Fadjar Goembira (201-210)

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

STUDI KONSENTRASI PM2,5, CO, DAN CO2 DARI PENGGUNAAN


BRIKET BIOMASSA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Fadjar Goembira1,2), Fauzi Oktafianto2), Khairul Hakim2),


Amalia Husna2), Afifah Nazir2), Hendri Sawir3)
1
Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Andalas
2
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
3
Jurusan Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang
Email korespondensi: fgoembira@ft.unand.ac.id

Abstract
This study was aimed to analyze indoor PM2,5, CO, and CO2 concentrations due to utilization of
biomass stove, and to calculate fuel consumption efficiency of some biomass fuels. Both briquette and
non-briquette biomass fuels from coconut shell and firewood were used in this study. Water boiling
test (WBT) method was conducted to simulate cooking process. The measurement of PM2,5 was done
by using low volume sampler, while gas analyzer was utilized for measuring CO and CO2.
Measurement results show that the concentrations of those three pollutants were still in compliance
with national indoor air quality standard based on the Minister of Health Regulation No. 1077/2011,
when the briquette fuels were used in the biomass stove. On the other hand, the use of non-briquette
fuels resulted in higher air pollutant concentrations than the indoor air quality standard, particularly
for PM2,5 and CO parameters. The comparison between coconut shell and firewood briquettes showed
that pollutant concentrations from both biomass fuels were not significantly different, although the
firewood briquettes exhibited slightly lower pollutant concentrations. Furthermore, the measurement
of fuel consumption efficiency indicated that briquette fuels had higher efficiency than that of non-
briquette ones. In this study, the highest fuel consumption efficiency was identified for firewood
briquette utilization. From these lines of evidence, it can be concluded that the use of biomass
briquette can reduce indoor air pollution and increase fuel consumption efficiency that more or less
will contribute to the increase of natural resource utilization, particularly related to the management
of a watershed.

Keywords: biomass, biomass cook stove, air pollution concentration, fuel consumption efficiency

bentuk biomassa lain dengan cara


1. PENDAHULUAN
dimampatkan sehingga bentuknya menjadi
Energi biomassa merupakan salah satu lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket
energi alternatif yang terus dikembangkan batubara namun tidak hanya batubara saja
penggunaannya karena dapat mensubstitusi yang dapat diolah menjadi briket. Biomassa
energi dari fosil seperti batu bara, minyak lain seperti tempurung kelapa, sekam, serbuk
bumi dan gas. Hal yang terpenting dari gergaji, serbuk kayu dan limbah-limbah
biomassa ini ialah bahan bakarnya yang dapat biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak
diperbaharui atau dalam istilah populernya terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak
yaitu terbarukan (renewable) [1]. Penggunaan terlalu rumit [3].
biomassa sebagai sumber energi sudah lama Pembakaran yang tidak sempurna
dilakukan tetapi penggunaan bahan bakar ini ditambah dengan perpindahan panas yang
berdampak pada penambahan emisi karbon tidak efisien mengakibatkan efisiensi termal
dalam atmosfer dan pemanasan global karena yang rendah. Selain efisiensi energi yang
hasil pembakaran energi biomassa selain rendah, pembakaran terbuka menimbulkan
melepaskan energi juga melepaskan emisi polutan seperti CO, H2S, NOx, SOx dan
karbondioksida dalam bentuk asap, di samping partikel debu. Gas-gas yang dihasilkan dari
itu dapat menyebabkan lingkungan pembakaran selama kegiatan memasak tidak
pemukiman terganggu [2]. hanya mengotori ruangan tetapi juga atmosfer
Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan yang dapat memicu pemanasan global [4].
sebagai bahan bakar adalah briket. Briket Berdasarkan penjelasan di atas perlu dilakukan
adalah salah satu cara yang digunakan untuk penelitian mengenai potensi tingkat
mengkonversi sumber energi biomassa ke pencemaran udara PM2,5, CO dan CO2 di

