Professional Documents
Culture Documents
Konsep Pemikiran Dan Peradaban Ekonomi Islam Di Indonesia
Konsep Pemikiran Dan Peradaban Ekonomi Islam Di Indonesia
Konsep Pemikiran Dan Peradaban Ekonomi Islam Di Indonesia
Abstract
The Islamic economy grew rapidly in the dark ages of Europe, precisely when Islam also entered
Europe, namely the Turkish state and the Ottoman Empire gave birth to many Muslims including
traders from that country who explored various worlds, one of which was Indonesia. However, the
development of Islamic economic thought experienced a decline when colonialism was carried out by
the West throughout the world, including areas that were mostly inhabited by Muslims. The period of
the mid-16th century to the early 19th century can be said to be a period of decline in the
development of Islamic economic thought, many Islamic kingdoms fell by the Portuguese and Dutch
colonialists, so that the system was changed to a system based on Western ideas.
The late 19th century was the period when Islamic economic thought began to rise and showed its
existence again which aimed to make Islam a worldview in all aspects, especially the economic
aspect, which in the development of Islamic economics many Indonesian Muslim thinkers or scholars
contributed. The purpose of this chapter is to re-introduce the practice of Islamic economics in the
history of Indonesia during the colonial period and the thoughts of Muslim scholars on the
development of Islamic economics in Indonesia.
Abstrak
Ekonomi Islam bertumbuh pesat pada zaman kegelapan Eropa tepatnya saat Islam juga masuk ke
dalam Eropa yaitu negara Turki dan kerajaan Utsmani melahirkan banyak umat Islam diantaranya
termasuk para pedagang dari negeri tersebut yang menjelajahi berbagai dunia salah satunya
Indonesia. Namun perkembangan pemikiran ekonomi Islam mengalami penurunan ketika terjadinya
kolonialisme oleh Bangsa Barat ke seluruh dunia termasuk wilayah-wilayah yang kebanyakan dihuni
oleh orang-orang Islam. Periode abad ke 16 pertengahan sampai pada awal abad ke-19 dapat
dikatakan sebagai periode kemunduran dalam pengembangan pemikiran ekonomi Islam banyak
kerajaan Islam yang jatuh oleh penjajah Portugis dan Belanda, sehingga sistem pun berganti menjadi
sistem berasaskan pemikiran-pemikiran Barat.
Abad-19 akhir masa-masa dimana pemikiran ekonomi Islam mulai bangkit dan menunjukan
eksistensinya kembali dimana bertujuan untuk menjadikan Islam sebagai worldview dalam segala
aspek terutama aspek ekonomi yang di dalam pengembangan ekonomi Islam banyak para pemikir
atau cendekiawan Muslim Indonesia yang memberikan kontribusinya. Tujuan pembahasan bab ini
adalah untuk kembali mengenalkan praktek ekonomi Islam dalam sejarah Indonesia di masa
penjajahan serta pemikiran-pemikiran cendekiawan Muslim terhadap pengembangan ekonomi Islam
di Indonesia.
Kata kunci: Pemikiran Islam, Tokoh Pemikir Islam, Ekonomi Islam, Pandangan
PENDAHULUAN
Ekonomi Islam pada masa awal pertumbuhannya tidak berjalan mulus seperti
sekarang. Banyak sekali tantangan yang datang, datang secara tidak langsung yang
membuat ekonomi Islam belum bisa maju seperti negara negara lain. Ekonomi Islam
tumbuh di Indonesia bermula saat kerajaan Islam mulai hadir, dimulai dari kerajaan
samudra pasai dan mulai berakhir saat masuk kolonialisme barat. Penjajahan mulai
mengganggu yang berdampak pada pengaruh sekularisme dan baratisasi terhadap
ekonomi, sosial dan budaya Indonesia termasuk Islam sendiri. Masa ini bisa dibilang
sebagai masa keterpurukan ekonomi Islam umumnya dan ekonomi Islam pada
khususnya. Masa ini berawal pada abad 16 sampai abad 19.
Pada Abad 19, dimulailah periode kebangkitan Islam di berbagai bidang
setelah Indonesia mulai bisa melawan penjajahan tidak dengan senjata lagi tetapi,
dengan pemikiran dan sudut pandang yang bisa membebaskan Indonesia dari
belenggu penjajah. Stagnasi pemikiran yang tadinya dipersempit oleh pihak
penjajah sudah mulai dibuka dengan adanya gerakan yang diawali oleh Budi Utomo.
