Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361657447

Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian Kepemudaan (2022)

Article · June 2022


DOI: 10.22146/studipemudaugm.75260

CITATIONS READS

0 9

1 author:

Oki rahadianto Sutopo


Universitas Gadjah Mada
80 PUBLICATIONS   174 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Youth Transition, Reflexivity and Risk Society View project

Youth, marriage and social change in Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Oki rahadianto Sutopo on 26 July 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Studi Pemuda
Volume 11 Nomor 1 tahun 2022
doi: 10.22146/studipemudaugm.75260

Perdebatan Perspektif Transisi dalam


Kajian Kepemudaan
Oki Rahadianto Sutopo
Youth Studies Centre, Fisipol UGM
oki.rahadianto@ugm.ac.id

Submitted: 08 June 2022; Revised: 20 June 2022; Accepted: 29 June 2022

ABSTRACT
This article examines the debates of youth transition perspective in youth studies. Using library research,
this article explores four aspects related to youth transition perspective: firstly, the debates between age co-
horts and sociological dimension of transition; secondly, the dilemma between structure and agency; thirdly,
ongoing debates between transition versus generations, and lastly, the relevance of intersectionality in the
empirical studies of youth transition and its chance to develop youth transition with a spirit of global dialogue.
In this article, I also argue that it is impossible to understand the complexities of youth transition only with
one perspective as a tool of analysis. In contrast, I suggest on the importance of intersections between class,
gender, spatiality, generation and social change as well as critical contextualisation in the new socio-cultur-
al-historical context. In this article, I also suggest the importance of contextualisation of youth transition per-
spective based on the lifeworld of Indonesian youth as a part of Global South countries, raising the voices of
marginalized youth using concept of epistepraxis, as well as set up dialogues in order to build understanding
on the experiences of young people’s transition as a manifestation of global youth generation.

KEYWORDS Transition| Youth | Indonesia | Global South | Global Dialogue

PENDAHULUAN
Kajian kepemudaan masih merupakan subjek kan bagaimana aktor-aktor eksternal di luar pemuda
yang relatif baru dalam semesta produksi pengeta- baik yang mewakili negara, pasar maupun mas-
huan ilmiah di Indonesia. Dalam berbagai periode yarakat mencoba mendefinisikan berbagai dimensi
sejarah, kaum muda seringkali hanya menjadi tem- kehidupan kaum muda itu sendiri; terutama yang
pelan dalam kajian-kajian lain yang lebih mapan menjurus pada defektologi (Naafs and White 2012).
misalnya psikologi, kependudukan, politik maupun
Secara sederhana, defektologi dapat dijelas-
kajian pembangunan. Dengan kata lain, kaum muda
kan sebagai sebuah kondisi dimana selalu ada yang
belum ditempatkan sebagai subjek, tidak lebih ha-
‘salah’ di dalam diri kaum muda Indonesia sehingga
nya sebatas objek pelengkap dalam berbagai macam
menjadi basis justifikasi bagi aktor-aktor ekster-
kajian. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari masih
nal untuk ‘membimbing’ dan mengarahkan mereka
kuatnya wacana yang bersifat pembangunan sentris
ke ‘jalan yang benar’. Jika kita pahami secara kri-
dalam ilmu sosial di Indonesia, tidak hanya pada era
tis maka cara pandang ini menunjukkan kuasa un-
Orde Baru (Achwan 2010; Samuel 2010), namun
tuk mengontrol, menundukkan dan membisukan
juga pada era kontemporer yang dinamakan sebagai
suara-suara kaum muda. Dalam aspek pekerjaan
neo-developmentalisme (Warburton 2018). Di sisi
misalnya, hal ini terlihat pada hegemoni wacana en-
lain, tidak ditempatkannya kaum muda sebagai sub-
trepreneurship dimana kaum muda dituntut harus se-
jek yang perlu didengarkan suaranya juga menunjuk-
Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 1
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

lalu memperbarui skill-skill yang di didiktekan oleh dan diteruskan pada perkembangannya di era dig-
kelindan industri dan negara dengan iming-iming ital (Sutopo dan Lukisworo 2021). Dalam artikel
kesuksesan di masa depan. ini, penulis akan meneruskan dan melengkapi stu-
Di sisi lain, dalam kajian kepemudaan global, di-studi sebelumnya dengan menawarkan pembaha-
produksi pengetahuan mengenai kaum muda sudah san mengenai perdebatan perspektif transisi dalam
berlangsung secara pesat, tidak hanya yang bersifat kajian kepemudaan. Tidak hanya memetakan men-
kajian empiris namun juga dalam perdebatan teori- genai perdebatan perspektif transisi dalam konteks
tis. Pusat produksi pengetahuan kepemudaan tidak global, namun artikel ini juga akan menguraikan
hanya menjadi monopoli tradisi Eropa dan Amer- kajian empiris transisi kaum muda sekaligus upaya
ika, namun dalam perkembangannya Australia juga kontekstualisasinya sebagai bagian dari Global Se-
menjadi salah satu pusat baru. Di antara beragam latan serta kemungkinan memunculkan perspektif
teori serta perspektif yang berkembang dan telah transisi kaum muda yang mempunyai spirit dialog
lama diperdebatkan, tiga perspektif seringkali mun- global. Keempat aspek tersebut menjadi kebaruan
cul yaitu perspektif transisi, budaya kaum muda dan dalam artikel ini. Perdebatan tersebut krusial untuk
generasi sosial (Furlong, Woodman and Wyn 2011; dimunculkan tidak hanya sebagai upaya memperke-
Woodman and Wyn 2015; Woodman and Bennett nalkan dan membangun tradisi kajian kepemudaan
2015). Ketiganya memiliki cara pandang yang khas terutama perspektif transisi, namun juga sebagai tit-
sekaligus menawarkan sintesa perspektif dalam me- ik masuk untuk mendialogkan dengan kompleksitas
mahami kompleksitas kehidupan kaum muda. Kon- kehidupan kaum muda di Indonesia serta membuka
tribusi berbagai perspektif tersebut tidak diragukan ruang untuk melakukan sintesis teori.
lagi dalam pengembangan pengetahuan, khususnya
kajian kepemudaan.
METODE PENELITIAN
Dalam konteks kontemporer, produksi peng-
etahuan sosiologi secara umum maupun secara khu- Penelitian ini menggunakan metode kualita-
sus dalam kajian kepemudaan tidak dapat dilepaskan tif untuk memahami sekaligus memetakan perde-
dari kondisi saling keterhubungan antara dimensi batan perspektif transisi dalam kajian kepemudaan
lokal, nasional dan global. Di sisi lain, mode keter- serta kontekstualisasinya pada pengalaman kaum
hubungan ini juga secara historis dibangun dalam muda di Indonesia. Secara spesifik, sebagai studi
kondisi kesenjangan produksi pengetahuan global, pustaka, data didapatkan dari kajian-kajian terda-
yang masih eksis sampai sekarang. Kedua kondisi hulu baik dalam landscape teoritis maupun empiris
objektif berupa keterhubungan serta kesenjangan fenomena transisi kaum muda. Penggabungan antara
produksi pengetahuan global tersebut menjadi dasar aspek teoritis dan empiris sebagai data dianggap
krusialnya memulai dan mengejar ketertinggalan mampu menghasilkan formulasi kebaruan maupun
produksi pengetahuan khususnya kajian kepemu- agenda kajian ke depan yang lebih komprehensif
daan di Indonesia (Sutopo 2016), tidak hanya dalam (Snyder 2019). Selain itu, kombinasi tersebut juga
aspek empiris namun juga dimensi teoritis. Dalam akan membantu dalam melakukan proses abstraksi
kajian kepemudaan di Indonesia, produksi pengeta- yang lebih luas (Walsh and Downe 2005). Secara
huan terkait dengan tiga perspektif diatas terutama spesifik, dalam artikel ini pemetaan mengacu pada
dalam tradisi Anglo-Saxon dan Australia telah dim- perdebatan perspektif transisi pada empat dimen-
ulai sejak beberapa tahun yang lalu, misalnya Sutopo si yang berbeda, yaitu: umur dan aspek sosiologis,
(2014) menulis mengenai perspektif generasi dimulai struktur-agensi, transisi vs generasi, interseksi vari-
dari pemikiran Mannheim hingga Wyn and Wood- abel sosial dalam transisi kaum muda Indonesia dan
man, Sutopo (2020) menuliskan mengenai perspek- kontekstualisasi transisi sebagai bagian dari dunia
tif budaya kaum muda terutama perdebatan antara selatan.
subkultur vs pasca-subkultur ala tradisi Inggris,

