Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 8

ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “MATINYA

SEORANG DEMONSTRAN”
IZZATUR RAIHANI1, AIDA AZIZAH2
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
izzaturraihani@std.unissula.ac.id, aidaazizah@unissula.ac.id

Pertama Diterima: 31 Mei 2022 Bukti Akhir Diterima: 23 Juni 2022

Abstract
Short stories are a type of literary work in the form of prose made from the expression of the author's
feelings about his response to life, and with his imagination which is poured into beautiful language
and strong themes so that it can give a deep impression to the reader. In addition, short stories or
short stories are neither a shortened novel nor an unfinished novel. A short story can be said to be
interesting if it is able to bind the reader to always want to know the continuation of the story line,
able to arouse curiosity or curiosity, and able to arouse suspence, which is very important in a
fiction story. In a short story there is a conversation between characters. The conversation must be in
accordance with the context of the user. Therefore, the conversation in the short story is pragmatic.
It is pragmatic because in communicating or interacting a person does not only understand language
elements, but also elements outside language, such as speech acts. Speech acts are pragmatic
elements that are determined by the speaker's language ability in dealing with certain situations and
speakers who do not exclude other contexts that accompany the speech act when it takes place. In
speech acts, it is also necessary to pay attention to five aspects, namely speakers and speech
partners, context of speech, purpose of speech, speech acts (actions), and speech (verbal acts). Based
on the pragmatic analysis of the short story "The Death of a Demonstrator" found four types of
speech acts, namely, representative, directive, expressive, and declaration (isbati).

Keywords: short story, pragmatics, speech act, representative, directive, expressive, declaration
(isbati)

Abstrak
Cerpen atau cerita pendek merupakan jenis karya sastra berbentuk prosa yang dibuat dari ungkapan
perasaan pengarang tentang tanggapannya terhadap kehidupan, dan dengan daya imajinasinya yang
dituangkan ke dalam bahasa yang indah dan tema yang kuat sehingga dapat memberikan kesan yang
dalam bagi pembaca. Selain itu, cerpen atau cerita pendek bukanlah sebuah novel yang dipendekkan
dan juga bukan dari novel yang belum selesai. Cerpen dapat dikatakan menarik apabila mampu
mengikat pembaca untuk selalu ingin mengetahui kelanjutan alur cerita, mampu membangkitkan rasa
penasaran atau ingin tahu, serta mampu mebangkitkan suspence, yakni hal yang amat penting dalam
sebuah cerita fiksi. Dalam sebuah cerpen terdapat percakapan antar tokoh. Percakapan tersebut harus
sesuai dengan konteks pemakainya. Oleh karena itu percakapan dalam cerpen bersifat pragmatik.
Bersifat pragmatik dikarenakan dalam berkomunikasi atau interaksi seseorang tidak hanya
memahami unsur bahasa, tetapi juga unsur-unsur di luar bahasa, seperti tindak tutur. Tindak tutur
merupakan unsur pragmatik yang ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi
situasi tertentu dan penutur yang tidak mengenyampingkan konteks lain yang menyertai pada saat
tindak tutur itu berlangsung. Dalam tindak tutur juga perlu memperhatikan lima aspek, yaitu penutur
dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur (tindakan), dan tuturan (tindak verbal).
Berdasarkan analisis pragmati pada cerpen “Matinya Seorang Demonstran” ditemukan empat jenis
tindak tutur yaitu, representatif, direktif, ekspresif, dan deklarasi (Isbati).

Kata Kunci: cerpen, pragmatik, tindak tutur, representatif, direktif, ekspresif, deklarasi (isbati)

PENDAHULUAN
Cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra berbentuk prosa dengan
mengungkapkan satu permasalahan yang ditulis secara singkat dan padat yang dibentuk
dengan beberapa komponen, yakni tema, alur latar, penokohan, sudut pandang, amanat, dan
gaya bahasa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kosasih dkk (dalam Tarsinih, 2018: 71)
yang menyatakan bahwa cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa, yang
1
penulis pertama
2
penulis kedua

