Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

BIOMA, Juni 2013 ISSN: 1410-8801

Vol. 15, No. 1, Hal. 6-13

Komposisi, Kemelimpahan dan Keanekaragaman Fitoplankton Danau Rawa Pening


Kabupaten Semarang

Sesilia Rani Samudra1) Tri Retnaningsih Soeprobowati2) Munifatul Izzati2)


1,2,3)
Program Studi Magister Biologi, Universitas Diponegoro

Abstract

Rawa Pening is a semi natural lake which is utilized for hydro-electric power plant, caged fish culture,
irrigation, and tourism. It belongs to one of the fifteen lakes which receives national priority to be saved and
preserved because of its very poor condition as a result of eutrophication, sedimentation and degraded water quality.
Eutrophication of Rawa Pening comes from the Water Catchment Area, originating from farms, animal husbandry,
domestic and industrial waste around the lake, and also from the water body itself, that is from caged fish culture.
The fertility criteria of the lake water can be determined on the basis of the abundance and variety of phytoplankton
and the total phosphorus content.
The aim of this research is to find out the water fertility criteria of Lake Rawa Pening based on the abundance
and variety of phytoplankton, and the phosphorus content. Research began in July 2012 on three stations. Station I
is an area with fishcage culture; Station II is an area without fishcage culture, and Station III is the river inlet or
water catchment area. Each station consisted of three different sampling areas.
The phytoplankton abundance at the station without fishcage culture is higher (19012 ind/l) than at the
fishcage culture station (14356 ind/l) as well as at the inlet station (11058 ind/l), but the diversity index at the no
fishcage station is lowest (1.80) compared to the fishcage culture station (2.32) and the inlet station (2.05). The
fertility criteria of Rawa Pening based on the phytoplankton abundance and P-total of its water is eutrophic going
towards hypereutrophic.

Keywords : Lake Rawa Pening, Phosphorus, Water Quality, Euthropication

Abstract

Danau Rawa Pening terbentuk secara semi alami dan memiliki fungsi untuk PLTA, budidaya perikanan
keramba, irigasi, dan wisata. Rawa Pening merupakan salah satu dari 15 danau prioritas nasional yang perlu
diselamatkan karena kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan akibat eutrofikasi, sedimentasi dan penurunan
kualitas air. Sumber eutrofikasi Danau Rawa Pening berasal dari Daerah Tangkapan Air (DTA) yaitu dari pertanian,
peternakan, limbah domestik dan industri di sekitar Rawa Pening; dan juga berasal dari badan air itu sendiri yaitu
dari budidaya perikanan (keramba). Penentuan kriteria kesuburan perairan Danau Rawa Pening dapat didasarkan
pada kemelimpahan dan keragaman fitoplankton, serta kandungan total fosfor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kriteria kesuburan perairan Danau Rawa Pening
berdasarkan kemelimpahan dan keragaman fitoplankton serta kandungan total fosfor. Penelitian dimulai bulan Juli
2012 dengan tiga stasiun dan tiga ulangan tempat. Stasiun I yaitu daerah keramba, stasiun II daerah non keramba,
dan stasiun III daerah muara sungai inlet atau Daerah Tangkapan Air (DTA).
Kemelimpahan fitoplankton stasiun perairan non keramba Danau Rawa Pening lebih tinggi (19.012 ind/l)
dibandingkan dengan stasiun keramba (14.356 ind/l) maupun muara (11.058 ind/l), namun indeks keragaman stasiun
perairan non keramba paling rendah (1,80) dibandingkan stasiun keramba (2,32) dan muara (2,05). Kriteria
kesuburan perairan Danau Rawa Pening berdasarkan kemelimpahan fitoplankton dan kandungan total fosfornya
adalah eutrofik menuju hipereutrofik.