2 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022


www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 2007; Furlong 2012). Transisi pemuda dikon-


struksikan berlangsung secara linear dari satu do-
A. Perspektif Transisi: antara umur dan dimensi
main ke domain yang lain. Ketiga domain tersebut
sosiologis
sama-sama dianggap penting sebagai indikator kes-
Dalam kajian kepemudaan, transisi kaum uksesan mencapai tahap kedewasaan. Namun dalam
muda dapat dibaca melalui berbagai macam per- konteks sosial budaya yang berbeda, gradasi domain
spektif. Secara sederhana, yang pertama melihat mana yang dianggap paling penting sangat dimungk-
kaum muda sebagai entitas yang sedang mengalami inkan dimaknasi secara berbeda-beda. Parker dan
pertumbuhan dan perkembangan baik dalam di- Nilan (2013) menggunakan mixed methods dalam
mensi biologis, psikologis dan sosial (Nilan, Julian studinya di berbagai provinsi di Indonesia misalnya,
and Germov 2007; France 2007; Woodman and menjelaskan bahwa bagi masyarakat Indonesia, per-
Wyn 2015a). Umur menjadi salah satu titik masuk nikahan dan mempunyai anak ‘masih’ menjadi ind-
dalam menjustifikasi proses perkembangan terse- ikator terpenting kesuksesan sebagai ‘dewasa’. Di
but. Dalam konteks Indonesia misalnya, pemuda sisi lain, transisi menuju dunia kerja juga merupakan
didefinisikan menurut UU Kepemudaan No. 40 fase penting sebagai penanda menuju kedewasaan
tahun 2009 sebagai mereka yang berusia 16-30 (Furlong and Cartmel 2007). Hal ini tidak hanya
tahun, sedangkan PBB menjustifikasi kaum muda dikarenakan keberhasilan dalam menempuh dunia
sebagai mereka yang berusia 15-24 tahun. Lebih kerja merupakan salah satu titik krusial bagi mereka
lanjut, irisan antara umur, biologis, perkembangan untuk menjadi otonom dalam menentukan tujuan
psikologis dan sosial kaum muda juga menjadi dasar hidup selanjutnya, misalnya menuju ke jenjang per-
dalam mendefinisikan kaum muda, misalnya pada nikahan, mempunyai anak, membeli rumah ataupun
umur berapa mereka mengalami pubertas baik bagi fokus mencapai kemajuan dalam hal karir (Sutopo
laki-laki dan perempuan dan apa saja ciri-cirinya, 2016). Namun juga secara simbolik merupakan
bahwa pada usia tersebut kondisi psikologis mereka manifestasi rekognisi ‘kesuksesan sebagai dewasa’
cenderung dianggap belum stabil dan juga secara so- baik oleh keluarga, teman sebaya maupun institu-
sial mempunyai kecenderungan untuk memberontak si-institusi yang lain dalam masyarakat.
terhadap institusi keluarga, pendidikan maupun nor- Secara teoritis, menggunakan salah satu cara
ma dominan dalam masyarakat. Dimensi umur ini pandang saja dalam melihat maka akan mereduksi
juga menjadi salah satu basis justifikasi pemilahan kompleksitas kaum muda. Sebagai contoh, jika ha-
antara kategori anak-pemuda dan dewasa, dengan nya bertumpu pada umur misalnya maka berkecend-
diasumsikan mereka akan berkembang secara linear erungan menggeneralisasi seolah-olah pengalaman
dari satu tahap ke tahap yang lain. Dengan kata lain, transisi kaum muda di berbagai belahan dunia ber-
tahap kedewasaan dianggap sebagai ‘tujuan akhir’ langsung sama. Dalam perkembangannya, cara pan-
(White, Wyn and Robards 2017; Furlong, 2012) dang seperti ini hanya akan menghasilkan formula
dan dianggap matang baik secara biologis, psikolo- kebijakan kepemudaan yang berprinsip ‘one policy
gis maupun sosial. fits all’ yang justru akan kontraproduktif bagi kaum
Kedua, secara sosiologis, transisi kaum muda muda itu sendiri. Dimensi sosiologis diperlukan guna
akan melibatkan keberadaan institusi-institusi yang melihat warna serta pengalaman transisi kaum muda
dianggap legitimate dalam masyarakat, yaitu kelu- yang beragam, tidak hanya mendasarkan pada keti-
arga, pendidikan dan kerja. Dalam proses menjadi ga domain (keluarga, pendidikan, kerja) namun juga
dewasa, secara deterministik kaum muda dikon- menempatkan pada arena kultural dimana kontestasi
struksikan melewati tiga domain yaitu: transisi makna tersebut diperebutkan. Secara singkat, dapat
menuju pernikahan, transisi menuju rumah sendi- dijelaskan bahwa baik umur maupun dimensi sosi-
ri dan transisi dari pendidikan menuju dunia kerja ologis tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam
(Wyn and White 1997; Nilan, Julian and Germov memahami transisi kaum muda.

Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 3


www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

B. Perspektif Transisi dan Dilema Struktur-Agensi youth to adulthood, marked by engagement


in paid work, education and household for-
Dalam kajian kepemudaan, perspektif tran- mation, seen to have characterized most of
sisi seringkali disintesiskan dengan teori masyarakat the trajectories of those born in the West-
risiko dari Beck (1992). Hal ini tidak hanya men- ern world’s post-World War II baby boom.
cakup penjelasan mengenai pergeseran konteks Choice biographies, in contrast, are seen to
transisi kaum muda dari first modernity menuju emerge in the contemporary Western world
late modernity, dimana kemudian mempengaruhi as more of the biography becomes open to
bagaimana konstruksi terhadap risiko transisi juga ‘choice’ and in need of being constructed
turut berubah. Pergeseran konteks ini terutama ban- personally. I make the case that the concept
yak terjadi di negara-negara Eropa, secara spesifik, of choice biography is neither orthodox nor
Beck (1992) sedang berbicara mengenai perubahan pervasive, but instead is the result of a poor
caricature of Beck. (Woodman 2009, p.
sosial di Jerman pada waktu itu:
243).
A process of transformation, but not de-
struction, in this meta-logic marks the be- Bagi Woodman (2009), pembacaan yang
ginning of second modernity, where a new terlalu menekankan pada kutub struktur dan agensi
‘both/and’ meta-logic emerges as dominant. serta tendensi kepada middle ground approach ti-
The breakdown is not at the level of basic dak akan produktif dalam memahami kekompleksi-
principles of modernity but in its institu- tasan pengalaman kaum muda. Memahami fenom-
tional forms. Second modernity results from ena kaum muda semata-mata sebagai ‘boneka’ dari
a ‘modernization of modern society’ in large struktur misalnya, tidak akan mampu meng-high-
part due to a recognition of the unintended
light dimensi subjektifnya, dan sebaliknya. Lebih
consequences, or unexpected side effects,
lanjut, menurut Woodman (2009), apa yang diu-
of a push for more and better technology,
economic growth, and specialization (Beck, sulkan oleh Beck (1992) dan Beck, Bonns and Lau
Bonns and Lau 2003). (2003) adalah untuk move on dari analisa yang ma-
sih menggunakan konsep-konsep peninggalan era
Masyarakat risiko tidak hanya mewar- first modernity. Dalam konteks yang berubah, peng-
nai dalam hal perubahan konteks namun juga se- gunaan konsep-konsep lama tanpa ada inovasi akan
bagaimana dijelaskan oleh Woodman (2009) terjadi menjebak analisa mengenai kaum muda hanya se-
‘kekurangtepatan’ dalam menginterpretasi apa yang bagai perdebatan agen ataupun struktur. Di sisi lain,
dimaksud oleh Beck dalam Risk Society (1992) ter- keterjebakan analisa pada agen dan struktur hanya
kait dengan terminologi ‘choice biography’. Dalam akan mereduksi kompleksitas transisi kepemudaan
kajian kepemudaan global, choice biography oleh pada problem filsafat Barat yang tidak pernah sele-
Brannen and Nilsen (2002) seringkali dimaknai sai dari masa ke masa (Connell 2006), dan bahkan
bahwa dalam era late modernity, kaum muda cend- seringkali tidak relevan dengan permasalahan yang
erung ‘lebih bebas’ memilih dalam melakukan proses dihadapi oleh kaum muda di Global South. Secara
transisi dan juga dalam merencanakan maupun mem- singkat, sintesa antara kajian kepemudaan dengan
praktikkan apa yang diinginkannya di masa depan, masyarakat risiko harus mampu meng-capture baik
Woodman (2009) menyebut kecenderungan ini se- dimensi kontinuitas maupun perubahan, hal inilah
bagai ‘pervasive theoretical orthodoxy’, sebagaimana yang kemudian secara tidak langsung menunjukkan
dijelaskan: apa yang dinamakan sebagai karakter kontradiktif
The concept of choice biography, mostly ref- dalam era late modernity.
erenced to the work of Ulrich Beck, marks a
C. Perdebatan antara Transisi, Generasi dan Kelas
distinction between normal and choice bi-
ographies. Normal biographies refer to the Sosial
relatively predictable and linear move from Selain perdebatan mengenai struktur-agensi,
4 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

transisi kaum muda tidak terlepas dari perubahan lihat sebagai cara pandang yang terlalu mengekspos
sosial yang terjadi secara cepat dan masif dimana dimensi ‘ekonomi’ kaum muda dalam arti memper-
sebagai akibatnya transisi tidak lagi berjalan secara lakukan kaum muda sebagai subjek yang produk-
linear. Wyn dan Woodman (2006), Andres and tif dan berproses menuju kesuksesan; tidak hanya
Wyn (2010) dan Wyn et al (2020) misalnya meng- menjadi dewasa namun juga dalam hal pekerjaan dan
garisbawahi mengenai pentingnya keterkaitan antara pernikahan. Perspektif transisi juga dikonstruksikan
perubahan sosial dengan generasi untuk memahami lebih banyak mengurusi hal-hal yang bersifat makro
apa yang dinamakan sebagai ‘the new adulthood’. sehingga metode kuantitatif dirasa tepat bagi pers-
Menggunakan temuan survei longitudinal terhadap pektif tersebut. Sedangkan perspektif budaya kaum
generasi X dan Y di Australia serta Kanada, pers- muda, dalam perjalanannya, selalu dikonstruksikan
pektif generasi dimunculkan dengan framework baru melihat dimensi ‘being’ kaum muda tersebut, atau
dan dijustifikasi sebagai kritik terhadap dominan- dengan kata lain, ‘menjadi muda’ dengan berbagai
nya perspektif transisi pemuda yang masih diwar- macam kebiasaan dan produk budaya yang dihasil-
nai corak tebal pengaruh psikologi perkembangan. kannya. Hal ini misalnya termanifestasi dalam bu-
Perspektif tersebut juga tidak mempercayai bahwa daya subkultur dan juga pasca-subkultur (Blackman
transisi generasi muda kontemporer berlangsung se- 2005; Bennett 2011). Lebih lanjut, perspektif ini
cara linear dan deterministik (Woodman and Wyn dikonstruksikan mengurusi hal-hal yang bersifat
2015a). Dengan kata lain, penting pula memahami mikro, sehingga etnografi dianggap sebagai pilihan
bagaimana keterkaitan antara transisi pemuda den- yang tepat untuk memahami kaum muda. Keduanya
gan konteks yang berubah dan apa implikasinya bagi Furlong, Woodman and Wyn (2011) cenderung
bagi pemaknaan subjektif individu. Hal ini sebel- mereduksi kekompleksitasan kehidupan kaum muda
umnya telah dieksplorasi dalam perspektif generasi itu sendiri, secara spesifik, bagi Furlong, Wood-
sosial (Woodman and Wyn 2015a; Sutopo 2014), man and Wyn (2011) dan Wyn, Cahill, Woodman,
sebagaimana dijelaskan: Cuervo, Leccardi and Chesters (2020) perspektif
Social generation can be used as a frame- generasi dapat menjembatani dengan menawarkan
work that draws on both large-scale statisti- keterkaitan antar dimensi makro-mikro dan dimen-
cal data on young people’s lives and subjec- si objektif – subjektif dalam memahami fenomena
tive, narrative data, in order to understand kepemudaan:
how young people shape their lives within
their particular historical context. While A concept of social generations can bridge
statistical patterns across populations pro- the unproductive divide between cultural
vide an indication of past behavioural pat- youth sociology, which focuses on young
terns of young people, their narratives pro- people’s expressions and subjectivities, and
vide important information about how they youth transitions studies which tends to
interpret their actions. A focus on young focus on trajectories through institutional
people’s subjectivities provides a perspec- indicators (such as leaving school or getting
tive on what these patterns mean now and a job). The concept of social generation en-
what patterns are likely to emerge in the fu- ables a tripartite focus on life chances (that
ture (Wyn and Woodman 2007, p. 380). are always related to specific conditions in
time and place); on young people’s cultural
Di sisi lain, perspektif generasi juga diusul- responses and subjectivities that reveal how
kan oleh Furlong, Woodman and Wyn (2011) se- a generation navigates these challenges; and
bagai ‘jembatan’ untuk menghubungkan antara per- on the structural dynamics (such as unem-
ployment rates) and divisions (such as class
spektif transisi dan budaya, dimana keduanya terus
and gender) that are ‘remade’ in new times
menerus dikonstruksikan bertolak belakang satu (Wyn, Cahill, Woodman, Cuervo, Leccardi
sama lain, tidak hanya terkait dengan cara pandang and Chesters 2020, p. 7).
namun juga metode. Perspektif transisi misalnya di-
Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 5
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

