Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

PERTANGGUNGJAWABAN BIDAN DALAM PEMBERIAN SUNTIKAN

OKSITOSIN PADA IBU BERSALIN NORMAL KALA I DI PMB YANG


MENGAKIBATKAN PERDARAHAN MENURUT PASAL 23 UNDANG-
UNDANG NOMOR 36
TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN

OLEH : IMELDA BR SEMBIRING, A.Md.Keb

ABSTRACT

Indonesian Law No. 36 of 2009 on article 23 about Health according health


personnel are authorized to organize health services. One midwife authority in
making aid delivery by giving oxytocin injections were performed on the
second stage of labor to increase contractions. So if she gives them injections of
oxytocin before the second stage is an action that is not an authority. The use of
oxytocin is one of them, used to induce or risk of oxytocin augmentation of labor at
the time of delivery to the induction or augmentation (strengthening contractions)
many events happening in the form of a tear of the uterus that can cause bleeding
which can be fatal.
The problems that exist in the study related to the violation of the midwife
that is giving an injection of oxytocin in normal birth mothers who cause bleeding
postpartum. Need enforcement of such measures as the legal consequences,
because a midwife already have the authority and standards of practice of
midwives in this case to limit the authority in accordance with applicable
regulations
The purpose of this study was to describe the authority of midwives
perform an injection of oxytocin administration and accountability of midwives in
the provision of an injection of oxytocin in normal birth mothers who cause
bleeding. Framework in this study is rooted in the theory of legal state, injecting
oxytocin administration theory, the theory of the concept of midwives and
administrative sanctions.
Results showed that administration of an injection of oxytocin in maternal
an authority under Act No. 36 of 2009 Article 23, namely the injection of oxytocin in
normal birth mother is the authority midwife who performed after the baby is born.
Responsibility midwife in such cases is to provide compensation to patients both
material and immaterial to the application of sanctions Article 1365 of the Civil
Code which stipulates that any unlawful acts that bring harm to others, because it
requires that the person who hurt replace those losses.

Keywords : Responsibility of Midwives , Oxytocin gift, Postpartum Hemorrhage


ABSTRAK

Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa


tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Salah satu kewenangan bidan dalam melakukan pertolongan persalinan yaitu
dengan memberikan suntik oksitosin yang dilakukan pada kala II persalinan untuk
meningkatkan kontraksi. Sehingga apabila bidan memberikan suntik oksitosin
sebelum kala II merupakan tindakan yang bukan menjadi kewenangannya.
Penggunaan oksitosin salah satunya, digunakan untuk menginduksi atau
augmentasi persalinan risiko pemberian oksitosin pada waktu persalinan untuk
melakukan induksi atau augmentasi (memperkuat kontraksi) banyak terjadi
kejadian berupa robekan rahim sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang
bisa berakibat kematian.
Permasalahan yang ada dalam penulisan jurnal ini berkaitan dengan adanya
pelanggaran bidan yakni pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin
n o r m a l yang mengakibatkan perdarahan postpartum. Perlu penegakkan dari
tindakan tersebut sebagai akibat hukumnya, karena seorang bidan sudah
mempunyai wewenang dan standar praktik bidan dalam hal ini guna membatasi
wewenang bidan sesuai dengan peraturan yang berlaku
Tujuan penulisan jurnal untuk memaparkan kewenangan bidan melakukan
pemberian suntikan oksitosin dan pertanggungjawaban bidan dalam pemberian
suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal yang mengakibatkan perdarahan.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bersumber pada teori negara
hukum, teori pemberian suntik oksitosin, teori konsep bidan dan sanksi
administrasi.
Dari sumber penelitian diperoleh bahwa pemberian suntikan oksitosin pada
ibu bersalin merupakan kewenangan bidan sesuai Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Pasal 23 yakni pemberian suntikan oksitosin pada ibu bersalin normal
merupakan kewenangan bidan yang dilakukan setelah bayi lahir. Tanggungjawab
bidan dalam kasus tersebut adalah dengan memberikan ganti rugi kepada pasien
baik secara materil maupun nonmateril dengan penerapan sanksi Pasal 1365
KUHPerdata yang menentukan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
mengganti kerugian tersebut.
Kata Kunci : Tanggungjawab Bidan, Pemberian Oksitosin, Perdarahan Postpartum

