Professional Documents
Culture Documents
Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa Dengan Suplemen Kalsium Dalam Upaya Pengembangan Kebijakan Di Bidang Kesehatan
Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa Dengan Suplemen Kalsium Dalam Upaya Pengembangan Kebijakan Di Bidang Kesehatan
Oleh:
WIRSAL HASAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
ABSTRACT
Lead pollution in the air the city of Medan has been a problem because it is
exceeded the specified threshold value. It is know that lead may cause health
problems in humans, although the levels are lower than the maximum levels
allowed in the blood. One of the community groups that have a high risk of chronic
lead poisoning from the ambient air are workers who work on the side of the
highway. Until now there is no health policies for prevention and treatment of
chronic lead poisoning to workers who are at high risk.
This study aimed to determine the effects of calcium supplements to
decrease blood lead levels (BLL) of adult workers are at high risk for chronic lead
poisoning and found a health policy in the prevention of lead poisoning from the
ambient air. This research uses quasi-experimental design with a clinical trial
design in which subjects were divided into two groups that performed at random,
one group as control and one more group was treated by giving calcium
supplements with a dose of 500 mg three times daily peroral for three months and
after three months measured again their BLL as the final result.
The research showed that: (1) BLL of rickshaw drivers, machine rickshaw
drivers and street vendors are: initial BLL in the control group was 6.11 ± 3.57 g / dl
and after the experiment was 4.16 ± 1.46 g / dl (p = 0.002). Initial BLL in the
treatment group was 10.35 ± 3.36 g / dl after treatment was 3.2 ± 1.58 g / dl. (2)
Treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg daily peroral to workers who are at
high risk for chronic lead poisoning during the three months can reduce BLL
significantly (p = 0.000) at CI = 95%. (3) In addition to treatment with calcium, other
factors that influence BLL of workers is a place to rest during the day whether in the
street or at home (p = 0.025). (4) BLL prediction models on rickshaw drivers and
machine rickshaw drivers and street vendors in the form of regression equation: Y =
3446 to 0.727 (resting place) + 0.892 (calcium treatment) (5) Obtained a policy of
“treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg peroral daily during the three-
month period” to workers who are at high risk for chronic lead poisoning.
ABSTRAK
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Oleh:
WIRSAL HASAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Menyetujui:
1. Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE
Ketua
Mengetahui,
tiga dari lima bersaudara pasangan H.Hasan Z.A (alm) dan Hj.Syamtiar
putra dan putri yaitu dr. Fakhri Widyanto, MKed Ped, dan dr. Widyastuti,
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) USU Medan (tamat 2011). Saat ini
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI………………………………………………………….... iii
DAFTAR TABEL.......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................... viii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………….……………….... 1
1.2 Perumusan Masalah........................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 11
1.4 Hipotesis.......................................................................... 12
1.5 Manfaat Penelitian........................................................... 12
1.6 Novelty Penelitian............................................................ 12
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.......... 13
2.2 Sumber Daya Manusia sebagai Aset Terpenting............. 15
2.3 Pengelolaan Kualitas Udara………………………………… 16
2.4 Sumber Polusi Timba....................................................... 22
2.5 Timbal Dalam Tubuh Manusia………..……………………. 27
2.6 Pengaruh Timbal Terhadap Kesehatan ........................... 39
2.7 Toksisitas Timbal .............................................................. 51
2.8 Interaksi Kalsium dengan Timbal dalam Tubuh Manusia.. 55
2.9 Manajemen....................................................................... 56
2.10 Manajemen Pencegahan Penyakit.................................. 61
2.11 Manajemen Kesehatan Kerja.......................................... 62
2.12 Landasan Teori................................................................ 68
2.13 Kerangka Konsep............................................................ 70
4.6 PEMBAHASAN
4.6.1 Konsentrasi Timbal Dalam Darah dan
Permasalahan yang Ditimbulkannya ............................ 106
4.6.2 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah setelah
Pemberian Kalsium antara Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan...................................................... 109
4.6.3 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah.......................... 113
4.6.4 Usulan Pengembangan Kebijakan.................................. 127
4.7 Keterbatasan Penelitian......................................................... 127
4.8 Hal yang Baru dalam Penelitian Ini............................................. 129
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRACT
Lead pollution in the air the city of Medan has been a problem because it is
exceeded the specified threshold value. It is know that lead may cause health
problems in humans, although the levels are lower than the maximum levels
allowed in the blood. One of the community groups that have a high risk of chronic
lead poisoning from the ambient air are workers who work on the side of the
highway. Until now there is no health policies for prevention and treatment of
chronic lead poisoning to workers who are at high risk.
This study aimed to determine the effects of calcium supplements to
decrease blood lead levels (BLL) of adult workers are at high risk for chronic lead
poisoning and found a health policy in the prevention of lead poisoning from the
ambient air. This research uses quasi-experimental design with a clinical trial
design in which subjects were divided into two groups that performed at random,
one group as control and one more group was treated by giving calcium
supplements with a dose of 500 mg three times daily peroral for three months and
after three months measured again their BLL as the final result.
The research showed that: (1) BLL of rickshaw drivers, machine rickshaw
drivers and street vendors are: initial BLL in the control group was 6.11 ± 3.57 g / dl
and after the experiment was 4.16 ± 1.46 g / dl (p = 0.002). Initial BLL in the
treatment group was 10.35 ± 3.36 g / dl after treatment was 3.2 ± 1.58 g / dl. (2)
Treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg daily peroral to workers who are at
high risk for chronic lead poisoning during the three months can reduce BLL
significantly (p = 0.000) at CI = 95%. (3) In addition to treatment with calcium, other
factors that influence BLL of workers is a place to rest during the day whether in the
street or at home (p = 0.025). (4) BLL prediction models on rickshaw drivers and
machine rickshaw drivers and street vendors in the form of regression equation: Y =
3446 to 0.727 (resting place) + 0.892 (calcium treatment) (5) Obtained a policy of
“treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg peroral daily during the three-
month period” to workers who are at high risk for chronic lead poisoning.
ABSTRAK
manusia itu sendiri oleh karena limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan
Gangguan kesehatan yang tidak langsung ini selalu timbul dalam jangka waktu yang
lama oleh karena efeknya timbul setelah terjadi akumulasi dari bahan pencemar di
dalam tubuh sampai menimbulkan gejala penyakit, atau gangguan kesehatan. Pada
pencemar secara khronis ini bersifat menetap, atau tidak dapat disembuhkan.
bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi
belerang oksida, partikel padatan dan senyawa-senyawa fosfor dan timbal. Senyawa-
senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin.
Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemar yang akan
timbul. Pembakaran mesin yang tidak sempurna akan menghasilkan banyak bahan
Salah satu bahan pencemar udara yang paling berbahaya adalah timbal.
Timbal sering juga disebut dengan timah hitam, Pb atau lead dalam bahasa Inggeris.
Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah sekalipun ternyata
dapat menimbulkan gangguan pada tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik (Nawrot,
2006, Payton 1994, Roncal 2007, Spivey 2007, Lin et al., 2006).
jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal
polusi timbal pada kesehatan manusia seperti penelitian mengenai hubungan kadar
timbal dalam darah dengan tekanan darah tinggi pada pengemudi bus. Peneliti
pengemudi bus ada hubungannya dengan kadar timbal dalam darah mereka (Sharp et
bahwa timbal mepunyai efek akut terhadap tekanan darah dan menimbulkan
hipertensi pada keracunan khronis oleh karena adanya akumulasi timbal di dalam
darah pada orang dewasa. Grandjean et al. ,1989 menemukan pada penelitiannya
bahwa ada hubungan peningkatan kadar timbal dalam darah dengan meningkatnya
bahwa pemaparan terhadap polusi timbal dalam jangka waktu lama akan
meningkatkan kadar timbal dalam tulang dan dalam darah yang kemudian
seseorang dengan kadar timbal darah antara 20 sampai 29 ug/dl pada tahun 1976 s/d
jantung.
seorang beresiko untuk mengandung kadar timbal yang tinggi di dalam darahnya
antara lain: tempat tinggal di kota atau di desa, rumah tempat tinggal menggunakan
cat yang mengandung timbal, kondisi perumahan yang tidak sehat, tempat tinggal
ditempat yang padat penduduknya, tingkat pendidikan yang rendah dan lain-lain
terhadap kadar timbal dalam darah polisi lalu lintas yang memakai masker waktu
bertugas dibandingkan dengan polisi yang tidak memakai masker. Dari 24 orang
polisi yang bertugas di perempatan jalan yang padat lalu lintasnya, didapat
kandungan timbal dalam darah sebanyak 31,6 g/100 ml, sedangkan yang tidak
yang mereka rasakan adalah hipertensi, nafas tersengal, jantung berdebar, sakit
pinggang, nafsu makan berkurang, sakit kepala, sukar berkonsentrasi, sakit pada
otot-otot dan tulang. Batas normal timbal dalam darah ditetapkan 40 g/100 ml
darah pada orang dewasa dan pada anak-anak 10 g/100 ml darah. Erawati (2003)
dalam penelitiannya terhadap 30 orang polisi lalu lintas di kota Medan menemukan
lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan
lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan yang
beberapa kasus dapat menurunkan kadar timbal dalam darah. Sargent et al.(1999)
meneliti pengaruh pemberian susu formula yang mengandung Kalsium dan Fosfor
selama 9 bulan terhadap kadar timbal di dalam darah bayi berumur 3,5 - 6 bulan.
susu formula tersebut selama 4 bulan dan 9 bulan, walaupun secara statistik tidak
terhadap penurunan kadar timah hitam dalam darah terhadap anak sekolah di kota
kota Bandung jika mengkonsumsi suplemen kalsium 250 mg/hari selama 3 bulan
adalah sebesar 43,6% dan jika mengkonsumsi suplemen kalsium 500 mg/hari adalah
44,3%.
bahwa ada pengaruh yang nyata dari pertambahan intensitas kendaraan bermotor
darah pada supir, tukang becak, pedagang asongan dan pedagang kaki lima di
Tarutung didapati kadar Pb yang sudah diatas Nilai Ambang Batas (NAB) sekitar
13% sedangkan di Tebing Tinggi adalah 10,81% diatas NAB. Jumlah kendaraan
bermotor di Kota Medan berada pada urutan ketiga di Indonesia sesudah Jakarta dan
Surabaya, tetapi dari ratio kendaraan bermotor/penduduk, kota Medan berada pada
rata 5,61 % pertahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada darah
pekerja di jalan Tol Jagorawi didapati 3,92 s.d 7,59 µg/dl, sedangkan pada
pengemudi 30 s.d 46 µg/dl, kemudian pada polisi lalu lintas > 40 µg/dl. Pada bulan
kota Medan, hasilnya menunjukkan adalah 3,5 µg/m3, sedangkan Baku Mutu Udara
Ambient adalah 2,0 µg/m3 berarti kadar Pb sudah melewati Nilai Ambang Batas.
pengamatan pukul 16.00-17.00 WIB, yaitu 32,67 µg/ m , kemudian di Pinang Baris
pada pengamatan pukul 07.30-08.30 WIB dan di Jalan Brigjen Katamso pada waktu
pengamatan pukul 13.00-14.00 WIB yaitu 23.00 µg/ m . Kandungan Pb udara yang
lebih rendah adalah di Komplek Setia Budi Indah pada waktu pengamatan pukul
Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di
kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 didapat sebesar > 2 µg/ m
(3,228 ± 0 µg/ m ) pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-
pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/
Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl (Girsang 2008).
Penarik beca dayung, penarik beca bermesin, pengatur lalu lintas, pedagang
merupakan pekerja dewasa yang beresiko tinggi yang paling banyak terpapar dengan
polusi udara yang dihasilkan oleh kenderaan bermotor. Mulai dari pagi hari, bahkan
sejak terbit matahari mereka sudah keluar dari rumah, berada di sepanjang jalan raya
sampai malam hari berada di pinggir jalan, baik dalam kondisi sedang bekerja
ataupun dalam keadaan beristirahat terus menerus terpapar dengan polusi udara,
dalam hal ini adalah polusi timbal yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan
bermotor.
Kerja Indonesia pada saat ini baru bersifat anjuran untuk pencegahan keracunan
timbal dengan jalan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja yang
pabrik tersebut diharuskan menjaga kualitas udara di sekitar pekerja dari polusi
bahan-bahan berbahaya, salah satunya adalah timbal dengan batas maksimum 0,06
g/m3 udara. Khusus untuk pekerja non formal yang melaksanakan kegiatan usaha
di pinggir jalan dengan resiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis sampai saat
ini belum ada kebijakan dalam bidang kesehatan khususnya untuk menurunkan
ataupun bukan penyakit menular dapat digambarkan dalam teori simpul sebagai
berikut:
penyakit dapat diuraikan kedalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut sebagai sumber
keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau terpapar komponen
lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Titik simpul pada
dasarnya menuntun kita sebagai titik simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit
sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses kejadian hingga simpul 3 atau
keracunan timbal ini dapat kita lakukan dengan urutan sebagai berikut:
kendaraan bermotor yang tidak mengandung timbal sehingga tidak terjadi emisi
terjadi pembakaran sempurna sehingga emisi gas buang khususnya timbal bisa
kendaraan bermotor dengan penyaringan timbal yang keluar dari emisi gas buang
(Wardhana, 2004)
transmisi dari timbal yang telah ada di udara ke dalam tubuh manusia yaitu
melakukan penanaman pohon dipinggir jalan yang menyerap timbal di udara ambien
(Gravitiani, 2009).
menunjukkan manfaat masker dalam mencegah naiknya kadar timbal dalam darah
2006), melakukan pengukuran timbal dalam darah secara rutin sebagai biomarker,
dimana setiap pekerja yang kadar timbal dalam darahnya sudah mendekati kadar
manusia yang sudah terpapar dengan polusi timbal tapi belum menunjukkan gejala-
gejala yang khas keracunan timbal tidak menjadi sakit. Pada saat ini belum
ditemukan literatur yang menjelaskan cara penurunan kadar timbal dalam darah
pada pekerja dewasa yang sudah terpapar, agar mereka tidak menjadi sakit. Hal yang
akan dilakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana menurunkan kadar timbal
dalam darah pekerja dewasa yang sudah terpapar polusi timbal tapi belum
suplemen kalsium. Menurunkan kadar timbal dalam darah dengan suplemen kalsium
Kenderaan bermotor
dengan bahan bakar PEMBERIAN
mengandung timbal KALSIUM
(Simpul 1)
mereka terdiri dari pekerja dengan latar belakang ekonomi lemah. Belum pernah
dilakukan usaha pencegahan untuk menurunkan kadar timbal dalam darah mereka
baik dalam program pemerintah maupun dengan cara pengobatan mandiri, pada hal
diketahui bahwa polusi timbal yang mereka hadapi selama bertahun-tahun bekerja di
pinggir jalan adalah merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan mereka
secara permanen seperti yang telah disebutkan diatas. Gangguan kesehatan yang
disebabkan keracunan timbal kronis yang mereka alami setiap hari ini merupakan
melindungi kaum duafa yang terpapar ini maka perlu dilakukan suatu penelitian
untuk menemukan cara pencegahan atau cara pengobatan keracunan oleh timbal
secara kronis dengan jalan menurunkan kadar timbal dalam darah mereka.
dalam kadar rendah dalam darah dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti yang
Spivey 2007, Lin et al., 2006), maka dirasa sangat perlu dicari suatu cara untuk
mencegah timbulnya keracunan timbal kronis pada pekerja beresiko tinggi ini.
Timbal terus menerus dikeluarkan oleh gas buang kendaraan bermotor di kota
Medan dan dapat diserap oleh tubuh baik melalui pernafasan dan kulit terus
berlangsung selama mereka berada di jalan raya, ditambah lagi sifat akumulasi dari
timbal yang sudah diserap di dalam tubuh, maka perlu diperoleh suatu cara untuk
mencegah peningkatan kadar timbal atau untuk menurunkan kadar timbal di dalam
darah mereka. Karena kalsium salah satu bahan yang dapat menurunkan kadar
Ballew 2001, Sargent 1999), maka peran kalsium dalam menurunkan kadar timbal
dalam darah pada pekerja dewasa yang beresiko tinggi perlu diteliti.
mengenai penelitian dengan tujuan mengatasi resiko keracunan timbal pada pekerja
terhadap orang dewasa yang ada tercatat adalah pengaruh suplemen kalsium pada
kadar timbal dalam darah wanita hamil dan wanita menyususi ( Anetor et al. 2005,
Oleh karena kadar timbal di udara ambien kota Medan sudah mencapai lebih
dari 2 g/m3 udara (Girsang, 2008, Sitohang, 2001), telah melebihi Nilai Ambang
pekerja dewasa.
kadar timbal dalam darah dan efektif sebagai kebijakan pemerintah dalam mencegah
kesehatan.
timbal kronis
agar manusia yang telah terpapar dengan polusi timbal tidak menjadi
1.4 Hipotesis
1. Dapat digunakan sebagai salah satu cara pencegahan agar pekerja dewasa
lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan
lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan yang
yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang
alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kedua, sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia
seperti akal pikiran, seni, keterampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada
digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat
sumber, proses dan dampak. Sumber meliputi manusia dan sumber-sumber alam
seperti matahari, tanah, air, mineral, listrik, energi dan keuangan. Proses meliputi
penuh sesak) maupun positif (produk dan pelayanan yang bernilai tambah,
titik pertemuan dari lingkungan alam, bangunan lingkungan, dan lingkungan sosial
sudah pasti memunculkan bahaya yang tidak dapat dielakkan. Saling ketergantungan
dan hubungan antar cabang ilmu pengetahuan dari tiga dimensi ini harus sepenuhnya
dipahami dalam rangka pengembangan dan kebijakan program yang koheren serta
adalah membuat kota menjadi tempat yang aman dan menyenangkan untuk bekerja,
masa depan untuk hal yang serupa. Cara-cara untuk mewujudkan tujuan tersebut
lingkungan di kota besar, mengurangi polusi udara dan air, mengurangi limbah
rumah tangga dan industri, mengelola sistem pengairan secara efisien, untuk
sistem transportasi yang efisien dan secara sosial sepadan, untuk merencanakan
dampak lingkungan dan sosial yang negatif dari transportasi mencakup langkah
dari 39 bab yang dibagi dalam 4 bagian, pada bagian pertama berupa Dimensi Sosial
dan Ekonomi yang membahas masalah pembangunan yang dititikberatkan pada segi
secara terpisah, melainkan harus secara bersama dengan memasukkan isu pelayanan
kesehatan, kependudukan, hak perempuan, dan pengelolaan sumber daya alam oleh
masyarakat lokal.
kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan
pencemar udara secara kuantitatif diatur dalam Baku Mutu Udara Ambien dan Baku
Mutu Emisi. Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan
Zat pencemar timbal di udara perkotaan terutama dibentuk dari bahan bakar
berupa bensin yang mengandung Pb Organik (TEL=tetra ethyl lead) yang digunakan
terganggu oleh karena adanya zat pencemar tersebut terutama mereka yang beresiko
tinggi. Timbal adalah racun sistemik dimana keracunan timbal dapat menyebabkan
encephalophathy. Pada keracunan akut akan terjadi gejala meninges dan serebral,
diikuti dengan stupor, coma, kekanan Liquor Cerebrospinalis (LCS) yang tinggi,
insomnia dan somnolence ( Slamet, 2009). Baku Mutu Kualitas Udara Ambien
Pencemaran timbal di udara perkotaan berasal dari Tetra Etil Lead (TEL)
yang dibubuhkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 0,42 mg/l sejak
tahun 1990. Sebelumnya kadar yang dibubuhkan lebih tinggi lagi. Berbagai
penelitian telah dilakukan tentang timbal dan dikorelasikan terhadap kepadatan lalu
lintas menghasilkan korelasi yang baik sekali dilihat dari kepadatan dan jarak.
berat sudah melampaui standar yang berlaku. Enam jenis ikan yang biasa dimakan
oleh turis ternyata juga mengandung Cd, Cu, Pb, Zn dan Hg dalam konsentrasi yang
jauh lebih besar dari yang diperbolehkan. Khusus untuk timbal Biokonsentrasi
Factor (BCF) telah melampaui angka 11,20 yang diperbolehkan (Soemirat, 2005)
bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor
merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara kota. Di samping karbon
monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, belerang oksida, partikel padatan dan
bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut
menentukan jumlah pencemar yang akan timbul. Pembakaran mesin yang tidak
meningkatkan pencemaran.
dikenal. Untuk memperoleh bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin
diberi senyawa timbal tetra etil dan timbal tetra metil. Pada pembakaran bensin,
timbal akan tinggal di udara untuk beberapa hari sebanyak 25 sampai 50%.
pencemar timbal di udara, karena itu bahaya di kota makin meningkat. Sebaiknya
dibuat mesin mobil yang memerlukan bahan bakar dengan angka oktan rendah,
sehingga pencemar timbal menurun. Ada korelasi antara jumlah debu timbal dengan
penyakit jantung (Satrawijaya,2000). Kadar timah hitam atau timbal di udara yang di
kota besar berasal dari gas buang kendaraan bermotor dijadikan sebagai salah satu
serta ramah lingkungan yang segera dapat ditempuh adalah memanfaatkan Knalpot
buatan Institut Sains dan Teknonolgi Akprind Yogyakarta yang bernama Centrifuse
Membrane Filter (CMF). Knalpot ini telah diujicoba dan mampu berfungsi meredam
dilengkapi dengan filter Karbon monoksida (CO), sulfur monoksida (SO2), Nitrogen
dioksida (NO2) dan debu. Ternyata knalpot antipolusi produksi dalam negeri ini
belum mendapat perhatian publik secara serius. Masyarakat cenderung tidak acuh
mobil pribadi, mobil niaga dan truk, dan berbagai jenis kendaraan bermotor lainnya
sebesar 300% dan sepeda motor sebesar 50%, diperkirakan pada tahun 2001 polusi
emisi Pb tahun 1991 sebesar 733.154,42 ton berasal dari 98,61% dari transportasi
dan industri; 1,39% dari rumah tangga, dan dari pemusnahan sampah jumlahnya
sangat rendah. Bensin premium dengan nilai oktan 87 dan bensin super dengan nilai
sebesar 0,56-0,63 g Pb yang dibuang ke udara dalam setiap liter bensin (Widowati et
al, 2008)
mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap
lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1-0,2 ppm dan
kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi adalah > 0,3 ppm ( Widowati
et al, 2008).
berpengaruh terhadap kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima. Pada ruas jalan
Yos Sudarso, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi
darah pedagang kaki lima sebesar 0,366-0,806 ppm; di ruas jalan Letjen Supratman,
sebesar 0,005-0,015 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar
0,124- 0,339 ppm, pada ruas jalan Veteran, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu
udara sebesar 0,0048-0,0096 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima
Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di
kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 mendapatkan sebesar > 2 µg/
m pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang
padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/ m , sedangkan
kadar Pb dalam darah petugas Dinas Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut
adalah 5-10 µg/dl. (Girsang 2008). Kualitas udara di Jakarta pada tahun 1990-1996
rata-rata memiliki kadar Pb dalam debu sebesar 0,5-1,3 µg/ m . Pada tahun 1997,
kadar Pb sebesar 0,9-1,0 µg/ m disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan
terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang
disebabkan oleh timbal. Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus
hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini. Anak-anak adalah
kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal
dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak. Bila kenaikan kandungan
timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang
bila sakit rata-rata sebesar Rp 4.532.084,00. Bila kandungan timbal di udara Kota
rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah.
Jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen
dari semua pohon yang ditanam. Penanaman pohon penyerap timbal penting
bahkan melebihi ambang batas normal. Penanaman pohon dapat dilakukan oleh
Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati (Gravitiani, 2009).
Timbal atau yang sering juga disebut timah hitam, dalam bahasa Latin
disebut Plumbun yang disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam
kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal
mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2, adalah
suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 3270C dan
titik didih 16200C. Pada suhu 500-600 0C timbal menguap dan membentuk timbal
oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur Pb sangat rapuh dan mengkerut pada
pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam
asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004).
manusia. Tidak ada bukti bahwa ada kadar terendah timbal dalam darah yang aman
bagi kesehatan. Timbal seperti halnya zat besi dan kalsium diserap dengan cara yang
sama di saluran pencernaan. Anak mengabsorbsi timbal lebih tinggi, lebih kurang
50% dibandingkan orang dewasa hanya 10%. Absorbsi timbal akan lebih banyak
bila dalam makanan kurang mengandung kalsium dan zat besi. Tetraethyl lead yang
dipakai sebagai pencampur bensin akan dibuang ke udara dan dapat diabsorbsi
Timbal yang masuk ke dalam tubuh akan disimpan dalam tulang yang pada
misalnya pada waktu wanita sedang hamil dan pada penderita osteoporosis.
Penghitungan jumlah timbal dalam tulang lebih baik dipakai untuk menentukan
kadar timbal dalam tubuh dengan mempergunakan alat X-ray fluorescence teknik.
Namun ketersediaan alat ini masih sangat terbatas. Pengukuran dari efek timbal
menyatakan hubungan antara timbal dan kesehatan yang tidak dapat menunjukkan
jantung dan tekanan darah dimana peningkatan jumlah timbal dalam tulang dan
dalam darah menyebabkan kenaikan pada gangguan jantung dan tekanan darah.
jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal
Bahan bakar mobil yang secara umum disebut bensin adalah senyawa
kualitas bahan bakar (bensin) yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam
pengertian ini bahan bakar (bensin) dibandingkan dengan campuran isooktana atau
2,2,4,trimetil pentana dengan heptana. Pada penemuan pertama kali pada tahun
1927, isooktana dianggap sebagai bahan bakar yang paling baik, karena hanya pada
kompressi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil.
Sebaliknya heptana dianggap sebagai bahan bakar yang paling buruk. Angka oktana
100, artinya bahan bakar (bensin) tersebut setara dengan isooktana murni. Angka
oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20%
heptana(Wardhana, 2004).
juga diberi bahan tambahan (additif). Bahan tambahan tersebut sering juga disebut
dengan senyawa anti ketukan. Senyawa anti ketukan pertama kali ditemukan oleh
Thomas Midgley dan Boyd pada tahun 1922, berupa TEL (Tetra Ethyl Lead).
timbal (Pb) akan diubah menjadi timbal dibromida yang relatif mudah menguap
sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil melalui knalpot. Apabila jumlah
kendaran bermotor (mobil, sepeda motor dll) yang terdapat di suatu kota (atau
maka jumlah gas buang hasil pembakaran yang dilepaskan ke udara per hari dapat
dihitung. Kalau hasil pembakarannya tidak sempurna dan dianggap 1% dari hasil
pembakaran berupa pencemar udara maka jumlah pencemar udara yang dilepaskan
Dalam bidang industri timbal banyak dipakai dalam industri baterai, kabel
telepon, kabel listrik, bahan peledak, pewarnaan cat, pengkilap keramik, bahan anti
api dan additive untuk bahan bakar kendaraan bermotor (dalam bentuk Trimetil Pb
dan Tetraetil Pb). Di udara kota-kota besar timbal merupakan pencemar udara yang
semakin jadi perhatian terutama yang berasal dari pembakaran bensin yang
dan pembakaran sampah. Untuk mencegah suara knocking dari mesin kendaraan
bermotor diperlukan bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi
senyawa timbal Tetra Etil Lead (TEL)dengan rumus (C2H5)4-Pb)dan Tetra Metil
dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetra etil Pb,
bahan-bahan lain. Pada pembakaran bensin, 25% s/d 50% timbal yang
karena itu bahaya keracunan timbal di kota akan semakin meningkat. Timbal (Pb)
adalah racun sistemik yang menimbulkan rasa logam di mulut, garis hitam pada
2009).
macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor seperti pada Tabel
2.2. berikut:
Pada Tabel 2.2. dapat dilihat bahwa kandungan PbBrCl dan PbBrCl.2PbO
merupakan senyawa Pb utama yang telah dihasilkan pada saat permulaan mesin
Senyawa tetrametil Pb dan tetra etil Pb ini akan terhirup oleh manusia
sewaktu bernafas dan juga dapat diserap oleh kulit. Atau keracunan pada manusia
juga dapat terjadi oleh karena tertelannya senyawa Pb dari kontaminasi terhadap
makanan dan minuman. Pb di udara dapat mengalami pengkristalan oleh air hujan
dan masuk ke dalam sumber air minum. Pada skema berikut dapat kita lihat bahwa
banyak kemungkinan asal dari timbal baik dari emisi kendaraan bermotor, emisi
industri dan pelepasan kerak-kerak bumi, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui beberapa sumber seperti udara, tanah, air permukaan, tumbuhan, hewan
yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit dan saluran pencernaan.
Khusus orang-orang yang bekerja di pinggir jalan raya yang ramai, berisiko tinggi
terhadap keracunan timbal (National Health and Medical Research Councils, 2009).
Timbal yang berasal dari alam, emisi kendaraan bermotor, limbah industri dan yang
berasal dari pengikisan cat yang mengandung timbal akan masuk ke dalam air, tanah
atau udara yang kemudian bisa langsung masuk ke tubuh manusia atau masuk
melalui tumbuhan atau hewan yang dikonsumsi oleh manusia. Gambar 2.1
Tanah
Air Udara
Hewan Tumbuh-
Ternak tumbuhan
Gambar 2.1 Perjalanan timbal yang berasal dari lingkungan sampai masuk
ke dalam tubuh manusia (Sumber: Diterjemahkan dari National
Health and Medical Research Councils (2009)
Pb yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor atau sumber lain ke udara bisa
dalam bentuk gas atau partikel yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur
pernafasan, saluran pencernaan dan kulit. Partikel yang terhirup yang mempunyai
diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama dalam
hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran diameter 0,5-5,0 mikron dapat
terkumpul di dalam paru-paru sampai pada bronchioli, dan hanya sebagian kecil
mencapai dan tinggal dalam alveoli. Partikel yang tinggal dalam alveoli dapat
bakar timbal masih terus berjalan sampai saat sekarang ini. Timbal merupakan metal
yang toksis seumur hidup oleh karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia.
Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah ternyata dapat
Soemirat (2005) menjelaskan bahwa jaringan target bagi timbal dalam tubuh adalah
Sistem Urinaria, Sistem Syaraf, Sistem Gastro Intestinal, Sistem Hemapoietik dan
Kulit.
timbal dalam darahnya mencapai 25 µg/dl darah maka pekerja harus dihindarkan
dalam darah kurang dari 40 µg/dl tidak berbahaya, namun sekarang sudah banyak
penelitian yang menunjukkan gejala keracunan timbal telah terlihat pada kadar
timbal dibawah 25 µg/dl. Apabila kadar timbal dalam darah sudah mencapai 60
µg/dl atau lebih atau apabila 3 kali pemeriksaan kadar timbal darahnya melebihi 50
timbal dalam darahnya 25- 40 µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap 6
bulan, jika ditemukan pekerja dengan kadar timbal 40 µg/dl maka harus dilakukan
µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap satu bulan. Public Health Services
di Washington DC tidak lagi memakai nilai 40 µg/dl kadar maksimum timbal dalam
darah, tapi mengusulkan agar kadar maksimum timbal dalam darah pekerja dewasa
adalah 25 µg/dl dan kadar maksimum timbal dalam darah masyarakat umum adalah
5 µg/dl.
logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, anorexia, muntah-
kelumpuhan dan kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan
gejala patognomonis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa
Pada keracunan akut terjadi gejala meninges dan cerebral, diikuti dengan stupor,
kadar Pb dalam darah polisi lalu lintas adalah yang tertinggi diikuti oleh pengemudi
angkot, dan kadar Pb terendah adalah pada penduduk pedesaan. Sebanyak 46%
polisi lalu lintas memiliki kandungan Pb dalam darah melampaui 40 µg/dL, 30%
2008).
Dari 30 orang polisi lalu lintas yang bertugas di kota Medan yang diteliti
bahwa kadar timah hitam (Pb) dalam darah yang tertinggi pada responden yang
dan kadar terendah terdapat pada responden umur 30 tahun sebesar 0,5 µg/ 100 ml
dengan lama kerja kurang dari 5 tahun. Didapat ada hubungan antara lama kerja
Polisi lalu lintas dengan kadar timah hitam dalam darah, tetapi tidak terdapat
hubungan antara umur Polisi lalu lintas dengan kadar timah hitam dalam darah.
(Tarigan , 2001)
Penelitian terhadap 400 siswa sekolah dasar (usia kurang dari 12 tahun)
memiliki kandungan Pb dalam darah sebesar 14,13 µg/dL, yang melebihi ambang
batas yang ditentukan oleh WHO sebesar 10 µg/dL. Berdasarkan tipe kendaraan
memiliki kadar Pb darah tertinggi yaitu 14,49 µg/dL, kelompok siswa yang
menumpang sepeda motor, kadar Pb dalam darah sebesar 13,9 µg/dL, sedangkan
kelompok siswa pejalan kaki kadar Pb dalam darah sebesar 14,32 µg/dL (Widowati,
2008).
melampaui ambang batas, bahkan terdapat anak yang menunjukkan kadar Pb dalam
darah mencapai 60 µg/dL. Hasil penelitian pada tahun 2001 terhadap kadar Pb
dalam darah anak jalanan dan polisi lalu lintas di Surabaya menunjukkan angka
darah melampaui batas aman dengan rata-rata sebesar 4,2 µg/dL, lebih rendah bila
dibandingkan hasil penelitian pada tahun 2003, dimana 35% anak SD memiliki
kadar Pb dalam darah melampaui batas aman, yakni 10 µg/dL. Kadar Pb dalam
darah rata-rata sebesar 8,6 µg/dL (Widowati et al, 2008). Mekanisme penyerapan
Gambar 2.2 Skema mekanisme penyerapan timbal di lumen usus (Sumber: EPA
540 (1994)
belum jelas diketahui, namun diketahui bahwa molekul timbal berukuran kurang
dari 1 m yang dikeluarkan dari asap pembakaran bahan yang mengandung timbal
diserap melalui paru-paru lebih dari 90%. Timbal dengan diamater lebih dari 2,5 m
tulang. Hanya 2% dari total timbal dalam tubuh berada dalam darah dengan half-life
selama 30 sampai 40 hari. Timbal yang disimpan dalam tulang dan jaringan bisa
mempunyai half life sampai berpuluh tahun (Riess, 2007). Zaotis (2007)
menjelaskan bahwa pada anak sumber keracunana timbal terutama melalui saluran
pencernaan, tapi pada orang dewasa lebih banyak melalui saluran pernafasan.
Melalui saluran pencernaan timbal pada anak diserap 45 sampai 50% sedang pada
dewasa hanya diserap 10 sampai 15%. Begitu diserap baik melalui pencernaan
maupun pernafasan, 99% timbal akan terikat dengan eritrosit dan sisanya 1 % lagi
berada dalam jaringan. Timbal bisa juga masuk kedalam tubuh manusia selain
melalui saluran pencernaan (ingested) dan saluran pernafasan, yakni melalui kulit.
menyatakan bahwa timbal yang diserap oleh tubuh manusia dan berada dalam darah,
secara bertahap akan dikeluarkan dari dalam tubuh, kadar timbal dalam darah akan
akan turun secara normal menjadi setengahnya dalam waktu satu bulan apabila
ZPP (Zink Protoporphyrin) yaitu sejenis enzym di dalam darah yang selalu diukur
bersamaan dengan pengukuran kadar timbal dalam darah. Kadar ZPP yang melebihi
darah penderita.
dalam darah polisi lalu lintas yang memakai masker waktu bertugas dibandingkan
dengan polisi yang tidak memakai masker. Dari 24 orang polisi yang bertugas di
perempatan jalan yang padat lalu lintasnya, didapat kandungan timbal dalam darah
sebanyak 31,6 ug/100 ml sedangkan yang tidak memakai masker rata-rata sebanyak
49,2 ug/100 ml darah. Gangguan kesehatan yang mereka rasakan adalah hipertensi,
nafas tersengal, dada berdebar, sakit pinggang, nafsu makan berkurang, sakit kepala,
kota Medan menemukan bahwa 87,7% (26 orang) mengandung Pb dalam darahnya
(timah hitam) anorganik pada tikus putih melaporkan bahwa pemberian senyawa
badan. Absorbsi plumbum via traktus gastrointestinal mencapai sekitar 16% dan
jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal, disusul hati, otak, paru, jantung, otot
dan testis. Kadar plumbum tertinggi dalam jaringan keras ditemukan di tulang rusuk,
kepala, paha dan gigi serta paling rendah di bulu. Hasil penelitian Environmental
Protection Agency ((1994) melaporkan bahwa semakin tinggi intake timbal oleh
tubuh maka semakin tinggi kadar timbal dalam darah, sebagaimana tampak pada
Gambar 2.3
Timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, minuman, tanah,
debu dan cat yang mengandung timbal masuk ke dalam lambung, sedangkan timbal
yang berada di udara masuk melalui paru-paru dan saluran pencernaan, kemudian
masuk ke dalam aliran darah dan organ-organ, lalu dikeluarkan melalui kulit, feses
Gambar 2.4. Perjalanan Timbal dalam Tubuh Manusia (Sumber: EPA 540 (1994)
penduduk Pensylvania yang tinggal di daerah pedesaan pada tahun 1990 sampai
1991 mendapatkan hasil sebagai berikut: rata-rata kadar timbal dalam darah pada
peneltian ini lebih rendah 60% dari kadar timbal dalam darah pada penelitian tahun
1976-1980 yaitu dari 12,8 ug/dl turun menjadi 5,3 g/dl. Kesimpulan lain yang
didapatnya adalah bahwa penduduk kota mempunyai kadar timbal dalam darah lebih
didapatnya bahwa perokok, peminum alkohol, dan tahun sesudah menopause pada
bulan sebanyak 172 orang yang tinggal di Vancouver, Canada, mendapatkan rata-
rata kadar timbal dalam darah 0,29 mol/l dengan standard deviasi 0,13 mol/l ,
range 0,06 mol/l sampai 0,85 mol/l. Disimpulkannya bahwa kadar timbal dalam
darah anak menurun dari kadar timbal dalam darah dari penelitian sebelumnya.