Perdebatan yang telah berlangsung lama an- pat menjelaskan kompleksitas reproduksi sosial
tara perspektif transisi dan generasi tidak kemudian dalam transisi kaum muda kontemporer.
melahirkan perspektif generasi sebagai satu-sat-
Bagi Woodman and Wyn (2015a), dengan
unya yang dominan, namun kritik teoritis juga ber-
menggunakan perspektif generasi, tujuan mereka se-
munculan, misalnya yang dilakukan oleh Roberts
benarnya adalah mengusulkan mengenai bagaimana
(2007) mengenai luputnya perspektif transisi di-
kesenjangan sosial tercipta dengan cara yang baru
lihat dari kacamata ‘konstruksi sosial’. Bagi Rob-
dan bagaimana kaum muda sebagai sebuah gen-
erts (2007), perspektif transisi yang menjadi target
erasi baru juga merespon dengan cara yang ‘baru’
kritik Wyn and Woodman (2006) merupakan
pula. Di sisi lain, Woodman and Wyn (2015b) juga
cara pandang yang lama. Kritik hanya ditujukan
menjelaskan mengenai masih relevannya kelas so-
pada salah satu perspektif transisi yang mengacu
sial, ras, etnis dan gender tidak dengan logika re-
pada asumsi linearitas dan mendasarkan pada psi-
produksi namun justru mengusulkan bagaimana
kologi perkembangan. Roberts (2007) dalam ar-
kelas sosial dan gender dengan cara yang baru ikut
tikelnya mempertahankan kegunaan perspektif
berkontribusi dalam langgengnya kesenjangan sosial
transisi terutama dengan kacamata konstruksi so-
dalam skala lokal, nasional maupun global, dengan
sial, dimana konteks sosio-historis-kultural juga di-
kata lain: social change and new risks are not fa-
anggap penting, tidak sekedar menjadi pemanis
cades behind which more real, and long-standing,
dalam analisa. Selain perspektif transisi bernuansa
forms of inequality are hidden, but are central to
konstruksi sosial, kritik juga dilakukan oleh pen-
the way inequalities, including but not only by class,
dukung perspektif transisi berorientasi Marxist,
gender and race, are made in the conditions facing
France and Roberts (2015) misalnya melanjutkan
emerging generations of young people (Woodman
kritik tersebut dengan meng-highlight mengenai di-
and Wyn 2015b, p. 1402). Jika direfleksikan lebih
mensi reproduksi sosial terutama masih relevannya
lanjut, perdebatan antara Wyn and Woodman
kelas sosial dan juga mempertanyakan mengenai
(2006), Roberts (2007), France and Roberts
bagaimana peran kapitalisme serta ideologi neolib-
(2015), Woodman and Wyn (2015b) dan Roberts
eral dalam proses reproduksi sosial tersebut. Bagi
and France (2021) mempermasalahkan problem
mereka, dimensi kontinuitas yang termanifestasi
yang sama namun melihat dari sisi yang berbeda.
dalam reproduksi sosial merupakan titik penting
Secara empiris, baik dimensi reproduksi sosial dan
dalam memahami transisi kaum muda, dibandingkan
perubahan dalam transisi kaum muda akan selalu
dengan ekspose yang terlalu berlebihan pada peru-
hadir, sekaligus juga bagaimana kompleksitas in-
bahan.
terseksinya dengan variabel-variabel sosial lain.
Tidak hanya itu, Roberts and France (2021) Lebih lanjut, penggunaan Mannheim maupun Bour-
juga melanjutkan kritiknya dengan menggunakan dieu sebagai alat analisa dalam memahami transisi
pendekatan Bourdieusian untuk memperjelas po- kaum muda juga dapat digabungkan secara eklektik
tensi terciptanya kesenjangan sosial tidak hanya tanpa harus mereduksi kegunaan masing-masing
dalam scope nasional namun juga global. Mereka perspektif.
mengkritik bahwa generational unit sebagai salah
satu alat analisa dalam perspektif generasi tidak ter- D. Relevansi Kelas, Gender, Etnis, Keluarga dan
lalu relevan dalam membaca mengenai kesenjangan Generasi dalam Transisi Kaum Muda di Indonesia
sosial yang terjadi. Keduanya mengusulkan konsep Selain perdebatan antara transisi vs generasi
alternatif yaitu melalui generational doxa dimana dalam kajian kepemudaan, kajian empiris mengenai
struktur serta aturan main yang diterima apa adanya dinamika transisi kaum muda juga banyak dilakukan
(taken for granted reality) dalam berbagai level, baik di Indonesia baik oleh intelektual dari dalam mau-
via norma, peraturan, kebijakan hingga nilai uni- pun luar negeri. Tidak hanya, menyoroti aspek em-
versal yang secara implisit bersifat politis lebih da- piris namun juga kajian-kajian tersebut turut mem-
6 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

