Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 92

DOMAIN ARCHAEA

HARY WIDJAJANTI
LAB MIKROBIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNSRI
2019
PERBANDINGAN ANTARA DOMAIN
ARCHAEA, BACTERIA, DAN EUKARYA
PERBANDINGAN ANTARA DOMAIN ARCHAEA, BACTERIA, DAN EUKARYA
Property Archaea Bacteria Eukarya
Ether-linked Ester-linked Ester-linked lipids, various
Cell Membrane
lipids, pseudopeptidoglycan lipids, peptidoglycan structures

Multiple, linear
Circular chromosomes,
Circular chromosomes, unique chromosomes, similar
Gene Structure similar translation and
translation and transcription translation and transcription
transcription to Eukarya
to Archaea

Internal Cell No membrane-bound No membrane-bound Membrane-bound


Structure organelles or nucleus organelles or nucleus organelles and nucleus

Various, including
Various,
photosynthesis, aerobic and Photosynthesis, cellular
Metabolism [54] with methanogenesis unique
anaerobic respiration, respiration and fermentation
to Archaea
fermentation, and autotrophy

Asexual reproduction, Asexual reproduction, Sexual and asexual


Reproduction
horizontal gene transfer horizontal gene transfer reproduction
PERBANDINGAN
ANTARA DOMAIN
ARCHAEA,
BACTERIA, DAN
EUKARYA
PENGELOMPOKAN ARCHAEA

Detailed phylogenetic tree of the Archaea based on comparisons of ribosomal proteins


from sequenced genomes. Each of the five archaeal phyla is indicated in a different color.
The Korarchaeota and Nanoarchaeota are each represented by only a single known
species
KLASIFIKASI KINGDOM ARCHAEA

Kingdom Archaea diklasifikasikan dalam beberapa filum :

1. Euryarchaeota, merupakan bagian yang paling sering diteliti dan


sebagian besar termasuk metanogenik dan halophiles

2. Crenarchaeota, termasuk kedalam thermophiles, hyperthermophiles,


dan thermoacidophiles, kebanyakan ditemukan di lingkungan laut

3. Korarchaeota, terdiri dari hyperthermophiles yang ditemukan pada


suhu lingkungan yang tinggi, hydrothermal

4. Thaumarchaeota, meliputi archaea pengoksidasi ammonia

5. Nanoarchaeota, perwakilan tunggal bernama Nanoarcheum equitans


Halofil di tambak garam | Photo by Grombo is licensed under CC-BY-SA-3.0
Tingkat kepadatan tinggi Haloarchaea di air sering menyebabkan air
berwarna merah mudah atau merah, karena selnya mengandung
pigmen bacteriorhodopsin yang digunakan untuk menyerap
cahaya.

Termofil di Yellowstone | Photo by ZYjacklin is not licensed (Public


Domain)

HABITAT ARCHAEA
1. PHYLUM EURYARCHAEOTA

Archaea halofil ekstrem (Extremely halophilic Archaea)


 Termasuk dalam kelompok ini : Halobacterium, Haloferax, dan
Natronobacterium

 Mikroorganisme dikategorikan ekstrem haofil jika membutuhkan 1.5


M (sekitar 9%) atau lebih NaCl untuk pertumbuhannya

 Kebanyakan spesies halofil ekstrem membutuhkan 2–4 M NaCl (12–


23%) untuk pertumbuhan yang optimal

 Terkadang semua halofil ekstrem dapat tumbuh pada 5.5 M NaCl


(32%, batas kejenuhan NaCl), walaupun beberapa spesies tumbuh
sangat lambat pada kadar salinitas sebesar itu
HABITAT HALOFILIK ARCHAEA
CONTOH GENERA ARCHAEA HALOFILIK EKSTREM
2. Archaea methanogenik (Methanogenic Archaea)

 Kebanyakan Euryarchaeota aadalah methanogens, mikroorganisme


yang menghasilkan methan (CH4) sebagai bagian integral dari energy
metabolismenya (proses produksi gas methan disebut methanogenesis)

 Methanogen adalah anaerob obligat yang memperoleh energi dengan


cara mengubah CO2, H2, format, methanol, asetat, dan senyawa lain
menjadi methan atau methan dan CO2

