Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

JURNAL INSPIRASI

https://doi.org/10.35880/inspirasi.v11i1.148

Retrospeksi aktor kebijakan terhadap proses implementasi

Retrospect of policy actors on implementation process

Daniar Ahmad Nurdianto1


1 UPTD Pendidikan dan Pelatihan Perkoperasian dan Wirausaha Jawa Barat

Jl. Soekarno Hatta no 708 Bandung


Jawa Barat

ABSTRACT HISTORI ARTIKEL


Diterima, 12 November 2020
One Pesantren One Product (OPOP) is one of the programs which Governor and vice Direvisi, 2 Desember 2021
governor of West Java elected promised, to empower the economic independency Disetujui, 28 Desember 2021
of pesantren. This program encourages the creation of featured products and the
development of cooperatives and pesantren businesses. The pesantren business KATA KUNCI
planning selection was carried out through several stages, (1) administrative Policy research, qualitative,
selection; (2) audition stage I (district level); (3) stage II (city level); and stage III implementation
(provincial level). The prizes given were in the form of training and apprenticeship,
business assistance, capital assistance, trade shows, participating in business
matching, and establishing a cooperative legal entity. OPOP not only provided
pesantren capabilities in the business field but also broad marketing opportunities
by providing buyers for superior products.OPOP is regulated in the West Java
PERGUB no 24, year 2019 concerning the Implementation of One Pesantren One
Product, which is held for 5 years (2018-2023). The policy implementor apparatus
evaluates the implementation to suit the policy objectives. This policy research used
a qualitative approach with FGD (Focus Group Discussion) as a data collection
technique. The results showed that with the involvement of multi-stakeholders in
the implementation of activities, it is necessary to have good project management,
in scheduling activities and allocating sources of funds. Then multistakeholders with
different goals and views, it is necessary to equate their perceptions using detailed
technical guidelines.

ABSTRAK

Program One Pesantren One Product (OPOP) adalah janji Gubernur dan wakil
gubernur Jawa Barat terpilih dalam pemberdayaan kemandirian ekonomi
pesantren. Program ini mendorong penciptaan produk unggulan dan
pengembangan Koperasi dan usaha pesantren. Seleksi perencanaan usaha
pesantren dilaksanaknakan melalui beberapa tahapan, (1) seleksi administrasi; (2)
audisi tahap I (tingkat kecamatan); (3) tahap ll (tingkat kabupaten/kota); dan tahap
III (tingkat provinsi). Hadiah yang diberikan berupa, pelatihan dan magang,
pendampingan usaha, bantuan modal, pameran dagang, ikut serta dalam business
matching, bahkan sampai pembentukan badan hukum Koperasi. OPOP tidak hanya
memberikan kemampuan dalam bidang usaha tetapi juga memberikan peluang
pemasaran yang luas dengan menyediakan offtaker (pembeli) bagi produk
unggulan pesantren. OPOP diatur di dalam PERGUB Jabar no 24 tahun 2019
tentang Penyelenggaraan One Pesantren One Product, yang dilaksanakan selama 5
tahun (2018-2023). Aparatur implementor kebijakan mengevaluasi
penyelenggaraan agar sesuai dengan tujuan kebijakan. Penelitian kebijakan ini
menggunakan pendekatan kualititatif dengan FGD (Focus Grup Discussion) sebagai
teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan dengan adanya pelibatan
multistakeholder dalam penyelenggaraan kegiatan, maka diperlukan project
management yang baik, dalam penjadwalan kegiatan dan alokasi Sumber Dana.
Kemudian multistakeholder dengan tujuan dan pandangan yang berbeda, maka
perlu disamakan persepsinya menggunakan juknis yang detail.

Daniar Ahmad Nurdianto D4niarto@gmail.com


© 2021
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 147

PENDAHULUAN
Penduduk Jawa Barat tahun 2018 berjumlah 48,68 juta orang, dapat menjadi ancaman
pengangguran dan kriminalitas terbesar se-lndonesia bila SDM Jawa Barat tidak memiliki pengetahuan
moral keagamaan dan keahlian berusaha. Pesantren sebagai institusi pendidikan keagamaan memiliki
peran penting dalam pengembangan kedua aspek tersebut. Namun mayoritas pembiayaan pesantren
di Jawa Barat sangat bergantung terhadap donasi/shodaqoh dari para orang tua murid dan jamaah
sehingga pengembangan pesantren sangat lambat dengan fasilitas seadanya. Untuk menanggulangi
hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjalankan program One Pesantren One Product
(OPOP) dengan tujuan antara lain:
(1) Menciptakan kemandirian ekonomi pesantren sehingga pembiayaan operasional tidak
bergantung dari pemberian orang lain;
(2) Optimalisasi sumber daya pesantren, jumlah pes antren di Jawa Barat tercatat sebanyak
8.264 pesantren, memiliki asset tetap berupa tanah yang luas dan bangunan, SDM
santri sebanyak 783.248 orang dan kyai/ustadz sebanyak 58.699 orang, merupakan
potensi pembangunan ekonomi yang cukup besar;
(3) Mengikis kesenjangan pendapatan perkotaan dan pedes aan, indeks gini rasio Jawa
Barat tahun 2018 tercatat 0.403, indeks ini dapat diturun kan bila pesantren yang
berlokasi di pelosok desa mampu membu ka unit usaha sehingga menciptakan
pertumbuhan ekonomi di desa;
(4) Mengurangi arus urbanisasi dan pengangguran, dengan adanya unit usaha dan
pertumbuhan ekonomi di desa akan mengurangi arus urbanisasi dan pengangguran
Program OPOP dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat no 24 Tahun 2019
tentang Penyelenggaraan One Pesantren One Product, yang merupakan janji Gubernuru dan
wakil Guberbur terpilih saat kampanye. Program ini, sangat penting membangun kemandirian
Pesantren secara ekonomi agar bisa membiayai kebutuhan operasional maupun pengembangan
sarana dan prasarana pesantren. Selain itu, program ini tentu berdampak kepada masyarakat
sekitar pesantren yang tersebar di 550 kecamatan se-Jawa Barat.