berikan kontribusi pada perdebatan kajian kepemu- memaksakan aturan main kepada mereka yang be-
daan global yang sudah ada. Minza (2012) dalam rada di posisi subordinat. Dalam kasus kapal pe-
studinya mengenai transisi pemuda menuju dunia siar, kekerasan simbolik termanifestasi misalnya
kerja di Pontianak menjelaskan mengenai masih melalui penggunaan Bahasa, melayani turis selama
relevannya dimensi identitas terutama yang ter- hampir 24 jam, diharuskan memahami selera tamu
wakili melalui etnisitas. Selain itu, aspek kelas juga kapal pesiar; bagi Artini, Nilan and Threadgold
berkelindan dengan etnis dalam memprediksi tra- (2011) hal ini menunjukkan bagaimana dimensi lokal
jektori transisi menuju dunia kerja para pemuda di dan global dalam kekerasan simbolik dipertemukan
Pontianak. Rute-rute yang sering dilalui misalnya dalam ruang yang dinamakan dinamika kapal pe-
berkutat pada tiga profesi yang sekaligus berke- siar tersebut. Meskipun para pekerja di kapal pe-
lindan dengan interseksi antara kelas dan etnis, siar telah mengorbankan tenaga dan waktu mereka,
yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pedagang namun dijelaskan bahwa kondisi ekonomi pemuda
ataukah melakukan mobilitas ke luar pulau untuk juga tidak semakin membaik, salah satunya dikare-
menempuh pendidikan tinggi, bekerja dan men- nakan sebelum berangkat mereka telah berhutang
etap disana. Bagi Minza (2012) baik aspek kelas dalam jumlah besar. Dengan kata lain, gaji yang
dan identitas etnis penting diperhatikan dalam per- mereka dapatkan hanya cukup untuk membayar
timbangan transisi pemuda menuju dunia kerja. hutang tersebut. Setelah berhenti bekerja, para
Lebih lanjut, dengan menggunakan kasus transisi pemuda biasanya pulang ke kampung halaman dan
pemuda Jawa Timur, Khoo and Yeoh (2018) men- menjadi wiraswasta.
emukan bahwa aspirasi pekerjaan merupakan hasil
Nilan, Parker, Bennett and Robinson (2011)
persilangan antara aspirasi individual dan beroper- melakukan studi mengenai aspirasi masa depan
asinya diskursus gender yang terus menerus dire- kaum muda Indonesia dari berbagai provinsi, salah
produksi di daerah tersebut. Kondisi serupa terkait satunya terkait dengan transisi dari pendidikan
masih kuatnya gender sebagai hambatan juga dialami menuju dunia kerja. Menurut mereka, kaum muda
pada transisi kaum muda menuju dunia kerja di Ci- Indonesia masih memandang masa depan secara
legon, Jawa Barat sebagaimana studi yang dilakukan optimis dan melihat pendidikan masih menjadi alat
oleh Naafs (2013). Hal ini memberikan nuansa lain untuk melakukan mobilitas sosial ke atas. Di sisi
dalam melihat transisi pemuda, bahwa tidak hanya yang lain, pekerjaan yang menawarkan kepastian
aspek kelas dan identitas, namun faktor gender juga masa depan juga masih diinginkan oleh kaum muda,
masih relevan. selain tentu saja, bekerja di perusahaan besar dan
Di sisi lain, Artini, Nilan and Threadgold menjadi wirausaha. Selain pekerjaan, status per-
(2011) menggunakan kasus kaum muda yang bekerja nikahan masih menjadi indikator penting menjadi
di kapal pesiar di Bali. Dalam temuannya dijelaskan dewasa. Hal ini senada dengan temuan Utomo dan
bahwa pekerjaan di kapal pesiar menjadi pilihan Sutopo (2020) mengenai masih relevannya keluarga
utama terutama di tengah maraknya industri pari- dan institusi pernikahan dalam transisi kaum muda
wisata Bali yang bernuansa global. Lebih lanjut, di era pasca reformasi. Pernikahan belum menjadi
melihat dari background kelas sosial informan yang institusi yang bersifat opsional bagi kaum muda,
berasal dari kelas bawah, para pekerja muda di namun kecenderungan untuk menunda pernikahan
kapal pesiar tidak hanya mengalami bagaimana kelas justru semakin besar. Lebih lanjut, Nilan, Parker,
sosial menjadi hambatan struktural dalam level na- Bennett and Robinson (2011) juga meng-highlight
sional, namun lebih dari itu, pengalaman bekerja di pentingnya dimensi kelas dalam menentukan aspi-
kapal pesiar justru membuat mereka mengalami dan rasi kaum muda Indonesia. Bagi mereka yang berada
menyadari apa yang dinamakan kekerasan simbolik di posisi sosial bawah, hambatan struktural seperti
dalam skala global. Secara teoritis, kekerasan sim- tidak adanya fasilitas, uang dan jaringan sosial men-
bolik sangat kental akan dimensi kesenjangan kelas, jadi faktor utama penghalang mencapai kesuksesan.
dimana mereka yang berada di posisi dominan dapat Di sisi lain, bagi kaum muda dari kelas sosial me-
Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 7
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

nengah dan atas, hambatan lebih terfokus pada kepemudaan global. Refleksi yang dapat dimuncul-
rendahnya motivasi individual. kan dari kajian empiris yaitu terkait dengan krusial-
Relevansi dimensi kelas sosial dalam transisi nya memperhatikan dimensi interseksionalitas dari
kaum muda diatas senada dengan temuan dari Su- berbagai macam variabel-variabel sosial. Memahami
topo (2013) dan Sutopo dan Meiji (2014) mengenai mengenai transisi kaum muda Indonesia kontempo-
transisi menuju dunia kerja diantara para pemuda rer tidak sesederhana hanya menonjolkan dimensi
kelas menengah. Faktor kelas sosial misalnya men- kelas sosial atau gender saja, namun justru interseksi
jadi penting dalam mempengaruhi keputusan untuk antara umur, kelas, gender, etnis, spasial, generasi
melanjutkan ke pendidikan tinggi ataupun untuk dan perubahan sosial tidak dapat dilepaskan satu
memilih pekerjaan apa yang diinginkan di masa sama lain. Variabel-variabel sosial tersebut meski-
depan. Selain itu, dalam studinya mengenai as- pun menurut Beck (1992) dan Giddens (1990) mer-
pirasi kaum muda dari kelas bawah, Sutopo, Putri upakan sisa-sisa perangkat dari modernitas awal dan
and Kusumawardhani (2018) meneguhkan kembali seolah-olah tidak relevan, namun ternyata berbagai
bagaimana kelas sosial menjadi faktor penting dalam kajian empiris diatas menunjukkan masih pentingnya
reproduksi kesenjangan sosial. Lebih lanjut, peran interseksi antar faktor - faktor tersebut dalam me-
keluarga juga masih relevan dalam menentukan pi- mahami kompleksitas transisi kaum muda kontempo-
lihan masa depan atau paling tidak menjadi bahan rer. Secara kritis, penempatan ini tidak semata-mata
pertimbangan dalam transisi kaum muda dari do- mengacu pada cara pandang lama dan keterjebakan
main pendidikan menuju dunia kerja. Terlepas dari pada apa yang dinamakan sebagai zombie catego-
berbagai macam faktor tersebut, bagi Sutopo (2013) ries (Beck 1992; Woodman and Threadgold 2015),
dan Sutopo and Meiji (2014) transisi pemuda dalam namun justru sebaliknya, perlu dipahami dengan
era modernitas lanjut lebih bercorak zigzag journey, konteks sosio-historis-kultural yang baru sekaligus
memperhatikan keterkaitan antara dimensi glob-
tidak pernah bersifat linear dan baik mereka yang
al-lokal (Beck 2006) serta tetap memberikan ruang
berasal kelas bawah maupun menengah sama-sama
yang lebih bagi subjektifitas kaum muda sebagai
harus dihadapkan pada berbagai macam risiko tidak
pelaku utama dalam transisi tersebut. Di sisi lain,
terduga yang terbentang dari level lokal, nasional
masih relevannya interseksi antara kelas, gender,
hingga global. Pasar kerja yang bersifat fleksibel dan
umur, spasial, generasi dan perubahan sosial dapat
precarious menjadi ranah perjuangan yang harus
dibaca secara struktural sebagai masih eksisnya
mereka hadapi secara refleksif, tidak hanya di masa
kondisi kesenjangan sosial yang tajam dalam level
sekarang namun juga di masa depan. Dalam konteks
lokal, nasional dan global sebagai titik awal transisi
yang berbeda, Naafs (2018) dalam studinya menge-
kaum muda di Indonesia (Sutopo and Putri 2019).
nai aspirasi pemuda menuju dunia kerja di Cilegon
Jawa Barat menemukan bahwa kaum muda dari kelas E. Menuju Perspektif Transisi Kaum Muda Ber-
bawah juga merasa optimis mengenai masa depan, spirit Dialog Global?
Keoptimisan mereka salah satunya termanifestasi
dalam ekspresi gaya hidup, secara sederhana dapat Dalam kajian kepemudaan global, studi
dijelaskan bahwa meskipun mereka kurang dalam mengenai transisi kaum muda tidak hanya ramai
hal kapital ekonomi dan sosial, namun mereka mem- diperbincangkan secara teoritis dengan menggu-
punyai aspirasi untuk menyamai ‘pencapaian’ kaum nakan risk society dan individualization (Beck
muda dari kelas menengah dan atas. 1992; Beck and Beck-Gernsheim 2002) serta gen-
erasi (Mannheim 1952) namun dalam perkemban-
Kajian empiris mengenai transisi kaum muda
gannya juga merespon konstelasi geopolitik penge-
di Indonesia di atas menunjukkan baik secara
tahuan yang termanifestasi dalam perdebatan antara
langsung maupun tidak langsung kontribusi pada per-
Global North/Global South (Swartz, Cooper, Batan
debatan teoritis terkait umur/sosial, struktur/agensi,
and Causa 2021). Secara spesifik, hal tersebut tidak
transisi/generasi/kelas yang diproduksi pada kajian
dapat dilepaskan dari kondisi objektif sebagai kon-
8 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