 Methanogen bersifat autotroph jika tumbuh dengan H2 dan CO2

 Methanogen adalah kelompok terbesar dalam Archaea

 Terbagi menjadi 5 ordo, yaitu Methanobacteriales, Methanococcales,


Methanomicrobiales, Methanosarcinales, dan Methanopyrales, dan 26
genera, yang berbeda dalam bentuk keseluruhan sekuens 16SrRNA
 Archaea yang tidak mempunyai dinding
sel : Thermoplasma dan Ferroplasma

 Ferroplasma acidiphilum adalah contoh


species Archaea pengoksidasi besi,
bersifat asidofilik, khemolitotrof

 Bersifat non motil karena tidak memiliki


flagella , hidup lingkungan yang
mengandung besi dan sulfur konsentrasi
tinggi dan pada pH sangat masam

 Dikategorikam sebagai ekstremofil karena


tumbuh optimal pada pH 1,7 Thermoplasma acidophillum Ferroplasma acidiphilum
2. PHYLUM CRENARCHAEOTA
 Contoh anggota Crenarchaeota habitat vulkanik terestrial (dengan
suhu sampai 100oC) adalah genera Sulfolobus, Acidianus,
Thermoproteus, Pyrobaculum

• Contoh anggota Crenarchaeota habitat vulkanik submarin adalah


genera Pyrodictium (105oC) , Pyrolobus (106oC) , Ignicoccus,
Staphylothermus

• Pyrolobus fumarii adalah yang paling termofil dari hypertermofil,


yang dapat tumbuh pada suhu maksimum 113oC

Pyrodictium Pyrobaculum Pyrolobus


3. PHYLUM KORARCHAEOTA

 Contoh spesies : Korarchaeum cryptofilum

 Korarchaeum cryptofilum bersifat khemoorganotrof obligat dan


hipertermofilik (hidup pada suhu 85oC)

 Selnya panjang dan tipis ( diameter <0,2 µm), panjang filamennya


bervariasi, kebanyakan panjangnya 15 µm tetapi ada yang sampai 100
µm
Contoh anggota Korarchaeota
4. PHYLUM THAUMARCHAEOTA

 Contoh genera : Nitrosopumilus


(secara aerob mengoksidasi amonia
menjadi nitrit) dan Nitrosphaera

 Nitrosopumilus maritimus dapat


hidup pada konsentrasi NH3 yang
sangat rendah

 Nitrosphaera viennensis dapat


hidup pada konsentrasi NH3 yang
sangat rendah tapi toleran terhadap
amonium konsentrasi tinggi
(sampai 10mM) pada pH netral
5. PHYLUM NANOARCHAEOTA

 Contoh anggota Nanoarchaeota adalah Nanoarchaeum equitans yang


menempel pada inangnya Ignicoccus hospitalis (anggota
Crenarchaeota hipertermofilik)

 Diketahui bahwa N. equitans adalah salah satu organisme seluler


paling kecil dan memiliki genome paling kecil diantara Archaea, yaitu
sebesar 0,49 Mb

 N. equitans berukuran sangat kecil dengan diameter sekitar 0,4 µm


dan hanya merupakan sekitar 1% dari volume E.coli

 N. equitans tidak bisa tumbuh dalam kultur murni dan bereplikasi


hanya jika menempel di permukaan inangnya, yaitu Ignicoccus
hospitalis
Nanoarchaeum equitans
a) TEM Freeze etching of an I. hospitalis cell with four attached N. equitans cells.
b) TEM ultrathin section of two N. equitans, attached to the outer membrane of an Ignicoccus.
c) I. hospitalis with several N. equitans cells. CLSM Confocal microscopy of co-culture of N.
equitans (red) and I. hospitalis (green) after sequence specific (ss rRNA) fluorescence staining.
Bars: 1 µm. Source
KARAKTERISTIK ARCHAEA

BENTUK DAN UKURAN SEL

• Secara umum struktur sel Archaea memiliki bentuk yang hampir sama seperti
bakteri, dan bentuknya cukup beragam

• Beberapa Archaea berbentuk batang/basil, bulat/kokus, atau spiral

• Terdapat beberapa Archaea yang memiliki bentuk “tidak biasa” , yaitu


segitiga dan persegi panjang

• Meskipun morfologi sel relatif mudah untuk diamati, tetapi terkadang sulit
untuk membedakan bakteri dan Archaea, karena keduanya memiliki ragam
bentuk yang hampir sama
KARAKTERISTIK ARCHAEA