201
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

dalam ruangan akibat penggunaan kompor sebesar 6.788,8 kal/g. Kalor merupakan
biomassa dengan bahan bakar briket dan non kuantitas atau jumlah panas baik yang
briket. Selain itu, perlu diketahui tingkat diserap maupun dilepaskan oleh suatu
efisiensi pembakaran dan efisiensi penggunaan benda [5]. Pengujian nilai kalor
bahan bakar dari kedua jenis bahan bakar menggunakan alat bomb kalorimeter
tersebut dengan menggunakan kompor seperti pada Gambar 2.
biomassa.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan penelitian yang dilakukan
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk memberikan
dasar teori yang berhubungan dengan
pelaksanaan penelitian tugas akhir. Studi
literatur penelitian tugas akhir ini
membahas jenis dan sumber pencemar
udara dalam ruangan, kompor biomassa dan Gambar 2. Bomb Calorimeter
bahan bakar, metode pengambilan sampel
PM2,5, CO dan CO2 di dalam ruangan, 3. Pengambilan Data Primer
metode analisis kuantitatif, analisis A. Pengukuran PM2,5
perbandingan polutan yang dihasilkan Pengambilan data dilakukan selama 1 jam
antara bahan bakar biomassa briket dan no sebelum penggunaan kompor biomassa
briket, serta efisiensi pembakaran dan sebagai data background dan selama waktu
efisiensi penggunaan bahan bakar yang pengukuran efisiensi kompor biomassa
terjadi akibat penggunaan kompor biomassa untuk masing-masing perlakuan bahan
dengan bahan bakar briket dan non briket. bakar. Alat yang digunakan pada sampling
PM2,5 yaitu Low Volume Air Sampler
2. Pengumpulan Data Sekunder (LVS) yang menggunakan filter fiber glass
Data sekunder yang dibutuhkan pada dengan metode gravimetri. Laju aliran
penelitian ini merupakan gambaran umum udara untuk sampling PM2,5 sebesar 3,5
mengenai kompor biomassa dan jenis L/menit.
bahan bakar yang digunakan pada
penelitian ini. Kompor biomassa yang
digunakan adalah kompor biomassa yang
diciptakan oleh Sawir dengan bahan bakar
yang digunakan pada penelitian ini adalah
tempurung kelapa dan kayu bakar dalam
bentuk briket dan non briket.

Gambar 3. Low Volume Sampler (LVS)


B. Pengukuran CO dan CO2
Pengukuran CO dan (CO2) dilakukan untuk
pengambilan data primer. Pengujian CO
dan CO2 menggunakan alat Hygrometer Air
Gambar 1. Kompor Biomassa Quality yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Hygrometer Air Quality memiliki rentang
Selain itu dalam penelitian ini
pengukuran karbon monoksida (CO)
dibutuhkan nilai kalor untuk perhitungan
sebesar 0 – 500 ppm dan ketelitian ±3 ppm
nilai efisiensi pembakaran, dimana
dan memiliki rentang pengukuran 0 – 5.000
didapatkan nilai kalor pada bahan bakar
ppm dan ketelitian ±50 ppm untuk CO. Alat
briket tempurung kelapa sebesar 2.857,5
Hygrometer Air Quality menggunakan
kal/g dan nilai kalor briket kayu bakar

