapi, keganasan, dan idiopatik tiologi striktur/stenosis esofagus yaitu: Jinak (Benigna) 1. Bahan korosif/kaustik (eksogen): striktur/stenosis dapat terjadi pada semua bagian esofagus karena masuknya bahan kaustik tersebut secara sengaja (usaha bunuh dir) atau tidak sengaja (kecelakaan). Bahan korosif/kaustikini dapat dibagi atas: © Alkali: Zatyang dipakal pada cairan pembersih WC misalnatrium hidroksida atau kalium hidroksida, ‘Obat yang mengandung coppersulfate, natrium hidroksida, natsium hipoklorit, benza konium klorida dan natrium karbonat sering juga menimbulkan striktur Air aBU pembuat mie/kue! yang mengandung NaOH sering mevupakan penyebab stritur karena kecelakaan pada anak. -Asam:Asam merupakan 15% penyebat kaustik esofagus. Yang sering yaitu pembersih WC, zat pencampur kolam renang, bahan anti karat, cairan solder, bahan cumah tangga (misal vanish, saniflush,lysol, mister plum?) yang mengandung sulfur, hidraklorida, asam fosfor. = Gairan lain yang mengandung asam asetat, asam sitrat, asam HCL juga menimbulkan striktur/ stenosis esofagus GASTROENTEROLOG! 2 Penyakitesofagus refluks (endogen striktur/stenosis| terjadi karena adanya iritasi asam lambung (refluke gastroesofageal). Biasanya striktur terjadi pada 1/3 distal, Pada Barret’s esophagus, striktur dapat terjadi pada 1/3 tengah, 3, Pascabedah transeksi esofagus: striktur tejadi pada 13 distal 4. Pascaskleoterapi endoskopik: striktur terjadi pada 13 distal ‘Maligna (tumor/kanker esofagus} Striktur maligna ini dapat terjadi pada semua bagian esofagus, paling sering terjad i bagian distal lalu dikut tengah dan proksimal. Tumor/ kanker esofagus bisa berasal dari mukosa (karsinoma sel skuamosa yang paling sering, adenokarsinoma sebagian kecil) atau submukasa atau metastasis kanker dari luar esofagus. Metastase kanker luar esofagus paling banyak berasal dari paru, payudara dan ovarium, DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan penunjang yang dipakai antara lain rontgen esofagografi (OMD), endoskopi saluran cerna bagian atas (esofagoskopi), pemeriksaan histopatologi, manometri, CT-scan dan Untrasonografi endoskopik. ada anamnesis yang perlu ditanyakan yaitu adanya gejala klinis seperti gangguan menelan makanan, rasa ryeri atau terbakar substernal, muntah sehabis makan (refluks), bahan korosif/kaustik, atau pascabedah transeksi esofagus atau pascaskleroterapi endoskopik. Pemeriksaan radiologi esofagogram harus selalu dikerjakan pada pasien disfagia, terlebih bila diduga penyebabnya striktur/stenosis esofagus. Pada esofagogram ‘akan ditemukan adanya penyempitan esofagus. Penyempitan inlebih lebih sering terjaci ci bagian distal esofagus, dapat dibedakan atas striktur pendek (34 kg; 2g untuk dewasa) juga efeltif.Albendazol juga ‘efektif untuk mengobati taeniasis intestinal, sistiserkosis, dan kista hidatidosa. Nitazoksamid juga efektif untuk infeksi Taenia saginata. Cacing Tanah Preumonitisaskaris adalah suatu keadaan pada saat migrasi larva askaris melalui paru-paru, gejala yang ditimbulkannya dapat berupa demam, batuk, sesak napas, mengi, urtikaria, serta nyeri dada, sianosis, dan hemoptisis pada kasus yang betat, Terapi Askariasis + Mebendazol 2 X 100 mg, selama 3 har + Piperazin 25 mg/kgBB, maksimum dosis pada dewasa 3,59, Nitazoksanid 2 X 500 mg untuk dewasa Terapi Ancylostoma duodenale dan Necator Mebendazol 2 X 100 mg selama 3 hari Albendazol 400 mg, dosis tunggal + Pirantel pamoat 11 mg/kgBB (maximum 1 g), dosis ‘unggal + Preparat bes! oral untuk anemia Terapi Trikuriasis PENYAKIT TROPIK INFEKSI GASTROINTESTINAL 1767 Pada kasus berat mebendazol diberikan 3 X 100 mg selama 3 hari. Nitoksamid juga dikatakan efektif untuk trikuriasis REFERENSI (Cheng AC, McDonald JR, Thielman NM, Infectious diarrhea in developed and developing counties. Clin Gastroenterol 2008; 39 (8):757- 68 Cook GC. Problem gastroenterolog daerah topis. In: Salim IV, Bani AP, editors. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran BGC: 197, Dupont HL. Travelers’ diarshea and foodborne diseases. In: ‘SurawiezC, Owen RL Gastrointestinal nd hepatic infections. Philadelphia: W-B. Sounders Company 1995 p. 565 ~73, 5, Beeching N, Tropical medicine, Sth ed, Blackwell Science eg, 2005 Greenberg HB, MatsuiSM, Holedniy M, Smal intestine: Infections ‘with common hacterial and viral pathogens. In: Yamada T, ‘Alpers DH, Laine etal (ads), Textbook of Gastroenology, ‘adh ed. New York: Lippincot Willams & Wilkins 20 p. 1466-85, Keystone JS, Kezarsky PE, Health advice for International travel ‘In: Kasper DL Fauci AS, Braunwald E etal. eds), Harrison’ Principle of Internal Medicine. 16 th edition, New York MGraw-Hill 2005p, 725 = 3, Velez RL, Huerga H, Turrientes MC. Infectious diseases in Immigrants from the perspective of a tropical medicine referral unit. Am | Trop Med 2003; 69 (1): 115-21 Gi 226 GASTRITIS Hirian PENDAHULUAN EE gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala kinis bukan pemeriksaan histopatologi Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien, Sebaliknya keluhan dan gejala Klinis pasien berkorelasi positif dengan komplikasi gastritis. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System, PEMBAGIAN GASTRITIS Update Sydney System membagi gastritis berdasarkan pada topografi, mortologi dan etiologi, Secara garis besar ‘gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni: 1. Menahopik, 2. atropik dan 3, bentuk khusus, Selain pembagian tersebut di atas, terdapat suatu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gastropati. Disebut demikian karena secara histopatologik tidak menggambarkan radang Biopsi harus dilakukan ‘dengan metode yang benar, dievaluasi dengan baik sehingga morfologi dan topografi kelainan mukosa dapat disintesiskan. Banyak tindakan gastroskopi yang, mengabaikan topografi saat mengambil specimens Untuk pemeriksaan histopatologi, Akibatnya hasil tidak dapat disintesiskan, sehingga klasifikasi gastritis tidak dapat disusun dengan baik. ETIOLOGI tinggi lagi. Hal ini menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita, Di Indonesia, prevalensi infeksi kuman HP yang dinilai dengan urea breath test pada pasien dispepsi ‘dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara maju, prevalens infeksi kuman HP: pade anak sangat rendah Diantara orang dewasa prevalensiinfeksi kuman HP lebih ‘tinggi dari pada anak-anak tetapi iebih rendah dari pada di Negara berkembang yakni sekitar 20%, diabaikan oleh pasien sehingga penyakitnya berlanjut ‘menjadi kronik, Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan ‘gastritis kronik setelah ditemukan autoantibodi terhadap faktor intrstik dan terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia pernisiosa, Antibodi tethadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih baik dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradasi, ibandingkan dengan antibodi terhadap faktor intrstik 1768. casrams pada pemeriksaan darah menunjukkan hipergastrinemia, Pasien-pasien tersebut sering juga menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungs! sistem imun. Masih harus dibuktikan bahwa infeksi kuman HP dapat menjadi pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap peran infeksi HP diawali dengan kenyataan bahwe pasien yang terinfeksi oleh kuman HP mempunyai antibadi ‘tethadap secretory conalicular structure sel parietal jauh lebih tinggi dari pada mereka yang tidak terinfks Terdapat beberapa jens virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jens virus tersebut dapat menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak spesifk Hanyacytomegalovirus yang dapat menimbulkan gambaran histopatologi yang yang khas infeksi cytomegalovirus pada gaster biasanya merupakan bagian dari infeksi ppada banyak organ lain terutama pada organ muda dan imunocompromized Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immuno compromized. Pasien yang sistem imunnya baik biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur, ‘Sama dengan jarnur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit. (bat anti-inflamasi nonstreroid merupakan penyebab

You might also like