Periode ini bertujuan untuk mengembalikan Islam sebagai cara pandang dunia
(worldview) di segala aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan
budaya. Banyak para pemikir ekonomi Islam di Indonesia yang pada masa ini telah
memberikan kontribusinya di dalam kebangkitan ekonomi Islam. Para pemikir ini
diantaranya yang akan dibahas dibawah ini yaitu; H.O.S Tjokroaminoto, Sjafruddin
Prawiranegara, A.M Saefuddin. Dengan begitu penting bagi kita generasi penerus
untuk mengetahui dan mendalami sejarah mengenai pemikiran tokoh-tokoh ini dari
berbagai fase yang ada pada penjajahan, Indonesia merdeka dan pada masa ini.
TINJAUAN PUSTAKA
a) Konsep Pemikiran
Konsep Pemikiran adalah suatu langkah awal yang dipikirkan mengenai apa saja
yang nantinya akan dijadikan pedoman dan dikembangkan dalam pembentukan
pengetahuan yang ada untuk nantinya lebih lanjut dibuat berbagai kejelasan
mengenai suatu ilmu.
b) Peradaban
Peradaban adalah bagian dari budaya yang sangat halus, indah, dan maju.
Sedangkan pengertian peradaban dalam arti yang lebih luas adalah kumpulan
identitas seluas-luasnya dari semua hasil budi daya manusia, yang meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia.
Menurut Albion Small, peradaban adalah kemampuan manusia untuk
mengendalikan dorongan dasar manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Sedangkan budaya mengacu pada kemampuan manusia untuk menguasai alam
melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Alfred Weber, peradaban adalah seperangkat metode teknis yang
digunakan untuk mengendalikan alam. Dimana dalam budaya sendiri terdiri dari
seperangkat nilai, prinsip, normatif, dan ide unik.
c) Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya
dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam
setiap aktivitasnya.
Menurut M. Umer Chapra, “Islamic economics was defined as that branch
which helps realize human well-being through an allocation and distribution of
scarce resources that is inconfinnity with Islamic teaching without unduly curbing
Individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological
imbalances”. Jadi, menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan
yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan
distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu
pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa
perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
baru demi meraih kemerdekaan. Untuk umat Islam sendiri memiliki pergerakan
di bidang ekonomi dengan organisasinya yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Organisasi ini merupakan lanjutan dari perjuangan umat Islam untuk menentang
penjajah yang menjadi perbedaan adalah dahulu seperti Perang Diponegoro
mereka memakai senjata sebagai aksi di dalam menentang penjajahan,
sedangkan didalam organisasi menentang penjajahan dengan intelektual dan
tanpa senjata. Serikat Islam nama awalnya berdiri pada tahun 1911 dan
menetapkan tujuan-tujuan program kerjanya di tahun 1912, yaitu memajukan
perdagangan dan meluaskan nya, memberikan pertolongan kepada anggota-
anggota yang memerlukan, memajukan penduduk dalam lapangan moral dan
material, dan memajukan kehidupan secara beragama Islam.
SI di awal pendiriannya memiliki tujuan dalam membela para pedagang
Muslim lokal menghadapi para pesaing keturunan Cina dalam industri batik di
Jawa Tengah. Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam
perkembangan ide kebangsaan Islam sebagai bentuk perhimpunan nasionalis.
Bergesernya tujuan SI dari ekonomi ke arah politik dimulai tahun 1914 ketika
Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhudi sebagai ketua. Di Bawah
kepemimpinannya, tujuan SI yang pada awalnya menekankan pemberdayaan
para pedagang Muslim bergeser pada advokasi umum tentang hak-hak ekonomi
dan sosio politik masyarakat pribumi secara luas.
tahun 1912. Perhimpunan ini didirikan oleh Haji Samanhudi, seorang pedagang
batik lokal yang berlatar Sekolah Pribumi Kelas Dua (Tweede Klasse School) dan
dibantu oleh Tirto Adhi Surjo dalam merumuskan statutanya (Yudi Latif:2013,
182)
SI di awal pendiriannya memiliki tujuan dalam membela para pedagang
Muslim lokal menghadapi para pesaing keturunan Cina dalam industri batik di
Jawa Tengah. Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam
perkembangan ide kebangsaan Islam sebagai bentuk perhimpunan nasionalis.
Bergesernya tujuan SI dari ekonomi ke arah politik dimulai tahun 1914 ketika
Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhudi sebagai ketua. Dibawah
kepemimpinannya, tujuan SI yang pada awalnya menekankan pemberdayaan
para pedagang Muslim bergeser pada advokasi umum tentang hak-hak ekonomi
dan sosio-politik masyarakat pribumi secara luas. SI mulai mengadopsi sebuah
ideologi populis sehingga jumlah anggotanya bertambah semakin cepat
(Koentowidjoyo:2001, 10)
Namun kondisi SI yang kian membesar menjadikannya sebagai perhimpunan
yang menarik perhatian bagi para oportunis politik yang memiliki ideologi
berbeda. Diantaranya adalah ISDV yang sukses menginfiltrasi ideologi Marxis-
Leninis ke dalam tubuh SI.
