Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

PENILAIAN RISIKO PAPARAN ASAP KENDARAAN

BERMOTOR PADA POLANTAS POLRESTABES SURABAYA


TAHUN 2014

Kurnia Dwi Cahya Rose, Abdul Rohim Tualeka


Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas
Airlangga Email: kurniadwicahyarose@ymail.com

ABSTRACT

Traffic Police was a risk population who exposed the motor vehicle smokes. It was because their
pursue jobs are always in current contact with the solid state highway vehicles and their emission gas.
Various impact will be received, might be experienced at anytime. This study was conducted to
provide an overview of the risk assessment which may be received by the traffic policeman who had
duty at the street. This research was a quantitative study with using cross sectional approach. This
study used primary and secondary data. Primary data were obtained through questionnaires and
secondary data obtained from the measurement of ambient air quality by taking into account three
parameters, namely carbon monoxide, sulfur dioxide and nitrogen dioxide from Balai Lingkungan
Hidup (BLH). The concentration of the three parameters (CO, SO 2 dan NO2) dan which have been
collected by researcher show that they were not exceed the thresold limit value. To get the value of the
risk assessment that may be accepted by traffic policeman, then it will needed calculations on body
wheight, inhalation rate, duration and time of exposure, the annual exposure frequency, average
period time and also taking into account the concentration of reference value for the Indonesian non-
formal workers. Based on the results, risk assessment for any traffic policeman showed good results,
no one has a value > 1, which means that there is no possibility of the risk of adverse effect arising.
However, the facts on the ground indicate that the traffic polliceman has subjective complaints began
to rise. This is supposed to be the spotlight of government to evaluate thresold limit values prevailing
in Indonesian society.

Keyword: risk assessment, Traffic police, motor vehicle smokes.

ABSTRAK

Polantas merupakan populasi risiko yang terpapar asap kendaraan bermotor. Hal ini dikarenakan
pekerjaan yang mereka tekuni selalu berhubungan langsung dengan kondisi jalan raya yang padat
kendaraan bermotor beserta emisi gas buangnya. Berbagai dampak yang akan mereka terima bisa saja
sewaktu-waktu dapat dialaminya. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran
terhadap penilaian risiko yang mungkin akan diterima Polantas sewaktu bertugas di lapangan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan
data sekunder diperoleh dari hasil pengukuran kualitas udara ambient dengan memperhitungkan tiga
parameter, yakni karbon monoksida, sulfur dioksida dan nitrogen dioksida dari Balai Lingkungan
Hidup (BLH). Konsentrasi tiga parameter yang telah dihimpun peneliti menunjukkan bahwa ketiganya
tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Untuk mendapatkan nilai risiko yang mungkin diterima
Polantas, maka diperlukan perhitungan terhadap berat badan, laju inhalasi, durasi dan waktu paparan,
frekuensi paparan tahunan, periode waktu rata-rata serta memperhatikan juga nilai konsentrasi
referensi untuk masyarakat Indonesia. Penilaian risiko terhadap Polantas menunjukkan hasil yang
baik, tidak ada yang mempunyai nilai > 1, yang berarti bahwa tidak ada kemungkinan timbul risiko
efek yang merugikan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa keluhan subyektif Polantas
mulai meninggi. Hal inilah yang seharusnya menjadi sorotan pemerintah untuk mengevaluasi nilai
ambang batas yang berlaku di Indonesia.

Kata kunci: penilaian risiko, Polantas, asap kendaraan bermotor.

46
47 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

PENDAHULUAN paparan dari asap kendaraan bermotor pada


polisi lalu lintas yang menjadi salah satu
Gas buang kendaraan bermotor risiko dalam pekerjaan setiap hari.
sering lebih dekat dengan masyarakat, Penilaian risiko dimaksudkan untuk
dibandingkan dengan gas buang dari menentukan besarnya suatu risiko
cerobong industri yang tinggi. Dengan terjadinya paparan asap kendaraan
demikian, masyarakat yang tinggal atau bermotor dengan mempertimbangkan
melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan pengaruhnya terhadap kesehatan polisi lalu
yang padat lalu lintas kendaraan bermotor lintas.
dan mereka yang berada di jalan raya Hasil dari penelitian ini di harapkan
seperti para pengendara bermotor, pejalan mampu memberikan informasi kepada
kaki, dan polisi lalu lintas sering kali instansi kepolisian mengenai jumlah
terpajan oleh bahan pencemar dari hasil proporsi Polantas yang mempunyai risiko
pembakaran mesin dengan bahan bakarnya kesehatan akibat terpapar
yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis karbonmonoksida (CO), sulfur dioksida
pemajanan sangat tergantung kepada tinggi (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) dari
rendahnya pencemar yang dikaitkan asap kendaraan bermotor. Sehingga
dengan kondisi lalu lintas pada saat diperoleh informasi untuk instansi
tertentu. Di dalam emisi gas kendaraan kepolisian tersebut melakukan manajemen
bermotor terdapat banyak substansi risiko terhadap Polantas yang memiliki
pencemar, antara lain gas risiko keracunan gas karbonmonoksida
karbonmonoksida (CO), sulfur dioksida (CO), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen
(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) dioksida (NO2) karena menghirup udara
(Tugaswati, 2012). tercemar dari asap kendaraan bermotor.
Gangguan yang lazim dikenal akibat
emisi kendaraan bermotor adalah METODE
gangguan saluran pernafasan, sakit kepala,
iritasi mata, mendorong terjadinya Jenis dan rancang bangun dalam
serangan asma, ispa, gangguan fungsi paru penelitian ini adalah penelitian
dan penyakit jantung. Polisi lalu lintas juga observasional deskriptif dengan
dapat menerima risiko yang bertugas di pendekatan cross sectional. Seluruh
jalan raya karena pada tempat tersebut Polantas unit Turjawali yang tersebar di
dilakukan pengaturan kendaraan bermotor wilayah hukum Polrestabes Surabaya yang
yang mesinnya masih hidup. Orang yang berjumlah 241 orang ialah populasi dalam
dalam pekerjaannya selalu terpapar oleh penelitian ini yang kemudian ditentukan 30
substansi tertentu, seperti Polantas yang menjadi sampel dengan
karbonmonoksida, timbal, sulfur dioksida menggunakan metode pengambilan sampel
dan nitrogen dioksida, maka substansi secara Purposive Sampling.
tersebut akan masuk melalui hidung dan Variabel di penelitian ini meliputi
atau rongga mulut yang selanjutnya dapat konsentrasi gas karbonmonoksida (CO),
mengendap di paru sehingga dapat sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen
mengakibatkan perubahan fungsi paru- dioksida (NO2), waktu dan durasi paparan
paru terutama rasa sesak napas untuk responden, berat badan, asupan atau
(Mahardika, 2012). intake yang diterima responden, besar
Pada dasarnya penelitian ini risiko yang menjadi beban responden,
ditujukan kepada Polisi lalu lintas, kebiasan menggunakan Alat Pelindung
sehingga untuk mencegah penurunan Diri (APD), kebiasaan berolahraga serta
kualitas kesehatan Polisi lalu lintas karena kebiasaan merokok. Data yang diperoleh
asap kendaraan bermotor, maka dapat ketika penelitian berlangsung didapatkan
dilakukan penilaian risiko terhadap melalui data primer dengan menggunakan
Kurnia Dwi C.R dan Abdul Rohim T, Penilaian Risiko Paparan…48

