Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH


Sumarni
Peneliti Muda Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Jl. MH Thamrin No. 06 Jakarta Pusat
Email: marni_ch@yahoo.com.au /Hp 0817859942

Abstract
The practice of Islamic learning education (PAI) in madrasah aliyah (MA) is expected to become holistic,
systematic, integrated, and capable in combining cognitive, affective, and psychometric objectives. The educational
process is to create students with strong faith, high moral fiber, polite personality, dedicated, humble, possessing
a holistic intellectuality, individually and socially religious, emotionally mature, and modest. This research exists
to identify the teaching implementation of Islam education in MA. Specifically, this paper is to distinguish the
development level of success in teaching PAI in MA. The result of this research indicates that the level of MA
students in achieving cognitive learning in PAI is relatively well with the score of 78 to 80. The achievement
from the psychometric level is measured by 3 well-behave aspects inevitably by the religious practices, however,
there are still 2 among the students which still need guidance. Based on the affective aspect, five of the PAI issue
studies are still considered unsuccessful. Factors that applies the success of PAI teachings include; the quality of
the madrasah, behavior of the teachers, routine of the host families, and so on.
Keyword: learning success, Islamic education, madrasah aliyah

Abstrak
Praktik pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di Madrasah Aliyah (MA) seharusnya dilakukan secara
holistik, sistematis dan integral, serta mampu memadukan target capaian kognitif, afektif dan psikomotorik.
Proses pendidikan agama di madrasah diharapkan mampu melahirkan peserta didik yang beriman dan bertakwa,
bermoral tinggi, berkepribadian yang sopan, ramah, bermartabat, berakhlak mulia, serta memiliki intelektualitas
yang tinggi secara holistik, saleh di ranah individual dan sosial, dewasa secara emosional, serta santun secara
sosial. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran pendidikan Agama Islam di MA.
Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat keberhasilan PAI di MA dan faktor
apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran PAI di MA. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hasil capaian kognitif siswa MA dalam pembelajaran PAI relatif sudah cukup baik dengan nilai 78 sampai
80. Hasil capaian aspek psikomotorik diukur dari 3 aspek perilaku juga cukup baik, terutama dalam ritual ibadah
keagamaan, namun pada 2 aspek perilaku siswa laianya masih perlu perbaikan. Pada hasil capaian aspek afektif
dilihat dari lima rumpun bidang isu pelajaran PAI masih kurang berhasil. Beberapa faktor ikut mempengaruhi
tingkat keberhasilan pembelajaran PAI di MA, seperti kualitas madrasah, sikap keagamaan guru, pola asuh orang
tua, dan sebagainya.
Kata Kunci: keberhasilan pembelajaran, pendidikan agama Islam, madrasah aliyah

Naskah diterima 27 September 2013. Revisi pertama, 15 Oktober 2013. Revisi kedua, 15 November 2013 dan revisi
terahir 3 Desember 2013.

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 319


Sumarni

PENDAHULUAN seperti diamanatkan oleh Pasal 3 Bab II UUSPN,


yang menegaskan bahwa pendidikan nasional
Pemerintah Indonesia sangat memper­ bertujuan untuk pengembangan potensi peserta
hatikan pendidikan agama dan keagamaan. didik agar menjadi manusia yang beriman
Pendidikan agama, secara konstitusional, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
adalah hak setiap warga negara. Hal ini sesuai berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
dengan amanat legal Pasal 12 (1-a) UUSPN. mandiri dan menjadi warga negara yang
Pasal dimaksud menegaskan bahwa setiap demokratis serta bertanggungjawab.
peserta didik pada setiap satuan pendidikan
Isi beberapa pasal UUSPN di atas
berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai
mengindikasikan posisi yang signifikan
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
dan strategis PAI dalam media dan proses
pendidik yang seagama. Di sini, pendidikan agama
pembentukan karakter bangsa, terutama
Islam (PAI) selain untuk memenuhi amanat
generasi muda. Orientasi pelaksanaannya
konstitusional, ia dimaksudkan sebagai program
bukan hanya pada pengembangan kualitas
yang terrencana untuk menyiapkan peserta
IQ (kecerdasan intelektual), tetapi sebagai
didik guna mengenal, memahami, mengimani,
perpaduan IQ, dengan EQ (kecerdasan
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam.
emosional) dan SQ (spiritual) secara simbiosis.
Lebih jauh, pembelajaran PAI ditargetkan
Untuk merujuk pesan dalam pasal-pasal di
guna mampu menanamkan kesadaran dan
atas, proses pendidikan di madrasah diharapkan
pembiasaan perilaku keagamaan pada diri
mampu melahirkan peserta didik yang beriman
peserta didik muslim, terutama di ranah
dan bertakwa, bermoral tinggi, berkepribadian
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
yang sopan, ramah, bermartabat, berakhlak
bernegara. Hasilnya adalah mereka diharapkan
mulia, serta memiliki intelektualitas yang tinggi;
dapat menghayati dan mengamalkan ajarannya,
secara holistik, saleh di ranah individual,
dan menghormati hak-hak pemeluk agama
komunal, sosial, dan publik; serta dewasa
lain, serta dapat hidup damai, harmonis
secara emosional, dan santun secara sosial.
berdampingan dengan sesama warga Indonesia
dalam perbedaan dan kebersamaan. Tuntutan Pembelajaran PAI di Madrasah Aliyah (MA)
praktis ini adalah implikasi dari realitas harus dilakukan secara holistik, sistematis dan
yang tak terrelakkan dari dimensi kehidupan integral, serta diharapkan mampu memadukan
keagamaan di ranah keragaman dan kerukunan target capaian kognitif, afektif dan psikomotorik.
antar umat beragama.1 Pada kenyataannya, praktik PAI di MA masih
variatif, dan hasilnya masih belum maksimal,
PAI di lingkungan madrasah merupakan
karena model pengajaran PAI masih sangat
suatu upaya, dan proses mendidik peserta didik
menekankan capaian kognitif. Idealnya, PAI di
untuk mengetahui, memahami, menghayati, dan
MA lebih banyak ditekankan pada penghayatan,
sekaligus mengamalkan ajaran dan nilai-nilai
internalisasi, dan pengamalan ajaran agama
luhur Islam. Dengan kata lain, PAI bertujuan
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran PAI
untuk mendidik setiap peserta didik agar
tidak hanya sebatas retorika ilmiah-verbalis.
beriman, bertakwa, dan beribadat dengan baik
Pada target maksimal, keberhasilan seorang
kepada Allah SWT, sehingga dia memperoleh
anak didik pada pelajaran PAI, seharusnya, tidak
kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Tujuan PAI
hanya diukur dengan sebatas pertimbangan
di atas, secara sinergis, untuk mendukung arah
standar capaian kognitif (pengetahuan). Hal yang
dan pencapaian tujuan pendidikan nasional
terpenting justru adalah seberapa maksimal
seluruh dimensi capaian ranah kognitif tersebut
telah dihayati, disikapi positif (afektif), dan
1
Muhammad Alim. 2006. Pendidikan Agama Islam,
Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. diamalkan (psikomotorik) oleh peserta didik dalam
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. h. 6.