Kata Kunci : Danau Rawa Pening, Fitoplankton, Fosfor, Eutrofikasi

PENDAHULUAN karena kondisinya yang sudah sangat


Rawa Pening merupakan salah satu danau memprihatinkan. Hal tersebut terjadi karena
dari 15 danau prioritas yang perlu diselamatkan penurunan kualitas perairan, penurunan debit air
Komposisi. Kemelimpahan dan keanekaragamanfitoplankton

dan pendangkalan danau akibat sedimentasi merupakan komponen biotik penting dalam
(Soeprobowati, 2011). Danau Rawa Pening metabolisme badan air, karena merupakan mata
terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah dan rantai primer di dalam rantai makanan ekosistem
wilayahnya meliputi sebagian dari kecamatan perairan. Perubahan ukuran, jenis dan jumlah
Jambu, Banyubiru, Ambarawa, Bawen, Tuntang, populasi plankton di perairan dapat
Getasan. Danau Rawa Pening dapat digolongkan menggambarkan keadaan struktur komunitas
sebagai ekosistem perairan tertutup karena perairan. (Umar, 2010). Populasi fitoplankton yang
memiliki 9 inlet namun hanya memiliki 1 outlet terlalu besar menunjukkan perairan yang
yaitu Sungai Tuntang, sehingga waktu tinggal air mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi yang terjadi di
danau ini relatif lebih lama dibandingkan danau danau akan mempengaruhi tingkat produktivitas
lainnya (Sulistyawati et. al., 2006). Fungsi Danau perikanan budidayanya.
Rawa Pening yang dimanfaatkan oleh pemerintah
dan masyarakat diantaranya adalah untuk BAHAN DAN METODE
pembangkit listrik (PLTA), perikanan, irigasi Penelitian ini telah dilakukan pada bulan
pertanian, penampung air saat musim hujan dan Juli 2012. Penentuan lokasi penelitian
kegiatan wisata (Budihardjo dan Haryono, 2007). menggunakan metode Random Sampling dengan
Kegiatan perikanan meliputi perikanan tangkap tiga stasiun utama dan tiga ulangan tempat. Stasiun
dan budidaya. Budidaya ikan menggunakan I adalah perairan danau sekitar tempat budidaya
keramba (Keramba Jaring Apung atau KJA, dan keramba, stasiun II adalah perairan danau selain
Keramba Jaring Tancap, atau KJT) merupakan wilayah budidaya keramba, stasiun III adalah
kegiatan yang paling banyak dilakukan di Danau perairan muara Daerah Tangkapan Air (DTA)
Rawa Pening. danau. Masing-masing stasiun dilakukan ulangan
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah tempat sebanyak tiga kali. Ulangan dari stasiun I
dilakukan, Danau Rawa Pening, saat ini telah yaitu keramba Desa Rowoboni (Sumenep),
mengalami masalah kesuburan perairan atau keramba Desa Bejalen (Selonder), dan keramba
eutrofikasi dengan kategori perairan eutrofik Desa Asinan. Ulangan stasiun II dilakukan di
menuju hipereutrofik. Eutrofikasi merupakan perairan Desa Banyubiru, perairan Desa
proses pengayaan unsur hara atau produktivitas Kebondowo (Puteran), dan Perairan Desa
perairan karena pasokan bahan organik yang Rowoboni (Segalok). Ulangan stasiun III akan
berasal dari aktivitas manusia maupun secara dilakukan di muara Sungai Panjang, muara Sungai
alami, yang ditandai dengan tingginya konsentrasi Galeh, dan muara Sungai Ngaglik.
total-P, total-N dan klorofil-a, sehingga memacu Kemelimpahan fitoplankton dihitung
pertumbuhan yang tidak terkontrol dari tumbuhan berdasarkan metode Lackey drop microtransect
air (Reddy, 2005). Eutrofikasi pada perairan counting (APHA, 2005) menggunakan rumus :
menggenang seperti danau akan menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas air, ”blooming” alga
atau fitoplankton dan enceng gondok. Kondisi Keterangan :
eutrofikasi dapat dilihat secara visual yaitu N = Kemelimpahan plankton (ind/l)
permukaan perairan danau yang sebagian besar Oi = Luas gelas penutup (324 mm2)
tertutup oleh tanaman air enceng gondok Op = Luas lapang pandang (1,11279 mm2)
(Eichornia crassipes). Vr = Volume botol contoh (75 ml)
Penurunan kualitas air karena eutrofikasi Vo = Volume 1 tetes air contoh (0,05 ml)
akan menurunkan fungsi perairan dan Vs = Volume air yang disaring oleh planktonet (30
mengganggu ekosistem yang ada l)
didalamnyatermasuk mempengaruhi n = Jumlah plankton yang didapat
kemelimpahan fitoplankton. p = Jumlah lapang pandang (50)
Alga atau fitoplankton dapat berperan Indeks keragaman fitoplankton dihitung
sebagai salah satu parameter ekologi yang dapat berdasarkan rumus Shanon-Wiener (APHA, 2005),
menggambarkan kondisi suatu perairan dan juga yaitu :
Sesilia Rani Samudra, Tri Retnaningsih Soeprobowati dan Munifatul Izzati

