Professional Documents
Culture Documents
Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi Oleh: Dr. A. B. Takko Bandung
Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi Oleh: Dr. A. B. Takko Bandung
Pemaknaan Agama Dalam Perspektif Antropologi-Sosiologi Oleh: Dr. A. B. Takko Bandung
Takko Bandung
1
Oleh: Dr. A. B. Takko Bandung < >
Abstract
There are many experts of various disciplines provide definition and
understanding of religion. Some of them have been revealed in this
writing related to anthropology and sociology only. E.B. Taylor was the
first who studied and provided minimal definition of religion as a belief
to spiritual beings. He said that the origin of religion began when the
man was aware of the existence of soul. Frazer believes that the origin of
religion began when the man was not able to solve various problems of
their lives due to limitation of their reasoning. Whereas Durkheim as-
sumes that religion was a sosial product as a collective thing with the
aim to unite the members of society in a moral community. Durkheim
emphasizes that nothing is wrong in religion. In reality all religions are
right in its own model. This means religion is right based on the religion
itself and its adherents. The writer states that the frames to understand
religious phenomena are : first, it has supernatural concept; second, it
has doctrine and teaching in the holy book, revelation, oral and written
sources; third, cosmology that is how this nature is composed following
the perception of its followers; fourth, ritual or charity ceremony, and
fifth, mediator of religion and religious group.
PENDAHULUAN
I
stilah agama apabila ditinjau dari sudut padang bahasa Indonesia, maka
kata agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa Sanskerta
yang terdiri dari dua suku kata yaitu a berarti tidak dan gama berarti
kacau, a g a m a berarti tidak kacau. Jadi, secara linguistik kebahasaan a g a m a
dapat diartikan b a h w a suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar
( , )
Penulis adalah Dosen FISIP UNHAS Makassar
tidak kacau. Sedangkan kata religi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu reli-
gion yang berarti m e n g u m p u l k a n atau mengikat. Hal ini dapat dimaksudkan
sekumpulan manusia y a n g diikat oleh suatu ikatan itulah yang disebut religi atau
agama.
K o e n t j a r a n i n g r a t m e n e g a s k a n b a h w a istilah a g a m a d i g u n a k a n u n t u k
3
menyebut a g a m a - a g a m a yang resmi diakui oleh negara. Sedangkan a g a m a -
agama yang hidup pada beberapa suku di Indonesia sebagai agama asli, tidaklah
dianggap sebagai suatu agama, tetapi sebagai suatu aliran kepercayaan atau
golongan penghayat kepada Tuhan Yang M a h a Esa. Koentjaraningrat barangkali
mengikut pandangan yang membedakan antara agama budaya dan agama wahyu.
Padahal Evans-Pritchard m e n e g a s k a n b a h w a dikotomi a g a m a budaya dengan
4
a g a m a w a h y u sebenarnya palsu dan hanya mengelirukan.
PEMBAHASAN
Asal Mula Agama
Banyak pakar sejak dahulu telah melakukan pengkajian dari berbagai disiplin
ilmu tentang asal mula agama. Kajian antropologi tentang asal mula a g a m a juga
telah dilakukan oleh beberapa pakar dari berbagai aspek. E. B. Tylor adalah
seorang yang pertama mengkaji dan mendefinisikan agama dengan sangat minim
yaitu kepercayaan pada m a k h l u k spiritual. Dia m e n y a t a k a n b a h w a asal mula
a g a m a ketika manusia sadar akan adanya jiwa. Apabila suatu masa j a s m a n i
manusia bergerak itu pertanda manusia hidup, tetapi jika manusia itu suatu ketika
tidak bergerak lagi m a k a pertanda m a n u s i a itu sudah mati. Dari kejadian ini
timbullah rasa kesadaran manusia b a h w a adanya gerak itu disebabkan karena
ada suatu kekuatan yang disebut jiwa. Begitu j u g a ketika m a n u s i a b e r m i m p i
d a l a m tidurnya, ia terkadang melihat dirinya berada di tempat lain melakukan
aktivitas. Dari kejadian ini manusia bermula m e m b e d a k a n antara tubuh jasmani
yang sedang tidur dengan suatu bahagian lain yang sedang pergi, itulah yang
6
disebut j i w a .