I. Pendahuluan is a fundamental human right. Selain


Hak atas pelayanan dan itu terdapat juga serangkaian
perlindungan kesehatan bagi ibu konvensi internasional yang
dan anak merupakan hak dasar ditandatangani oleh pemerintah
sebagaimana termaksud dalam Indonesia yaitu UU No. 7 Tahun
Undang–undang Dasar 1945. Pasal 1984 tentang Ratifikasi
28 H UUD 1945 menentukan bahwa Penghapusan segala bentuk
setiap orang hidup sejahtera lahir diskriminasi terhadap perempuan,
dan batin bertempat tinggal dan kesepakatan konvensi internasional
mendapat lingkungan hidup yang tentang perempuan di Beijing tahun
baik dan sehat serta berhak 1995. Adapun mengenai
memperoleh pelayanan kesehatan. pembangunan kesehatan nasional
Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang diatur dalam Pasal 173
menentukan bawha negara Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
bertanggung jawab atas penyediaan tentang Kesehatan.
fasilitas pelayanan kesehatan dan Sebagai salah satu negara yang
fasilitas pelayanan umum yang ikut menandatangani Deklarasi
layak. Millennium Development Goals
Pencantuman hak terhadap (MDGs), Indonesia mempunyai

pelayanan kesehatan tersebut, tidak komitmen menjadikan program-

lain bertujuan untuk menjamin hak- program MDGs sebagai bagian yang

hak kesehatan yang fundamental tidak terpisahkan dari program

seperti tertuang dalam Declaration pembangunan nasional baik dari

of Human Right 1948, bahwa health jangka pendek maupun jangka


menengah dan panjang. Termasuk
dalam hal ini poin ke empat dan atau hampir setiap satu jam, dua ibu
kelima dimana menurunkan angka melahirkan meninggal dunia yaitu
kematian anak dan meningkatkan sebesar 359/100.000, sedangkan
kesehatan maternal. angka kematian bayi (AKB)
Angka kematian ibu mencapai 32 per 1000 kelahiran
menunjukkan adanya kenaikan hidup. Kematian ini terjadi
sehingga dalam perencanaan peningkatan bila dibandingkan
pembangunan nasional (Bappenas) dengan hasil SDKI pada tahun 2007
bahwa Indonesia akan sulit yakni 228/100.000 kelahiran hidup
mencapai target Millenium dan angka kematian bayi (AKB)
Develompment Goal's (MDGs) untuk sebesar 32 per 1.000 kelahiran
menurunkan AKI sampai ke angka
hidup.
102 pada tahun 2015. Bappenas
Berbagai faktor penyebab AKI
memperkirakan bahwa pada tahun
secara langsung diantaranya adalah
2015, AKI di Indonesia masih akan
perdarahan 25%, sepsis 15%,
berkisar di angka 163. Indonesia
hipertensi dalam kehamilan 12%,
tertinggal jauh dari Malaysia dan
partus macet 8%, komplikasi aborsi
Thailand yang angka AKI nya
tidak aman 13%, dan sebab lain 8%.
masing-masing 30 dan 24 kematian. Sedangkan penyebab tidak
Perdarahan pada bidang langsung kematian ibu dan bayi

kebidanan tetap menjadi penyebab adalah tiga terlambat.