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa hal,


diantaranya jumlah fitoplankton di daerah keramba
banyak yang termakan oleh ikan-ikan budidaya
Pi = sehingga kemelimpahannya berkurang.
Fitoplankton yang termakan oleh ikan budidaya
Keterangan :
dapat dilihat dari jumlah jenis fitoplankton yang
H = indeks keragaman
disukai oleh ikan di stasiun keramba dan
ni = jumlah spesies i
dibandingkan jumlahnya dengan di stasiun
N = jumlah total spesies
lainnya. Salah satu jenis fitoplankton yang disukai
S = jumlah spesies dalam sampel
ikan sebagai pakan alaminya adalah Navicula sp.
Pada penelitian ini juga dilakukan
(Taofiqurohman et. al., 2007). Apabila dilihat pada
pengukuran kualitas air meliputi temperatur, pH,
Tabel 2, Navicula sp. tidak ditemukan pada stasiun
oksigen terlarut, turbiditas, dan kecerahan.
keramba namun terdapat di stasiun muara sehingga
dapat mengindikasikan bahwa Navicula sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN
salah satu jenis fitoplankton yang disukai ikan
Berdasarkan hasil pengamatan
telah termakan oleh ikan budidaya. Turbiditas
fitoplankton secara keseluruhan, komposisi divisi
yang cukup tinggi pada stasiun keramba juga dapat
fitoplankton Danau Rawa Pening yaitu
mempengaruhi biomassa fitoplankton karena
Chlorophyta, Bacillariophyta, Cyanophyta,
turbiditas yang tinggi akan mengurangi penetrasi
Chrysophyta, Pyrrophyta (Dinoflagellata) dan
cahaya yang masuk ke perairan. Penetrasi cahaya
Euglenophyta. Divisi yang paling mendominasi
yang tidak optimal dapat mengganggu proses
adalah Chlorophyta dan Bacillariophyta. Perairan
fotosintesis fitoplankton dan menghambat
danau atau waduk umumnya didominansi
pertumbuhan serta mengurangi biomassanya.
fitoplankton dari kelas Chlorophyceae,
Kategori perairan daerah keramba
Bacillariophyceae dan Cyanophyceae.
berdasarkan kemelimpahan fitoplanktonnya
Chlorophyta adalah alga hijau yang apabila
termasuk mesotrofik menuju eutrofik. Indeks
jumlahnya banyak dan mendominansi perairan
keragaman pada stasiun keramba adalah yang
akan membuat perairan terlihat berwarna
paling tinggi apabila dibandingkan dengan stasiun
kehijauan, sedangkan Bacillariophyta merupakan
perairan non keramba. Indeks keragaman pada
fitoplankton yang lebih dikenal sebagai diatom
stasiun keramba menunjukkan bahwa tingkat
(Handerson-Seller dan Markland,1987 dalam
keanekaragaman fitoplankton pada stasiun ini
Mujiyanto et.al., 2011). Dominansi jumlah dan
termasuk kategori sedang.
jenis Chlorophyta dapat mengindikasikan bahwa
Fitoplankton pada stasiun keramba
suatu perairan mengalami eutrofikasi.Salah satu
didominansi Peridinium cinctum, diikuti Synedra
indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi
ulna. Peridinium sebagai plankton yang
terjadinya eutrofikasi di perairan adalah
mendominasi stasiun keramba merupakan
bergantinya populasi fitoplankton yang dominan
fitoplankton yang termasuk kedalam divisi
dari kelompok Diatomae menjadi Chlorophyceae,
Pyrrophyta. Pyrrophyta lebih dikenal dengan
sehingga berdasarkan komposisi fitoplankton
Dinoflagellata. Dinoflagellata air tawar umumnya
secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
tidak beracun dan tidak berbahaya seperti
perairan Rawa Pening telah mengalami eutrofikasi
dinoflagellata air laut yang bersifat toksik dan
(Henderson-Seller dan Markland, 1987 dalam
memiliki efek negatif pada sistem perairan.
Marganof, 2007).
Namun pada beberapa penelitian dilaporkan kasus
Pada stasiun keramba, kemelimpahan
blooming dinoflagelata di perairan tawar yang juga
fitoplankton totalnya adalah 14.356 ind/l.
bersifat toksik bagi organisme akuatik lainnya
Kemelimpahan fitoplankton pada stasiun keramba
terutama alga yaitu Peridinium. Beberapa contoh
lebih kecil dibandingkan dengan stasiun perairan
kasus tersebut adalah Peridinium polonicum yang
non keramba (19.012 ind/l), namun lebih tinggi
merupakan penyebab kematian ikan di bendungan
dibandingkan dengan stasiun muara (11.058 ind/l).
Jepang, Peridinium bipes mempunyai efek
Komposisi. Kemelimpahan dan keanekaragamanfitoplankton