penyebaran kuesioner yang diisi oleh 30 Berdasarkan tabel distribusi dan


responden serta data sekunder merupakan frekuensi umur responden diketahui bahwa
data hasil pengukuran kualitas udara yang umur responden paling muda ialah 24
telah dilakukan oleh Balai Lingkungan tahun dan usia paling tua ialah 56 tahun.
Hidup (BLH), meliputi konsentrasi gas
karbon monoksida (CO), sulfur dioksida Tabel 2 Distribusi dan Frekuensi Berat
(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2). Badan dan Durasi Paparan
Analisa data dalam penelitian ini Tahunan Responden
dilakukan dengan menggunakan analisa Berat Durasi
Fre
data kuantitatif dengan cara manual untuk Badan Frekuensi Paparan
(kg) (Dt) (tahun) kuensi
memperoleh gambaran (deskripsi) 61 – 70 3 >1 1
penilaian risiko yang diterima Polantas 71 – 80 16 1 – 10 27
dalam keseharian pekerjaannya, yakni 81 – 90 9 11 – 20 -
paparan dari asap kendaraan bermotor. 91 – 100 2 21 – 30 2
Deskripsi ini memperhatikan distribusi
frekuensi RQ (risk quotient) pada responden, Berdasarkan tabel distribusi dan
dimana RQ dikelompokkan menjadi RQ < 1 frekuensi berat badan responden diketahui
atau RQ > 1. Analisa kuantitatif tersebut bahwa berat badan minimal responden
memperhitungkan asupan (Ink) dan tingkat ialah 70kg dengan frekuensi 3 orang dan
risiko (risk quotient) dari paparan asap berat badan maksimal responden ialah
kendaraan bermotor yang diterima Polantas unit 93kg dengan frekuensi 1 orang.
Turjawali saat bekerja melakukan pengaturan Berdasarkan tabel distribusi dan
jalan raya. Dimana perolehan hasil intake atau frekuensi durasi paparan responden
asupan kimia non karsinogenik (Ink) ialah diketahui nilai durasi paparan minimal
dengan membandingkan antara Konsentrasi risk ialah > 1, yakni 2/3 tahun dan nilai durasi
agent di lingkungan kerja (C), laju respirasi paparan maksimal ialah 26 tahun.
kerja (R), waktu pajanan harian (tE), frekuensi
pajanan tahunan (fE), durasi Tabel 3 Distribusi dan Frekuensi
Waktu Paparan Harian
Responden
atau lama pajanan (Dt) dengan berat badan Waktu Paparan Frekuensi
pekerja (Wb) serta periode waktu terpapar Harian (tE) (jam)
(tavg). Sehingga diperoleh nilai dari tingkat 1–4 26
risiko (risk quotient) dengan 5 – 8 4
membandingkan antara hasil perhitungan Berdasarkan tabel distribusi dan
intake atau asupan kimia non karsinogenik frekuensi waktu paparan harian responden
(Ink) dengan dosis referensi (RfC) diketahui nilai waktu paparan harian
(Tualeka, 2013). minimal ialah 2 jam dan nilai waktu
paparan harian maksimal ialah 8 jam.
HASIL
Hari Kerja Polantas
Karakteristik Responden Jumlah hari kerja Polantas dalam
Tabel 1 Distribusi dan Frekuensi Umur seminggu diketahui bahwa rata-rata
Responden Polantas bekerja 8 jam per 7 hari per
Umur (tahun) Frekuensi minggu.
21 – 30 15
31 – 40 12 Keluhan Pernapasan
41 – 50 1 Keluhan pernapasan Polantas
51 – 60 2 diketahui bahwa 83% dari 30 responden
mengeluhkan pernapasan terganggu ketika
49 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

