Professional Documents
Culture Documents
Artikel Analisis Fungsi Dan Konsep Uang Dalam Perspektif Islam
Artikel Analisis Fungsi Dan Konsep Uang Dalam Perspektif Islam
Abstract
Humans in meeting their needs, whether clothing, food, and shelter, must have sacrifices in getting
them. At first, humans exchanged goods or bartered to meet their needs, but now humans use
advanced technology with money. This paper describes how money can be viewed as an economic
component in Islamic macroeconomic thought. In addition, the discussion in this scientific article or
paper is narrowed down by taking a subject, namely the Function of Money in an Islamic Perspective.
In an economic perspective, money has two main functions, namely as public goods and money flows
or can be called a flow concept. In contrast, the concept of money in modern economics is often
interpreted back and forth or interchangeability that money is money and money is capital. At first,
the function of money was still in its main function, namely as a medium of exchange. However, in its
development, the main function began to experience a shift. The capitalist economic system views
the function of money not only as a medium of exchange, but also as a commodity, so that money
can be traded like a commodity. While in the modern financial concept taught by the Capitalists and
Socialists, money becomes the object of trade.
Abstrak
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya entah sandang, pangan, dan papan pasti memiliki
pengorbanan di dalam mendapatkannya. Pada awalnya manusia melakukan pertukaran barang atau
barter dalam memenuhi kebutuhannya, tetapi sekarang manusia memakai teknologi yang sudah
maju dengan adanya uang. Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana uang dapat dipandang sebagai
suatu komponen ekonomi dalam pemikiran ilmu ekonomi makro Islam. Selain itu pembahasan pada
artikel atau paper ilmiah ini dipersempit dengan mengambil suatu pokok bahasan yaitu Fungsi Uang
dalam Perspektif Islam. Dalam perspektif ekonomi, uang memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai
public goods dan uang mengalir atau bisa disebut flow concept. Sebaliknya, dalam ekonomi modern
konsep uang sering diartikan secara bolak-balik bahwa uang sebagai uang dan uang sebagai modal.
Pada awalnya fungsi uang masih pada fungsi utamanya yaitu sebagai alat tukar. Namun, seiring
perkembangannya fungsi utama itu mulai mengalami pergeseran. Sistem ekonomi kapitalis
memandang fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga dijadikan sebagai sebuah
komoditas, sehingga uang bisa diperjualbelikan layaknya sebagai suatu komoditas. Sedangkan dalam
konsep keuangan modern yang diajarkan oleh kaum Kapitalis dan Sosialis, uang menjadi obyek
perdagangan.
Kata kunci: Uang dalam Islam, Fungsi Uang dalam Islam, Ekonomi Islam
PENDAHULUAN
Manusia pada umumnya mempunyai kebutuhannya masing-masing tanpa
terkecuali, mulai dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pada zaman dahulu
manusia memenuhi kebutuhannya dalam ekonomi melalui sistem barter, dimana
pada sistem ini manusia saling menukarkan barang demi suatu barang yang mereka
butuhkan, namun terdapat syarat pada barter yaitu adanya terjadi sinkronisasi
ganda antara keinginan pihak-pihak yang melakukan diluar jenis pertukaran ini,
karena semakin kompleksnya kebutuhan manusia, maka akan semakin sulit
melakukan barter. Inovasi pada mata uang pun mulai terjadi dan saat ini uang
menjadi alat pembayaran yang sah di semua negara untuk melakukan kegiatan
ekonomi mulai dari berdagang, produksi, dan konsumsi. Posisi uang pada masa kini
mencapai titik tertinggi sehingga sulit digantikan oleh barang lainnya.
