Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019)

KONSEP JAHALAT AL-RUWAH DAN PENINGKATANNYA


DALAM HADISPERSPEKTIF MUHAMMAD ‘AJJAJ AL-KHATIB
DAN MAHMUD AL-TAHHAN

Habieb Bullah Bullah


Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto
Jl. Raya Tirtowening No.17, Bendunganjati, Pacet, Mojokerto.
Email: habibhabieb@gmail.com

Abstrack:
In the development of the scientific tradition of hadith is always interesting to discuss. This
development was not missed by contemporary era hadith scholars. their participation to
contribute scientific scholarship in the future. Surely the struggle was only aimed at
maintaining the authenticity of the Prophet's hadith from counterfeiting. Among these
contemporary scholars are Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib and Mahmud al-Tahhan. They have
different concepts about the problem in testing the personal qualities of the narrator. One of
the objects studied is related to the concept of the hidden narrator (jahalat al-ruwah) and
improving the quality of his hadith. Basically a hadith that is detected by the hidden
narrators, the quality of the hadith becomes daif (weak). According to Muhammad ‘Ajjaj
al-Khatib, every hadith whose daif is caused by the hiding of the narrator or the personal
quality of the narrator is unknown, the tradition cannot be elevated from daif to hasan
lighairihi even though it is supported by many sanad. This is due to the very bad cause of
the daif. Unlike the case according to Mahmud al-Tahhan, daif hadith can be lifted from the
quality of daif to hasan lighairihi, even though the cause of his daif is the hiding of the
narrator (jahalat al-ruwah). The statements of the two scholars indicate there are differences
in understanding of the concept of Jahalat al-Ruwah and its improvement. This study uses
a descriptive analysis method in which it contains an analysis of the concept of Jahalat al-
Ruwah and its improvement in the hadith perspective of Muhammad 'Ajjaj al-Khatib and
Mahmud al-Tahhan. This research produced a critical view of Muhammad' Ajjaj al-Khatib
and Mahmud al- Tahhan is related to the personal qualities of the hadith narrators.
Keywords: Jahalat al-Ruwah, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Mahmud al-Tahhan

Abstrak
Dalam perkembangan khazanah keilmuan hadis selalu menarik untuk diperbincangkan.
Perkembangan ini tidak dilewatkan oleh para ulama hadis era kontemporer. keikutsertaan
mereka untuk memberikan sumbangsih keilmuan hadis di masa mendatang. Tentunya
perjuangan itu hanya bertujuan untuk menjaga keorisinilitas hadis Nabi Saw dari
pemalsuan. Di antara ulama kontemporer tersebut adalah Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dan
Mahmud al-Tahhan. Mereka mempunyai konsep yang berbeda terkait permasalahan dalam
menguji kualitas pribadi periwayat. Salah satu obyek yang disoroti berkaitan dengan
konsep ketersembunyian periwayat (jahalat al-ruwah) dan peningkatan kualitas hadisnya.
Pada dasarnya suatu hadis yang terdeteksi ketersembunyian periwayat, maka kualitas
hadisnya menjadi daif ( lemah). Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, setiap hadis yang
ke-daif-annya disebabkan oleh ketersembunyian periwayat atau tidak diketahuinya kualitas
pribadi periwayat, maka hadis tersebut tidak bisa terangkat dari daif ke hasan lighairihi
meskipun ditunjang oleh banyaknya sanad. Hal ini dikarenakan sangat buruknya sebab ke-
daif-annya tersebut. Berbeda halnya menurut Mahmud al-Tahhan, hadis daif bisa terangkat
dari kualitas daif menjadi hasan lighairihi, meskipun sebab ke-daif-annya terdapat
ketersembunyian periwayat (jahalat al-ruwah). Pernyataan kedua ulama tersebut
mengindikasikan ada perbedaan pemahaman tentang konsep jahalat al-ruwah dan
peningkatannya. Penelitian ini menggunakan metode analisis-deskriptif yang di dalamnya
12 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

memuat analisa terhadap konsep jahalat al-ruwah dan peningkatannya dalam hadis
perspektif Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dan Mahmud al-Tahhan Penelitian ini
menghasilkan sebuah pandangan kritis Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dan Mahmud al-
Tahhan terkait dengan kualitas pribadi periwayat hadis.
Kata kunci : Jahalat al-Ruwah, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Mahmud al-Tahhan.