bertugas di jalan raya melakukan Konsentrasi Emisi Kendaraan


pengaturan lalu lintas. Bermotor.
Keluhan Iritasi Mata Tabel 4 Hasil Pengukuran CO, NO2 dan
Keluhan iritasi mata pada Polantas SO2
diketahui bahwa 87% dari 30 responden Hasil Pengukuran CO (mg/m3)
mengalami iritasi mata ketika bertugas di Tanggal Titik Titik
1 Pukul 2 Pukul
jalan raya melakukan pengaturan lalu
lintas. 13 Maret 2014 0,57 09.00 2,91 19.30
14 Maret 2014 0,57 09.30 3,41 07.00
15 Maret 2014 0,53 20.30 2,64 07.00
Kebiasaan Menggunakan Alat 16 Maret 2014 0,57 08.00 2,77 06.30
Pelindung Diri 17 maret 2014 0,91 22.00 3,44 07.00
Kebiasaan Polantas menggunakan 18 Maret 2014 0,63 22.00 3.53 07.00
APD diketahui bahwa 93% dari 30 19 Maret 2014 0,68 09.00 0,94 11.00
responden telah membiasakan diri 20 Maret 2014 0,57 18.30 0,95 19.00
Hasil Pengukuran NO2 (mg/m3)
menggunakan APD. Tanggal Titik Titik
Pukul Pukul
1 2
Jenis Alat Pelindung diri 13 Maret 2014 - - 0,042 19.30
Jenis APD yang biasa digunakan 14 Maret 2014 - - 0,055 09.00
Polantas diketahui beraneka jenis APD 15 Maret 2014 - - 0,0302 07.30
yang digunakan Polantas ketika bertugas 16 Maret 2014 - - 0,025 22.00
17 maret 2014 - - 0,068 17.30
pengaturan di jalan raya. 18 Maret 2014 - - 0,065 19.30
19 Maret 2014 - - 0,053 08.00
Kebiasaan Berolahraga 20 Maret 2014 0,083 15.00 0,079 18.30
Kebiasaan berolahraga Polantas
Hasil Pengukuran SO2 (mg/m3)
diketahui bahwa hanya 10% dari 30 Tanggal Titi Titik Pukul
k Pukul
1 2
responden yang tidak memiliki kebiasaan 13 Maret 2014 - - 0,036 06.30
olahraga. 14 Maret 2014 - - 0,064 08.30
15 Maret 2014 - - 0,041 08.00
16 Maret 2014 - - 0,058 13.30
Jenis Olahraga Polantas 17 maret 2014 - - 0,043 13.00
Jenis olahraga yang biasa dilakukan 18 Maret 2014 - - 0,057 07.30
Polantas diketahui bahwa beraneka jenis 19 Maret 2014 - - 0,032 08.00
olahraga yang dipilih Polantas untuk 20 Maret 2014 0,027 15.00 0,024 08.30
berolahraga. Berdasarkan tabel hasil pengukuran
karbon monoksida yang telah dilakukan
Intensitas Berolahraga Polantas oleh Balai Lingkungan Hidup (BLH)
Intensitas Polantas berolahraga diketahui bahwa nilai pengukuran tertinggi
diketahui bahwa 50% Polantas berolahraga terjadi pada pukul 07.00 WIB dengan nilai
satu kali dalam seminggu. 3,53mg/m3
Berdasarkan tabel hasil pengukuran
Kebiasaan Merokok nitrogen dioksida yang telah dilakukan
Jumlah Polantas yang merokok oleh Balai Lingkungan Hidup (BLH)
diketahui bahwa hanya 37% Polantas dari diketahui bahwa nilai pengukuran tertinggi
total 30 Polantas yang menjadi responden terjadi pada pukul 15.00 dengan nilai
adalah perokok. 0,083mg/m3
Kurnia Dwi C.R dan Abdul Rohim T, Penilaian Risiko Paparan…50

