Konsep Pemikiran Dan Peradaban Ekonomi Islam Di Indonesia

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

JIEFeS

Journal of Islamic Economics and Finance Studies


Volume X, No. x (Month, 20xx), pp. 00-00 ISSN 2723 - 6730 (Print)
DOI. http://dx.doi.org/10.47700/jiefes.xxx.xxxx ISSN 2723 - 6749 (Online)

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di


Indonesia

Raditya Prayata Putra Fai


UPN “Veteran” Jakarta
2110116016@mahasiswa.upnvj.ac.id

Sofhie Viola Vania


UPN “Veteran” Jakarta
2110116023@mahasiswa.upnvj.ac.id

Azzahra Fitriani Putri


UPN “Veteran” Jakarta
2110116030@mahasiswa.upnvj.ac.id

Diterima: xx Bulan 20xx Direvisi: xx Bulan 20xx Dipublikasi: xx Bulan 20xx

Abstract
The Islamic economy grew rapidly in the dark ages of Europe, precisely when Islam also entered
Europe, namely the Turkish state and the Ottoman Empire gave birth to many Muslims including
traders from that country who explored various worlds, one of which was Indonesia. However, the
development of Islamic economic thought experienced a decline when colonialism was carried out by
the West throughout the world, including areas that were mostly inhabited by Muslims. The period of
the mid-16th century to the early 19th century can be said to be a period of decline in the
development of Islamic economic thought, many Islamic kingdoms fell by the Portuguese and Dutch
colonialists, so that the system was changed to a system based on Western ideas.

The late 19th century was the period when Islamic economic thought began to rise and showed its
existence again which aimed to make Islam a worldview in all aspects, especially the economic
aspect, which in the development of Islamic economics many Indonesian Muslim thinkers or scholars
contributed. The purpose of this chapter is to re-introduce the practice of Islamic economics in the
history of Indonesia during the colonial period and the thoughts of Muslim scholars on the
development of Islamic economics in Indonesia.

Keywords: Islamic Thought, Islamic Thinkers, Islamic Economics, Views

Abstrak
Ekonomi Islam bertumbuh pesat pada zaman kegelapan Eropa tepatnya saat Islam juga masuk ke
dalam Eropa yaitu negara Turki dan kerajaan Utsmani melahirkan banyak umat Islam diantaranya
termasuk para pedagang dari negeri tersebut yang menjelajahi berbagai dunia salah satunya
Indonesia. Namun perkembangan pemikiran ekonomi Islam mengalami penurunan ketika terjadinya
kolonialisme oleh Bangsa Barat ke seluruh dunia termasuk wilayah-wilayah yang kebanyakan dihuni
oleh orang-orang Islam. Periode abad ke 16 pertengahan sampai pada awal abad ke-19 dapat
dikatakan sebagai periode kemunduran dalam pengembangan pemikiran ekonomi Islam banyak
kerajaan Islam yang jatuh oleh penjajah Portugis dan Belanda, sehingga sistem pun berganti menjadi
sistem berasaskan pemikiran-pemikiran Barat. 

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 1


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

Abad-19 akhir masa-masa dimana pemikiran ekonomi Islam mulai bangkit dan menunjukan
eksistensinya kembali dimana bertujuan untuk menjadikan Islam sebagai worldview dalam segala
aspek terutama aspek ekonomi yang di dalam pengembangan ekonomi Islam banyak para pemikir
atau cendekiawan Muslim Indonesia yang memberikan kontribusinya. Tujuan pembahasan bab ini
adalah untuk kembali mengenalkan praktek ekonomi Islam dalam sejarah Indonesia di masa
penjajahan serta pemikiran-pemikiran cendekiawan Muslim terhadap pengembangan ekonomi Islam
di Indonesia. 