320 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

kehidupan nyata, baik di level individu, anggota lebih utuh di bidang agama Islam sebagai hasil
keluarga, masyarakat dan warga negara. Di sini, dari pembelajaran PAI dari tingkat dasar hingga
perpanduan hasil capaian kognitif, afektif dan menengah.
psikomotorik menjadi sangat penting, agar Permasalahan survei ini adalah hasil
via hasil PAI, Islam dapat lebih menjadi agama pembelajaran PAI di MA pada peserta didik.
praksis. Dengan demikian, peserta didik Islam Adapun pertanyaan penelitiannya adalah: 1)
memiliki pengetahuan, sikap kecenderungan, Bagaimana tingkat keberhasilan pembelajaran
dan perilaku islami dalam kehidupan sehari- PAI di MA, dan 2) Faktor-faktor apa saja yang
hari. Dengan kata lain, potret perilaku nyata mempengaruhi keberhasilan pembelajaran
di level kehidupan sehari-hari adalah penting PAI di MA?
untuk dijadikan sebagai satu indikator untuk
Tujuan survei ini adalah untuk: 1) Menge­
menilai keberhasilan PAI di MA pada peserta
tahui tingkat keberhasilan PAI di MA, dan 2)
didik.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
PAI di MA oleh banyak pihak dikiritk tingkat keberhasilan PAI di MA. Secara
dan dinilai masih belum berhasil, jika diukur praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dengan standar perpaduan capaian kognitif, dijadikan bahan masukan bagi para praktisi dan
afektif dan psikomotorik. Harus dicamkan bahwa pemangku kebijakan pendidikan Islam untuk
saat ini, masyarakat umum sangat menaruh membenahi pembelajaran PAI di MA. Hal
harapan besar terhadap peran MA melalui ini penting mengingat bahwa perencanaan,
pembelajaran PAI, sesuai dengan tugas pokok kebijakan dan praktek pembelajaran PAI di
dan fungsinya, untuk menyiapkan peserta yang madrasah-madrasah, tepatnya di institusi
intelek, bermoral, dewasa dan santun secara pendidikan Islam, baik modern atau tradisional,
sosial, bermartabat, dan berakhlak mulia di selama ini, masih belum begitu kuat mengacu
ranah personal. Di sini, peran MA diharapkan pada hasil studi empiris. Dengan kata lain, hasil
mampu menjawab tantangan kemajuan ilmu penelitian ini, sedikit-banyak, dapat memberi
pengetahuan dan teknologi, tanpa harus pijakan empiris dan strategis bagi kebijakan
kehilangan identitas luhur keagamaan, dan yang lebih kuat, valid dan reliabel untuk
fungsi primernya sebagai lembaga pendidikan merancang bangun dan mengevaluasi hasil
formal yang berbasis agama. MA juga diharapkan PAI di MA. Secara akademis, hasil penelitian ini
bisa membekali peserta didik dengan pendidikan diharapkan dapat dijadikan dasar bagi praktisi
agama dan keagamaan. dan pakar pendidikan agama untuk menyusun
Kritik terhadap keberhasilan pembelajaran dan mengembangkan serangkaian konsep
PAI adalah menarik untuk dievaluasi tingkat pendidikan, pembelajaran, serta strategi,
keberhasilan pembelajaran PAI di MA. media dan teknik pengajaran PAI. Hal ini
“Bagaimana hasil capaian pembelajaran PAI pada sangat bermakna mengingat bahwa guru PAI,
peserta didik di MA?” Karena itu, Pusat Penelitian umumnya, masih cenderung menggunakan
dan Pengembangan Pendidikan Agama dan model dan strategi pembelajaran konvensional
Keagamaan, Kementerian Agama Tahun dalam mengajar materi agama Islam. Hasil
Anggaran 2012 melakukan survei tentang studi ini diharapkan dapat memberi satu
keberhasilan pembelajaran PAI di MA di 16 pijakan ilmiah untuk rancang bangun materi,
provinsi yang menjadi basis utama PAI dengan pendekatan, metode, strategi dan teknik
beragam karakter lokalnya. Pemilihan MA pengajaran dan pembelajaran PAI di MA.
sebagai fokus survei didasarkan pada pemikiran
bahwa MA merupakan jenjang pendidikan
menengah tertinggi yang lulusannya
diharapkan telah memiliki kompetensi yang

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 321


Sumarni

KERANGKA KONSEPTUAL secara sadar dan terrencana untuk mengajarkan


agama Islam guna mengubah tingkah laku yang
Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) mengarah pada pembentukan kepribadian
anak didik yang sesuai dengan norma-norma
Pendidikan adalah usaha sadar dan sengaja
yang ditentukan ajaran agama Islam.
yang dirancang untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan,2 atau sebagai usaha manusia guna
Keberhasilan Pendidikan Agama Islam (PAI)
menumbuhkembangkan potensi pembawaan
baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan Hasil merupakan perolehan sebagai akibat
nilai-nilai luhur, yang ada di masyarakat. dari pelaksanaan suatu aktivitas atau proses
Sementara itu, PAI didefinisikan sebagai upaya yang kemudian mengubah input secara
untuk mengaktualisasikan sifat-sifat dasar fungsional. Pencapaian hasil PAI seorang siswa
kesempurnaan yang dianugerahkan Allah pada bisa dilihat dari anasir capaian kognitif, sikap dan
manusia.3 Rangkaian usaha tersebut harus perilakunya, yaitu dalam bentuk penguasaan
dilaksanakan dengan dedikatif, optimal, ikhlas, pengetahuan, model penyikapan terhadap
dan semata-mata beribadat pada Allah. Di sini, PAI isu-isu keagamaan Islam yang diajarkan,
merupakan proses penyampaian informasi, ilmu ketrampilan berpikir, serta ketrampilan
dalam rangka pembentukan insan yang beriman motorik bidang materi ajar PAI. Perlu juga
dan bertakwa, agar dia menyadari kedudukan, ditambahkan bahwa hasil pembelajaran PAI
tugas dan fungsi utamanya di dunia dengan adalah hal yang dapat dipandang dari dua sisi
selalu memelihara relasinya dengan Allah, diri yaitu perspektif peserta didik, dan guru.6 Dari
sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya, serta sisi pertama, hasil belajar merupakan tingkat
tanggungjawabnya kepada Allah. capaian perkembangan mental yang lebih baik,
bila dibanding saat sebelum belajar. Tingkat
Di sisi lain dirumuskan bahwa PAI adalah
perkembangan mental dimaksud terwujud pada
rangkaian kegiatan sistematis dan terrencana
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
untuk mengubah tingkah laku individu peserta
sisi guru, hasil belajar terukur dengan standar
didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan
terselesaikannya bahan pelajaran dalam proses
alam sekitarnya. Di sini terlihat bahwa PAI pada
pengajaran.
dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan
untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, Menurut Oemar Hamalik, keberhasilan
mengembangkan seluruh potensi manusia belajar terukur dengan perubahan sikap dan
dalam wujud jasmani dan rohani.4 A.Qodri perilaku yang terjadi pada peserta didik pada
Azizy menegaskan dua unsur subtansial dari aspek materi ajar, misalnya dari tidak tahu
pelaksanaan PAI, yaitu (1) mendidik peserta menjadi tahu, dari tidak paham menjadi
didik untuk mempelajari ajaran Islam, dan (2) paham, dari paham menjadi menghayati,
mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai terus melakukannya, dari aspek mencoba
dengan nilai-nilai dan akhlak Islam.5 menjadi membiasakan. Ringkasnya, ada
tiga anasir hasil belajar, yaitu pengetahuan,
Dari deskripsi di atas, dapat dirumuskan
sikap kecenderungan, dan ketrampilan dan
bahwa hal yang dimaksud dengan PAI adalah
kebiasaan dalam melaksanakan muatan materi
suatu proses dan tindakan yang dilakukan
ajar.7 Konsep ini menunjukkan bahwa hasil
pembelajaran PAI harus terukur dengan fakta
2
P.A. Sahertian. 2000. Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan. Jakara: Rineka Cipta.
3
Imama Bawani. 1993. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
4
Seperti dikutip oleh Haidar Putra Daulay. 2004. 6
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan
Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana. h. 153. Pembelajaran. Jakarta: Rieneke Cipta.
5
A. Qodri Azizy. 2000. Islam dan Permasalahan Sosial: 7
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar.
Mencari Jalan Keluar. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Jakarta: Bumi Aksara.