Fungsi uang dalam ekonomi konvensional tentu berbeda dengan fungsi uang
dari sudut pandang ekonomi Islam yang lebih mengedepankan kemaslahatan
bersama dibanding dengan keuntungan pribadi dan golongan saja yang dianut oleh
ekonomi konvensional. Oleh karena itu pembahasan ini menjadi suatu esensi
penting untuk membuka pikiran dan worldview kita mengenai fungsi uang dalam
perspektif Islam.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Uang
Menurut Sukirno (2012), uang adalah suatu komoditi yang digunakan oleh
manusia dan disetujui oleh masyarakat untuk digunakan sebagai alat pembayaran
dalam transaksi ekonomi. Ekonomi Islam mendefinisikan uang sebagai fasilitas atau
alat tukar, bukan sesuatu yang dapat ditukar dan disimpan sebagai uang milik
pribadi
Dalam teori permintaan uang konvensional, suku bunga adalah biaya yang
digunakan untuk menjelaskan perilaku individu dalam manajemen moneter
mereka. Secara umum, teori permintaan uang konvensional dapat dibagi menjadi 3
teori permintaan uang, yaitu teori permintaan uang klasik, teori Keynesian, dan
teori permintaan uang pasca-Keynes.
Teori ini tercermin dalam teori kuantitas uang. Teori ini pada awalnya
dimaksudkan untuk menjelaskan peran uang dalam perekonomian. Menurut
Irving Fisher, jika terjadi transaksi antara penjual dan pembeli maka akan terjadi
pertukaran uang dan barang, sehingga nilai uang yang dipertukarkan harus sama
dengan nilai barang yang dipertukarkan, Irving Fisher dengan jelas
mengungkapkan rumus perputaran uang: MV = PT.
Menurut Fisher, keberadaan uang pada hakikatnya merupakan konsep aliran
yang sejalan dengan ekonomi Islam. Uang bertindak sebagai alat tukar dan tidak
ada hubungannya dengan suku bunga. Dengan demikian, ketersediaan uang atau
permintaan uang tidak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, tetapi jumlah uang
akan ditentukan oleh perputaran uang atau velocity of money (kecepatan uang).
Sementara itu, Marshall-Pigou sebagaimana diungkapkan oleh Suprayitno
(2005: 190) dari Cambridge School juga membuat formulasi yang sedikit berbeda
dari Fisher School yang menurutnya fungsi uang selain sebagai alat tukar, juga
sebagai penyimpan nilai. Setiap orang memiliki pilihan pribadi dalam kepemilikan
asetnya, apakah berupa aset non finansial atau aset finansial, dan uangnya
adalah apa yang dia rumuskan dengan rumus M = kPT, dan ini menunjukkan
bahwa permintaan untuk memegang uang adalah bagian dari total pendapatan.
Semakin tinggi k, semakin besar permintaan untuk memegang uang pada tingkat
pendapatan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsep Marshall mengatakan
bahwa uang adalah konsep saham. Dengan demikian, Cambridge Group
mengatakan bahwa uang adalah alat penyimpan kekayaan (warehouses of
wealth). Meskipun Marshall tidak menyebutkannya secara eksplisit, ini adalah
awal dari gagasan bahwa uang sebagai nilai terkait erat dengan tingkat bunga,
yang pada gilirannya menjadikan uang sebagai komoditas.
Dalam konsep Syariah, aliran uang adalah barang publik dan konsep aliran.
Uang digunakan hanya untuk tujuan umum saja dan uang tidak boleh disimpan atau
ditimbun bahkan dikeluarkan dari peredaran. Uang dalam konsep Syariah adalah
konsep aliran, oleh karena itu uang bukanlah termasuk pada konsep saham (stock
concept). Seseorang yang mengumpul atau menimbun uang yang berujung menjadi
tidak produktif berarti orang tersebut membuat jumlah uang yang beredar
berkurang dan jika seseorang mengumpulkan uang dengan sengaja (tanpa
pengeluaran) itu sama saja seperti mencegah proses atau menghambat transaksi
jual beli di sektor perekonomian. Implikasinya, proses pertukaran dalam
perekonomian terganggu dan mendorong masyarakat menjadi serakah, serakah,
dan malas berbuat baik atau beramal di jalan Allah. Oleh karena itu, Islam
mengharamkan riba, dan mengharamkan harta yang ditimbun. Teori ekonomi Islam
ini sejalan dengan teori Irving Fisher, ekonom neo-klasik Amerika pertama, yang
menurutnya teori tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan uang,
semakin besar pendapatan yang diperoleh. Untuk alasan ini, Islam menolak
pandangan bahwa uang termasuk pada konsep saham (stock concept).