Kata kunci: Pemikiran Islam, Tokoh Pemikir Islam, Ekonomi Islam, Pandangan

PENDAHULUAN
Ekonomi Islam pada masa awal pertumbuhannya tidak berjalan mulus seperti
sekarang. Banyak sekali tantangan yang datang, datang secara tidak langsung yang
membuat ekonomi Islam belum bisa maju seperti negara negara lain. Ekonomi Islam
tumbuh di Indonesia bermula saat kerajaan Islam mulai hadir, dimulai dari kerajaan
samudra pasai dan mulai berakhir saat masuk kolonialisme barat. Penjajahan mulai
mengganggu yang berdampak pada pengaruh sekularisme dan baratisasi terhadap
ekonomi, sosial dan budaya Indonesia termasuk Islam sendiri. Masa ini bisa dibilang
sebagai masa keterpurukan ekonomi Islam umumnya dan ekonomi Islam pada
khususnya. Masa ini berawal pada abad 16 sampai abad 19.
Pada Abad 19, dimulailah periode kebangkitan Islam di berbagai bidang
setelah Indonesia mulai bisa melawan penjajahan tidak dengan senjata lagi tetapi,
dengan pemikiran dan sudut pandang yang bisa membebaskan Indonesia dari
belenggu penjajah. Stagnasi pemikiran yang tadinya dipersempit oleh pihak
penjajah sudah mulai dibuka dengan adanya gerakan yang diawali oleh Budi Utomo.
Periode ini bertujuan untuk mengembalikan Islam sebagai cara pandang dunia
(worldview) di segala aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan
budaya. Banyak para pemikir ekonomi Islam di Indonesia yang pada masa ini telah
memberikan kontribusinya di dalam kebangkitan ekonomi Islam. Para pemikir ini
diantaranya yang akan dibahas dibawah ini yaitu; H.O.S Tjokroaminoto, Sjafruddin
Prawiranegara, A.M Saefuddin. Dengan begitu penting bagi kita generasi penerus
untuk mengetahui dan mendalami sejarah mengenai pemikiran tokoh-tokoh ini dari
berbagai fase yang ada pada penjajahan, Indonesia merdeka dan pada masa ini.

TINJAUAN PUSTAKA
a) Konsep Pemikiran
Konsep Pemikiran adalah suatu langkah awal yang dipikirkan mengenai apa saja
yang nantinya akan dijadikan pedoman dan dikembangkan dalam pembentukan
pengetahuan yang ada untuk nantinya lebih lanjut dibuat berbagai kejelasan
mengenai suatu ilmu.

2 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia


Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00

b) Peradaban
Peradaban adalah bagian dari budaya yang sangat halus, indah, dan maju.
Sedangkan pengertian peradaban dalam arti yang lebih luas adalah kumpulan
identitas seluas-luasnya dari semua hasil budi daya manusia, yang meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia.
Menurut Albion Small, peradaban adalah kemampuan manusia untuk
mengendalikan dorongan dasar manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Sedangkan budaya mengacu pada kemampuan manusia untuk menguasai alam
melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Alfred Weber, peradaban adalah seperangkat metode teknis yang
digunakan untuk mengendalikan alam. Dimana dalam budaya sendiri terdiri dari
seperangkat nilai, prinsip, normatif, dan ide unik.
c) Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya
dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam
setiap aktivitasnya. 
Menurut M. Umer Chapra, “Islamic economics was defined as that branch
which helps realize human well-being through an allocation and distribution of
scarce resources that is inconfinnity with Islamic teaching without unduly curbing
Individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological
imbalances”. Jadi, menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan
yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan
distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu
pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa
perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA
a) Pergerakan dan Pemikiran Ekonomi Islam pada Masa Penjajahan
Penjajahan yang terjadi di Indonesia oleh berbagai negara khususnya
Belanda yang menjajah Indonesia sampai 350 Tahun memiliki dampak yang
signifikan terhadap umat muslim dan agama islam dari segala aspek kehidupan
diantaranya politik, ekonomi, budaya, dan agama. Beberapa sistem ekonomi
telah diterapkan seperti sistem ekonomi monopolistik ala VOC (1600 – 1800),
sistem ekonomi komando ala Tanam Paksa (1830 – 1870), dan sistem ekonomi
kapitalis liberal sejak 1870.
Pada periode akhir di dalam penjajahan Belanda terhadap Indonesia,
organisasi pergerakan nasional mulai bermunculan untuk memulai pergerakan