Gambar 1. Data Sebaran Kabupaten/Kota Pesantren OPOP 2019


Sumber: data olahan penulis, 2020

1.074 pesantren telah mengikuti program OPOP pada tahun 2019, terbagi dua kelompok
yaitu start up (perintisan usaha) dan scale up (pengembangan usaha). OPOP mampu mendorong 531
pesantren untuk mulai berbisnis dan mengembangkan 543 pesantren yang sudah menjalankan bisnis
mulai dari agrobisnis, peternakan, perikanan, perdagangan, konveksi dan kuliner berdasarkan potensi
pesantren.
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 148

Gambar 2. Kategori lama usaha pesantren peserta OPOP 2019


Sumber: data olahan penulis, 2020

Gambar 3. Bidang Usaha Pesantren peserta OPOP 2019


Sumber : data olahan penulis, 2020

OPOP merupakan sebuah inovasi pemberdayaan usaha pesantren. Ini tidak bisa dilakukan
program sebelumnya, yang hanya memberikan hibah kepada pesantren dan tidak terjadi pemerataan
pembangunan pesantren di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. OPOP dilaksanakan melalui kompetisi
rencana usaha dengan memperhatikan pemerataan, masif dan berkelanjutan. Pemilahan peserta
dimulai saat pendaftaran, menggunakan metode self assesment, dengan kategori pemula dan
pengembangan. Seleksi perencanaan usaha dilaksanakan melalui tahapan (1) seleksi administrasi; (2)
audisi tingkat kecamatan;(2) audisi tingkat kab/kota; dan (3) audisi tingkat provinsi. Hadiah yang
diberikan berupa, pelatihan dan magang, pameran dagang dan business matching sampai
pembentukan badan hukum koperasi pesantren. OPOP tidak hanya memberikan peluang pemasaran
produk namun memberikan offtaker produk usaha pesantren.

Gambar 2: Rundown kegiatan OPOP 2019


JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 149

Sumber: data olahan penulis, 2020

OPOP berdampak positif dalam bentuk pemerataan layanan pemerintah Jawa Barat kepada
1.074 pesantren, bahkan salah satu output program ini adalah, adanya database teknologi informasi
terhadap usaha pesantren se-Jawa Barat. Program ini dapat berhasil dengan adanya kerjasama aktif
Pentahelix (akademisi, praktisi bisnis, komunitas pesantren dan pemerintah, media) dalam setiap
kegiatan. Akan tetapi pada proses pelaksanaan masih terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Permasalahan ini timbul karena ternyata pesantren mempunyai karakteristik
yang khas, yang pada akhirnya menyebabkan pelaksanaan di lapangan menjadi berbeda
Implementasi Kebijakan adakalanya tidak sesuai dengan tujuan dan perencanaan kebijakan,
maka dibutuhkan evaluasi secara kontinu agar implementasi sesuai dengan tujuan kebijakan.
Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana saran aktor kebijakan dalam mengevaluasi
proses implementasi Penyelenggaraan One Pesantren One Product di Jawa Barat agar sesuai dengan
tujuan perencanaan?”. ini merupakan penelitian retrospektive implementasi kebijakan
pemberdayaan usaha pesantren.

TINJAUAN TEORITIS
Pesantren
Istilah pesantren secara etimologis berasal dari kata “santri” dengan penambahan awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat belajar atau tempat tinggal para santri (istilah pelajar di pesantren)
(Daulay, 2014). Sedangkan istilah “santri” direlasikan dengan Bahasa Sansekerta “shastri” diambil dari
kata “shastra” yang berarti buku suci, buku agama, dan pengetahuan.
Pesantren memiliki beberapa fungsi dan peran dalam kehidupan masyarakat. Fungsi dan peran
tersebut dapat dibagi menjadi fungsi utama (primary functions) dan fungsi sekunder (secondary
functions). Tiga fungsi utama pesantren yaitu: pertama, transmisi dan transfer ilmu-ilmu keIslaman;
kedua, pemeliharaan tradisi Islam; dan ketiga, reproduksi ulama.

Fungsi Sekunder Pesantren


Seiring dengan perkembangan kondisi internal maupun eksternal pesantren, peran dan fungsi
pesantren mengalami perluasan. Misalnya, pada masa Orde Baru yang menekankan pada
pertumbuhan ekonomi (economic growth), pesantren merupakan salah satu mitra pemerintah sebagai
agen pembangunan ekonomi. Sehingga pada masa ini, peran dan fungsi pesantren diperluas menjadi
salah satunya melalui fungsi ekonomi (Basyit, 2017:316). Sesuai dengan ide developmentalism Orde
Baru, peran pesantren diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan ekonomi pemerintah dan
dituntut untuk melakukan perubahan cara pandang dunia (weltanschauung). Pada masa ini muncul
seminar-seminar, kajian-kajian, bahkan bantuan finansial untuk memberdayakan ekonomi pesantren.
Bahkan muncul konsep pengembangan ekonomi pesantren melalui “Koperasi Pondok Pesantren” yang
diciptakan pada era 1990an dan berdampak pada tumbuhnya unit usaha di lingkungan pesantren.