Tidak ada faktor yang signifikan yang ditemukan yang dapat menyebabkan kenaikan
Nash et al. (2004) meneliti hubungan kadar timbal dalam tulang dengan
kadar timbal dalam darah pada wanita peri-menopause dibandingkan dengan wanita
postmenopause dan premenopause. Didapat hasil bahwa kadar timbal dalam darah
pada wanita postmenopause yang dibagi menjadi naturally menopause (25% lebih
tinggi) dan surgically menopause (30% lebih tinggi) dari kadar timbal dalam darah
wanita premenopause. Pada wanita yang baru saja memakai hormone replacement
therapy menunjukkan penurunan kadar timbal dalam darah (1,8 g/dl), bagi wanita
sedangkan bagi wanita yang tidak pernah memakainya didapat kadar timbal dalam
darahnya 2,2 g/dl. Kesimpulannya bahwa timbal yang disimpan dalam tulang pada
masa menopause akan masuk ke dalam darah sehingga kadar timbal dalam darah
data dari survey yang dilakukan oleh NYC HANES pada tahun 2004 dengan jumlah
sampel 1.811 penduduk New York , mendapatkan kadar timbal dalam darah
tertinggi pada perokok berat ( 2,49 ug/dl). Mantan perokok mempunyai kadar timbal
dalam darah 8% lebih tinggi dari sampel yang tidak pernah merokok. Mohammadi et
al. (2008), melaporkan seorang kasus di Taheran, dengan keluhan sakit yang sangat
pada perut sejak 4 bulan yang lalu. Pasien diopname dengan diagnose appendisitis,
tidak ditemukan kelainan pada appendix, sedangkan keluhan sakit perut disertai
decreased libido, nausea, vomiting, tremor, loss of appetite dan penuruan berat
badan. Pada pemeriksaan selanjutnya ditemukan bahwa pasien adalah perokok berat
dengan kadar timbal dalam darahnya 138 g/dl. Dilakukan pengobatan dengan
CaNa2-EDTA dengan dosis 1 gram dua kali sehari selama 5 hari. Setelah
rumah sakit. Setelah 2 minggu kemudian pemeriksaan kadar timbal dalam darahnya
ke tempat semula.
g/dl. Dari 36 kasus non perokok didapatnya kadar timbal dalam darah rata-rata
2,7±1,9 g/dl, dari 38 kasus perokok 1-19 pak per tahun 3,0±2,1 dan dari perokok
lebih dari 20 pak per tahun 4,1±3,3 g/dl yang dalam pengujian secara statistik tidak
Lee et al. (2005) dalam penelitiannya terhadap para ibu yang dalam masa
alkohol dan perokok mempunyai hubungan dengan kadar timbal dalam darah.
kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
oleh karena adanya kontaminasi timbal pada foil pelapis botol – botol wine.
Dari banyak penelitian yang telah dilakukan di negara-negara maju polusi udara
Penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa ada hubungan polusi udara dengan
kelahiran bayi prematur, kematian bayi, paru-paru bayi yang kurang berkembang
2004)
gas buang mesin diesel dengan timbulnya kanker pada paru-paru. Salah satu bahan
dari emisi gas buang kendaraan bermotor dan proses industri lainnya.
Pada tahun 2002 di Amerika lebih kurang 146 juta orang masih terpapar dengan
udara yang melebihi Standar Kualitas Udara yang dikeluarkan pada tahun 1997,
setidaknya satu dari enam kriteria kualiatas udara yakni Ozone, Particulate Matter,
Menurut penelitian Bruce et al. (1998) ada beberapa kharakteristik yang bisa
timbal yang tinggi di dalam darahnya antara lain, tempat tinggal di kota atau di desa,
perumahan yang tidak sehat, tempat tinggal ditempat yang padat penduduknya,
Hasil penelitian dari tahun 1979 -1985 di Montreal Canada, menyatakan bahwa
lingkungan yang utama, serta mendapat hubungan antara gas buang mesin diesel dan
bekerja di tempat yang sering mendapat polusi dari gas buang mesin diesel seperti
pekerja pengisian bahan bakar, petugas disepanjang rel kereta api, pengemudi
Efek kesehatan secara umum yang disebabkan oleh keterpaparan terhadap polusi
Tabel 2.3. Efek Kesehatan Secara Umum yang Timbul Akibat Keterpaparan Timbal
80
Bisa timbul gangguan 70
kesehatan yang lain 60 Penurunan produksi darah
pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai tetapi pengaruh toksisitas kronis
logam. Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang
yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihan jalan,
pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang sehari-hari
menghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead
Orang-orang yang bekerja di tempat dimana terdapat gas buang dari mesin
diesel mempunyai resiko yang lebih besar untuk mendapat penyakit kanker paru,
dan bila sudah bekerja dalam waktu lama ditempat ini maka resikonya juga akan
lebih tinggi (Frumkin, 2001). Penelitian terhadap pengaruh polusi udara yang
ditimbulkan oleh lalu lintas terhadap timbulnya kanker pada manusia yang dimulai
dari sejak mulai terjadinya kehamilan sampai dengan didiagnose timbulnya kanker
sebanyak 1989 kasus yang didiagnose sebagai leukemia, tumor dari central nervus
system dan tumor ganas limfoma selama tahun 1968 s/d 1991 di Danish Cancer
central nervus system tidak ada hubungan dengan benzene dan nitrogen dioxide
dihubungkan dengan adanya polusi debu, Organic Carbon (OC) dan Nitrogen
Dioxide (NO2) dan polutan udara lain menyimpulkan bahawa OC dan NO2
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap timbulnya bronchitis khronis disertai asma
pada anak-anak. Katsouyanni (2003) menjelaskan hubungan antara polusi udara dan
komponen polusi udara mempunyai pengaruh terhadap kesehatan jantung dan paru-
paru. Dilaporkan juga bahwa perubahan PM setiap hari berpegaruh terhadap angka
kematian di beberapa kota di Amerika Serikat. The Harvard Six Cities dan American
penyakit saluran nafas pada anak dan meningkatnya kematian pada penderita
penyakit jantung dan paru pada orang dewasa. Beberapa penelitian di Utah
jumlah penderita paru yang diopname, gangguan fungsi paru dan saluran nafas,
ketidak hadiran di sekolah dan jumlah kematian. Hal serupa juga dilaporkan oleh
kronis terhadap pertumbuhan 58 orang anak di Boston dari tahun 1975 sampai tahun
1978. Didapat kadar rata-rata timbal dalam dentin sebesar 14,9 g/g kadar timbal
dalam tibia 1,2 g/g dan dalam patella 5,0 g/g. Dari penelitan ini didapatnya
kesimpulan bahwa kadar timbal dalam dentin mempunyai hubungan positif dengan
body mass index. Kadar timbal dalam tibia dan patella tidak menunjukkan hubungan
keracunan timbal kronis pada anak menyebabkan obesity yang bertahan sampai
mereka dewasa.
putih dan berkulit hitam dengan umur diatas 18 tahun yang terdaftar sebagai peserta
Third National Health and Nutrition Survey. Kadar timbal dalam darah diukur
sphygmomanometry. Kadar timbal dalam darah lebih tinggi pada orang negro baik
laki-laki maupun perempuan dengan rata-rata 5,4 dan 3,4 µg/dl, dibandingkan
dengan kulit putih laki-laki dan perempuan adalah 4,4 dan 3,0 µg/dl. Menggunakan
menyebabkan kenaikan tekanan darah pada orang negro, tetapi tidak terjadi pada
Glenn et al. (2006) melakukan penelitian dari tahun 1997-2001 terhadap 575
pekerja yang terpapar dengan timbal di Korea yang berumur rata-rata 41 tahun dan
sudah bekerja di tempat tersebut selama 8,5 tahun di bagian yang terpapar timbal.
Kadar timbal dalam darah rata-rata 31,4 ± 14,2 µg/dl. Perubahan tekanan darah
sistolik selama penelitian sejalan dengan perubahan kadar timbal dalam darah,
dengan nilai kenaikan rata-rata 0,9 mm Hg untuk setiap kenaikan 10 µg/dl kadar
timbal dalam darah. Dalam penelitian ini pekerja yang mempunyai riwayat
penelitian.
dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey 1988-1994
(n=16.609) dan the National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002
responden sebesar 41% yaitu dari 2,76 µg/dl (1988-1994) menjadi 1,64 µg/dl (1999-
2002). Persentasi dari orang dewasa yang mengandung kadar timbal dalam darah
sama atau lebih tinggi dari 10 µg/dl menurun dari 3,3% menjadi 0,7%. Mereka juga
menemukan bahwa kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi berhubungan dengan
timbulnya prnyakit ginjal dan penyakit arteri perifer diantara seluruh populasi dan
menyebabkan anemia. Timbal dalam tubuh terutama terikat dalam gugus SH dalam
molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem
sumsum tulang meningkatkan produksi sel darah merah. Sel darah merah yang
masih muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian terbebaskan. Sel stipel basofil
yang merupakan tanda-tanda keracunan Pb. Meskipun anemia klinis hanya tampak
jelas bila kadar Pb dalam darah sudah mencapai 50 ug/dl, namun penghambatan
Yu et al. (2004) meneliti 121 pasien yang menderita gangguan ginjal kronis
dengan normal body lead burden (BLB), dan tidak ada sejarah terpapar timbal
selama 48 bulan observasi. Hubungan dengan kadar timbal dalam darah dan BLB
dievaluasi secara longitudinal. Hasilnya disimpulkan bahwa BLB dan kadar timbal
dalam darah merupakan faktor resiko yang sangat penting dalam gangguan ginjal
kronis. Setiap peningkatan 10 g dari BLB atau 1 g/dl kadar timbal dalam darah
akan menyebabkan penurunan Glomerulo Filtration Rate (GFR) sebesar 1,3 sampai
4 ml/menit selama masa studi. Kesimpulan dari studi ini adalah keterpaparan dengan
timbal dalam kadar rendah berhubungan dengan peningkatan gangguan ginjal kronis
walaupun pada kadar yang jauh dibawah kadar normal baik pada BLB maupun
terpapar dengan timbal yang mendapat pemeriksaan kesehatan secara reguler setiap
kadar timbal di udara 0,0063 mg/m3, 18 pekerja dari industri plastik stabilizer
dengan kadar timbal di udara 0,0013 mg/m3 dan 30 pekerja industri radiator dengan
berdasarkan kadar timbal dalam darah yakni kelompok diatas 60 µg/dl, kelompok
40-60 µg/dl dan kelompok dibawah 40 µg/dl. Sebagai kelompok kontrol diambil 60
orang pekerja kantor yang selama bekerja tidak terpapar dengan polusi timbal.
Kesimpulan penelitian mereka adalah bahwa kadar Blood Urea Nitrogen (BUN)
meninggi sehubungan dengan kenaikan kadar timbal dalam darah, tapi secara
statistik hal ini hanya ditemukan pada keadaan kadar timbal dalam darah diatas 60
Lin et al. (2001) meneliti 110 pasien dengan gangguan ginjal kronis (serum
kreatinin 133-354 µmol/L (1,5-4,0 mg/dL) dan mengandung Body Lead Burden
(BLB) normal (EDTA mobilization test < 600 g per 72-hour urine collection) dan
tidak ada sejarah terpapar dengan polusi timbal yang tinggi. Pasien dibagi 2
kelompok berdasar kan nilai BLB yaitu high-normal BLB group (80 g-600 g) dan
kelompok BLB rendah (< 80 g). Pasien difolow secara prospektif selama 2 tahun.
Hasil yang didapat disimpulkan bahwa keterpaparan dengan timbal dalam dosis
diberikan pengobatan chelation terapi selama satu tahun dapat menahan penurunan
fungsi ginjal.
Lin et al. (2006) meneliti 108 pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis
(serum kreatinin 1,5-2,9 mg/dL) dengan kadar BLB rendah (< 80 g) dan tidak
adalah 32 pasien dengan kegagalan ginjal kronis dengan kadar BLB rendah (20-80
g yang diberi pengobatan dengan chelation secara random dan kelompok kontrol.
Kelompok ini diberi chelation terapi EDTA selama 3 bulan dan kemudian diikuti
terapi ulang selama 24 bulan untuk mempertahankan kadar BLB tetap < 20 g,
dengan polusi timbal walaupun dengan kadar rendah dapat meningkatkan kegagalan
kegagalan ginjal kronis (serum kreatini 1,5-3,9 mg/dl) dengan kadar BLB 80-600 g
dan tidak mengalami keterpaparan timbal dipilih untuk melaksanakan klinikal trial
memakai chelation terapi dan kelompok kontrol selama 4 tahun. 58 pasien diberi
chelation terapi EDTA dan 58 pasien lagi menerima plasebo sebagai kontrol. Selama
48 bulan dilakukan repeated chelation terapi untuk menjaga BLB tidak lebih dari 60
g. Untuk kelompok kontrol diberi infus plasebo setiap minggu selama 5 minggu
dan diulangi dengan interval 6 bulan. Kesimpulan yang didapat adalah repeated
chelation therapy selama 4 tahun akan memperlambat penurunan fungsi ginjal pada
Lin et al. (1999) meneliti 32 pasien dengan gangguan ginjal kronis dengan
serum kreatinin >1,5 mg/dl-4 mg/dl dengan BLL 150 g-600 g dan tidak ada
sejarah terpapar dengan timbal dalam kadar tinggi. Pasien dapat perlakuan chelation
terapi selama 2 bulan dibanding dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat
terapi. Setelah pengobatan selama satu bulan belum ada perbedaan antara kelompok
perlakuan sampai dengan dua bulan terlihat bahwa kelompok yang dapat perlakuan
menunjukkan perbaikan fungsi ginjal lebih baik pada kelompok yang dapat
tubuh mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sistem syaraf, dimana timbal
berfungsi dalam pematangan sel otak. Pelindung peredaran darah otak (blood brain
barrier) terdiri dari sejumlah endotelial sel yang diikat erat satu sama lain.
Endotelial sel ini dikelilingi oleh sel astrocyte yang merupakan sel syaraf terbanyak
dalam otak.
komunikasi dari astrocyte dan endotelial sel. Blood brain barrier mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mempertahankan cairan dalam sistem syaraf dan
melakukan skrening yang sangat ketat terhadap zat-zat terlarut dalam plasma seperti
asam amino, glucose, kalsium, sodium dan potassium. Bila blood brain barrier
terpapar kadar timbal yang tinggi maka plasma akan merembes ke dalam jaringan
interstitial dan terjadilah edema, maka timbul ensefalopati yang sangat memengaruhi
kemampuan kognitif, penurunan IQ dari 0-5 setiap kenaikan dari 10 g/dl kadar
timbal dalam darah. Sewaktu masih dalam kandungan, Astrocyte, sel syaraf pada
fetus merupakan sel yang mengalami resiko sangat tinggi oleh keracunan timbal
sebab endotelial sel yang immature dari kapiler otak menyebabkan menurunnya
ketahanan terhadap timbal, mengakibatkan Pb2+ masuk ke dalam sel otak (Brochin
et al, 2008).
syaraf, berikatan dengan calmodulin lebih kuat dari pada kalsium, sehingga terjadi
gangguan saraf perifer terutama jika kadar Pb dalam darah sudah mencapai 80 ug/dl.
Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang mengakibatkan edema otak,
ini disertai dengan munculnya ataksia, stupor, koma dan kejang-kejang (Brochin et
al, 2008).
dapat menyebabkan pengaruh toksik terhadap jaringan. Akumulasi delta ALA dalam
karena keracunan Pb. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala epilepsi, halusinasi
dan delirium. Terjadinya neuropati pada saraf tepi karena toksisitas kronis Pb
disebabkan oleh demyelinasi dan degenerasi sel Schwann saraf tersebut diikuti
degenerasi akson. Gangguan neuromuskular nyata terlihat pada paralise dari otot-
kaki menyebabkan foot drop yang terjadi pada pekerja pabrik (Brochin et al, 2008).
Penelitian toksisitas Pb pada anak yang belum sekolah (umur sekitar 3 tahun)
yang tinggal di kawasan kumuh dan di bawah standard hidup layak, dan cenderung
kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak berkeinginan untuk
dan kadar Pb yang lebih tinggi dalam darah, dapat dilihat pada tabel 2.4. berikut.
Tabel 2.4. Perbandingan Tingkat Kecerdasan (IQ) Rata-rata antara Anak yang
Kandungan Pb dalam Darahnya Rendah dan Tinggi.