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 3


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

baru demi meraih kemerdekaan. Untuk umat Islam sendiri memiliki pergerakan
di bidang ekonomi dengan organisasinya yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI).
Organisasi ini merupakan lanjutan dari perjuangan umat Islam untuk menentang
penjajah yang menjadi perbedaan adalah dahulu seperti Perang Diponegoro
mereka memakai senjata sebagai aksi di dalam menentang penjajahan,
sedangkan didalam organisasi menentang penjajahan dengan intelektual dan
tanpa senjata. Serikat Islam nama awalnya berdiri pada tahun 1911 dan
menetapkan tujuan-tujuan program kerjanya di tahun 1912, yaitu memajukan
perdagangan dan meluaskan nya, memberikan pertolongan kepada anggota-
anggota yang memerlukan, memajukan penduduk dalam lapangan moral dan
material, dan memajukan kehidupan secara beragama Islam.
SI di awal pendiriannya memiliki tujuan dalam membela para pedagang
Muslim lokal menghadapi para pesaing keturunan Cina dalam industri batik di
Jawa Tengah. Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam
perkembangan ide kebangsaan Islam sebagai bentuk perhimpunan nasionalis.
Bergesernya tujuan SI dari ekonomi ke arah politik dimulai tahun 1914 ketika
Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhudi sebagai ketua. Di Bawah
kepemimpinannya, tujuan SI yang pada awalnya menekankan pemberdayaan
para pedagang Muslim bergeser pada advokasi umum tentang hak-hak ekonomi
dan sosio politik masyarakat pribumi secara luas.

b) Pemikiran Sosialisme dan Islam Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia


Peta pemikiran dan pergerakan nasionalisme maupun Islam bisa dilihat dari
kebangkitan kesadaran politik berbangsa di awal abad 20. Beberapa studi
menyimpulkan dua faktor yang turut mempengaruhi munculnya kesadaran dan
bangkitnya rasa nasionalisme dalam masyarakat Islam di Indonesia, yaitu adanya
gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah dan munculnya sekelompok elit
intelektual Indonesia hasil dari Politik Etis (lihat Fachri Ali dan Bahtiar
Effendy:1992).
Politik Etis disebabkan oleh adanya pergeseran perpolitikan di Belanda yang
tidak hanya berpengaruh pada kebijakan ekonomi, tapi juga kebijakan sosial
pemerintah Hindia Belanda. Politik etis merupakan program balas budi
pemerintah Belanda yang difokuskan pada tiga bidang, yaitu irigasi, transmigrasi
dan pendidikan. Melalui program-program politik etis ini, dibangun sistem irigasi
dan sekolah-sekolah modern di sejumlah daerah (Boediono:2016, 56). Dari ketiga
program itu, pendidikan dianggap hal yang paling esensial. Kebijakan pendidikan
ini mempunyai dampak penting dalam kehidupan penduduk Hindia Belanda.
Program-program pendidikannya menebarkan benih-benih kesadaran politik
sehingga membentuk kelompok elit pelajar Indonesia yang memiliki rasa
nasionalisme.
Perkembangan paling penting dari bangkitnya kesadaran nasionalis
dikalangan pribumi Hindia Belanda adalah munculnya Sarekat Islam (SI) pada

4 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia


Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00

tahun 1912. Perhimpunan ini didirikan oleh Haji Samanhudi, seorang pedagang
batik lokal yang berlatar Sekolah Pribumi Kelas Dua (Tweede Klasse School) dan
dibantu oleh Tirto Adhi Surjo dalam merumuskan statutanya (Yudi Latif:2013,
182)
SI di awal pendiriannya memiliki tujuan dalam membela para pedagang
Muslim lokal menghadapi para pesaing keturunan Cina dalam industri batik di
Jawa Tengah. Lahirnya SI merupakan titik yang menentukan dalam
perkembangan ide kebangsaan Islam sebagai bentuk perhimpunan nasionalis.
Bergesernya tujuan SI dari ekonomi ke arah politik dimulai tahun 1914 ketika
Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhudi sebagai ketua. Dibawah
kepemimpinannya, tujuan SI yang pada awalnya menekankan pemberdayaan
para pedagang Muslim bergeser pada advokasi umum tentang hak-hak ekonomi
dan sosio-politik masyarakat pribumi secara luas. SI mulai mengadopsi sebuah
ideologi populis sehingga jumlah anggotanya bertambah semakin cepat
(Koentowidjoyo:2001, 10)
Namun kondisi SI yang kian membesar menjadikannya sebagai perhimpunan
yang menarik perhatian bagi para oportunis politik yang memiliki ideologi
berbeda. Diantaranya adalah ISDV yang sukses menginfiltrasi ideologi Marxis-
Leninis ke dalam tubuh SI.
Sebagai respon terhadap menguatnya daya tarik ideologi komunisme baik di
luar maupun di dalam perhimpunan tersebut, para intelektual yang berorientasi
Islam berupaya memunculkan sebuah ideologi tandingan. Pengaruh dari para
intelektual kiri dan doktrin-doktrin sosialis bagi rakyat terjajahlah yang
menstimulus para intelektual Islam untuk mengkombinasikan antara pandangan-
pandangan doktrin Al-Quran yang progresif dengan ide-ide sosialis tertentu.
Kombinasi ini dikenal sebagai “Sosialisme Islam”. Ideologi baru ini dikobarkan
oleh kelompok modernis Islam termasuk Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdul Muis
dan Soerjopranoto (Koentowidjoyo:2001,253)