Kebijakan dan Ekosistem kebijakan


Kebijakan merupakan hasil dari politik ,atau hasil dari alokasi nilai, yakni apa yang dipilih
pemerintah untuk dikerjakan, termasuk untuk tidak dikerjakan. Sehubungan dengan itu kebijakan
(termasuk kebijakan pemberdayaan usaha) merupakan perangkat operasional, atau pedoman-
pedoman bagi pemerintah untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Lembaga
politik atau melalui janji politik. Dengan merujuk pendapat pakar (MacRae dan Wilde, 1985) dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah serangkatan keputusan dan/atau tindakan pemerintah yang
memiliki tujuan khusus untuk menyelesaikan permasalahan atau urusan di bidang tertentu dan
hasilnya memiliki dampak terhadap orang banyak. Sehubungan dengan itu kebijakan pemberdayaan
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 150

usaha pesantren perlu disusun secara cermat, jelas dan tegas guna mengatur penyelenggaraan
pemberdayaan usaha masyarakat sehingga dapat meningkatkan kinerja kewirausahaan daerah dan
Produk Domestik Bruto (PDRB) Jawa Barat.
Pada dasarnya proses kebijakan tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. Proses kebijakan,
termasuk kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat, berlangsung dalam suatu dalam suatu system
politik dan pemerintahan yang berlaku, dan mendapat pengaruh dan dukungan dari lingkungan
sekitarnya, seperti diilustrasikan Campbell dan Mazzoni (Marshall dan Gerstl - Pepin,2005: 11) yang
mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasi berbagai aktivitas dalam lingkungan kebijakan dapat
merujuk model system kebijakan sebagaimana disajikan pada gambar tersebut. Proses kebijakan
publik berlangsung dalam suatu sistem politik yang dipengaruhi oleh lingkungannya dan Proses ini
berjalan secara bertahap, dan sirkuler (siklikal) sehingga suatu kebijakan tidak dapat dilepaskan dari
kebijakan-kebijakan lain yang sudah ada atau kebijakan yang sedang berjalan (Dunn, 2004: 46;
Fowler, 2009: 14-18).

Gambar 2: Sistem Pengaturan dan Kebijakan Pendidikan serta konsep yang berpengaruh
Sumber :Marshall dan Gerstl-Pepin, 2005:11

Aktor-aktor kebijakan yang berpengaruh dalam ekosistem kebijakan, sehingga kebijakan dapat
berjalan dengan baik. Adapun aktor kebijakan tersebut dapat dibedakan menjadi (a) aktor utama
(resmi, atau struktural), dan (b) aktor non-utama (tidak resmi, atau non-struktural) (Imron, 1996: 38-
45). Para aktor kebijakan itu berperan dalam proses kebijakan, khususnya dalam proses implementasi
karena dalam proses implementasi kebijakan terdapat banyak masalah.

Peran Aktor Implementasi Kebijakan


Thompson dalam Kadir (2014:51) mengungkapkan bahwa peran aktor dalam pelaksanaan suatu
kebijakan atau program dipengaruhi oleh kekuatan (power) dan kepentingan (interest) yang dimiliki
oleh actor tersebut, sehingga dapatdikategorikan menjadi 4 jenis
yaitu:
a. Aktor dengan tingkat kepentingan (interest) yang tinggi tetapi memiliki kekuatan (power) yang
rendah diklasifikasikan sebagai Subyek (Subjects). Aktor ini memiliki kapasitas yang rendah
dalam pencapaian tujuan, akan tetapi dapat menjadi berpengaruh dengan membentuk aliansi
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 151

dengan aktor lainnya. Aktor ini sering bisa sangat membantu sehingga hubungan dengan aktor
ini harus tetap dijaga dengan baik.
b. Aktor dengan tingkat kepentingan (interest) dan kekuatan (power) yang tinggi diklasifikasikan
sebagai Pemain Kunci (Key Players). Aktor ini harus lebih aktif dilibatkan secara penuh
termasuk dalam mengevaluasi strategi baru.
c. Aktor dengan tingkat kepentingan (interest) dan kekuatan (power) yang rendah diklasifikasikan
pengikut lain, untuk melibatkan aktor ini lebih jauh karena kepentingan dan pengaruh yang
dimiliki biasanya berubah seiring berjalannya waktu. Aktor ini harus tetap dimonitor dan dijalin
komunikasi dengan baik.
d. Aktor dengan tingkat kepentingan (interest) yang rendah tetapi memiliki kekuatan (power)
yang tinggi diklasifikasikan sebagai pendukung (contest setters). Aktor ini dapat mendatangkan
resiko sehingga keberadaannya perlu dipantau dan dikelola dengan baik. Aktor ini dapat
berubah menjadi key players karena suatu peristiwa. Hubungan baik dengan stakeholder ini
terus dibina.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan (policy research atau policy study) dengan
menggunakan strategi “restrospective (ex post) analysis” (Dunn, 2004:13) atau “backward mapping”
(Marshall & Gerstl-Pepin, 2005: 61). Dengan mengacu pada pemikiran dari, Danim (2000: 23), yang
dimaksud penelitian kebijakan adalah prosedur penelitian ilmiah yang berusaha memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang suatu kebijakan, yang hasil-hasilnya dapat digunakan untuk
menyusun rekomendasi yang berorientasi-tindakan praktis terkait dengan kebijakan yang
bersangkutan. Penelitian kebijakan ini dilakukan dengan mengacu kepada prinsip-prinsip:
multidimensional, induktif-empiris, berorientasi Tindakan praktis, berbasis actor kebijakan, dan
bermuatan nilai. Sehubungan dengan itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
(Maxwell,1996: 17-20;), atau metode penelitian kualitatif (qualitative research method). Kajian
kualitatif penting dalam pengembangan kebijakan karena memiliki kontribusi dalam formulasi,
implementasi, dan modifikasi kebijakan.
Proses akuisisi pengetahuan pakar pada kajian ini menggunakan metode kualitatif/induktif
dengan menggunakan strategi focus group discussion (FGD) sebanyak lima kali dengan mengundang
lima kelompok narasumber yang berbeda. Narasumber berasal dari seluruh stakeholders terkait
dengan Kajian One Pesantren One Product dengan rincian sebagai berikut:

Tabel.1 . Jadwal Pelaksanaan FGD


Narasumber Waktu Pelaksanaan FGD
Peserta
20 Februari 2020
Pendamping
Stakeholders
21 Februari 2020
Juri/Role Model
Penyusun Kebijakan 22 Februari 2020
Sumber : data olahan penulis, 2020

Kegiatan FGD diatas dilakukan guna melihat apakah pelaksanaan program OPOP ini sudah
sesuai dengan yang diharapkan maka perlu dilakukan kajian dengan melakukukan evaluasi
pelaksanaan OPOP tahun 2019. Dengan adanya evaluasi pada kajian ini, diharapkan kegiatan OPOP di
tahun mendatang menjadi lebih baik serta terdapat peningkatan kualitas dan kemandirian pesantren
hasil binaan.
.
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 152

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2. Hasil FGD dan usulan perbaikan implementasi
Narasumber Hasil Usulan Perbaikan
Peserta /  Pendamping yang menurut  Pendamping harus dipilih
Pesantren; peserta harus memiliki secara ketat melalui proses
kompetensi yang professional seleksi dari orang – orang
dan bukan orang asal-asalan, yang memiliki kompetensi
sehingga Hasil dalam upaya yang professional dibidang
untuk mendapatkan bisnis.
pendamping perlu dilakukan  Pendamping diusahakan
seleksi yang ketat dengan dipilih dari kalangan
spesiifikasi akademisi dan juga akademisi yang memiliki
memiliki latar belakang latar belakang kesantrian
pesantren. Hal in terjadi (pesantren).
karena menurut peserta
pesantren memiliki spesifikasi  Perlu perbaikan Kriteria
yang khusus sehingga penilaian pesantren yang
mengenal masalah akan dikompetisikan dalam
kepesantrenan menjadi hal program OPOP.
yang penting.
 Proses pemilihan pesantren  Pemilihan pesantren yang
yang transparan, sehingga jelas memenuhi kriteria perlu
apa yang menjadi kriteria nya. dilakukan secara transparan
 Kejelasan kriteria penilaian dari
pesantren yang dikatakan baik  Indikator penilaian mesti
dan tidak nya. terukur dan mudah
 Perlunya ada petugas khusus dipahami
yang menajdi bagian
manajemen  Perlu adanya petugas
 Kejelasan tempat penginapan khusus yang menjadi bagian
untuk magang, yang seringkali manajemen untuk
membingungkan para santri, meudahkan peserta
dan juga mengenai informasi memperoleh informasi
bagi para santri yang datang seputar pelaksanaan
dari daerah yang tidak program OPOP.
mengerti mengenai hotel,
sehingga seringkali mereka  Peserta magang sebaiknya
bingung. diklasifikasi kedalam dua
 Perlu kejelasan spesifikasi kategori yaitu peserta yang
kelompok usaha bisnis yang masuk katergori start-up
masuk kelompok start-up dan peserta yang masuk
mana yang termasuk ke scale- kategori scale-up
up.
 Kejelasan sumber informasi  Perlu adanya sosialiasi
yang seringkali berbeda terkait lokasi magang serta
sehingga memebingungkan. penginapan bagi para
 Perlunya karantina pesantren peserta untuk menghindari
sehingga bisa lebih matang kebingungan para peserta
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 153

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


yang berasal dari daerah

 Pada tahap awal kegiatan,


perlu adanya karantina bagi
para peserta supaya peserta
menjadi lebih matang dalam
pelaksanaan program OPOP.
Pendamping  Ketidak jelasan dewan juri  Perlu adanya sosialisasi bagi
tentang indikator pemilaian pendamping terkait adat
juara. dan etika yang berlaku di
 Pembagian honor dan hadiah PonPes yang akan
yang seringkali tidak tepat didampingi
waktu  Pendamping perlu dibekali
 Pemilihan pendamping yang kemampauan komunikasi
mendahului proses seleksi yang baik sehingga mampu
peserta membuat pendamping mengkomunikasikan setiap
kewalahan dikarenakan jadwal tahapan kegiatan OPOP
yang belum pasti membuat kepada pimpinan PonPes.
beberapa pendamping
kebingungan  Pendamping harus memiliki
 Karakteristik PonPes yang Intergritas ketika
sangat unik sehingga beberapa mendampingi PonPes
keputusan krusial harus peserta OPOP sehingga
menunggu persetujuan dari terhindar dari ketidakadilan
pemimpin PonPes dalam perlakuan terhadap
 Masih banyak pendamping masing – masing perserta
yang merasa kewalahan saat OPOP
menghadapi pemimpin PonPes
 Evaluasi terkait jadwal berupa  Pendamping harus memiliki
timeline yang jelas dari awal loyalitas dengan tidak
kegiatan hingga akhir melakukan rangkap jabatan
 Proses kegiatan seharusnya (menjadi pendaping UMKM
dimulai dengan tahap pada program di Dinas lain)
identifikasi kondisi PonPes dalam proses
 Perlunya latar belakang pendampingan sehingga
pendamping yang berasal dari dapat memaksimalkan
akademisi, santri serta kualitas pendampingan.
pengusaha untuk
memaksimalkan kualitas  Pendamping diusahakan
pendampingan dalam melakukan
 Perlu adanya pelatihan khusus pendampingan diberikan
bagi pendamping khususnya PonPes binaan yang
dalam menghadapi pimpinan jaraknya tidak berjauhan
PonPes, sehingga erlu ada sehingga kegiatan
sosialisasi bagi pendamping pendampingan menjadi
terkait dengan adat dan etika lebih efektif.
yang berlaku di PonPes
 Komitmen dari PonPes yang  Proses penilaian oleh
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 154