sekuensi sejarah kolonialisme berupa kesenjangan Dengan kata lain, Nilan (2011) mengusulkan men-
dalam produksi pengetahuan ilmu sosial global (Con- genai pentingnya memperhatikan budaya lokal dan
nell 2019), tidak terkecuali pada kajian kepemu- status sosial ekonomi dalam memahami fenomena
daan. Teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya transisi pemuda di Indonesia.
pada satu titik dapat dijelaskan sebagai cara pan-
Lebih lanjut, selain krusialnya agenda cross
dang yang lahir dari konteks negara-negara Global culture dalam kajian transisi kaum muda, Su-
North atau dalam hal ini dikonstruksikan sebagai topo (2016) dalam ‘Agenda pengembangan kajian
pusat (Metropole). Salah satu titik kritiknya kemu- kepemudaan di Indonesia’ juga mengusulkan pent-
dian adalah apakah benar pengalaman transisi kaum ingnya mengembangkan kajian kepemudaan berper-
muda di Global North bersifat universal? Ataukah spektif Indonesia. Tujuan utama agenda ini adalah
justru perlu dilakukan kontekstualisasi pengalaman supaya tidak terjebak pada apa yang dinamakan se-
pada kaum muda belahan selatan? Dengan kata lain, bagai kebergantungan akademis dan juga secara kul-
dalam kajian kepemudaan mulai muncul kritik men- tural mereproduksi logika extraversion. Salah satu
genai bias universalitas teori-teori transisi pemuda langkah awal yang perlu dilakukan adalah praktik
Global North. kontekstualisasi kritis terkait teori kepemudaan dari
Salah satu youth studies scholars yang men- Global North terhadap realitas transisi kaum muda
jelaskan mengenai perlunya kajian kepemudaan Indonesia. Sebagai contoh, mendasarkan pada pe-
untuk melihat fenomena kaum muda Global South nelitiannya di Yogyakarta, Jakarta dan Bali, Sutopo,
adalah Pam Nilan. Dalam karyanya ‘sociology must Nilan and Threadgold (2017) menjelaskan mengenai
cross cultures’ dijelaskan bahwa penting untuk perbedaan konteks perjuangan dalam transisi musisi
mengkontekstualisasikan berbagai macam teori muda di Indonesia, dimana secara ontologis, kaum
transisi pemuda dari pusat tersebut pada pengala- muda di Indonesia tidak berada dalam posisi dimana
man kaum muda di belahan selatan, salah satunya skema kesejahteraan sosial eksis; dengan kata lain,
di Indonesia. Nilan (2011) misalnya menyebutkan sejak awal, spirit ‘survival of the fittest’ sudah hadir
bagaimana dalam transisi pemuda selatan, pernika- sebagai denyut transisi kaum muda di Indonesia. Hal
han dan mempunyai anak masih menjadi penanda ini penting untuk dijadikan landasan menganalisa
penting kedewasaan. Hal ini pada titik tertentu perbedaan konteks sosio-kultural-historis transisi
sedikit berbeda dengan pengalaman kaum muda di kaum muda di belahan Selatan.
belahan utara yang lebih relatif bebas memilih ter- Kajian transisi kaum muda Indonesia kontem-
kait dengan keputusan akan menikah ataupun tidak. porer perlu memposisikan dirinya di antara produksi
Terkait dengan hal tersebut, Nilan (2011) mengajak pengetahuan kepemudaan global yang telah dijelas-
kita untuk memproblematisasi apakah status menjadi kan diatas, tidak hanya dalam rangka melakukan
dewasa secara penuh (total adulthood) sebagaimana intervensi secara teoritis dengan spirit kontekstu-
dialami kaum muda di belahan Utara dimungkinkan alisasi kritis pada pengalaman kaum muda Indone-
terjadi di Indonesia. Dalam masyarakat yang masih sia sebagai bagian dari Global South, namun juga
secara relatif menjunjung tinggi kolektivitas dan ke- sebagai praktik memunculkan narasi-narasi transisi
bersamaan, kondisi keterlepasan kaum muda secara kaum muda yang terpinggirkan secara berlapis-lapis
penuh dari keluarga dan komunitas perlu dicermati dalam level lokal, nasional maupun global (Sutopo
lagi secara kritis. Kesuksesan kaum muda dalam 2016). Salah satu strategi yang dapat mendorong
menempuh transisi dari pendidikan menuju dunia narasi-narasi subjektif kaum muda yang terpinggir-
kerja misalnya, dalam proses selanjutnya tidak dapat
kan tersebut adalah dengan menerapkan produksi
dilepaskan dari tuntutan kultural maupun struktural
pengetahuan yang mencerminkan prinsip ‘epis-
untuk mensubsidi anggota keluarga yang lain, baik
keluarga inti (nuclear family) maupun seringkali tepraxis’. Secara spesifik, epistepraxis mengacu
juga mencakup keluarga luas (extended family), ter- pada penghargaan terhadap pengetahuan yang ber-
lepas dari posisi sosial mereka dalam masyarakat. sifat menubuh (embodied knowing) di antara kaum
Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 9
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