c) Era Orde Lama


Pada masa awal kemerdekaan, kondisi ekonomi Indonesia berada pada situasi
yang buruk. Faktor-faktor yang menyebabkan buruknya kondisi ekonomi
Indonesia pada saat itu diantaranya, pertama, terjadinya inflasi yang sangat
tinggi (hyperinflation) yang disebabkan oleh peredaran uang yang terlalu banyak.
Pada saat itu Republik Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan pemberlakuan tiga mata uang sebagai alat pembayaran
yang sah, yaitu Javanesche Bank, uang pemerintah Hindia Belanda dan uang
pendudukan Jepang. Kedua, adanya blokade ekonomi oleh Belanda mulai bulan
November 1945. Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan
komoditi. Belanda memperhitungkan pemerintah RI akan segera jatuh
mengingat kondisi kas negara yang kosong dan pengeluaran yang meningkat.
Ketiga, lumpuhnya ekonomi akibat eksploitasi masa penjajahan sebelumnya

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 5


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

khususnya pada masa pendudukan Jepang dimana seluruh kegiatan ekonomi


difokuskan pada pemenuhan kebutuhan perang (Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto:2010, 273).

d) Era Orde Baru


Pada masa Orde Baru, hubungan Islam dengan pemerintah Soeharto
mengalami masa pasang dan surut. Di Awal kekuasaannya, pemerintah Orde
Baru yang dikuasai oleh militer mengambil kebijakan untuk melumpuhkan dan
menjinakkan tiga kekuatan politik utama dalam ruang publik Orde Lama, yaitu
memberangus PKI, melumpuhkan PNI dan menolak rehabilitasi Masyumi.
Penyingkiran terhadap ketiga bekas kekuatan politik di masa Orde Lama itu
dianggap sebagai titik pijak yang penting bagi dimulainya suatu tatanan politik
baru (Latif, 409)
Jargon Orde Lama “politik sebagai panglima” dianggap pemerintah Orde
Baru telah mengabaikan persoalan-persoalan mendasar, yaitu kesejahteraan
ekonomi dan sosial. Pemerintah Orde Baru melakukan pemulihan ekonomi
dengan mengalihkan perhatian rakyat dari politik kepada ekonomi. Dalam
menghadapi krisis ekonomi yang diwarisinya, yaitu hiperinflasi dan stagnasi,
pemerintah Orde Baru menyusun program stabilisasi ekonomi yang disebut
Paket Oktober 1966 – yang memiliki fokus pada empat hal, yaitu menghilangkan
aturan-aturan yang memasung kegiatan normal ekonomi, mendisiplinkan
kembali anggaran negara, memfungsikan kembali kebijaksanaan moneter
sebagai alat pengendali uang beredar dan melonggarkan ketersediaan devisa
yang mencekik kegiatan ekonomi (Boediono, 127)
Langkah-langkah pemulihan kondisi ekonomi membutuhkan stabilitas
politik. Alasan ini memberikan justifikasi untuk menyingkirkan apa saja yang
dianggapnya sebagai hambatan. Untuk mengamankan jalannya pembangunan,
stabilitas politik menjadi yang utama. Sebagai konsekuensinya, pemerintah Orde
Baru menggunakan beragam cara represif untuk mengekang kebebasan
berbicara dan berkumpul, dan juga oposisi politik dan kritik intelektual karena
semua itu dianggap sebagai ancaman-ancaman yang serius bagi stabilitas politik.
Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh kekuatan politik
dan organisasi masa oleh pemerintah Orde Baru menandai format baru gerakan
Islam selanjutnya. Ciri yang mendasari wajah baru Islam tersebut bahwa
orientasi gerakan Islam bukan lagi didominasi oleh kekuatan institusi politik,
melainkan lewat lembaga-lembaga sosial, ekonomi dan budaya, yang ditopang
oleh para intelektual Muslim. Tujuan Islam bukan diorientasikan kepada
kekuasaan melainkan lebih diarahkan kepada dakwah dan pencerahan umat
dalam pembangunan bangsa. Hal ini berpengaruh terhadap pemikiran maupun
kebijakan politik pemerintah serta bagi umat Islam sendiri. Pengaruh yang nyata
adalah terjadinya akomodasi timbal balik (mutual accomodation) antara Islam
dan birokrasi Orde Baru. Bentuk riil dari saling mengakomodasi itu adalah

