Naskah Publikasi NUR BINTORO

You might also like

Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 9

P a g e | 10

Caring :JurnalKeperawatan
Vol.6, No. 1, Maret 2017, pp. xx – xx
ISSN 1978-5755 (Online)
DOI: 10.29238
Journal homepage:http://e-journal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/caring/

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Personal Hygiene Terhadap Pencegahan Skabies


di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman

Nur Bintoro1*, Tri Prabowo2, Jenita Doli Tine Donsu3

1
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2,3
Dosen Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

1
nurbintoro81@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT/ABSTRAK


Article history Background: Knowledge is important to shape health behavior. One of the
methods for shaping preventive is health promotion through information,
Received date education or appropriate health education.
Revised date Objective: To determine the effect of personal hygiene education on the
Accepted datenancy prevention of scabies in Correctional Institution Class IIB Sleman.
Methods: This type of research is a Quasi experimental design using Pretest-
Keywords: Posttest Control Group Design. Data analysis used univariate analysis and
, at attitude, action, behavior, effectiveness off bivariate analysis with different/comparative tests to determine the
lectures, leaflets difference/influence of each variable in each group.
Results: There are differences in scabies prevention before and after being given
health education in each group as indicated by the results of the different
pretest/posttest knowledge data test in the experimental group with a significance
value of p-value =0,000 and the control group with a significance value of p-
value =0.039, while the results different test pretest/posttest attitude and
psikomotor data in the experimental group with a significance value of p-value
=0.019 and the control group with a significance value of p-value =0.029 (α =
0.05).
Conclusion: Personal hygiene health education with leaflet media has an effect
on scabies prevention in the Sleman Penitentiary.

Kata kunci: Latar Belakang: Pengetahuan penting untuk membentuk perilaku kesehatan.
Metode untuk membentuk perilaku pencegahan salah satunya dengan promosi
pengetahuan, sikap, tindakan, perilaku, kesehatan melalui informasi, edukasi atau pendidikan kesehatan yang tepat.
efektifitas ceramah, leaflet Tujuan: Mengetahui pengaruh pendidikan personal higiene terhadap pencegahan
penyakit skabies di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi experimental design
(eksperimen semu) menggunakan rancangan Pretest-Posttest Control Group
Design. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat
dengan uji beda/komparasi untuk mengetahui perbedaan/pengaruh setiap variabel
pada masing-masing kelompok.
Hasil : Ada perbedaan pencegahan skabies sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan personal hygiene pada masing-masing kelompok yang
ditunjukkan dengan hasil uji beda pretest/posttest data pengetahuan pada
kelompok eksperimen dengan nilai signifikansi p-value=0,000 dan kelompok
kontrol dengan nilai signifikansi p-value=0,039, sedangkan hasil uji beda
pretest/posttest data respon sikap dan tindakan pada kelompok eksperimen
dengan nilai signifikansi p-value =0,019 dan kelompok kontrol dengan nilai
signifikansi p-value=0,029 (α =0,05).
Kesimpulan : Pendidikan kesehatan personal hygiene dengan media leaflet
berpengaruh terhadap pencegahan skabies di Lembaga Pemasyarakatan Sleman

Copyright © 2021 Caring : Jurnal Keperawatan.


All rights reserved
P a g e | 10

*Corresponding Author:
Nur Bintoro
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
Jln. Jl. Tata Bumi no 03, Banyuraden, Gamping, Sleman
Email: nurbintoro81@gmail.com