Tabel 2.4 menggambarkan bahwa pada kelompok II, IQ anak dengan kadar
timbal dalam darah rata-rata 26,27 ug/dl lebih tinggi yaitu A=75,13; B=79,67 dan
C=74,47 dibanding IQ anak kelompok I dengan kadar timbal dalam darah rata-rata
63,39 ug/dl yaitu A=64,8: B=68,64 dan C=65,79. Tingkat kecerdasan (IQ) pada
yang kadar Pb dalam darahnya rendah (<40ug/dl). Kadar Pb yang tinggi dalam
darah ibu hamil ternyata menyebabkan lahirnya bayi dengan berat badan lahir
Rachel Albalak dalam laporannya pada tahun 2001 menemukan kadar timbal
menunjukkan penurunan yang sangat berarti terhadap kadar timbal dalam darah.
(Albalak, 2001).
terakhir menyatakan bahwa gangguan cognitive skill pada anak dapat dijumpai pada
kadar timbal dalam darh sebesar 5 g/dl. Jika dipakai angka ini sebagai nilai ambang
batas maka 26% dari anak-anak di Amerika Serikat terancam keracunan timbal.
peningkatan kadar timbal dalam darah pada anak umur pra-sekolah.. Kehilangan IQ
ini bersifat permanen. Studi lain menemukan terjadi deficit IQ sebesar 0-5 point
untuk setiap kenaikan 10 g/dl. kadar timbal dalam darah. Penurunan kemampuan
Gejala yang terlihat adalah penderita terlihat pucat, sakit perut, konstipasi, muntah,
anemia, hipertensi, adanya garis biru di daerah gusi diatas gigi. Pada pemeriksaan
memori sangat berkurang), konsentrasi menurun, kurang lancar berbicara dan gejala
tempat yang terpapar polusi timbal dan jenis pekerjaan seperti terlihat pada tabel 2.5.
berikut.
Tabel 2.5 Konsentrasi Pb dalam Darah Pekerja Pria di kota Tokyo Sekitar Tahun
1975-1980 (Setelah Minimum Bekerja Selama 5 Tahun)
pada percobaan manusia dan sel-sel lainnya di laboratorium, namun tidak ditemukan
penyakit genetis lainnya selain kanker yang dapat secara jelas dihubungkan dengan
pemaparan terhadap logam. Mutasi adalah perubahan materi genetik yang dapat
mengarah kepada timbulnya kanker, berbagai penyakit atau kerusakan genetik kelak
pada generasi kemudian seperti gangguan mental dan cacat fisik bila mutasi terjadi
pada sel reproduksi dari ovarium atau buah zakar (Kusnoputranto, 1995).
orang bekerja di jalan raya secara bergantian sift pagi dan siang hari dan 20 orang
bekerja di kantor, kadar Pb dalam darah 2 orang polisi telah melebihi ambang batas
National Health and Nutrition Examination, pada dewasa pria dan wanita , berkulit
putih dan berkulit hitam berumur 12 sampai 74 tahun menemukan hubungan yang
kuat antara kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah sistolik dan tekanan
diastolik dimana kadar timbal yang tinggi dalam darah menyebabkan tekanan darah
yang lebih tinggi. Pengaruh ini terlihat pada rata-rata kadar timbal dalam darah 16,9
µg/dl dengan tekanan darah diastolik yang tinggi dan 16,5 µg/dl dengan tekanan
Absorbsi timbal dari saluran pencernaan dapat diganggu oleh kehadiran ion
kalsium karena ion kalsium dan timbal saling berkompetisi. Kalsium mengganggu
ikatan timbal dengan hemoglobin darah dengan adanya kompetisi antara ion Ca dan
Pb sewaktu berikatan dengan hemoglobin darah. Ikatan timbal dalam tulang sama
prosesnya seperti ikatan kalsium dalam tulang. Faktor yang mengganggu terhadap
distribusi kalsium dalam darah juga mengganggu distribusi timbal dalam darah
(Goodman, 2001).
kenaikan kadar timbal dalam darah bayi, maka dengan pemberian suplemen kalsium
setelah melahirkan. Kadar timbal dalam darah rata-rata 2,4 µg/dl (range 1,4-6,5
dalam darah bayi dapat dihindari, yang dengan sendirinya akan mengurangi efek
kesehatan yang dapat timbul karena keberadaan timbal dalam darah bayi yang
timbal kronis yang berumur 1 sampai 6 tahun dengan kadar timbal dalam darah
placebo control trial untuk mempelajari efek dari Kalsium suplemen terhadap kadar
selama 3 bulan. Pada pemeriksaan kadar kalsium di darah dan urin pada setiap saat
kelompok kontrol. Pada akhir penelitian didapat penurunan kadar timbal dalam
darah kedua group menurun, pemberian kalsium dengan dosis 1800 mg sehari tidak
untuk menurunkan kadar timbal dalam darah yang ringan dan sedang pada anak
2.9 Manajemen
beberapa kegiatan yang terkait dengan setiap fungsi manajemen sperti berikut:
target bisnis.
• Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan
mungkin ditemukan
tersebut. EMS sangat cocok untuk semua organisasi baik organisasi pemerintahan
telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004.
Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah Republik Indonesia ke dalam Standar
lingkungannya
• memperoleh sertifikat
ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang
utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi 6
• Perencanaan
• Tinjauan manajemen
17 elemen yaitu:
4. Objectives and tagets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran
jawab lingkungan.
16. EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML
berkelanjutan.
kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul dimana hubungan simpul satu
dengan yang lain merupakan mata rantai yang dapat diputus agar satu penyakit dapat
dicegah. Teori simpul ini dapat diterapkan dalam pencegahan penyakit infeksi
maupun penyakit non infeksi seperti halnya keracunan timbal kronis, seperti yang
simpul, yakni simpul 1 kita sebut sebagai sumber penyakit, simpul 2, komponen
sedangkan simpul 4, penduduk dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau terpapar komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau
agent penyakit. Titik simpul pada dasarnya menuntun kita sebagai titik simpul
pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode
kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk (Buchari 2007):
kesejahteraan sosialnya.
membahayakan kesehatan.
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain)
penyakit akibat kerja. Khusus bagi pekerja yang melakukan aktivitasnya di sektor
nonformal seperti tukang beca, pedagang pinggir jalan, pekerja pinggir jalan yang
(Buchari, 2007):
dan mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan langkah dasar
kerja.
kerja
Hubungan Kerja
kerja dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja bagi angkatan kerja.
paripurna.
kehidupannya
Kecelakaan (P3K)
adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
(Sastrohadiwiryo, 2003).
Silalahi (1985) menyatakan bahwa manajemen sebagai suatu ilmu prilaku yang
mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan
dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan, maupun pengambilan keputusan
lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Sekalipun sifatnya sosial,
setiap kecelakaan atau tingkat keparahannya tidak dapat dilepaskan dari faktor
APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja, efektifitas APD sering tergantung
Pekerja tidak mau memakai APD dengan alasan: tidak sadar/tidak mengerti,
panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu
pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, atasan juga tidak
pakai. Dari pihak perusahaan: tidak disediakan oleh perusahaan, ketidak mengertian,
pura-pura tidak mengerti, alasan bahaya, dianggap sia-sia karena pekerja tidak mau
keracunan timbal kronis walaupun dalam kadar rendah dapat menyebabkan berbagai
sistem syaraf, sistem reproduksi, sistem pernafasan, ginjal dan lain-lain, yang
diketahui bahwa hampir semua gangguan kesehatan yang ditimbulkan ini bersifat
permanen. Oleh karena itu harus ditemukan suatu cara pencegahan bagi orang-orang
yang sehari-harinya harus bekerja dalam lingkungan yang tercemar timbal seperti
penarik beca dayung, petugas pengatur lalu lintas, pedagang asongan, pedagang kaki
lima, sopir angkot, sopir taksi dan lain-lain. Untuk mencari formula pencegahan ini,
dalam penelitian ini ditujukan kepada pekerja dewasa yang beresiko tinggi yang
bekerja dan beristirahat di pinggir jalan yang padat lalu lintasnya sehingga tanpa
kalsium pada anak sekolah dan pada ibu-ibu hamil dan menyusui dapat menurunkan
kadar timbal dalam darah, namun belum ada penelitian yang dapat menunjukkan
efek kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko
tinggi
kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko tinggi di kota Medan pada
saat sebelum dilakukan intervensi suplemen kalsium dan tiga bulan sesudah
kadar timbal dalam darah pekeja dewasa beresiko tinggi, maka dilakukan
pengukuran kadar timbal dalam darah yaitu pertama pada saat sebelum diberikan
timbal dalam darah juga diukur sebagai independen variabel, seperti jenis kelamin,
umur, lamanya waktu bekerja setiap hari, tempat tinggal berada dipinggir jalan yang
ramai lalu lintasnya, lokasi tempat istirahat yang dipergunakan dan kekerapan
kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko tinggi
maka responden dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat
suplemen kalsium sebesar 1500 mg sehari dan kelompok yang tidak mendapat
Landasan teori dari penelitian ini dapat disimpulkan pada Gambar 2.6 berikut:
PARU -Tulang
-Otak
KALSIUM TIMBAL -Hati
-Ginjal
-Rambut
DARAH -Kuku
SALURAN
PERORAL -Cairan intra sel
PENCERNAAN
-cairan ekstra sel
-dll
DARAH
udara ambien terhirup oleh pekerja yang beresiko tinggi yang kemudian diberikan
suplemen kalsium untuk menurunkan kadar timbal dalam darahnya, dapat dilihat
KADAR TIMBAL
DARAH PEKERJA KADAR TIMBAL
DEWASA YANG DARAH PEKERJA
BERESIKO TINGGI DEWASA YANG
BERESIKO TINGGI
• Jenis Kelamin
• Pekerjaan
• Lama Bekerja
• Kebiasaan Merokok
• Pendidikan
• Tempat Istirahat
• Tempat Tinggal
• Kebiasaan Minum Susu
• Tekanan darah
• Hemoglobin Darah
• Creatinin Darah
pemeriksaan responden dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Widya Husada
• Tablet Kalsium, buatan Mega Esa Farma dengan merk dagang Calcimef
Creatinin darah. Dalam penelitian ini sampel darah diambil oleh petugas
Jakarta.
• Kuesioner
design dimana subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yang dilakukan secara
acak, satu kelompok sebagai kontrol dan satu kelompok lagi diberi perlakuan
dengan memberikan suplemen kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg perhari selama
tiga bulan dan setelah tiga bulan diukur kembali kadar timbal darahnya sebagai hasil
akhir.
numerik berpasangan karena data diukur dua kali pada individu yang sama, yakni
KP 0 KP1
RANDOMISASI
KK 0 KK1
terhadap polusi timbal yang ada di kota Medan, dengan polpulasi terjangkau adalah
pekerja dewasa yang beresiko tinggi seperti penarik beca dayung, penarik beca
pengemudi angkutan umum yang berada di Kecamatan Medan Timur Kota Medan
dengan jumlah penduduk 112.108 jiwa (Kota Medan dalam Angka, 2010).
Sampel penelitian ini adalah pekerja dewasa yang beresiko tinggi terhadap
polusi timbal yang dengan suka rela datang ke Rumah Sakit Widya Husada yang
sebelumnya diberi tahu bahwa akan ada pengobatan gratis untuk keracunan timbal.
eligibilitas yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi menentukan
muka sembab, anemi berat, kaki sembab dan keadaan umum lemah.
eksperimental penelitian analitik numerik berpasangan karena data diukur dua kali
pada individu yang sama, yakni sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan adalah:
( Z + Z )S 2
N1 = N2 =
(X1-X2 )
Keterangan:
X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna (pada penelitian ini = 2)
N = jumlah sampel
S12(n1-1) + (S22(n2-1)
S= -------------------------
n1 + n2 -2
efek pemberian suplemen kalsium pada ibu-ibu hamil dengan n1 = 334 orang dan n2
=336, didapat S1 = 2,0 dan S2 = 2,0 dan setelah nilai ini dimasukkan ke rumus diatas,
didapat hasil:
4 (334-1) + 4 (336-1)
S=
334+336 – 2
S= 4=2
Setelah nilai S dimasukkan kedalam rumus penentuan jumlah sampel diatas maka
2
( Z + Z )S
2
N1 = N2 = -------------
X1-X2
2
N1=N2 = (1,64 + 1,28 )2
2
N1 = N2 = (4,2632) 2
N1 = N2 = 18,1784
Jadi jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 18 orang untuk kelompok
aspek farmakokinetik obat misalnya, jumlah sampel sekitar 20 orang yang benar-
yang mempunyai hubungan dekat dengan pekerja dewasa yang beresiko tinggi
keracunan timbal kronis diberitahukan bahwa akan ada pegobatan secara gratis
terhadap keracunan timbal kronis di Rumah Sakit Widya Husada di Medan pada
Pada hari pelaksanaan penelitian para pekerja datang satu persatu mulai dari
jam 8.00 pagi sampai dengan jam 18.00 WIB sore. Pada setiap pekerja yang datang
kriteria inklusi ditawarkan untuk mengikuti penelitian ini dengan sukarela, untuk ini
sampling yaitu dengan mengambil satu gulungan kertas dari setumpukan yang berisi
(dengan suplemen kalsium). Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Pratiknya
(2003) bahwa pada penelitian dengan subyek manusia, dimana cara random murni
Populasi homogen
Pada awal penelitian diperiksa kadar timbal dalam darah awal (Blood Lead
Level} semua sampel 150 orang, yaitu kelompok kontrol 75 orang dan kelompok
perlakuan 75 orang. Sampel darah diambil berupa darah vena sebanyak 10 cc yang
dilakukan secara steril oleh petugas Laboratorium Klinik Prodia, Jl. S.Parman
nama dagang Calcimef buatan Mega Esa Farma, berisi 500 mg Calcium Lactate
dengan dosis 3 x 1 tablet sehari. Tablet Kalsium diberikan untuk persediaan setiap
satu minggu selama 12 minggu (tiga bulan). Setelah tiga bulan, pada akhir
b. Informed consent
teratur
kesehatan
Variabel Definisi Operasional Jenis Data/ Alat Ukur Cara Ukur Kategori
Skala Ukur
Kadar Timbal dalam Kadar timbal darah respon- Rasio ( g/dl) Spectrofotometer Analisis sampel darah -
Darah Awal den diukur pada awal studi vena
Kadar Timbal Darah Kadar timbal darah respon- Rasio ( g/dl) Spectrofotometer Analisis sampel darah -
Akhir den diukur pada akhir studi vena
Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin Nominal Kuesioner Wawancara 1.Pria
responden 2.Wanita
Pekerjaan Pekerjaan yang beresiko Nominal Kuesioner Wawancara 1.Tukang beca dayung
tinggi keracunan timbal 2.Tukang beca mesin
3.Pedagang
Lama Bekerja Lama bekerja di pinggir jalan Nominal Kuesioner Wawancara 1.> 5 jam sehari
2.< 5 jam sehari
Kebiasaan Merokok apakah responden menghisap Nominal Kuesioner Wawancara 1.Ya
rokok setiap hari 2.Tidak
Pendidikan Ijazah yang dipunyai Nominal Kuesioner Wawancara 1.SD
2.SMP
3.SMA
4.Perguruan Tinggi
Tempat Istirahat Lokasi tempat istirahat siang Nominal Kuesioner Wawancara 1.di rumah
hari 2.di pinggir jalan
Tempat Tinggal Lokasi tempat tinggal Nominal Kuesioner Wawancara 1.Pinggir jalan raya
2.dalam gang
Kebiasaan Minum Susu Apakah responden minum Nominal Kuesioner Wawancara 1.Ya
susu setiap hari 2.Tidak
Tekanan Darah Hasil ukur tekanan darah Rasio Sphygmomanometer NOVA Tesameter 1.tekanan sistolis
2.tekanan diastolis
Hemoglobin Darah Kadar Hb darah (mg%) Rasio Spectrofotometer Analisis sampel darah -
vena
Creatinin darah Kadar creatinin darah (mg%) Rasio Spectrofotometer Analisis sampel darah -
vena
a. Data primer :
• Jenis Kelamin
• Pekerjaan
• Lama Bekerja
• Kebiasaan Merokok
• Pendidikan
• Tempat Istirahat
• Tempat Tinggal
b. Data sekunder:
perlakuan.
responden.
Variabel independen :
• Suplemen Kalsium,
• Jenis Kelamin
• Pekerjaan
• Lama Bekerja
• Kebiasaan Merokok
• Pendidikan
• Tempat Istirahat
• Tempat Tinggal
• Tekanan darah
• Hemoglobin Darah
• Creatinin Darah
Lokasi penelitian dapat dilihat pada peta Kota Medan dibawah ini.
LOKASI
PENELITIAN
Letak geografis
sebelah barat, timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan
di sebelah utara berbatasan langsung dengan laut selat Malaka, terletak pada
koordinat 30 30’ - 30 43’ Lintang Utara dan 980- 98044’ Bujur Timur. Secara
topografi, kota Medan cenderung miring ke arah utara dan berada pada
tropis dengan kisaran suhu minimum 23,20C - 24,30C dan suhu maksimum
angin rata-rata sebesar 0,48/sec. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha atau sama
dengan 265,10 Km2 atau sama dengan 3,6% dari total luas Provinsi Sumatera
Utara.
pada tahun 2010 meningkat menjadi 2.067.288 yang tersebar pada 21 Kecamatan,
tersebut ditambah dengan penduduk sekitar kota Medan yang sehari-hari bekerja
di Medan, yaitu Binjai, Tembung, Tanjung Morawa, Batang Kuis, Pancur Batu
data jumlah kendaraan pada SAMSAT Kota Medan pada tahun 2010 Jumlah
Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris
di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 didapat sebesar > 2 µg/
m (3,228 ± 0 µg/ m ) pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada
pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah
< 2 µg/ m (0,889-1,385 µg/m ) sedangkan kadar Pb dalam darah petugas Dinas
Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl (Girsang 2008).
sebesar 32,67 µg/m , Terminal Pinang Baris sebesar 23,0 µg/m dan di Komplek
Pada awal penelitian tercatat 150 responden yang memenuhi kriteria inklusi
yaitu: dewasa, lamanya menjadi pekerja yang beresiko tinggi 2 tahun, tidak
setiap minggu untuk kontrol dan penambahan obat kalsium bagi kelompok
penarik Beca Dayung sebanyak 63% diikuti penarik Beca Mesin sebanyak
• Sebagian besar responden bekerja lebih dari 5 jam sehari ditempat yang
terpapar polusi timbal yaitu 69,6% pada kelompok kontrol dan 85,4%
pada kelompok perlakuan. Yang bekerja kurang dari 5 jam perhari 39,4%
perlakuan.
sedang kan yang beristirahat di rumah pada siang hari adalah 47,8% pada
dalam gang 60,9% pada kelompok kontrol dan 56,1% pada kelompok
kontrol.