1
didalamnya dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang
mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan tidak mudah dilupakan.
Cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita
mengenai manusia beserta seluk beluk melalui tulisan pendek dan singat. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia cerpen berasal dari dua kata, yakni cerita yang artinya tuturan
mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan relatif pendek berarti kisah yang diceritakan
pendek atau tidak lebih dari 10.000 kata yang memberikan kesan dominan serta memusatkan
hanya pada satu tokoh saja dalam cerpen tersebut. Menurut H. B. Jassin (dalam Tarsinih,
2018: 72) menyatakan bahwa cerpen ialah sebuah cerita singkat yang harus memiliki bagian
terpenting yaitu perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. Setiap orang memiliki pendapat
yang berbeda tentang cerpen, masing-masing pendapatnta sanga baik dan memiliki perbedaan
untuk itu cerpen adalah suatu karangan yang berkisah pendek dan mengandung kisah tunggal.
Selain itu, cerpen atau cerita pendek bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan
juga bukan dari novel yang belum selesai. Cerpen dapat dikatakan menarik apabila mampu
mengikat pembaca untuk selalu ingin mengetahui kelanjutan alur cerita, mamapu
membangkitkan rasa penasaran atau ingin tahu, serta mampu mebangkitkan suspence, yakni
hal yang amat penting dalam sebuah cerita fiksi. Menurut Abrams dalam bukunya yang
berjudul A Glossary of Literary menyatakan bahwa pengertian tentang cerita sebagai sebuah
kejadian sederhana dalam urtuan waktu, sedangkan Kenny (1996) mengartikan cerita sebagai
peritiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya
fiksi. (Nuroh, 2011: 23)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerpen merupakan jenis karya sastra
berbentuk prosa yang dibuat dari ungkapan perasaan pengarang tentang tanggapannya
terhadap kehidupan, dan dengan daya imajinasinya yang dituangkan ke dalam bahasa yang
indah dan imajinasi yang dalam, serta tema yang kuat sehingga dapat memberikan kesan
yang dalam bagi pembaca. Cerpen dapat dikatakan juga sebagai cerita yang selesai dibaca
dalam sekali duduk.
Seringkali dalam cerpen terdapat percakapan antar tokoh. Percakapan tersebut harus
sesuai dengan konteks pemakainya, agar percakapan itu menyerupai dengan situasi nyata
penggunaan bahasa. Oleh karena itu percakapan dalam cerpen bersifat pragmatik. Bersifat
pragmatik dikarenakan dalam berkomunikasi atau berinterkasi seseorang tidak hanya
memahami unsur bahasa, tetapi juga unsur-unsur di luar bahasa, seperti tindak tutur.
Penjelasan itulah yang menunjukkan sifat pragmatik dalam cerpen.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa semiotik. Semiotik adalah ilmu yang
mengkaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda, pereferensian, dan pemaknaannya dalam
wahan kehidupan. Ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa dengan konteks dan
hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai atau penuturnya. Kajian pragmatik itu
berusaha menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian.
Menurut Kaswanti Purwa (dalam Wekke dkk, 2019: 35) pragmatik adalah telaah
mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik. Maksudnya
makna yang dikaji cabang ilmu semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan
makna yang dikaji oleh cabang ilmu bahasa pragmatik adalah akan yang terkait
konteks.yang dimaksud engan konteks tersebut adalah ihwal siapa yang mengatakan
kepada siapa, tempat, dan waktu diutrakannya suatu kalimat, serta anggapan-anggapan
mengenai yang terlibat di dalam tindakan mengutarakan kalimat.
Abdul Chaer (dalam Wekke dkk, 2019: 50) menyatakan bahwa pragmatik merupakan
ilmu yang mengkaji bagaimana satuan-satuan bahasa itu digunakan dalam pertuturan