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah
perilaku dan sikap masyarakat dalam merespon suatu penyakit (Notoatmodjo, 2014). Salah satu masalah
kesehatan yang banyak dialami oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia adalah masalah kesehatan yang
menyerang sistem perlindungan tubuh paling luar, yaitu kulit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak
faktor. Di antaranya, faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih
akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi
sumber munculnya berbagai macam penyakit, selain itu kulit juga mempunyai nilai estetika. Penyakit kulit
dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah skabies (Aliffiani & Mustakim, 2020).
Penyakit skabies merupakan kondisi pada kulit yang tidak hanya menyebabkan infeksi tetapi juga
sangat mengganggu kenyamanan. Penderita tidak dapat menghindari untuk menggaruk area gatal setiap saat
akibat adanya tungau (kutu Scabiei) di bawah kulit. Pada kenyataannya, skabies menyerang jutaan dari orang
di seluruh dunia setiap tahunnya berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia. Skabies dapat menyerang
siapapun kaya maupun miskin, tua atau muda, tanpa memandang strata sosial tertentu namun lebih mudah
menjangkiti pada kondisi sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk serta perkembangan demografi
seperti keadaan penduduk dan ekologi. Skabies mengakibatkan penderita tidak dapat tidur dengan tenang
terutama pada malam hari disebabkan rasa gatal yang hebat akibat aktifitas tungau pada permukaan kulit
(Badri dalam Affandi, 2019).
World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian Scabies pada tahun 2014 sebanyak
130 juta orang di dunia. Tahun 2014 menurut Internasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS)
kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh Sarcoptes scabiei Var hominis. Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi Skabies sekitar 6%-27% populasi umum, menyerang
semua ras dan kelompok umur serta cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Kejadian Skabies pada
Tahun 2015 juga berprevalensi tinggi di beberapa Negara di antaranya Mesir diperoleh (4,4%), Nigeria
(10,5%), Mali (4%), Malawi (0,7%), dan Kenya (8,3%). Insiden tertinggi terdapat pada anak-anak dan
remaja (WHO, 2014).
Prevalensi Skabies di Indonesia menurut data Kemkes RI sudah terjadi cukup penurunan dari tahun
ke tahun terlihat dari data prevalensi tahun 2008 sebesar 5,60%-12,96%, prevalensi tahun 2009 sebesar 4,9-
12,95 % dan data terakhir yang didapat tercatat prevalensi skabies di Indonesia tahun 2013 yakni 3,9–6 %.
Walaupun terjadi penurunan prevalensi namun dapat dikatakan bahwa Indonesia belum terbebas dari
penyakit skabies dan masih menjadi salah satu masalah penyakit menular di Indonesia (Kemkes RI, 2014).
Penyakit Skabies banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan
Negara beriklim tropis. Penyakit Skabies dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit)
misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung
(melalui benda), misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan selimut yang dipakai secara bersamaan
(Djuanda dalam Aminah, 2015). Skabies ini juga biasa terjadi karena sanitasi yang kurang baik dan
menyerang pada masyararakat yang tinggal bersama-sama seperti di asrama, Lembaga Pemasyarakatan,
pondok pesantren dan panti asuhan (Badri dalam Affandi, 2019).
Menurut Potter & Perry dalam Parman, dkk (2017), faktor yang berperan dalam tingginya prevalensi
Skabies terkait dengan Personal Hygiene. Kebiasaan Personal Hygiene yang baik dipengaruhi salah satu
faktor yaitu pengetahuan yang baik tentang cara-cara merawat kebersihan diri dan lingkungan. Pemahaman
Personal Hygiene yang baik sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi penyebaran penyakit skabies
adalah dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit ini. Kebiasaan atau perilaku
narapidana di penjara yang berhubungan dengan perawatan diri seperti intensitas mandi, pemakaian handuk,
pakaian, alat mandi, dan perlengkapan tidur secara bersamaan. Hygiene atau kebersihan adalah upaya untuk
memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan pribadi, kebersihan masyarakat, dan kebersihan kerja.
Pada higiene perseorangan yang cukup, penularan Scabies tidak mudah terjadi. Melakukan kebiasaan seperti
P a g e | 10

mencuci tangan, mandi menggunakan sabun, mengganti pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar
pakaian, kebiasaan keramas menggunakan shampo, tidak saling bertukar handuk dan alat mandi bersama dan
kebiasaan memotong kuku, dapat mengurangi resiko skabies.
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka
masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dan
pada akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dimana tujuan dari
pendidikan kesehatan ini adalah agar masyarakat, kelompok atau individu dapat berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo dalam Dewi, 2016).
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang mempunyai peranan yang
penting dalam memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat, kelompok atau individu. Keberhasilan
penderita dalam mencegah penularan penyakit Scabies pada orang lain sangat ditentukan oleh kepatuhan dan
keteraturan dalam menjaga kebersihan diri. Oleh karena itu selama pengobatan dan perawatan diperlukan
tingkat pendidikan yang baik dari penderita. Perilaku penderita skabies dalam upaya mencegah prognosis
yang lebih buruk dipengaruhi oleh pengetahuannya tentang penyakit ini. Pengetahuan dan sikap penderita
yang buruk akan menyebabkan kegagalan dalam tindakan penanggulangan penyakit skabies (Notoatmodjo
dalam Dewi, 2016).