ruwah sebagai seorang yang tidak diketahui


A. PENDAHULUAN
identitas atau kualitas (hal)nya.
Perkembangan khazanah keilmuan hadis,
Dalam hal ini, pengujian terhadap
para ulama kontemporer juga ikut andil dalam
kualitas pribadi periwayat mutlak dibutuhkan,
pemikiran keilmuan hadis. Mereka adalah
karena fungsi periwayat selain sebagai
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dan Mahmud al-
transmisi sebuah hadis, juga menjadi penentu
Tahhan. ulama hadis yang terkenal di
kualitas hadis. Apabila terdapat periwayat
zamannya. Kedua ulama tersebut masih
yang bermasalah, seperti ketersembunyian
mempunyai nasab sampai kepada Rasulullah
periwayat (jaha>lat al-ruwah), maka akan
Saw. Perbedaan penilaian terhadap kualitas
berpengaruh terhadap
pribadi periwayat menjadi menarik untuk
diteliti. Konsep jahalat al-ruwah dan
peningkatannya berbeda satu sama lain. B. PEMBAHASAN
Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, 1. Reputasi Ilmiah Muhammad ‘Ajjaj al-
jahalat al-ruwah (ketersembunyian periwayat) Khatib
merupakan cacat keadilan yang cukup parah. Nama lengkapnya adalah Muhammad
Sehinggan hadis yang bermula daif tersebut ‘Ajjaj bin Muhammad Tamim bin Salih bin
tidak bisa terangkat menjadi hadis hasan Abdullah al-Hasani al-Hashimi. Nasab-nya
lighairihi meskipun didukung berbagai jalur. sampai kepada Rasulullah Saw. melalui jalur
Berbeda halnya dengan style pemikiran Hasan bin ‘Ali bin Abi Talib bin ‘Abd al-
Mahmud al-Tahhan, bahwa ketika hadis Mutallib al-Hashimi yang merupakan cucu
tersebut terdeteksi jahalat al-ruwah Rasulullah. Ia dilahirkan di kota Damaskus
( ketersembunyian periwayat) masih terangkat tepatnya pada tahun 1932 M/1350 H.
kualitasnya menjadi hasan lighairihi dengan
dukungan jalur lain. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib adalah
seorang sarjana dan pemikir Islam ternama di
Pernyataan kedua ulama tersebut zamannya dalam berbagai keilmuan termasuk
mengindikasikan ada perbedaan pemahaman di bidang ilmu hadis. Ia menjadi anak yatim
tentang konsep hadis daif dan jahalat al- ketika berusia 7 tahun. Pendidikan formalnya
ruwah. Adapun konsekuensi logis dari adanya di awali dari belajar di Dar al-Mu’allimin al-
ketersembunyian periwayat atau jahalat al- Ibtida’iyyah dan selesai pada tahun 1952 M.
ruwah tersebut menimbulkan ketidakjelasan
dan keraguan atas penyandaran sebuah hadis Pada tahun 1958 M, Muhammad ‘Ajjaj
dari periwayatnya. al-Khatib melanjutkan studinya pada Fakultas
Syari’ah Universitas Damaskus dan
Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, menyelesaikan kuliahnya tahun 1959 M.
jahalat al-ruwah terbagi menjadi tiga bagian, Setahun kemudian (1960 M), kementerian
yaitu perawi yang tidak dikenal (majhul), pendidikan Syiria memberikan beasiswa
perawi yang tidak diketahui hal-ihwal-nya kepadanya untuk melanjutkan studi ke jenjang
(mastur), perawi yang tidak disebut namanya magister pada fakultas Dar al-‘Ulum
(mubham). Setiap pembagian tersebut Universitas Kairo dan selesai pada tahun 1962
memilki definsi tersendiri. Sedangkan M dengan menulis tesis yang berjudul “al-
Mahmud al-Tahhan mendefinisikan jahalat al- Sunnah Qabl al-Tadwin”.
Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22 13