Spinoza menguraikan bahwa manusia tidak akan percaya pada tahayul jika
m e r e k a dapat m e n g e n d a l i k a n situasi melalui seperangkat aturan, atau jika
mereka selalu diuntungkan oleh nasib baik; akan tetapi manusia sering mengalami
kesusahan dimana aturan-aturan tidak berguna, dan karena selalu m e n a h a n
fluktuasi perasaan sedih antara harapan dan ketakutan, maka sebahagian mereka
sangat c e n d r u n g m e y a k i n i hal-hal aneh, s e h i n g g a t i m b u l , dipelihara, d a n
Pakar lain yang telah mengkaji asal mula a g a m a adalah Frazer. Frazer
m e n g e m u k a n teori batas akal, makin terbelakang kebudayaan manusia, makin
sempit lingkaran batas akalnya. Fraser menyatakan bahwa asal mula agama ketika
manusia tidak mampu memecahkan masalah-masalah hidupnya karena
keterbatasan akalnya, akhirnya manusia m e m e c a h k a n masalah dengan magic
atau ilmu gaib. Namun, magic tidak selalu berhasil di dalam menundukkan alam
dan m e m b a n t u di dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya. Kegagalan
tindakan magic, mulailah manusia percaya kepada makhluk halus yang mendiami
alam ini dan dianggapnya lebih berkuasa dari dirinya, kemudian manusia mulai
mencari cara berhubungan dengan makhluk halus itu, dari sinilah awal wujudnya
agama. Ilmu gaib adalah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk
mencapai suatu maksud d e n g a n m e n g u a s a i dan m e m p e r g u n a k a n kekuatan-
kekuatan dan kaedah-kaedah gaib yang terdapat dalam alam. Sedangkan agama
adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan
9
cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-makhluk halus.
Definisi Agama
B a n y a k pakar telah memberikan definisi dan pengkajian tentang agama.
D a l a m tulisan ini hanya disebutkan beberapa pakar, yang telah mendefinisikan
a g a m a , a n t a r a lain: D u r k h e i m m e n j e l a s k a n b a h w a a g a m a a d a l a h s i s t e m
kepercayaan dan amalan yang bersepadu yang berkaitan dengan benda-benda
yang kudus, yaitu benda-benda yang diasingkan dan dianggap mempunyai kuasa
yang dapat menyatukan s e m u a ahli masyarakat ke dalam suatu komuniti moral
atau gereja. Berasaskan definisi ini a g a m a dianggap sebagai sesuatu y a n g
kolektif dan secara nyata adalah p r o d u k sosial yang bertujuan untuk
mempersatukan ahli masyarakat ke dalam suatu komuniti moral. Di dalam ajaran
a g a m a ada yang kudus (sacret) dan ada yang profane. K u d u s disucikan dan
dianggap sebagai ekspresi simbolik dari realitas sosial, kemudian memiliki suatu
kualitas transendental, sedangkan profane adalah kebalikan dari sakral yaitu
10
sesuatu yang biasa saja.
Definisi y a n g d i k e m u k a k a n G e e r t z ini d a p a t d i m a k n a i b a h w a d a l a m
kehidupan sosial beragama ada berbagai simbol yang wujud. Simbol-simbol ini
sebagai suatu konsep yang hidup d a l a m pikiran setiap pengikut agama. D e n g a n
simbol itu suasana hati terasa tenang, nikmat, merasa stabil, k h i d m a t dan rasa
keterarahan dengan penuh bakti, m e n i m b u l k a n motivasi-motivasi yang kuat.