• Archaea bisa bersifat gram positif atau gram negatif


• Bentuknya bisa sferis, batang pendek, spiral, pipih, bentuk lempeng, bentuk
tidak tertur atau pleomorfik
• Berada dalam bentuk sel tunggal, agregat, atau
• Memperbanyak diri dengan cara pembelahan biner, pembentukan tunas,
fragmentasi atau dengan cara lain
• Bersifat aerob, fakultatif anaerob, atau anaerob obligat
• Nutrisinya berada pada kisaran dari chemilithoautotrof sampai organotrof
• Beberapa bersifat mesofil, ada yang hipertermofil yang dapt tumbuh pda suhu
di atas 100oC
• Sering dijumpai pada habitat perairan dan tanah yang ekstrem, ditemukan
juga lingkungan yang dingin
• Merupakan > dari 34% penyusun biomassa prokariotik in air permukaan
Antartic, beberapa merupakan simbion pada sistem pencernaan hewan
Gambar 1. Beberapa bentuk morfologi yang terdapat pada Archaea (a) Methanobrevibacter smithii; (b) Methanobacterium
uliginosum; (c) Methanosphaera stadtmanae; (d) Methanoplanus limicola ; (e) Methanospirillum hungatei; (f)
Halobacteriumhalobium; (g) Halococcus morrhuae; (h) Thermoplasma acidophilum; (i) Methanolobus vulcani; (j) Pyrococcus
furiosus; (k) Haloferax mediterranei; (l) Thermofilum ‘librum’; (m) Pyrodictium occultum; (n) Thermoproteus tenax.
 Archaea merupakan organisme yang berukuran sangat kecil, yaitu
sekitar 1.5-2.5 µm

 Ukuran yang kecil ini memberikan keuntungan tersendiri bagi sel tersebut

 Sel yang berukuran lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar
dibandingkan dengan volume sel, jika dibandingkan dengan sel yang
berukuran lebih besar  memiliki rasio permukaan terhadap volume
lebih tinggi

 Rasio permukaan/volum memberikan beberapa akibat pada


kehidupannya
Contoh pada pertukaran nutrisi, sel yang memiliki rasio permukaan/
volume lebih tinggi akan mendukung pertukaran nutrisi lebih cepat
dibanding yang lebih rendah  sel yang lebih kecil akan tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan sel yang lebih besar karena memiliki rasio
yang lebih tinggi
 Secara genetik, hal ini dapat berdampak pada evolusi karena sel
Archaea adalah haploid, sehingga mutasi akan diekspresikan secara
langsung

 Mutasi itu sendiri adalah sumber dari suatu evolusi Archaea dapat
lebih cepat menanggapi perubahan lingkungan

MEMBRAN SITOPLASMA PADA ARCHAEA

 Struktur dasar dari membran sel Archaea tersusun atas fosfolipid

 Struktur ini tersusun dari molekul gliserol yang berikatan dengan fosfat
pada ujung pertama (kepala) dan berikatan dengan rantai samping
yang berupa isoprenoid pada ujung lainnya (ekor)
Basic Archaeal Structure : The three primary regions of an archaeal cell are the cytoplasm, cell membrane, and cell wall. Above, these three
regions are labelled, with an enlargement at right of the cell membrane structure. Archaeal cell membranes are chemically different from all other
living things, including a "backwards" glycerol molecule and isoprene derivatives in place of fatty acids
 Karena sifatnya yang hidrofilik maka ketika membran sel berada pada
lingkungan cair, ujung molekul yang mengandung gugus fosfat akan
berada pada permukaan luar membran yang berhubungan langsung
dengan lingkungan luar sel, dan sisi lainnya yang bersifat
hidrofobik akan berada di bagian dalam

 Pelapisan seperti ini menciptakan penghalang kimia yang sangat efektif


di sekitar sel dan membantu dalam menciptakan keseimbangan kimiawi

 Secara komposisi, membran sel Archaea memiliki perbedaan dengan


membran sel bakteri dan eukaria

 Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan kiralitas gliserol yang


menjadi penyusun membran sel, ikatan antara gliserol dan rantai
samping isoprenoid berupa ikatan eter, rantai samping berupa isoprenoid
bukan asam lemak seperti pada bakteri dan eukaria, dan memiliki rantai
samping yang bercabang
Diagrammatic view of Methanobrevibacter smithii, showing the cell membrane
(ochre, with inset) and cell wall (purple).
KIRALITAS DARI GLISEROL