Fungsi Uang
Secara garis besar, uang bertindak sebagai alat tukar dan sebagai unit hitung yang
sah. Namun, apabila dilihat dari perspektif ekonomi konvensional maupun ekonomi
Islam, fungsi uang tentu berbeda. Dalam sistem ekonomi konvensional, uang tidak
hanya bertindak sebagai alat tukar yang sah tetapi juga sebagai komoditas.
Sedangkan menurut pandangan sistem ekonomi Islam, uang bertindak hanya
sebatas alat tukar (medium of exchange) dan bukanlah sebagai komoditas yang
dapat diperjualbelikan. Fungsi uang dalam perspektif Islam tentunya lebih
mengutamakan kemaslahatan atau kepentingan bersama di atas keuntungan
pribadi atau individu atau bahkan suatu golongan (kolektif) saja seperti yang dianut
oleh ekonomi konvensional.
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan paper ilmiah mengenai fungsi uang dalam perspektif Islam ini,
kelompok kami menggunakan metode penelitian berupa studi literatur dimana kami
mencari sumber-sumber literature dari berbagai media berupa jurnal dan buku
yang relevan dengan tema kami yang kami angkat. Studi literatur merupakan
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penelitian (Zed, 2008:3). Studi
literatur ini menggambarkan sebagaimana fungsi uang sebagai flow concept dan
public goods secara jelas. Alasan kami mengambil metode studi literatur karena
metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan
dan memiliki sumber yang lebih akurat dibanding metode yang lain. Studi literatur
ini telah kami lakukan saat tugas ini dimulai dimana terdapat sebanyak 2 buku dan
sejumlah jurnal yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan artikel ini. Dalam
pengerjaannya kami juga membagi tugas kepada masing-masing anggota kelompok
untuk mencari sumber referensi sesuai poin permasalahan yang diangkat dalam
topik Analisis Fungsi dan Konsep Uang dalam Perspektif Islam ini sehingga penulisan
artikel dapat diselesaikan tepat waktu.
dikeluarkan oleh negara dan diakui bentuknya secara sah dalam undang-undang
yaitu uang yang berbentuk kertas, emas, perak, dan logam yang tercetak dengan
gambar yang beragam. Dapat disimpulkan dari definisi yang telah dijelaskan diatas
bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan dan diterima oleh masyarakat
umum sebagai alat pembayaran yang sah untuk kegiatan transaksi ekonomi berupa
pembelian barang maupun jasa.
Dari sudut pandang etmologi Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah, uang biasa
disebut dengan nuqud yang memiliki beragam makna dalam mendefinisikannya.
Pertama, uang disebut al-naqdu yang bermakna dirham yang baik dan kepemilikan
dirham, dan suatu yang mendiferensiasikan dirham. Kedua dapat diartikan sebagai
uang tunai. Pada zaman arab dahulu terkadang masyarakatnya tidak mengkatakan
nuqud untuk merujuk pada harga, melainkan menyebutnya sebagai dinar yang
berarti nilai moneter dari emas. Nuqud (dinar dan dirham), menurut Abu Ubaid
merupakan suatu nilai harga suatu benda yang merupakan standar ukuran suatu
barang ataupun jasa. Sedangkan menurut Ibnu Qayyim, nasehat beliau mengatakan
bahwa dinar dan dirham merupakan nilai harga barang komoditas yang
menunjukkan bahwa uang yang merujuk kepada keduanya merupakan satuan
standar ukuran untuk nilai barang yang diukur.
Uraian di atas menunjukkan bahwa uang yang digunakan oleh umat Islam
pada masa Nabi SAW. adalah dinar emas Romawi dan dirham perak Persia dalam
bentuk yang asli. Khalifah yang pertama kali meluncurkan dinar dan dirham untuk
dipergunakan di negara Islam pada tahun 74 H adalah khalifah Bani Umayah, Abdul
Malik bin Marwan. Pemerintah Muslim melanjutkan kebijakan pembuatan uang
Islam sesudahnya hingga akhir Kekaisaran Ottoman yang mulai beredar uang kertas
yang berlaku di hampir semua wilayah Islam. Demikian dapat dikatakan bahwa
nuqud dan tsaman yaitu keduanya merupakan subjek tradisi dan praktik (adat
Ashlatah) yang digunakan oleh masyarakat dan tidak dibatasi oleh materi atau
bahan tertentu.
masyarakat yang dapat menukarkan suatu barang dan jasa dengan uang yang
dimilikinya dan secara otomatis barang tersebut berpindah hak milik. Baik uang
yang berasal dari emas, perak, kertas, maupun logam yang terpenting sudah ada
persetujuan pada masyarakat suatu daerah yang menggunakan uang tersebut.