Sebagai respon terhadap menguatnya daya tarik ideologi komunisme baik di
luar maupun di dalam perhimpunan tersebut, para intelektual yang berorientasi
Islam berupaya memunculkan sebuah ideologi tandingan. Pengaruh dari para
intelektual kiri dan doktrin-doktrin sosialis bagi rakyat terjajahlah yang
menstimulus para intelektual Islam untuk mengkombinasikan antara pandangan-
pandangan doktrin Al-Quran yang progresif dengan ide-ide sosialis tertentu.
Kombinasi ini dikenal sebagai “Sosialisme Islam”. Ideologi baru ini dikobarkan
oleh kelompok modernis Islam termasuk Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdul Muis
dan Soerjopranoto (Koentowidjoyo:2001,253)
pemenuhan berbagai aspirasi umat Islam dan respon yang lebih partisipatif
terhadap beberapa kebijakan Orde Baru.
Salah satu bentuk nyata dari mesranya hubungan timbal balik tersebut
adalah berdirinya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pada 7
Desember 1990. Berdirinya ICMI dapat dipandang sebagai berakhirnya
kecurigaan pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam di Indonesia. Berdirinya
bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat
Indonesia (BMI) juga merupakan inisiatif dari para cendekiawan Muslim yang
bernaung di dalam ICMI.
b) Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin Prawiranegara adalah salah satu tokoh yang sangat berjasa atas
pemikiran ekonomi Islam di Indonesia. Dia menempatkan ekonomi Islam
ditengah tengah maraknya ekonomi sosialis dan ekonomi kapitalis, menurut dia
sistem ekonomi Islam tidak berbeda jauh dengan sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis di negara-negara yang bukan memakai ekonomi Islam di dalam
negaranya. Menurut Sjafruddin Prawiranegara ada dua hal yang menjadi
kesamaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional dalam hal ini sosialis
dan kapitalis. Hal yang pertama adalah kesamaan tujuan yaitu mencari kepuasan
dari berbagai keperluan hidup masyarakat, baik individu maupun keseluruhan.
Kedua, kesamaan prinsip, disebut juga motif ekonomi, yaitu tiap individu atau
masyarakat tidak akan mau bekerja lebih berat dan lebih lama daripada
semestinya untuk memenuhi keperluan-keperluan hidupnya. Yang berbeda dari
kedua sistem ekonomi itu adalah keperluan-keperluan yang harus dipenuhi
kedua sistem tersebut. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
faktor geografis, adat dan agama. Ia mendefinisikan sistem ekonomi Islam
sebagai sistem ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi yang menjadi
pedoman kerjanya, dipengaruhi dan dibatasi oleh ajaran-ajaran Islam (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 301).
Mengenai kepemilikan Sjafruddin berpendapat bahwa kepemilikan hanyalah
sebatas benda dan harta yang dikejar untuk mencapai kemakmuran, didalam
Islam kepemilikan adalah sepenuhnya milik Allah swt dan kita hadir untuk
mencari ridhonya. Kekayaan yang kita dapatkan harus kita persembahkan untuk
agama kita dan ridho Allah semata dan bukan untuk tujuan hidup. Manusia di
dalam ekonomi Islam merupakan homo economicus dan homo religious
(Sjafruddin Prawiranegara:2011, 136) artinya, hak milik selain merupakan hak
pribadi, juga mempunyai fungsi sosial. Hak milik individu dan hak milik kolektif
sama diakuinya oleh Islam tetapi tidak memperkenankan mempergunakan hak
itu dengan sewenang-wenang, dengan tidak memperhatikan kepentingan orang-
orang yang kurang mampu.
Sjafruddin memiliki pandangan berbeda mengenai riba dan bunga di dalam
ekonomi Islam, ia berpendapat bahwa bunga bank bukanlah riba karena
menurutnya ulama dan ekonom yang berpikir bahwa bunga bank itu adalah riba
mereka tidak begitu mengerti tentang bunga yang dijadikan alat untuk
memperbesar produksi masyarakat terutama pada zaman tersebut pasca
kemerdekaan dimana negara baru saja terbentuk (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 363). Ia juga menjelaskan dan menafsirkan bahwa riba
adalah unsur eksploitatif baik di bidang produksi, distribusi maupun konsumsi.