322 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

perubahan (sikap dan perilaku) yang dinamis spiritual. Ketiga, penalaran dan argumentasi
terjadi pada diri peserta didik. penyelesaian isu-isu keagamaan aktual kurang
Secara ringkas, sesuai dengan tujuan mendapat perhatian yang memadai. Keempat,
dasarnya, keberhasilan pembelajaran PAI di orientasi beragama di ranah penghayatan
MA mencakup tiga ranah capaian, yaitu unsur terhadap lingkungan kehidupan sosial masih
kognitif, afektif (sikap-penghayatan) dan sangat rendah. Kelima adalah parsialitas
psikomotorik (perilaku keagamaan). Dalam kebijakan dan keterbatasan perhatian
studi ini, keberhasilan dirumuskan sebagai pemangku kebijakan dan praktisi pendidikan
hasil capaian suatu program terrencana, yang agama terhadap model, strategi dan metode PAI
terukur secara kuantitatif dengan standar acuan yang lebih efektif dan efisien. Keenam, ukuran
numerik. Keberhasilan pembelajaran PAI dilihat keberhasilan PAI masih sebatas standar
dari capaian kognitif, sikap dan perilakunya, kognitif. Terakhir, hasil PAI belum secara khusus
yaitu dalam bentuk penguasaan pengetahuan, dijadikan sebagai indikator krusial dalam
model penyikapan terhadap isu-isu keagamaan pendidikan karakter anak didik dalam perilaku
Islam yang diajarkan, ketrampilan berpikir, keseharian.
serta ketrampilan motorik bidang materi ajar Kritik lain menegaskan bahwa kekurang-
PAI. Ranah keberhasilan kognitif diukur dengan berhasilan pembelajaran PAI terutama di MA
nilai akhir semester ganjil-genap tahun akademik disebabkan oleh beberapa faktor lain. Faktor-
2011-2012, sebagai hasil capaian siswa per faktor tersebut anatara lain keterbatasan waktu
satuan mata pelajaran PAI. Sementara nilai pembelajaran, materi ajar PAI yang lebih terfokus
keberhasilan di ranah afektif dan psikomotorik pada model pengayaan pengetahuan, minim
juga diukur dengan skala numerik. Kualitas dalam pembentukan sikap dan pembiasaan dan
validitas dan reliabilitas instrumen penelitian habituasi, keterbatasan porsi partisipasi guru
ini telah diuji berdasar hasil ujicoba instrumen mata pelajaran lain dalam memberi motivasi,
pengumpulan data memantau, dan mengawal peserta didik dalam
mempraktekkan nilai-nilai agama dalam
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan kehidupan sehari-hari. Faktor penyebab lainnya
Pembelajaran PAI adalah titik lemah kualitas sumberdaya guru PAI
Lulusan dan peserta didik MA dituntut dalam pengembangan pendekatan, strategi,
memiliki wawasan ilmu agama yang mendalam metode, dan teknik yang lebih variatif dalam
di level kognitif, santun, ramah dan dewasa di pengajaran PAI, keterbatasan partisipasi aktif
ranah afektif dan psikomotorik dalam kehidupan para orangtua, kekurangan berbagai sarana
keagamaan. Namun faktanya, banyak kritik dan prasarana pelatihan dan pengembangan
terhadap keberhasilan PAI di MA. Kritik ini, strategi, metode, teknik dan media belajar-
nampaknya terkait dengan model pembelajaran mengajar PAI.9
PAI di MA.8 Pertama, materi pelajaran agama Kekurang-berhasilan PAI nampaknya juga
Islam sampai saat ini cenderung diajarkan disebabkan faktor orientasi dan pemahaman
sebatas hafalan, padahal ajaran Islam sarat konsep PAI yang kurang tepat. Di sini, ada
dengan nilai-nilai yang harus dihayati dan 2 kritik lain terhadap orientasi PAI, yaitu (1)
dipraktekkan. Kedua, PAI lebih ditekankan pada pembelajaran PAI tidak memiliki strategi
relasi formal antara hamba dengan Tuhannya, penyusunan dan pemilihan materi yang tepat,
sebaliknya penghayatan terhadap nilai-nilai akibatnya terjadi kerancauan, miminal tumpang-
dasar agama kurang ditekankan. Di ranah ritual
formal, fungsi agama sering kehilangan sentuhan
9
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kurikulum
dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Agama Islam
8
M. Arifin. 1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat
Umum). Jakarta: Bumi Aksara,. h. 96-100;. Kurikulum, Balitbang, Depdiknas. h. 6;

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 323


Sumarni

tindih materi ajar PAI, dan (2) keterbatasan Selanjutnya, berdasarkan kerangka
pengembangan materi ajar PAI yang lebih teoritis, mekanisme alur logis kerja variabel
luas, holistik, dan mendalam, serta kurangnya penelitian ini adalah disajikan pada Bagan
penugasan prinsip kunci dan pokok materi agama 1. Variabel Y adalah tingkat keberhasilan
kepada peserta, sehingga tidak sesuai dengan pembelajaran PAI yang dipilah ke dalam 3
semangat dan konteks pesan luhur agama.10 ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik)
Mengacu pada kerangka teori dan kritik dengan skala pengukuran yang telah dijelaskan.
di atas, secara ringkas, ada dua variabel utama Sedang variabel independen (internal) adalah
yang dalam penelitian ini diteoritisasikan X1 (keberadaan MA, mencakup status hukum-
menentukan hasil pembelajaran PAI di MA, akreditasi) MA, prestasi siswa MA, aktivitas
yaitu faktor internal dan eksternal MA. Faktor sosial-keagamaan MA, dan sistem pengelolaan
internal MA mencakup faktor guru dengan siswa), dan X2 (proses belajar-mengajar guru PAI,
rincian turunannya; kualitas MA, sistem dan sikap dan kegiatan sosial-keagamaannya).
pengelolaan siswa, hidden dan ekstra-kurikuler. Variabel kontrolnya adalah pola asuh orangtua,
Faktor guru mencakup kegiatan pedagogisnya lingkungan sosial-geografis-demografis MA.
di kelas dalam proses kegiatan belajar-mengajar
dan sikap dan perilaku sosial keagamaannya. Metode Penelitian
Sedang faktor eksternal MA mencakup konteks
Penelitian ini dilakukan di 16 propinsi, yaitu:
geografis, demografis dan lingkungan sosial MA,
(1) Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam,
serta lingkungan keluarga siswa (status sosial-
ekonomi, dan pola asuh sosial-keagamaan).
Bagan 1 : Mekanisme Interaksi Fungsional Variabel Penelitian Hasil Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di MA
Bagan 1: Mekanisme Interaksi Fungsional Variabel Penelitian Hasil Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di MA

Variabel – X1
Keberadaan MA
(Sistem dan kualitas) €
Pyx1

Variabel – Yi
Keberhasilan Pendidikan
Agama Islam di MA

Variabel – X2
Faktor guru Pyx2
(Aspek Pedagogik-
Atribut Keagamaan)
Variabel – Kontrol – Mediasi
1. Latar belakang sosial-ekonomi keluarga siswa
2. Lingkungan sosial Madrasah
3. Lingkungan sosial siswa (di luar sekolah)

10
Mukhtar. 2003. Desain Pembelajaran Pendidikan
METODE
Agama Islam. Jakarta: PENELITIAN
Miska Galiza. h.21; Nyayu Khodijah.
2009. “Peningkatan Keberhasilan Pembelajaran
Penelitian ini dilakukan PAI di yaitu : (1) Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam,
di 16 propinsi,
SMA dengan Pendekatan Belajar Reflektif”, Jurnal Teknologi
(2) Sumatera Utara, (3) Sumatera Barat, (4) Riau, (5) Lampung, (6) DKI Jakarta, (7) Jawa Barat, (8)
Pendidikan, Vol 9, No. 3. , h. 171.
Jawa Tengah (plus Sleman D.I. Yogyakarta), (9) Jawa Timur, (10) Bali, (11) Nusa Tenggara Barat,
(12) Kalimantan Barat, (13) Kalimantan Selatan, (14) Sulawesi Tengah, (15) Sulawesi Selatan, (16)
Maluku.
324 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013
Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik dan guru PAI MA yang berada di wilayah
survei. Sedang populasi sasaran adalah seluruh peserta didik MA kelas XI dan XII dan guru PAI
yang mengajar di kelas X, XI dan XII MA yang menjadi target penelitian. Selain peserta didik dan
guru PAI, survei juga melibatkan partisipasi narasumber lain, yaitu pimpinan dan staf administrasi
POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