Pada Universitas yang sama, Shihab al-Zuhri wa al-Mushtasriqun (Majalah


Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib meraih gelar Manar al-Islam Departemen Waqaf tahun 1983
doktor bidang ilmu keislaman dengan spesifik M), al-Tarbiyyah bi al-Qudwah wa Dawruha fi
ilmu hadis pada tahun 1965 M dan menulis al-Tamkin al-Usari (Seminar Pengokohan
disertasi dengan judul “Nash’ah ‘Ulum al- keluarga yang diadakan oleh Fakultas Syari’ah
Hadith wa Mustalahuhu, ma’a al-Tahqiq kitab Universitas Damaskus pada 12-13 Juli 2008).
al-Muhaddith al-Fasil bayna al-Rawi wa al- Sekian banyak karya-karya yang telah
Wa’i karya al-Ramahurmuzi” dengan predikat ditulis oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
“summa cumlaude”. terlihat jelas bahwa ia lebih banyak
Setelah menyelesaikan studinya di membidangi ilmu hadis dari pada bidang-
Kairo, pada awal tahun 1966 M, Muhammad bidang ilmu Keislaman lainnya. Muhammad
‘Ajjaj al-Khatib langsung kembali ke ‘Ajjaj al-Khatib banyak menekuni bidang
negaranya. Di kota kelahirannya, ia kemudian hadis juga banyak melahirkan karya-karya
diangkat sebagai dosen pada Fakultas Syari’ah hadis. Oleh sebab itu, ‘Ajjaj al-Khatib sudah
jurusan Ilmu al-Qur’an dan al-Sunnah layak disebut sebagai ulama hadis yang banyak
Universitas Damaskus sampai tahun 1969 M. berkiprah di bidang ilmu hadis, meskipun ada
Pada tahun 1970 M, ia ditunjuk sebagai dosen beberapa karyanya yang bukan bidang ilmu
tamu pada Fakultas Syari’ah Universitas hadis.
Riyadh sampai tahun 1973 M. Pada tahun 1978
M, ia juga menjadi dosen tamu pada 2. Konsep Jahalat al-Ruwah Menurut
Universitas Ummu al-Qura Makkah al- Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib
Mukarramah.
Secara implisit Muhammad ‘Ajjaj al-
Karir ‘Ajjaj al-Khatib semakin bersinar Khatib tidak memberikan definisi jahalat al-
di dunia Arab ketika ia diundang oleh Shaikh ruwah, baik dalam pengertian etimologi
Abdul Aziz bin Baz untuk menjadi anggota maupun terminologi. Namun demikan, ia
dewan penasehat ibadah haji pada tahun 1979 hanya membagi beberapa macam dari jahalat
M. Kemudian pada tahun 1980 M, ia dipercaya al-ruwah (ketersembunyian periwayat)
menjadi dosen di Universitas Uni Emirat Arab menjadi tiga macam:
dan juga guru besar al-hadith wa ‘ulumuhu
(ilmu-ilmu hadis) dan mengajar di program Majhul ‘Ayn (perawi yang tidak dikenal),
pascasarjananya hingga 31 Agustus 1997 M. yaitu periwayat yang namanya disebutkan,
namun hadisnya hanya diriwayatkan oleh
Setelah dari Uni Emirat Arab, seorang periwayat saja. Untuk menghilangkan
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib berpindah tugas jahalat seperti ini menurut muhaddithin adalah
ke Universitas al-Shariqah dan memegang dengan adanya dua orang atau lebih yang
jabatan sebagai dekan Fakultas Syariah dan meriwayatkan dari perawi yang bersangkutan.
ilmu keislaman dari tahun 1997 M sampai Dengan hal seperti ini, hilanglah sebutan
2002, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib juga pernah jahalat-nya. Sementara sifat adilnya bisa
menjadi dosen di Universitas ‘Ajman UEA ditetapkan melalui “tazkiyah”. Sedangkan
sampai tahun 2003 M. Di antara karya yang menurut Ibn Abd al-Barr, setiap orang yang
pernah ditulis ‘Ajjaj al-Khatib selama popular dalam bidang selain hadis, seperti
hidupnya ada yang berbentuk buku adapula kezuhudan atau profesi tertentu, maka ia juga
yang berupa karya ilmiah dalam berbagai tidak disebut “majhul”. Hal yang sama
bidang keilmuan, diantaranya: Bidang ‘Ulum dikemukakan oleh al-Daruqutni sebagaimana
al-Qur’an, ilum al- hadis, dakwah, pemikiran dikutip oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib
Islam dan banyak lagi lainnya. sebagai berikut:
Begitu banyak karya-karya Muhammad ‫من روى عنه ثقتان فقد ارتفعت جهالته وثبتت عدا لته‬
‘Ajjaj al-Khatib dalam bentuk buku maupun
tulisan artikel, majalah, jurnal ilmiah, seminar
dan lain-lain. Di antara contonya adalah Ibn
14 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

