Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional Desa Kajowair

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

DOI: https://doi.org/10.24843/JH.2020.v24.i03.

p11 p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X


Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019 Humanis: Journal of Arts and Humanities
Vol 24.3 Agustus 2020: 314-321

Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat


Tradisional Desa Kajowair

Sisislia Marlini*, A.A.Ayu Murniasih, I Ketut Kaler


Prodi Antropologi,Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
Email: Sisiliamarlini@gmail.com
Maumere, NTT, Indonesia
*Corresponding Author

Abstract
Watu Bo institut server as container of eduction and preserves by reproducing
traditional woven cloth passed down from the ancestor using natural substance and
dyes as well traditional loom loms, not machines (ATMB). The problem formula in
this research covers (1) how was the traditional binding processin the Watu Bo
Workshop?, (2) what is the Watu Bo’s strategic role in the existence of traditional
Weaving?. As for the purpose of this study is (1) to know the traditional weaving
works in the Watu Bo cage. (2) to identify Watu Bo’s strategic role against
traditional weaving.The theory used in the study, the theory of production and the
theory of role, because weavers in Watu Bo industries play a part in this
traditional weaving work. But among the concepts that are used: roles, Watu Bo
cage, and the production of zip looms. In this study the method in use is qualitative
descriptive, with primary and secondary data sources, with data collection
techniques through observation, interviews, and library studies.Results found in
studies suggest that a Watu Bo clinic produces traditional weaving, using natural
materials and dyes and using loom equipment instead of maschines to produce
colth. Production products are sold booth local and foregin communities. Watu
Bo’s cage plays strategic role in the traditional weaving of weaving; help to boots
the family economy, preserving cultural heritage, passing on the rising generation,
absorbing the peach of work, tourism, and helping to preserve the environment.

Keywords: roles, Watu Bo, Production of cuttings

Abstrak
Sanggar Watu Bo mempunyai peranan sebagai wadah edukasi serta melestarikan
dengn memproduksi kembali kain tenun ikat tradisional yang diwariskan oleh
nenek moyang dengan menggunakan bahan-bahan dan pewarna alami serta
peralatan menenun secara tradisional yaitu alat tenun bukan mesin (ATBM).
Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi (1) bagaimana proses pembuatan
kain tenun ikat tradisional di sanggar Watu Bo? (2) bagaimana peranan strategis
sanggar Watu Bo terhadap keberadaan tenun ikat tradisional?. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan tenun ikat
tradisional di sanggar Watu Bo, (2) untuk mengidentifikasikn peranan strategis
sanggar Watu Bo terhadap keberadaan tenun ikat tradisional. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini, yakni teori produksi dan teori peranan karena penenun di
sanggar Watu Bo mempunyai peranan dalam produksi tenun ikat trdisional ini.
Sedangkan konsep yang digunakan antara lain: peranan, sanggar Watu Bo, dan
produksi tenun ikat. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, dengan sumber data yaitu data primer dan data sekunder
314

Info Article
Received : 14th September 2019
Accepted : 22nd August 2020
Publised : 31st August 2020
Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional Desa Kajowair | 315

dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi


pustaka.Hasil yang ditemukan dalam penelitian memperlihatkan bahwa sanggar
Watu Bo memprodukasi tenun ikat tradisional menggunakan bahan-bahan dan
pewarna alami serta menggunakan peralatan tenun bukan mesin hingga
menghasilkan selembar kain. Hasil produksi dijual kepada masyarakat lokal
maupun mancanegara. Sanggar watu bo mempunyai peranan strategis terhadap
keberadaan tenun ikat tradisional antara lain membantu meningkatkan ekonomi
keluarga, memertahankan warisan budaya, mewariskan kepada generasi muda,
menyerap tenaga kerja, pariwisata dan membantu melestarikan lingkungan.