 Gliserol yang digunakan Archaea untuk membentuk fosfolipid


merupakan stereoisomer dari gliserol yang digunakan untuk
membentuk membran sel pada bakteri dan eukaria

 Dua molekul yang stereoisomer adalah cerminan satu sama lain

 Pada membran sel bakteri dan eukaria, gliserol yang menyusun


membran selnya berupa D-Gliserol, sedangkan pada archaea berupa L-
gliserol
Struktur membran

Atas : fosfolipid Archaebacteria: 1, rantai isoprene; 2, ikatan


eter; 3, gugus L-gliserol; 4, grup fosfat. Tengah, fosfolipid
Bakteri atau Eukariota: 5, rantai asam lemak; 6, ikatan ester;
7, gugus D-gliserol; 8, grup fosfat.

Bawah : 9, lipid bilayer dari Bakteri dan Eukariota; 10, lipid


monolayer pada sejumlah Arkea tertentu | Photo by
Franciscosp2 is not licensed (Public Domain)

Membrane structures. Top, an archaeal phospholipid: 1, isoprene chains; 2, ether linkages; 3, L-glycerol moiety; 4, phosphate group. Middle, a
bacterial or eukaryotic phospholipid: 5, fatty acid chains; 6, ester linkages; 7, D-glycerol moiety; 8, phosphate group. Bottom: 9, lipid bilayer of
bacteria and eukaryotes; 10, lipid monolayer of some archaea
IKATAN ETER

 Pada kebanyakan organisme, gliserol yang terdapat pada membran


selnya akan berikatan dengan rantai samping menggunakan ikatan
ester

 Pada membran sel Archaea ikatan yang terbentuk antara gliserol


dan rantai samping pada membran sel Archaea adalah ikatan eter

 Hal ini memberikan fosfolipid yang dihasilkan memiliki sifat mekanik


kimia yang berbeda dari lipid membran organisme lain
Gambar. Ikatan yang terbentuk pada membran sel
bakteri/eukaria dan Archaea.
RANTAI ISOPRENOID

 Archaea memiliki rantai samping penyusun fosfolipid yang berbeda


dengan Eubacteria dan Eukarya

 Rantai samping penyusun fosfolipid pada Eubacteria dan Eukarya adalah


asam lemak, sedangkan pada Archaea rantai samping yang dimilikinya
adalah isoprenoid

 Isoprenoid merupakan hidrokarbon yang memiliki 20 atom C dan


merupakan anggota paling sederhana dari kelas bahan kimia yang
disebut terpene

 Menurut definisi, terpene adalah molekul yang menghubungkan molekul


isoprenoid bersama-sama
Gambar. Struktur membran monolayer pada Archaea
 Lipid yang terdapat pada Archaea termoasidofil dan metanogen
adalah tetralipid, dimana ujung rantai samping phytanil pada struktur
tetralipid berikatan secara kovalen dengan molekul gliserol yang lain
 akan membentuk struktur monolayer

 Struktur seperti ini tidak memiliki area tengah yang kosong seperti
pada struktur lipid bilayer  struktur seperti ini memiliki resistensi
yang lebih terhadap temperatur tinggi dibandingkan struktur lipid
bilayer

 Pada umumnya Archaea yang hidup optimal pada suhu tinggi,


membran selnya terdiri dari lipid monolayer ataupun kombinasi antara
lipid bilayer dan monolayer
Gambar 7. Struktur membran monolayer pada Archaea.
RANTAI SAMPING YANG BERCABANG

 Tidak hanya rantai samping Archaea yang dibentuk dari komponen


yang berbeda, rantai sampingnya memiliki struktur fisik yang juga
berbeda

 Rantai samping pada membran sel Archaea memiliki cabang, karena


penggunaan isoprenoid untuk membentuk rantai sampingnya

 Asam lemak pada bakteri dan eukariot tidak memiliki rantai cabang,
sehingga sifat ini menjadikan membran Archaea yang memiliki karakter
unik  hal ini menciptakan beberapa sifat yang menarik di membran
Archaea