6 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia


Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00

pemenuhan berbagai aspirasi umat Islam dan respon yang lebih partisipatif
terhadap beberapa kebijakan Orde Baru.
Salah satu bentuk nyata dari mesranya hubungan timbal balik tersebut
adalah berdirinya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pada 7
Desember 1990. Berdirinya ICMI dapat dipandang sebagai berakhirnya
kecurigaan pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam di Indonesia. Berdirinya
bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992, yaitu Bank Muamalat
Indonesia (BMI) juga merupakan inisiatif dari para cendekiawan Muslim yang
bernaung di dalam ICMI.

TOKOH-TOKOH PEMIKIR EKONOMI ISLAM DI INDONESIA


a) H.O.S Tjokroaminoto
Tokoh nasional beraliran sosialisme religius (Islam) dikenal dengan nama
H.O.S Tjokroaminoto. Tjokroaminoto memberikan gagasan sosialisme sesuai
dengan ajaran islam. Gagasan sosialisme islam dari Tjokroaminoto mempunyai
dasar berbeda dengan sosialisme Karl Marx. Dasar sosialisme yang digagas oleh
Karl Marx yaitu tentang materialisme historis. Tujuan Tjokroaminoto memakai
kata islam adalah untuk pragmatis-empiris dan juga untuk memberikan dimensi
yang lebih mendalam kepada cita-cita sosialisme religius diantaranya kukuhnya
dasar moral cita-cita kemasyarakatan. Menurut Tjokroaminoto sosialisme
berdasar Islam tidak mengatur tentang kepemilikan harta benda individu. Dalam
islam yang diatur adalah perilaku mengenai cara mendapatkan harta dan
penggunaannya.
Asas “sebesar-besarnya keselamatan bagi sebanyak-banyaknya orang”
menjadi asas yang harus dipatuhi (H.O.S Tjokroaminoto:2010, 78). Kepemilikan
harta benda adalah hak masing-masing individu. Tetapi dalam kepemilikan tanah
hal ini menjadi berbeda, keberadaan tanah menjadi pokok segala hasil dan pokok
semua pekerjaan industri besar sehingga kepemilikan tanah harus dikuasai oleh
Negara (H.O.S Tjokroaminoto:2010, 23). 
Terkait riba, Tjokroaminoto sangat menentangnya. Menurut Tjokroaminoto
Riba tidak hanya sebatas tingkat bunga yang tinggi saja tetapi memakan
keuntungan orang lain (meerwaarde). Meerwaarde meliputi memakan hasil
pekerjaan orang lain, tidak memberikan bagian keuntungan yang seharusnya
menjadi bagiannya orang yang turut bekerja dan semua pekerjaan yang serupa
itu (H.O.S Tjokroaminoto:2010, 27) 
Tjokroaminoto mengambil kesimpulan kalau Islam sangat menentang dan
memerangi kapitalisme mulai dari benih sampai akarnya. Kapitalisme membuat
hilangnya sifat kemanusiaan dan menghancurkan dunia. 
Tjokroaminoto memandang zakat dan sedekah sebagai implementasi dari
asas persaudaraan dan kedermawanan. Menurutnya, perintah tentang
kedermawanan dalam aturan Islam memiliki dasar sosialistik.