Kata kunci: peranan, sanggar Watu Bo, produksi tenun ikat

PENDAHULUAN menggunakan bahan dan pewarnaan


Provinsi Nusa Tenggara Timur alami ini memakan waktu yang begitu
dikenal memiliki banyak kerajianan lama dan butuh kesabaran yang tinggi
tenun ikat tradisional yang tumbuh dan untuk menghasilkan selembar kain.
berkembang secara turun-temurun dalam Berjalannya waktu masuklah benang
masyarakat, seperti tenun ikat Sumba, sintetis dan pewarna tekstil yang dijual di
tenun ikat Kupang, tenun ikat Flores, toko sehingga para penenun lebih tertarik
tenun ikat Sabu dan tenun ikat Timor, menggunakan benang sintetis dan
serta melestarikan budaya yang pewarna tekstil karena dengan
diwariskan oleh para leluhur, karena menggunakan bahan tersebut lebih
banyak terdapat nilai-nilai tinggi yang mempermudahkan dalam mengerjakan
terkandung di dalamnya (Setiawan, selembar kain.
2014:353). Hal itu di sebabkan karena Tenun ikat yang menggunakan
nilai budaya merupakan konsep-konsep bahan-bahan dan pewarnaan alami lama-
mengenai sesuatu yang ada di dalam kelamaan memudar, karena sebagian
alam pikiran sebagian besar dari besar pengrajin tenun ikat lebih tertarik
masyarakat yang mereka anggap bernilai, menggunakan bahan-bahan dan
berharga, dan penting dalam kehidupan pewarnaan kimia. Kehadiran sanggar
sehingga dapat berfungsi sebagai Watu Bo sebagai wadah edukasi, serta
pedoman yang memberi arah dan orentasi melestarikan dengan memproduksi
pada kehidupan para warga tadi kembali tenun ikat yang diwariskan oleh
(Koentjaraningrat 2009:153). nenek moyang menggunakan bahan-
Kain tenun merupakan salah satu bahan dan pewarnaan alami serta
warisan budaya dari Flores bagian Timur. menggunakan peralatan menenun secara
Sebagian masyarakat memproduksi kain tradisional yaitu alat tenun bukan mesin
tenun salah satunya kain tenun ikat. (ATBM).
Setiap daerah di Flores menampilkan Sanggar Watu Bo didirikan pada
corak dan ragam hias serta warna yang tanggal 14 Frebuari 2014, oleh pendiri
berbeda (Elvida, 2015:2). Ibu Rosvita Sensiana. Beliau
Kabupaten Sikka, hampir setiap desa membentuk Sanggar ini guna membantu
terdapat tenun ikat dengan beragam motif meningkatkan kebutuhan ekonomi
yang diwarisakan oleh nenek moyang, masyarakat setempat dengan
dengan menggunakan bahan-bahan dan memproduksi tenun ikat dari bahan-
pewarnaan alami. Para penenun mulai bahan dan pewarna alami. Beliau
mengerjakan tenun ikat menggunakan mengajak ibu-ibu dan kaum muda yang
bahan-bahan dan pewarna alami tersebut. ada di Kampung Watublapi untuk
Proses pengerjaan tenun ikat menjaga, melestarikan, serta
316 | Sisislia Marlini, A.A.Ayu Murniasih, I Ketut Kaler Vol 24.3 Agustus 2020