202
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

prinsip electro-chemical sensor untuk 2. Tahap Pengambilan Sampel


mengukur karbon monoksida dan prinsip a. Filter dimasukkan ke filter holder,
non-diversive infrared sensor untuk lalu LVS dihubungkan dengan
mengukur CO2. pompa penghisap udara dengan
menggunakan selang silikon
kemudian disambungkan dengan arus
listrik;
b. LVS diletakkan pada titik
pengukuran (di lokasi sampling) dan
setinggi 1 meter dari permukaan
kompor menggunakan tripod;
c. Pompa penghisap udara dihidupkan
dan lakukan sampling dengan
Gambar 4. Hygrometer Air Quality kecepatan laju aliran udara (flow
rate) 3,5 l/menit untuk parameter
Prosedur kerja alat untuk pengukuran CO dan PM2,5. Lama pengambilan sampel
CO2 sebagai berikut. dilakukan selama pengukuran
1) Persiapan Bahan dan Alat efisiensi bahan bakar dilaksanakan;
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam d. Filter dikeluarkan dari filter holder
penelitian ini antara lain: dengan menggunakan pinset dan
a. Bahan bakar briket; dimasukkan ke dalam desikator
b. Air dengan temperatur ruang; selama 24 jam;
c. Panci alumunium; e. Ulangi pengambilan sampel sebanyak
d. Kompor biomassa; 3 kali.
e. Timbangan digital dengan ketelitian 1
gram; 3. Tahap Penimbangan
f. Termokopel tipe K; a. Filter yang telah didiamkan selama
g. Hygrometer Air Quality; 24 jam di dalam desikator ditimbang
h. Low Volume Air Sampler (LVS). dengan menggunakan neraca analitik
hingga didapatkan berat yang stabil;
2) Prosedur Pengujian b. Catat hasil penimbangan berat filter
Pengujian kompor biomassa dilakukan pada form.
menggunakan metode water boiling test
(WBT). WBT merupakan simulasi dari b) Konsentrasi CO dan CO2
proses memasak yang dimaksudkan untuk Prosedur pengujian adalah sebagai berikut:
membantu memahami seberapa energi dapat  Persiapkan stopwatch untuk
ditransfer dari bahan bakar ke panci masak. pengukuran waktu, tunggu sampai
Waktu pengukuran pada fase cold start dan dimulai penyalaan kompor;
hot start yaitu selama pemanasan air hingga  Atur perletakan tungku;
mencapai titik didih, sedangkan untuk fase  Masukkan bahan bakar ke dalam
simmering dilakukan selama 45 menit. tungku sampai 2/3 tinggi ruang
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pembakaran;
(triplo).  Letakkan panci berisi air di atas
tungku;
a) Konsentrasi PM2,5
 Nyalakan api, hidupkan stopwatch.
Prosedur kerja alat LVS untuk PM2,5 Catat waktu ketika api mulai hidup;
sebagai berikut:  Hidupkan alat Hygrometer Air
1. Tahap Persiapan Quality;
a. Filter yang akan digunakan disimpan  Amati dan catat angka konsentrasi CO
di dalam desikator selama 24 jam; dalam ppm yang ditunjukkan pada alat
b. Filter kosong ditimbang hingga ukur dalam satuan ppm setiap 1 menit
didapatkan berat konstan kemudian pengukuran;
berat filter dicatat;  Amati dan catat angka konsentrasi CO2
c. Filter tersebut diletakkan ke dalam dalam ppm yang ditunjukkan pada alat
file box yang berisi silica gel setelah ukur dalam satuan ppm setiap 1 menit
diberi label. pengukuran;
203
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

 Catat waktu ketika air mulai mendidih fcd = konsumsi rata-rata bahan
setiap menit sampai temperatur air bakar kering (g);
mencapai titik didih. Hentikan Pcf = massa panci berisi air setelah
pengujian. Titik didih tidak harus 100 pengujian (g).
0
C, tetapi mengikuti formula sebagai P = massa panci kosong (g)
berikut;
(3.1) 4. Analisis Data Konsentrasi PM2,5, CO dan
CO2
Keterangan: Setelah dilakukan pengukuran PM2,5, CO dan
tD = titik didih (0C) CO2 data konsentrasi dianalisis sehingga
h = ketinggian lokasi dari permukaan diperoleh gambaran konsentrasi PM2,5, CO
laut (meter); dan CO2 dari penggunaan kompor biomassa.
 Fase simmering dilakukan pengujian Perhitungan konsentrasi PM2,5
selama 45 menit dengan
mempertahankan titik didih air;
(3.6)
 Matikan kompor dengan memasukan Keterangan:
pasir ke dalam ruang pembakaran, C = konsentrasi partikel tersuspensi
kemudian pisahkan abu yang terbakar (µg/Nm3)
dengan bahan bakar yang belum Ws = berat filter fiber glass setelah
terbakar; sampling (g)
 Matikan Alat Ukur. Wo = berat filter fiber glass sebelum
C. Pengukuran Efisiensi Bahan Bakar sampling (g)
Briket 106 = konversi dari g menjadi µg
Efisiensi pembakaran merupakan Kemudian konsentrasi yang diperoleh tersebut
perbandingan antara jumlah total energi dikonversi ke persamaan model konversi
untuk memanaskan air (kal) dengan nilai Canter untuk mendapatkan konsentrasi yang
kalor dari berat briket yang digunakan setara dengan konsentrasi gas emisi di udara
(kal). Efisiensi briket dipengaruhi oleh dengan waktu pencuplikan atau pengukuran
jumlah energi, nilai kalor dan temperatur selama 8 jam. Berikut adalah persamaan
[5]. konversi Canter untuk CO dan CO2 [6]:

Perhitungan C8jam= Csampling x (3.7)