2
dalam rangka melaksanakan komunikasi. Seringkali didapati satuan-satuan bahasa yang
disajikan dalam gramatikal tidak sama maknanya daengan kalau satuan bahasa itu
digunakan dalam pertuturan.
Dengan demikian pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari
maksud ujaran (yakni untuk apa ujaran tersebut dilakaukn), menanyaan apa yang
seseorang maksudakan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa
berbicara, kepada siapa berbicara, di mana, bilamana, dan bagaimana.
2. Tindak Tutur
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tindak tutur berasal dari kata tindak yang
berarti langkah perbuatan, sedangkana kata tutur berarti ucapan, kata, dan perkataan.
Tindak tutur adalah perbuatan yang disampaikan melalui perkataan dan diikuti dengan
kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dijelaskan juga oleh
Semi (dalam Wiranty, 2015: 295) bahwa dalam sebuah peristiwa atau kejadian, maka
dalam tindak tutur orang lebih memperhatikan makna atau arti tindak dalam tuturan
tersebut.
Menurut Sumarsono (dalam A’yuni & Parji, 2017: 7) menyatakan bahwa tindak tutur
merupakan perngkat terkecil dalam jenjang, yang mana merupakan derajat paling
sederhana dan sekaligus paling sulit. Austin juga mengatakan bahwa mengucapkan
sesuatu adalah melakukan sesuatu, disituah terjadi tindak tutur. Bahasa dapat digunakan
untuk membuat kejadian atau peristiwa.
Tindak tutur adalah cabang ilmu yang mengkaji bahasa dari aspek aktualnya. Menurut
Chaer (dalam Akbar, 2018: 27) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan unsur
pragmatik yang melibatkan pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca serta hal
yang dibicarakkan, tentu saja tanpa mengenyampingkan konteks lain yang menyertai
pada saat tindak tutur itu berlangsung. Dari segi penutur dapat dilihat bahwa bahasa itu
berfungsi personal atau pribadi (fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan
sikap terhdapa apa yang dtuturkannya. Si penutur tidak hanya mengungkapan emosi
lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya.
Dalam hal ini, dari sudut pendengar juga menduga paah si pehtur sedih, marah, atau
gembira.
Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa tindak tutur adalah
unsur pragmatik yang bersifat psikologi dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur
dalam menghadapi situasi tertentu. Jenis-jenis tindak tutur antara lain: (1) konstatif dan
performatif; (2) lokusi, ilokusi, dan perlokusi; (3) representatif, direktif, ekspresif,
komisif, dan deklarasi atau isbati; (4) langsung, tidak langsung, harfiah, dan tidak
harfiah.

3. Identitas dan Sinopsis Cerpen


Judul Buku Karma Tanah dan Cerita Lainnya (Kumpulan Cerpen Kompas
2014)
Judul Cerpen Matinya Seorang Demonstran
Nama Penulis Agus Noor
Penerbit Kompas
Tahun Terbit 2015
Halaman 25-32
Link https://en.id1lib.org/book/6064858/5bf620
Sinopsis Dulu ketika Ratih sedang kuliah di salah satu kampus di Indonesia.
Saat itu Ratih menjalani hubungan dengan dua laki-laki yang
memiliki pandangan yang berbeda, yaitu Eka dan Arman. Eka
merupakan mahasiswa yang gemar menulis. Eka seringkali

3
mengkritik pemerintah pada masa itu, yang kemudian dia tuangkan
ke dalam tulisan naskah drama dan juga melalui demontarsi turun
ke jalan bersama kawan-kawan mahasiswanya. Pada saat bersama
dengan Eka, Ratih seringkali diajak ke acara-acara diskusi,
pembacaan puisi, pameran lukisan, bahkan sampai larut malam
hanya dengan menghabiskan sepoci teh di warung deket kampus.
Sedangkan Arman merupakan mahasiswa ekonomi yang sefakultas
dengan Ratih. Ratih sudah menjadi pacar Arman selama dua tahun.
Arman adalah seorang yang selalu tidak ingin ketinggalan baju-baju
yang sedang populer pada saat itu. Bersama dengan Arman, Ratih
seringkali diajak jalan ke kafe, diskotik, atau tempai ramai-ramai
karokean dengan kawan-kawan gaulnya. Arman juga selalu pamer
pangkat pekerjaan kedua orangtuanya, ayahnya adalah
purnawirawan Kolonel Angkatan Darat.
Ketika menjalani dua hubungan yang berbeda Ratih seringkali
bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia bisa menyukai dua laki-laki
itu? Mungkin karena bersama dengan Arman ia menikmati hidup.
Sementara dengan Eka ia merasa ada sesuatu yang harus
diperjuangkan dalam hidup.

4. Analisis Pragmatik pada Cerpen


Berdasarkan analisis pragmatik pada cerpen yang berjudul Matinya Seorang Demonstran
ditemukan lima jenis tindak tutur, yaitu: (a) Representatif merupakan tindak tutur yang
mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarakan. Jenis tuturannya adalah
menyatakan, mengakui, melaporkan, menunjukkan, dsb; (b) Direktif merupakan tindak tutur
yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam
tuturan tersebut. Jenis tuturannya adalah memaksa, mengajak, mendesak, dsb; (c) Ekspresif
(evaluatif) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan
sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Jenis tuturannya adalah
mengkritik, memuji, menyalahkan, dsb; (d) Deklaratif (isbati) merupakan tindak tutur yang
dimaksudkan penuturnya untuk mrnciptkan hal (status keadaaan) yang baru. Jenis
tuturannya adalah mengesahkan, melarang, memutuskan, dsb.
a) Tindak Tutur Representatif
Bentuk Tindak Tutur Reprsentif Menunjukkan
Menunjukkan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk memberitahukan seuatu
atau memperlihatkan kebenaran atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