memproduksi tenun ikat dari bahan dan Pembuatan kain tenun ikat dengan bahan
pewarna alami. Memberi pelatihan pewarna alami tidaklah mudah untuk
kepada anggotanya yang berjumlah 22 dikerjakan apalagi oleh kaum muda di
orang, tentang cara membuat tenun ikat jaman yang sudah maju seperti saat ini,
dari bahan-bahan dan pewarna alami karena setiap prosesnya sangat
hingga menjadi selembar kain sarung. dibutuhkan ketekunan, keuletan,
Kain sarung pada awal mulanya di keterampilan dan juga kesabaran yang
jadikan sebagai bahan penutup badan dan tinggi. Sanggar Watu Bo juga
juga sebagai pemberian belis (mas mengadakan pelatihan pewarnaan alami
kawin). Seiring berjalannya waktu kain (marlami) dengan beberapa Sanggar
sarung ini di kenal oleh masyarakat luas yang ada di Maumere antara lain :
bahkan sampai mancanegara dan banyak (Sanggar Bliran Sina, Sanggar Lepo
orang tertarik dengan kain sarung yang Lorun dan Sanggar Dokar Tawa Tana).
di buat dari bahan dan pewarna alami ini Berjalannya waktu para anggota
sehingga kain ini juga di perjual-belikan perlahan mulai memahami setiap gagasan
guna memenuhi kebutuhan ekonomi yang ada, mulai terampil dan tekun
masyarakat setempat serta dalam mengerjakan tenun ikat dengan
mengembangkan budaya yang ada di pewarna alami. Hal ini di dukung dengan
tengah masyarakat luas. Gagasan beliau hasil tenunan yang menarik perhatian
adalah membuat kain tenun dengan masyarakat dan sangat diminati oleh
motif-motif yang mengangkat nilai luhur pembeli serta permintaan konsumen yang
masyarakat Desa Kajowair dan motif- semakin meningkat, membuat semangat
motif kontemporer menggunakan bahan para anggota pengrajin tenun ikat mulai
dan pewarna alami. Penggunaan motif bangkit untuk menekuni pekerjaan ini.
dan pewarna alami ini bertujuan untuk Hal ini juga mempermudah kegiatan
melestarikan budaya dan menumbuhkan pemasaran karena setiap kain yang
kecintaan masyarakat Watublapi terhadap selesai di tenun terjual dalam kurun
tenun ikat. waktu yang cepat.
Secara etimologi, sanggar Watu Bo Kain hasil tenun ikat di sanggar
mempunyai makna yaitu ”watu= batu” Watu Bo selain di perjual belikan di
dan “Bo= bernafas,” yang berarti “batu sanggar ada juga di promosikan lewat
bernyawa” dari makna tersebut sang media sosial, bekerjasama dengan
pendiri berharap semua anggota yang pemerintah Desa Kajowair, Flores
terlibat dalam sanggar mampu Komodo Tour, dan Dinas Pariwisata dan
bekerjasama mengembangkan usaha Kebudayaan Kabupaten Sikka. Sanggar
tenun ikat mereka. Maka dari itu, setiap Watu Bo juga beberapa kali mengikuti
anggota sanggar diwajibkan untuk kegiatan pameran yang bertujuan
memenuhi peraturan yang ada. Selain itu mempromosikan budaya tenun ikat
para anggota sanggar maupun mereka tradisional serta menjual kain tenun ikat.
yang ingin bergabung diharapkan agar Pameran ini juga menjadi peluang
memiliki kemauan untuk bekerja keras bagi sanggar Watu Bo untuk
dalam pembuatan kain pewarna alami. mempromosikan sanggarnya beserta
Kendala yang di hadapi sanggar semua hasil tenun ikat dan keterampilan
Watu Bo, salah satu kendalanya adalah lainya seperti gelang dari bahan alami,
cara membimbing anggota yang belum tas sarung, dompet, anting, secara
memahami cara mengerjakan tenun ikat langsung kepada masyarakat luas.
dari bahan pewarna alami, hal ini Mempermudahkan konsumen untuk
membutuhkan waktu yang cukup lama. bertemu langsung dengan para penenun
Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional Desa Kajowair | 317