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


masih rendah. Terlihat dari dewan juri diharapkan dapat
banyaknya PonPes yang ‘coba- menggunakan indikator
coba’ dan tidak serius untuk yang jelas sehingga
ikut proses seleksi penatapan peserta yang
 Loyalitas seluruh pihak yang menjadi juara,
berpartisipasi dalam kegiatan
ini  Perlu kejelasan mengenai
 Intergritas pendamping ketika ketentuan, tupoksi,
membimbing PonPes salah persyaratan serta tahapan
satunya adalah dengan kompetisi serta kejelasan
bersikap adil sistematika pelaporan
 Masih terdapat pendamping kegiatan OPOP.
UMKM di daerah yang
merangkap menjadi
pendamping kegiatan OPOP  Diperlukan timeline yang
 Kolaborasi dan sinergi antara jelas dari awal hingga akhir
dinas setempat dan kegiatan kegiatan
OPOP  Proses kegiatan seharusnya
 Kejelasan sistematika dan isi dimulai dengan tahap
laporan. Hal ini menyebabkan identifikasi kondisi PonPes
terjadinya pengulangan isi  Proses registrasi seharusnya
laporan. dapat didampingi oleh
 Komitmen seluruh pihak baik pendamping agar prosesnya
dari pimpinan Balatkop, berjalan lebih cepat.
peserta serta khususnya
komitmen yang berasal dari  Aturan mengenai legalitas
koordinator pendamping PonPes harus ditegakkan
 Registrasi seharusnya dapat dan perlu adanya
didampingi oleh pendamping transparansi proses seleksi
agar prosesnya berjalan lebih PonPes dari awal seleksi
cepat hingga ke tahap akhir.
 Rasio jumlah pendamping dan
jumlah PonPes yang masih  Masukkan dari para
dirasa belum sesuai. pendamping diharapkan
 Perlu menentukan lokasi Lokasi dapat menjadi bahan
PonPes binaan yang memliki penilaian calon binaan
jalur yang sama, sehingga OPOP.
jaraknya tidak berjauhan yang
menyebabkan pendampingan  Pendamping dapat
menjadi tidak efektif diikutsertakan mengunjungi
 Aturan mengenai legalitas PonPes calon binaan
PonPes harus ditegakkan sebelum seleksi dimulai agar
 Transparansi proses seleksi mereka mendapatkan
PonPes dari awal seleksi hingga gambaran yang jelas terkait
ke tahap akhir kondisi PonPes. Selain itu,
 Kejelasan mengenai ketentuan, hal tersebut juga dilakukan
tupoksi, persyaratan serta untuk menghindari praktek
tahapan kompetisi manipulasi produk oleh
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 155

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


 Paradigma hadiah dan hibah PonPes
untuk segera diluruskan
 Usulan agar pendamping ikut  Perlu penyesuaian kembali
ke PonPes calon binaan rasio jumlah pendamping
sebelum seleksi dimulai. Agar dan jumlah PonPes
pendamping mendapat
gambaran yang jelas terkait
kondisi PonPes. Hal tersebut  Perlunya kolaborasi dan
juga dilakukan untuk sinergi antara dinas
menghindari praktek PonPes setempat dan dinas lain
yang memiliki produk bukan dalam pelaksanaan kegiatan
berasal dari PonPes tersebut OPOP
(seperti menjual produk yang  Perlu komitmen dari seluruh
dihasilkan oleh tetangga atau pihak baik dari pimpinan
warga sekitar) Balatkop dan peserta serta
 Gelar produk agar dilakukan di adanya komitmen yang
luar Gedung Sate supaya berasal dari koordinator
menarik minat masyarakat luas pendamping
 Pertemuan rutin bagi para  Perlu adanya loyalitas
pendamping agar seluruh seluruh pihak yang
kegiatan pendampingan bisa berpartisipasi dalam
lebih teroganisir dengan baik kegiatan ini.
 Kontinuitas pembimbingan  Perlu adanya pertemuan
ponpes yang sudah menjadi rutin bagi para pendamping
pemenang sehingga semakin agar seluruh kegiatan
berkembang pendampingan bisa lebih
teroganisir dengan baik.
 Gelar produk sebaiknya
dilaksanakan di luar Gedung
Sate supaya menarik minat
masyarakat luas
 Diuapayakan adanya
bimbingan secara
berkesinambungan bagi
para pemenang

 Perlu adanya perubahan


paradigma terkait hadiah
dan hibah sehingga tidak
terjadi penggunaan dana di
luar kegiatan usaha.

 Pembagian honor dan


hadiah harus diupayakan
tepat waktu
Stakeholders  Perlu persyaratan ponpes  Proses pendaftaran agar
(Administrasi) memiliki no rekening bank pada lebih diperketat untuk
Saat pengisian CV dan data menghindari peserta lebih
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 156