muda yang menunjukkan perjuangan dalam mengh- variabel-variabel sosial tersebut perlu ditempatkan
adapi kondisi kerentanan yang berlapis dalam land- dalam konteks yang baru, mempertimbangkan ket-
scape sosial, kultural historis dan politik dimana erkaitan antara dimensi global-lokal serta tetap me-
mereka hidup. Lebih lanjut, epistepraxis ini juga munculkan narasi subjektif kaum muda itu sendiri.
menunjukkan mengenai: ‘a knowledge creation en- Masih relevannya variabel-variabel sosial tersebut
deavor underpinned by contextually relevant theory, sekaligus menunjukkan bagaimana kondisi ketimpa-
aligned with people’s innovative practices, in search ngan eksis secara objektif sebagai titik mulai transisi
of social justice’ (Cooper, Swartz, Batan and Causa kaum muda di Indonesia. Dalam artikel ini juga telah
2021). Dengan kata lain, produksi pengetahuan dijelaskan pentingnya perspektif transisi tidak hanya
yang berorientasi pada terwujudnya keadilan sosial dalam melakukan kontekstualisasi pada pengalaman
bagi kaum muda. Selain itu, bentuk praktik yang juga kaum muda Indonesia sebagai bagian dari Global
tidak kalah penting yaitu melakukan dialog global South, memunculkan narasi-narasi kaum muda ter-
dan memproduksi pengetahuan kepemudaan yang pinggirkan dengan prinsip epistepraxis namun juga
memungkinkan saling bertukar pengalaman antara membangun dialog global dalam rangka saling me-
narasi transisi kaum muda baik dari belahan utara mahami pengalaman transisi kaum muda sebagai ba-
maupun selatan. Hal ini dapat terjadi jika kajian tran- gian dari generasi muda global.
sisi kaum muda Indonesia yang dilakukan di masa
depan mempunyai corak komparatif, tidak hanya
terkait dengan dimensi empiris, namun juga dalam
aspek dialog teoritis. Dengan kata lain, membangun
komunikasi dan menjembatani (bridging) untuk saling DAFTAR PUSTAKA
memahami mengenai kesamaan maupun perbedaan
pengalaman transisi kaum muda sebagai representasi Achwan, Rochman. 2010. “Ilmu Sosial di Indonesia:
generasi muda global (Beck 2016; Woodman, Batan Peluang, Persoalan dan Tantangan”. Jurnal
and Sutopo 2021). Masyarakat dan Budaya 12(3): 189-206.
Andres, Lesley. and Wyn, Johanna. 2010. The
KESIMPULAN Making of a Generation: The Children of the
‘70s in Adulthood. Toronto: Toronto Univer-
Dalam artikel ini telah dibahas mengenai per- sity Press.
debatan perspektif transisi dalam kajian kepemu- Artini, Luh Putu, Nilan, Pam and Threadgold,
daan. Dengan mendasarkan pada studi pustaka, ar- Steven. 2011. “Young Indonesian Cruise
tikel ini memetakan empat perdebatan yang relevan Workers, Symbolic Violence and International
antara lain terkait dengan apakah transisi dilihat Class Relations”. Asian Social Science 7(6):
hanya berdasarkan umur ataukah dimensi sosiologis, 3-14.
terkait dengan dilema struktur-agensi, terkait dengan Beck, Ulrich. 1992. Risk Society: Towards a New
transisi vs generasi terutama perihal dimensi kelas, Modernity. London: Sage Publication.
reproduksi dan perubahan, relevansi interseksion- Beck, Ulrich. 2006. The Cosmopolitan Vision.
alitas dalam kajian empiris transisi pemuda di Indo- UK: Polity.
nesia serta yang terakhir, kemungkinan mewujudkan Beck, Ulrich. 2016. The Metamorphosis of the
perspektif transisi yang berspirit dialog global. Dalam World. UK: Polity Press.
konteks transisi kaum muda di Indonesia, berbagai Beck, Ulrich and Beck-Gernsheim, Elisabeth.
macam faktor yang diperdebatkan misalnya kelas so- 2002. Individualization: Institutionalised In-
sial, gender, generasi turut hadir tidak sebagai pen- dividualism and Its Social and Political Conse-
jelas tunggal, namun justru relevan dipakai secara in- quences. London: Sage.
terseksional untuk memahami kompleksitas transisi
tersebut. Namun catatan perlu ditambahkan bahwa
10 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022
www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

Beck, Ulrich, Bonss Wolfgang & Lau, Christoph. Furlong, Andy, Woodman, Dan. and Wyn, Jo-
2003. “The Theory of Reflexive Moderniza- hanna. 2011. “Changing Times, Changing
tion: Problematic, Hypotheses and Research Perspectives: Reconciling ‘transition’ and ’cul-
Programme.” Theory, Culture and Society tural’ perspectives on Youth and Young Adult-
20(1): 1-33. hood”. Journal of Sociology 47(4): 355-370.
Bennett, Andy. 2011. “The Post-subcultural Turn: Giddens, Anthony. 1990. The Consequences of
Some Reflections 10 years on.” Journal of Modernity. Stanford: Stanford University
Youth Studies 14(5): 493- 506. Press.
Blackman. Shane. 2005. “Youth Subcultural Khoo, Yen Choo and Brenda A.Yeoh. 2018. “The
Theory: A Critical Engagement with the Con- Entanglements of Migration and Marriage:
cepts, Its Origins and Politics, from the Chi- Negotiating Mobility Project among Young
cago School to Postmodernism”. Journal of Indonesian Women from Migrant-sending
Youth Studies 8(1): 1–20. Villages”. Journal of Intercultural Studies
Brannen, Julia. and Nilsen, Ann. 2002. “Young 39(6): 704-721.
people’s time perspectives: from youth to Mannheim, Karl. 1952. The problem of gener-
adulthood”. Sociology, 36(3): 513–537. ations. In P. Kecskemeti (Ed.), Essays on
Connell, Raewyn. 2006. “Northern Theory: the sociology of knowledge (pp. 276–322).
The Political Geography of General Social London: Routledge.
Theory”. Theory and Society 32: 237-264. Minza, Wenty M. 2012. “Migran Muda dan Tran-
Connell, Raewyn. 2019. “Canons and Colonies: sisi dari Pendidikan ke Dunia Kerja di Ponti-
The Global Trajectory of Sociology.” Estudos anak, Kalimantan Barat”. Jurnal Studi Pemuda
Historicos 32(67): 350-367. 1(2): 153-164.
Cooper, Adam, Swartz, Sharlene, Batan, Clar- Naafs, Suzanne. 2013. “Youth, Gender and the
ence and Causa, Laura. C. 2021. “Realigning Workplace: Shifting Opportunities and Aspi-
Theory, Practice and Justice in Global South rations in an Indonesian Industrial Town”. The
Youth Studies”. In Swartz, S et al (Eds). The Annals of the American Academy of Political
Oxford Handbook of Global South Youth and Social Science, 646(1): 233-250.
Studies (pp. 3-16). Oxford: Oxford University Naafs, Suzanne. 2018. “Youth Aspirations and Em-
Press. ployment in Provincial Indonesia: A View
France, Alan. 2007. Understanding Youth in Late From The Lower Middle Classes”. Children
Modernity. New York: Open University Press. Geographies 16(1): 53-65.
France, Alan and Robert, Steven. 2015. “The Naafs, Suzanne and White, Ben. 2012. “Generasi
Problem of Social Generations: A Critique Antara: Refleksi tentang Studi Pemuda di In-
of The New Emerging Orthodoxy in Youth donesia”. Jurnal Studi Pemuda 1(2): 89-106.
Studies”. Journal of Youth Studies 18(2): 215- Nilan, Pam. 2011. “Youth Sociology Must Cross
230. Cultures”. Youth Studies Australia 30(3): 20-
Furlong, Andy. 2012. Youth Studies: An Introduc- 25.
tion. London: Routledge. Nilan, Pam, Julian Roberta and Germov, John.
Furlong, Andy and Cartmel, Fred. 2007. Young 2007. Australian Youth: Social and Cultural
People and Social Change: New Perspectives. Issues. Australia: Pearson Education.
USA: Open University Press.

Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 11


www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Oki Rahadianto Sutopo

Nilan, Pam, Parker, Lynn., Bennett, Linda. and Sutopo, Oki. R and Lukisworo, Agustinus. A. 2021.
Robinson, Kathryn. 2011. “Indonesian Youth “Memahami Budaya Kaum Muda di Era Dig-
Looking Towards the Future”. Journal of Youth ital”. In Isbah, F and Wibawanto, G.R. Per-
Studies 14(6): 709-728. spektif Ilmu-Ilmu Sosial di Era Digital: Dis-
Parker, Lynn and Nilan, Pam. 2013. Adolescents in rupsi, Emansipasi dan Rekognisi (pp. 117-139).
Contemporary Indonesia. USA: Routledge. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Roberts, Ken. 2007. “Youth Transitions and Gen- Sutopo, Oki. R dan Meiji, Nanda. H. P. 2014.
erations: A Response to Wyn and Woodman”. “Transisi Pemuda Dalam Masyarakat Risiko:
Journal of Youth Studies 10(2): 263-269. Antara Aspirasi, Hambatan dan Ketidakpas-
Roberts, Steven and France, Alan. 2021. “Prob- tian”. Jurnal Universitas Paramadina 11(3): 1164-
lematizing a Popular Panacea: A Critical Exam- 1186.
ination of the Continued Use of Social Gen- Sutopo, Oki. R, Nilan, Pam and Threadgold, Steven.
erations in Youth Sociology”. The Sociological 2017. “Keep the Hope Alive: Young Indone-
Review 69(4): 775-791. sian Musicians’ Views of the Future”. Journal of
Samuel, Haneman. 2010. “Universitas, Negara dan Youth Studies 20(5): 549-564.
Masyarakat Indonesia: Implementasi Para- Sutopo, Oki. R, Putri, Rani. D and Kusumaward-
digma Modernisasi di Era Orde Baru”. Hu- hani, Karina. L. 2018. “Aspirasi Pemuda Kelas
maniora 22(31): 31-42. Bawah dan Reproduksi Sosial di Jawa Tengah”.
Snyder, Hannah. 2019. “Literature Review as a re- Jurnal Studi Pemuda 7(1): 1-13.
search Methodology: An Overview and guide- Sutopo, Oki. R and Putri, Rani. D. 2019. “Mobil-
lines”. Journal of Business Research 104: 333- itas, Negosiasi dan Transisi Perempuan Muda
339. di Jawa Tengah”. Jurnal Studi Pemuda 8(1):
Sutopo, Oki. R. 2013. “Hidup adalah Perjuangan: 1-14.
Strategi Pemuda Yogyakarta dalam Transisi dari Swartz, Sharlene, Cooper, Adam, Batan, Clarence
Dunia Pendidikan ke Dunia Kerja”. Jurnal Sosi- and Causa, Laura. C (Eds). 2021. The Oxford
ologi Masyarakat 18(2): 161-179. Handbook of Global South Youth Studies. Ox-
Sutopo, Oki. R. 2014. “Perspektif Generasi dalam ford: Oxford University Press.
Kajian Kepemudaan”. In Azca, M. N, Widhy- Utomo, Ariane and Sutopo, Oki. R. 2020.
harto, D. S & Sutopo, O. R (Eds). Buku Pan- “Pemuda, Perkawinan dan Perubahan Sosial di
duan Studi Kepemudaan: Teori, Metodologi Indonesia”. Jurnal Studi Pemuda 9(2): 77-87.
dan Isu-Isu Kontemporer (pp. 27-41). Yogya- Walsh, Denis and Downe, Soo. 2005. “Meta-Syn-
karta: Youth Studies Centre Fisipol UGM. thesis Method for Qualitative Research: A Lit-
Sutopo, Oki. R. 2016. “Agenda Pengembangan Ka- erature Review”. Journal of Advanced Nursing
jian Kepemudaan di Indonesia”. Jurnal Sosi- 50(2): 204-211.
ologi Pendidikan Humanis 1(2): 161-172. Warburton, Eve. 2018. “A New Developmentalism
Sutopo, Oki. R. 2020. “Memahami Budaya Kaum in Indonesia?”. Journal of Southeast Asian
Muda dan Pascasubkultur via Andy Bennett”. Economies 35(3): 355-368.
In Udasmoro, W (Ed). Gerak Kuasa: Politik White, Rob, Wyn, Johanna and Robards, Brady.
Wacana, Identitas dan Ruang/Waktu dalam 2017. Youth & Society. Australia: Oxford Uni-
Bingkai Kajian Budaya dan Media (pp. 175- versity Press.
192). Jakarta: Gramedia. Wyn, Johanna and White, Rob. 1997. Rethinking
Youth. London: Sage Publications.

12 Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022


www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda
Perdebatan Perspektif Transisi dalam Kajian
Kepemudaan

Wyn, Johanna and Woodman, Dan. 2007. “Re-


searching Youth in a Context of Social Change:
A Reply to Roberts”. Journal of Youth Studies
10(3): 373-381.
Wyn, Johanna, Cahill, Helen, Woodman, Dan, Cu-
ervo, Hernan, Leccardi, Carmen and Ches-
ters, Jenny (Eds). 2020. Youth and the New
Adulthood: Generations of Change. Singa-
pore: Springer.
Woodman, Dan. 2009. “The Mysterious Case of
the Pervasive Choice Biography: Ulrich Beck,
Structure/Agency, and the Middling State of
Theory in the Sociology of Youth”. Journal of
Youth Studies 12(3): 243-256.
Woodman, Dan, Batan, Clarence and Sutopo, Oki.
R. 2021. “A Southeast Asian Perspective on
the Role for the Sociology of Generations in
Building a Global Youth Studies”. In Swartz, S
et al (Eds). The Oxford Handbook of Global
South Youth Studies (pp. 329-342). Oxford:
Oxford University Press.
Woodman, Dan and Bennett, Andy. (Eds). 2015.
Youth Cultures, Transitions and Generations:
Bridging the Gap in Youth Research. Bas-
ingstoke: Palgrave Macmillan.
Woodman, Dan and Threadgold, Steven. 2015.
“Prophet of a New Modernity: Ulrich’s Beck
Legacy for Sociology”. Journal of Sociology
51(4): 1117-1131.
Woodman, Dan and Wyn, Johanna. 2015a. Youth
and Generation: Rethinking Change and In-
equality in The Lives of Young People.
London: Sage.
Woodman, Dan and Wyn, Johanna. 2015b. “Class,
gender and generation matter: using the con-
cept of generation to study inequality and so-
cial change”. Journal of Youth Studies 18(10):
1402-1410.

Jurnal Studi Pemuda 11(1), 2022 13


www.jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda

View publication stats

You might also like