(2) Sumatera Utara, (3) Sumatera Barat, (4) Riau, kabupaten-kota yang sangat variatif
(5) Lampung, (6) DKI Jakarta, (7) Jawa Barat, (8) diusahakan terwakili, mengingat secara
Jawa Tengah (plus Sleman D.I. Yogyakarta), (9) kultural dan tradisi keagamaan, daerah-
Jawa Timur, (10) Bali, (11) Nusa Tenggara Barat, daerah tersebut memiliki keunikan
(12) Kalimantan Barat, (13) Kalimantan Selatan, tersendiri. Untuk itu, pemilihan kota-
(14) Sulawesi Tengah, (15) Sulawesi Selatan, (16) kabupaten sangat mempertimbangkan
Maluku. faktor sebaran wilayah.
Populasi penelitian ini adalah seluruh b. Di tahap berikutnya, populasi distratifikasi
peserta didik dan guru PAI MA yang berada mengacu pada pertimbangan faktor teoritis,
di wilayah survei. Sedang populasi sasaran yang diyakini mempengaruhi hasil capaian
adalah seluruh peserta didik MA kelas XI dan pembelajaran PAI. Di level ini, populasi MA
XII dan guru PAI yang mengajar di kelas X, XI dipilah ke dalam kategori (a) status hukum
dan XII MA yang menjadi target penelitian. (negeri-swasta), dan (b) status akreditasi
Selain peserta didik dan guru PAI, survei juga (belum-sudah terakreditasi dengan
melibatkan partisipasi narasumber lain, yaitu rinciannya). Pada tahap ini, sampel MA
pimpinan dan staf administrasi MA. Kelompok diseleksi dengan menggunakan prosedur
terakhir ini diminta memberi data tentang simple random sampling.
kelembagaan MA. 1) Sampel Siswa. Di setiap MA diseleksi
10 orang siswa secara random. Masing-
n= atau sampel =  5.419 
1 + 5.419 x0.05 2 
=369 madrasah masing kelas (XI dan XII) diseleksi 5
Keterangan : n = Besaran sampel
orang siswa. Sampel siswa per kelas
diseleksi dengan systematic random
N = Besaran populasi
sampling berbasis daftar hadir siswa.
E = Nilai kritis yang ditetapkan (% error) karena salah penarikan
sampel) Karena jumlah siswa per kelas rata-rata
berkisar antara 25-35 orang, sampel
siswa dipilih dengan menggunakan
Ketika survei ini berusaha mengestimasi
angka kelipatan 7 (diasumsikan 30:4=7).
karakter populasi MA dengan tingkat
signifikansi 95 %, dan kesalahan pencuplikan 2) Sampel Guru. Jika guru PAI di MA
sampel 5 %, dengan rumus Slovin, jumlah terpilih hanya ada empat orang, semua
sampel normatif untuk penelitian adalah guru tersebut langsung ditetapkan
369 MA. Untuk kepentingan analisis, sebaran sebagai sampel. Jika di MA yang terpilih
sampel survei untuk MAN dilebihkan, menjadi ada lebih dari 4 orang guru, seleksi
84 buah, dan 285 MAS. Pengurangan proporsi sampel guru harus memperhatikan
jumlah sampel MAS didasarkan pada fakta representasi guru menurut setiap mata
sifat homogenitas MAS. Sampel MA bervariasi pelajaran PAI. Jika ada beberapa guru
menurut jumlah MA di wilayah survei terhadap untuk satu pelajaran PAI, maka sampel
jumlah total MA di provinsi survei. diseleksi dengan sistem pengundian.
Prosedur penentuan-seleksi sampel dan Jika di MA hanya ada satu atau dua
sebaran sampel menurut provinsi, kabupaten- orang guru PAI, hanya guru-guru
kota, status MA, dan sampel siswa dan guru tersebut yang dijadikan responden.
adalah sebagai berikut:
a. Sampel diseleksi dengan menggunakan Instrumen pengumpulan data terdiri atas
teknik random berjenjang (multi-stage tiga unit, yaitu dua kuesioner, dan satu daftar
random sampling). Pada level penentuan
isian. Kuesioner pertama untuk pengumpulan
kabupaten-kota, wilayah survei dirumpun
data yang terkait dengan siswa, dan kuesioner
(clustered) mengacu pada regional cluster
kedua untuk data guru. Instrumen ketiga
kabupaten-kota. Di sini, sebaran daerah

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 325


Sumarni

adalah daftar isian untuk mendapatkan data- (c) sikap terhadap wacana formalisasi hukum
informasi tentang kelembagaan MA. Islam dalam tata kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, (d) dukungan terhadap doktrin
jihad berbasis kekerasan, dan (e) dukungan
HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap prinsip demokrasi. Score maksimal
untuk setiap rumpun bidang yang dianalisis
Hasil Capaian Kognitif
ini direntang dari 1-7. Indikator untuk dua
Capaian kognitif bervariasi menurut status rumpun dimaksud dikonstruksi dengan model
MA, bidang pelajaran dan semester. Pertama, pernyataan negatif, kecuali untuk rumpun
capaian nilai siswa untuk semua pelajaran masalah Fikih dan politik hukum Islam dan
PAI semester ganjil baru mencapai standar demokrasi yang dirumuskan dalam redaksi
cukup baik, di level antara 78-80). Sementara positif.
itu, hasil capaian semester genap relatif lebih
baik untuk semua pelajaran. Nilai kognitif Grafik 1: Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap
siswa MAN sudah mencapai taraf BAIK (81- Etika Teologis Relasi Lintas Agama
90), kecuali untuk pelajaran SKI. Kedua, hasil
capaian kognitif pelajaran al-Quran-Hadis dan
Fikih di atas rata-rata hasil capaian pada dua
pelajaran lainnya, yaitu Akidah-Akhlak dan SKI.
Ketiga, hasil capaian kognitif siswa MAN selalu
HASIL DAN lebih tinggi dibanding dengan hasil capaian
PEMBAHASAN

kognitif siswa MAS. Keempat, hasil capaian nilai


Capaian Kognitif
Capaian kognitif bervariasi menurut status MA, bidang pelajaran dan semester. Pertama,
semester
capaian nilai genap
siswa untuk semua pelajaranselalu lebih
PAI semester tinggi
ganjil baru mencapaidibanding
standar cukup baik, di N = 2.961 Mean = 4.85 Std = 1.22
level antara 78 ‒ 80). Sementara itu, hasil capaian semester genap relatif lebih baik untuk semua
pelajaran. dengan hasil
Nilai kognitif siswa MAN capaian siswa
sudah mencapai taraf pada nilaikecuali
BAIK (81-90), semester
untuk pelajaran Min = 1 Maks = 7
SKI. Kedua, hasil capaian kognitif pelajaran al-Quran-Hadis dan Fikih di atas rata-rata hasil capaian
ganjillainnya,
pada dua pelajaran untuk yaituseluruh bidang
Akidah-Akhlak pelajaran
dan SKI. Ketiga, PAI.
hasil capaian kognitif siswa MAN
selalu lebih tinggi dibanding dengan hasil capaian kognitif siswa MAS. Keempat, hasil capaian nilai
semester genap selalu lebih tinggi dibanding dengan hasil capaian siswa pada nilai semester ganjil Grafik 1 menunjukkan bahwa sikap siswa
untuk seluruh bidang pelajaran PAI. Tabel 1:
Tabel 1 : Statistik Kelompok Nilai Siswa MA menurut Pelajaran PAI dan Semester (%)
Statistik Kelompok Nilai Siswa MA menurut
terhadap etika teologis relasi lintas agama
Pelajaran PAI dan Semester (%) masih cenderung kurang toleran. Secara
Np Pelajaran PAI Semester N ≤ 60 61-70 71-80 81-90 ≥ 91
umum, tingkat capaian afektif pada materi
1 Akidah-Akhlak
Ganjil 3155 0.8 10.6 55 30.6 3 etika teologis relasi lintas agama masih sangat
cenderung negatif terhadap non muslim, yaitu
Genap 2382 0.3 7.8 53.3 34.1 4.5
Ganjil 2895 1.2 10.4 55.9 29.4 3
2 Al-Quran-hadis
Genap 3025 0.8 9.7 51.1 33.9 4.7 dengan score rata-rata 4.85 (dari skala maksimal
3 Fikih
Ganjil
Genap
3150
3284
1
0.5
11.2
8.4
50.8
50.9
33.5
35.4
3.5
4.8
7) atau setara dengan Kurang Toleran.
4 SKI
Ganjil 1533 0.8 10.2 57.5 29.6 1.8 Rinciannya bahwa 31.1 % responden menolak
Genap 1514 0.7 8.9 52.4 33.9 4.1
(tidak toleran), atau menolak untuk bersikap
Keterangan : 1 = Tidak lulus ≤ 60 3 = Cukup baik, 71-80 5 = Sangat baik, ≥ 91
2 = Kurang baik, 61-70 4 = Baik, 81-90 terbuka, inklusif dengan hati yang rela untuk
menerima kepentingan umat non muslim.
Hasil Capaian Afektif Hanya 11.7 % responden yang cenderung
Hasil Capaian Afektif
Hasil capaian afektif siswa MA ini terukur dari beberapa dimensi pelajaran PAI yang secara bersikap positif, toleran pada kepentingan
teoritis telah dijelaskan sebelumnya. Ada lima rumpun bidang isu pelajaran PAI yang dianalisis,
yaitu (a) sikap terhadap etika teologis relasi lintas agama, (b) sikap terhadap etika sosial relasi lintas
Hasil capaian afektif siswa MA ini non muslim dalam relasi teologis. Ringkasnya,
agama, (c) sikap terhadap wacana formalisasi hukum Islam dalam tata kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, (d) dukungan terhadap doktrin jihad berbasis kekerasan, dan (e) dukungan terhadap
terukur dari beberapa dimensi pelajaran tingkat capaian afektif di bidang ini masih
prinsip demokrasi. Score maksimal untuk setiap rumpun bidang yang dianalisis ini direntang dari 1-
7. Indikator untuk dua rumpun dimaksud dikonstruksi dengan model pernyataan negatif, kecuali
PAI yang secara teoritis telah dijelaskan sangat rendah, jika diukur dari standar target
untuk rumpun masalah Fikih dan politik hukum Islam dan demokrasi yang dirumuskan dalam
sebelumnya. Ada lima rumpun bidang isu
redaksi positif. ideal pembelajaran sebagai materi ajar Akidah-
Grafik 1 : Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap Etika Teologis Relasi Lintas Agama
pelajaran PAI yang dianalisis, yaitu (a) sikap Akhlak. Di sini proses pembelajaran PAI pada
terhadap etika teologis relasi lintas agama, (b) materi ajar belum mampu menanamkan secara
sikap terhadap etika sosial relasi lintas agama, positif sikap toleran, inklusif dan terbuka
7 terhadap kehadiran non muslim.