Berdasarkan tabel hasil pengukuran toksin memiliki risiko atau tidak terhadap
sulfur dioksida yang telah dilakukan oleh tubuh manusia. Karakteristik risiko akan
Balai Lingkungan Hidup (BLH) diketahui dikelompokkan menjadi dua tingkat risiko
bahwa nilai pengukuran tertinggi terjadi (risk quotient).
pada pukul 08.30 dengan nilai 0,064mg/m3 Risk quotient (RQ) merupakan hasil
perbandingan antara nilai Intake dengan
Penilaian Risiko dosis referensi sebuah paparan Reference
of Concentrate (RfC).
Tabel 5 Hasil Perhitungan Intake Nilai RfC untuk karbon monoksida,
Intake CO Intake Intake SO2 nitrogen dioksida dan sulfur dioksida
Responden NO2 berturut-turut ialah 7,667mg/kg/hari; 2 E-2
(mg/kg/hr) (mg/kg/hr)
(mg/kg/hr) mg/kg/hari dan 2,6 E-2mg/kg/hari.
1 0,0032014 0,000752 0,000526
2 0,0020009 0,00047 0,000328
3 0,0024783 0,000582 0,000407 Tabel 6 Tabel Perhitungan
4 0,0026858 0,000631 0,000441 Risk Quotient (RQ)
5 0,0020143 0,000473 0,000331 Responden RQ CO RQ NO2 RQ SO2
6 0,0028319 0,000665 0,000465 1 0,00042 0,1122 0,00604
7 0,0012586 0,000295 0,000206 2 0,00026 0,0701 0,0037
8 0,005519 0,000129 0,0000906 3 0,00032 0,0868 0,0467
9 0,0031735 0,000746 0,000521 4 0,00035 0,0941 0,0506
10 0,003565 0,000838 0,000585 5 0,00026 0,0705 0,0038
11 0,008779 0,000206 0,000144 6 0,00037 0,0992 0,0053
12 0,001384 0,000325 0,000227 7 0,00016 0,044 0,0236
13 0,008075 0,000189 0,000132 8 0,00072 0,0192 0,0104
14 0,0012453 0,000292 0,000204 9 0,00041 0,1113 0,0059
15 0,008391 0,000197 0,000137 10 0,00046 0,125 0,0067
16 0,0083776 0,000676 0,000472 11 0,00115 0,0307 0,0165
17 0,0019184 0,000451 0,000315 12 0,0018 0,0485 0,026
18 0,003836 0,000902 0,00063 13 0,00105 0,0282 0,0151
19 0,001852 0,000043 0,0000304 14 0,00016 0,0435 0,0234
20 0,002364 0,000556 0,000388 15 0,001094 0,0294 0,0157
21 0,009592 0,000225 0,000157 16 0,001092 0,1008 0,0542
22 0,0014388 0,000338 0,000236 17 0,00025 0,0673 0,0036
23 0,0014388 0,000338 0,000236 18 0,0005 0,1346 0,0072
24 0,0191841 0,00451 0,00315 19 0,00024 0,0064 0,0034
25 0,005519 0,000129 0,0000906 20 0,0003 0,0829 0,0044
26 0,0195 0,000458 0,00032 21 0,00125 0,0335 0,018
27 0,0049013 0,000115 0,000805 22 0,00018 0,0504 0,0271
28 0,00519 0,000122 0,0000852 23 0,00018 0,0504 0,0271
29 0,002301 0,000541 0,000378 24 0,0025 0,6731 0,0362
30 0,002534 0,000596 0,000416 25 0,00071 0,0192 0,0104
26 0,00025 0,0673 0,0036
Berdasarkan tabel hasil perhitungan 27 0,00063 0,0171 0,0092
Intake untuk tiga parameter, karbon 28 0,00067 0,0182 0,0097
29 0,0003 0,0807 0,0043
moksida, nitrogen dioksida dan sulfur 30 0,00033 0,0889 0,0047
dioksida diperoleh nilai maksimal untuk
CO adalah 0,1918mg/kg/hari; nilai Berdasarkan tabel hasil perhitungan
maksimal untuk NO2 adalah Risk Quotient (RQ) untuk tiga parameter,
0,00451mg/kg/hari dan untuk parameter karbon moksida, nitrogen dioksida dan
SO2 adalah 0,00315mg/kg/hari. sulfur dioksida diperoleh nilai maksimal
untuk CO adalah 0,0025. Dan untuk
Karakteristik Risiko perhitungan RQ dengan bahan paparan
Karakteristik risiko dimaksudkan NO2 adalah 0,6731. Serta perhitungan RQ
untuk menentukan apakah sebuah paparan untuk paparan SO2 adalah 0,0362.
51 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

PEMBAHASAN lama sebagai Polantas di Polrestabes


Surabaya ialah 8 jam per hari selama 26
Karakteristik Responden tahun.
Seluruh responden dalam penelitian Durasi paparan yang tinggi terhadap
ini berjenis kelamin laki-laki dengan Polantas bisa saja berakibat pada tingginya
rentang usia 24 sampai 56 tahun, yang risiko keracunan dari beberapa emisi gas
merupakan usia produktif laki-laki. kendaraan bermotor. Risiko ini dapat
Menurut PP RI No. 1 tahun 2003, untuk terjadi karena pengakumulasian emisi gas
anggota kepolisian dipertahankan untuk kendaraan bermotor yang masuk ke dalam
tetap aktif walaupun orang tersebut telah tubuh melalui inhalasi yang semakin lama
mencapai usia pensiun maksimal 58 tahun. semakin meningkat. Penilaian paparan
Dan untuk anggota kepolisian dengan suatu parameter dalam udara ambient yang
kecakapan khusus dan yang sangat dapat berdampak pada kesehatan pekerja
dibutuhkan dalam tugas kepolisian, dapat adalah dengan mengetahui masa kerjanya.
dipertahankan masa dinas aktifnya sampai
usia 60 tahun. Selain itu, usia 24 sampai 56 Keluhan Pernapasan Polantas
tahun tergolong usia kerja, dimana batasan Polantas mengalami keluhan sesak
usia kerja yang berlaku di Indonesia napas dan atau batuk-batuk. Merupakan
menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I salah satu dari penyakit yang timbul akibat
pasal 1 ayat 2 ialah usia 15 tahun – 64 pekerjaan. Dalam hal ini, Polantas
tahun. merupakan salah satu profesi yang akan
Pertambahan usia seseorang akan menerima dampaknya. Dimana asma
mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi akibat kerja merupakan penyakit paru
elastisitas jaringan paru berkurang, akibat kerja yang sering dijumpai di
sehingga kekuatan bernafas menjadi masyarakat terutama di negara maju.
lemah, akibatnya volume udara pada saat Polantas juga mengeluhkan waktu-
pernafasan akan menjadi lebih sedikit. waktu terberat saat bertugas di jalan raya
Sifat elastisitas paru tidak berubah pada yang penuh dengan asap kendaraan ialah
usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan saat setelah hujan deras dan menyisakan
menurun setelah usia 25 tahun dan rintik-rintik air hujan. Pada kondisi
penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30 demikian ini biasanya terjadi kemacetan di
tahun (Nego, 2011). sejumlah ruas jalan dimana Polantas
menunaikan tugasnya. Sehingga asap
Durasi dan Waktu Paparan Harian kendaraan yang sangat padat bercampur
Durasi paparan yang dimaksudkan di dengan kondisi udara yang lembab
sini ialah lamanya responden bekerja membuat Polantas mengeluhkan sesak
sebagai Polantas Polrestabes Surabaya napas yang begitu berat.
menurut keterangan responden dalam Penelitian yang dilakukan Riski
hitungan tahun sedangkan waktu paparan (2013) juga menuliskan bahwa masuknya
harian ialah lamanya responden bekerja di asap kendaraan bermotor beserta debu ke
lapangan (jalan raya) menghirup udara dalam saluaran pernafasan dan mengendap
(termasuk kontaminasi dengan asap dalam paru dalam jangka waktu yang lama
kendaraan bermotor) dalam kurun waktu akan menyebabkan gangguan kesehatan
satu hari selama 3 bulan terakhir diperoleh seperti gangguan pernafasan, ISPA, TBC,
waktu tertinggi ialah 8 jam. asma, Bronchitis, dan ganguan pernafasan
Hasil penelitian yang telah diperoleh, lainya yang berpengaruh pada kesehatan
diketahui lama paparan yang paling tinggi pekerja dan produktifitas kerja.
ialah 26 tahun dengan jumlah jam kerja Mukono (2008) dalam bukunya yang
setiap hari ialah 8 jam. Hal ini mempunyai berjudul Pencemaran Udara dan
arti bahwa responden yang bekerja paling Pengaruhnya Terhadap Saluran Pernapasan
Kurnia Dwi C.R dan Abdul Rohim T, Penilaian Risiko Paparan…52