tanpa harus mendatangi lokasi sanggar. dan sumber data, baik manusia maupun
Selain mempromosikan melalui media benda (Koentjaranigrat, 2014: 99).
sosial dan kegiatan pameran, sanggar Jenis data yang digunakan adalah
Watu Bo telah menjalin hubungan data kualitatif dimana hasil dari
kerjasama dengan beberapa orang serta penelitian ini berupa data deskriptif yang
lembaga yang ada di luar Provinsi, salah menjelaskannya secara terperinci
satunya NOESA yang bertempat di mengenai topik yang diangkat. Sumber
Jakarta. Dengan adanya kerjasama data yang digunakan dalam peneltian ini
tersebut sanggar Watu Bo di promosikan terbagi menjadi dua jenis yaitu data
langsung oleh NOESA di Jakarta primer dan data sekunder. Adapun teknik
(Sumber : ketua sanggar Watu Bo). pengumpulan yang digunakan adalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, sebagai berikut: 1) Teknik penentuan
penulis tertarik untuk melakukan informan; 2) Teknik observasi partisipan;
penelitian mengenai “ peranan sanggar 3) Teknik Wawancara; 4) Studi
Watu Bo dalam produksi tenun ikat Kepustakaan. Selain dari pada itu dalam
tradisional di Desa Kajowair, NTT” penelitian ini terdapat tiga tahapan yang
Berdasarkan latar belakang diatas, harus dikerjakan dalam menganalisis data
dapat dirumuskan permasalahnya sebagai penenlitian khualitatif, yaitu (1) reduksi
berikut: Bagaimana proses pembuatan data (data reduction); (2) penyajian data
kain tenun ikat tradisional di sanggar (data display); (3) penarikan serta
Watu Bo, Desa Kajowair, Kecamatan penguji kesimpulan (drawing and
Hewokloang, Kabuaten Sikka, Provinsi verifying conclusion).
Nusa Tenggara Timur?, Bagaimana
peranan strategis Sanggar Watu Bo HASIL DAN PEMBAHASAN
terhadap keberadaan tenun ikat
tradisional di Desa Kajowair, Kecamatan Proses Pembuatan Tenun Ikat
Hewokloang, Kabupaten Sikka, Provinsi Tradisional di Sanggar Watu Bo
Nusa Tenggara Timur. Adapun tujuan Tenun ikat tradisional yang ada di
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) sanggar Watu Bo merupakan tenun ikat
Untuk mengidentifikasikan proses yang proses pembuatannya dikerjakan
pembuatan tenun ikat tradisional dan secara tradisional dan diwariskan para
bagaimana peranan strategis sanggar leluhur secara turun¬-temurun, mulai dari
Watu Bo terhadap keberadaan tenun ikat pengumpulan bahan hingga proses
tradisional pada masyarakat Desa menenun dan menghasilkan selembar
Kajowair. 2) Untuk mengetahui proses kain. Terdapat 4 proses yang dikerjakan
pembuatan tenun ikat tradisional dan oleh pengrajin tenun ikat disanggar Watu
bagaimana peranan strategis sanggar Bo, yakni proses mengerjakan benang,
Watu Bo terhadap keberadaan tenun ikat proses mengikat motif, proses
tradisional pada masyarakat Desa mewarnakan benang dan proses
Kajowair memasang lungsin & bertenun

METODE a. Proses Mengerjakan Benang


Metode yang digunakan dalam Proses mengerjakan benang ini
penelitian ini merupakan metode terdapat 5 langkah yakni: (1) Menjemur
penelitian kualitatif. Metode kualitatif kapas hingga kering untuk
melihat data bukan sebagai informasi mempermudahkan pemisahan biji kapas.
mentah yang didapat dari lapangan tetapi (2) Pemisahan biji kapas , pada proses ini
didapat dari hasil interaksi antara peneliti dilakukan denga dua cara yabg pertama
318 | Sisislia Marlini, A.A.Ayu Murniasih, I Ketut Kaler Vol 24.3 Agustus 2020