“Orang (periwayat) yang meriwayatkan Khudri, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:


darinya dua orang yang thiqah, maka hilanglah “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam
jahalat-nya dan tetaplah sifat adilnya”. shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat
dia shalat, tiga ataukah empat rakaat, maka
Misalnya, hadis yang diriwayatkan oleh
buanglah keraguan dan ambillah yang pasti
al-Turmudhi sebagai berikut:
(yaitu yang sedikit). Kemudian sujudlah dua
‫ َحدَّ ثَ َنا ِهشَ ا ٌم‬:‫ َحدَّ ثَ َنا إ م َْسا ِعيلُ مب ُن إ مب َرإ ِه َمي قَا َل‬:‫َحدَّ ثَ َنا َأ مْحَدُ مب ُن َم ِنيع ٍ قَا َل‬ kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat
ِ ِ
‫ قُلم ُت ِ َِل ِِب‬:‫ قَا َل‬، ٍ‫ ع مَن ِع َي ِاض مب ِن ِه ََلل‬،‫ ع مَن َ مَي ََي مب ِن َأ ِِب َك ِث ٍري‬،‫إِئ‬ ُّ ِ ‫إدلَّ مس ُت َو‬ lima rakaat, maka sujudnya telah
ِ َّ ‫ول‬
ُ َّ ‫إَّلل َص ََّّل‬
‫إَّلل‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫ َأ َحدُ َنَ يُ َص ِّل فَ ََل يَدم ِري َك مي َف َص ََّّل؟ فَ َقا َل‬:‫َس ِعي ٍد‬ menggenapkan shalatnya. Dan jika ternyata
‫ إ َذإ َص ََّّل َأ َحدُ ُ مُك فَ َ مَّل يَدم ِر َك مي َف َص ََّّل فَلمي مَس ُجدم ََسمدَ ت م َِْي َوه َُو َجا ِل ٌس‬:‫عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬. shalatnya memang empat rakaat, maka kedua
ِ sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi
Menceritakan kepada kami Ahmad bin setan.
Mani’ berkata: menceritakan kepada kami Majhul Hal atau Mastur (perawi yang
Ismail bin Ibrahim berkata: menceritakan tidak diketahui hal-ihwalnya), yaitu periwayat
kepada kami Hisha al-Dastuwa’I, dari Yahya yang hadisnya diriwayatkan oleh dua orang
bin Abi Kathir, dari ‘Iyad bin Hilal berkata: atau lebih, sehingga hilanglah jahalah-nya.
aku bertanya kepada Abu sa’id: salah seorang Secara lahiriah, ia berstatus adil. Akan tetapi
dari kami shalat, namun ia tidak tau berapa tidak ada penilaian positif terhadap periwayat
rakaat ia telah shalat ? maka ia menjawab: tersebut baik men-tarjih atau menilainya
Rasulullah bersabda: “jika salah seorang dari thiqah. Sejumlah ulama menerima riwayat-
kalian shalat dan tidak tau berapa rakaat ia riwayat tersebut tanpa pembatasan, namun,
telah shalat, maka hendaklah ia sujud dua kali mayoritas ulama menolaknya. Menurut Ibn
sedang ia dalam keadaan duduk”. Hajar al-Asqala>ni (w. 852 H/ 1449 H) yang
dikutip oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
bahwa periwayat yang “mastur” atau “yang
Hadis di atas adalah hadis majhul ‘ayn,
mungkin mastur” tidak bisa dinilai secara tegas
karena terdapat perawi yang bernama Iyad bin