Arman selalu pamer pangkat orang tuanya. “Orang-orang seperti ayahkulah yang
memiliki negara ini,” kelakar Arman yang kerap diulangnya dengan nada bangga.
(MSD, 2015: 29)

Dari kutipan cerpen tersebut memperlihatkan bahwa tokoh Arman sebagai penutur
menunjukkan suatu kebenaran atas apa yang diujarakan kepada mitra tuturnya, yakni tokoh
Ratih bahwa orang-orang yang mempunyai ayah yang berpangkat seperti tokoh Armanlah
yang pantas memiliki negara, serta terlihat juga bahwa tokoh Arman menunjukkan sikap
pamer kepada mitra tuturnya, yaitu tokoh Ratih. Konteks tuturan itu disampaikan oleh tokoh
Arman kepada tokoh Ratih ketika mereka sedang mengobrol. Penutur ingin menujukkan
betapa pengaruhnya pangkat orang tua terhadap peluang memiliki negara.

4
Seringkali malah hanya jalan kaki, menuyusuri jalanan tanpa tujuan “Jalan kaki ini
bukan perkara idologi,” kata Eka, “tapi karena aku tak punya mobil.” Terdengar sinis
seperti biasa. (MSD, 2015: 29)

Kutipan cerpen diatas merupakan tuturan dari penutur tokoh Eka kepada mitra tuturnya
tokoh Ratih, yang menujukkan kebenaran atas ujarannya bahwa jalan kaki bukan perkara
idologi melainkan karena Eka tidak mempunyai mobil. Konteks tuturan tersebut terjadi
ketika penutur dan mitra tutur sedang berjalan kaki.
Bentuk Tindak Tutur Representatif Menyatakan
Menyatakan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk menerangkan atau
menjelaskan suatu kebenaran atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

“Pertama mesti kutegaskan,” katanya. “Aku sengaja datang malam Jumat, karena tahu,
malam Minggu kamu sudah milik orang lain. Aku taj berhak mengganggunya.
Seseroang yag bahagia adalah seseorang ang diberi kesempatan memilih dalam hidup.
Maka aku memberimu kesempatan, agar kamu bisa memilih sendiri kebahagiaanmu.
Tak peduli, apakah bagimu nantina aku pilihan kedua atau pertama.” (MSD, 2015: 28)

Kutipan cerpen diatas merupakan tuturan yang disampaikan penutur yakni Tokoh Eka
kepada mitra tutur, yakni tokoh Ratih. Tuturan tersebut dimaksudkan untuk menyatakan
kebenaran atas apa yang diujarakannya bahwa Eka sengaja datang malam Jumat karena dia
telah mengetahui bahwa malam Minggu Ratih sudah bersama orang lain. Eka juga
menyatakan bahwa dia memberikan kesempatan kepada Ratih untuk memilih sendiri
kebahagiaanya. Konteks tuturan itu terjadi ketika Eka datang pertama kali ke rumah Ratih
pada malam Jumat dengan membawa martabak.
Bentuk Tindak Tutur Representatif Melaporkan
Menyebutkan merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk menyampaikan atau
memberitahukan apa yang telah dilakukan penutur akan kebenaran atas apa yang
diujarakannya kepada mitra tutur.

“Kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi jiwanya,” kata Eka. “kau sudah baca
novel Jalan Tak ada Ujung Mochtar Lubis? Pada akhirnya Hazil yang muda,
bersemangat, dan tampak kuat yang mampu bertahan oleh siksaan. Tapi Guru Isa yang
tua, kelihatan lemah dan impotent.” (MSD, 2015: 31)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan tokoh Eka sebagai penutur melaporkan kepada mitra
turunya tokoh Ratih berdasarkan cerita novel Jalan Tak ada Ujung karya Mochatr Lubis
bahwa kekuatan manusia bukan pada tubuhnya, tapi jiwanya. Serta memberitahukan juga
bahwa tokoh Hazil yang muda, bersemangat, dan tampak kuat pada novel tersebut pada
akhinya yang mampu bertahan oleh siksaan, tapi tokoh Guru Isa yang tua, kelihatan lemah,
dan impotent. Konteks tuturan tersebut terjadi pada malam hari ketika mitra tutur menginap
di kamar kost penutur dan mencemaskan apa yang akan terjadi dengan penutur.
Bentuk Tindak Tutur Representatif Mengakui
Mengakui merupakan tindak tutur yang bermaksud untuk mengakui akan kesalahan,
status, kebenaran, dan sebagainya atas apa yang diujarakan penutur kepada mitra tutur.