memisahkan bijikapas menggunakan d. Proses memasang lungsin dan


tangan dan kedua memisahkan biji kapas bertenun
menggunakan alat (keho). (3) Proses memasang lungsin terdapat
Menghaluskan kapas (weting), dua tahap antara lain: (1) Memasang
menggunakan alat yang berupa busur lungsin; proses pengaturan benang jalur
terbuat dari tali senar. Kapas dipukul- ikat (kelan) dan jalur non ikat (huran)
pukul menggunakan tali senar untuk yang dililitkan secara vertikal pada suatu
menjatuhkan kotoran dan membuat kapas alat yang disebut a’i nalar. (2)
menjadi lentur. (4) Menggulung kapas, Memasang peralatan lain untuk menenun,
kapas digulung dengan seporong kayu kemudian benang siap di tenun. Menenun
sehingga gulungan itu menjadi bulat adalah suatu seni, karena seni merupakan
memanjang sebesar ibu jari untuk keahlian dan keterampilan manusia untuk
dilanjutkan ke proses pemintalan. (5) mengekspresikan dan menciptakan hal-
Memintal kapas menjadi benang (jata hal yang indah serta bernilai
kapa), pada proses ini gulungan kapas (Koentjaraningrat, 2011 dalam
dimasukan kealat memintal (jata) kapas Nurcahyani, 2018:60). Menenun yang di
akan diproses menggunakan alat ini dan kerjakan oleh pengrajin tenun ikat
akan menjadi benang. sanggar Watu Bo menggunakan peralatan
tenun tradisional (ATBM). Alat Tenun
b. Proses Mengikat Motif Bukan Mesin merupakan alat tenun
Pada proses ini sebelum memasuki tradisional untuk membuat kain tenun
tahap mengikat motif, terlebih dahulu yang digerakan oleh tenaga manusia
yang dilakukan adalah merentangkan (Wartiono, dkk, 2008:121). Dalam
benang ke pemidangnya, kemudian menenun semua jenis kain, cara
mengikat motifnya. menenunnya sama. Hal yang
membedakan dalam menenun yakni
c. Proses mewarnakan Benang ukuran kain yang akan di tenun.jika
Dalam proses memberi pewarna ukuran kain panjang maka memakan
alami pada kain tenun, ada dua macam waktu satu sampai dua minggu untuk
benang tenun yang perlu diwarnai, yaitu menyelesaikan. Dan ukuran kain yang
pewarnaan benang lungsin dan benang pendek memakan waktu satu minggu
pakan (kapa laing). Pada tahap proses untuk menyelesaikannya.
pewarnaan, warna benang sangat
menentukan desain dari kain Peranan Strategis Sanggar Watu Bo
(Nurmeisarah, 2015:5). Proses Tehadap Keberadaan tenun Ikat
mewarnakan benang diawali oleh proses Tradisional.
koja gelo yaitu proses pencelupan benang
dalam adukan minyak kemiri, kulit a. Membantu Meningkatkan Ekonomi
pohon dadap dan daun talin bao yang keluarga
ditumbuk halus. Selesai proses Ekonomi keluarga sendiri membahas
peminyakan, benang di warnai. Terdapat tentang bagaimana keluarga menghadapi
empat pewarna alami di sanggar Watu Bo masalah kelangkaan sumber daya untuk
antara lain: pewarna merah mengkudu, memuaskan keinginan dan kebutuhan
pewarna biru indigo, pewarna hijau dari akan barang dan jasa serta kesejahteraan
dedaunan hijau dan pewarna kuning dari keluarga. Kesejahteraan keluarga sangat
kunyit (Wijana, 2016:32). berhubungan erat dengan pemenuhan
kebutuhan ekonomi (Neonufa,
2016:1222). Keberadaan tenun ikat
Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional Desa Kajowair | 319