 Efisiensi bahan bakar = (3.2)
Keterangan:
 Output = Q = m x C x ΔT (3.3)
 Input = massa briket x nilai kalor (3.4) C8jam = Konsentrasi 8 jam gas (ppm)
Dimana: C = Konsentrasi gas rata-rata yang terukur saat
Q = Nilai kalor (kal/g) sampling n jam (ppm)
m = Massa air rata-rata (g)
C = Panas jenis air (1 kal/g.°C) n = Lama waktu sampling (jam)
ΔT = Perbedaan suhu rata-rata (°C) P = Konversi Canter (0,17-0,2) 0,185 [7]
Selanjutnya pengukuran efiensi penggunaan
bahan bakar yang dilakukan adalah Konsentrasi CO dan CO2 8 jam dibandingkan
perhitungan laju konsumsi spesifik bahan dengan baku mutu udara dalam rumah menurut
bakar terhadap kompor biomassa berbahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1077
bakar briket. Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan
Udara dalam Ruang Rumah. Konsentrasi CO
Perhitungan laju konsumsi spesifik bahan dan CO2 dianalisis dengan membuat rasio
bakar: CO/CO2 sebagai sebagai acuan untuk efisiensi
pembakaran kompor. Rasio CO / CO2 harus
(3.5) kurang dari 0,02 [8].
Keterangan: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
SC = konsumsi spesifik bahan
bakar (g);

204
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

A. Konsentrasi Pengukuran PM2,5, CO dan tempurung kelapa, sehingga pencemar


CO2 PM2,5 yang terukur pada LVS saat
1. Konsentrasi Sebelum Pengujian pembakaran briket kayu bakar lebih sedikit.
(Background) Secara keseluruhan konsentrasi rata-rata
Pengujian background dilakukan selama 1 PM2,5 pada pengujian kompor biomassa
jam untuk mendapatkan konsentrasi dari masing-masing bahan bakar masih
ruangan uji kompor biomassa sebelum memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
dilakukannya penelitian. Konsentrasi PM2,5 di dalam Permenkes RI No. 1077 Tahun
background yang didapatkan sebesar 7,70 2011 sebesar 35 µg/Nm3.
µg/Nm3, konsentrasi CO yang didapatkan
Selain itu kualitas briket juga
sebesar 0 ppm, dan pada pengujian
mempengaruhi emisi yang dihasilkan.
konsentrasi CO2 sebesar 514,29 ppm.
Briket kayu bakar yang diujikan memiliki
2. Konsentrasi Selama Pengujian kualitas yang baik karena memiliki
a) Konsentrasi PM2,5 permukaan yang halus dan rata, tidak
Konsentrasi rata-rata PM2,5 dengan konversi meninggalkan bekas hitam di tangan bila
24 jam dari penggunaan briket tempurung digenggam, tidak mengeluarkan asap bila
kelapa yaitu sebesar 21,03 µg/Nm3 pada dibakar, memiliki sifat kedap air, dan tidak
fase cold start, 23,66 µg/Nm3 pada fase hot mengeluarkan bau. Berbeda dengan briket
start, dan 15,57 µg/Nm3 pada fase tempurung kelapa, apabila digenggam
simmering sedangkan konsentrasi PM2,5 meninggalkan bekas hitam, mengeluarkan
menggunakan bahan bakar briket kayu sedikit asap, dan jika direndam ke dalam air
bakar dengan konversi 24 jam sebesar berat briket langsung bertambah yang
17,17 µg/Nm3 untuk fase cold start, menunjukkan bahwa briket tempurung
20,63 µg/Nm3 untuk fase hot start, dan kelapa tidak kedap air.
12,17 µg/Nm3 untuk fase simmering.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi
hasil pengujian PM2,5 yaitu kondisi ruangan
yang memiliki sedikit ventilasi, sehingga
asap dari pembakaran kompor terakumulasi
di udara dalam ruangan. Upaya penyehatan
yang dapat dilakukan menurut Permenkes
RI No. 1077 Tahun 2011 dalam
pengendalian PM2,5 adalah dengan
memasang ventilasi dapur untuk
mengurangi polusi yang muncul dari
penggunaan kompor. Selain itu, ventilasi
Gambar 5. Konsentrasi PM2,5 Rata-rata Setiap Fase harus memiliki bukaan sekurang-kurangnya
Bahan Bakar Briket 40% dari luas lantai dengan sistem silang.
Hasil perbandingan antara konsentrasi
Konsentrasi dari pembakaran briket PM2,5 dari bahan bakar briket dengan bahan
tempurung kelapa tidak terlalu tinggi, hal bakar non briket menunjukkan konsentrasi
ini disebabkan karena asap yang dihasilkan rata-rata PM2,5 yang terukur memiliki
dari pembakaran briket tempurung kelapa perbedaan yang sangat signifikan.
sangat sedikit, sehingga partikel yang
diemisikan selama pengukuran tidak
banyak, sedangakan konsentrasi PM2,5 pada
briket kayu bakar yang rendah disebabkan
karena selama pengujian tidak terdapat
asap. Briket kayu bakar yang diujikan
memiliki kualitas yang baik dengan kadar
air yang rendah dan tidak kedap air,
sehingga selama proses pembakaran tidak
menghasilkan asap. Kondisi udara saat
pengujian briket kayu bakar terlihat lebih Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi PM2,5 Bahan
Bakar Briket dengan Bahan Bakar
bersih daripada saat pengujian briket