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental Design) menggunakan
Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random,
kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal, adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Hasil pretest yang baik bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda signifikan.
Pendidikan kesehatan sebagai variabel bebas dan pencegahan penyakit skabies sebagai variabel terikat. Pada
rancangan ini observasi dilakukan 2 kali pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu sebelum
intervensi dan sesudah intervensi dengan menggunakan instrument angket dan lembar observasi. Desain
penelitian ini diberikan perlakuan yang berbeda yaitu pemberian edukasi dengan metode ceramah
menggunakan slide power point, simulasi, observasi terstruktur serta pembagian media cetak berupa leaflet
tentang personal hygiene pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan media
cetak berupa leaflet tentang personal hygiene. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-
test dan observasi setelah eksperimen disebut post-test. Perbedaan antara post-test dan pre-test diasumsikan
sebagai efek dari treatment atau intervensi, sehingga hasil perlakuan akan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subyek pada penelitian ini berjumlah 72 orang Warga Binaan Pemasyarakatan terbagi menjadi 2
kelompok yaitu 36 kelompok eksperimen dan 36 kelompok kontrol. Gambaran karakteristik responden
kedua kelompok dapat dilihat pada tabel berikut :

Distribusi Responden Kedua Kelompok

N Karakteristik Kel. Eksperimen Kel. Kontrol


o
Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase
(%) (%)

1 Usia

15-20 tahun 0 0,0 1 2,8

21-30 tahun 12 33,3 16 44,4


P a g e | 10

31-40 tahun 19 52,8 13 36,1

41-50 tahun 4 11,1 4 11,1

51-60 tahun 1 2,8 2 5,6

Total 36 100 36 100

2 Pendidikan

SD 2 5,6 8 22,2

SLTP 3 8,3 9 25,0

SLTA 26 72,2 15 41,7

Diploma 1 2,8 0 0,0

Sarjana (S-1) 4 11,1 4 11,1

Total 36 100 36 100

3 Agama

Islam 29 80,6 34 94,4

Kristen 1 2,8 1 2,8

Katholik 6 16,6 1 2,8

Hindu 0 0,0 0 0,0

Budha 0 0,0 0 0,0

Total 36 100 36 100

Berdasarkan tabel di atas di atas diketahui bahwa pada kelompok eksperimen mayoritas berusia 31-40 tahun
yaitu 52,8%, kelompok kontrol mayoritas berusia 21-30 tahun yaitu 44,4%. Pendidikan mayoritas tamat
SLTA pada kedua kelompok yaitu 72,2% dan 41,7%, sedangkan kategori agama kedua kelompok mayoritas
beragama islam yaitu 80,6% dan 94,4%.

Hasil Pre-Post Test Kedua Kelompok

Hasil Pretest Posttest Pengetahuan Responden


Kel. Eksperimen Kel. Kontrol
Kriteri Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
a
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
P a g e | 10

Tinggi 17 47,22 30 83,33 18 50 25 69,44


Sedang 19 52,78 6 16,67 18 50 11 30.56
Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 36 100 36 100 36 100 36 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh gambaran bahwa pengetahuan kedua kelompok responden sebelum
diberikan pendidikan kesehatan diperoleh hasil sebagian dengan kriteria ‘sedang’ dan sebagian dengan
kriteria ‘tinggi’. Setelah diberikan pendidikan kesehatan diperoleh hasil sebagian besar dengan kriteria
‘tinggi’. Konsep edukasi melalui media leaflet yang diberikan kepada kedua kelompok responden mampu
menginternalisasi pengetahuan dengan baik.