utama kematian ibu di negara Penggunaan oksitosin salah

berkembang, 10-30% kematian satunya, digunakan untuk

langsung ibu di negara berkembang menginduksi atau augmentasi

masih merupakan pertanyaan. Itu persalinan. Meskipun jarang ada

juga komponen utama morbiditas data tentang itu, pemberian oksitosin

berat pada ibu. Angka kematian ibu selama persalinan merupakan

dan bayi merupakan salah satu prosedur yang rutin di negara

indikator derajat kesehatan di suatu berkembang yang dilakukan di

negara. Menurut hasil Survey rumah sakit dengan fasilitas yang

Demografi Kesehatan Indonesia lengkap. Saat ini, yang berkembang

(SDKI) tahun 2012 tingkat kematian bahwa penggunaan oksitosin

ibu saat melahirkan masih tinggi, banyak di salah gunakan yang


dilakukan oleh bidan yang tidak pengetahuan, keterampilan dan alat
mempunyai kewenangan. Seperti untuk memberikan pertolongan yang
diketahui bahwa risiko pemberian aman dan bersih.
oksitosin pada waktu persalinan PermenkesNo.572/PER/
untuk melakukan induksi atau Menkes/VI/96 yang memberikan
augmentasi (memperkuat kontraksi) wewenang dan perlindungan bagi
banyak terjadi kejadian berupa bidan dalam melaksanakan tindakan
robekan rahim sehingga dapat penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru
menyebabkan perdarahan yang bisa lahir. Menurut Pasal 23 Undang-
berakibat kematian. Undang Nomor 36 Tahun 2009
Secara farmakologi oksitosin disebutkan bahwa tenaga kesehatan
digunakan untuk menginduksi atau berwenang untuk
augmentasi persalinan, namun menyelenggarakan pelayanan
memperbanyak reseptornya, dengan kesehatan. Namun dalam ayat ini
demikian dapat merusak mekanisme dijelaskan bahwa kewenangan yang
oksitosin dan akan memberikan efek dimaksud dalam ayat ini adalah
rusaknya kontraktilitas uterus kewenangan yang diberikan
setelah persalinan dengan begitu berdasarkan pendidikannya setelah
meningkatkan resiko terjadinya atoni melalui proses registrasi dan
uteri yang mengakibatkan pemberian izin dari pemerintah
perdarahan postpartum. sesuai dengan peraturan
Sebagai seorang tenaga perundang-undangan.
kesehatan yang langsung Salah satu kewenangan bidan
memberikan pelayanan kesehatan dalam melakukan pertolongan
kepada masyarakat, seorang bidan persalinan yaitu dengan memberikan
harus melakukan tindakan dalam suntik oksitosin yang dilakukan pada
praktik kebidanan secara etis, serta kala II persalinan untuk
harus memiliki etika kebidanan yang meningkatkan kontraksi. Sehingga
sesuai dengan nilai-nilai keyakinan apabila bidan memberikan suntik
filosofi profesi dan masyarakat. oksitosin sebelum kala II merupakan
Selain itu bidan juga berperan dalam tindakan yang bukan menjadi
memberikan persalinan yang aman, kewenangannya. Artinya tindakan
memastikan bahwa semua penolong tersebut bukan wewenang bidan
persalinan mempunyai dalam melakukan praktiknya dan
seharusnya dokter spesialis obstetri dengan kompetensinya. Dengan
dan ginekologi (dr. Sp.OG) yang demikian, pelayanan kebidanan
memberikan oksitosin melalui infus yang tidak sesuai dengan
pada ibu bersalin, hal ini dilakukan kewenangannya, maka akan
atas indikasi apabila ibu bersalin mendapat konsekuensi hukum akan
tidak mengalami kemajuan muncul tatkala terjadi penyimpangan
persalinan. kewenangan.
Aspek hukum dan Menurut Keputusan Menteri
keterkaitannya dengan praktek bidan Kesehatan No
didasarkan pada klien yang datang 1464/MenKes/per/X/2010, Pasal 23
ke praktek bidan karena ayat (1) menentukan bahwa dalam
membutuhkan pertolongan. Atas rangka pelaksanaan pengawasan
dasar tersebut norma susila yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
telah ada lebih dikuatkan dengan 21, Menteri, Pemerintah daerah