Salah satu tokoh ekonom Muslim yang bernama Abu Hamid al-Ghazali sangat
memperhatikan tentang masalah dalam kegiatan ekonomi yang khususnya tentang
masalah uang. Bahasannya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karyanya yang
sangat fenomenal Ihya ulum al-Din, disamping dalam usul-fiqh, al-Mustofa, Mizan
al-amal dan al-Masbuk fil-Nasihat al-Muluk. Didalam karyanya sangat banyak sekali
cakupan yang dibahas dengan luas. Dapat ditarik benang merah jika karya-karya al-
Ghazali ini dapat dikelompokkan menjadi pertukaran dan evolusi pasar, produksi,
barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik.
Menurut Al-Ghazali dalam karyanya yang bertajuk “Ihya Ulum Ad-Din”, beliau
menjelaskan bahwa uang merupakan benda yang berperan sebagai alat atau sarana
untuk mendapatkan hal yang diinginkan untuk pemenuhan kebutuhan.
Menurutnya, uang mulai muncul karena masyarakat atau manusia mengadakan
sistem jual beli, yang dimana semisal seseorang ingin mendapatkan baju yang ia
tidak punya kemampuan akan hal itu, maka dari itu ia harus membayar jika ingin
mendapatkan baju untuk menambal kemampuan yang ia tidak miliki dengan barang
yang ia mau. Al-Ghazali menyatakan bahwa uang muncul disebabkan adanya sistem
jual beli, misalnya seseorang ingin membeli sebuah baju dengan makanan,
darimana dia mengetahui ukuran baju dari nilai makanan tersebut. Jual beli diatas
terjadi dengan jenis-jenis barang yang berbeda, kedua barang tersebut tidak sama,
maka diperlukan, hakim yang adil‟ Sebagai penengah antara kedua orang yang ingin
bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain.
Time Value of Money dan Pandangan Islam mengenai Time Value of Money
Konsep time value of money mempunyai beberapa alasan mengapa konsep ini
muncul yaitu presence of inflation atau bisa disebut kehadiran inflasi, konsep ini
berjalan lurus dengan konsep time value of money dimana kehadiran inflasi
membuat time value of money bekerja dengan bunga seperti contoh kita membeli
beras tahun ini 10 kg dengan harga Rp90.000, lalu tahun depan bisa saja harga
tersebut naik atau malah turun yang bisa menyebabkan kerugian maupun
keuntungan jika uang yang dipakai untuk membeli beras digunakannya untuk 1 atau
2 tahun kedepan. Alasan kedua adalah preference present consumption to future
consumption yaitu alasan dimana manusia lebih memilih mengkonsumsi untuk
masa ini daripada disimpan untuk masa yang akan datang, alasan ini datang saat
manusia bisa memilih untuk membeli sesuatu berdasarkan nilai guna barang, yang
kebanyakan manusia menginginkan barang yang ada untuk saat ini dibanding pada
saat yang akan datang.
Ekonomi Islam menawarkan solusi dimana uang saat ini akan tetap bernilai
tinggi di masa mendatang, meskipun cenderung mengalami penurunan jika tidak
dikendalikan dari waktu ke waktu dalam kondisi inflasi, yaitu dengan berinvestasi,
menabung, dan bisnis tanpa risiko yang menerapkan sistem bagi hasil (berdasarkan
hasil nisbah) dengan akad mudharabah dan musyarakah untuk produk-produk
pembiayaan ekonomi yang berakad Natural Uncertainty Contracts (NUC), yaitu akad
bisnis yang tidak terdapat kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah
(amount) maupun waktu (timing) di dalam perjanjiannya. Solusi yang kedua, yaitu
dengan margin keuntungan, margin keuntungan hanya dapat dipergunakan untuk
mendanai produk-produk pembiayaan yang berakad Natural Certainty Contracts
(NCC), yakni akad bisnis yang terdapat atau memberikan kepastian pembayaran,
baik dalam segi jumlah (amount) maupun waktu (timing), seperti pembiayaan
murabahah, ijarah, salam, dan istisna’.