mematikan bagi alga Cyanobacteria Microcystis karena adanya dominansi dari Peridinium cinctum.
aeruginosa. Peridinium bersifat toksik karena Dominansi suatu jenis fitoplankton pada badan air
menghasilkan toksin yang sifatnya mematikan ditentukan oleh perbandingan jenis nutrien yang
bagi organisme planktonik lain (allelopathy). terlarut dalam badan air. Hal ini disebabkan setiap
Peridinium juga memiliki kemampuan mencegah jenis fitoplankton mempunyai respon yang
fitoplankton lainnya untuk tumbuh dengan berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang
biomassa yang tinggi, sehingga mengurangi ada terutama nitrogen dan fosfor dalam badan air
persaingan nutrisi. Hal tersebut yang menyebabkan (Barus, 2004 dalam Mujiyanto et. al., 2011).
Peridinium di dalam komunitas fitoplankton air Fitoplankton pada stasiun perairan non
tawar merupakan jenis yang umum dijumpai dan keramba didominasi Peridinium cinctum dan
dapat mendominasi biomassa di danau yang diikuti Haematococcus pluvialis dan Aulacoseira
beriklim tropis (Rengefors dan Legrand, 2001). granulata. Haematococcus merupakan
Pada stasiun perairan non keramba, dari fitoplankton dari kelompok Chlorophyta dan
ketiga lokasi pengulangan diperoleh memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat serta
kemelimpahan fitoplankton sebesar 19.012 ind/l siklus hidup yang kompleks. Haematococcus dapat
dan indeks keragaman 1,80. Kemelimpahan ditemukan hidup soliter maupun berkoloni dan
fitoplankton pada stasiun perairan non keramba pertumbuhannya sangat ditentukan oleh jumlah
merupakan yang paling besar dibandingkan nutrien di perairan terutama nitrogen (Cifuentes et.
dengan stasiun keramba dan stasiun muara. Hal al., 2003). Aulacosira merupakan jenis diatom
tersebut dapat terjadi karena rata-rata konsentrasi yang mengindikasikan suatu perairan cenderung
total-P di daerah non keramba sedikit lebih tinggi hipereutrofik dengan pH basa. Hal tersebut sesuai
(0,10 mg/l) dibandingkan dengan daerah keramba dengan hasil pengukuran kualitas air parameter
dan muara (0,09 mg/l). Kandungan fosfor di total-P dan pH yang menunjukkan bahwa perairan
perairan sangat mempengaruhi kemelimpahan non keramba pada stasiun ini nilai total-Pnya
fitoplankton serta tanaman air berukuran makro paling tinggi dengan kategori eutrofik dan
(Reddy, 2005). Faktor lain yang mempengaruhi memiliki nilai pH yang rendah atau bersifat asam.
kemelimpahan fitoplankton yang tinggi pada Pada stasiun muara, dari ketiga lokasi
stasiun perairan non keramba adalah turbiditas pengulangan diperoleh kemelimpahan fitoplankton
yang rendah (2,08 NTU) dibandingkan dengan sebesar 11.058 ind/l dan indeks keragaman 2,05.
stasiun keramba (5,22 NTU) maupun stasiun Nilai kemelimpahan yang kecil pada stasiun muara
muara (41,42 NTU), sehingga penetrasi cahaya dapat terjadi karena pada stasiun ini tingkat
matahari lebih optimal dan mempengaruhi kecerahannya paling kecil (46,67 cm) dan
pertumbuhan fitoplankton. Variasi kelimpahan turbiditas paling tinggi (41,42 NTU). Hal tersebut
fitoplankton juga dapat dipengaruhi oleh kondisi menunjukkan bahwa perairan di daerah muara
cuaca dan keberadaan dari aktifitas di sekitar sangat keruh sehingga sinar matahari tidak mampu
perairan serta perubahan dari parameter kulitas menembus jauh ke dalam perairan. Perairan di
lingkungan perairan. Fitoplankton sebagai sekitar muara secara visual terlihat sangat keruh
organisme yang bergerak pasif akan terbawa arus berwarna cokelat, terutama pada perairan muara
dan melayang pada kolom air. Arus mapun angin Sungai Ngaglik. Perairan yang keruh
yang terjadi di suatu perairan juga akan mengkaibatkan fitoplankton tidak dapat
menyebabkan perbedaan distribusi plankton melakukan fotosintesis dengan baik, sehingga
(Mujiyanto et. al., 2011). hanya fitoplankton jenis tertentu yang
Kategori perairan stasiun non keramba mendominasi di daerah ini.
berdasarkan kemelimpahan fitoplanktonnya Kategori perairan stasiun muara
termasuk eutrofik menuju hipereutrofik. Indeks berdasarkan nilai kelimpahan fitoplanktonnya
keragaman pada stasiun ini menunjukkan bahwa yaitu mesotrofik menuju eutrofik. Nilai indeks
tingkat keanekaragaman fitoplankton termasuk keragaman yang rendah pada stasiun ini
kategori rendah. Nilai indeks keragaman yang menunjukkan bahwa hanya fitoplankton jenis
rendah pada stasiun non keramba disebabkan
Sesilia Rani Samudra, Tri Retnaningsih Soeprobowati dan Munifatul Izzati