diterima atau ditolak riwayatnya, tetapi harus
Hilal. Perawi yang meriwayatkan dari Iyad bin
ditangguhkan sampai keadaannya menjadi
Hilal hanyalah Yahya bin Abi Kathir, sehingga
jelas. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh
statusnya masih da’if. Akan tetapi hadis ini
Ibn Majah, sebagai berikut:
bisa terangkat kualitasnya menjadi hasan
lighayrihi karena ada jalur yang lain dari ‘Ata’ ،‫ ع َِن م َإِل م َْع ِش‬،‫ َحدَّ ثَنَا َعث َّا ُم مب ُن عَ ِ ٍ ِّل‬:‫َْص مب ُن عَ ِ ٍ ِّل إلم َجهمضَ ِم ُّي قَا َل‬
ُ ‫َحدَّ ثَنَا ن م‬
bin Yasar dari Abu Sa’id, sebagaimana ‫ َم مر َحباا‬:‫ فَ َقا َل‬،‫ َد َخ َل َ َّْع ٌار عَ ََّل عَ ِ ٍ ِّل‬:‫ قَا َل‬،‫َاِن‬ ِ ِ ‫ ع مَن ه‬،‫ع مَن َأ ِِب إ مْس ََاق‬
ٍ ِ ‫َاِن بم ِن ه‬
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Adapun ‫ « ُم ِل َئ َْعَّ ٌار‬:‫ول‬ُ ‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل ي َ ُق‬
ُ ‫إَّلل َص ََّّل‬ ِ َّ ‫ َ ِْس مع ُت َر ُسو َل‬،‫ِِب َّلطيِ ِِب ِإلم ُم َطيَّ ِب‬
redaksinya sebagai berikut:
‫»إميَاَنا إ ََل ُمشَ ِاش ِه‬
ِ ِ
Menceritakan kepada kami Nasr bin ‘Ali
‫ َحدَّ ثَ َنا‬،َ‫وَس مب ُن د َُإود‬ َ ‫ َحدَّ ثَنَا ُم‬،‫َو َحدَّ ثَ ِِن ُم َح َّمدُ مب ُن َأ مْحَدَ مب ِن َأ ِِب َخلَ ٍف‬ al-Juhdamiy berkata: menceritakan kepada
‫ ع مَن َأ ِِب َس ِعي ٍد‬،‫ ع مَن ع ََطا ِء مب ِن ي ََس ٍار‬،‫ ع مَن َزيم ِد مب ِن َأ مس َ ََّل‬، ٍ‫ُسلَ مي َم ُان مب ُن ب ََِلل‬ kami ‘Attham bin ‘Ali dari al-‘A‘mash dari
‫ «§إ َذإ شَ َّك َأ َحدُ ُ مُك ِِف‬:‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬ ِ ‫ قَا َل َر ُسو ُل‬:‫ قَا َل‬،‫إلمخُدم ِر ِي‬
ُ ‫هللا َص ََّّل‬ Abi Ishaq dari Hani’ bin Hani’ berkata:
ِ
،‫ فَلم َي مط َرحِ إلشَّ َّك َولم َي م ِْب عَ ََّل َما مإست َ مي َق َن‬،‫ فَ َ مَّل يَدم ِر َ مُك َص ََّّل ثَ ََلًثا َأ مم َأ مرب َ اعا‬،‫َص ََل ِت ِه‬ ‘Ammar masuk ke rumah ‘Ali, maka ‘Ali
‫ َوإ من‬،ُ‫ فَا من ََك َن َص ََّّل َ مَخ اسا شَ َف مع َن َ َُل َص ََلتَه‬،‫ُ َُّث ي مَس ُجدُ ََسمدَ ت م َِْي قَ مب َل َأ من ي َُس ِ ََّل‬ menyambutnya “selamat datang seorang suci
َِ
‫«َك َن َص ََّّل إتم َما اما ِ َِل مربَع ٍ ََكن َ َتا تَ مر ِغمياا ِل َّلش مي َط ِ ِان‬ dan disucikan”, aku mendengar Rasulullah
ِ Saw. bersabda: ‘Ammar dipenuhi imannya
sampai ke tulang-tulangnya”.
Menceritakan kepada kami Muhammad
bin Ahmad bin Abi Khalaf, menceritakan Periwayat yang bernama Hani’ bin Hani’
kepada kami Musa bin Dawud, menceritakan tidak diketahui hal ihwal-nya (majhul hal),
kepada kami Sulayman bin Bilal dari Zayd bin karena tidak ada periwayat yang thiqah yang
Aslam dari ‘Ata’ bin Yasar dari Abi Sa’id al-
Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22 15