 Rantai samping isoprenoid bisa bergabung bersama-sama antara dua


rantai samping fosfolipid tunggal atau bergabung ke rantai fosfolipid
sisi lain di sisi lain membran (membentuk fosfolipid transmembran)
 Rantai samping tersebut juga dapat mempunyai kemampuan untuk
membentuk cincin karbon

 Hal ini terjadi ketika salah satu cabang mengelilingi dan mengikat
atom bawah rantai untuk membuat cincin lima atom karbon

 Cincin tersebut diperkirakan memberikan stabilitas struktural


membran
DINDING SEL ARCHAEA

 Archaea memiliki keragaman dalam hal lapisan yang menyelubungi


selnya

 Beberapa Archaea memiliki lapisan protein permukaan atau S-layer

 Lapisan ini terdiri dari protein monomolekular yang identik atau lebih
dikenal dengan sebutan glikoprotein (Kandler dan Konig, 1993)

 Lapisan ini secara langsung berhubungan dengan bagian luar


membran plasma dan berfungsi untuk melindungi dari lisis osmotik

 Lapisan ini juga dapat berfungsi sebagai penyeleksi molekul yang


dapat masuk kedalam sel
 Selain S-Layer, diketahui beberapa Archaea juga memiliki struktur
yang mirip dengan dinding sel pada bakteri, namun berbeda dalam
hal komposisi kimia penyusunnya

 Dinding sel Archaea tidak memiliki peptidoglikan namun memiliki


molekul yang mirip dengan peptidoglikan yang disebut
pseudomurein

 Pseudomurein dibangun dari N-Asetil glukosamin dengan Asam N-


Asetil talosamin uronat yang berikatan dengan ikatan glikosidik
pada β-1,3 hal ini berbeda dengan peptidoglikan pada bakteri yang
dibangun menggunakan N-Asetil glukosamin dan N-Asetil muramat
yang berikatan pada β-1,4
Schematic illustration of the supramolecular architecture of the major classes of
prokaryotic cell envelopes containing surface (S) layers.

S-layers in archaea with glycoprotein lattices as exclusive wall component are


composed either of mushroom-like subunits with pillar-like, hydrophobic trans-
membrane domains (a), or lipid-modified glycoprotein subunits (b). Individual S-layers
can be composed of glycoproteins possessing both types of membrane anchoring
mechanisms. Few archaea possess a rigid wall layer (e.g. pseudomurein in
methanogenic organisms) as intermediate layer between the plasma membrane and
the S-layer (c).

In Gram-positive bacteria (d) the S-layer (glyco)proteins are bound to the rigid
peptidoglycan-containing layer via secondary cell wall polymers. In Gram-negative
bacteria (e) the S-layer is closely associated with the lipopolysaccharide of the outer
membrane.
Figure and figure legend were copied from Sleytr et al. 2014,[2] which is available
under a Creative Commons Attribution 3.0 International (CC BY 3.0) licence
 Perbedaan lainnya adalah asam amino yang terdapat pada
pseudomurein semuanya berupa L-Steroisomer

 Struktur seperti ini memberikan dampak yang menguntungkan pada


Archaea, yaitu dinding sel mereka resisten terhadap antibiotik dan
juga tidak terpengaruh terhadap aktivitas lisosim dan protease yang
umum (Konig, 2001)

 Beberapa Archaea tidak memiliki pseudomurein namun memiliki


polisakarida lainnya, yaitu glutaminylglycan, heterosakarida,
methanochondroitin
STRUKTUR PERMUKAAN SEL ARCHAEA, INKLUSI SEL,
DAN VESIKULA UDARA

 Penelitian mengenai struktur tambahan pada permukaan sel


Archaea telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan observasi
elektron mikroskopis pada beberapa jenis Archaea

 Penelitian ini menunjukkan beberapa tipe struktur tambahan pada


permukaan sel Archaea, seperti pili dan flagella yang tampak
seperti struktur yang ada pada bakteri, tetapi ternyata memiliki
perbedaan

 Selain itu struktur lain seperti cannulae (kanula), Hami, Iho670


Fibers, dan bindosome muncul sebagai struktur unik lain yang
dimiliki oleh Archaea
Struktur Permukaan Sel Archaea