tertentu yang mampu beradaptasi dengan Synedra merupakan diatom dominan di


lingkungan perairan yang keruh seperti Synedra. perairan tawar Indonesia baik pada ekosistem lotik
Synedra ulna merupakan fitoplankton maupun lentik. Diatom merupakan mikroalga
yang paling dominan di daerah muara dan diikuti dengan dinding sel lebih dari 90% dari silika
Aphanocapsa sp.. Synedra merupakan fitoplankton sehingga dapat memfosil. Diatom seringkali
dari kelompok diatoma, dan Aphanocapsa mendominasi perairan baik dalam jumlah jenis
merupakan fitoplankton dari kelompok alga hijau maupun populasi dibandingkan dengan mikroalga
biru atau cyanophyta. Berdasarkan hasil penelitian lainnya. Dominansi spesies diatom ditentukan oleh
Rahayu (2009) yang melihat jenis makanan ikan kisaran kualitas air yang dapat ditolerir oleh
motan (Thynnichthys thynnoides), Aphanocapsa spesies diatom tersebut. Synedra termasuk spesies
merupakan salah satu jenis plankton yang toleran dan banyak dijumpai di ekosistem sungai
dikonsumsi oleh ikan tersebut. Pada penelitian ini maupun danau dengan kandungan bahan organik
Aphanocapsa ditemukan sangat melimpah di yang tinggi. (Soeprobowati et. al., 2010).
stasiun muara dan hanya ditemukan dalam jumlah Nitzschia sp. yang ditemukan pada stasiun ini juga
yang kecil di stasiun keramba dan perairan non mengindikasikan bahwa perairan tersebut berada
keramba, sehingga dapat dimungkinkan bahwa pada kondisi eutrofik-hipereutrofik (Soeprobowati,
Aphanocapsa juga merupakan fitoplankton yang 2011).
dikonsumsi ikan budidaya di Rawa Pening.