326 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

Pada aspek ini menunjukkan bahwa etika sosial relasilintas agama belum mampu
proses pembelajaran PAI dalam konteks etika menanamkan secara hakiki sikap toleran,
teologis relasi lintas agama terbukti belum inklusif dan terbuka terhadap kehadiran non
mampu mencapai hasil maksimal, bahkan muslim. Dengan kata lain, siswa MA masih tidak
masih cenderung belum mampu mencapai positif menyikap hak-hak dan kepentingan non
batas wajar capaian afektif. Hal ini harus betul- Islam, terutama pada lima indikator etika sosial
betul disadari oleh para guru Akidah-Akhlak. relasi lintas agama. Siswa MA lebih cenderung
Di sini, pembelajaran materi toleransi dalam tidak memberi ruang dan kelonggaran yang
pelajaan Akidah-Akhlak masih belum mampu lebih pada model relasi yang lebih inklusif
membentuk sikap positif siswa kepada non dalam interaksi lintas agama di kehidupan
muslim; para siswa belum mampu memberi, sehari-hari. Alhasil, resistensi siswa terhadap
menciptakan siswa ruang batin yang positif pada ajaran PAI yang mengajarkan keramahan lintas
model relasi kerukunan yang ramah, dan terbuka agama dalam bingkai perbedaan keyakinan dan
untuk menerima kehadiran orang-orang yang keragaman sosial keagamaan masih sangat
berbeda keyakinan atau agama dalam lingkup perlu diperhatikan.
kehidupannya
Grafik 3
Grafik 2 Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap Doktrin
Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap Etika Jihad Berbasis Kekerasan
Sosial Relasi Lintas Agama (Toleransi)

N = 3.174 Mean = 2.59 Std = 1.38


N = 2.977 Mean = 5.13 Std = 1.48 Min = 1 Maks = 7
Min = 1 Maks = 7
Grafik 3 menunjukkan bahwa responden
Grafik 2 menunjukkan bahwa sikap siswa masih cukup mendukung ajaran jihad yang
terhadap etika sosial relasi lintas agama juga berbasis kekerasan. Artinya, pembelajaran
masih sangat cenderung tertutup. Secara PAI pada bidang ajar al-Quran-Hadis dalam
umum, tingkat capaian afektif pada materi pewacanaan jihad yang ramah, elegan, yang
etika sosial relasi lintas agama masih sangat menolak cara-cara kekerasan dalam membela
cenderung negatif terhadap non muslim, Islam masih belum mendapat dukungan
yaitu dengan rata-rata score 5.13 atau setara maksimal dari responden. Walaupun rata-
dengan Tidak Toleran. Rinciannya bahwa 20.1 rata capaian sikap sudah mencapai skala 2.59
% responden sangat menolak (sangat tidak (setara dengan Kurang Radikal), namun,
toleran), dan 26.8 % lainnnya menolak untuk minimal 27 % responden siswa tetap cenderung
bersikap terbuka, dengan hati yang rela untuk mendukung doktrin jihad Islam berbasis
menerima kepentingan non muslim. Hanya kekerasan dimaksud.
12.7 % responden siswa yang cenderung Fakta ini menyisakan pertanyaan penting,
bersikap positif, toleran kepada non muslim yaitu faktor apa yang berperan dominan dalam
dalam relasi sosial. Ringkasnya, tingkat capaian membentuk sikap radikal dalam membela
afektif di bidang ini masih sangat rendah. Di Islam. Hal ini penting mengingat salah satu
sini proses pembelajaran PAI pada materi ajar tujuan dasar pembelajaran al-Quran-Hadis
adalah usaha untuk menjelaskan konsep jihad

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 327


Sumarni

yang relavan dengan konteks keindonesiaan. baik, dan konsep kesetaraan umat manusia
Gejala dukungan terhadap doktrin jihad dalam konteks ranah kehidupan sosial.
berbasis kekerasan ini dapat dijadikan indikator
oleh kelompok tertentu yang menyimpulkan
Grafik 5
bahwa basis dan benih radikalisme juga Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap Etika
mengakar kuat sikap siswa MA. Fenomena ini Demokrasi
harus mendapat perhatian dari para praktisi
pendidikan Islam, pemuka agama, dan para
pemangku kebijakan pengembangan PAI.

Grafik 4
Sikap (Capaian Afektif) Siswa terhadap Wacana
Formalisasi Hukum Islam

N = 3.302 Mean = 6.35


Std = 0.94 Min = 1
Maks = 7

Grafik 5 membuktikan bahwa sikap


kecenderungan siswa mendukung gagasan
demokrasi sangat tinggi. Bahkan score rata-
rata dukungan mencapai 6.35, nyaris sempurna,
N = 2.773 Mean = 5.58
Std = 1.48 Min = 1 Maks = 7 dengan tingkat standar deviasi yang sangat
rendah. Namun demikian, masih ada sekitar
4 % responden siswa yang tidak positif dalam
menyikapi wacana demokrasi. Ringkasnya,
Grafik 4 memperlihatkan bahwa responden
proses dan misi pembelajaran PAI dalam bidang
sangat mendukung gagasan penerapan hukum
ajar isu demokrasi sudah dapat mencapai hasil
Islam (dalam format formal) dengan score rata-
yang sangat positif. Bahkan capaian afektif
rata 5.58 (setera dengan sikap positif mendukung
untuk bidang ini adalah hasil capaian yang
usaha formalisasi). Bahkan kecenderungan
paling tinggi dari hari pembelajaran seluruh
ini relatif merata di kalangan responden
materi ajaran PAI. Dari keseluruhan data
yang terukur dengan angka standar deviasi.
tentang hasil capaian afektif di atas dapat
Ringkasnya, dari fakta ini dapat disimpulkan
disimpulkan sebagai berikut:
bahwa pembelajaran PAI pada bidang ajar Fikih
telah cukup mampu mencapai target ideal 1) Tingkat hasil capaian afektif pembelajaran
dari capaian afektif. Artinya, guru-guru Fikih PAI bervariasi menurut bidang ajarnya.
terbukti berhasil menanamkan sikap dukungan Hasil capaian afektif sudah sangat baik
pada siswa pada urgensitas penerapan hukum pada bidang ajar yang tidak terlalu
Islam dalam kehidupan sehari-hari. menyentuh aspek keyakinan keagamaan,
seperti pada kasus materi ajar tentang
Apakah trend capaian afektif yang positif
wacana demokrasi dan penerapan hukum
juga sejalan dengan capaian pada sikap
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
terhadap wacana demokrasi. Salah satu materi
ajar al-Quran dan Hadis mengajarkan prinsip 2) Tingkat capaian afektif pada materi ajar
demokrasi. Bahkan pada bagian itu, dijelaskan yang bersentuhan dengan prinsip dan
bahwa Islam tidak menolak demokrasi, keyakinan keagamaan, relatif masih sangat
terutama pada pengakuan rule of law, Allah rendah. Sikap responden cenderung tidak,
tidak pilih kasih pada hamba-Nya yang berbuat minimal kurang toleran dalam konteks

328 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

relasi lintas agama, baik pada aspek relasi mengaku tidak pernah mengerjakan kegiatan
yang lebih sosial, atau pada relasi yang ibadat dimaksud minimal sekali sebulan.
berisan dengan faktor teologi.
3) Dengan kata lain, ada dua model capaian Grafik 7
afektif hasil pembelajaran PAI di MA. Capaian Psikomotirik Pembelajaran PAI Aspek
Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa ada Perilaku Moral-Susila
faktor yang mempengaruhi keberhasilan
capaian afektif hasil pembelajaran PAI.