Pili
 Fimbriae dan pili merupakan struktur filamen yang tersusun atas
protein yang memanjang dari permukaan sel dan memiliki banyak
fungsi
 Fimbriae memungkinkan sel untuk menempel pada suatu permukaan
 Secara umum pili mirip dengan fimbriae, tetapi pili lebih panjang dan
hanya satu atau sebagian kecil pili yang bisa melekat pada permukaan
sel
 Fungsi pili itu sendiri adalah untuk memfasilitasi pertukaran gen di
antara sel pada suatu proses yang disebut sebagai konjugasi
Walaupun sebenarnya proses konjugasi tidak selalu diperantarai oleh
pili
Appendages on the well-studied Archaea M. maripaludis and S. acidocaldarius. (A) Electron micrograph of M. maripaludis showing thin
pili (arrows) with thicker and more numerous archaella. Bar = 0.5 µm. Courtesy of S.I. Aizawa. Prefectural University of Hiroshima,
Japan. (B) Electron micrograph of S. acidocaldarius showing the presence of three different appendages namely archaella (14nm diameter,
black arrow), Aap pili (10–12 nm, white arrow) and threads (5 nm, grey arrow). Bar = 0.5 µm. Courtesy of A.-L. Henche and S.V. Albers,
Max Planck Institute for Terrestrial Microbiology, Marburg Germany.
Gambar : Tanda panah menunjukkan pili pada struktur
permukaan sel.
Cannula, Hami, Iho670 Fibers, dan Bindosome

 Struktur permukaan sel Archaea terdiri dari banyak bagian, yaitu


kanula, hami, Iho670 fibers, dan bindosome

 Struktur permukaan tersebut tidak banyak dibahas seperti halnya


pili dan flagella, hal ini disebabkan karena sistem genetik di
dalam struktur tersebut tidak mudah untuk dipelajari dan tidak
ditemukan pada semua jenis Archaea

Cannulae (Kanula)

 Kanula merupakan jaringan tubula yang sampai saat ini hanya


ditemukan pada genus Pyrodictium
Kanula berupa pipa berongga berdiameter luar 25 nm (Gambar 12)
yang sangat resisten terhadap panas dan proses denaturasi
(Rieger et al., 1995)

Strukturnya hampir sama dengan struktur permukaan sel lainnya


yaitu terbentuk atas lapisan glikoprotein, yang memiliki tiga subunit
glikoprotein yang homolog

Kanula menunjukkan aktivitasnya sebagai penghubung intraseluler


antar ruang periplasmik sel yang berbeda (Nickell et al., 2003)

Walaupun fungsi kanula belum diketahui secara jelas, tetapi dapat


diasumsikan bahwa dengan adanya kanula, sel dapat melakukan
pertukaran nutrisi atau bahkan materi genetik.
Gambar Kanula (Rieger et al., 1995).

A reconstruction from an
electron tomographic scan in
false color showing two
cannulae (yellow), one inside
the periplasm (blue) of a cell
(magenta).
Hami

 Struktur permukaan Archaea yang lain adalah hamus atau hami

 Hami banyak ditemukan pada Archaea yang hidup di daerah suhu


rendah yang mengandung kadar sulfat tinggi (cold sulphidic
springs)

 Strukturnya menunjukkan filamen-filamen yang sangat kompleks


dengan kenampakan seperti kawat berduri yang ujungnya memiliki
kait dengan diameter 60 nm

 Masing-masing sel dikelilingi oleh sekitar 100 hami

 Hami stabil pada kisaran temperatur dan pH yang luas yaitu antara
0-70 oC dan 0,5-11,5
 Hami dapat bertindak sebagai perantara proses adesi seluler
permukaan terhadap komposisi kimia yang berbeda sebagaimana
adesi yang berlangsung di antara sel

 Hami juga terbukti menjadi komponen protein utama dalam


pembentukan biofilm Archaea, dimana sel membentuk susunan tiga
dimensi yang jaraknya konstan melalui proses perlekatan antar sel
Archaea
Gambar : (a) Sekitar 100 hami keluar secara melingkar di permukaan sel. (b)
Kenampakan kait yang berada di ujung hami. Tanda panah menunjukkan lokasi kait.
(c) Hami menunjukkan kenampakan seperti kawat berduri (Moissl et al., 2005).
Bindosome

 Bindosome adalah struktur Archaea yang diduga mempunyai fungsi


unik pada Sulfolobus solfataricus

 Komponen struktural bindosome yang utama adalah substrat


pengikat protein (substrat binding protein/SBP) yang diketahui
sebagai glikoprotein yang disusun oleh pilin tipe IV seperti pada
sekuen peptida sinyal dan mengandung protein khas yang diketahui
mampu membentuk struktur oligomerik pada Archaea dan bakteri