Hasil Pretest Posttest Sikap dan Tindakan Responden


Kel. Eksperimen Kel. Kontrol
Kriteria Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Baik 2 5,56 5 13,8 2 5,56 2 5,56
9
Cenderung 32 88,88 30 83,3 33 91,66 33 91,66
Baik 3
Cenderung 2 5,56 1 2,78 1 2,78 1 2,78
Buruk
Buruk 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 36 100 36 100 36 100 36 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh gambaran bahwa sikap dan tindakan kedua kelompok responden
sebelum diberikan pendidikan kesehatan diperoleh hasil sebagian besar dengan kriteria ‘cenderung baik’ dan
sebagian kecil dengan kriteria ‘baik’ dan ‘cenderung buruk’. Setelah diberikan pendidikan kesehatan
diperoleh hasil hampir sama sebagian besar dengan kriteria ‘cenderung baik’ dan sebagian kecil dengan
kriteria ‘baik’ dan ‘cenderung buruk’. Selain kompleksitas masalah faktor internal individu, kondisi fisik
hunian menjadi faktor penghambat dalam perubahan nilai-nilai sikap dan tindakan kelompok.

Statistik Deskriptif Nilai Rerata dan


Signifikansi Pengetahuan Responden
Kelompok N Nilai Rerata Pengetahuan
Sebelum Sesudah ∆ P-Value
Eksperimen 36 10,47 12,00 1,53 .000
Kontrol 36 10,39 11,39 1,00 .039
P-Value .841 .092

Statistik Deskriptif Nilai Rerata dan


Signifikansi SikapTindakan Responden
Kelompok N Nilai Rerata Sikap & Tindakan
Sebelum Sesudah ∆ P-Value
Eksperimen 36 43,64 45,67 2,03 .019
Kontrol 36 42,89 44,94 2,05 .029
P-Value .438 .455

Berdasarkan di atas dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pada kedua kelompok nilai
p-value =0,841 dan 0,438. Karena nilai probabilitas dari kedua data tersebut lebih besar dari nilai alpha
(α=0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima atau tingkat pengetahuan, respon sikap dan tindakan
responden kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pada tes awal (pretest) tidak berbeda secara
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian dapat dilanjutkan pada kedua kelompok responden.
P a g e | 10