205
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

Biomassa yang Belum Diolah

Konsentrasi rata-rata PM2,5 yang dihasilkan


dari pembakaran briket tempurung kelapa
memiliki nilai 21,03 µg/Nm3 pada fase cold
start, 23,66 µg/Nm3 pada fase hot start, dan
15,57 µg/Nm3 pada fase simmering,
pembakaran bahan bakar non briket berupa
tempurung kelapa didapatkan konsetrasi
rata-rata yang lebih besar dengan nilai
295,19 µg/Nm3 pada fase cold start, 371,53
Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi CO dengan
µg/Nm3 pada fase hot start, dan 54,51 Baku Mutu Udara
µg/Nm3 pada fase simmering. Briket kayu Dari hasil pengukuran CO dan
bakar dengan kayu bakar memiliki perbandingan dengan Peraturan Menteri
perbandingan yang juga signifikan dengan Kesehatan RI Nomor 1077 Tahun 2011 untuk
nilai konsentrasi rata-rata untuk briket kayu ketiga fase didapatkan bahwa penggunaan
bakar yaitu 17,17 µg/Nm3 pada fase cold kompor biomassa dengan bahan bakar briket
start, 20,63 µg/Nm3 pada fase hot start, dan tempurung kelapa dan briket kayu bakar telah
12,17 µg/Nm3 pada fase simmering, memenuhi persyaratan baku mutu yang
sedangkankonsentrasi rata-rata yang berlaku. Hal ini sesuai dengan hasil uji
diperoleh saat pembakaran kayu bakar yaitu penelitian yang dilakukan oleh Qistina dkk
154,99 µg/Nm3 pada fase cold start, 193,37 [11] yang menyatakan gas emisi dari
µg/Nm3 pada fase hot start, dan 54,51 pembakaran pada briket masih di bawah baku
µg/Nm3 pada fase simmering. mutu yang dipersyaratkan.
b) Konsentrasi CO Apabila konsentrasi CO memenuhi baku
mutu dapat mengakibatkan turunnya berat
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan
janin dan meningkatkan jumlah kematian
bahwa konsentrasi CO dengan bahan bakar
bayi serta kerusakan otak. Selain itu gas CO
briket tidak melebihi baku mutu yang telah
dapat mengikat hemoglobin darah
ditetapkan untuk ketiga fase pengujian dan
mengganti posisi oksigen (COHb) bila
masing-masing bahan bakar briket.
terhisap masuk ke paru-paru,
Sedangkan pembakaran bahan bakar
mengakibatkan fungsi vital darah sebagai
biomassa non briket berupa tempurung
pengangkut oksigen terganggu karena
kelapa dan kayu bakar menunjukkan bahwa
ikatan gas CO dengan hemoglobin darah
konsentrasi emisi CO berada di atas baku
lebih kuat 140 kali dibandingkan dengan
mutu yang telah ditetapkan. Hal ini
oksigen. Keadaan ini menyebabkan darah
membuktikan bahwa pengolahan biomassa
menjadi lebih mudah menangkap gas CO
menjadi briket efektif menurunkan
dan menyebabkan fungsi vital darah
konsentrasi emisi CO pada proses
sebagai pengangkut oksigen terganggu.
pembakaran. Bahan bakar briket telah
Keracunan gas CO dapat ditandai dari
mengalami proses karbonisasi atau
keadaan yang ringan berupa pusing, sakit
pengarangan terlebih dahulu yang
kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat
menyebabkan kadar karbon pada briket
seperti menurunnya kemampuan gerak
meningkat. Kadar karbon terikat yang
tubuh, gangguan pada sistem
tinggi akan menyebabkan tingginya nilai
kardiovaskuler, serangan jantung hingga
kalor [9]. Sehingga pembakaran pada bahan
pada kematian [12].
briket lebih baik daripada bahan bakar yang
tidak diolah menjadi briket. Berdasarkan c) Konsentrasi CO2
penelitian yang dilakukan oleh [10] bahwa Perbandingan konsentrasi CO2 kompor
semakin besar persentase biomassa pada biomassa dengan baku mutu udara dalam
briket maka kandungan emisi polutan CO ruang untuk fase cold start dapat dilihat
semakin berkurang. pada Gambar 8 berikut ini.