Hasil Capaian Psikomotorik


Bagaimana capaian psikomotorik
pembelajaran PAI di MA? Beberapa Grafik
berikut menyajikan data untuk menjawab N = 3219 Mean = 2.92 Std = 0.69 Min = 2
Maks = 5
pertanyaan di atas. Aspek capaian psikomotorik
Grafik 7 di atas menyajikan data tentang
dipilah ke dalam tiga faktor, yaitu aspek perilaku
capaian psikomotorik pada bidang perilaku
ritual (pelaksanaan ibadat konvensional,
moral-susila. Indikator perilaku moral-susila
cenderung ibadat ghairu mahdlah), aspek perilaku
ini mencakup pengalaman berpacaran dan
ketaatan-penyimpangan prinsip moral-susila,
tindakan buruk yang pernah dilakukan saat
dan perilaku sosial.
pacaran, mulai dari bergandengan tangan
Grafik 6 sampai menyentuh baik tubuh pacaran
Capaian Psikomotirik Pembelajaran PAI Aspek yang sensitif, atau identik dengan bagian
Pelaksanaan Ibadat Konvensional reproduktif. Secara keseluruhan perilaku
moral-susila responden MA masih baik.
Walaupun perilaku pacaran juga dilakoni
oleh siswa MA, namun gaya pacaran mereka
masih relatif normatif jika dibanding dengan
gaya pacaran dan seks bebas di kalangan siswa
SLTA yang pernah dipetakan dalam sejumlah
penelitian lain, seperti survei BKKBN mencatat
N = 3351 Mean = 3.95 bahwa sekitar separo siswa SLTA di Jakarta
Std = 1.01 Min = 1 mengaku sudah pernah mempraktekkan seks
Maks = 5
bebas.
Walaupun hasil capaian bidang peri­
Grafik 6 di atas menyajikan data tentang laku moral-susila sudah sangat baik, namun
hasil capaian psikomotorik pada bidang sekelompok siswa yang melakukan penyim­
pelaskanaan ibadat konvensional yang terdiri pangan moral-susila harus mendapat catatan.
atas unsur ibadat membaca al-Quran, puasa Minimal sekitar 3 % responden mengaku
sunat, salat dluha, salat tahajjud, salat rawatib, pernah melakukan tindakan tidak terpuji
salat witir di luar bulan puasa, dan salat saat berpacaran, paling tidak 2-3 kali selama
berjamaah. Tingkat hasil capaian psikomotorik hidupnya. Potret wajah cacat ini harus
dalam hal pelaksanaan ibadat konvensional mendapat perhatian para praktisi pendidikan
sangat baik. Lebih dari sepertiga responden Islam, terutama untuk mengawal lebih intensif
rutin melaksanakan secara maksimal menurut lagi perilaku buruk siswa dalam konteks
standar normatif Islam, seperti pelaksanaanya pelanggaran moral-susila.
harian, atau mingguan. Namun demikian,
masih ada minimal sekitar 9 % responden

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 329


Sumarni

Grafik 8 agama. Ini satu capaian yang baik, dan harus


Capaian Psikomotirik Pembelajaran PAI Aspek dibina, dikelola lebih baik dalam pendidikan
Perilaku Sosial
agama Islam pada peserta didik di MA.
Ketiga, pengalaman siswa MA mengikuti
kegiatan kelompok dzikir juga cukup positif.
Dalam hal ini, 23.8 % siswa MAN dan 26.9 %
siswa MAS mengaku pernah ikut kegiatan
kelompok dzikir di luar kegiatan terstruktur
yang dilakukan oleh MA tempat dia bersekolah.
N = 3484 Mean = 1.59 Std = 0.64 Keempat, pengalaman siswa mengikuti
Min = 1 Maks = 5 kegiatan kelompok Islam garis keras dalam
melakukan tindakan penyerangan terhadap
Grafik 8 di atas menyajikan data tentang umat agama lain menarik untuk dikritisi. Ada 2.8
capaian psikomotorik pada bidang perilaku % siswa MAN dan 2.6 % siswa MAS yang mengaku
sosial. Tingkat capaian psiko-motorik bidang tidak pernah ikut kegiatan kelompok Islam garis
ini sudah sangat positif, sangat baik. Lebih dari keras dalam melakukan penyerangan terhadap
95 % responden mengaku tidak pernah, atau agama-umat lain. Ini satu fenomena radikalisme
hanya sekali melakukan perilaku buruk seperti di kalangan siswa MA. Benih pengalaman ini
yang ditanyakan dalam penelitian ini, kecuali bisa berkembang di level pendidikan tinggi, jika
pada aspek mengunduh gambar porno atau mantan siswa ini tidak dibina dengan baik.
menonton film porno. Bahkan kecenderungan
perilaku positif ini sangat merata di kalangan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
responden, yang hal ini ditunjukkan oleh Hasil Capaian Pembelajaran PAI
angka standar deviasi. Namun fenomena detail
Bagian ini akan mendiskusikan faktor-
tentang penyimpangan seperti yang disajikan
faktor yang mempengaruhi hasil capaian pem­
pada beberapa tabel di lampiran makalah ini,
belajaran PAI. Pemaparan hasil capaian di sini
tidak boleh membuat pelaku pendidikan Islam
akan diurut seperti pembahasan sebelum­
lupa diri. Pekerjaan rumah guru PAI masih ada
nya, mulia dari ranah kognitif, afektif dan
untuk membenahi lubang-lubang keberhasilan
psikomotir.
pelajaranan PAI.
Pertama, seperti telah disinggung
Bagaimana capaian psikomotorik pada
sebelumn­ ya, capaian kognitif (nilai siswa
perilaku sosial-keagamaan lainnya? Pertama,
per mata pelajaran PAI secara signifikan
pengalaman siswa mendalami ajaran Islam
dipengaruhi oleh status (kualitas) MA. Prestasi,
secara khusus, dan pribadi, di luar prigram resmi
atau nilai siswa MAN dan MA yang terakreditasi
MA, sangat tinggi. Minimal 17 % siswa MAN dan
selalu lebih tinggi dibanding prestasi belajar
24.7% siswa MAS pernah mendalami ajaran
siswa MAS atau MA yang belum terakreditasi,
Islam secara khusus selama sekolah di MA.
dan atau MA yang standar terakreditasi lebih
Ini sebuah potensi yang cukup positif untuk
rendah. Dengan kata lain, faktor kualitas MA
optimalisasi pembinaan perilaku keagamaan
sangat menentukan tingkat capaian kognitif
peserta didik MA.
siswa dalam proses pembelajaran PAI di MA.
Kedua, pengalaman siswa MA berguru
Kedua, temuan capaian pada ranah afektif
khusus pada sosok ulama tertentu untuk
sangat menarik. Sejumlah faktor (variabel)
menimba ilmu agama sangat menarik. Hanya
ber­pengaruh secara signifikan terhadap ting­
53.2 % siswa MAN dan 52.8 % siswa MAS
kat capaian afektif menurut bidang materi
mengaku tidak pernah berguru khusus kepada
ajar PAI yang dicermati. Apakah hasil capaian
tokoh agama tertentu untuk menimba ilmu

330 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

afektif siswa dalam pembelajaran PAI capaian afektif pembelajaran PAI. Dengan kata
berkorelasi secara positif dengan beberapa lain, tingkat capaian afektif siswa MA di bidang
variabel atribut pedagogik guru PAI. Analisis pembelajaran PAI tidak banyak dipengaruhi oleh
korelasi menunjukan bahwa faktor perilaku faktor perilaku pedagogik guru PAI. Temuan
pedagogik guru tidak berkorelasi, dan juga juga ini mengisyaratkan bahwa faktor yang
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap lebih determinan dalam membentuk hasil
pembentukan sikap siswa pada lima aspek capaian afektif pembelajaran PAI siswa berada
materi ajar PAI yang diteliti, yaitu sikap di luar kerangka kegiatan proses belajar-
terhadap etika sosial dan teologis lintas agama, mengajar dan atribut pada guru PAI itu sendiri.
dukungan terhadap formalisasi penelitan Faktor-faktor non kependidikan, dan faktor
hukum Islam, dukungan terhadap wacana luar sekolah nampaknya lebih menentukan
demokrasi, dan dukungan terhadap konsep hasil capaian afektif.
jihad yang bernuansa kekerasan. Apakah capaian afektif siswa dipengaruhi
Hubungan antara Beberapa Variabel oleh atribut sikap dan cara pandang
Atribut Pedagogik Guru PAI dengan Hasil keagamaan para guru PAI? Hubungan antara
Capaian Afektif Siswa dalam Pembelajaran beberapa variabel Sikap Keagamaan Guru
PAI mengindikasi beberapa aspek berikut. (a) PAI dengan Hasil Capaian Afektif Siswa
Intensitas guru menggunakan media dan dalam Pembelajaran PAI menunjukkan
sumber belajar, dan intensitas pengelolaan tentang korelasi ini. Hampir seluruh aspek
kelas oleh guru saat mengajar hanya berkorelasi sikap keagamaan guru berkorelasi signifikan
signifikan dengan sikap siswa terhadap wacana dengan beberapa hasil capaian afektif siswa
formalisasi hukum Islam di ranah kehidupan dalam proses pembelajaran PAI. Sikap radikal
bernegara dan bermasyarakat. (b) Intensitas keagamaan guru tidak berkorelasi positif
penggunan strategi pembelajaran berkorelasi dan signifikan dengan hasil capaian afektif
signifikan dengan dukungan terhadap etika aspek dukungan terhadap etika sosial dan
teologis dan sosial relasi lintas agama, dukungan teologis. Seperti halnya dengan fungsi perilaku
terhadap konsep jihad yang berbasis kekerasan, pedagogik guru, korelasi seuruh faktor sikap
serta dukungan terhadap wacana demokrasi. keagamaan guru, walaupun signifikan, hanya
(c) Intensitas guru melakukan evaluasi dan sangat lemah dengan hasil capaian afektif
penerapan implikasinya hanya berkorelasi pembelajaran PAI di MA. Dengan kata lain, hasil
signifikan dengan sikap terhadap etika sosial capaian afektif pembelajaran PAI tidak banyak
lintas agama, dan dukungan terhadap wacana dipengaruhi oleh sikap keagamaan guru PAI.
demokrasi. (d) Intensitas guru PAI melakukan Pengaruh guru terhadap sikap dukungan
pembinaan karakter siswa berkorelasi signifikan siswa pada beberapa aspek yang dianalisis
dengan dukungan terhadap wacana formalisasi bervariasi secara signifikan. Secara keseluruhan
hukum Islam di Indonesia. bahwa perbedaan pengaruh-peran guru PAI
Walaupun dalam beberapa kasus signifikan, dalam menanamkan sikap keagamaan (capaian
korelasi perilaku pedagogik guru PAI dengan afektif) terbukti hanya berbeda secara signifikan
beberapa aspek yang dianalisis hanya pada dimensi etika teologis dan sosial relasi lintas
berkorelasi sangat lemah, yaitu selalu di bawah dan dukungan pada wacana formalisasi hukum
0.1. Ini artinya bahwa keragaman tingkat capaian Islam di Indonesia. Pada ketiga dimensi lainnya,
afektif hasil pembelajaran PAI di MA tidak begitu pengaruh guru PAI, apapun mata pelajaran yang
akurat dijelaskan dengan variabel perilaku diajarkan tidak terbukti berpengaruh signifikan
pedagogik guru PAI. Ringkasnya, faktor perilaku terhadap hasil capaian afektif pembela-jaran
pedagogik guru tidak begitu bermakna untuk PAI. Ini artinya bahwa keberhasilan penanaman
mengkritisi besar pengaruhnya terhadap hasil semangat etis terhadap materi ajar pelajaran PAI