 Susunan oligomerik komplek berperan dalam penyerapan gula, hal


ini dapat membantu S. solfataricus untuk dapat tumbuh pada
substrat yang bervariasi
Gambar asli bindosome belum diketahui secara
pasti, dan gambar diatas merupakan formasi
alternatif yang menunjukkan bindosome
terletak pada S-layer (Ng et al., 2008).
Iho670 Fibers

 Pada pertengahan tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Muller et


al. mengenai struktur permukaan Ignicoccus hospitalis, hasilnya
menunjukkan adanya tambahan permukaan sel baru yang kemudian
diberi nama Iho670 fiber

 Iho670 fiber merupakan struktur yang sangat rapuh, berbeda dengan


flagella dan pili yang memliliki struktur primer dari protein

 Hal ini juga menunjukkan bahwa Iho670 fiber bukan salah satu organel
sel yang motil. yang menjadi bagian menarik adalah bahwa komponen
utama Iho670 fiber disintesis oleh Pilin tipe IV seperti peptida sinyal
dan diproses oleh peptidase prepilin homolog
 Karena Pilin tipe IV seperti sistem ini juga digunakan untuk flagela, pili
tertentu, dan bindosome dalam Archaea, Pilin tipe IV menjadi jalur yang
sangat banyak digunakan oleh Archaea dalam hal perakitan struktur
permukaan

Gambar : Hasil analisis serat Ignicoccus Electron micrograph of three I. hospitalis cells showing
hospitalis menggunakan TEM (Transmission numerous Iho670 fibers on the carbon support film. Bar = 2
Electron Microscopy) yang mengindikasikan µm. Courtesy of Carolin Meyer and Reinhard Rachel,
adanya Iho670 fibers. University of Regensburg, Germany.
Inklusi Sel

 Di dalam sel prokariotik biasanya terdapat senyawa lain yang


menyertai sel di dalam sitoplasma yang disebut dengan inklusi sel

 Inklusi sel berfungsi sebagai energi cadangan atau sebagai tempat


penyimpanan struktur building blocks

 Penyimpanan karbon atau senyawa lain di dalam inklusi yang tidak


larut dalam air bermanfaat bagi sel karena dapat mengurangi
tekanan osmotik yang dapat mungkin terjadi apabila senyawa dalam
jumlah yang sama terlarut dalam sitoplasma
Gambar : Tanda panah menunjukkan poly-β-
hydroxyalkanoat (PHA) (Madigan et al., 2012).
 Salah satu jenis inklusi sel yang paling banyak ditemukan di dalam
organ prokariotik adalah asam poly-β-hydroxybutirat (PHB)

 PHB adalah lipid yang tersusun atas unit-unit asam β-hydroxybutirat.


Sedangkan polimer yang diproduksi oleh Archaea adalah poly-β-
hydroxyalkanoat (PHA)

 PHA disintesis oleh Archaea di dalam polimer penyimpanan ketika sel


mengalami kondisi pertumbuhan yang tidak seimbang

 PHA merupakan salah satu jenis komoditas plastik yang dapat


dirombak menjadi karbondioksida dan air melalui proses mineralisasi
mikrobiologis secara alami
Vesikula Udara

 Salah satu jenis Archaea yang bersifat planktonic dan mampu


hidup di air laut adalah Nitrosopumilus maritimus dari kelompok
Crenarchaeota (Brochier-Armanet et al., 2011)

 Jenis organisme ini mampu mengapung di air laut karena memiliki


vesikula udara.