mengemukakan bahwa bahan polutan dari pencemaran udara tergantung dari sifat dan
emisi kendaraan bermotor menyebabkan sumber polutannya. Pencegahan yang
pergerakan silia menjadi lambat, bahkan paling sederhana dan mudah dilakukan
dapat terhenti, sehingga tidak dapat yaitu dengan menggunakan masker sebagai
mmbersihkan saluran pernapasan. Keadaan pelindung untuk menghindari terjadinya
tersebut juga diperparah dengan gangguan kesehatan.
peningkatan produksi lendir yang membuat Penggunaan masker yang sesuai
saluran pernapasan menyempit, rusaknya dengan standar kesehatan dapat
sel pembunuh bakteri di saluran memperkecil potensi paparan. Penelitian di
pernapasan sehingga benda asing termasuk New York menyatakan apabila masker
bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat yang memenuhi standar dikenakan pada
dikeluarkan dari saluran pernapasan. Jadi, potensi sumber infeksi, maka tingkat
dapat disimpulkan bahwa manusia yang perlindungan keseluruhan meningkat
terpapar dengan bahan berpolutan tinggi hingga 300 kali lipat (Diaz, 2011). Untuk
dapat menurunkan umur harapan hidupnya polutan di udara, perlindungan terhadap
atau yang dikenal dengan life expectancy. jalur pernapasan ialah dengan mengenakan
alat yang membersihkan polutan udara
Keluhan Iritasi Mata Polantas sampai tingkat yang aman atau dengan
Polantas selain mengalami keluhan menyediakan aliran udara yang tidak
sesak napas dan atau batuk-batuk, mereka terkontaminan dari sumber yang terpisah.
pun mengeluhkan iritasi mata dan atau Pada beberapa kasus, perlindungan tidak
mata memerah ketika duduk di dalam pos cukup di area hidung atau jalur pernapasan.
penjagaan lalu lintas dan atau ketika Namun perlu diperluas hingga dapat
bertugas di jalan raya. Seperti yang telah melindungi mata atau bahkan melindungi
kita tahu sebelumnya, bahwa kandungan seluruh wajah.
dari emisi kendaraan bermotor sangat
beragam, dari ketiga parameter akan Kebiasaan Berolahraga Polantas
berdampak banyak hal dalam tubuh Polantas menyatakan mempunyai
manusia. Hal tersebut merupakan sebuah kebiasaan berolahraga walaupun
akumulasi terhadap pencemar yang intensitasnya kadang-kadang atau bahkan
diterima oleh Polantas. selalu dilakukan. Dalam seminggu pun
Polantas berolahraga dengan berbagai
Kebiasaan Menggunakan Alat intensitas rinci, mulai hanya cukup sekali
Pelindung Diri (APD) dalam seminggu, dua kali dalam seminggu
Polantas Polrestabes Surabaya secara dan juga ada yang lebih dari dua kali
keseluruhan sebanyak 93% telah seminggu. Kegiatan berolahraga
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu cara untuk menjaga
ketika bertugas di jalan raya. Alat tubuh tetap sehat dan bugar. Jenis olahraga
Pelindung Diri yang digunakan pun sangat yang dipilih oleh Polantas pun cukup
beragam, mulai dari hanya yang bervariasi, mulai hanya dengan sekedar
menggunakan masker ditambah dengan lari, ditambah dengan berlatih futsal,
helm, pelindung dada, sarung tangan badminton ataupun juga senam di pagi
hingga kaca mata hitam. Sayangnya saja hari.
untuk melindungi pekerja dari bahaya akan Berolahraga dapat menjadi cara
dampak polutan, Polrestabes Surabaya untuk mempertahankan kesehatan dan
tidak menyediakan masker secara gratis. kebugaran. Olahraga yang dilakukan
Kendati demikian, perilaku Polantas ini dengan tepat dan benar akan menjadi
sudah sangat baik seperti yang faktor penting yang sangat mendukung
diungkapkan Gill dan Harrington bahwa untuk pengembangan potensi dini.
pencegahan yang dapat dilakukan terhadap Kesehatan dan kebugaran jasmani serta
53 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

sifat-sifat kepribadian yang unggul adalah Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor


faktor yang sangat menunjang untuk Konsentrasi parameter emisi
pengembangan potensi diri manusia. kendaraan bermotor yang telah diukur oleh
Upaya untuk berolahraga adalah upaya Balai Lingkungan Hidup (BLH) meliputi
kesehatan yang memanfaatkan aktivitas parameter karbon monoksida (CO), sulfur
fisik dan atau olahraga untuk dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida
meningkatkan derajat kesehatan. Aktivitas (NO2). Dari ketiga parameter tersebut
fisik dan atau olah raga merupakan diketahui dari hasil penelitian bahwa tidak
sebagian kebutuhan pokok dalam ada parameter yang memiliki konsentrasi
kehidupan setiap hari karena dapat tinggi saat malam hari. Seperti halnya yang
meningkatkan kebugaran yang diperlukan ditulis oleh Kusminingrum dan Gunawan
dalam melakukan tugasnya. Karena dalam (2008) bahwa pada malam hari tekanan
berolahraga terjadi peningkatan daya tahan udara cenderung lebih stabil daripada
paru-paru dan jantung pada intensitas 75%- waktu pagi, siang ataupun sore hari. Pada
85% detak jantung maksimal (Supriyanto, malam hari terjadi pemancaran radiasi
2004). matahari yang diserap oleh bumi, sehingga
temperatur permukaan bumi lebih tinggi
Kebiasaan Polantas Merokok dari pada di udara, keadaan ini
Polantas yang merokok diketahui mengakibatkan tekanan di permukaan
bahwa hanya 37% Polantas dari total 30 bumi rendah sehingga udara akan bergerak
Polantas yang menjadi responden, telah ke permukaan bumi sampai dengan kondisi
diklasifikasikan ialah sebanyak 7 orang udara cukup stabil.
Polantas merupakan perokok ringan
dengan rata-rata menghisap rokok Konsentrasi karbon monoksida (CO)
sebanyak 8 batang rokok per hari. Konsentrasi karbon monoksida (CO)
Sedangkan sisanya 4 orang Polantas yang telah diukur pada tanggal 13 – 20
termasuk dalam kategori perokok sedang Maret 2014 diperoleh hasil tertinggi
dengan rata-rata menghisap rokok 3,53mg/m3 pada pukul 7.00 di titik 2. Titik
sebanyak 13 batang rokok per hari. 2 atau SUF 2 ini bertempat di wilayah
Merokok menyebabkan Penyakit Wonorejo, Surabaya Timur. Jika
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). PPOK dibandingkan dengan pusat kota Surabaya,
adalah penyakit progresif yang membuat wilayah ini memiliki konsentrasi CO yang
seseorang sulit untuk bernapas. Banyak lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena
perokok tidak tahu bahwa mereka telah suhu udara di pusat kota Surabaya lebih
terkena penyakit ini hingga sudah panas dibandingkan kawasan Surabaya
terlambat. Tidak ada obat untuk penyakit Timur. Dimana suhu udara yang lebih
ini dan tidak ada cara untuk membalikkan panas inilah yang membuat karbon
kerusakan. monoksida lebih cepat terjadi pengenceran
Efek merokok pada setiap orang molekul sehingga membuat konsentrasi
berbeda-beda tergantung pada usia kapan karbon monoksida di kawasan ini
orang tersebut pertama kali merokok, cenderung lebih rendah jika dibandingkan
kerentanan seseorang terhadap bahan dengan kawasan Wonorejo, Surabaya
kimia dalam asap tembakau, jumlah rokok Timur.
yang dihisap per hari, dan lamanya Sumber CO yang diperkirakan terjadi
seseorang merokok. Asap rokok yang di jalan raya adalah karena adanya
dihasilkan dapat mempengaruhi sistem pengaruh volume lalu lintas, kecepatan lalu
escalator mukosiliar, yang dapat
lintas, serta arah dan kecepatan angin
mempermudah sampainya debu ke saluran
(Bachtiar dan Ferina, 2013).
napas bawah sehingga dapat memperparah
keadaan (Elizabeth, 2000).
Kurnia Dwi C.R dan Abdul Rohim T, Penilaian Risiko Paparan…54