Sjafruddin Prawiranegara mengkritik pendapat yang menafsirkan QS. Al-Baqarah
275 seolah-olah setiap bentuk perdagangan adalah halal (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 375), Bagi Sjafruddin Prawiranegara, meskipun
perdagangan merupakan aktivitas yang halal, namun bila dilakukan dengan
keterpaksaan menjadi sesuatu aktivitas yang dilarang. Perdagangan yang
melakukan praktik-praktik kecurangan merupakan penghisapan dan merupakan
riba juga.
Sjafruddin menyimpulkan bahwa riba adalah segala jenis keuntungan yang
didapatkan atau diperoleh dari transaksi atau perjanjian dimana salah satu pihak
menyalahgunakan kedudukan ekonomi yang ia dapatkan untuk mengambil
keuntungan yang diluar batas dan secara berlebihan dari lawan yang mempunyai
kedudukan di bawahnya atau bisa dibilang lebih lemah dibandingkan dirinya.
Di dalam membahas mengenai zakat Sjafruddin Prawiranegara ia mengkritik
sosialisme-marxisme yang menganjurkan adanya penghapusan kelas perbedaan
kelas di dalam revolusi. Ia berpendapat selama ada manusia atau masyarakat
didalam dunia maka juga akan ada yang kaya dan yang miskin, perbedaan ini
mengharuskan di dalam Islam untuk selalu berbagi melalui zakat. Menurut
Sjafruddin zakat adalah suatu aspek yang mengharuskan seseorang dari kaum
hartawan atau kaum kaya untuk meringankan beban orang yang tidak
berkecukupan atau orang miskin. Pembayaran zakat merupakan perbuatan ihsan
atau kebaikan yang menjadi kebaikan dari yang kuat ekonominya kepada
kepentingan ekonominya lemah guna memperkuat dan memperbaiki kehidupan
dari yang masyarakat atau manusia yang berkekurangan. Persoalan mengenai
zakat yang perlu diangkat saat ini adalah aturan zakat yang muncul pada abad 7
Masehi belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat mutakhir saat ini.
Menurut Sjafruddin Prawiranegara, peraturan zakat yang seperti itu hanya cocok
untuk masyarakat yang sederhana, jumlah penduduknya tidak terlalu banyak,
lapangan usahanya terutama dari pertanian dan peternakan. Selain itu belum
mengenal uang kertas, hanya sedikit uang perak dan emas (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 238).
c) A.M Saefuddin
A.M Saefudin memiliki pemikiran tersendiri di dalam memandang ekonomi
khususnya ekonomi syariah. Ekonomi Islam menurutnya adalah suatu nilai nilai
yang dapat membangun kerangka organisasi kegiatan ekonomi menurut
kerangka preferensinya. Perangkat nilai ini di satu pihak akan berdasarkan
pandangan filsafat tentang kegiatan ekonomi, dan di pihak lain interaksi nilai-
nilai ini akan membentuk perangkat nilai dasar dan nilai instrumental bagi
kegiatan ekonomi yang dikehendaki oleh system (A.M Saefuddin:1987, 58). Ia
merumuskan beberapa ketentuan dalam hal kepemilikan sebagai nilai dasar atas
konsepsi ekonomi Islam. Nilai dasar kepemilikan ada 3 hal yang harus dijadikan
nilai dasar dalam pemikiran saefudin. Yang pertama, kepemilikan terletak pada
manfaat barang atau benda yang kita miliki dan bukan menguasai sepenuhnya
terhadap kepemilikan itu karena kepemilikan segala benda di bumi adalah milik
Allah Swt. Kedua, kepemilikan atas harta benda yang kita miliki hanya terbatas
pada usia kita saat didunia jika kita meninggal nanti tidak ada satupun benda
harta yang akan kita bawa, dan harus kita wariskan kepada keluarga kita nanti.
Ketiga, kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang
menyangkut kepentingan umum. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau
negara. Yang termasuk sumber-sumber milik umum ini adalah sumber air
minum, hutan, laut dan isinya, udara, dan luar angkasa (A.M Saefuddin:1987, 81-
82).
Mengenai permasalahan riba dan bunga, Saefuddin memandang bunga
bunga termasuk ke dalam golongan riba dan haram untuk dilakukan tidak seperti
Prawiranegara yang tidak menganggap bunga dan riba sebagai suatu keharaman.