Suatu motivasi adalah suatu kecenderungan yang tahan lama, suatu kecondongan
yang terus-menerus muncul untuk menampilkan jenis tindakan-tindakan tertentu
dan mengalami perasaan tertentu dalam situasi-situasi tertentu. Geertz
m e n y a t a k a n b a h w a simbol-simbol sakral itu m e m b e n t u k iklim dunia dengan
m e n a r i k si p e n y e m b a h ke s e p e r a n g k a t disposisi-disposisi tertentu, seperti
kecenderungan-kecenderungan, kemampuan-kemampuan, kewajiban-kewajiban
dan kebiasaan-kebiasaan yang m e m b e r i satu ciri tetap p a d a arus kegiatannya
dan pada kualiti pengalamannya. Suasana-suasana hati yang disebabkan oleh
simbol-simbo) keramat, pada masa dan tempat yang berbeda-beda, bertumt-
turut dari kegembiraan yang meluap-luap sampai ke kesedihan yang mendalam;
dari keyakinan diri sampai ke rasa kasihan terhadap diri sendiri. Definisi Geertz
tentang a g a m a telah diterapkan d a l a m melihat akti vitas b e r a g a m a masyarakat
Mojokerto di Jawa Indonesia. Geertz d a l a m b u k u n y a The Religion of Java
menyebutkan b a h w a k e b e r a g a m a a n orang Jawa diklasifikasikan menjadi tiga
varian yaitu abangan, santri, dan priyayi. A b a n g a n disimbolkan sebagai masya-
rakat pedesaan yang menekankan pentingnya aspek-aspek animistik atau mereka
beragama Islam, tetapi mereka tidak taat menjalankan syariat Islam, sedangkan
priyayi yang aktivitas berpusat di pejabat pemerintahan menekankan pada aspek-
aspek Hindu. Geertz d a l a m b u k u n y a ini menjelajahi keterjalinan yang kompleks
antara tradisi k e a g a m a a n M u s l i m , Hindu, dan animistik p e n d u d u k asli. Geertz
melihat a g a m a sebagai fakta b u d a y a saja, bukan semata-mata sebagai ekspresi
keperluan sosial atau ketegangan e k o n o m i . Melalui simbol, ide, ritual, dan adat
kebiasaan, ditemukan adanya pengaruh agama dalam setiap aktivitas masyarakat
1 4
Jawa.
G u l t o m m e n y a t a k a n b a h w a d a l a m setiap a g a m a suku s e m u a b e n t u k
dan r a g a m k e p e r c a y a a n b i a s a n y a t e r a n g k u m d a l a m m i t o l g i m a s y a r a k a t n y a
baik s e c a r a tertulis m a u p u n tidak tertulis (lisan). M i t o l o g i itulah d i a n g g a p
sebagai rujukan y a n g d a p a t m e n e r a n g k a n dan m e n g u a t k a n k e p e r c a y a a n n y a
tentang p e r i s t i w a - p e r i s t i w a m a s a lalu seperti proses p e n c i p t a a n d e w a - d e w a ,
k e j a d i a n a l a m s e m e s t a , b u m i d a n lain-lain s e b a g a i n y a . K e p e r c a y a a n itu
t e r i n t e g r a s i k a n k e d a l a m d o n g e n g - d o n g e n g dan a t u r a n - a t u r a n . D o n g e n g -
d o n g e n g d a n a t u r a n - a t u r a n ini b i a s a n y a d i a n g g a p sifat k e r a m a t d a n
2 3
m e r u p a k a n kesusasteraan suci dalam suatu a g a m a . Lebih lanjut
Koentjaraningrat menjelaskan m a n a k a l a kesusteraan suci itu biasanya ajaran
d o k t r i n , tafsiran, serta p e n g u r a i a n n y a dan j u g a d o n g e n g - d o n g e n g suci dan
mitologi dalam bentuk prosa maupun puisi yang menceritakan dan melukiskan
kehidupan roh, dewa dan makhluk halus dalam dunia gaib lainnya. Malinowski
m e n e g a s k a n b a h w a m i t o s s e b a g a i m a n a ada d a l a m m a s y a r a k a t p r i m i t i v e
bukanlah bukanlah semata-mata cerita yang dikisahkan tetapi j u g a kenyataan
24
yang dihayalkan.