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 331


Sumarni

pada etika teologis dan sosial relasi lintas dan berkorelasi signifikan dengan tingkat capaian
dukungan pada wacana formalisasi hukum Islam psikomotorik hasil pembelajaran PAI di MA.
di Indonesia, sangat terkait erat dengan latar Korelasi antara Pola Asuh-Pembinaan
belakang guru bidang pelajaran tertentu. Di sini, Karakter Keagamaan di Keluarga dengan
guru bidang pelajaran SKI dan al-Quran-Hadis Hasil Capaian Psikomotorik Siswa dalam
cenderung tidak terlalu berhasil menanamkan Pembelajaran PAI menunjukkan bahwa tingkat
nilai-nilai etis relasi lintas agama. keberhasilan pembelajaran PAI di ranah
Jika variabel perilaku pedagogik guru psikomotorik jauh lebih dipengaruhi oleh
dan sikap keagamaannya tidak berkorela kuat pola asuh sosial-keagamaan orangtua dalam
dengan capaian hasil afektif pembelajaran PAI, keluarga. Temuan ini sejalan dengan temuaan
lalu apakah faktor atau variabel lain (kontrol) sebelumnya yang menunjukkan bahwa sistem
justru sangat mempengaruhi capaian hasil asrama berpengaruh signifikan terhadap hasil
pembelajaran PAI? Hubungan antara Beberapa capaian afektif. Sebetulnya, efek minimal
Variabel Sikap Keagamaan Guru PAI dengan proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) dalam
Hasil Capaian Afektif Siswa dalam Pembelajaran pembentukan sikap dan perilaku keagamaan
PAI (Korelasi Parsial dengan Sistem peserta didik di bidang pelajaran PAI sangat
Pengelolaan Siswa) menunjukkan tentang masuk akal. Pertama, waktu pembinaan
korelasi atribut keagamaan guru dengan hasil keagamaan siswa di MA sangat terbatas. Kedua,
capaian afektif siswa pembelajaran PAI saat bahkan hubungan guru dengan siswa dalam
dikontrol dengan variabel sistem pengelolaan pembinaan keagamaan siswa cenderung sangat
siswa. Berdasarkan data hasil korelasi, tidak bersifat formal, kurang menyentuh relasi
ada satu faktor atribut atau sikap keagamaan emosional yang menjadi prasyarat pencapaian
guru yang berkorelasi signifikan dengan hasil lebih maksimal hasil dalam pembentukan
capaian afektif. Dengan kata lain, faktor sistem karakter, sikap dan perilaku keagamaan siswa.
pengelolaan siswa dalam format diasramakan Akhirnya dalam pola relasi seperti ini, fungsi
dan tidak, sangat berpengaruh terhadap hasil guru PAI hanya sebatas penyampai informasi,
capaian afektif siswa. Ringkasnya, sistem ilmu bidang agama Islam, tetapi tidak sampai
asrama sangat berpengaruh terhadap capaian menyentuh dominan pembentukan watak
afektif pembelajaran PAI. Oleh sebab itu, keagamaan peserta didik. Dengan kata lain,
pengelolaan siswa dalam sistem asrama sangat fungsi guru PAI dalam pembentukan sikap
penting untuk memaksimalisasi hasil capaian dan perilaku keagamaan peserta didik hanya
pembelajaran PAI. terhenti pada perannya sebagai penyampai
Apakah hasil capaian psikomotorik informasi, ilmu di bidang agama Islam.
dipengaruhi oleh sejumlah variabel lain, Sebaliknya, pengaruh positif pola asuh
yaitu pola asuh orangtua di keluarga? Hasil sosial-keagamaan orangtua di keluarga tidak
penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi hanya terbatas pada aspek perilaku ritual
antara pola asuh orangtua dalam keluarga keagamaan siswa, tetapi juga menyentuh
dengan hasil capaian psikomotorik dalam dimensi perilaku moral-susila dan sosial.
pembelajaran PAI. Perilaku ritual (pelaksanaan Siswa yang diasuh oleh orangtua yang penuh
ibadat) berkorelasi positif, signifikan, dan perhatian atau ketat dalam kontrol pembinaan
relatif kuat dengan sejumlah model pola asuh sosial, moral keagamaan anak-anaknya, juga
keagamaan dan sosial orangtua di keluarga. terbukti dapat menekan perilaku menyimpang
Secara spesifik, umpama, faktor pembiasaan anak-anaknya.
beribadat (salat berjamaah, dan melaksanakan
kegiatan keagamaan lainnya) dalam keluarga

332 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

PENUTUP 3. Hasil capaian psikomotorik untuk


pembelajaran PAI sudah cukup baik. Siswa-
Kesimpulan siswa MA sudah mampu dengan intensitas
cukup tinggi dalam menjalankan perintah
Dari hasil temuan di atas, ada beberapa agama dalam beribadat. Untuk aktivitas
kesimpulan dari penelitian ini. keagamaan konvensional, tingkat capaian
1. Hasil capaian kognitif siswa MA dalam psikomotorik sangat positif. Tetapi di
pembelajaran PAI relatif sudah cukup sisi lain, perilaku tercela siswa MA juga
baik. Rata-rata nilai untuk seluruh mata masih cukup memprihatikan. Fenomena
pelajaran selalu di atas 78 point dari score siswa MA mencoba ragam obat-obatan
maksimal 100. Namun demikian, masih ada terlarang, pengalaman mengkonsumsi
sejumlah siswa dengan capaian di bawah minuman keras, perilaku pacaran yang
standar kelulusan. sudah melampaui batas etika moral, susila
2. Capaian afektif siswa pada pelajaran PAI serta kesopanan adat perlu mendapatkan
memperlihatkan fenomena menarik. Salah perhatian. Walaupun intensitasnya masih
satu tujuan utama pembelajaran PAI adalah jauh di bawah fakta statistik yang terjadi
penanaman nilai-nilai luhur agama seperti pada siswa SLTA di Jakarta, dan di beberapa
menghargai perbedaan, menjaga kesantuan provinsi lainnya, namun fenomena gaya
dan bersikap ramah dan inklusif pada orang pacaran anak MA sudah menunjukkan
yang berbeda agama. Hasil penelitian ini tanda-tanda yang siap menuju ke arah
menunjukkan hasil capaian afektif pada kekhawatiran banyak orangtua. Temuan
bidang-bidang penanaman nilai-nilai luhur studi ini pada bidang capaian psikomotorik
dalam kehidupan relasi lintas agama dalam dalam konteks gaya pacaran tidak boleh
konteks bermasyarakat, berbangsa dan disikapi secara emosional. Pola asuh sosial-
bernegara dalam keragaman agama masih keagamaan orangtua di keluarga dapat
sangat perlu mendapat perhatian. Di sini, menekankan perilaku negatif siswa dari
apresiasi terhadap nilai-nilai etis teologis, perilaku menyimpang.
juga sosial relasi lintas agama masih 4. Variabel sikap keagamaan guru PAI tidak
sangat perlu mendapat pembinaan serius, berpengaruh banyak dalam pembentukan
minimal lebih intensif. Tingkat penolakan sikap keagamaan siswa. Bahkan uji statistik
atau resistensi terhadap interaksi dengan inferensial menunjukkan bahwa fungsi
umat yang berbeda agama sangat tinggi. kausalistik sikap keagamaan guru PAI
Capaian afektif pada penanaman nilai- nyaris tidak bermakna secara maksimal.
nilai santun dalam beragama, terutama Faktanya bahwa harapan banyak orangtua
dalam penyiaran agama juga masih sangat agar anak-anaknya memiliki sikap dan
perilaku keagamaan yang santun ternyata
rendah. Mayoritas siswa masih lebih
banyak “terpenuhi”. Ini satu wujud raport
affirmatif dengan konsep jihad berbasis
buruk PAI di mata sejumlah wali murid
kekerasan. Karenanya, fungsi pengajaran
MA. Variabel perilaku pedagogik guru
materi toleransi, dan penghargaan
MA saat mengajar materi PAI juga tidak
terhadap keragaman latar belakang agama terbukti berpengaruh signifikan terhadap
di masyarakat masih belum menyentuh hasil capaian afektif pembelajaran PAI.
sasaran pembentuk watak toleran dalam Jika korelasi hasil capaian dan perilaku
relasi lintas agama. Nampaknya faktor pedagogik guru PAI dan sikap keagamaan
pengalaman ekspose pada hidup dalam guru terbukti signifikan, namun besaran
keragaman penganut agama menjadi faktor pengaruh variabel-variabel ini terbukti
penghambat pencapaian afektif ini dalam sangat kecil, minor dalam membentuk sikap
penanaman sikap ramah terhadap umat keagamaan siswa yang diajarkan dalam
lain di luar Islam. materi ajar PAI.