51,2% pada kelompok perlakuan, sedangkan yang tidak biasa minum susu
perlakuan.
perlakuan.
kelompok perlakuan menunjukkan hasil seperti pada Tabel 4.4, 4.5, 4.6 dan 4.7
berikut.
Tabel 4.4 Kadar Timbal Rata-rata dalam Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian
Kalsium
Kadar Timbal dalam darah
x±SD ( g/dl) P 95% CI
Awal Akhir
Kelompok Kontrol 6,11±3,57 4,16±1,46 0,002 0,79 – 3,12
Kelompok Perlakuan 10,35±3,36 3,2±1,58 0,001 5,87 – 8,42
Tabel 4.4 menunjukkan kadar timbal dalam darah awal pada kelompok
kontrol adalah 6,11±3,57 g/dl dan kadar timbal dalam darah tanpa ada
dalam darah awal pada kelompok perlakuan adalah 10,35±3,36 g/dl dan kadar
timbal dalam darah sesudah perlakuan selama 12 minggu adalah 3,2±1,58 g/dl.
Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar timbal dalam darah sebelum dan
kelompok perlakuan namun perbedaan ini lebih nyata pada kelompok perlakuan
Tabel 4.5 Perbedaan Rata-rata Kadar Timbal dalam Darah Sebelum Pemberian
Kalsium pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Kadar Timbal Kelompok: N Mean P CI
Darah Awal
darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terdapat perbedaan yang
Tabel 4.6 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah Sesudah Intervensi pada
Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Tabel 4.7 Perbedaan Rata-rata Penurunan Kadar Timbal dalam Darah Kelompok
Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Gambar 4.2 dibawah ini menggambarkan kadar timbal darah awal dan kadar
timbal darah akhir pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dalam bentuk
bar chart.
awal pada kelompok kontrol terlihat pada tabel Tabel 4.8 yang menggambarkan
bahwa pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna kadar timbal
dalam darah awal pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan, pada jenis
pekerjaan penarik beca mesin, penarik beca dayung maupun pedagang pinggir
jalan. Demikian juga pada yang lama bekerja lebih dari 5 jam sehari dengan yang
kurang dari 5 jam sehari. Pada responden yang merokok dan tidak merokok juga
tidak didapat perbedaan kadar timbal dalam darah secara bermakna. Perbedaan
bermakna dalam kadar timbal darah, demikian juga tempat istirahat di pinggir
jalan dengan tempat istirahat dalam rumah. Hal yang sama dijumpai pada
responden yang peminum alkohol dan yang tidak peminum alkohol juga tidak
Hanya pada responden yang mempunyai rumah di pinggir jalan dan yang tinggal
dalam gang menunjukkan perbedaan kadar timbal dalam darah secara bermakna
(p<0,005).
Tabel 4.8 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal dalam Darah
Awal pada Kelompok Kontrol
Karakteristik: Kadar Timbal Darah Awal P
X±SD ( g/dl)
Jenis Kelamin, n(%)
• Laki-laki 5,55±2,72 0,128
• Perempuan 12,03±6,22
Pekerjaan, n(%)
• Becak Mesin 5,61±4,10 0,124
• Becak Dayung 5,62±0,41
• Pedagang pinggir jalan 8,45±2,19
Lama Bekerja, n(%)
• > 5 jam 5,68±2,88 0,22
• < 5 jam 7,10±4,77
Kebiasaan Merokok, n(%)
• Merokok 6,11±3,82 0,99
• Tidak Merokok 6,11±3,09
Pendidikan
• SD 5,74±1,67 0,632
• SMP 6,81±5,57
• SMA 5,73±2,01
Tempat Istirahat
• Pinggir Jalan 5,84±3,02 0,598
• Rumah 6,40±4,13
Tempat Tinggal
• Pinggir Jalan 4,57±2,41 0,017
• Gang 7,10±3,86
Kebiasaan Minum Susu
• Tidak 6,68±3,88 0,103
• Ya 4,81±2,34
Kebiasaan Minum Alkohol
• Ya 4,86±1,64 0,281
• Tidak 6,37±3,81
awal penelitian pada kelompok perlakuan tergambar pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.9 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal dalam Darah
Awal pada Kelompok Perlakuan
Karakteristik Kadar Timbal Darah Awal P
x±SD
Jenis Kelamin, n(%)
• Laki-laki Data tidak dapat dianalisis
• Perempuan Karena data homogen
Pekerjaan, n(%)
• Becak Mesin 9,39±3,29 0,455
• Becak Dayung 10,92±3,15
• Pedagang pinggir jalan 10,19±4,18
Lama Bekerja, n(%)
• > 5 jam 10,20±2,88 0,685
• < 5 jam 11,22±5,72
Kebiasaan Merokok, n(%)
• Merokok 10,59±3,42 0,471
• Tidak Merokok 9,75±3,26
Pendidikan
• SD 10,27±4,14 0,958
• SMP 10,24±3,04
• SMA 10,59±3,52
Tempat Istirahat
• Pinggir Jalan 9,59±3,13 0,598
• Rumah 10,53±3,48
Tempat Tinggal
• Pinggir Jalan 10,58±3,28 0,701
• Gang 10,17±3,48
Kebiasaan Minum Susu
• Tidak 10,81±3,94 0,400
• Ya 9,91±2,71
Kebiasaan Minum Alkohol
• Ya 11,37±3,77 0,308
• Tidak 10,06±3,24
Tabel 4.9 menggambarkan bahwa pada kelompok perlakuan tidak ada perbedaan
yang bermakna kadar timbal dalam darah awal pada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, pada jenis pekerjaan penarik beca mesin, penarik beca dayung
dari 5 jam sehari dengan yang kurang dari 5 jam sehari. Pada responden yang
merokok dan tidak merokok juga tidak didapat perbedaan kadar timbal dalam
darah secara bermakna. Perbedaan pendidikan SD,SMP dan SMA juga tidak
juga tempat istirahat di pinggir jalan dengan tempat istirahat dalam rumah.
Responden yang mempunyai rumah di pinggir jalan dan yang tinggal dalam gang
juga tidak menunjukkan perbedaan kadar timbal dalam darah secara bermakna.
Hal yang sama dijumpai pada responden yang punya kebiasaan minum susu dan
yang tidak minum susu serta responden yang peminum alkohol dan yang tidak
peminum alkohol juga tidak menunjukkan perbedaan kadar timbal dalam darah
Darah Diastolik, Hemoglobin, Kreatinin dan Kadar Timbal darah Awal dengan
Tabel 4.10 Analisis Korelasi dan Regresi Umur, Tekanan Darah Sistolik,
Tekanan Darah Diastolik, Hemoglobin, Kreatinin dan Kadar Timbal
darah Awal dengan Kadar Timbal Darah Akhir
Variabel r R2 Persamaan Garis P value
tekanan darah diastolik, kadar hemoglobin darah dan kadar kreatinin darah tidak
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kadar timbal dalam darah
akhir ( P=>0,05).
Suatu persamaan regresi linier dinyatakan layak bila nilai p pada uji
Anova < 0.05. Pada uji Anova ini, nilai p adalah 0.001. Dengan demikian
0.007.
14.4%. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kadar timbal darah akhir
Catatan:
1. Pak Ahmad yang sehari-hari bekerja di pinggir jalan raya dan beristirahat
pada siang hari di rumah dan diberi pengobatan kalsium, maka prediksi
2. Pak Ali yang sehari-hari bekerja di pinggir jalan raya dan pada siang hari
ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis
Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
pekerja dewasa yang beresiko tinggi ini adalah Dinas Kesehatan Kota Medan
karena sebagian besar adalah pekerja di sektor non formal, artinya tidak ada
Kesehatan Kota Medan sehubungan dengan tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
pemerintah.
20.000 penduduk kota Medan, jika dibanding ratio dokter yang ideal
• biaya pemeriksaan kadar timbal dalam darah pada saat ini masih
kali pemeriksaan).
timbal kronis.
2007)
• kadar pencemaran timbal di udara kota Medan saat ini telah melewati
tahun 2001, seluruh wilayah Pulau Jawa pada tahun 2002, dan
untuk timah hitam /timbal (Pb) di udara ambien adalah 0,06 mg/m3
Hasil penelitian ini menunjukkan kadar timbal dalam darah (KTD) pekerja
yang beresiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis adalah: KTD awal pada
kelompok kontrol adalah 6,11±3,57 g/dl dan KTD akhir adalah 4,16±1,46
g/dl. KTD awal pada kelompok perlakuan adalah 10,35±3,36 g/dl dan KTD
Nilai terendah kadar timbal dalam darah yang tidak menimbulkan efek
samping belum dapat ditentukan. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) pada tahun 1991 menetapkan batas kadar timbal dalam darah anak adalah
10 µg/dl dan pada orang dewasa 40 µg/dl, angka ini hanya dapat dipakai sebagai
tanda peringatan resiko keracunan timbal, tapi tidak dapat dipakai sebagai batas
peninggian kadar timbal dalam darah, dan karakteristik dari lingkungan tempat
Boston yang pada waktu berumur 2 tahun mengandung kadar timbal dalam
darahnya sebesar 7 µg/dl, tapi pada pemeriksaan IQ dan nilai akademik pada
Pada saat ini kadar maksimal timbal dalam darah yang ditetapkan oleh WHO
adalah 40 g/dl darah untuk orang dewasa dan 10 g/dl darah untuk anak-anak.
Namun berbagai penelitian yang telah dilakukan telah dapat membuktikan bahwa
walau kadar timbal dalam darah kurang dari dari angka tersebut ternyata sudah
galomerulus ginjal pada orang dewasa dan gangguan IQ dan behaviour pada
Pengaruh kadar timbal dalam darah yang lebih rendah dari 10 µg/dl
terhadap angka kematian orang dewasa telah diteliti di Amerika serikat, karena
kematian. Pada saat ini 99 % orang dewasa umur diatas 20 tahun di Amerika
Serikat mempunyai kadar timbal dalam darah dibawah 10 µg/dl. Data diolah dari
Third National Health and Nutrition Examination Survey yang dilaksanakan dari
tahun 1988 sampai tahun 1994. Data yang dianalisis berjumlah 13.946 orang
dengan kadar timbal dalam darah dibawah 10 µg/dl. Penelitian ini dilakukan
dengan desain cohort studi dengan mengevaluasi asosiasi antara kadar timbal
dalam darah dengan kematian mereka sampai dengan 31 Desember 2000. Hasil
studi menunjukkan geometric mean dari kadar timbal dalam darah sebesar 2,58
µg/dl dan menunjukkan bahwa kadar timbal dalam darah berhubungan dengan
dalam darah dengan kematian pada 533 wanita lansia berumur 65 sampai 87
tahun di Baltimore, dimulai dengan kadar timbal dalam darah rata-rata 5,3±2,3
µg/dl. Sesudah 12,0±3 tahun didapat hasil bahwa sampel dengan kadar timbal
dengan yang mempunyai kadar timbal darah kurang dari 8 µg/dl (Khalil et al,
2009).
Lingkungan, penelitian ini termasuk kedalam kategori ke tiga diatas berupa upaya
Hasil evaluasi kadar timbal dalam darah dan tekanan darah pada
sampai 10 tahun. Didapat kadar timbal dalam darah sebesar 2,5-16,2 µg/dl, rata-
rata 6,3 µg/dl. Prevalence rate dari sistolik hipertensi dan diastolik hipertensi
pada sampel adalah 23,0% dan 18,2%. Didapat korelasi yang bermakna antara
Kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik.
timbal dalam darah yang cukup rendah berpengaruh terhadap tekanan darah
kadar Plumbum (Pb) dan hipertensi pada polisi lalu lintas di kota Manado
memiliki kadar Pb darah lebih besar atau sama dengan 6,7 µg/dl memiliki resiko
polisi yang kadar Pb darahnya lebih kecil dari 6,7 µg/dl. Polisi lalu lintas yang
hipertensi 2-2,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan polisi yang bekerja di
kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg sehari selama 12 minggu dapat menurunkan
kadar timbal dalam darah dari 10,35±3,36 g/dl secara bermakna menjadi
3,2±1,58 g/dl (p=0,000). Persentase penurunan kadar timbal dalam darah pada
kontrol yang juga mengalami penurunan kadar timbal dalam darah sesudah 12
minggu yakni dari 6,11±3,57 g/dl menjadi 4,16±1,46 g/dl (p=0,002), dengan
hasil yang lebih bermakna (p=0,000) pada CI 95%. Hal ini menunjukkan bahwa
dimana kadar timbal darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
kadar timbal darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol juga
kadar timbal dalam darah kelompok perlakuan jauh lebih besar dari pada
obat-obat ASKES dan puskesmas, yang selama ini tidak pernah diindikasikan
untuk menurunkan kadar timbal dalam darah, dengan adanya temuan ini sekarang
dapat dianjurkan dipakai untuk menurunkan kadar timbal dalam darah penderita
gejala keracunan timbal karena kadar timbal yang rendah dalam darah telah dapat
timbal adalah bahwa kadar timbal dalam darah mereka dapat diturunkan dengan
bantuan suplemen kalsium karena kadar timbal dalam darah walau dalam dosis
memang terjadi juga penurunan kadar timbal dalam darah dalam waktu tiga bulan
yaitu dari 6,11±3,57 g/dl turun menjadi 4,16±1,46 g/dl. Dalam hal ini peneliti
berasumsi bahwa penurunan ini mungkin terjadi oleh karena tiga hal yaitu:
Pertama, sebagian dari pekerja yang masuk ke dalam kelompok kontrol ini adalah
penarik beca dayung yang bertugas antar-jemput anak sekolah yang memperoleh
terdapat waktu libur anak sekolah selama 2 minggu, sehingga waktu penarik beca
terjadinya penurunan kadar timbal dalam darah mereka; kedua, semua responden
adalah pekerja nonformal, jadi mereka tidak punya jam kerja tertentu, jadi ada
terpaparnya terhadap timbal karena tidak bekerja pada hari tertentu misalnya;
seperti misalnya musim hujan atau angin kencang yang akan menyebabkan
menurunnya kadar polusi timbal di udara sekitar daerah penelitian yang akan
ion kalsium karena ion kalsium dan timbal saling berkompetisi. Kalsium
antara ion Ca dan Pb sewaktu berikatan dengan hemoglobin darah. Ikatan timbal
dalam tulang sama prosesnya seperti ikatan kalsium dalam tulang. Faktor yang
kalsium dan timbal dalam tubuh terjadi dalam berbagai cara yaitu: (1)dengan
(competing) dengan timbal dalam usus pada sisi transportasi (transport sites) dan
jaringan target terhadap timbal. Aspek ke tiga dan ke empat dari metabolisme
kalsium dan timbal diatas diatur oleh cholecalciferol endocrine system melalui
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sargent et al. (1999) yang
phosphor selama 9 bulan terhadap kadar timbal di dalam darah bayi berumur 3,5
pemberian susu formula tersebut selama 4 bulan dan 9 bulan, walaupun secara
statistik tidak signifikan. Penelitian mereka terhadap 103 orang bayi yang
selama 9 bulan, dalam pemeriksaan kalsium darah dan kreatinin darah tidak
Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Ettinger et al. (2009)
menyimpulkan bahwa kalsium dapat menurunkan kadar timbal dalam darah bila
diberikan pada ibu yang sedang hamil sehingga dapat mengurangi kadar timbal
dalam darah bayi yang sedang dikandungnya dan bayi terhindar dari efek
keracunan timbal.
Hasil yang sama didapat oleh Gulson et al. (2001) yang melakukan
penelitian pengaruh pemberian kalsium pada 21 kasus yang berumur 21-47 tahun
(rata-rata 32 tahun) dengan kadar timbal dalam darah rata-rata 2,5 µg/dl yang
citrate), 7 kasus diberi suplemen kalsium karbonat dan 6 kasus sebagai kontrol.
dalam darah.
Hasil yang sama didapat oleh Meredith et al. (1977) yang melakukan
penelitian tentang efek dari pemberian kalsium terhadap absorbsi timbal oleh
usus pada tikus percobaan yang tidak mengalami defisiensi kalsium. Mereka
kalsium lebih dulu sebelum pemberian timbal, namun penurunan absorbsi timbal
ini hanya pada pemberian kalsium dalam jumlah kurang dari 4 mmol. Pemberian
tikus percobaan. Kalsium yang terdapat dalam air minum dapat mengurangi
absorbsi timbal sedangkan kalsium yang terdapat dalam susu dan skim milk tidak
Percobaan yang dilakukan oleh Han et al. (2000) terhadap 39 ekor tikus
hamil yang terpapar oleh timbal, menunjukkan bahwa pemberian kalsium dapat
mengurangi transfer dari racun timbal dari induk ke bayi tikus yang lahir
sebanyak 345 ekor. Berbeda dengan hasil penelitian Sargent et al. (1999) dalam
penelitiannya terhadap 103 bayi tikus yang berumur 3,5 sampai 6 bulan yang
darah antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan tidak
adanya perbedaan proses penyerapan timbal oleh tubuh manusia antara laki-laki
dan perempuan. Arther (1980) yang meneliti 378 anak-anak usia dini di
Birmingham, menemukan kadar timbal dalam darah rata-rata 0,97 mol/l dengan
range 0,5-1,5 mol/l. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kadar timbal
dalam darah anak laki-laki dan anak perempuan dan dijumpainya bahwa kadar
timbal dalam darah anak dari keturunan Asia lebih tinggi dari anak keturunan
Kaukasia.
timbal dalam darah penarik becak dayung, penarik becak mesin dan pedagang
pinggir jalan. Hal ini bisa disebabkan karena waktu dan tempat mereka bekerja
dalam kondisi yang hampir sama terutama sehubungan dengan kadar timbal di
udara ambien disekitar tempat mereka bekerja. Demikian juga pada waktu
kadar timbal dalam darah yang bermakna antara pekerja yang bekerja lebih dari 5
Hal ini bisa disebabkan waktu mereka bekerja adalah pada waktu yang
bersamaan yang biasanya pada pagi hari sewaktu jam masuk sekolah atau jam
masuk kerja bagi pelanggan mereka dan pada siang hari sewaktu jam pulang
sekolah dan jam pulang kerja pelanggannya. Kedua waktu ini menurut Sitohang
tertinggi.
merupakan bahan pembuat rokok mengandung timbal sebagai residu dari proses
penanaman, pemupukan ataupun timbal yang berasal dari tanah pertanian. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Pirsaraei (2007) yang melakukan penelitian kadar
timbal dalam rambut terhadap 25 orang pekerja pabrik peleburan timbal, dengan
tersebut dan 25 orang lagi kelompok kontrol dari penduduk kota Zanjan di Iran.