Ratih kemudian tahu, Eka seorang penulis. Mungkin itu sebabnya dia cenderung
penyendiri. “Aku kurang flamboyan sebagai aktivis,” katanya tertawa. (MSD, 2015: 27)

5
Kutipan cerpen diatas memperlihatkan penutur, yaitu tokoh Eka yang mengakui bahwa dia
kurang flamboyan sebagai aktivis kepada mitra tuturnya, yakni tokoh Ratih. Konteks tuturan
itu terjadi setelah Ratih mengetahui bahwa Eka merupakan seorang penulis dan mungkin
sebabnya Eka cenderung penyendiri.
b) Tindak Tutur Direktif
Bentuk Tindak Tutur Direktif Mengajak
Mengajak merupakan tindak tutur untuk mengarahkan seseorang atau lebih untuk
mengikuti ajakannya atau membawa serta. Hal tersebut diujarakan penutur kepada mitra
tutur.
“Secepatnya kita harus melakukan lobby untuk membebaskan kawan-kawan kita.”
(MSD, 2015: 30)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan ujaran penutur yang dimaksudkan agar mitra tuturnya
untuk segera melakukan hal baru, yakni mengajak mitra tutur melakukan lobby untuk
membebaskan kawan-kawan mereka. Konteks tuturan itu terjadi pada saat pertemuan di
rumah kontrakan di Gang Rode yang sering dijadikan tempat pertemuan rapat gelap.
Diadakannya pertemuan itu karena mendengar informasi mengenai kawan-kawan mereka
yang disekap di Kodim. Pertemuan itu dihadiri oleh Eka, Daulay, Ata, Toriq, Maria, Ratih
dan beberapa teman lainnya.
c) Ekspresif/evaluatif
Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Menyalahkan dan mengkritik
Menyalahkan merupakan tindak tutur untuk menyatakan, memandang atau
menganggap salah mitra tutur yang diutrakan oleh penutur. Sedangkan mengkritik
merupakan tindak tutur untuk mengevalusia atau menilai sesuatu yang diujarakan oleh
penutur kepada mitra tutur.

Sementara itu Arman mulai terang-treangan menunjukkan ketidaksukaannya. “Jangan


dikira aku tak tahu hubunganmu dengan Eka,” katanya. “Peresetan dengan politik!
Tapi pada akhirnya aku yakin, kamu akan memilih aku. Terlalu berisiko kamu hidup
dengan Eka. Pertama, kamu akan menderita. Kedua, kamu cepat jadi janda. Eka pasti
akan mati diculik atau diracun. Karena begitulah nasib aktivis.” (MSD, 2015: 31)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan tokoh Arman sebagai penutur menyalahkan dan
mengkritik mitra tuturnya tokoh Ratih. Hal tersebut dimaksudkan agar tokoh Ratih
mengartikan ujarannya sebagai evaluasi atau mempertimbangkan bahwa jika Ratih memilih
Eka terlalu berisiko hidupnya, Ratih akan menderita, dan menjadi janda. Eka juga akan mati
atau diracun karena seperi itulah nasib seorang aktivis. Konteks tuturan tesebut terjadi ketika
tokoh Arman sudah mengetahui mengenai hubungan Ratih dengan Eka.
Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Menyalahkan
Menyalahkan merupakan tindak tutur untuk menyatakan, memandang atau menganggap
salah mitra tutur yang diutrakan oleh penutur.

“Biar intel militer kayak kamu yang urus!” Seseorang menggebarak meja. Ratih tak
melihat jelas siapa. Ia agak sembunyi di belakang Eka. (MSD, 2015: 30)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan penutur menyalahkan mitra tutur bahwa mitra tutur
yang seperti intel militer saja yang mengurus. Tuturan tersebut juga dimaksudkan sebagai
penilaian atau evaluasi bagi mitra tutrnya. Konteks tuturan tersebut terjadi ketika pertemuan
diadakan di rumah kontrakan di Gang Rode yang merupakan tempat pertemuan (rapat gelap-

6
istilah mereka) mahasiswa aktivis. Dikarenakan mendengar berita mengenai delapan kawan
mahasiswa yang diciduk aparat, kabarnya mereka disekap di Kodim.
Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Memuji
Memuji merupakan tindak tutur untuk memberikan pengakuan atas rasa kekaguman,
penilaian dan penghargaan yang tulus kepada mitra tutur.