agama. Peralatan itu terdiri dari tiga bahagian, pertama, bahagian peralatan
yang menjadi tempat upacara itu dilaksanakan, seperti masjid, balai, gereja, dan
lain sebagainya. Kedua, bahagian peralatan yang digunakan pada masa upacara
dilakukan, seperti alat bunyi-bunyian, makanan yang berupa sesaji dan peralatan
lainnya yang d i a n g g a p sakral d a l a m u p a c a r a itu. K e t i g a adalah bahagian
peralatan yang berupa pakaian yang dikenakan oleh seluruh peserta upacara
baik lelaki mahu pun perempuan.
PENUTUP
Kerangka d a l a m m e m a h a m i fenomena a g a m a adalah selain berasaskan
berbagai definisi a g a m a yang telah diuraikan, j u g a dapat diperhatikan beberapa
elemen antara lain sebagai berikut: pertama, t a m p a k memiliki konsep super-
natural; kedua, m e m p u n y a i doktrin dan ajarannya, t e r m a k t u b d a l a m kitab suci,
wahyu, sumber lisan, dan tertulis; ketiga, kosmologi, bagaimana alam ini disusun
mengikut persepsi setiap penganut agama; keempat, ritual atau upacara amal
dan kelima, perantara a g a m a dan golongan a g a m a w a n .
Catatan Akhir:
1
Penulis adalah Dosen FISIP UNHAS Makassar
1
Koentjarningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Universitas Indonesia Press,
Jakarta. ,h. 254.
3
Ibid., h.114.
4
Evans Pritchard.1987. Theories of Primitive Religion. New York: Oxford
University Press.,h. 10
5
Lihat dalam Daniel L. Pas. 2001. Seven Theories of Religion. Terj. Ali Noer Zaman.
Yogyakarta: Qalam.
6
Lihat dalam E.B.Taylor. 1871. Primitive Cultures; Researches Into The
Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Arts and Custom. London: John
Murray.
7
A n d r e w L a n g . 1898. The Making of Religion. London: Longmans .Green & Company.
8
David Hume. 1956. The Natural History of Religion. London: Adam &
Biak., h. 2 7 .
9
J. Frazer. 1980. The Golden Bough: A Study In Magic and Relegion. London: The
Macmillan Press.
10
Emile Dukheim. 1976. The Elementary Forms of The Religious Life. Terj. Joseph
Ward Swain. London: George Allen & Unwin.,h.47
17
RR. Marret. 1909. TheThreshold of Religion. London: Methuen & Co.
18
Pritchard. op.cit., h. 37
" Koentjaraningrat. 1981. Pengantar llmu Antropologi. Aksara Baru, Jakarta.,h.225
20
Lihat dalam Daniel L. Pas. op. cit.
21
Pritchard.op.c//., h. 62
22
A De W. Malefijt. 1968. Religion and Culture: An Introduction to Anthropology of
Religion. New York: Macmillan Publishing Co., Inc., h. 146.
23
Koentjaraningrat. 1981. Op.cit., h. 230.
24
B. Malinowski. 1948. Magic, Science and Religion. Glencoe, Illinois: The Free
Press.,h. 100
25
Sam. D. Gill. 1982. Beyond "The Primitive" The Religions of Nonliterate Peoples.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc.
26
Arnold van Gennep.1975. The Rites of Passage. Terj. Monika B. Vizedom and
Gabrielle L. Caffee. Chicago: The university of Chicago Press., h. 11
27
Betty. R. Scharf. 1970. The Sociological Study of Religion. London:
Hutchinson., h. 70.
DAFTARPUSTAKA
Durkheim, E. 1976. The Elementary Forms of The Religious Life. Terj. Joseph Ward
Swain. London: George Allen & Unwin.