Pada kelompok pekerja didapat kadar timbal dalam rambut rata-rata 131,7 ± 93,4
ug/gr, dari kelompok pekerja kantor 21,1 ± 13,2 ug/gr sedangkan dari kelompok
penduduk 27,9 ± 14,1 ug/gr. Salah satu variabel dalam penelitian ini adalah
kelompok perokok, dimana hasil analisa data tidak menunjukkan perbedaan yang
bukan perokok.
sampai 5 tahun di Amerika Serikat dengan mengolah data dari Third National
anak yang tinggal dengan orang tua yang merokok dalam rumahnya tidak
rata-rata 3 g/dl. Dari 36 kasus non perokok didapatnya kadar timbal dalam darah
rata-rata 2,7±1,9 g/dl, dari 38 kasus perokok 1-19 pak per tahun 3,0±2,1 dan
dari perokok lebih dari 20 pak per tahun 4,1±3,3 g/dl yang dalam pengujian
(2007) dengan menganalisa data dari survey yang dilakukan oleh NYC HANES
pada tahun 2004 dengan jumlah sampel 1.811 penduduk New York,
mendapatkan kadar timbal dalam darah tertinggi pada perokok berat ( 2,49 ug/dl).
Mantan perokok mempunyai kadar timbal dalam darah 8% lebih tinggi dari
untuk punya kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh karena dalam setiap 20 batang rokok, pengisap akan menghirup 1,5 g timbal
merokok terhadap kadar timbal dalam darah lebih menonjol pada perempuan,
Odds Ratio untuk wanita dalam masa produktif adalah 2,5 bagi wanita perokok
batang rokok perhari), mantan perokok (tidak merokok selama >30 hari sebelum
pemeriksaan). Didapat hasil kadar timbal dalam darah rata-rata untuk tidak
perokok 6,4 (SD 4,1) g/dl, perokok 1-20 pak per tahun 5,8 (SD 3,7) g/dl,
perokok 21-40 pak per tahun 5,9 (SD 3,3) g/dl, untuk perokok lebih dari 40 pak
per tahun 7,1 (SD 4,2) g/dl dan untuk sampel yang tidak ada informasi
mengenai perokok adalah 6,1 (SD 6,4) g/dl yang dalam pengujian statistik
antara kadar timbal dalam darah dari responden yang berpendidikan SD, SMP,
dan SMA. Hal ini bisa disebabkan bahwa menurut pengamatan peneliti tidak
terdapat perbedaan sikap terutama dalam hal pemakaian alat pelindung diri antara
maupun SMA.
terpisah tidak ditemukan perbedaan yang bermakna kadar timbal dalam darah
antara pekerja yang pada siang hari beristirahat di pinggir jalan raya dengan
pekerja yang beristirahat di rumah. Pada hasil analisis regresi linear multiple
tempat istirahat mempunyai pengaruh terhadap kadar timbal dalam darah. Hal ini
tentu saja sangat berhubungan dengan waktu terpapar responden terhadap timbal
di udara dimana responden yang beristirahat di rumah akan terhindar dari paparan
timbal dalam darah antara responden yang bertempat tinggal di pinggir jalan dan
responden yang tinggal di dalam gang. Hal ini tidak ditemukan pada kelompok
perlakuan. Hal ini bisa disebabkan karena penyebaran partikel timbal di udara
antara responden yang minum susu dengan responden yang tidak minum susu.
Hal ini bisa terjadi mungkin karena frekuensi responden minum susu tidak cukup
kadar timbal dalam darah responden peminum alkohol dengan yang tidak
peminum alkohol. Diperkirakan bahwa timbal pada peminum alkohol berasal dari
bahan baku alkohol yang mengandung timbal atau timbal berasal dari proses
packing minuman tersebut. Hasil ini sama dengan hasil yang didapat oleh Lin et
g/dl. Pada 78 sampel yang bukan peminum alkohol didapat hasil kadar timbal
dalam darah rata-rata 2,9±2,2 g/dl. Sedangkan pada peminum alkohol lebih dari
2 kali sehari 3,7±2,5 g/dl yang pada pengujian secara statistik tidak
ratio 2.6 bagi wanita usia produktif yang peminum sampai dengan 40 gram
alkohol perhari dibandingkan dengan yang tidak peminum alkohol dan 8,9 untuk
wanita peminum alkohol lebih dari 40 gram alkohol perhari dalam hubungannya
dengan kadar timbal dalam darah. Per gram alkohol bagi peminum beer
diduga disebabkan oleh kadar timbal yang dikandung wine lebih tinggi dibanding
beer.
tahun yang memisahkan sampelnya menjadi dua bagian yaitu peminum alkohol
lebih atau sama dengan 2 kali sehari didapat kadar timbal dalam darahnya rata-
rata 6,7 (SD 3,5) g/dl sedangkan untuk yang bukan peminum alkohol 6,1 (SD
(p>0,005) antara tekanan darah responden baik sistolik maupun diastolik pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Neri et al. (1988) yang menyatakan bahwa dijumpai hubungan
yang positif antara kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah dari analisa
namun hubungan ini sangat lemah. Penderita dengan kadar timbal darah yang
Pada studi yang dilakukannya selama 14 tahun terhadap pekerja pabrik peleburan
tekanan sistolik sebesar 0,21 mm Hg untuk setiap kenaikan 1 ug/dl kadar timbal
dalam darah.
terhadap tikus yang diberi air minum yang mengandung timbal (n=16)
dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi air minum mengandung timbal
(n=9) selama 4 minggu. Kadar timbal dalam darah pada kelompok perlakuan
adalah 26,4 ± 4,5 µg/dl dibanding 1 ± 0 µg/dl pada kelompok kontrol setelah 16
bertedensi semakin memburuk pada tikus yang diberi perlakuan dengan timbal.
Hasil yang sama juga didapat oleh Pocock et al. (1984) yang meneliti
tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal dalam darah dengan
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Namun pada 74 kasus laki-laki
dengan kadar timbal dalam daran 1,8 mol/l (37,3 g/100ml) atau lebih, terlihat
signifikan.
penelitian mengenai hubungan kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah
antara terjadinya hipertensi pada pengemudi bus ada hubungannya dengan kadar
timbal dalam darah mereka. Demikian juga bila dibanding dengan hasil penelitian
dengan jumlah 964 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan berumur 50-70
tahun, mendapatkan bahwa timbal mepunyai efek akut terhadap tekanan darah
khronis oleh karena adanya akumulasi timbal di dalam darah pada orang dewasa.
yang mengevaluasi kadar timbal dalam darah dan tekanan darah pada pengemudi
bensin yang mengandung timbal di kota Bangkok. Penelitian ini melibatkan 439
sampai 10 tahun. Didapat kadar timbal dalam darah sebesar 2,5-16,2 µg/dl, rata-
rata 6,3 µg/dl. Prevalence rate dari sistolik hipertensi dan diastolik hipertensi
pada sampel adalah 23,0% dan 18,2%. Didapat korelasi yang bermakna antara
Kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik.
timbal dalam darah yang cukup rendah berpengaruh terhadap tekanan darah.
Hasil ini juga berbeda dengan hasil penelitian Peters et al. (2007) dalam
faktor stress akan memperkuat timbulnya kenaikan tekanan darah pada sampel
yang mengandung kadar timbal dalam tibia yang tinggi. Penelitian ini melibatkan
791 kasus yang diperiksa kadar timbal dalam tulangnya dengan kadar 21,5 ± 13,4
µg/g, yang 513 diantaranya disertai dengan stress, yang menghasilkan 276 orang
Wim (1988) yang melakukan penelitian terhadap 53 orang pekerja yang bekerja
pada pabrik yang memproses timbal dan cadmium dan sebagai kelompok kontrol
Hasil analisa data yang diperoleh bahwa nilai median (P50) timbal darah rata-rata
pada pada pekerja asal Belanda adalah 288 - 340 µg/dl dan 340-452 µg/dl pada
pekerja yang berasal dari Meriterania. Pada analisa data selanjutnya didapat
bahwa efek terhadap tekanan darah sistolik adalah bahwa terdapat kenaikan
timbal darah, dan kenaikan sebesar 1 mm Hg terjadi pada tekanan diastolik untuk
melakukan penelitian terhadap 1017 ibu hamil dari tahun 2003 sampai 2005 .
Kadar timbal dalam darah diukur dengan atomic absorption spectrometry pada
pasien dengan hipertensi sebanyak 106 orang (10,9%) Kadar timbal dalam darah
normal (1,9 µg/dl,SD 1,2 µg/dl). Korelasi yang signifikan juga ditemukan antara
kadar timbal dalam darah dengan hipertensi sistolik dan diastolik pada 24 minggu
masa menyusui.
bahwa ada hubungan peningkatan kadar timbal dalam darah akan meningkatan
bahwa pemaparan terhadap polusi timbal dalam jangka waktu lama akan
meniningkatkan kadar timbal dalam tulang dan dalam darah yang kemudian
dari hasil penelitiannya bahwa seseorang dengan kadar timbal darah antara 20
sampai 29 ug/dl pada tahun 1976 s/d 1980 menunjukkan peningkatan kematian
terhadap pengaruh kadar timbal dalam darah terhadap tekanan darah. Jumlah
multiple linear egression didapatnya bahwa kadar timbal dalam darah mempunyai
korelasi positif dengan tekanan darah baik sistolis dengan peningkatan 0,85
mmHg untuk setiap kenaikan satu µg/dl kadar timbal dalam darah, dan kenaikan
tekanan diastolis sebanyak 0,48 mmHg untuk setiap kenaikan satu µg/dl kadar
timbal dalam darah. Weiss et al. (1988) melakukan penelitian terhadap 89 orang
polisi di Boston menyimpulkan bahwa kenaikan kadar timbal dalam darah diatas
atau sama dengan 30 µg/dl menyebabkan naiknya tekanan darah sistolis secara
darah diatolis.
Berbeda juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fenga et al.
(2006) terhadap 27 orang pekerja pabrik baterai bekas. Sampel ini diperiksa
terlebih dahulu dan diketahui tidak menderita tekanan darah tinggi (sistolis diatas
140 mmHg dan diatolis diatas 90 mmHg) dan tidak menderita penyakit-penyakit
yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Udara di lokasi tempat mereka
bekerja diketahui terpolusi timbal dengan kadar 21- sampai 45 g/m3 sedangkan
standart maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah untuk daerah industri adalah
0,05 mg/m3 (50 g/m3). Kadar timbal dalam darah maksimum untuk komunitas
Eropah adalah 15 g/dl. Rata-rata kadar timbal dalam darah sampel didapat 42,33
±15,6 g/dl. Rata-rata tekanan darah sistolis adalah 129,85±20,99 mmHg. Rata-
rata tekanan darah diastolik 80,6 ± 13,33 mmHg. Mereka menyimpulkan bahwa
yang ringan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Mereka juga
Pada penelitian ini tidak didapat perbedaan yang bermakna antara kadar
dengan hasil penelitian Willows et al. (2002) terhadap 186 bayi aborigin di
Canada yang diperiksa kadar timbal dalam darahnya menemukan median kadar
timbal dalam darah adalah 0,08 mol/l (range 0,01-1.00 mol/l). Dari bayi-bayi
yang diukur kadar timbal dalam darahnya didapat prevalens dari anemia
(hemoglobin kurang dari 110 g/l) sebanyak 25%. Bayi-bayi yang menderita
anemia mempunyai kadar timbal dalam darah rata-rata yang lebih tinggi
dibanding bayi-bayi yang tidak menderita anemia (0,11 mol/l dibanding 0,07
Karita et al. (2005) meneliti 388 orang pekerja laki-laki yang terekspose
polusi timbal dengan kadar timbal dalam darah 0,5 – 5,5 (mean 1,3) mol/l. Dari
penelitian ini mereka menyatakan behwa kadar timbal dalam darah berhubungan
secara signifikan terhadap kadar Hb, terhadap butir darah merah dan hematokrit.
Pada pekerja dengan anemia rata-rata kadar timbal dalam darah lebih tinggi (
1,85 mol/l) dibanding dengan kriteria dari WHO bagi orang yang tidak anemia
menggunakan timbal dan 51 kasus yang tidak terpapar dengan timbal sebagai
kontrol. Kadar timbal dalam darah lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
kelompok yang mengandung kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi. Jumlah
total ion calcium secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang
mengandung kadar timbal dalam darah lebih tinggi. Penelitian juga menunjukkan
bahwa timbal dapat menekan sistem endokrin yang mengatur pembentukan darah
Jain et al. (2005) meneliti pengaruh timbal dalam darah dengan kadar
dibawah 10 µg/dl terhadap timbulnya anemia pada anak dibawah umur 3 tahun.
menjadi 3 kategori yaitu anemi ringan (kadar hemoglobin 10-10,9 g/dl), anemi
sedang (kadar hemoglobin 8-9,9 g/dl) dan anemi berat (kadar hemoglobin
dibawah 8 g/dl). Didapat 568 anak (53%) dengan kadar timbal dalam darah
dibawah 10 µg/dl, 413 anak (36%) dengan kadar timbal dalam darahnya sama
atau lebih dari 10-19,9 µg/dl dan 97 anak (9%) mempunyai kadar timbal dalam
darah sama atau lebih dari 20 µg/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak
dengan kadar timbal dalam darah lebih atau sama dengan 10 µg/dl mempunyai
1,3 kali lebih tinggi untuk menderita anemia sedang dibanding dengan anak
responden pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Dari data ini dapat
dengan kadar kreatinin darah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pocock et
al. (1984) terhadap 7736 laki-laki pada umur pertengahan di 24 kota di Inggeris
mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan
terhadap 459 orang laki-laki di Boston menyatakan bahwa kadar timbal dalam
timbal dalam darah sampel ini tidak pernah melebihi 10 µg/dl selama masa
dalam darah pada umur pertengahan dan lelaki yang lebih tua dapat
Lin et al. (2004) meneliti 202 pasien penderita gangguan ginjal kronis
yang ditandai dengan kadar kreatinin serum antara 1,5 mg/dl sampai 3,9 mg/dl.
total body lead burden dan tidak terpapar dengan timbal selama 24 bulan. Body
lead burden sebesar 600 µg yang diukur dengan EDTA mobilization testing dan
dan drug induce nephrotoxic effect dan systemic diseases. Kesimpulan yang
mereka ambil adalah bahwa keterpaparan terhadap timbal dalam kadar rendah
kronis.
Payton et al. (1994) meneliti hubungan antara kreatinin klerens dan kadar
timbal dalam darah pada 744 sampel laki-laki dari tahun 1988-1991 yang
yang tidak terpapar dengan timbal di lingkungannya. Kadar timbal dalam darah
rata-rata 8,9 g/dl, S.D 3.9 g/dl, dan kreatinin klerens sebesar 88,2 ml/menit,
terbalik dengan peningkatan kadar timbal dalam darah. Peningkatan kadar timbal
dalam darah 10,0 g/dl sebanding dengan penurunan kreatinin klerens sebesar
ginjal.
bulan.
penelitian ini sehingga masih ada kemungkinan akan mempengaruhi akurasi hasil
sebagai berikut:
karena dalam pemilihan sampel pada studi clinical trial ini peneliti tidak dapat
mengelompokkan sampel terlebih dahulu karena pasien datang satu persatu dari
jam 8 pagi sampai dengan jam 18 sore hari. Homogenisasi pasien dilakukan pada
waktu pemeriksaan pasien apakah dia memenuhi syarat inklusi atau tidak, bagi
gulungan kertas apakah dia akan termasuk ke dalam kelompok perlakuan atau
atau kelompok perlakuan seperti hal yang biasa dilakukan pada penelitian
purposif dan pencuplikan random sederhana (Murti,2006). Jadi dalam hal ini ada
datang satu demi satu, bukan terkumpul dalam satu kelompok atau menginap di
rumah sakit.
Bias Informasi
Bias informasi bisa terjadi pada penelitian ini antara lain sehubungan
dengan kepatuhan pasien memakan obat 3 kali sehari tidak dapat dikontrol
dengan cermat. Kepatuhan pasien memakan obat hanya dinilai dari pengakuan
pasien dan dari sisa obat setelah satu minggu pada waktu pasien datang kontrol
Masalah lain yang dihadapi dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien dalam
mengikuti penelitian yang berlangsung cukup lama yaitu 3 bulan, sehingga setiap
minggu terjadi pasien yang drop out. Namun perhitungan akhir masih didapat
kelompok kontrol, berarti lebih dari 2 kali lipat dari jumlah pasien minimal yang
dalam darah pekerja dewasa seperti yang dilakukan pada penelitian ini.
5.1 KESIMPULAN
1. Kadar timbal dalam darah (KTD) penarik becak dayung, penarik becak
mesin dan pedagang kaki lima adalah: KTD awal pada kelompok kontrol
adalah 6,11±3,57 g/dl dan KTD akhir adalah 4,16±1,46 g/dl. KTD
awal pada kelompok perlakuan adalah 10,35±3,36 g/dl dan KTD akhir
adalah tempat pekerja beristirahat pada siang hari apakah di pinggir jalan
4. Didapat model prediksi KTD pada pekerja yang beresiko tinggi terhadap
dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral selama tiga bulan pada pekerja
berikut:
Albalak, R., (2001), Pemaparan timbal dan anemia pada anak-anak di Jakarta,
Indonesia, Laporan Akhir, United States Centers for Disease Control
(CDC).