Sehingga dapat kita simpulkan secara kolektif bahwa nilai waktu uang
merupakan konsep sentral atau menjadi pusat dalam manajemen moneter atau
nilai waktu dari uang dalam pengambilan keputusan jangka panjang, dalam
pandangan ini nilai waktu memegang peranan yang sangat penting. Seorang
10 | Analisis Fungsi dan Konsep Uang dalam Perspektif Islam
Volume x, No. x (December, 20xx) | pp. 00-00
manajer keuangan tentunya membutuhkan konsep nilai waktu uang ketika akan
mengambil keputusan saat melakukan investasi pada suatu aset (aktiva) dan ketika
akan menentukan sumber dana pinjaman yang akan di pilih.
َ َو َك ٰذلِكَ بَ َع ْث ٰنهُ ْم لِيَتَ َس ۤا َءلُوْ ا بَ ْينَهُ ۗ ْم قَا َل قَ ۤا ِٕى ٌل ِّم ْنهُ ْم َك ْم لَبِ ْثتُ ۗ ْم قَالُوْ ا لَبِ ْثنَا يَوْ ًما اَوْ بَع
ْض يَوْ ۗ ٍم قَالُوْ ا َربُّ ُك ْم اَ ْعلَ ُم بِ َما لَبِ ْثتُ ۗ ْم فَا ْب َعثُ ْٓوا
ف َواَل يُ ْش ِع َر َّن بِ ُك ْم اَ َحدًا ٍ اَ َح َد ُك ْم بِ َو ِرقِ ُك ْم ٰه ِذ ٖ ٓه اِلَى ْال َم ِد ْينَ ِة فَ ْليَ ْنظُرْ اَيُّهَٓا اَ ْز ٰكى طَ َعا ًما فَ ْليَْأتِ ُك ْم بِ ِر ْز
ْ َّق ِّم ْنهُ َو ْليَتَلَط
artinya:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya.
Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di
sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata
(yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan
bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut
dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.”
1. Satuan Hitung (unit of account), dimana uang berposisi sebagai alat pembayaran
yang menunjukkan harga komoditas dalam skala umum, sehingga tidak lagi
diperlukan syarat untuk memenuhi keinginan ganda.
2. Penyimpan Nilai (store of value), maksudnya berarti bahwa fungsi uang sebagai
penyimpan nilai terkait dengan kemampuan uang untuk menyimpan hasil
transaksi atau pemberian yang meningkatkan daya beli, sehingga uang tidak
perlu dihabiskan dalam satu waktu transaksi dilakukan.
3. Alat transaksi (medium of exchange), yang bermakna bahwa uang yang berposisi
sebagai alat transaksi asalkan uang tersebut dapat diterima dan dipercaya sah
oleh masyarakat umum. Dalam perspektif konvensional, pemerintah
memberikan jaminan kepercayaan berdasarkan peraturan yang disebut dalam
undang-undang atau keputusan yang memiliki nilai di mata hukum.
4. Standar pembayaran masa depan, yang di sini berarti bahwa fungsi uang sebagai
standar pembayaran masa depan dikaitkan dengan banyak kegiatan ekonomi
yang tidak dihargai pada saat itu. Dengan fungsi uang sebagai standar
pembayaran masa depan, akan lebih mudah untuk menghitung dalam bentuk
upah atau gaji, karena diukur dengan daya beli relatif terhadap nilai barang
tertentu.
Dalam perspektif Ekonomi Islam, fungsi uang berbeda dengan sistem ekonomi
konvensional, dalam ekonomi Islam uang berposisi sebagai sarana pertukaran dan
standar ukur harga komoditas. Sedangkan fungsi uang sebagai standar pembayaran
masa depan dan sebagai penyimpan nilai masih diperdebatkan oleh para ahli
ekonomi Islam di dunia.