Selanjutnya dapat dilihat bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kedua kelompok nilai
p-value =0,092 dan p-value =0,455. Karena nilai probabilitas dari kedua data tersebut lebih besar dari nilai
alpha (α=0,05) maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima atau tingkat pengetahuan, respon sikap dan
tindakan responden kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pada tes akhir (posttest) juga tidak
berbeda secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan
pemberian media leaflet efektif pada masing-masing kelompok.
Analisis uji beda 2 data pre-post test masing-masing kelompok bahwa nilai p-value =0,000 dan p-
value =0,019 pada kelompok eksperimen, nilai p-value =0,039 dan p-value =0,029 pada kelompok kontrol.
Karena nilai probabilitas dari kedua data tersebut lebih kecil dari nilai alpha (α=0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa Ha diterima atau tingkat pengetahuan, respon sikap dan tindakan responden kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol antara hasil pretest dan posttest berbeda secara signifikan. Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan personal hygiene berpengaruh pada pencegahan
skabies yang secara khusus yang ditunjukkan dengan peningkatan pengetahuan dan perubahan nilai-nilai
sikap.
Analisis univariat yang ditunjukkan dengan statistik deskriptif dalam hasil bahwa data pengetahuan
maupun data sikap dan tindakan baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yaitu terdapat
perbedaan nilai rata-rata (mean) pretest/posttest, artinya dapat diketahui bahwa terjadi perubahan perilaku
dengan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap meskipun masih tergolong perilaku tertutup
(covert behavior). Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain (Notoatmodjo, 2014).
media memiliki multi makna baik dilihat secara terbatas maupun secara luas. Para ahli promosi
kesehatan mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran
informasi, dan juga segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan
beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Edgar Dale dalam Susilowati (2016),
mengemukakan bahwa dalam dunia pendidikan/edukasi, penggunaan media/bahan/sarana belajar seringkali
menggunakan prinsip “Kerucut Pengalaman” yang membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan
belajar yang dibuat oleh pengajar dan “audio-visual”. Rentang efektifitas media digambarkan dalam skala
prosentase 10%-90%, semakin ke bawah dan bentuk media semakin konkrit dan efektifitas media yang
digunakan (melibatkan peran aktif audience) maka semakin meningkat kemampuan daya ingat dalam
memahami. Sumber lain menyatakan bahwa kombinasi efektifitas media yang digunakan, meningkatkan
pula pemahaman sasaran. Namun sayangnya, faktor sasaran yang merupakan komponen utama dalam
pembelajaran, belum mendapatkan perhatian khususnya sasaran komunitas kelompok khusus
narapidana/tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dengan kompleksitas permasalahan baik individu maupun
kelompok pada umumnya. Hal ini merupakan tantangan para tenaga kesehatan di Lapas/Rutan untuk
berpedoman dalam usaha promosi kesehatan kepada WBP memilih media yang tepat untuk mereka
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak memberikan efek lebih baik dalam
membentuk/ merubah perilaku kelompok dalam pencegahan penyakit dengan metode ceramah, namun media
leaflet efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah persepsi nilai-nilai sikap. Hal ini sangat
mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat dalam proses penyampaian informasi. Pada saat
melakukan edukasi kelompok, peneliti menemukan hambatan komunikasi berupa gangguan kebisingan yaitu
latihan yel-yel yang berada di area blok hunian sehingga edukator sering berhenti dalam berceramah karena
tidak menggunakan pengeras suara, sehingga audience juga tidak fokus dalam mendengarkan dan
kemungkinan berbagai faktor lain yaitu antusiasme responden dalam membaca sebuah informasi baru.
Kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi adalah metode ceramah kurang cocok dengan audience
berpendidikan menengah ke atas. Proses pembentukan perilaku perlu dukungan keadaan yang mendorong
seseorang bertindak sesuai yang diharapkan. Peniliti menganalisis bahwa faktor waktu menjadi faktor utama
dalam proses pembentukan perilaku. Sikap yang terbentuk akan menunjukkan bagaimana tingkat
kemampuan seseorang dalam menanggapi atau merespon stimulus yang terjadi. Sikap sangat penting
peranannya dalam pencegahan skabies di lingkungan yang membutuhkan kebersihan perorangan serta
perilaku yang sehat. Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak
pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap kesehatan hampir pasti
berdampak negatif terhadap kesehatan.
Hasil pembahasan yang telah dikemukakan secara mendalam bahwa secara umum metode
pendidikan kesehatan personal higiene pada komunitas kelompok khusus di Lembaga Pemasyarakatan dapat
P a g e | 10