Berdasarkan PP RI No.41/1999 afinitas oksigen terhadap hemoglobin,


tentang baku mutu udara ambien nasional, akibatnya jika CO dan O2 terdapat
batasan konsentrasi CO adalah 20 μg/m3 bersama-sama di udara akan terbentuk
ekivalen dengan 20,19 ppm/8 jam. SNI 19- COHb dalam jumlah jauh lebih banyak
0232-2005 tentang standar nilai ambang dari pada O2Hb.
kimia di udara kerja, dengan batasan Faktor penting yang menentukan
karbonmonoksida sebesar 29 mg/m3 pengaruh CO terhadap tubuh manusia
ekivalen dengan 25,32 ppm. EPA adalah konsentrasi COHb yang terdapat
(Environmental Protection Agency) dalam darah, dimana semakin tinggi
tentang standar kualitas udara ambien persentase hemoglobin yang terikat dalam
nasional rata-rata 1 jam, batasan bentuk COHb, semakin parah pengaruhnya
karbonmonoksida adalah 35 ppm. terhadap kesehatan manusia. Konsentrasi
Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang COHb di dalam darah dipengaruhi secara
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan langsung oleh konsentrasi CO dari udara
Faktor Kimia di Tempat Kerja, batasan yang dihisap Polantas.
konsentrasi karbon monoksida di Gejala-gejala keracunan CO antara
lingkungan kerja ialah 29 mg/m3 yang lain pusing, rasa tidak enak pada mata, rasa
jika sampai dalam nilai konsentrasi lelah berlebihan, mengantuk, telinga
tersebut maka akan menimbulkan berdengung, mual, muntah detak jantung
gangguan pada sistem reproduksi. meningkat, rasa tertekan di dada,
Konsentrasi karbon monoksida (CO) kesukaran bernafas, kelemahan otot- otot,
di udara ambient kota Surabaya di tidak sadar dan bisa meninggal dunia
bandingkan dengan ketiga nilai ambang (Mukono, 2008).
batas di atas, maka untuk konsentrasi
karbon monoksida (CO) di wilayah kota Konsentrasi sulfur dioksida (SO2)
Surabaya, masih berada di bawah nilai Konsentrasi sulfur dioksida (SO2)
baku mutu yang diperkenankan. Selain itu, yang telah diukur pada tanggal 13 – 20
menurut standar kesehatan dapat dikatakan Maret 2014 diperoleh hasil tertinggi
bahwa parameter karbon monoksida di 0,0064 mg/m3 pada pukul 8.30 di titik 2.
kota Surabaya masih ada dalam keadaan Titik 2 atau SUF 2 ini bertempat di
normal. wilayah Wonorejo, Surabaya Timur.
Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di
Pengaruh CO terhadap Pekerja kawasan ini cenderung lebih tinggi jika
Pengaruh beracun gas CO terhadap dibandingkan dengan di titik 1 atau SUF 1
tubuh manusia terutama Polantas yang terletak di kawasan Taman Prestasi,
disebabkan oleh reaksi antara CO dengan Surabaya Pusat.
hemoglobin (Hb) di dalam darah. Sumber polutan sulfur dioksida
Hemoglobin di dalam darah secara normal (SO2) bukan hanya berasal dari asap
berfungsi dalam sistem transpor dalam kendaraan tetapi juga berasal dari cerobong
membawa oksigen dalam bentuk asap industri. Kawasan Wonorejo,
oksihemoglobin (O2Hb) dari paru-paru ke Surabaya Timur merupakan kawasan
sel-sel tubuh dan membawa CO dalam sentra industri, banyaknya pabrik yang
bentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh ke dalam beroperasi pada jam tersebut. Sehingga
paru-paru. Adanya CO, hemoglobin dapat konsentrasi sulfur dioksida (SO2) lebih
membentuk karboksihemoglobin, jika tinggi di kawasan ini jika dibandingkan
reaksi tersebut terjadi maka kemampuan dengan kawasan Surabaya Pusat, Taman
darah untuk mentransport oksigen menjadi Prestasi.
berkurang. Berdasarkan Pergub Nomer 10
Afinitas CO terhadap hemoglobin Tahun 2009 tentang Baku Mutu Ambient
adalah 200 kali lebih tinggi daripada Untuk Industri atau Kegiatan Usaha
55 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

Lainnya, batasan aman untuk sulfur dipengaruhi oleh durasi dan waktu harian
dioksida (SO2) dengan waktu pemaparan paparan, berat badan, laju inhalasi tiap
24 jam ialah 0,1 ppm atau setara dengan orang serta frekuensi paparannya.
0,262mg/m3. Dengan demikian konsentrasi Penghitungan intake pada Polantas
parameter pencemar udara sulfur dioksida Polrestabes Surabaya diperoleh angka
(NO2) di kota Surabaya masih berada di maksimal untuk CO ialah
bawah nilai ambang batas. 0,1918mg/kg/hari; untuk sulfur dioksida
(SO2) ialah 0,00315mg/kg/hari sedangkan
Konsentrasi nitrogen dioksida (NO2) untuk nitrogen dioksida (NO2) ialah
Konsentrasi nitrogen dioksida (NO2) 0,00451mg/kg/hari.
yang telah diukur pada tanggal 13 – 20
Maret 2014 diperoleh hasil tertinggi 0,083 Karakteristik Risiko
mg/m3 pada pukul 15.00 di titik 1. Pada (Risk
pagi hari konsentrasi NO2 relatif lebih Characterization)
stabil dibandingkan mendekati siang Penghitungan Risk Quotient (RQ)
hingga sore hari. dari ketiga parameter, CO, SO2 dan NO2
Berdasarkan dari standart kesehatan yang diteliti adalah < 1. Dengan demikian
yang dikeluarkan Bappedal dalam ketiga parameter, yakni CO, SO2 dan NO2
Mukono, 2005 untuk konsentrasi nitrogen menunjukkan bahwa toksisitas dari ketiga
dioksida (NO2) ialah 100 μg/m³ dengan bahan pencemar di atas belum
demikian parameter pencemar tersebut menunjukkan dampak risiko bagi tubuh.
untuk kota Surabaya ialah masih dalam
nilai ambang batas aman standart KESIMPULAN
kesehatan.
Nilai pengukuran tertinggi untuk
Laju Inhalasi (Inhalation Rate) karbon monoksida (CO) terjadi pada pukul
Penghitungan laju inhalasi yang telah 07.00 dengan nilai 3,53mg/m3 dan untuk
dilakukan tidak menggunakan nilai default sulfur dioksida (SO2) terjadi pada pukul
0,833 m3/jam. Nilai default tidak berlaku 08.30 dengan nilai 0,064mg/m3 sedangkan
dalam penghitungan laju inhalasi untuk nitrogen dioksida (NO2) terjadi pada
masyarakat Indonesia. pukul 15.00 dengan nilai 0,083mg/m3.
Laju inhalasi yang telah dilakukan Hasil pengukuran ketiga parameter
pada Polantas Polrestabes Surabaya tersebut menunjukkan bahwa parameter
menggunakan persamaan persamaan y = pencemar di Kota Surabaya masih di
5,3 ln(x) – 6,9 dimana y = R (m3/hari) dan bawah Nilai Ambang Batas (NAB).
x = Wb (kg) sehingga menghasilkan nilai Laju Inhalasi (Inhalation Rate)
minimal 0,6507m3/jam dan nilai maksimal sehari-hari yang dialami Polantas paling
ialah 0,713 m3/jam dengan nilai rata-rata tinggi ialah 0,713m3/jam dan yang
0,679 m3/jam. Nilai laju inhalasi yang terendah ialah 0,6507m3/jam.
diperoleh merupakan perhitungan yang Penghitungan asupan (Intake)
sesuai dengan berat badan responden. tertinggi yang diterima Polantas setiap hari
Semakin besar nilai berat badan yang untuk karbon monoksida (CO) ialah
terukur maka semakin tinggi pula nilai laju 0,1918 mg/kg/hari dan untuk sulfur
inhalasi responden. dioksida (SO2) ialah 0,00315 mg/kg/hari
sedangkan untuk nitrogen dioksida (NO2)
Penilaian Risiko (Risk Assessment) ialah 0,00451 mg/kg/hari.
Penilaian Risiko diperoleh melalui Penilaian risiko yang telah dilakukan
angka yang muncul dari penghitungan diketahui asupan yang diterima Polantas
dengan menggunakan rumus intake. Besar untuk kategori parameter CO yang
nilai asupan atau intake yang terukur tertinggi ialah 0,0025 dan untuk SO2 ialah
0,0362 sedangkan untuk NO2 ialah 0,6731.
Kurnia Dwi C.R dan Abdul Rohim T, Penilaian Risiko Paparan…56

