Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Sipil New
Jurnal Sipil New
Jurnal Sipil New
ABSTRACT
The area of the Sendangbiru beach is approximately 170 m from the sea line at low
tide towards the mainland, along the coast is 850 m, and with an internal stretch of
1.72 m containing grains of sand. By eye sight shows that the grain size of pp is
smaller than ps. The results of observations that may not be valid with the grip of the
fingers, it turns out that sand has an edge value or grain surface roughness that is
greater than beach sand. The coarseness of the fine aggregate grains should be
measured, as the coarseness of the glass marbles is expressed in revolutions/minute of
the drum on the Los Angelos machine (Nurwidayati, R. in Besari M.S., 2007).
The results of the examination of the dry density of the Sendangbiru pp showed a value
of 2.63 kg/m3 under saturated surface dry conditions (ssd), and the specific gravity
value under dry conditions of 2.55 kg/m3. The dry weight test for ps Brantas showed
results of 2.57 kg/m3, and 2.65 kg/m3 for the value of the type of ssd condition. These
two values are almost no different, both are in accordance with the normal aggregate
specific gravity requirements, which are between 2.5 – 2.7 (Tjokrodimulyo, 1996). The
pp absorption value is 2.16%, while the ps absorption value is 2.89%. The absorption
value of ps is 0.63 greater than pp, this difference is caused by geological conditions.
ABSTRAK
Pengamatan di lapangan menunjukkan jumlah pasir cukup banyak. Luas pantai
Sendangbiru, kira- kira sejauh 170 m dari garis laut saat surut ke arah daratan,
sepanjang pantai 850 m, dan dengan penggalian dalaman 1,72 m terkandung butiran
pasir. Pengamatan dengan penglihatan mata menunjukkan bahwa besar butiran pp lebih
kecil daripada ps. Hasil pengamatan yang mungkin kurang valid dengan genggaman
jari-jari tangan, ternyata pasir sungai memiliki nilai ketajaman atau kekasaran
permukaan butiran yang lebih besar daripada pasir pantai. Mestinya kekasaran butiran
agregat halus dapat diukur, sebagaimana kekasaran butiran kelereng kaca yang
dinyatakan dalam putaran/menit drum pada mesin Los Angel.
Hasil pemeriksaan berat jenis kering pp Sendangbiru menunjukkan nilai 2,63
kg/m3saat kondisi saturated surface dry (ssd), dan Nilai berat jenis pada kondisi kering
sebesar 2,55 kg/m3. Pengujian berat jenis kering ps Brantas menunjukkan hasil sebesar
2,57 kg/m3, dan 2,65 kg/m3 untuk nilai berat jenis kondisi ssd. Kedua nilai ini hampir
tidak berbeda, keduanya sesuai dengan persyaratan berat jenis agregat normal yaitu
antara 2,5 – 2,7 (Tjokrodimulyo, 1996). Nilai penyerapan pp sebesar 2,16 %, sedangkan
nilai penyerapan ps adalah 2,89 %. Nilai penyerapan ps lebih besar 0,63 daripada pp,
beda ini disebabkan oleh kondisi geologis.
material yang digunakan dalam konstruksi adalah beton. Berbagai bangunan didirikan
menggunakan beton sebagai bahan utama, baik bangunan gedung, bangunan air,
maupun bangunan
sarana transportasi. Beton tersebut terdiri dari pencampuran antara agregat halus
(pasir), agregat kasar (split), dengan menambahkan bahan perekat semen dan air
sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan
(Mulyono, 2003).
Pasir pantai umumnya memiliki karakteristik butiran yang halus dan bulat, gradasi
(susunan besar butiran) yang seragam serta mengandung garam- garaman yang tidak
menguntungkan bagi beton, sehingga banyak disarankan untuk tidak digunakan dalam
pembuatan beton. Butiran yang halus dan bulat serta gradasi yang seragam, dapat
mengurangi daya lekat antar butiran dan berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan
beton. Akan tetapi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai masih menggunakan pasir
pantai sebagai salah satu agregat halus pada beton dengan alasan mudah didapat
Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar atau beton. Agregat yang digunakan dalam campuran beton
dapat berupa agregat alam atau agregat buatan. Kandungan agregat dalam
campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat berkisar antara 60%-
70% dari berat campuran beton (Tjokrodimuljo, 2007)
Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat
kasar adalah agregat yang tertahan saringan no.4 atau ukuran 4,75 mm, dan agregat
halus adalah agregat yang lolos saringan no.4 atau ukuran 4,75 mm (Mulyono,
2003).
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih
kecil dari 40 mm. agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk
pekerjaan sipil lainyan, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan
tanah, bronjong, atau bendungan dan lainnya.
Menurut SK SNI S-04-1989-F,
agregat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Agregat kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan no.4 atau ukuran
4,75 mm (Mulyono, 2003).