Tabel 2. Komposisi, Kemelimpahan, dan Keragaman Fitoplankton

Stasiun
Perairan Non
NO DIVISI & SPESIES Keramba Muara
Keramba
K1 K2 K3 P1 P2 P3 M1 M2 M3
Bacillariophyta
1. Asterionella formosa - - 194 - - - - - -
2. Aulacoseira granulata 194 194 970 776 1.067 776 - 97 -
3. Cocconeis pediculus 97 - - 291 - - - - -
4. Epichrysis sp. - - - - - - 97 - -
5. Eunotia incisa - 97 - - - - - - -
6. Fragillaria capucina - - - - - - - - 194
7. Navicula sp. - - - - - - - 97 97
8. Nitzschia sp. 97 - - - - 194 - 97 97
9. Stenopterobia sp. - - - - - - - - 97
10. Surirella sp. - - - - 97 97 - 97 291
11. Synedra acus 97 - 97 - - - - 97 194
12. Synedra ulna 970 194 679 - 485 97 194 582 4.365
Chlorophyta
13. Chlorococcus sp. 194 485 - - 194 - 97 - -
14. Chodatella sp. - - - 97 - - - - -
15. Closterium dianae - - - - 97 - - - -
16. Closterium incurvum - - 97 - - - - - -
17. Closterium idiosporum - - - - 97 - - - -
18. Closterium parvulum - - - - 97 - - - -
19. Elakatothrix gelatinosa - - - - - - - 97 -
20. Haematococcus pluvialis 1.261 97 97 - 3.977 - - - -
21. Microspora sp. - - - - - - - 97 -
22. Mougeotia sp. 291 291 291 194 97 - - - 97
23. Oedogonium sp. 97 - - 97 - - - - -
Komposisi. Kemelimpahan dan keanekaragamanfitoplankton

24. Oocystis sp. - 1.649 - 194 97 - 97 291 -


25. Pediastrum boryanum - - - 194 - - - - -
26. Selenastrum capricornutum - - - - 97 - - - -
27. Tetraedriella sp. 97 - 388 - 194 - - - -
28. Volvox globator - 194 - - 97 - - - -
Cyanophyta
29. Aphanizomenon flos-aquae 97 - 97 - - - - - 97
30. Aphanocapsa sp. 97 - - 97 - - 2.037 - -
31. Calothrix sp. 97 - - - - - - 97 -
32. Nostoc sp. 194 - - 194 97 - - - 194
33. Oscillatoria limosa - - - - - 97 - 194 194
34. Phormidium sp. 97 - - - - - - - 97
35. Stigonema sp. - - - - - - - - 97
Euglenophyta
36. Phacus pleuronectes - - - - - - - - 291
Pyrrophyta
37. Peridinium cinctum 4.074 - 194 3.492 3.492 1.843 97 97 97
Kemelimpahan total (ind/l) 14.356 19.012 11.058
Indeks keragaman 2,32 1,80 2,05
Indeks dominansi 0,15 0,28 0,26

Hasil kandungan total-P rata-rata stasiun kemudian terakumuliasi di tengah perairan


keramba adalah 0,09 mg/l; stasiun perairan non sebelum keluar ke sungai outlet yaitu Sungai
keramba 0,10 mg/l; dan stasiun muara 0,09 mg/l. Tuntang. Hal tersebut berkaitan dengan debit air
Apabila dibandingkan dengan kriteria kesuburan danau dan waktu tinggal air yang cukup lama.
suatu perairan berdasarkan kandungan total-P, Berdasarkan perhitungan daya tampung beban
maka stasiun keramba termasuk kedalam kategori pencemaran fosfor, Danau Rawa Pening memiliki
eutrofik, stasiun perairan non keramba termasuk waktu tinggal air 7,68 tahun dan debit air keluar
kategori hipereutrofik, dan stasiun muara termasuk danau 4,89 m3/tahun, sehingga dapat
kategori eutrofik. Secara umum perairan Danau dimungkinkan bahwa fosfor yang terakumulasi
Rawa Pening sudah termasuk perairan eutrofik dari daerah keramba dan muara (DAS) akan
menuju hipereutrofik. terakumulasi terlebih dahulu di daerah non
Rata-rata total-P di daerah non keramba keramba yang terdapat di tengah danau sebelum
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah keramba akhirnya keluar menuju outlet.
dan muara (Tabel 3). Beberapa faktor yang Di stasiun keramba juga terdapat sejumlah
menyebabkan kandungan total-P di daerah tanaman air terutama enceng gondok (Eichornia
keramba lebih kecil dibandingkan dengan perairan crassipes), sehingga dapat mengurangi konsentrasi
non keramba adalah pengaruh angin dan arus yang total-P yang ada di sekitar daerah keramba
ada di danau tersebut. Menurut Walukow (2010), tersebut. Tanaman air termasuk enceng gondok
konsentrasi polutan yang masuk ke badan perairan, memerlukan fosfor untuk pertumbuhannya,
dalam hal ini fosfor, akan mengalami tiga macam sehingga fosfor yang terdapat di perairan akan
fenomena yaitu pengenceran (dilution), diserap dan jumlahnya akan berkurang.
penyebaran (dispertion) dan reaksi penguraian Penyebaran enceng gondok di perairan Rawa
(decay or reaction). Pening sangat tergantung pada angin yang bertiup.
Daerah keramba umumnya terletak tidak Saat angin cukup besar, banyak enceng gondok
terlalu jauh dari daerah pinggir danau, sedangkan yang tersangkut di sekitar keramba. Enceng
perairan non keramba berada di tengah danau, gondok yang berada di sekitar keramba sangat
sehingga bahan organik akan terbawa arus dari mempengaruhi pertumbuhan ikan budidaya. Ikan
muara inlet sungai atau daerah tangkapan air dan budidaya akan lebih sulit untuk tumbuh apabila
Sesilia Rani Samudra, Tri Retnaningsih Soeprobowati dan Munifatul Izzati