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 7


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

1. Membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan


umum dari pada keperluan diri sendiri. 
2. Membagi kekayaan sama rata di dalam dunia Islam, lantaran menjadikan
pemberian zakat sebagai salah satu rukun Islam. 
3. Menuntun perasaan orang, supaya tidak menganggap kemiskinan itu satu
kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu lebih baik daripada kejahatan.
Sebagian orang suci dalam Islam lebih memilih hidup miskin (H.O.S
Tjokroaminoto:2010, 43) 

b) Sjafruddin Prawiranegara
Sjafruddin Prawiranegara adalah salah satu tokoh yang sangat berjasa atas
pemikiran ekonomi Islam di Indonesia. Dia menempatkan ekonomi Islam
ditengah tengah maraknya ekonomi sosialis dan ekonomi kapitalis, menurut dia
sistem ekonomi Islam tidak berbeda jauh dengan sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis di negara-negara yang bukan memakai ekonomi Islam di dalam
negaranya. Menurut Sjafruddin Prawiranegara ada dua hal yang menjadi
kesamaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional dalam hal ini sosialis
dan kapitalis. Hal yang pertama adalah kesamaan tujuan yaitu mencari kepuasan
dari berbagai keperluan hidup masyarakat, baik individu maupun keseluruhan.
Kedua, kesamaan prinsip, disebut juga motif ekonomi, yaitu tiap individu atau
masyarakat tidak akan mau bekerja lebih berat dan lebih lama daripada
semestinya untuk memenuhi keperluan-keperluan hidupnya. Yang berbeda dari
kedua sistem ekonomi itu adalah keperluan-keperluan yang harus dipenuhi
kedua sistem tersebut. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
faktor geografis, adat dan agama. Ia mendefinisikan sistem ekonomi Islam
sebagai sistem ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi yang menjadi
pedoman kerjanya, dipengaruhi dan dibatasi oleh ajaran-ajaran Islam (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 301).
Mengenai kepemilikan Sjafruddin berpendapat bahwa kepemilikan hanyalah
sebatas benda dan harta yang dikejar untuk mencapai kemakmuran, didalam
Islam kepemilikan adalah sepenuhnya milik Allah swt dan kita hadir untuk
mencari ridhonya. Kekayaan yang kita dapatkan harus kita persembahkan untuk
agama kita dan ridho Allah semata dan bukan untuk tujuan hidup. Manusia di
dalam ekonomi Islam merupakan homo economicus dan homo religious
(Sjafruddin Prawiranegara:2011, 136) artinya, hak milik selain merupakan hak
pribadi, juga mempunyai fungsi sosial. Hak milik individu dan hak milik kolektif
sama diakuinya oleh Islam tetapi tidak memperkenankan mempergunakan hak
itu dengan sewenang-wenang, dengan tidak memperhatikan kepentingan orang-
orang yang kurang mampu.
Sjafruddin memiliki pandangan berbeda mengenai riba dan bunga di dalam
ekonomi Islam, ia berpendapat bahwa bunga bank bukanlah riba karena
menurutnya ulama dan ekonom yang berpikir bahwa bunga bank itu adalah riba