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


PonPes dari satu dari pesantren
 fasilitas internet yang tidak yang sama.
mendukung dan rendahnya  Persyaratan pendaftaran
pemahaman terkait agar tidak dicicil dikemudian
penggunaan teknologi hari karena untuk
 perlunya ada perbedaa menghindari dokumen
akomodasi untuk para peserta hilang atau tercecer.
dan kyai.
 Peserta yang melakukan  Perlu perbaikan fasilitas
pendaftaran wajib mengikuti internet dalam proses
tahapan magang. Namun pendaftaran
seringkali digantikan oleh orang
lain
 Adanya PonPes yang membawa  Diperlukan bantuan proses
lebih dari 2 peserta pengajuan NSPP karena
 Pendaftaran harus lebih ketat, NSPP menjadi salah satu
Syarat pendaftaran harus syarat wajib administrasi.
dipenuhi diawal secara lengkap.  Pada saat pengisian CV dan
 Pendaftaran data PonPes agar langsung
 Jumlah juri sebanyak 4 orang mencantumkan nomor
pada saat tahap audisi rekening yang masih aktif
Kabupaten dan Kota terlalu  Proses administrasi hadiah
sedikit pendanaan agar dapat
 Kejelasan kriteria penilaian juri disesuaikan dengan
 Sosialisasi kepada peserta proposal yang diajukan oleh
terkait proses pembayaran dan masing-masing PonPes.
reimburse dari pemerintah
beserta tahapan birokrasinya  Perlu adanya sosialisasi
 Pemagangan dan pelatihan kepada peserta terkait
seharusnya didasarkan proses pembayaran dan
berdasarkan jenis usaha yang reimburse dari pemerintah
PonPes pilih beserta tahapan
 Jarak antara PonPes dan lokasi birokrasinya.
magang agar diperhatikan. Jika
terlalu jauh akan menyulitkan  Perlu pengawasan lebih
bagi PonPes jika terlalu dekat ketat untuk menghindari
peserta akan pulang ke PonPes peserta yang melakukan
masing-masing pendaftaran wajib
 Definisi usaha kecil atau super mengikuti tahapan magang,
mikro yang ditetap oleh dinas namun seringkali digantikan
seperti apa oleh orang lain sehingga
 Administrasi hadiah pendanaan
apakah bisa disesuaikan dengan  Akomodasi untuk para
proposal yang diajukan oleh peserta dan kyai agar
masing-masing PonPes dibedakan
 Administrasi NSPP terkendala
proses pengajuan. Padahal  Jarak antara PonPes dan
NSPP menjadi salah satu syarat lokasi magang agar
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 157

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


wajib administrasi diperhatikan agar
 Kerjasama antar dinas terkati menyulitkan bagi PonPes
untuk mendukung proses bisnis yang jauh dan tidak terlalu
PonPes (misal PonPes dengan dekat untuk menghindari
produk pertanian bekerja sama peserta pulang tiap hari
dengan Dinas Pertanian dsb) pada waktu magang ke
PonPes masing-masing.

 Perlu penambahan jumlah


juri pada saat tahap audisi
Kabupaten dan Kota

 Perlu kejelasan kriteria


penilaian juri.

 Definisi usaha kecil atau


super mikro yang ditetapkan
oleh dinas perlu lebih
diperjelas

 Pemagangan dan pelatihan


seharusnya didasarkan
berdasarkan jenis usaha
yang PonPes pilih.

 Perlu adanya kerjasama


antar dinas terkati untuk
mendukung proses bisnis
PonPes (misal PonPes
dengan produk pertanian
bekerja sama dengan Dinas
Pertanian dsb).

Juri  Adanya perbedaan penilaian  Perlu keseragaman standard


masing-masing juri sehingga dalam penilaian. Salah
harus ada standard dan satunya perlu adalah
keseragaman dalam penilaian adanya Marking Score untuk
 Waktu penilaian hanya 20 penjurian.
menit sehingga perlu diusulkan  Model penilaian perlu
proses penilaian yang lebih dibuat lebih sederhana
efektif dan efisien sehingga dapat dimengerti
 Syarat yang bersifat oleh seluruh peserta dan
administratif agar diselesaikan waktu penilaian hanya 20
sebelum penjurian berlangsung menit sehingga perlu
 Verifikasi tempat agar diusulkan proses penilaian
dilakukan sebelum dimulai yang lebih efektif dan
proses kompetisi efisien.
 Lokasi penjurian lebih baik  Prototype seharusnya dapat
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 158

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


tidak di hotel tetapi di PonPes menjadi salah satu penilaian
yang memang lokasinya dewan juri dan prototype
strategis tidak harus produk asli yang
 Schedule penjurian terkadang akan dikembangkan.
bersifat mendadak
 Model penilaian dibuat lebih  Schedule penjurian yang
sederhana sehingga dapat terkadang bersifat
dimengerti oleh seluruh mendadak juga menjadi
peserta salah satu yang harus
 Kejelasan bentuk pelaporan diperbaiki.
dengan kerangka yang jelas,
sehingga Presentasi peserta  Perlu perbaikan Learning
isinya tidak sama. outcome dari program
 Kejelqsasn Marking Score sehingga tidak terkesan
untuk penjurian hanya ‘membakar uang’.
 Lokasi penjurian yang letaknya
berjauhan  Menurut mereka syarat
 Prototype seharusnya dapat yang bersifat administratif
menjadi salah satu penilaina agar diselesaikan sebelum
dewan juri. Prototype tidak penjurian berlangsung dan
harus produk asli yang akan melakukan verifikasi tempat
dikembangkan. agar dilakukan sebelum
 Komunikasi juri dan dimulai proses kompetisi.
pendamping dirasa kurang Pada saat proses penjurian
sehingga banyak hal-hal yang presentasi dari peserta yang
tidak terkoordinasi dengan isinya tidak berubah
baik menjadi masukan padahal
 PonPes didorong untuk sudah diberikan revisi dan
memiliki International Mindset koreksi.
 Learning outcome dari
program masih kurang jelas
sehingga terkesan hanya  Lokasi penjurian disarankan
‘membakar uang’ tidak bertempat tetapi di
 Klusterisasi dan kualitas PonPes yang memang
pendamping sangat lokasinya strategis dan
diperlukan. letaknya tidak berjauhan
 Pengawasan terhadap  Perlu komunikasi yang lebih
pesantren yang mendapat baik antara dewan juri dan
hadiah. Khawatir hadiah pendamping sehingga
tersebut tidak digunakan untk banyak hal dapat
mengembangkan proses bisnis dikoordinasikan dengan
 Knowledge transfer santri dan baik
pengurus PonPes agar
diperhatikan sehingga ketika  Perlu pengawasan terhadap
santri lulus alat atau hadiah pesantren yang mendapat
lainnya dapat tetap memberi hadiah untuk menghindari
manfaat kepada Ponpes penyalahgunaan
 Koordinasi antar juri dan penggunaan dana hadiah
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 159