jumlah enceng gondok yang berada di sekitar persaingan fosfor yang dibutuhkan oleh ikan dan
keramba sangat banyak. Pertumbuhan ikan yang enceng gondok.
terhambat dapat disebabkan karena adanya

Tabel 3. Hasil Rata-Rata Kualitas Air Danau Rawa Pening

Rata-rata Stasiun Baku Mutu Air Kelas II untuk budidaya ikan,


Parameter Satuan
Keramba Perairan Non Keramba Muara rekreasi, peternakan, pengairan
Total-P mg/l 0,09 0,10 0,09 0,20
Temperatur °C 25,50 25,80 24,60 24-30
pH - 6 6 6 6-9
DO mg/l 4,49 2,06 5,51 4
Turbiditas NTU 5,22 2,08 41,42 -
Kecerahan cm 100 116,67 46,67 -

Hasil rata-rata kualitas air masing-masing keramba yang lebih tinggi dibandingkan
stasiun untuk parameter Total-P, temperatur, pH dengan stasiun keramba maupun stasiun
dan DO secara umum masih layak untuk budidaya muara dapat terjadi karena ketersediaan unsur
ikan sesuai dengan baku mutu kualitas air kelas II. fosfor di stasiun non keramba lebih banyak
Hasil yang menunjukkan nilai dibawah standar dan fitoplankton di stasiun keramba banyak
baku mutu adalah kandungan DO pada stasiun yang dimakan oleh ikan budidaya. Indeks
perairan non keramba. Hal tersebut dapat keragaman yang rendah di stasiun non
disebabkan oksigen yang ada di perairan sebagian keramba dibandingkan stasiun lain karena ada
besar terpakai dalam proses degradasi bahan dominansi dari jenis Peridinium yang mampu
organik yang berasal dari sisa-sisa pembusukan menghambat fitoplankton lain untuk tumbuh
tanaman air terutama enceng gondok, namun rata- dengan biomassa tinggi. Kandungan total-P
rata kandungan DO >2 mg/l masih bisa sebagai pada stasiun non keramba lebih tinggi
tempat hidup organisme akuatik. Turbiditas yang dibandingkan dengan stasiun keramba dan
tinggi pada stasiun keramba dapat disebabkan muara, hal tersebut dapat terjadi karena
karena banyaknya partikel-partikel dari sisa pakan pengaruh arus dan debit air keluar danau,
ikan yang diberikan dalam budidaya keramba. serta tanaman enceng gondok yang cukup
Pada stasiun muara dengan tingkat turbiditas banyak di sekitar keramba yang menyerap
paling tinggi disebabkan karena masukan partikel- fosfor untuk pertumbuhannya. Kriteria
partikel seperti pasir dan lumpur halus yang kesuburan perairan Danau Rawa Pening
berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) inlet berdasarkan kemelimpahan fitoplankton dan
danau. Turbiditas pada masing-masing stasiun kualitas air adalah eutrofik menuju ke
berhubungan dengan nilai kecerahannya, semakin hipereutrofik.
tinggi turbiditas maka kecerahannya semakin
tinggi. DAFTAR PUSTAKA
APHA. 2005. Standard Method for The
KESIMPULAN Examination of Water and Wastewater. 21th
1. Komposisi fitoplankton di Danau Rawa Edition. New York : American Public
Pening didominansi oleh divisi Chlorophyta, Health Association Inc. 1368 hal.
Bacillariophyta, dan Cyanophyta. Komposisi Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan
tersebut menunjukkan bahwa di perairan Lingkungan Perairan Waduk Lahor
Rawa Pening berada telah terjadi eutrofikasi Kabupaten Malang Jawa Timur. Tesis.
yang terindikasi dari pergantian kelompok Semarang : Program Magister Ilmu
Diatomae menjadi Chlorophyceae. Lingkungan, UNDIP.
Kemelimpahan fitoplankton stasiun non
Komposisi. Kemelimpahan dan keanekaragamanfitoplankton