Uang bisa kita gunakan sebagai alat tukar menukar dalam pemindahan suatu
kepemilikan barang dari satu individu untuk transaksi. Transaksi ini biasanya
digunakan didalam membeli barang dan jasa. Misalnya orang memiliki roti
sebagai pengganti beras dalam memenuhi kehidupannya akan makanan,
daripada roti itu mubazir dan terbuang ia bisa saja menjual roti tersebut kepada
orang yang sedang mencari dan menginginkan roti untuk memenuhi
kebutuhannya dan menerima uang sebagai pengganti dari menjual rotinya. Kira-
kira seperti itulah jika fungsi uang dilihat dari ekonomi Islam sebagai medium of
exchange. Fungsi ini juga menjadi satu hal yang penting dalam kehidupan
modern manusia karena setiap orang atau manusia pasti tidak mampu untuk
memproduksi segala kebutuhannya entah sandang, pangan, maupun papan
sekaligus. Pada kondisi keterbatasan keahlian manusia inilah peranan uang
sebagai sarana atau alat tukar menjadi semakin esensial.
من اين ىذا؟ فقال بالل: جاء بالل بتمربرين فقال لو رسول اهلل ص م: عن سعيد يقول:
متر كان عندنارديئي فبعت منو صاعني ه عنيالربا ال تفعل ولكن إذا اردت ان اشرتى التمر فبعو بيعا أخر
مث املسلم
“Diriwayatkan dari abu said yang mengatakan: Bilal datang membawa kurma
barni (kualitas terbaik). Rasulullah menanyakan kepadanya: “darimana ini?”,
bilal menjawab: “Kurma kita rendah mutunya, karena itu aku tukarkan dua sha’
kurma kita dengan satu sha’ kurma barni untuk makanan Rasulullah SAW”. Pada
saat itu rasul bersabda: “betul-betul riba!” jangan lakukan itu! Bila kamu ingin
membeli kurma, maka juallah kurma yang ini, dan dari hasil penjualannya,
belilah kurma yang lain.” (HR. Bukhari Muslim). Hadits tersebut menjelaskan
perlu adanya uang sebagai alat perantara dalam jual beli. Sekaligus
menghindarkan dari praktek riba fadl.”
satu waktu sekaligus, karena bisa jadi ia sisihkan sebagian uangnya atau
kekayaan dalam bentuk uang untuk membeli kebutuhan yang ia butuhkan pada
waktu yang ia inginkan juga. Hal ini merupakan unsur penting uang yang
berkaitan manusia bahwa uang itu yang disimpan juga sebagai alat jaga dari
kebutuhan mendesak yang ia butuhkan nantinya. Dalam ekonomi Islam
tersendiri masih terdapat perbedaan pandangan mengenai fungsi uang ini,
diantaranya ada pendapat dari Abu Su’ud yang memiliki pandangan bahwa
fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan adalah kesalahan dna merupakan hal
yang batil, karena uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya barang
barang pada umumnya. Pendapat oleh Abu Su’ud ini sejalan dengan pendapat
Adnan at-Tukirman yang membenarkan pendapat Abu Su’ud bahwa uang
sebagai alat penyimpan kekayaan akan menimbulkan adanya penimbunan uang
secara tidak langsung selain itu juga sifat uang yang tahan lama akan
mmumungkinkan untuk menyimpannya inilah salah satu faktor lagi yang
menyebabkan pandangan ini semakin kuat.
Uang sebagai standar nilai harus memiliki kekuatan daya beli yang bersifat tetap
agar dapat berfungsi dan berguna secara semestinya. Menurut Ibnu Taimiyah,
uang berfungsi sebagai ukuran nilai atau satuan nilai yang dimana melalui uang,
sejumlah benda dapat diketahui nilai atau harganya dalam hal ini. Uang bukan
ditujukan untuk dirinya sendiri, akan tetapi untuk mengukur nilai benda yang
akan kita bayar dalam transaksi sebagai alat tukar. Hal ini memiliki sedikit
persamaan dengan pandangan Al-Ghazali dimana ia mengibaratkan uang sebagai
cermin yang kita pakai didalam melihat diri, dalam artian uang sebagai ukuran
nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya.