Badan Pusat Statitik Kota Medan, (2010), Kota Medan dalam Angka
Bernard, S. M. dan Mc Greehin, M. A., (2003), Prevalence of blood lead levels >
5 g/dl among US children 1 to 5 years of age and socioeconomic and
demographic factors associated with blood of lead levels 5 to 10 g/dl,
Third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994,
Pediatrics, vol 112, no 6, 2003:1308-1313.
Brochin, R., Siena Leone, Dylan Phillips, Nicholas Shepard, Diane Zisa dan Allan
Angerio, (2008), The Celluler Effects of Lead Poissoning and Its Clinical
Picture, Georgetown Journal of Health Sciences, Vol 5 No 2.
Cheng,Y., Schwarttz,J. Sparrow, D. Aro A., Weis S. T. dan Hu H., (2001), Bone
Lead and Blood Lead Levels in Relation to Baseline Blood Pressure and
the Prospective Development of Hypertension, American Journal of
Epidemiology,vol 153 No.2
Connel, R., Berthane, K., Gillililand, F. Molitor, J.,Thomas, D., Lurrman, F.,
Avol, E.M.S., Ganderman, W.J. dan Peters,J.M., (2003), Prospective study
of air pollution and bronchitic symptoms in children with astma, American
Journal Crit Care Med
Departement of Labor and Industries The State of Washington (2000), Safety and
Health Assessment & Research for Prevention Report#60-1-2000, Working
with Lead: How to Protect Worker’s Health
Fenga, C., Cacciola, A., Martino,L.B., Calderaro, S.L., DiNola, C., Verzera, A.,
Trimarchi, G. dan Germano, D., (2006) Relationship of Blood Lead Levels
to Blood Pressure in Exhaust Battery Storage Workers, Industrial Health,
No 44 : 304-309.
Glenn,B. S., Rooche,K.B., Lee, B.K. dan Weaver, V.M., (2006), Change in
Systolic Blood Pressure Associated with Lead in Blood and Bone,
Epidemiology, Vol 17 No 5: 538-544
Han, S., David H. Pfizenmaier, Enid Garcia, Maria L. Eguez, Matthew Ling,
Francis W. Kemp, dan John D. Bogden, (2000), Effecs of Lead Exposure
before Pregnacy and Dietary Calcium during Pregnancy on Fetal
Development and Lead Accumulation, Environmental Health Perspectives,
Vol 108 No6:527-531.
Harlan,R.H., Richard Landis, Robert L.S, Nancy G.Goldstein dan Lyne C.Harlan,
(1985), Blood Lead and Blood Pressure, Relationship in the Adolescent and
Adult US Population, JAMA, Vol 253 No 4:530-534
Hu, H., Regina Shih, Stephen Rothenberg, dan Brian S. Schwartz, (2007) The
Epidemiology of Lead Toxicity in Adults: Measuring Dose and
Consideration of Other Methodologic Issues, Environ Health Prospect
March:115(3):455-462
Hu, H., Payton M, Korrick S, Aro A, Sparrow D, Wells S.T. dan Rotnizky A.,
(1996), Determinants of Bone and Blood Lead Levels among Community-
exposed Middle-aged to Elderly Man, American Journal of Epidemiology,
Vol 144, No 8 :749-759.
Jin, A., Clyde Hertzman, Shaun H.S. Peck dan Gillian Lockitch, (1995), Blood
Lead Levels in Children aged 24 to 36 Months in Vancouver. Canadian
Medical Association Journal Vol 152 No 7:1077-1086.
Jung, K.Y., Sang-Yu Lee, Joan-Yu Kim, Young-Scoub Hong, Sung-Ryul Kim,
Dong-Il Kim dan Jue-Bok Song, (1998), Renal dysfunctin indicators in lead
exposed workers, Journal of Occupational Health, vol 40:103-109.
Karita,K., Eiji Yano, Miwako Takeishi, Toyoto Iwata dan Katsuyuki Murata,
(2005), Benchmark Dose of Lead Inducing Anemiaat the Workplace, Risk
Analysis, Vol 25, Iss 4 pg 957.
Kim, R., Howard Hu, Andrea Rotnitzky, David Bellinger dan Herbert
Needleman, (1995), A Longitudinal Study of Chronic Lead Exposure and
Physical Growth in Boston Children, Environmental Health Prospectives,
Vol 103, No 10:952-957.
Kuo, H.W., Li Hsing Lai, Sze Yuan Chou, dan Fang Yang Wu, (2006),
Association between Blood Lead Level and Blood Pressure in Aborigines
and Others in Central Taiwan, International Journal of Occupational and
Environmental Health, Vol 12, No 3.
Lee, M.G.Ock, Kyoung Chun dan Won O. Song (2005), Determinants of Blood
Lead Level of US Woman of Reproductive Age, Journal of American
College of Nutrition, Vol 24, No 1:1-9.
Lin, C., Rokho Kim, Shirng Wern Tsaih, David Sparrow dan Howard Hu, (2004),
Determinants of Bone and Blood Lead Levels among Minoroties Living in
the Boston Area, Environmental Health Prospectives, Vol 112, No
11:1147-1151.
Lin, J.L., Dan-Tzu Tan, Kuan-Huang Hsu dan Chun-Chen Yu, (2001),
Environmetal lead exposure and progressive renal-isufficiency, Arch Intern
Med, vol 161 no 22:264-271.
Lin, J.L., Dan-Tzu Lin-Tan, Y-Jung Li, Kuan-Hsin Chen dan Yen-Pin
Huang,(2006), Low level environmental exposure to lead and progressive
chronic kidney diseases, The American Journal of Medicine, vol 119,no
8:e1-e9.
Lin,J.P., Tan, D.T.L., Hsu, K.H. dan Yu, C.C. (2003), Environmental lead
exposure and progression of chronic renal diseases in patiens without
diabetes, New England J of Medicine, Vol 348 No 4:277-286.
Lu, F.C. (1994), Toksikologi Dasar, Azas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko,
Edisi Kedua, UI Press, 1994:358-360.
Lutsberg, M. dan Silbergeld, E. (2002), Blood Lead Levels and Mortality, Arch
Intern Med,vol 162
Martin, D., Glass, T.A.,Bandeen-Roche, K., Todd A.C., She W.dan Schward,
B.S., (2006), Association of Blood Lead and Tibia Lead with Blood
Pressure and Hypertension in a Community Sample of Older Adults,
American Journal of Epidemiology, vol 163 No 5:467-478.
Menke, A., Muntner, P., Batuman, V., Silbergeld,E.K. dan Guallar, E. (2006),
Blood Lead Below 0,48 µmol/L (10 µg/dL) and Mortality Among US
Adult, Circulation, 114: 1388-1394.
Meredith, P,A., Moore, M.R. dan Goldberg, A. (1977), The Effect of Lead
Absorption in Rats, Biochem Journal, 166:531-537, Great Britain
Murti, B., (2006), Desain dan Ukuran Sampel Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta:123-125
National Health and Medical Research Councils (2009), Blood Lead Level for
Australians, NHMRC Information Paper, August 2009.
Neri,L.C., David Hewitt dan Blair Orsen (1988), Blood Lead and Blood Pressure:
Analysis of Cross-Sectional and Longitudinal Data from Canada,
Environmental Health Prospectives, Vol 78:pp 123-126.
Nielsen, O.R., Hertel, O., Thomsen, B.L. dan Olsen, J.H. (2001), Air pollution
from traffic at the residence of children with cancer, American Journal of
Epidemiology;Vol 153 ;No5;433-443
Nurmaini (2005), Hubungan Tekanan Darah dengan Kadar Timbal pada Polisi
Lalu Lintas di Kota Medan Tahun 2004, Info Kesehatan Masyarakat, Vol
IX No 3:149-227
Parent, M.E., Rousseau, M.C., Boffetta, P., Cohen H., dan Siemiatycki J., (2007),
Exposure to gassoline engine emissions and risk of lung cancer,American
Journal of Epidemiology, , Vol 165 No 1;53-62
Pasorong, M.B. (2007), Hubungan Antara Kadar Plumbum (Pb) dan Hipertensi
pada Polisi Lalu Lintas di Kota Manado, tesis, Program Pascasarjana,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta:45-46
Payton, M., Howard Hu, David Sparrow dan Scott, T.Weiss, (1994), Low-level
lead exposure and renal function in normative aging study, American
Journal of Epidemiology, Vol 140, No 9:821-829.
Peters, J.L., Laura Kubzansky, Eileen McNeely, Joel Schwartz, Avron Spiro, III,
David Sparrow, Robert O. Wright, Huiling Nie, dan Howard Hu, (2007),
Stress as a Potential Modifier of the Impact of Lead Levels on Blood
Pressure:The Normative Aging Study, Environmental Health Perspectives,
Vol 115 No 8:1154-1159.
Pirsaraei, S.R.A., (2007), Lead Exposure and Hair Lead Level of Workers in a
Lead Refinery, Indian Journal of Occupational and Environmental
Medicine, Vo; 11,No 1:6-8.
Pope, C.A. III dan Dockery, D.W., (2006) Health effect if fine particulate air
pollution: lines that connect, Journal of the Air & Waste Management
Association;56;709-733
Richiardi, L., Mirabelli, D., Calisti, R., Ottino, A.,Ferrandol A.,Boffetta P dan
Meletti F., (2006), Occupational exposure to diesel exhausts and risk for
lung cancer in a population-based case-control study in Italy, Journal
Annals of Oncology Vol 17,No.12;1842-1847
Ridley, J., (2008), Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, alih bahasa Soni
Astranto, Erlangga, Jakarta:39-54
Roncal, C., Mu Wei, Reungjui Sirirat, Kim Kyung Mee, Henderson George N.,
Ouyang Xiaosen, Nakagawa Takahiko dan Johnson Richard (2007), Lead,
At low levels, accelerates arteriolopathy and tubulointerstitial injuri in
chronic kidney disease, American Journal Physiology,Renal Physiology
No293:1391-1396
Sharp, D.S., Osterloh,J., Becker C.E., Bernard, B., Smith, A.H., Fisher, J.M.,
Syme, S.L., Holman, B.L.,dan Johnston, T., (1988), Blood Pressure and
Blood Level Concentration in Bus Drivers, Environmental Health
Perpectives,vol 78 pp.131-137.
Siagian, D., (2008) Pengaruh Proteksi Vitamin C Terhadap Kadar Kolesterol dan
Trigliserida Mencit (Mus musculus L) yang Dipapar Plumbum, Thesis,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara:14-15
Spivey, A., (2007), The weight of lead, effect add up in adults, Environmental
Health Prospectives, vol 115 no 11:A31-A36.
Tarigan, L., (2001), Hubungan Lama Kerja Terhadap Kadar Timah Hitam pada
Polisi Lalu Lintas Satlantas Poltabes Medan Sekitarnya tahun 1998,
Majalah Info Kesehatan, Vol V No 8/Maret 2001
Vupputuri, S., Jiang He, Paul Muntner, Lydia A. Bazzano, Paul K. Whelton, dan
Vecihi Batuman (2003), Blood Lead Level is Association With Elevated
Blood Pressure in Blacks, Hypertension 2003,41:463-468
Wahyudiono dan Eko Nur, (2006), Hubungan Antara Pemakaian Masker dengan
Dampak Kesehatan Akibat Paparan Pb Transportasi: Studi Pada Polisi Lalu
Lintas di Kota Surabaya,Email:library@lib.unair.ac.id
Weiss, S.T., Alvaro Munoz, Amy Stein, David Sparrow dan Frank E Speizer,
(1988), The Relationship of Blood Lead to Systolic Blood Pressure in a
Longitudinal Sudy of Policeman, Environmental Health Prospectives, No
78:53-56.
Willows, N.D. dan Katherine Gray Donald, (2002), Blood lead concentrations
and iron deficiency in Canadian Aboriginal infants. The Science of the Total
Environment, Issues-1-3:255-260.
Yu, C.C., Ja-Liang Lin dan Dan-Tzu Lin Tan, (2004), Environmental exposure to
lead and progression of chronic renal diseases: A four-year prospective
longutinal study, Am Soc Nephrol 15:1016-1022.
Kepada:
Health Research Ethical Committee of North Sumatera
Di
Fakultas Kedoktera USU
Medan.
Dengan hormat, bersama ini saya sampaikan bahwa untuk keperluan penulisan
Disertasi di Program Studi S-3 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana USU, maka saya akan melakukan penelitian dengan judul:
Untuk dapat melaksanakan penelitian ini saya mohon kiranya Health Research
Ethical Committee dapat memberikan Surat Keterangan Lulus Kaji Etik
Kedoteran terhadap penelitian yang akan saya laksanakan ini.
Peneliti,
Dr.Wirsal Hasan,MPH
Bapak/Ibu yang saya undang pada pertemuan ini adalah bapak/ibu yang seharian
bekerja dan beristirahat di pinggir jalan raya yang padat lalu lintasnya, yaitu
bapak/ibu yang bekerja sebagai penarik beca dayung, penarik beca bermesin,
sopir angkot, pengatur lalu lintas dan pedagang pinggir jalan yang telah
menekuni pekerjaan ini lebih dari 2 tahun..
Seperti bapak/ibu ketahui bahwa setiap kendaraan bermotor yang lewat di jalan
mengeluarkan gas berbahaya bagi kesehatan bapak/ibu, salah satu diantaranya
adalah timbal (timah hitam) yang sangat berbahaya terhadap kesehatan. Timbal
tersebut akan terhirup sewaktu bapak/ibu bernafas, yang lama kelamaan akan
menumpuk di dalam tubuh. Tumpukan (akumulasi) timbal di dalam tubuh ini
akan menyebabkan penyakit pada tubuh bapak/ibu berupa gangguan pada
pembentukan darah, gangguan pada syaraf, gangguan pada alat reproduksi, sakit
kepala, hipertensi (tekanan darah tinggi), gangguan konsentrasi, dada berdebar
dan nafsu makan berkurang.
Sampai saat ini belum ada obat yang dianjurkan untuk mencegah terjadinya
keracunan timbal ini. Di beberapa negara maju telah dilakukan penelitian
pengaruh suplemen kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pada ibu-ibu
hamil dan menyusui selama 3 sampai 9 bulan, yang menunjukkan bahwa
pemberian kalsium dapat menurunkan kadar timbal dalam darah. Namun untuk
orang-orang yang bekerja seperti bapak/ibu ini belum pernah ada penelitian
seperti itu. Oleh karena itu saya mengundang kesediaan bapak/ibu untuk ikut
dalam penelitian ini. Biaya penelitian tidak dibebankan kepada bapak/ibu.
Dr.Wirsal Hasan,MPH
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.
Medan, .................................2009
Peneliti: Saya yang menyatakan,
Dr.Wirsal Hasan,MPH
Mahasiswa S-3 PSL
Pascasarjana USU
Tel: 081263988388/0819863979 (.....................................................)
KUESIONER PENELITIAN
KEBIJAKAN BIDANG KESEHATAN DALAM USAHA
PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL DARI UDARA AMBIEN
PADA PEKERJA DEWASA YANG BERESIKO TINGGI
DENGAN SUPLEMEN KALSIUM
(Studi Kasus di Kota Medan)
Nama Responden :............................................................
Jenis Kelamin :............................................................
Umur :............................................................
Alamat :............................................................