Budihardjo, M.A. dan H. S. Huboyo. 2007. Pola Strategy to Outcompete Other Winter
Persebaran Nitrat dan Phosphat dengan Phytoplankton. Jurnal Limnology
Model Aquatox 2.2 serta Hubungan Oceanography. Vol. 46 No. 8 : 1990-1997.
terhadap Tanaman Enceng Gondok pada American Society of Limnology and
Permukaan Danau (Studi Kasus Danau Oceanography, Inc.
Rawa Pening Kabupaten Semarang). Jurnal Soeprobowati, T. R. 2010. Stratigrafi Diatom
Presipitasi, Vol. 3 (2) : 58-66. Semarang : Danau Rawa Pening : Kajian
Departemen of Environmental Engineering, Paleolimnologi sebagai Landasan
UNDIP. Pengelolaan Danau. Makalah Seminar
Cifuentes, A. S., M. Gonzales, S. Vargas, M. Nasional Limnologi V. Bogor : Pusat
Hoeeneisen dan N. Gonzales. 2003. Penelitian Limnologi – LIPI.
Optimalization of Biomass, Total ______. 2011. Kajian Perubahan Ekosistem
Caotenoids and Astaxanthin Production in Danau Rawa Pening Menggunakan Diatom
Haematococcus pluvialis Flotow Strain sebagai Bioindikator. Prosiding. Semarang :
Steptoe (Nevada USA) Under Laboratory Simposium Nasional Penelitian Perubahan
Conditions. Jurnal Biologi Resources. Vol Iklim.
36 : 343-357. Chile : Faculted de Gencias Sulistyawati, I; Soedarini; Bernadetha; Widianarko
Naturales Y Oceanograficas, Universidad de dan Budi. 2006. Degradation of Tehe Rawa
Concepcion. Pening Lake, Central Java and Its
KLH. 2009. Peraturan Menteri Negara Consequences On Freahwater Animal
Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009 Resources. A Research Proposal. Semarang
tentang Daya Tampung Beban Pencemaran : Soegijapranata Chatolic University. Page
Air Danau dan/atau Waduk. PFH-6.
Marganof. 2007. Model Pengendalian Taofiqurohman, A.; I Nurruhwati; dan Z. Hasan.
Pencemaran Perairan di Danau Maninjau 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (Food
Sumatera Barat. Disertasi (Dipublikasikan). Habbit) Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) di
Bogor : Pasca Sarjana Program Studi Tarogong Kabupaten Garut. Laporan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Penelitian. Bandung : Fakultas Perikanan
Lingkungan, IPB. dan Ilmu Kelautan, UNPAD.
Mujiyanto, D. W., H. Tjahjo, dan Y. Sugianti. Umar, S. 2010. Struktur Komunitas dan
2011. Hubungan Antara Kelimpahan Kelimpahan Plankton di Danau Sembuluh
Fitoplankton dengan Konsentrasi N:P pada Kalimantan Tengah. Seminar Nasional
Daerah Keramba Jaring Apung (KJA) di Biologi 2010. Pusat Penelitian Pengelolaan
Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Limnotek. Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Vol 18 (1) : 15-25. Puslitbang KP_KKP. Jakarta. Yogyakarta : Fakultas Biologi,
Rahayu, E. L. 2009. Makanan Ikan Motan UGM.
(Thynnichthys thynnoides. Bleeker 1852) di Walukow, A. F. 2010. Kajian Parameter Kimia
Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Fosfat di Perairan Danau Sentani
Kiri. Skripsi. Bogor : Fakultas Perikanan Berwawasan Lingkungan. Jurnal Forum
dan Ilmu Kelautan, IPB. Geografi. Vol 24 (2) : 183-197. Papua :
Reddy, M. V. (ed). 2005. Restoration and Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Management of Tropical Eutrophic lakes. Alam, Universitas Cendrawasih.
USA : Science Publisher, Inc. 533 Hal.
Rengefors, K. dan C. Legrand. 2001. Toxicity in
Peridinium aciculiferum-an Adaptive

You might also like