Dari uraian tentang tiga kualifikasi di atas, dapat diketahui bahwa logam
(emas dan perak) sebagai alat tukar di masa lalu telah memenuhi persyaratan di
atas. Tetapi seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas dari
pertukaran tersebut, maka logam-logam tersebut menjadi tidak memuaskan
(inconvinient). Perkembangan perdagangan dan skala bisnis yang semakin
meningkat melebihi kemampuan uang sebagai bentuk yang efisien untuk
transaksi moneter yang besar, maka akan digunakan uang dalam bentuk yang
lain.
Fungsi uang yang sudah dijelaskan dan tertera pada poin-poin di atas memiliki
implementasi tertentu pada bidang ekonomi. Salah satu implementasi fungsi uang
adalah seperti yang dilakukan oleh bank Islam atau yang biasa dikenal dengan istilah
Bank Syariah. Bank Syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang bertugas
sebagai perantara dalam menghimpun atau menggalang dana dan penyediaan jasa
keuangan yang berkiblat pada etika dan nilai-nilai Islam, seperti tidak ada praktik
riba (bunga), bebas dari kegiatan spekulatif seperti perjudian, dan bebas dari
ketidakjelasan atau yang dikenal dengan sebutan gharar.
Dilansir dari CNN Indonesia, Presiden RI, Joko Widodo, kecewa karena tahu
banyak anggaran yang ditransfer ke daerah justru mengendap di perbankan. Dia
pun mengungkap daftar provinsi, kabupaten, dan kota dengan jumlah simpanan
terbesar di bank. Menurutnya, Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah dengan
anggaran terbesar yang mengendap di bank, yakni sebesar Rp13,9 triliun.
Selanjutnya adalah Jawa Barat (Rp8 triliun), Jawa Timur (Rp3,9 triliun), Riau (Rp2,86
triliun), Papua Rp2,59 triliun, dan Jawa Tengah (Rp2,46 triliun). Mantan Gubernur
DKI itu sangat menaruh perhatian pada percepatan pencairan anggaran, baik di
pusat maupun di daerah. Menurutnya, jika anggaran pemerintah cepat cair maka
akan semakin banyak uang yang beredar di masyarakat dan pada akhirnya akan
menggerakan perekonomian.
SIMPULAN
Uang merupakan unsur penting dalam perekonomian dunia dan tidak dapat
dihilangkan keberadaannya. Dengan adanya uang hakikat ekonomi dalam perspektif
ekonomi Islam juga menarik pandangan yang berbeda dengan ekonomi
konvensional dimana uang dinilai di dalam Islam sebagai unsur perputaran harta.
Dengan keberadaan uang, aktivitas zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan lain-lain dapat
lebih cepat terselenggara. Dalam literatur ekonomi Islam, uang dipahami berbeda
dengan uang dalam kerangka ekonomi konvensional. Salah satunya arti dari uang
itu sendiri dimana dalam Islam dipahami sebagai salah satu instrumen dalam
kehidupan manusia namun bukan sebagai fokus dari kehidupan manusia. Uang
bukanlah komoditas atau barang yang diperjualbelikan, uang tidak sama dengan
modal dan uang termasuk bagian dari public goods (barang milik umum).
Sedangkan konvensional uang adalah komoditas, sehingga bisa diperjualbelikan.
Dalam Islam jual beli uang masuk kategori riba, dan riba haram hukumnya.
Lebih jauh dan mendalami pada keberadaan uang dalam perspektif ekonomi
Islam ini mempunyai fungsi-fungsi penting yang berbeda dengan worldview lain,
diantaranya adalah ada dua fungsi yaitu uang sebagai uang sebagai public goods
dan uang sebagai flow concept. Uang sebagai flow concept menjelaskan bagaimana
uang berputar, uang berputar dan tidak boleh terjadi endapan di dalamnya
sehingga perekonomian menjadi lebih sehat. Untuk uang sebagai public goods
menjelaskan bahwa uang dapat digunakan untuk masyarakat tanpa menghalangi
orang lain untuk menggunakannya.
DAFTAR PUSTAKA