8 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia


Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00

mereka tidak begitu mengerti tentang bunga yang dijadikan alat untuk
memperbesar produksi masyarakat terutama pada zaman tersebut pasca
kemerdekaan dimana negara baru saja terbentuk (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 363). Ia juga menjelaskan dan menafsirkan bahwa riba
adalah unsur eksploitatif baik di bidang produksi, distribusi maupun konsumsi.
Sjafruddin Prawiranegara mengkritik pendapat yang menafsirkan QS. Al-Baqarah
275 seolah-olah setiap bentuk perdagangan adalah halal (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 375), Bagi Sjafruddin Prawiranegara, meskipun
perdagangan merupakan aktivitas yang halal, namun bila dilakukan dengan
keterpaksaan menjadi sesuatu aktivitas yang dilarang. Perdagangan yang
melakukan praktik-praktik kecurangan merupakan penghisapan dan merupakan
riba juga.
Sjafruddin menyimpulkan bahwa riba adalah segala jenis keuntungan yang
didapatkan atau diperoleh dari transaksi atau perjanjian dimana salah satu pihak
menyalahgunakan kedudukan ekonomi yang ia dapatkan untuk mengambil
keuntungan yang diluar batas dan secara berlebihan dari lawan yang mempunyai
kedudukan di bawahnya atau bisa dibilang lebih lemah dibandingkan dirinya. 
Di dalam membahas mengenai zakat Sjafruddin Prawiranegara ia mengkritik
sosialisme-marxisme yang menganjurkan adanya penghapusan kelas perbedaan
kelas di dalam revolusi. Ia berpendapat selama ada manusia atau masyarakat
didalam dunia maka juga akan ada yang kaya dan yang miskin, perbedaan ini
mengharuskan di dalam Islam untuk selalu berbagi melalui zakat. Menurut
Sjafruddin zakat adalah suatu aspek yang mengharuskan seseorang dari kaum
hartawan atau kaum kaya untuk meringankan beban orang yang tidak
berkecukupan atau orang miskin. Pembayaran zakat merupakan perbuatan ihsan
atau kebaikan yang menjadi kebaikan dari yang kuat ekonominya kepada
kepentingan ekonominya lemah guna memperkuat dan memperbaiki kehidupan
dari yang masyarakat atau manusia yang berkekurangan. Persoalan mengenai
zakat yang perlu diangkat saat ini adalah aturan zakat yang muncul pada abad 7
Masehi belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat mutakhir saat ini.
Menurut Sjafruddin Prawiranegara, peraturan zakat yang seperti itu hanya cocok
untuk masyarakat yang sederhana, jumlah penduduknya tidak terlalu banyak,
lapangan usahanya terutama dari pertanian dan peternakan. Selain itu belum
mengenal uang kertas, hanya sedikit uang perak dan emas (Sjafruddin
Prawiranegara:2011, 238).

c) A.M Saefuddin
A.M Saefudin memiliki pemikiran tersendiri di dalam memandang ekonomi
khususnya ekonomi syariah. Ekonomi Islam menurutnya adalah suatu nilai nilai
yang dapat membangun kerangka organisasi kegiatan ekonomi menurut
kerangka preferensinya. Perangkat nilai ini di satu pihak akan berdasarkan
pandangan filsafat tentang kegiatan ekonomi, dan di pihak lain interaksi nilai-

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 9


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

nilai ini akan membentuk perangkat nilai dasar dan nilai instrumental bagi
kegiatan ekonomi yang dikehendaki oleh system (A.M Saefuddin:1987, 58). Ia
merumuskan beberapa ketentuan dalam hal kepemilikan sebagai nilai dasar atas
konsepsi ekonomi Islam. Nilai dasar kepemilikan ada 3 hal yang harus dijadikan
nilai dasar dalam pemikiran saefudin. Yang pertama, kepemilikan terletak pada
manfaat barang atau benda yang kita miliki dan bukan menguasai sepenuhnya
terhadap kepemilikan itu karena kepemilikan segala benda di bumi adalah milik
Allah Swt. Kedua, kepemilikan atas harta benda yang kita miliki hanya terbatas
pada usia kita saat didunia jika kita meninggal nanti tidak ada satupun benda
harta yang akan kita bawa, dan harus kita wariskan kepada keluarga kita nanti.
Ketiga, kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang
menyangkut kepentingan umum. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau
negara. Yang termasuk sumber-sumber milik umum ini adalah sumber air
minum, hutan, laut dan isinya, udara, dan luar angkasa (A.M Saefuddin:1987, 81-
82).
Mengenai permasalahan riba dan bunga, Saefuddin memandang bunga
bunga termasuk ke dalam golongan riba dan haram untuk dilakukan tidak seperti
Prawiranegara yang tidak menganggap bunga dan riba sebagai suatu keharaman.
Sistem ekonomi ribawi, menurutnya hanya akan menuntun manusia pada
kerusakan dan krisis ekonomi. Sistem ekonomi ribawi adalah bencana bagi
manusia tidak hanya untuk iman dan taqwa kepada Allah Swt tetapi juga akan
menimbulkan sifat sifat negatif yang akan membawa kita kepada jurang
kemaksiatan dan keburukan duniawi seperti ketamakan, egois, curang, dan
spekulatif. Ia juga berpikiran bahwa Islam akan tegak setegak tegaknya jika
sistem ribawi sama sekali tidak ada di dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa,
Islam juga merupakan suatu sistem ekonomi dengan paket lengkap yang dimana
ribawi tidak termasuk di dalamnya karena ketika Islam melarang praktik riba
maka ada makna dibalik pelarangan tersebut. Dalam perbankan misalnya,
penghapusan segala bentuk riba dilakukan bukan dengan cara menutup bank
yang ada, melainkan membersihkan bank-bank tersebut dari praktik riba (A.M
Saefuddin:1987, 82).
Tentang zakat, menurut A.M Saefuddin, zakat merupakan nilai instrumental
ekonomi Islam. Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam
distribusi pendapatan dan kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku
konsumsi. Lebih lanjut, A.M Saefuddin melihat zakat yang dikelola oleh negara
akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan
pemerataan pendapatan (A.M Saefuddin:1987, 87). Zakat dapat menjadi
instrumen yang sangat solutif dan sustainable di tengah masalah kemiskinan
umat. A.M Saefuddin juga memiliki pandangan mengenai zakat bahwa yang
wajib untuk membayar zakat bukan hanya umat muslim tetapi juga umat dari
agama lain. Dasar pemikiran ini adalah kebermanfaatan zakat yang dapat
dirasakan oleh semua umat agama. Kebermanfaatan zakat ini dapat dirasakan