Persyaratan agregat kasar SK SNI S- 04-1989-F :
a. Butir-butir tajam dan keras dengan indeks kekerasan ≤ 2,2.
b. Kekal, tidak pecah atau hancur oleh cuaca (terik matahari dan hujan), jika
diuji dengan larutan garam natrium sulfat bagian yang hancur maksimum
12%, sedangkan dengan larutan garam magnesium sulfat maksimum 18%.
c. Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm)
lebih dari 5%.
d. Tidak mengandung zat organis terlalu banyak, yang dibuktikan dengan
percobaan warna dengan 3% NaOH, yaitu warna cairan di atas endapan
agregat kasar tidak boleh lebih gelap daripada warna standar gradasi.
e. Modulus halus butir antara 5 - 8 dan variasi butir sesuai standar gradasi.
f. Khusus untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat harus tidak
relatif terhadap alkali.
2. Agregat halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.4 atau ukuran 4,75
mm (Mulyono, 2003).
Persyaratan agregat halus SK SNI S-04-1989-F :
a. Butir-butirnya keras dan tidak berpori.
b. Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan
hujan), jika di uji dengan larutan garam natrium sulfat bagian yang hancur
maksimum 12%, jika di uji dengan garam magnesium sulfat maksimum
18%.
c. Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih
dari 5%.
d. Tidak boleh mengandung zat-zat yang reaktif terhadap alkali.
e. Butiran agregat yang pipih dan panjang tidak boleh lebih dari 20%.
f. Modulus halus butir antara 1,5 – 3,8 dan dengan variasi butir sesuai standar
gradasi.
g. Ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi dari 1/5 jarak terkecil antara
bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat beton, 3/4 jarak bersih antar
tulangan atau berkas tulangan.
h. Agregat halus dari laut/pantai, boleh dipakai asalkan dengan petunjuk dari
lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.
Menurut Tjokrodimulyo, (1992) pasir alam dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) macam, yaitu :
1. Pasir galian
Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan
cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam bersudut, berpori dan bebas
dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah
dengan jalan dicuci terlebih dahulu.
2. Pasir sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir
halus dan bulat–bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar butiran agak
kurang karena bentuk butiran yang bulat. Pada sungai tertentu yang dekat dengan
hutan kadang–kadang banyaknya mengandung humus.
3. Pasir pantai
Pasir pantai adalah pasir yang diambil dari tepian pantai,
bentuk butirannya halus dan bulat akibat gesekan dengan sesamanya. Pasir ini
merupakan pasir yang jelek karena mengandung banyak garam. Garam ini
menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak basah
serta menyebabkan pengembangan volume bila dipakai pada bangunan. akan
tetapi pasir pantai dapat digunakan pada campuran beton dengan perlakuan
khusus, yaitu dengan cara di cuci sehingga kandungan garamnya berkurang
atau hilang.
Karakteristik kualitas agregat halus yang digunakan sebagai komponen
struktural beton memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik
kualitas struktur beton yang dihasilkan, sebab agregat halus mengisi sebagian
besar volume beton. Pasir pantai sebagai salah satu jenis material agregat halus
memiliki ketersediaan dalam kuantitas yang besar (Mangerongkonda, 2007).
METODE PENELITIAN
1. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram dari berat contoh
b. Talam dalam kapasitas yang cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat.
c. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 610 mm dengan ujung yang
bulat, sebaiknya dibuat dari baja yang tahan karat.
d. Sekop atau sendok sesuai dengan kebutuhan.
e. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang
yang berkapasitas sebagai berikut :
2. Prosedur Praktikum
a. Kondisi Gembur
1. Menimbang dan mencatat berat wadah ( W1 )
2. Memasukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan
menjadi butir – butir dari ketinggian maksimum 5 cm diatas wadah
dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.
3. Meratakan benda uji dengan menggunakan pisau perata
4. Menimbang dan mencatat berat wadah dan benda uji ( W2 )
5. Menghitung berat benda uji ( W3 = W2 – W1 )
b. Kondisi Padat (Cara Tusuk)
1. Menimbang dan mencatat berat ( W1 )
2. Mengisi benda uji dalam wadah dalam tidak lapisan yang sama tebal, tiap
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusuk secara
merata, tiap tusuk tersebut hatus masuk hingga kedasar tiap-tiap lapisan
3. Meratakan permukaan benda uji dengan mengunakan mistar perata
4. Menimbang dan mencatat berat wadah dan benda uji ( W2 )
5. Menghitung berat benda uji ( W3 = W2 – W1 )
(SNI 03-4804-1998)
GEMBUR/LEPAS I II III
A
Berat tempat + Benda uji (gr) 27560 27340 27260
.
B
Berat tempat (gr) 11600 11600 11600
.
C
Berat benda uji (gr) 15960 15740 15660
.
D
Isi tempat (cm3) 10000 10000 10000
.