diterapkan untuk membentuk perilaku pencegahan skabies dalam rangka promosi kesehatan. Media yang
digunakan dapat bervariasi tergantung kebutuhan masing- tempat di Unit Pelaksana Teknis Lembaga
Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan menyesuaikan situasi dan kondisi dan perlunya identifikasi masalah dan
kebutuhan agar dapat ditentukan media edukasi yang tepat. Sebagai contoh bahwa media edukasi berupa
leaflet di Lembaga Pemasyarakatan A efektif, namun penggunaan poster/edukasi ceramah lebih efektif pada
Lembaga Pemasyarakatan B, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga tidak lepas dari faktor eksternal kepadatan
hunian, proses interaksi sesama warga binaan, sanitasi, kondisi fisik bangunan dan sebagainya.
Hasil pembahasan yang telah dikemukakan secara mendalam bahwa secara umum metode
pendidikan kesehatan personal higiene pada komunitas kelompok khusus di Lembaga Pemasyarakatan dapat
diterapkan untuk membentuk perilaku pencegahan skabies dalam rangka promosi kesehatan. Media yang
digunakan dapat bervariasi tergantung kebutuhan masing- tempat di Unit Pelaksana Teknis Lembaga
Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan menyesuaikan situasi dan kondisi dan perlunya identifikasi masalah dan
kebutuhan agar dapat ditentukan media edukasi yang tepat. Sebagai contoh bahwa media edukasi berupa
leaflet di Lembaga Pemasyarakatan A efektif, namun penggunaan poster/edukasi ceramah lebih efektif pada
Lembaga Pemasyarakatan B, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga tidak lepas dari faktor eksternal kepadatan
hunian, proses interaksi sesama warga binaan, sanitasi, kondisi fisik bangunan dan sebagainya. Proses
pembentukan perilaku kelompok dalam konsep keperawatan komunitas pada kelompok khusus dibutuhkan
intervensi yang komprehensif dan berkesinambungan dengan memperhatikan hal-hal yang menjadi
penghambat agar tetap selaras dengan tujuan pendidikan kesehatan, dalam arti bahwa proses tersebut harus
dilaksanakan untuk mencapai perubahan perilaku kelompok yang positif sehingga terbentuk interaksi
komunitas dengan lingkungan yang sehat. Penelitian ini sebagai salah satu konsep intervensi yang dapat
diterapkan pada kelompok khusus yang pada kenyataannya sulit diakses oleh tenaga kesehatan pada
umumnya. Peran aktif tenaga kesehatan yang memiliki akses penuh terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
sangat diperlukan untuk mencapai derajat kesehatan WBP yang optimal dalam upaya promotif dan preventif.
Tentu saja dengan melalui proses waktu yang cukup dan dukungan sinergitas stake holder horizontal maupun
vertikal terkait agar upaya tersebut maksimal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian, pengolahan, dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pencegahan skabies pada responden WBP kedua kelompok dengan pengetahuan sebelum diberikan
pendidikan personal hygiene sebagian besar kriteria ‘sedang’, sedangkan respon sikap dan tindakan
sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar kriteria ‘cenderung baik’.
2. Pencegahan skabies pada responden WBP kedua kelompok dengan pengetahuan setelah diberikan
pendidikan kesehatan personal hygiene sebagian besar dengan kriteria ‘baik’, sedangkan respon sikap
dan tindakan setelah diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar kriteria ‘cenderung baik’. Hal
tersebut didukung dengan skoring hasil observasi perilaku terhadap kedua kelompok dengan rata-rata
kriteria ‘cenderung baik’ dan ‘baik’.
3. Ada perbedaan cara pencegahan skabies sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan personal
hygiene dengan media leaflet pada kedua kelompok WBP dengan adanya perbedaan peningkatan
pengetahuan dan respon nilai-nilai sikap. Hal tersebut juga didukung dengan skoring hasil observasi
perilaku terhadap kedua kelompok dengan rata-rata kriteria ‘cenderung baik’ dan ‘baik’.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi A.A.N (2019). Analisis Personal Higiene dan Keberadaan Sarcoptes Scabiei di debu alas tidur Warga Binaan
Pemasyarakatan Pada Kejadian Skabies di Lembaga Pemasyarakatan Jombang, diunduh dari https://e-
journal.unair.ac.id/JKL, diakses 30 Maret 2021)

Affandi, A.A.N (2018). Hubungan Antara Higiene Perseorangan dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Skabies di
Lembaga Pemasyarakatan Jombang, diunduh dari https://e-journal.unair.ac.id/JKL, diakses 30 Maret 2021)
P a g e | 10

Aliffiani S, Mustakim (2020). Pengetahuan, Sikap, Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren
Ar-Rofi’I, diunduh (https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/JPKMI/article/view/8792/6321, diakses tanggal 8
Mei 2021)

Aminah P, et al (2015), Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Skabies diunduh dari
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/610, diakses tanggal 4 April 2021)

Amri, M.H. (2018). Pengaruh Penyuluhan Personal Hygiene Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Skabies Pada
Santri Putra Di Pondok Pesantren Ar-Risalah Mlangi Nogotirto Gamping Sleman
Yogyakarta. Skripsi,Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta diunduh dari
http://digilib.unisayogya.ac.id/4380/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf, diakses tanggal 4 April 2021)

Cindy, C, Widyawati, W, and Widayati, R. I, (2019). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Mengenai
Pencegahan Skabies pada Anak Binaan Soschildren’s Village Semarang. DIPONEGORO MEDICAL
JOURNAL (JURNALKEDOKTERANDIPONEGORO), [Online] Volume 8(1), pp.92-
98. https://doi.org/10.14710/dmj.v8i1.23301