206
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

briket di bawah nilai 0,02 yaitu dengan


nilai 0,0121 untuk briket tempurung kelapa
dan 0,0099 untuk briket kayu bakar.
Sedangkan pengujian pada bahan bakar
tempurung kelapa dan kayu bakar non
briket diperoleh nilai rasio yang lebih
tinggi yaitu sebesar 0,06 dan 0,049 untuk
masing-masingnya.

Gambar 8. Perbandingan Konsentrasi CO2 2. Rasio CO/CO2 Fase Hot Start


dengan Baku Mutu Udara Rasio CO/CO2 Pada pengujian fase hot start
dapat dilihat pada Gambar 10.
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat
konsentrasi CO2 setelah dibandingkan
dengan baku mutu udara di dalam ruang
untuk parameter CO2, masing-masing
pengujian pada bahan briket telah
memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan. Begitu pula hasil pengujian
yang dilakukan pada bahan bakar
tempurung kelapa dan kayu bakar non
briket juga masih memenuhi baku mutu
untuk parameter CO2 pada setiap fasenya. Gambar 10. Perbandingan Rasio CO/CO2 untuk
Fase Hot Start
B. Rasio CO/CO2
Berdasarkan hasil perhitungan rasio CO/CO2
Rasio CO/CO2 digunakan sebagai metode untuk fase hot start menunjukkan bahwa
untuk menentukan tingkat pembakaran pada efisiensi pembakaran kompor biomassa dengan
ruang pembakaran kompor. Kompor yang bahan bakar briket di bawah nilai 0,02 yaitu
memiliki nilai rasio CO/CO2 yang baik tidak dengan nilai 0,0118 untuk briket tempurung
mengeluarkan karbon yang terbakar dengan kelapa dan 0,0092 untuk briket kayu bakar.
tidak sempurna yang berlebihan. Rasio Sedangkan pada pengujian bahan bakar
CO/CO2 digunakan sebagai acuan untuk tempurung kelapa dan kayu bakar non briket
efisiensi pembakaran kompor dengan syarat didapatkan nilai rasio yang lebih tinggi yaitu
rasio CO/CO2 harus kurang dari 0,02 [8]. sebesar 0,0430.
1. Rasio CO/CO2 Fase Cold Start 3. Rasio CO/CO2 Fase Simmering
Rasio CO/CO2 pada pengujian fase cold Rasio CO/CO2 Pada pengujian fase
start dapat dilihat pada Gambar 9. simmering dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 9. Perbandingan Rasio CO/CO2 untuk Fase


Cold Start
Gambar 11. Perbandingan Rasio CO/CO2 untuk
Fase Simmering
Berdasarkan hasil perhitungan rasio
CO/CO2 untuk fase cold start Berdasarkan hasil perhitungan rasio CO/CO2
menunjukkan bahwa efisiensi pembakaran untuk fase simmering menunjukkan bahwa
kompor biomassa dengan bahan bakar efisiensi pembakaran kompor biomassa dengan