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


koordinator juri agar lebih untuk kegiatan selain bisnis.
ditingkatkan
 PonPes perlu didorong
untuk memiliki International
Mindset dan perlu adanya
Knowledge transfer santri
dan pengurus PonPes agar
diperhatikan sehingga ketika
santri lulus alat atau hadiah
lainnya dapat tetap
memberi manfaat kepada
Ponpes.
Role Model  Sosialisasi kepada peserta  Perlu adanya sosialisasi
magang di PonPes terkait kepada peserta magang di
aturan yang berlaku di lokasi PonPes terkait aturan yang
PonPes tempat peserta berlaku di lokasi PonPes
melaksanakan magang tempat peserta
 Waktu pemagangan tidak melaksanakan magang
sesuai dengan yang ditetapkan karena masih kurang dan
saat awal kegiata/program juga waktu magang yang
 Kapasitas penginapan tidak sesuai dengan yang
 Grouping berdasarkan skala ditetapkan saat awal
usaha (scaleup/startup) kegiata/program.
 Modul dan korelasinya dengan
penilaian tahap akhir  Perlu adanya informasi
 Banyak peserta yang tidak terkait kapasitas
memahami isi modul terutama penginapan dan perlu
aspek keuangan adanya grouping
 Administrasi legal (DT dan berdasarkan skala usaha
Khusnul Khatimah dikenakan (scaleup/startup) dan
pajak) bidang usaha agar
 Bidang usaha agar disesuaikan disesuaikan dengan host.
dengan host
 Legalitas usaha PonPes agar  Pada saat pelaksanaan
menjadi poin administratif magang agar peserta dapat
 Diusulkan agar satu kelas memahami isi modul
terdiri atas 20-25 peserta agar terutama aspek keuangan
peserta terawasi dengan baik dan perlu adanya informasi
proses penyerapannya terkait modul dan
 Mindset entrepreneur PonPes korelasinya dengan
agar ditingkatkan penilaian tahap akhir.

 Satu kelas magang


disarankan terdiri atas 20-
25 peserta agar peserta
terawasi dengan baik proses
penyerapannya.
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 160

Narasumber Hasil Usulan Perbaikan


 Penilaian legalitas usaha
PonPes diharapkan menjadi
bagian dari poin
administrative.

 Perlu adanya peningkatan


terkait mindset
entrepreneur PonPes.
Penyusun  Perlunya kolaborasi dengan  Perlu adanya kolaborasi
Peraturan dinas lainnya. Seperti jika dengan dinas lainnya, seperti
Gubernur mendukung usaha ekspor berkolaborasi dengan DInas
impor maka kolaborasi dengan Perdagangan ketika akan
DInas Perdagangan melakukan usaha ekspor
 Waktu persiapan yang sangat impor.
singkat
 Bimbingan teknis untuk tim  Agar menyediakan
internal Bimbingan teknis untuk tim
 Struktur organisasi agar internal karena menurut
diperjelas mereka akan dibutuhkan
 Juknis perlu dilakukan banyak sehingga perlu disediakan.
revisi
 Semangat dan filosofis OPOP
belum banyak dipahami oleh  Struktur organisasi masih
peserta dan pendamping perlu diperjelas
(seperti aspek kemandirian)  Petunjuk teknis perlu
 Pesantren sebagai entitas yang dilakukan banyak revisi dan
unik sehinga treatmentnya waktu persiapan yang terlalu
berbeda dengan UMKM singkat perlu di kaji ulang.
 Evaluasi tidak hanya dengan
internal saja tetap harus  Semangat dan filosofis OPOP
dilakukan evaluasi dengan belum banyak dipahami oleh
eksternal peserta dan pendamping
 Target PonPes peserta OPOP (seperti aspek kemandirian)
yang sangat tinggi oleh karena itu pesantren
sebagai entitas yang unik
sehinga perlu treatment yang
berbeda dengan UMKM dan
Target PonPes peserta OPOP
yang sangat tinggi.

 Perlu adanya Evaluasi yang


tidak hanya dilakukan secara
internal saja tetapi harus
dilakukan evaluasi dengan
pihak eksternal juga.

Sumber: data olahan penulis, 2020


JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 161

Kajian di atas menunjukkan bahwa peran aktor kebijakan sangat beragam, Wahab (1998:35)
menjelaskan bahwa “ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktor kebijakan, antara lain, budaya
politik, distribusi kekuasaan, atau karakter kekuasaan yang terdapat dalam sistem politik dan policy
style yang terdapat pada pelbagai negara”. Peran Gubernur Jawa Barat yang memiliki distribusi
kekuasaan yang didasari janji politik memiliki peran dominan dalam penyelenggaraan program