Departemen Kesehatan RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang
Persyaratan Rumah Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Dewi V.Y, Muchlisin H.M, Ambarwati (2016), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap
Pada Penderita Skabies Tentang Penyakit Skabies Di Desa Geneng Sari Kecamatan Kemusu Kabupaten
Boyolali diunduh dari (http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/26004, diakses tanggal 5 April 2021)

Hartini, N.R. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Pencegahan Skabies di Pondok Pesantren
Nurul Amanah Neglasari kec. Salawu kab. Tasikmalaya, diunduh dari(http://repository.umtas.ac.id/, diakses
tgl 4 April 2021)

Hegab, D.S. (2015). Scabies among primary schoolchildren in Egypt. cameroon: sociomedical environmental study in
Kafr El-Sheikh administrative area, avaliable
from(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4345923/, diakses tanggal 8 April 2021).

Hidayat A.A, (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan & Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika.

I.A.C.S. (2014), Scabies. avaliable from (http;//www.controlscabies.org/about-scabies/, diakses tanggal 28 Maret 2021).

Ihtiaringtyas, S. et al (2019). Faktor Risiko Penularan Penyakit Skabies pada Santri di Pondok Pesantren An Nawawi
Berjan Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Jawa Tengah diunduh dari
(http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/1784/1066, diakses tanggal 7 April 2021)

Isro’in L, Andarmoyo S, (2012). Personal hygiene (Konsep, Proses dan Aplikasi dalam Praktik keperawatan).
Yogyakarta : Graha Ilmu

Jasmine, I. A., Rosida, L., & Marlinae, L. (2016). Hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang personal
higiene dengan perilaki pencegahan penularan skabies. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia,
3(1), 7–12.

Machfoedz, I, (2016). Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Fitra Maya

Mutiara & Syailindra (2016), e-jounal Skabies, diunduh dari


HTTP://JUKE.KEDOKTERAN.UNILA.AC.ID/INDEX.PHP/MAJORITY/ARTICLE/VIEW/1075, DIAKSES
TANGGAL 15 Juni 2021)

Muzakir dalam Samosir, K. (2019), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Scabies Pada Santri,
diundu hdari http://ejournal.poltekkesternate.ac.id/ojs/index.php/juke/article/view/170, diakses tanggal 6 April
2021)
P a g e | 10

Naftassa Z & Putri T.R (2017), Hubungan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Terhadap kejadian
Skabies Pada Santri Pondok Pesantren Qotrun Nada Kota Depok, diunduh dari
(http://journals.ums.ac.id/index.php/biomedika/article/view/7022, diakses tanggal 15 Juni 2021)

Notoatmodjo, S. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2013) Manajemen Keperawatan, Aplikasi dan Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Pakpahan M, dkk. (2021). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (e-Book).Jakarta : Yayasan Kita Menulis.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat & Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan.pdf diunduh dari(https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/54301/pp-no-32-tahun-1999,
diakses tanggal 28 Maret 2021).

Rahmawati, N (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penyakit Skabies Terhadap Perubahan Sikap
Penderita Dalam Pencegahan Penularan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Al- Amin Palur
Kabupaten Sukoharjo. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

SMS gateway Ditjenpas, (2021). Data Penyakit Menular diunduh dari (http://smslap.ditjenpas.go.id/, diakses tanggal
1 April 2021)

Sugiyono, (2014). Cara Mudah Menyusun Skripsi, Thesis, dan Disertasi, Bandung : Alfa Beta

Sugiyono, (2017). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Method), Bandung : Alfa Beta

Susilowati, D, (2016). Modul Bahan Ajar Keperawatan Promosi Kesehatan. Jakarta : Pusdik SDMK

Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.pdf diunduh


darihttp://icjr.or.id/wp-content/uploads/2009/02/uu-no12-tahun-1995-tentang-pemasyarakatan.pdf, diakses tgl
27 Maret 2021)

W.H.O. (2014), Epidemiology and management of common skin disease in children in developing countries.(serial di
internet).(http://www.who.int/bulletin/volumes/87/2/07-047308/en/edit, diakses tanggal 27 Maret 2021).

Wijayanti, Lono, (2019). Pengaruh Modul Skin Personal Hygiene Terhadap Sikap Dalam Pencegahan Skabies. Jurnal
Ners dan Kebidanan, 6 (1). pp. 77-83. ISSN 2548-3811

You might also like