207
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

bahan bakar briket di bawah nilai 0,02 yaitu dibandingkan briket tempurung kelapa. Sesuai
dengan nilai 0,0119 untuk briket tempurung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jalal
kelapa dan 0,0095 untuk briket kayu bakar. [14] bahwa semakin besar nilai kalor briket,
Sedangkan pada bahan bakar tempurung maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan
kelapa dan kayu bakar non briket diperoleh untuk mendidihkan satu liter air.
nilai rasio yang lebih tinggi yaitu sebesar
Sedangkan nilai efisiensi jauh lebih kecil pada
0,0260 dan 0,0320 untuk masing-masingnya.
fase simmering disebabkan karena pengujian
C. Efisiensi Pembakaran Bahan Bakar dilakukan dengan waktu yang lebih lama yaitu
45 menit sehingga bahan bakar yang
Efisiensi merupakan perbandingan antara
digunakan untuk mempertahankan titik didih
jumlah total energi untuk memanaskan air
tersebut lebih besar. Selain itu dengan
(kal) dengan nilai kalor dari berat briket yang
mempertahankan suhu air mendidih maka
digunakan (kal). Efisiensi pembakaran
rentang suhu awal pengujian dan akhir tidak
dipengaruhi oleh jumlah energi, nilai kalor dan
besar, hal ini juga mempengaruhi pada
temperatur [5]. Berdasarkan hasil pengujian,
perhitungan nilai efisiensi pembakaran bahan
nilai kalor yang dimiliki oleh briket kayu bakar
bakar.
sebesar 6.788,8 kal/g sedangkan nilai kalor
briket tempurung kelapa sebesar 2.857,7 kal/g. Briket merupakan bahan bakar yang
Bahan baku yang memiliki nilai kalor yang mengalami proses pengarangan terlebih
tinggi akan menghasilkan bakar briket arang dahulu. Proses pengarangan akan
yang kadar karbon terikatnya tinggi pula [9]. mempengaruhi kualitas briket, yaitu nilai
Menurut Winarni [13], semakin tinggi kadar kalornya yang akan mempengaruhi nilai
karbon terikat akan semakin tinggi pula nilai efisiensi pembakaran. Dimana semakin baik
kalornya, karena setiap ada reaksi oksidasi proses pengarangan maka semakin baik nilai
akan menghasilkan kalori. Efisiensi bahan kalor yang dimiliki briket sehingga akan
bakar briket tempurung kelapa dan briket kayu menghasilkan bahan bakar yang optimum [15].
bakar pada tiap fase dapat dilihat pada Gambar Nilai kalor yang tinggi akan membuat
12. berikut. pembakaran menjadi lebih efisien dan dapat
menghemat kebutuhan briket yang digunakan
[16].
D. Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar
Laju spesifik konsumsi bahan bakar
menggunakan briket kayu bakar diperoleh nilai
sebesar 0,019 g/g pada fase cold start, nilai ini
lebih rendah dari nilai laju spesifik briket
tempurung kelapa yaitu 0,094 g/g. Kemudian
pada fase hot start nilai laju spesifik briket
kayu bakar lebih rendah daripada
Gambar 12 Efisiensi Pembakaran Bahan Bakar menggunakan briket tempurung kelapa dengan
Briket
nilai berturut-turut sebesar 0,017 g/g dan 0,080
Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi g/g. Begitupun untuk fase simmering
pembakaran diketahui bahwa nilai efisiensi menggunakan briket kayu bakar memilki nilai
tertinggi terjadi pada bahan bakar briket kayu laju spesifik yang lebih rendah daripada
bakar yaitu sebesar 61,68 % pada fase cold menggunakan briket tempurung kelapa dengan
start dan 65,51 % pada fase hot start nilai sebesar 0,129 g/g dan 0,154 g/g. Bahan
sedangkan pada bahan bakar briket tempurung bakar dengan nilai laju konsumsi yang rendah
kelapa didapatkan efisiensi sebesar 26,78 % lebih baik karena dapat menghemat
pada fase cold start dan 30,04 % pada fase hot penggunaan bahan bakar. Hal ini menunjukan
start. Perbedaan nilai efisiensi pada kedua bahwa penggunaan bahan bakar briket kayu
bahan bakar ini disebabkan karena waktu bakar lebih hemat bahan bakar dibandingkan
pengujian pada bahan bakar briket kayu bakar briket tempurung kelapa.
yang lebih singkat untuk mendidihkan air. Hal
ini disebabkan karena nilai kalor yang
terkandung pada briket kayu bakar lebih tinggi

208
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

[2] Mamuaja, C.F., Hunta, L.Y., 2012,


Pemanfaatan Biomassa Kering (Kayu)
sebagai Bahan Bakar untuk Menguji
Kerja Prototype Kompor Biomassa,
Jurnal Buana Sains, Vol 12, No 1, 75-
82.