Secara garis besar restrospective action yang harus dilakukan pihak penyelenggara dalam
implementasi kebijakan Pergub 24 tahun 2019 tentang penyelenggaraan OPOP, antara lain :
1. Seleksi pendamping harus dilakukan dengan melihat persyaratan dari orang-orangnya, selain
akademisi juga pengetahuan tentang pesantren menjadi hal yang utama;
2. Para pendamping perlu diberi pembekalan sebelum terjun kelapangan, dimana mereka perlu
dibekali dengan informasi tentang bagaiamana membimbing, memberi konsultasi dan
advokasi, juga membantu dalam pengembangan usahanya dengan aturan yang seragam.
Sehingga pada akhirnya pesantren sudah siap untuk diuji;
3. Seleksi peserta perlu dilakukan dengan lebih ketat lagi. Perlunya informasi tentang status dari
pesantren dan bisnis yang dijalankan, dengan melalui survey pendahuluan dan juga seleksi dari
para san/tri yang akan ikut serta;.
4. Persyaratan peserta yang boleh ikut serta dalam program OPOP ini harus memenuhi kriteria
yang sudah ditentukan, jadi peserta yang dapat ikut dalam program OPOP hanya yang memiliki
persyaratan tersebut;
5. Target jumlah peserta yang diterima sebaiknya didasarkan pada pemenuhan kualifikasi dari
pesantren, tidak hanya didasarkan pada target yang ditetapkan. Karena jika kondisinya
demikian, maka persoalan yang telah terjadi di tahun sebelumnya akan dihadapi lagi, dimana
untuk menegjar target yang ditetapkan akhirnya banyak pesantren yang sebetulnya tidak
memenuhi syarat utnuk dikembangkan;
6. Kejelasan dari kriteria bisnis strat up dan scale up. Dimana keduanya sudah merupakan
pesantren yang memiliki bisnis yang memang akan dikembangkan;
7. Perlunya petunjuk teknis yang jelas, detail dan seragam, sehingga dalam pelaksanaan OPOP ini
dapat dimengerti oleh semua pihak;
8. Perlunya sosialisasi program ke setiap pesatren agar mereka tahu apa tujuan dari program
OPOP ini sehingga mengerti bahwa program ini merupakan program yang akan memeberi
manfaat pada pesantren mereka;
9. Masalah hadiah yang berupa uang perlu dipertimbangkan kembali, karena ada pesantren yang
menggunakan uang hadiah untuk urusan pribadi. Sehingga hadiah yang berupa barang akan
lebih berguna untuk pengembangan bisnis pesatren. Akan tetapi perlu juga ditetapkan
konsekuensi dari ahdiah yang diterima, mereka perlu memeprlihatkan perkembangan dalam
bisnis nya. Sehingga mereka terpicu untuk terus memelihara kemajuan bisnisnya;
10. Perlunya untuk meninjau kembali lokasi dari pesentren yang harus di bina para pemdamping.
Sebaiknya lokasinya disesuaikan dengan jalur yang searah, sehingga tidak membuang tenaga
dan waktu karena lokasi yang tidak dalam satu area. Yang menyebabkan peran pendamping
menjadi tidak maksimal;
11. Perlunya pembekalan para juri dalam menilai peserta, dengan menggunakan indikator-
indikator yang jelas, sehingga para peserta mengetahui mengapa mereka kalah ataupun
menang dalam kompetisinya;
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 2, Desember 2021 162

PENUTUP
Dari pembahasan pada bagian sebelumnya maka dapat diambil simpulan sebagai berikut. Pertama,
Kebijakan pemberdayaan usaha pesantrren, merupakan hasil janji politik yang dituangkan kedalam
peraturan gubernur Jawa Barat. Kedua, Peran pemerintah (Gubernur Jawa Barat) dalam kebijakan ini
memiliki peran yang dominan dalam perumusan kebijakan, DPRD dan aktor non kebijakan lainnya
hanya berperan dalam pengesahan anggaran dan perumusan kedalam dokumen perencanaan
pembangunan. Ketiga, dalam proses implementasi memerlukan banyak dukungan stakeholder yang
memiliki semangat dan tujuan yang sama, yaitu untuk pengembangan peran strategis pesantren dalam
Halal Value Chain Nasional. Keempat, dengan adanya pelibatan multistakeholder dalam
penyelenggaraan kegiatan, maka diperlukan project management yang baik, dalam penjadwalan dan
alokasi Sumber Dana. Kelima, multistakeholder dengan tujuan dan pandangan yang berbeda, maka
perlu disamakan persepsinya menggunakan juknis yang detail. Keenam, kegiatan ini memerlukan
feedback dari berbagai stakeholder secara terus menerus agar penyelenggaraan sesuai tujuan
kebijakan. Rekomendasi yang disampaikan adalah, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai tingkat
pengembalian sebuah kebijakan sebagai dampak kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Basyit (2017) Pembaharuan Model Pesantren: Respon Terhadap Modernitas, Vol.XVI Koordinat
Danim, S. (2000). Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Dunn, W. (2004). Public Policy Analysis: An Introduction (Third Ed.). New Jersey: Pearson –
Prentice Hall Inc
Fowler, F.C. (2009). Policy Studies for Educational Leaders: An Introduction (third.ed.). Boston:
Pearson Education, Inc.
Haidar Putra Daulay (2014) Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Imron, A. (1996). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk dan Masa Depannya.
Jakarta: Bumi Aksara
MacRae, D. & Wilde, J.A. (1985). Policy Analysis for Public Decisions. LanhamNew York-
London: University Press of America.
Marshall, C. & Gerstl-Pepin, C. (2005). ReFraming Educational Politics for Social Justice. Boston:
Pearson Education, Inc.
Maxwell, J. A. (1996). Qualitative Research Design: An Interactive Approach. California: SAGE
Publications, Inc.
Wahab, A.S. (1998). Analisis Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasinya. Malang: Fakultas Ilmu
Administrasi UNIBRAW.
Wakka., Abdul Kadir.( 2014). Analisis Stakeholder Pengelolaan Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Mengkendek. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea.Vol. 3
No.1, April 2014:47-45.

You might also like