Sistem ekonomi ribawi, menurutnya hanya akan menuntun manusia pada
kerusakan dan krisis ekonomi. Sistem ekonomi ribawi adalah bencana bagi
manusia tidak hanya untuk iman dan taqwa kepada Allah Swt tetapi juga akan
menimbulkan sifat sifat negatif yang akan membawa kita kepada jurang
kemaksiatan dan keburukan duniawi seperti ketamakan, egois, curang, dan
spekulatif. Ia juga berpikiran bahwa Islam akan tegak setegak tegaknya jika
sistem ribawi sama sekali tidak ada di dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa,
Islam juga merupakan suatu sistem ekonomi dengan paket lengkap yang dimana
ribawi tidak termasuk di dalamnya karena ketika Islam melarang praktik riba
maka ada makna dibalik pelarangan tersebut. Dalam perbankan misalnya,
penghapusan segala bentuk riba dilakukan bukan dengan cara menutup bank
yang ada, melainkan membersihkan bank-bank tersebut dari praktik riba (A.M
Saefuddin:1987, 82).
Tentang zakat, menurut A.M Saefuddin, zakat merupakan nilai instrumental
ekonomi Islam. Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam
distribusi pendapatan dan kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku
konsumsi. Lebih lanjut, A.M Saefuddin melihat zakat yang dikelola oleh negara
akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan
pemerataan pendapatan (A.M Saefuddin:1987, 87). Zakat dapat menjadi
instrumen yang sangat solutif dan sustainable di tengah masalah kemiskinan
umat. A.M Saefuddin juga memiliki pandangan mengenai zakat bahwa yang
wajib untuk membayar zakat bukan hanya umat muslim tetapi juga umat dari
agama lain. Dasar pemikiran ini adalah kebermanfaatan zakat yang dapat
dirasakan oleh semua umat agama. Kebermanfaatan zakat ini dapat dirasakan
sebagai fondasi yang konstruktif untuk membangun negara dan masyarakat luas
karena zakat bisa dijadikan sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di
Indonesia atau suatu negara.
SIMPULAN
Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia mengalami masa pasang surut dimana
pada masa penjajahan terjadi di Indonesia ekonomi Islam di Indonesia mengalami
kemunduran karena indonesia sudah mulai mengikuti alur pemikiran barat yang
kebanyakan memiliki perasaan konvensional dan jauh dari Islam ditambah lagi
banyak masyarakat yang tidak diberikan kesempatan untuk berkembang alih alih
hanya kerja paksa dengan keadaan yang menyedihkan. Ketika memasuki akhir abad
19 dan kemerdekaan yang didapat banyak perkembangan yang terjadi di dalam
ekonomi Islam di indonesia dimana banyak mulai muncul pemikir pemikir hebat
yang mempunyai berbagai pemikiran yang membuat ekonomi Islam di Indonesia
mulai beranjak berkembang dengan baik diantaranya ada H.O.S Tjokroaminoto,
Sjafruddin Prawiranegara, A.M Saefuddin.
Meskipun para tokoh hidup dalam zaman yang berbeda, namun konstruksi
nilai-nilai filosofi Islam dalam pemikiran ekonomi mereka memiliki kesamaan.
Tauhid menjadi inti dari semua nilai, di mana semua kegiatan ekonomi tunduk pada
nilai filosofi ini. dapat dipahami bahwa pemikiran ekonomi Islam dengan berbagai
cakupan bahasannya seperti mengenai kepemilikan, riba, dan bunga serta zakat
sebagai instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, merupakan bagian yang
integral dari sistem ajaran Islam yang komprehensif. Namun, ketika berbicara
tentang seperti apa metode yang harus dibangun antara Islam dan ekonomi,
terutama yang menyangkut kondisi riil, terdapat perbedaan-pendekatan di kalangan
para tokoh tersebut di atas. Meskipun timbul berbagai perbedaan pemikiran,
namun yang harus dicatat adalah kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu
mewujudkan maslahah. Perbedaan-perbedaan tersebut justru semakin
memperkaya pandangan dan keilmuan ekonomi Islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, C. B., Yafiz, M., & Sukiati, M. A. (2017). Pemikiran Ekonomi Islam Indonesia. Al-
Muamalat Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syari.
Ali, Fachri dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam Indonesia Masa Orde Baru, cet. 3, (Bandung: Mizan, 1992).
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer (Depok, Gramata Publishing, 2005).
Boediono, Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah (Bandung: Mizan, 2016).
Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1987).
Istiqomah, L. (2019). Telaah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Al-Iqtishod: Jurnal
Ekonomi Syariah, 1(1), 1-19.
Salim, Emil, “Sistem Ekonomi Pancasila” dalam Pemikiran dan Permasalahan
Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir: Jilid 3, Paruh Pertama
Ekonomi Orde Baru, ed. Hadi Soesastro, et. al (Yogyakarta: Kanisius, 2005).