E. Berat isi benda uji (gr/cm3) 1,60 1,57 1,57
F. Berat isi benda uji rata-rata (gr/cm3) 1,58
Tabel A.3 Data Hasil Pengujian Berat Isi Agregat (Padat/Tusuk)
Berat benda uji kering awal sebelum dicuci + Wadah (W1) 1549.10 1550.10 1552.80 gram
Berat benda uji kering setelah dicuci + Wadah (W4) 1513.20 1517.20 1520.30 gram
Berat benda uji kering setelah dicuci (W4 - W2) = (W6) 964.50 967.60 968.10 gram
Berat benda uji kering awal (W1 - W2) = (W3) 1000.40 1000.50 1000.60 gram
ሺ ଷି ሻ
Persen bahan lolos saringan W7ൌ X 100 % 3.59 3.29 3.25 %
No. 200 ( 0,075 mm) ୵ଷ
AGREGAT KASAR
Nomor test I II III
A. Berat tempat (gr) 548.20 549.50 554.00
B. Berat tempat + contoh (gr) 3048.50 3049.60 3054.40
Berat tempat + contoh
C. (gr) 2980.70 2991.20 2986.50
kering oven
BC
D. Kadar air = x 100 % (%) 2.79 2.39 2.79
CA
F. Kadar air rata-rata (%) 2.66
Bj
Berat jenis kering permukaan jenuh 2.33 2.29 2.32 2.31
B j Ba
Bk
Berat jenis semu (apparent) 2.43 2.42 2.45 2.43
Bk Ba
B j - Bk
Penyerapan (absorbsi) x100 % 3.16 4.09 3.86 3.62
Bk
(SNI 2417:2008)
Tabel F.1 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji
Lolos Tertahan
A B C D E F G
mm (“) mm (“)
I II III
a Berat benda uji semula 5000.50 5000.40 5000.60 gram
b Berat benda uji tertahan saringan No.12 2778.50 2790.60 2800.50 gram
a-b
Keausan : x10 0 % 44.44 44.19 44.00 %
a
Kesimpulan
1.
a. Hasil pemeriksaan berat isi, diperoleh berat isi kondisi gembur benda uji rata-
rata sebesar 1,58 gram/cm3, berat isi kondisi padat (cara tusuk) benda uji rata-
rata sebesar 1,68 gram/cm3, berat isi kondisi padat (cara ketuk) benda uji
rata-rata sebesar 1,68 gram/cm3.
b. Menurut British Standar 812, untuk nilai berat isi kondisi gembur, kondisi
padat (cara tusuk) dan kondisi padat (cara ketuk) baik untuk material beton.
c. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa berat isi suatu bahan dapat
berubah karena faktor pemadatan. Disamping itu juga tetap dipengaruhi
oleh jumlah air yang ada. Dengan pemadatan yang dilakukan dapat membuat
pori–pori dalam agregat terisi dengan partikel agregat yang lebih kecil.
2. .
Dari hasil perhitungan untuk Pengujian Analisa Saringan Agregat benda uji
I,II,III, diperoleh Modulus Halus Butir rata-rata sebesar 2,54, yaitu berada di
antara Modulus Halus Butir Agregat Zona 3 (Pasir Halus) yaitu 1,60 - 2,60.
Daftar Pustaka
1. Astanto, T.B. 2001. Konstruksi Beton Bertulang. Yokyakarta: Kanisius.
2. Amri, S. 2005. Teknologi Beton A-Z. Jakarta: Yayasan John Hi-Tech
Idetama.
3. Mulyono, T.. Teknologi Beton. Yohyakarta: C.V Andi Offset.
4. Murdock, L.J. dan Brook, K.M. 1991. Bahan dan Praktek Beton, Edisi
Keempat,
5. Terjemahan oleh Stephanus Hindarko. Jakarta: Erlangga.
6. Nawy. E.G. 1998. Structure Beton Bertulang. New Jersey: Univ.Rutgers.
7. Tjokrodimuljo, K. 1996,. Teknologi Beton. Yogyakarta: Nafiri.
8. DPU, 1986, SK SNI M-08-1989-F, 1986,: Metode Pengujian Tentang
Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar. Badan Penerbit P.U. Jakarta.
9. Kalman, M., 2008, Pemanfaatan Pasir Laut Tanjung sebagai Agregat
Halus pada Campuran HRS (Hot Rolled Sheet), laporan tugas akhir,
Universitas Unidayan, Baubau.
10. Mangerongkonda, D., 2007, Pengaruh Penggunaan Pasir Laut Bangka
Terhadap Karakteristik Kualitas Beton, laporan tugas akhir, Universitas
Gunadarma, Depok.
11. Stevia, A., 2009, Analisis Penggunaan Pasir Laut Sebagai Agregat
Halus Terhadap Kuat Tekan Beton, laporan tugas akhir, Universitas
Bengkulu, Bengkulu