10 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia


Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00

sebagai fondasi yang konstruktif untuk membangun negara dan masyarakat luas
karena zakat bisa dijadikan sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal di
Indonesia atau suatu negara.

SIMPULAN
Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia mengalami masa pasang surut dimana
pada masa penjajahan terjadi di Indonesia ekonomi Islam di Indonesia mengalami
kemunduran karena indonesia sudah mulai mengikuti alur pemikiran barat yang
kebanyakan memiliki perasaan konvensional dan jauh dari Islam ditambah lagi
banyak masyarakat yang tidak diberikan kesempatan untuk berkembang alih alih
hanya kerja paksa dengan keadaan yang menyedihkan. Ketika memasuki akhir abad
19 dan kemerdekaan yang didapat banyak perkembangan yang terjadi di dalam
ekonomi Islam di indonesia dimana banyak mulai muncul pemikir pemikir hebat
yang mempunyai berbagai pemikiran yang membuat ekonomi Islam di Indonesia
mulai beranjak berkembang dengan baik diantaranya ada H.O.S Tjokroaminoto,
Sjafruddin Prawiranegara, A.M Saefuddin.

Meskipun para tokoh hidup dalam zaman yang berbeda, namun konstruksi
nilai-nilai filosofi Islam dalam pemikiran ekonomi mereka memiliki kesamaan.
Tauhid menjadi inti dari semua nilai, di mana semua kegiatan ekonomi tunduk pada
nilai filosofi ini. dapat dipahami bahwa pemikiran ekonomi Islam dengan berbagai
cakupan bahasannya seperti mengenai kepemilikan, riba, dan bunga serta zakat
sebagai instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, merupakan bagian yang
integral dari sistem ajaran Islam yang komprehensif. Namun, ketika berbicara
tentang seperti apa metode yang harus dibangun antara Islam dan ekonomi,
terutama yang menyangkut kondisi riil, terdapat perbedaan-pendekatan di kalangan
para tokoh tersebut di atas. Meskipun timbul berbagai perbedaan pemikiran,
namun yang harus dicatat adalah kesemuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu
mewujudkan maslahah. Perbedaan-perbedaan tersebut justru semakin
memperkaya pandangan dan keilmuan ekonomi Islam di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Aji, C. B., Yafiz, M., & Sukiati, M. A. (2017). Pemikiran Ekonomi Islam Indonesia. Al-
Muamalat Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syari.
Ali, Fachri dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam Indonesia Masa Orde Baru, cet. 3, (Bandung: Mizan, 1992).
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer (Depok, Gramata Publishing, 2005).
Boediono, Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah (Bandung: Mizan, 2016).

Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia | 11


Journal of Islamic Economics and Finance Studies

Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1987).
Istiqomah, L. (2019). Telaah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Al-Iqtishod: Jurnal
Ekonomi Syariah, 1(1), 1-19.
Salim, Emil, “Sistem Ekonomi Pancasila” dalam Pemikiran dan Permasalahan
Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir: Jilid 3, Paruh Pertama
Ekonomi Orde Baru, ed. Hadi Soesastro, et. al (Yogyakarta: Kanisius, 2005).

12 | Konsep Pemikiran dan Peradaban Ekonomi Islam di Indonesia

You might also like