undang- undang, yang mana apabila provinsi dan pemerintah daerah
apa yang telah dilakukan bidan kabupaten/ kota dapat memberian
diduga ada kesalahan atau tindakan administratif kepada bidan
mengakibatkan cacat, maka terkena yang melakukan pelanggaran
sanksi hukum baik perdata maupun terhadap ketentuan
pidana. penyelenggaraan praktik dalam
Oleh karena itu, pentingnya peraturan ini. Ayat (2) dari pasal
penelitian ini adalah dapat tersebut menentukan bahwa
ditegakannya penegakan hukum tindakan administratif sebagaimana
terhadap pelanggaran bidan dan dimaksud pada ayat (1) dilakukan
akibat hukumnya, karena seorang melalui teguran lisan, teguran
bidan sudah mempunyai wewenang tertulis, pencabutan SIKB/SIPB
dan standar praktik bidan dalam hal untuk sementara paling lama 1
ini guna membatasi wewenang tahun; atau pencabutan SIKB/SIPB
sesuai dengan peraturan yang selamanya. Dari sudut hukum,
berlaku. Bidan mengetahui dan profesi tenaga kesehatan dapat
dapat mengimplementasikan diminta pertanggungjawaban
tanggung jawabnya sesuai dengan berdasarkan hukum perdata, hukum
peraturan yang ada tanpa pidana maupun hukum administrasi.
melampaui wewenang sesuai Oleh karena itu setiap tenaga
kesehatan harus memperhatikan kebidanan
standar yang berlaku di profesinya Penyelenggaraan praktik
termasuk bidan, selain itu bidan juga kebidanan di Indonesia
harus patuh pada Kode Etik mempunyai payung hukum
Kebidanan. Kode etik Kebidanan yaitu didasarkan pada
merupakan suatu pernyataan Undang-undang Nomor 36
komprehensif profesi yang tahun 2009 tentang
memberikan tuntunan bagi bidan Kesehatan serta peraturan
untuk melaksanakan praktek Menteri Kesehatan. Dalam
kebidanan baik yang berhubungan perundang-undangan
dengan kesejahteraan keluarga, tersebut disebutkan bahwa
masyarakat, teman sejawat, profesi bidan termasuk bidang
dan dirinya. profesi yang terintegrasi
Berdasarkan latar belakang dengan tenaga kesehatan.
yang telah diuraikan, maka yang Pada Pasal 23 disebutkan
menjadi permasalahan adalah bahwa tenaga kesehatan
Bagaimana mekanisme berwenang untuk
pertanggungjawaban bidan atas menyelenggarakan
terjadinya dugaan malpraktik dalam pelayanan kesehatan.
pelayanan kesehatan, bagaimana Penyelenggaraan kesehatan
peran Majelis Pertimbangan Etik tersebut dapat dilakukan oleh
Bidan (MPEB) dan Majelis orang yang mempunyai
Pembelaan Anggota keahlian di bidangnya, hal ini
(MPA)/organisasi profesi bidan atas dicantumkan pada ayat (2)
dugaan terjadinya pelanggaran yang berbunyi kewenangan
hukum dalam manjalankan tugasnya untuk menyelenggarakan
sebagai pemberi pelayanan pelayanan kesehatan
kesehatan dan bagaimana urgensi sebagaimana dimaksud pada
pengaturan profesi bidan dalam ayat (1) dilakukan sesuai
undang-undang dihubungkan dengan bidang keahlian yang
dengan pertanggungjawaban bidan. dimiliki. Untuk
menyelenggaran pelayanan
II. Pembahasan. kesehatan tersebut, tentu
a. Penyelenggaraan praktik saja harus memiliki izin dari
pemerintah dan selama e. Pas foto 4 x 6 cm
memberikan pelayanan sebanyak 2 lembar.
kesehatan tidka boleh f. SIPB berlaku sepanjang
mengutamakan kepentingan STR belum habis masa
yang bernilai materi. berlakunya dan dapat
Ketentuan mengenai diperbaharui kembali.
perizinan diatur dalam Kemudian dalam Pasal
Peraturan Menteri kesehatan 24 disebutkan bahwa tenaga
yaitu No kesehatan sebagaimana
1464/MenKes/per/X/2010 dimaksud dalam Pasal 23
tentang Praktik Kebidanan. harus memenuhi ketentuan
Bidan yang menjalankan kode etik, standar profesi, hak
praktek pada sarana pengguna pelayanan
kesehatan atau dan kesehatan, standar
perorangan harus memiliki pelayanan, dan standar