 Kemampuan mengapung yang dimilikinya memungkinkan untuk


menempatkan diri dalam kolom air untuk dapat merespon kondisi
lingkungan
Gambar 17. Vesikula udara pada struktur permukaan sal
Archaea.
 Secara umum struktur vesikula udara tersusun atas protein yang
berbentuk kumparan, berongga namun kaku dengan panjang dan
diameter yang bervarias

 Panjang vesikula udara yang dihasilkan oleh masing-masing


organisme berbeda-beda, mulai dari 300 sampai lebih dari 1000 nm
dengan lebar 45 sampai 120 nm, tetapi kisaran ukuran tersebut
masih bisa berubah-ubah

 Jumlah vesikula dalam satu organisme sangat bervariasi mulai


dari sedikit hingga ratusan tiap selnya, kedap air dan larut dalam
gas (Madigan et al., 2012).
Pergerakan Sel Archaea

a. Flagella Archaea

 Flagella Archaea berukuran sangat kecil hingga mencapai setengah


dari ukuran flagella bakteri, yaitu 10-13 nm (Madigan et al., 2012)

 Flagella Archaea memberikan kemampuan terhadap sel Archaea


untuk dapat bergerak memutar seperti halnya bakteri

 Flagella Archaea tidak hanya sebagai alat untuk bergerak, tetapi juga
berperan dalam interaksi di dalam sel dan sebagai pengenal pada
permukaan sel sebagai syarat terbentuknya biofilm pada beberapa
Archaea
 Flagella ditemukan pada semua sub kelompok utama Archaea
Crenarchaeota dan Euryarchaeota yaitu halofil, haloalkalofil, metanogen,
hipermetrofil, dan termoasidofil

 Sampai saat ini telah dilaporkan berbagai macam Archaea yang memiliki
flagella, termasuk Methanococcus, Halobacterium, Sulfolobus, Natrialba,
Thermococcus dan Pyrococcus (Ng et al., 2006).

Gambar (a) Sel Methanococcus maripaludis dengan diameter 1μm menunjukkan banyaknya flagella yang
terdapat di permukaan selnya dan (b) flagella yang telah dimurnikan dari sel Methanococcus maripaludis.
Tanda panah menunjukkan kait di ujung flagella.
 Secara umum penampakan flagella Archaea mirip dengan flagella
bakteri tetapi flagella Archaea memiliki pergerakan yang unik seperti
pada pili bakteri tipe IV

 Kemiripan ini meliputi struktur flagella termasuk keberadaan jumlah


gen pada masing-masing struktur

 Pada awal penelitian mengenai flagella Archaea, diketahui kemiripan


antara flagella Archaea dengan pili bakteri tipe IV adalah pada N-
termini dan adanya pilin tipe IV yang mirip sinyal peptide

 Penelitian terbaru menyebutkan bahwa protein yang ada pada flagella


Archaea maupun pili bakteri tipe IV adalah ATPase, membran protein
dan sinyal peptidase (FlaK/PibD)
 Salah satu perbedaan antara flagella Archaea dengan flagella bakteri
yaitu mengenai pergerakan memutar pada flagella Archaea, hasilnya
menunjukkan bahwa pergerakan flagella tersebut didukung oleh
proses hidrolisis ATP dan bukan dari proton atau natrium seperti yang
digunakan oleh flagella bakteri

b. Kemotaksis Archaea
 Kemotaksis merupakan respon gerakan Archaea terhadap rangsangan
dari senyawa kimia
 Walaupun Archaea termasuk ke dalam kelompok yang berbeda dari
bakteri, tetapi banyak spesies Archaea yang memiliki sifat kemotaksis
 Berbagai macam protein yang mengatur proses kemotaksis pada
bakteri juga ditemukan pada Archaea yang mampu bergerak (motil)
Pengemasan DNA Archaea
• Dalam filogenetik Archaea berbeda dengan bakteri, walaupun
keduanya memiliki beberapa kemiripan dalam struktur sel
• Perbedaan ini lebih pada taraf molekular antara keduanya, dimana
Archaea memiliki banyak kesamaan dengan eukaria
• Salah satu contohnya adalah pengemasan DNA pada Archaea

DNA pada Archaea dikemas dalam bentuk sirkular, dimana pada


beberapa Archaea pengemasannya melibatkan DNA-girase dan protein
histon untuk membentuk struktur DNA superkoil
• Hal tersebut berbeda dengan bakteri yang membentuk struktur DNA
superkoil dengan bantuan DNA-girase saja
 Pengemasan DNA menggunakan protein histon seperti ini mirip
dengan pengemasan DNA pada eukaria
 Protein histon yang ditemukan pada Archaea berukuran lebih pendek
dibandingkan dengan protein histon eukaria, tetapi keduanya memiliki
sekuen asam amino dan struktur 3 dimensi yang homolog
Sulfolobus
Sulfolobus is an extremophile that
is found in hot springs and thrives
in acidic and sulphur-rich
environments

You might also like