dalam kehidupan masyarakat memiliki merupakan warisan dari nenek moyang


peran dan bernilai sangat baik secara dari generasi ke generasi secara turun
ekonomi. (Lanu,2016:1). Sanggar Watu temurun. Untuk mendapatkan warisan
Bo yang berada di Desa Kajowair seni menenun ini tentu saja harus melalui
merupakan sebuah wadah dalam proses belajar terlebih dahulu. Seperti
memproduksi tenun ikat tradisional yang halnya yang diterapkan para penenun
kemudian kain hasil produksi di jual baik kain tenun ikat tradisional di sanggar
kepada masyarakat lokal maupun Watu Bo, mereka memperoleh
mancanegara guna membantu pengetahuan dan keterampilan menenun
meningkatkan kebutuhan ekonomi, kain tenun ikat dari lingkungan keluarga
terutama anggota pengrajin tenun ikat di masing-masing yang sudah diwariskan
sanggar itu sendiri. oleh nenek moyang sejak zaman dahulu.
b. Memertahankan Warisan Budaya
Kain tradisional merupakan salah d. Menyerap Tenaga Kerja
satu warisan budaya bangsa yang Sanggar Watu Bo secara tidak
mencerminkan identitas bangsa. Salah langsung dengan memproduksi kain
satu contoh kain tradisional yang ada tenun ikat tradisional dapat menciptakan
hingga kini adalah tenun. Kain tenun ikat lapangan pekerjaan yang baru di Desa
khas Maumere (Kabupaten Sikka) adalah Kajowair. Sanggar tersebut mampu
salah satu dari sekian banyak produk menarik masyarakat sekitar untuk mau
budaya yang saat ini telah mendunia. bergabung dan bekerja di sanggar.
Kain tenun ikat tradisional (utan dan lipa) Sebagian masyarakat yang terserap
merupakan salah satu khasanah milik adalah perempuan. Banyak perempuan di
masyarakat Maumere pada umumnya Desa Kajowair yang mempunyai
yang dikerjakan oleh para pengrajin keterampilan menenun. Tenun menenun
tenun ikat sejak dahulu, tidak terkecuali merupakan tradisi yang diwariskan
bagi anggota pengrajin tenun di sanggar secara turun temurun dan dilakuka oleh
Watu Bo Desa Kajowair. Warisan leluhur seluruh kaum wanita pada usia tertentu
ini sampai sekarang masih tetap (Wafiroh, 2017:103).
dipertahankan dan dikembangkan, karena
memiliki nilai filosofi dan nilai estetika e. Menjaga Kelestarian Lingkungan
yang tinggi baik berlambang status sosial Lingkungan adalah suatu media
dan budaya maupun bernilai ekonomi. dimana makhluk hidup tinggal, mencari,
Selain itu terdapat nilai kesakralan yang dan memiliki karakter serta fungsi yang
tercermin dari aturan pemakaian sarung khas yang mana terkait secara timbal
yang tidak bias sembarang di pakai balik dengan keberadaan makhluk hidup
(Putra, 2015:27). yang menempatinya, terutama manusia
yang memiliki peranan yang lebih
c. Mewariskan Pengetahuan Menenun kompleks dan rill (Setiadi dkk,
Kepada Generasi Muda 2007:179). Warga atau masyarakat dapat
Seni budaya merupakan segala berperan serta dalam pengelolaan
sesuatu yang diciptakan manusia tentang lingkungan hidup. masyarakat Desa
cara hidup berkembang secara bersama. Kajowair terutama para pengrajin tenun
(Nurwati, 2018:58). Seni yang ikat di sanggar Watu Bo memanfaatkan
dimaksudkan adalah tenun ikat sebagai tumbu-tumbuhan yang ada disekitar
salah satu kain yang di buat melalui lingkungan setempat sebagai bahan
prosses menenun, oleh pengrajin tenun pewarna dalam tenun ikat.
ikat. Keahlian dan keterampilan menenun
320 | Sisislia Marlini, A.A.Ayu Murniasih, I Ketut Kaler Vol 24.3 Agustus 2020