[3] Usman E., 2014., Karakterisasi Briket


Campuran Arang Tempurung Kelapa Dan
Gambar 13 Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar Serbuk Kayu Gergaji Sebagai Bahan
Briket Bakar Alternatif Ramah Lingkungan,
Skripsi, Gorontalo, Universitas Negeri
Gorontalo.
4. KESIMPULAN
[4] Mac Carty N., Ogle D., Still D., Bond T,
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan Roden C., 2008, A Laboratory
ini adalah: Comparison of the Global Warming
1. Hasil pengukuran konsentrasi PM2,5 Impact of Five Major Types of Biomass
CO, CO2 yang dihasilkan dari Cooking Stoves, Energy for Sustainable
pembakaran briket kayu bakar lebih Development XII, 5-14.
rendah dibandingkan briket tempurung
[5] Santosa, Mislaini R., Swara, P.A., 2010,
kelapa berdasarkan baku mutu
Studi Variasi Komposisi Bahan Penyusun
Permenkes RI No. 1077 Tahun 2011 Briket dari Kotoran Sapi dan Limbah
untuk semua fase uji WBT; Pertanian, Skripsi, Padang, Universitas
2. Hasil perhitungan rasio CO/CO2 kompor Andalas.
biomassa dengan bahan bakar briket
menunjukkan bahwa pembakaran yang [6] Fildzah, A.Q., 2014, Metode Gravimetri
dilakukan dengan bahan bakar briket lebih dalam Alat High Volume Air Sampler
sempurna dibandingkan dengan bahan (HVAS) sebagai Cara Kuantitatif
bakar non briket, di mana konsentrasi CO Mengukur Kualitas Debu dalam Ruangan,
yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi Fakultas MIPA, Jakarta, Universitas
CO2; Indonesia.
3. Efisiensi penggunaan bahan bakar tertinggi
pada kedua briket adalah pada fase hot start [7] Kamal, N.M., 2015, Studi Tingkat Kualitas
sedangkan nilai efisiensi terendah pada Udara pada Kawasan Mall Panakukang
kedua briket pada fase simmering; Di Makassar, Skripsi, Makasar,
Universitas Hasanudin.
4. Penggunaan briket kayu bakar lebih hemat
daripada briket tempurung kelapa karena [8] Kirumbi, M.R, dan Ondu, C.K.K., 2016,
briket kayu bakar memiliki nilai laju Comparative Analysis of Indoor Air
konsumsi spesifik yang lebih rendah Pollutants Emitted by the Advanced
dibandingkan briket tempurung kelapa; Stove Relative to the Conventional
5. Bahan bakar briket menghasilkan emisi Bioethanol Gel Stoves. IJAERT, vol 4,
yang lebih rendah daripada biomassa non ISSN Nomor 2348 – 8190.
briket, dan penggunaan bahan bakar briket
lebih efisien daripada biomassa non briket. [9] Hendra, Dj., 2007, Pembuatan Briket
Arang dari Campuran Kayu, Bambu,
Sabut Kelapa dan Tempurung Kelapa
5. REFERENSI sebagai Sumber Energi Alternatif.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB: Bogor.
[1] Rawung M., Ludong, P.M., 2014, Kompor
Biomassa Menggunakan Bahan Bakar [10] Sulistyanto A., 2006, Karakteristik
Kayu Cengkeh (Syzygium Aromaticum) Pembakaran Biobriket Campuran
Sebagai Sumber Energi, Manado. Batubara dan Sabut Kelapa. Media
Mesin, 7(2), hal 77-84.
209
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

[11] Qistina I., Sukandar D., Trilaksono.,


2016, Kajian Kualitas Briket Biomassa
dari Sekam Padi dan Tempurung
Kelapa, Banten.

[12] Sugiarti, 2009, Gas Pencemar Udara dan


Pengaruhnya bagi Kesehatan Manusia,
Jurnal Chemica, Vol, 10 Nomor 50-58,
Universitas Negeri Makassar.

[13] Winarni I., 2003, Sifat Fisis dan Kimia


Briket Arang Campuran Limbah Kayu
Gergajian dan Sebetan Kayu, Jurnal
Penelitian Hasil Hutan.

[14] Jalal S., 2013, Perbandingan


Karakteristik antara Briket-briket
Berbahan Dasar Sekam Padi sebagai
Energi Terbarukan, Skripsi, Jurusan
Fisika. Universitas Jember.

[15] Rayadeyaka, R.R., 2008, Optimasi Kadar


Perekat pada Briket Limbah Biomassa,
Skripsi, Bogor, Institut Pertanian Bogor.

[16] Jamilatun S., 2008, Sifat-sifat Penyalaan


dan Pembakaran Briket Biomassa,
Briket Batubara dan Arang Kayu,
Jurnal Rekayasa Proses, Vol 2, No. 2.

210
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau

You might also like