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 333


Sumarni

Rekomendasi lebih banyak dalam pembinaan keagamaan


yang diasuh oleh para guru PAI.
Berdasarkan hasil temuan di atas, maka
penelitian ini merekomendasikan beberapa 3. Evaluasi hasil pembelajaran PAI selama ini
hal untuk peningkatan fungsi pembelajaran masih terlalu menekankan aspek capaian
PAI untuk pembentukan sikap dan karakter kognitif. Akibatnya, penilaian dimensi
keagamaan siswa. sikap dan perilaku keagamaan kurang
mendapat perhatian dalam penilaian hasil
1. Rendahnya fungsi guru PAI dalam belajar. Mayoritas responden guru dalam
pembentukan capaian afektif dan psiko- penelitian ini mengusulkan formula ideal
motorik sosial-keagamaan peserta didik untuk model evaluasi hasil pembelajaran
di MA menjadi pintu pembuka untuk PAI. Mayoritas guru PAI menyarankan agar
rekomedasi yang disarankan. Minimnya model penilaian hasil belajar PAI cenderung
fungsi guru dalam pembentukan sikap dan mengurangi porsi capaian kognitif, hanya
perilaku keagamaan di atas, nampaknya, sebatas di bawah 40 persen. Selebihnya,
menjadi petanda kuat bahwa peran guru penilaian hasil belajar PAI harus lebih
dalam proses pembelajaran PAI lebih banyak mengakomodasi capaian afektif dan
dominan hanya sebatas fungsi mengajar, psiko-motorik, minimal masing-masing
tidak sampai ke tahap mendidik untuk sebesar 30 persen.
pembentukan karaktek peserta didik.
Oleh karena itu, para guru PAI di MA 4. Rekomendasi butir 3 di atas berimplikasi
harus lebih menekankan fungsi edukatif pada pertimbangan lain. Para guru PAI
untuk pembentukan karakter dan perilaku harus lebih menyadari keterbatasan
keagamaan siswa. Fungsi guru sebatas waktu mereka dalam bergaul dengan para
mengajar tidak cukup mampu membentuk siswa untuk membina sikap dan perilaku
sikap dan perilaku keagamaan. keagamaannya. Oleh karena itu, pelibatan
orangtua siswa dalam pengawasan sikap
2. Ketika proses kegiatan pengajaran dan dan perilaku para siswa harus lebih
perilaku pedagogik guru PAI cukup dioptimalisasi. Buku catatan penghubung
berperan dalam pembentukan watak antara fungsi orangtua di rumah dan fungsi
keagamaan peserta didik, hal itu nampaknya guru PAI di madrasah nampaknya menjadi
diakibatkan oleh pola relasi siswa-guru yang satu pilihan menarik untuk dicoba guna
terlalu distrukturisasi dalam bingkai relasi mendorong agar hasil capaian pembelajaran
formal, bahkan dalam format penilaian hasil PAI di ranah afektif dan psikomotorik dapat
pembelajaran secara formal. Guru scara digapai secara lebih maksimal.
tradisional lebih berfungsi sebagai atasan,
yang menjaga jarak emosional dan sosial 5. Ketika perilaku pedagogik konvensional
dengan siswa. Akhirnya, terbentuk jarak guru bahkan dalam format yang lebih
emosional dan sosial yang lemah antara inovatif tidak begitu berpengaruh terhadap
guru dan murid. Oleh sebab itu, pembinaan pembentuk sikap dan perilaku keagamaan
sikap dan perilaku keagamaan siswa, peserta didik, maka para guru PAI harus
nampaknya, akan lebih fungsional jika guru lebih berinisiatif dan inovatif untuk
lebih mampu membangun relasi yang lebih menggagas model pembelajaran yang lebih
cair, lebih inklusif, lebih emosional dengan fungsional dalam mencapai target maksimal
para peserta didiknya, dengan menekankan tujuan pembelajaran agama. Selama ini,
dimensi simpati dan empati dalam secara umum, model pengajaran mayoritas
pembelajaran PAI. Keakraban guru secara guru PAI terlalu banyak terkooptasi pada
emosional dan sosial dapat membuka dan pola pengajaran yang sangat tradisional,
mendorong siswa keinginan untuk terlibat konvensional, yang lebih menekankan
aspek pengajaran monolog, ceramah,

334 EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013


POTRET KEBERHASILAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH

ketimbang fungsi pendidikan yang lebih Daulay, Haidar Putra (2004): Pendidikan Islam,
kreatif, inovatif, dan lebih berorientasi pada Jakarta, Kencana.
kepentingan siswa untuk pembentukan Departemen Pendidikan Nasional (2002):
karakter sikap dan perilaku keagamaannya. Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi
Oleh sebab itu, pelibatan para guru PAI Dasar Mata Pelajaran Agama Islam di Sekolah
dalam pelatihan peningkatan kemampuan Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta,
pedagogis dan kapasitasnya sebagai
Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas.
pendidik harus diprioritaskan dalam
pembuatan kebijakan pembinaan karir Khodijah, Nyayu (2009): “Peningkatan Keber­
guru PAI, terutama guru-guru PAI di MAS. hasilan Pembelajaran PAI di SMA dengan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pendekatan Belajar Reflektif”, Jurnal
mayoritas responden guru PAI di sini tidak Teknologi Pendidikan, Vol 9, No. 3.
pernah mengikuti pelatihan ketrampilan Khodijah, Nyayu (2009): “Peningkatan
di bidang kependidikan dari Kementerian Keberhasilan Pembelajaran Pendidikan
Agama. Ini sesuatu yang ironis. Agama Islam (PAI) dengan Pendekatan
Reflective Learning”, Jurnal Pembangunan
Manusia, Vol. 7 (1).
SUMBER BACAAN
Mukhtar (2003): Desain Pembelajaran Pendidikan
Alim, Muhammad (2006): Pendidikan Agama Agama Islam. Jakarta, Miska Galiza.
Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Sahertian, P.A. (2000), Konsep Dasar dan Teknik
Kepribadian Muslim. Bandung, PT Remaja Supervisi Pendidikan. Jakara, Rineka Cipta.
Rosdakarya. Simamora, Bilson (2005): Analisis Multivariat
Arifin, M. (1991): Kapita Selekta Pendidikan (Islam Pemasaran. Jakarta, Gramedia Pustaka
dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara. Utama.
Azizy, A. Qodri (2000): Islam dan Permasalahan Zuhairini (1983): Metodik Khusus Pendidikan
Sosial: Mencari Jalan Keluar. Yogjakarta, Agama. Surabaya, Usaha Nasional.
Pustaka Pelajar.
Bawani, Imam (1993): Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta, Bumi Aksara.

EDUKASI Volume 11, Nomor 3, September-Desember 2013 335

You might also like