f. Pariwisata muda, menjaga kelestarian lingkungan


Pariwisata adalah berbagai macam dan pariwisata.
kegiatan wisata dengan didukung
berbagai fasilitas serta interaksi antara REFERENSI
wisatawan dengan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, pemerintah, Elvida, Maria. 2015. “Pembuatan Kain
pemerintah daerah dan pengusaha. Tenun Ikat Maumere di Desa
Provinsi di kawasan Timur Indonesia Wololora”. NTT: Jurnal Holistik
yang memiliki peluang dalam Volume 3 No. 16: 2
pengembangan pariwisata adalah Nusa
Tenggara Timur, Flores, Kabupaten Koenjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Sikka-Maumere (Osin, 2019:10). Antropologi. Jakarta: PT Ranika
Maumere merupakan salah satu kota Cipta
yang terkenal akan sejarah dan
kebudayaan. Salah satu obyek wisata Koentjaraningrat. 2014. Sejarah Teori
budaya yang kerap dikunjungi para Antropologi 1. Jakarta:UI Press.
wisatawan di Kabupaten Sikka, Kota
Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur Lanu, Veronika, dkk. 2016. “Peranan
adalah tenun ikat Sikka. Pengembangan Buku Reverensi Pembuatan Tenun
pewarna alami di dalam sanggar ini Ikat Tradisional bagi Kalangan
sebagai bagian dari Desa kajowair Remaja di Kabupaten Sikka
sebagai destinasi wisata. Maka penting Kepulauan Flores sebagai Bentuk
untuk melihat pariwisata di Desa Pelestarian”. NTT: Art Nouveau
kajowair ini sebagai sesuatu yang Volume 5 No. 2: 1
sifatnya holistik, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sistem Neonufa, Samrid, dkk. 2016. “Analisis
pendukungnya. Dampak pelatihan dalam
Meningkatkan Kesejahteraan
SIMPULAN Keluarga Perempuan penenun”.
Berdasarkan analisis penelitian NTT: Jurnal Pendidikan Volume 1
mengenai “ Peranan Sanggar Watu Bo No 6: 1222
dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional di
Desa Kajowair”, dapat disimpulkan Nurcahyani, Lisyawati. 2018. “Strategi
sebagai berikut: pertama, sanggar Watu Pengembangan Produk Kain Tenun
Bo mengerjakan tenun ikat tradisional Ikat Sintang”. Kalimantan Barat:
mulai dari proses mengolah kapas Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
menjadi benang, pewarnaan, dan Volume 3 No. 1:60
menenun sampai menghasilkan selembar
kain tenun dilakukan dengan metode Nurmeisarah, Trisna. 2015. “Tinjauan
yang tradisional dalam setiap tahap yang Tentang Tenun Tradisional Dusun
ada. Kedua, sanggar Watu Bo Sade Desa Rambitan Kecamatan
mempunyai peranan penting terhadap Pujut Kabupaten Lombok Tengah”.
keberadaan tenun ikat tradisional sebagai NTB: E-Journal Volume X No. 3: 5
berikut: membantu meningkatkan
ekonomi keluarga, memertahankan Nurwati, Samsir. 2018. “Pelestarian Seni
warisan budaya, mewariskan Budaya melalaui Home Industry
pengetahuan menenun kepada generasi Tenun Samarinda”. Kalimantan
Peranan Sanggar Watu Bo Dalam Produksi Tenun Ikat Tradisional Desa Kajowair | 321

Timur: Jurnal el-Buhuth Volume 1 Management Agroindustri Volume


No. 1: 58 5 No. 1:32

Osin, Rosvita, dkk. 2019. “Strategi


Pengembangan Objek Wisata
Kampung Tradisional Bena
Kabupaten Ngada”. NTT: Jurnal
ISSN Volume 14 No. 1: 10

Putra, Heddy Ahimsa. 2015. “Seni


Tradisi, Jati Diri dan Strategi
Kebudayaan”. Sumatra Barat:
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan
Volume 2 No. 1:27

Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial Dan


Budaya Dasar. Jakarta: Prenanda
Media Group

Setiawan, Budi. 2014. “Strategi


Pengembangan Tenun Ikat
Kupang”. NTT: Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan Volume 20 No. 3:
353

Wafiroh, Himmah. 2017. “Interaksi


Sosial Wanita Pengrajin Tenun Ikat
Troso dalam Kegiatan
Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga (PKK)”. Jawa Tengah:
Jurnal IJTIMAIYA Volume 1 No.
1:103

Wartiono, Totok., dkk. 2008. “Inovasi


ATBM dengan Pengendali PLC
(Prorgammble logic controlle)
sebagai Alat Tenun Alternatif”.
Solo: Jurnal ISBN Volume 2 No. 2:
121

Wijanah, Susinggih. 2016. “Aplikasi


Pewarna Batik pada Tenun dari
Serat Daun Nenas (Kajian Proporsi
Jenis Benang dan Jenis Pewarna)”.
Malang: Jurnal Teknologi dan

You might also like