Kuesioner:
JAWABAN
1 K1 49 Lk BM >5 jam tdk SMA 200 110 PJ PJ tdk ya 4.1 2.03 14.2 3.88
2 K2 50 Lk BD >5 jam ya SMA 160 90 PJ PJ tdk ya 6.7 5.25 15.3 1.8
3 K3 53 Lk BD >5 jam ya SD 120 80 PJ PJ tdk tdk 3.9 7.19 15.1 0.97
4 K4 42 lk BD >5 jam ya SMP 110 70 PJ PJ ya tdk 4 3.31 12.3 0.91
5 K5 43 Lk PPJ >5 jam ya SMP 130 70 R GG tdk tdk 7.1 5.32 15.6 1.24
6 K6 58 Lk BD >5 jam ya SMA 120 80 R GG tdk tdk 7.5 6.19 14 1.35
7 K7 53 Lk BM >5 jam ya SD 100 60 PJ GG tdk tdk 5.7 4.59 13.8 0.94
8 K8 58 Lk BD >5 jam ya SD 180 110 PJ GG tdk tdk 7.6 3.42 13.7 1.08
9 K9 57 Lk BM >5 jam ya SMP 100 70 R PJ ya ya 4.8 5.22 13.8 1.08
10 K10 65 Lk BD >5 jam tdk SMP 100 80 PJ GG tdk tdk 9.5 4.91 12.9 1.01
11 K11 42 Lk BD >5 jam ya SMP 80 60 PJ GG tdk tdk 4.7 6.77 15.4 0.86
12 K12 24 Lk BD >5 jam ya SMA 110 90 PJ PJ ya tdk 8.9 4.5 14.2 0.78
13 K13 57 Lk BM >5 jam ya SMA 100 70 R GG tdk tdk 6.9 3.92 12.9 0.83
14 K14 42 Pr PPJ >5 jam tdk SD 110 70 R GG tdk ya 6.6 2.22 12.8 0.66
15 K15 70 Lk BD >5 jam tdk SMP 90 70 R PJ ya tdk 0 4.18 14.2 1.18
16 K16 38 Lk BD <5 jam ya SMP 90 60 R GG tdk tdk 4.1 4.57 14 0.82
17 K17 52 Lk PPJ >5 jam tdk SMA 90 60 PJ PJ tdk tdk 6.2 3.51 13.6 1.04
18 K18 49 Lk BM >5 jam ya SMP 110 60 R PJ tdk tdk 1.4 3.99 14.7 1.06
19 K19 83 Lk BD <5 jam tdk SD 120 80 PJ GG tdk tdk 6.6 3.88 11.3 1.08
20 K20 59 Lk BD >5 jam ya SD 180 100 R GG ya tdk 4.8 5.06 13.3 1.09
21 K21 50 Lk BD >5 jam ya SD 110 80 PJ GG tdk tdk 4 3.32 15 1.03
22 K22 46 Lk BD >5 jam tdk SD 110 90 R GG ya ya 2.6 2.12 14.3 0.98
1 P1 40 Lk PPJ >5 jam tdk S-1 90 60 R GG tdk tdk 7.2 5.24 15.4 1.02
2 P2 35 Lk BD >5 jam ya SMA 90 60 R GG ya tdk 10.4 2.1 15 1.25
3 P3 23 Lk PPJ >5 jam tdk SMA 110 70 R PJ ya tdk 8 4.7 14 1.01
4 P4 48 Lk BD >5 jam ya SMP 110 70 R PJ ya ya 8.4 4.5 13.9 0.77
5 P5 34 Lk PPJ >5 jam tdk SMP 100 60 PJ PJ ya tdk 9.3 4.92 14.4 0.87
6 P6 50 Lk PPJ >5 jam ya SMA 130 80 PJ PJ ya tdk 7.8 3.83 14.5 1.15
7 P7 60 Lk BM >5 jam ya SMA 130 70 R GG ya tdk 8.2 4.34 13.6 1.53
8 P8 50 Lk BD >5 jam ya SD 120 80 PJ GG tdk tdk 7.6 2.69 12.4 1.04
9 P9 56 Lk BM >5 jam tdk SMP 110 70 R PJ ya tdk 7.8 2.95 15.2 1.09
10 P10 74 Lk PPJ >5 jam ya SMP 130 80 R PJ tdk tdk 10.6 1.12 13.9 1.06
11 P11 40 Lk BM >5 jam ya SMA 130 80 PJ GG tdk tdk 9.1 7.39 16.1 0.95
12 P12 55 Lk BM >5 jam tdk SMP 180 100 R GG tdk tdk 9.1 2.74 14.4 1.05
13 P13 50 Lk BD >5 jam ya SMP 100 70 R GG ya tdk 9.2 2.7 12.9 0.94
14 P14 23 Lk BM >5 jam tdk SMP 100 60 PJ GG tdk ya 10.8 2.86 15.8 0.86
15 P15 53 Lk BD >5 jam ya SMP 110 70 R PJ tdk tdk 9.1 3.87 14.1 1
16 P16 54 Lk BD <5 jam ya SD 150 90 R PJ tdk tdk 7.6 4.69 11.5 0.92
17 P17 63 Lk BD >5 jam ya SMP 110 70 PJ GG ya ya 8.9 4.86 14.4 1
18 P18 48 Lk BD >5 jam ya SD 120 80 PJ GG ya tdk 9.6 3.89 13.9 0.89
19 P17 52 Lk BM >5 jam tdk SMA 130 80 PJ GG tdk tdk 8.6 2.5 15.2 0.83
20 P20 27 Lk BM >5 jam ya SMP 90 60 R GG ya tdk 9.9 0 16.4 0.92
21 P21 46 Lk BD >5 jam tdk SMP 130 90 PJ GG ya tdk 7.9 2.43 13 0.91
22 P22 57 Lk BD >5 jam ya SMP 140 90 PJ GG ya tdk 11.9 3.51 15.3 0.75
23 P23 51 Lk BM >5 jam tdk SMP 90 60 R GG ya ya 9.4 4.6 15.7 1.1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 42 91,3 91,3 91,3
perempuan 4 8,7 8,7 100,0
Total 46 100,0 100,0
pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid becak mesin 9 19,6 19,6 19,6
becak dayung 29 63,0 63,0 82,6
pedagang pinggir jalan 8 17,4 17,4 100,0
Total 46 100,0 100,0
lama bekerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 5 jam 32 69,6 69,6 69,6
< 5 jam 14 30,4 30,4 100,0
Total 46 100,0 100,0
kebiasaan merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid merokok 31 67,4 67,4 67,4
tidak merokok 15 32,6 32,6 100,0
Total 46 100,0 100,0
pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 16 34,8 34,8 34,8
SMP 16 34,8 34,8 69,6
SMA 14 30,4 30,4 100,0
Total 46 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid pinggir jalan 24 52,2 52,2 52,2
rumah 22 47,8 47,8 100,0
Total 46 100,0 100,0
tempat tinggal
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid pinggir jalan 18 39,1 39,1 39,1
gang 28 60,9 60,9 100,0
Total 46 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 32 69,6 69,6 69,6
ya 14 30,4 30,4 100,0
Total 46 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 8 17,4 17,4 17,4
tidak 38 82,6 82,6 100,0
Total 46 100,0 100,0
kadar kadar
tekanan tekanan timbal timbal
umur darah darah darah darah hemogl kreatin
responden sistolik diastolik awal akhir obin n
N 46 46 46 46 46 46 46
Normal Parameters(a,b) Mean 49,35 121,96 77,39 6,11 4,16 13,9609 1,0872
Std. Deviation 12,800 28,489 14,210 3,565 1,463 1,26535 ,50735
Most Extreme Absolute
,066 ,184 ,166 ,187 ,104 ,114 ,280
Differences
Positive ,060 ,184 ,166 ,187 ,104 ,065 ,280
Negative -,066 -,109 -,116 -,132 -,086 -,114 -,194
Kolmogorov-Smirnov Z ,445 1,251 1,128 1,271 ,707 ,773 1,902
Asymp. Sig. (2-tailed) ,989 ,088 ,157 ,079 ,700 ,589 ,001
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 40 97,6 97,6 97,6
perempuan 1 2,4 2,4 100,0
Total 41 100,0 100,0
pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid becak mesin 12 29,3 29,3 29,3
becak dayung 22 53,7 53,7 82,9
pedagang pinggir jalan 7 17,1 17,1 100,0
Total 41 100,0 100,0
lama bekerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 5 jam 35 85,4 85,4 85,4
< 5 jam 6 14,6 14,6 100,0
Total 41 100,0 100,0
kebiasaan merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid merokok 29 70,7 70,7 70,7
tidak merokok 12 29,3 29,3 100,0
Total 41 100,0 100,0
pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 9 22,0 22,0 22,0
SMP 20 48,8 48,8 70,7
SMA 12 29,3 29,3 100,0
Total 41 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid pinggir jalan 18 43,9 43,9 43,9
rumah 23 56,1 56,1 100,0
Total 41 100,0 100,0
tempat tinggal
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid pinggir jalan 18 43,9 43,9 43,9
gang 23 56,1 56,1 100,0
Total 41 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 20 48,8 48,8 48,8
ya 21 51,2 51,2 100,0
Total 41 100,0 100,0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 9 22,0 22,0 22,0
tidak 32 78,0 78,0 100,0
Total 41 100,0 100,0
T-Test
Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair kadar timbal darah awal 6,11 46 3,565 ,526
1 kadar timbal darah akhir 4,16 46 1,463 ,216
N Correlation Sig.
Pair kadar timbal darah
1 awal & kadar 46 -,062 ,683
timbal darah akhir
Lower Upper
Pair 1 kadar timbal darah awal -
kadar timbal darah akhir 1,96 3,937 ,580 ,79 3,12 3,370 45 ,002
T-Test
Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
Pair kadar timbal darah awal 10,35 41 3,357 ,524
1 kadar timbal darah akhir 3,20 41 1,583 ,247
N Correlation Sig.
Pair kadar timbal darah
1 awal & kadar 41 -,232 ,144
timbal darah akhir
Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)
95%
Std. Confidence
Std. Error Interval of the
Mean Deviation Mean Difference
Lower Upper
Pair 1 kadar timbal darah awal -
kadar timbal darah akhir 7,14 4,030 ,629 5,87 8,42 11,349 40 ,000
Std. Error
jenis kelamin N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal laki-laki 42 5,55 2,717 ,419
perempuan 4 12,03 6,222 3,111
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Std.
Mean Error 95% Confidence
Sig. (2- Differ Differen Interval of the
F Sig. t df tailed) ence ce Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances 8,368 ,006 -4,012 44 ,000 -6,48 1,614 -9,731 -3,224
darah awal assumed
Equal
variances not -2,063 3,110 ,128 -6,48 3,139 -16,271 3,316
assumed
Descriptives
ANOVA
T-Test
Group Statistics
Std. Error
lama bekerja N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal > 5 jam 32 5,68 2,875 ,508
< 5 jam 14 7,10 4,773 1,276
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances 1,307 ,259 -1,252 44 ,217 -1,42 1,135 -3,710 ,866
darah awal assumed
Equal
variances not -1,036 17,273 ,315 -1,42 1,373 -4,315 1,472
assumed
T-Test
Group Statistics
Std. Error
kebiasaan merokok N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal merokok 31 6,11 3,824 ,687
tidak merokok 15 6,11 3,086 ,797
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
,185 ,669 -,003 44 ,997 ,00 1,134 -2,289 2,282
darah assumed
awal
Equal
variances not -,003 33,825 ,997 ,00 1,052 -2,142 2,135
assumed
Oneway
Descriptives
T-Test
Group Statistics
Std. Error
tempat istirahat N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal pinggir jalan 24 5,84 3,022 ,617
rumah 22 6,40 4,131 ,881
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
,509 ,479 -,531 44 ,598 -,56 1,061 -2,701 1,575
darah assumed
awal
Equal
variances not -,523 38,256 ,604 -,56 1,075 -2,739 1,613
assumed
T-Test
Group Statistics
Std. Error
tempat tinggal N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal pinggir jalan 18 4,57 2,410 ,568
gang 28 7,10 3,862 ,730
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances ,706 ,405 -2,487 44 ,017 -2,54 1,020 -4,593 -,481
darah awal assumed
Equal
variances not -2,743 43,985 ,009 -2,54 ,925 -4,401 -,673
assumed
T-Test
Group Statistics
Std. Error
kebiasaan minum susu N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal tidak 32 6,68 3,882 ,686
ya 14 4,81 2,339 ,625
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Std.
Mean Error 95% Confidence
Sig. (2- Differen Differen Interval of the
F Sig. t df tailed) ce ce Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
,879 ,353 1,663 44 ,103 1,86 1,121 -,395 4,123
darah assumed
awal
Equal
39,28
variances not 2,008 ,052 1,86 ,928 -,013 3,741
1
assumed
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Std.
Mean Error 95% Confidence
Sig. (2- Differ Differ Interval of the
F Sig. t df tailed) ence ence Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
1,225 ,274 -1,092 44 ,281 -1,51 1,384 -4,300 1,278
darah assumed
awal
Equal
variances not -1,783 25,734 ,086 -1,51 ,848 -3,254 ,232
assumed
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 42,003 1 42,003 3,487 ,069a
Residual 530,062 44 12,047
Total 572,065 45
a. Predictors: (Constant), umur responden
b. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 9,836 2,059 4,776 ,000
umur responden -,075 ,040 -,271 -1,867 ,069
a. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7,546 1 7,546 ,588 ,447a
Residual 564,519 44 12,830
Total 572,065 45
a. Predictors: (Constant), tekanan darah sistolik
b. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7,864 2,346 3,352 ,002
tekanan darah sistolik -,014 ,019 -,115 -,767 ,447
a. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
tekanan
kadar timbal darah
darah awal diastolik
kadar timbal darah awal Pearson Correlation 1 -,191
Sig. (2-tailed) . ,203
N 46 46
tekanan darah diastolik Pearson Correlation -,191 1
Sig. (2-tailed) ,203 .
N 46 46
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 20,890 1 20,890 1,668 ,203a
Residual 551,174 44 12,527
Total 572,065 45
a. Predictors: (Constant), tekanan darah diastolik
b. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 9,822 2,920 3,363 ,002
tekanan darah diastolik -,048 ,037 -,191 -1,291 ,203
a. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
kadar timbal
darah awal hemoglobin
kadar timbal darah awal Pearson Correlation 1 -,150
Sig. (2-tailed) . ,321
N 46 46
hemoglobin Pearson Correlation -,150 1
Sig. (2-tailed) ,321 .
N 46 46
Regression
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 12,793 1 12,793 1,007 ,321a
Residual 559,271 44 12,711
Total 572,065 45
a. Predictors: (Constant), hemoglobin
b. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 11,994 5,887 2,037 ,048
hemoglobin -,421 ,420 -,150 -1,003 ,321
a. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10,474 1 10,474 ,821 ,370a
Residual 561,591 44 12,763
Total 572,065 45
a. Predictors: (Constant), kreatinin
b. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7,145 1,257 5,684 ,000
kreatinin -,951 1,050 -,135 -,906 ,370
a. Dependent Variable: kadar timbal darah awal
Std. Error
jenis kelamin N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal laki-laki 40 10,12 3,074 ,486
perempuan 1 19,30 . .
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Sig. Std. Error 95% Confidence
(2- Mean Differenc Interval of the
F Sig. T df tailed) Difference e Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
. . -2,948 39 ,005 -9,18 3,113 -15,473 -2,882
darah assumed
awal
Equal
variances not . . . -9,18 . . .
assumed
ANOVA
Std. Error
lama bekerja N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal > 5 jam 35 10,20 2,881 ,487
< 5 jam 6 11,22 5,715 2,333
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the
F Sig. T df tailed) Difference Difference Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
13,222 ,001 -,683 39 ,499 -1,02 1,493 -4,040 2,001
darah assumed
awal
Equal
variances
-,428 5,443 ,685 -1,02 2,384 -7,000 4,960
not
assumed
Std. Error
kebiasaan merokok N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal merokok 29 10,59 3,422 ,635
tidak merokok 12 9,75 3,261 ,941
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Mean 95% Confidence
Sig. (2- Differ Std. Error Interval of the
F Sig. t df tailed) ence Difference Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
,839 ,365 ,727 39 ,471 ,84 1,159 -1,501 3,188
darah assumed
awal
Equal
variances not ,742 21,551 ,466 ,84 1,136 -1,515 3,201
assumed
ANOVA
Std. Error
tempat istirahat N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal pinggir jalan 18 9,59 3,134 ,739
rumah 23 10,93 3,475 ,725
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
1,740 ,195 -1,279 39 ,209 -1,34 1,048 -3,460 ,780
darah assumed
awal
Equal
variances
-1,295 38,155 ,203 -1,34 1,035 -3,435 ,754
not
assumed
Std. Error
tempat tinggal N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal pinggir jalan 18 10,58 3,281 ,773
gang 23 10,17 3,478 ,725
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
,258 ,614 ,386 39 ,701 ,41 1,068 -1,747 2,573
darah assumed
awal
Equal
variances
,389 37,587 ,699 ,41 1,060 -1,734 2,559
not
assumed
Std. Error
kebiasaan minum susu N Mean Std. Deviation Mean
kadar timbal darah awal tidak 20 10,81 3,943 ,882
ya 21 9,91 2,713 ,592
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. (2- Mean Std. Error Interval of the
F Sig. t df tailed) Difference Difference Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances
2,760 ,105 ,851 39 ,400 ,90 1,053 -1,233 3,024
darah assumed
awal
Equal
variances
,843 33,528 ,405 ,90 1,062 -1,264 3,055
not
assumed
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Std.
Sig. Mean Error 95% Confidence
(2- Differ Differ Interval of the
F Sig. t df tailed) ence ence Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variances ,670 ,418 1,033 39 ,308 1,31 1,266 -1,253 3,867
darah awal assumed
Equal
variances
,946 11,529 ,363 1,31 1,382 -1,717 4,332
not
assumed
Regression
ANOVA(p)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
51,038 16 3,190 1,352 ,192(a)
n
Residual 165,209 70 2,360
Total 216,246 86
2 Regressio
51,027 15 3,402 1,462 ,144(b)
n
Residual 165,219 71 2,327
Total 216,246 86
3 Regressio
51,006 14 3,643 1,587 ,104(c)
n
Residual 165,240 72 2,295
Total 216,246 86
4 Regressio
50,979 13 3,921 1,732 ,072(d)
n
Residual 165,267 73 2,264
Total 216,246 86
5 Regressio
50,602 12 4,217 1,884 ,050(e)
n
Residual 165,645 74 2,238
Total 216,246 86
6 Regressio
49,839 11 4,531 2,042 ,036(f)
n
Residual 166,408 75 2,219
Total 216,246 86
7 Regressio
48,940 10 4,894 2,223 ,025(g)
n
Residual 167,306 76 2,201
Total 216,246 86
8 Regressio
48,205 9 5,356 2,454 ,016(h)
n
Residual 168,042 77 2,182
Total 216,246 86
9 Regressio
47,186 8 5,898 2,721 ,011(i)
n
Residual 169,060 78 2,167
Total 216,246 86
10 Regressio
46,682 7 6,669 3,107 ,006(j)
n
Residual 169,565 79 2,146
Total 216,246 86
11 Regressio
45,393 6 7,566 3,543 ,004(k)
n
Residual 170,853 80 2,136
Total 216,246 86
12 Regressio
44,001 5 8,800 4,138 ,002(l)
n
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
T-Test
Group Statistics
kelompok Std.
intervensi N Mean Deviation Std. Error Mean
kadar timbal perlakuan
41 10,3463 3,35709 ,52429
darah awal
kontrol 46 6,1109 3,56547 ,52570
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
Sig. Std.
(2- Mean Error 95% Confidence
taile Differ Differe Interval of the
F Sig. t df d) ence nce Difference
Lower Upper
kadar Equal
timbal variance 5,7168
,220 ,640 5,685 85 ,000 4,2355 ,74506 2,75410
darah s 4
awal assumed
Equal
variance 84,73 5,7117
5,705 ,000 4,2355 ,74245 2,75921
s not 2 4
assumed
T-Test
Group Statistics
Std.
kelompok Std. Error
intervensi N Mean Deviation Mean
kadar timbal perlakuan 41 3,2024 1,58329 ,24727
darah akhir kontrol 46 4,1550 1,46290 ,21569
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95%
Sig. Std. Confidence
(2- Mean Error Interval of
tailed Differ Differ the
F Sig. t df ) ence ence Difference
Lowe Uppe
r r
kadar Equal
- -
timbal variances -
,370 ,544 85 ,005 -,9526 ,32662 1,601 ,303
darah assumed 2,916
97 15
akhir
Equal
- -
variances - 81,88
,005 -,9526 ,32812 1,605 ,299
not 2,903 8
32 80
assumed
T-Test
Group Statistics
Std. Error
kelompok intervensi N Mean Std. Deviation Mean
beda perlakuan 41 7,1439 4,03049 ,62946
kontrol 46 1,9559 3,93666 ,58043
Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
Sig. Std.
(2- Mean Error 95% Confidence
taile Differ Differ Interval of the
F Sig. t df d) ence ence Difference
Lower Upper
beda Equal
3,4879
variances 1,054 ,307 6,068 85 ,000 5,1880 ,85505 6,88810
7
assumed
Equal
variances 83,36 3,4851
6,059 ,000 5,1880 ,85622 6,89091
not 7 6
assumed