SIPB dengan mengajukan prosedur operasional.
permohonan kepada Kepala Ketentuan mengenai kode
Dinas Kesehatan etik dan standar profesi telah
Kabupaten/Kota setempat, diatur oleh organisasi profesi.
dengan melampirkan Kemudian ketentuan
persyaratan yang meliputi : mengenai hak pengguna
a. Fotokopi STR yang masih pelayanan kesehatan,
berlaku. standar pelayanan, dan
b. Fotokopi ijazah bidan. standar prosedur operasional
Surat persetujuan atasan, diatur dengan Peraturan
bila dalam pelaksanaan Menteri.
masa bakti atau sebagai Walaupun tujuan
pegawai negeri atau pelayanan kesehatan tidak
pegawai pada sarana berorientasi pada keuntungan
kesehatan. yang bersifat materi semata
c. Surat keterangan sehat namun pada pasa Pasal 27
dari dokter. disebutkan tenaga kesehatan
d. Rekomendasi dari berhak mendapatkan imbalan
organisasi profesi. dan pelindungan hukum
dalam melaksanakan tugas melakukan kelalaian dalam
sesuai dengan profesinya. menjalankan profesinya,
Untuk meningkatkan kelalaian tersebut harus
kompetensi dari tenaga diselesaikan terlebih dahulu
kesehatan khususnya bidan, melalui mediasi.
maka dalam melaksanakan b. Bidan Sebagai Profesi
tugasnya berkewajiban Profesi adalah pekerjaan yang
mengembangkan dan membutuhkan pelatihan dan
meningkatkan pengetahuan penguasaan terhadap suatu
dan keterampilan yang pengetahuan khusus. Suatu
dimiliki. profesi biasanya memiliki
Dalam pelayanan asosiasi profesi, kode etik,
kebidanan, bidan sering serta proses sertifikasi dan
dihadapkan pada masalah lisensi yang khusus untuk
hukum yakni diduga adanya bidang profesi tersebut.
kelalaian dalam menjalankan Sebagai anggota profesi,
profesinya yang berhubungan bidan mempunyai ciri khas
dengan pasien, sehingga yang khusus. Sebagai
apabila suatu waktu terdapat pelayan profesional yang
pengaduan pasien atas merupakan bagian integral
pelayanan kebidanan, maka dari pelayanan kesehatan.
pada Pasal 28 disebutkan Bidan mempunyai tugas
untuk kepentingan hukum, yang sangat unik, yaitu:
tenaga kesehatan wajib a. Selalu mengedepankan
melakukan pemeriksaan fungsi ibu sebagai pendidik
kesehatan atas permintaan bagi anak-anaknya.
penegak hukum dengan b. Memiliki kode etik dengan
biaya ditanggung oleh serangkaian pengetahuan
negara. Pemeriksaan ilmiah yang didapat
didasarkan pada kompetensi melalui proses pendidikan
dan kewenangan sesuai dan jenjang tertentu
dengan bidang keilmuan yang c. Keberadaan bidan diakui
dimiliki. Pasal 29 Dalam hal memiliki organisasi
tenaga kesehatan diduga profesi yang bertugas
meningkatkan mutu mengatakan bahwa: setiap
pelayanan kepada orang mempunyai hak yang
masyarakat, sama dalam memperoleh
d. Anggotanya menerima derajat kesehatan yang
jasa atas pelayanan yang optimal, setiap
dilakukan dengan tetap orang berkewajiban ikut serta
memegang teguh kode dalam pemeliharaan kes
etik profesi. perorang, keluarga juga
Perilaku profesional bidan masyarakat.
diantaranya adalah III. Kesimpulan.
a. Bertindak sesuai a. Kewenangan bidan
keahliannya melakukan pemberian
b. Mempunyai moral yang suntikan oksitosin pada ibu
tinggi bersalin normal di PMB
c. Bersifat jujur dihubungan dengan
d. Tidak melakukan coba- kompetensi bidan.
coba Dasar kewenangan bidan
e. Tidak memberikan janji sangat tegas dan kuat
yang berlebihan karena telah diatur oleh
f. Mengembangkan Undang-undang Nomor 36
kemitraan Tahun 2009 Pasal 23, dan
g. Terampil berkomunikasi untuk pelaksanaan
h. Mengenal batas teknisnya telah
kemampuan didelegasikan melalui pasal
i. Mengadvokasi pilihan ibu 23 ayat (5) undang-undang
Setiap undang-undang selalu tersebut kepada Peraturan
mengatur hak dan kewajiban, Menteri Kesehatan