Sehingga risk quotient (RQ) untuk ketiga Mukono, J. 2008. Pencemaran Udara dan
parameter tersebut ialah < 1. Jadi, artinya Pengaruhnya Terhadap Gangguan
bahwa toksisitas pencemar belum Saluran Pernapasan. Universitas
menunjukkan dampak risiko bagi Polantas. Airlangga. Surabaya.
Nego, Muhammad. 2011. Dampak
DAFTAR PUSTAKA Pencemaran Udara Terhadap
Manusia. Gajah Mada University
Bachtiar, Vera, S. dan Ferina, L. 2013. Press. Yogyakarta.
Studi Paparan Gas Karbon Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
Monoksida (CO) di Lingkungan Kerja 1999. Pengendalian Pencemaran
Petugas Parkir dan Polisi Lalu Lintas Udara.
di Kota Padang. Jurnal. Universitas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10
Andalas. Padang. Tahun 2009. Baku Mutu Ambient
Diaz, Keith. 2011, Manfaat Penggunaan Untuk Industri atau Kegiatan Usaha
Masker, Thrusday 4 Agustus 2011, Lainnya.
http://evomask.wordpress.com/2011/ Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
08/04/manfaat-penggunaan-masker- Penyakit Paru Obstruktif Kronis-
studi-penelitian-oleh-keith-diaz-md- Pedoman Diagnosis
dan-gerald-smaldone-md-phd-di- dan
stony-brook-university-medical- Penatalaksanaan di Indonesia.
center-new-york/. Diakses tanggal 30 Jurnal. Jakarta.
Mei 2014. RAIS. 2012. The Risk Assessment
Elizabeth, J. Corwin. 2000. Buku Saku Information System, Carbon
Patofisiologi. EGC. Jakarta. Monoxide. www.rais.ornl.gov.
Gill, F. S. dan Harrington, J. M. 2003. Diakses 17 Mei 2014 pukul 13.23
Buku Saku Kesehatan Kerja. Alih WIB.
bahasa: Kuswadji, Sudjoko. EGC. Riski, R. 2013. Hubungan Antara Masa
Jakarta. Kerja dan Pemakaian Masker Sekali
Hadjarati, H. 2009. Memberdayakan Pakai dengan Kapasitas Vital Paru
Olahraga Nasional. Jurnal Pelangi pada Pekerja di PT. X. Jurnal.
Ilmu. Depdiknas Indonesia. Universitas Negeri Semarang.
Kementerian Tenaga Kerja dan Semarang.
Transmigrasi Nomor 3 tahun 2011. Standar Nasional Indonesia. 2005.
Nilai Ambang Batas Faktor Kimia Standar Nilai Ambang Kimia di Udara
dan Faktor Fisika di Tempat Kerja. Kerja. Supriyanto, A. 2004.
Kusuminingrum, Nanny dan Gunawan, G. Olahraga untuk
2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kebugaran dan Kesehatan. Jurnal
Kendaraan Bermotor di Jalan Nasional Pendidikan Jasmani dan
Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Ilmu Keolahragaan Volume 3 Nomor
Jurnal. Pusat Litbang Jalan dan 2 Agustus. Jakarta.
Jembatan. Bandung. Tualeka, A. R. 2013. Toksikologi Industri
Mahardika, P. G. 2012. Pengaruh Paparan dan Risk Assessment. Graha Ilmu
Emisi Kendaraan Bermotor Mulia. Surabaya.
Terhadap Frekuensi Pembentukan Tugaswati, A. T. 2012. Emisi Gas Buang
Mikronukleus di Mukosa Rongga Kendaraan Bermotor
Mulut pada Mekanik Bengkel Motor. dan Dampaknya
Karya Tulis Ilmiah. Universitas Terhadap Kesehatan. Jurnal. Jakarta
Diponegoro. Semarang. Undang - Undang No 2 tahun 2002.
Mukono, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Kepolisian Negara
Universitas Airlangga. Surabaya. Republik Indonesia.
Undang - Undang no. 13 tahun 2003.
Ketenagakerjaan.
57 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 1 Jan-Jun 2014: 46-
57

World Health Organization. 2005. EGC : Jakarta.


Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja.

You might also like