“Kalau perempuan semanis kamu tidak punya pacar, pasti ada yang salah pada selera
semua laki-laki di dunia ini.” (MSD, 2015: 28)

Kutipan cerpen diatas menunjukkan Eka sebagai penutur yang dimaksudkan ujarannya
sebagai penilaian dalam artian memuji terhadap mitra tuturnya mitra tuturnya, yakni Ratih.
Bahwa Ratih adalah perempuan yang manis, mana mungkin tidak mempunyai pacar,
kalaupun Ratih tidak mempunyai pacar pasti ada yang salah dengan selera laki-laki di dunia
ini. Konteks tuturan itu terjadi ketika Eka pertama kali datang ke rumah Ratih pada malam
Jumat.
d) Tindak Tutur Deklaratif (Isbati)
Bentuk Tindak Tutur Deklarasi Melarang
Melarang merupakan tindak tutur untuk memerintahkan mitra tutur supaya tidak
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan juga sebagai tindak tutur yang tidak memperbolehkan
mitra tutur untuk berbuat sesuatu.

Ibu pun sudah mulai tak suka setiap kali Eka datang ke rumah. Berita-berita
demonstrasi di televisi membuat ibu melarangnya pergi. (MSA, 2015: 31)

Kutipan diatas menunjukkan penutur, yaitu Ibu yang dimaksudkan ujarannya sebagai
ciptaan hal baru yang melarang mitra tuturnya, yakni Ratih untuk tidak pergi karena berita-
berita demontasi di televisi. Konteks tuturan itu terjadi ketika penutur dan mitra tutur sedang
dalam kondisi waspada karena berita demosntarasi pada saat itu dan berlagsung di rumah.

PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan, bahwa
dalam cerpen yang berjudul “Matinya Seorang Demosntran” ditemukan jenis tindak tutur,
antara lain: (a) Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya akan
kebenaran atas apa yang diujarakan, dengan jenis tuturannya adalah menyatakan, mengakui,
melaporkan, dan menunjukkan; (b) Direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut
dengan jenis tuturannya adalah mengajak; (c) Ekspresif (Evaluatif) merupakan tindak tutur
yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang
disebutkan dalam tuturan tersebut dengan jenis tuturannya adalah mengkritik, memuji, dan
menyalahkan; (d) Deklaratif (Isbati) merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
untuk menciptakan hal (status keadaaan) yang baru dengan jenis tuturannya adalah melarang.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Syahrizal. (2018). Analisis Tindak Tutur pada Wawancara Putra Nababan dan
Presiden Portugal (Kajian Pragmatik). SeBaSa: Jurnal Penididikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, 1 (1), hlm 27-38

7
A’yuni, Nia Binti Qurota dan Parji. (2017). Tindak Tutur Ilokusi Novel Surga Yang Tak
Dirindukan Karya Asma Nadia (Kajian Pragmatik). Linguista: Jurnal Ilmiah Bahasa,
Sastra, dan Pembelajarannya, 1 (1), hlm 6-11
Karma Tanah dan Cerita Lainnya (Kumpulan Cerpen Kompas 2014). (2015). Kompas:
Jakarta diakses pada tanggal 31 Mei 2022 dari
https://en.id1lib.org/book/6064858/5bf620
Nuroh, Ermawati Zulikhatin. (2011). Analisis Stiistika dalam Cerpen. Pedagogia: Jurnal
Pendidikan, 1 (1), hlm 21-34
Tarsinih, Eny. (2018). Kajian Terhadap Nilai-Nilai Sosial dalam Kumpulan Cerpen “Rumah
Malam Di Mata Ibu” Karya Alex R. Nainggolan sebagai Alternatif Bahan Ajar.
Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3 (2), hlm 70-81
Wiranty, Wiendi. (2015). Tindak Tutur dalam Wacana Novel Laskar Pelangi Karya Andrea
Hirata (Sebuah Tinjauan Pragmatik). Jurnal Pendidikan Bahasa, 4 (2), hlm 294-304
Wekke, Ismail Suardi dkk. Studi Naskah Bahasa Arab: Teori, Konstruksi, dan Praktik.
Yogyakarta: Penerbit Gawe Buku. Tersedia dari
https://www.researchgate.net/profile/Ismail-Wekke/

You might also like