baik pemerintah maupun (Permenkes)
warga masyarakatnya, Nomor1464/Menkes/Per/X/2
demikian dalam Undnag- 010 tentang Izin dan
Undang nomor 36 tahun 2009 Penyelenggaran Praktik
tentang kesehatan. Hak dan Bidan. Pemberian suntikan
kewajiban berdasarkan pasal oksitosin pada ibu bersalin
4 dan 5 UU kesehatan normal merupakan
kewenangan bidan yang Kesehatan karena
dilakukan setelah bayi lahir. melanggar prinsip pada
b. Pertanggungjawaban bidan Asuhan Persalinan Normal
dalam pemberian suntikan (APN) yaitu memberikan
oksitosin pada ibu bersalin suntikan oksitosin yang
normal di PMB yang diberikan sebelum kala II
mengakibatkan perdarahan pada persalinan normal.
dihubungkan dengan Pasal Tanggung jawab bidan yaitu
23 Undang-Undang Nomor berupa sanksi perdata dan
36 Tahun 2009 tentang administrasi. Sanksi
Kesehatan Pemberian perdata atas tanggungjawab
suntikan oksitosin pada ibu bidan dalam kasus tersebut
bersalin normal yang adalah dengan memberikan
mengakibatkan perdarahan ganti rugi kepada pasien
diakibatkan karena suntik baik secara materil maupun
oksitosin tersebut diberikan immaterial dengan
sebelum bayi lahir. penerapan sanksi Pasal
Sehingga dengan demikian 1365 KUHPer yang
bidan melakukan kelalaian menentukan bahwa tiap
yang dapat mengakibatkan perbuatan melanggar hukum
perdarahan pada ibu yang membawa kerugian
Postpartum. Hal ini telah kepada orang lain,
melanggar Pasal 23 mewajibkan orang yang
Undang-Undang Nomor 36 karena salahnya mengganti
Tahun 2009 tentang kerugian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Universitas Jenderal Soedirman,
hlm. 403 Iswandari, Dini Hargianti.
Depkes RI, 2012. Pencapaian “Aspek Hukum Penyelenggaran
Target Millenium Praktik Kedokteran: Suatu
Develompment Goal's (MDGs) Tinjauan Berdasarkan
Depkes RI, 2012. Hasil Survei Undang-Undang No.9/2004
Demografi Kesehatan Tentang Praktik Kedokteran”.
Indonesia 2012 Jurnal Manajemen Pelayanan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Kesehatan, Vol 09 No 2 Juni
Barat. Analisis Penyebab Kematian 2006. Universitas Gadjah
Ibu tahun 2013. Mada Pusat Manajemen
Pelayanan Kesehatan
Emmy Latifah, “Harmonisasi
Kebijakan Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia Gomella TL, Cunningham MD, Eyal
Yang Berorientasi Pada FG, Zenk KE. Neonatology,
Millennium Development Management, procedures, on
Goals”, Jurnal Dinamika call problems disease and
Hukum, Vol. 11 No. 3 drugs. New York : Lange
2011, Purwokerto: Fakultas Hukum Books/Mc Graw-Hill, 2004;
247-50 Yanti dan W E Nurul, 2010, Etika
Profesi Dan Hukum
Hasil Wawancara dengan Pengurus Kebidanan, Yogyakarta:
IBI Kabupaten Ciamis. Pukul Pustaka Rihama, hlm. 85
10.30 WIB Hari Kamis,
tanggal 9 Juli 2015 PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
H. J. J. Lenan dan P. A. F.
Lamintang. 1991. Pelayanan Keputusan Menteri Kesehatan
Kesehatan dan Hukum : Nomor
suatu studi Tentang Hukum 1464/Menkes/Per/X/2010
Kesehatan. Bandung: Rineka Tentang Izin Dan
Cipta. Hlm. 34 Penyelenggaraan Praktik
Bidan
Saifuddin, 2012. Ilmu Kebidanan
dan Kandungan. Yayasan Peraturan Pemerintah No. 39/1995
Bina Pustaka Sarwono Tentang Penelitian
Prawirohardjo. Jakarta. Pengembangan Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan No.
Sofyan, Mustika,dkk. 2007. Bidan 36/2009 Tentang Kesehatan
Menyongsong Masa Depan.
Jakarta: PP IBI. Hal.76

Tedi Sudrajat dan Agus Mardiyanto,


“Hak Atas Pelayanan dan
Perlindungan Kesehatan Ibu
dan Anak (Implementasi
Kebijakan di Kabupaten
Banyumas)”, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 12 No. 2 Mei
2012, Purwokerto: Fakultas
Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, hlm. 261-262

You might also like