meriwayatkan hadis darinya dan tidak ada Ahmad menceritakan kepada kami Sufyan dari
penilain thiqah terhadapnya. al-Hajjaj bin Furafisah dari seorang lak-laki
dari Abi Salamah dari Abi Hurayrah.
Dari contoh di atas, majhul semacam ini
Menceritakan kepada kami Muhammad bin al-
masih ditangguhkan sampai keadaan periwayat
Mutawakkil al-‘Asqlani menceritakan kepada
tersebut jelas penilaiannya (positif atau
kami ‘Abd al-Razaq, memberitakan kepada
negatif). Namun, sebagaimana penjelasan di
kami Bishr bin Rafi‘, dari Yahya bin Abi
awal, bahwa perawi yang majhul semacam ini
Kathir ,dari Abi Salamah dari Abi Hurayrah
akan bisa hilang apabila ada perawi lain dua
berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Orang
orang atau lebih yang meriwayatkan hadis
mukmin adal orang yang mulia lagi dermawan,
darinya.
sedangkan orang fajir adalah penipu yang
Mubham (tidak disebut namanya), yaitu tercela.
apabila periwayat adil yang meriwayatkan
Hadis di atas terdapat perawi yang hanya
hadis dari periwayat lain tanpa menyebut
disebutkan “seorang laki-laki”. Periwayat
namanya, maka periwayatannya itu tidak
sebelumnya yaitu al-Hajjaj bin Furafisah tidak
merupakan pen-ta’dil-an. Namun, jika
menyebutkan namanya secara jelas. Dengan
periwayat adil tersebut menyertakan penilaian
demikian periwayat yang tidak disebutkan
adil, misalkan “telah meriwayatkan kepadaku
namanya tersebut akan sulit diidentifikasi baik
orang yang saya percayai atau orang thiqah”,
dari segi kapastitas intelektualnya maupun ke-
maka terdapat dua pendapat: pertama,
‘adalah-annya.
penilaian thiqah semacam itu belum cukup,
tanpa menyebutkan namanya. Karena, bisa jadi Dari beberapa macam jahalat al-ruwah
periwayat yang bersangkutan hanya thiqah yang dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al-
menurutnya, tetapi tidak thiqah menurut Khatib, dapat disimpulkan bahwa pada
penilaian yang lain meskipun ia menyebut dasarnya jahalat al-ruwah adalah
nama periwayat itu. Bisa jadi pula, ia termasuk ketidakjelasan periwayat dalam rangkaian
orang yang sendiri dalam menilai thiqah, sanad hadis baik dari segi kualitas pribadinya
sementara yang lain memberikan jarh terhadap atau kapasitas intelektualnya dan bahkan tidak
periwayat yang bersangkutan. diketahui nama periwayat yang diambil
riwayatnya.
Kedua, pen-ta’dil-an diterima secara
mutlak, sama halnya ketika ia menyebut nama Dari tingkatan ke-majhul-an sebagaimana
periwayat yang bersangkutan secara tegas. yang telah disebutkan, para ulama memberikan
Karena periwayat yang adil bisa dipercaya kelayakan hukum yang berbeda-beda. Hasil
dalam dua hal, yaitu ketika menyebut nama dari hukum jahalat tersebut ditentukan oleh
secara tegas serta menilai thiqah periwayat parah atau tidaknya tingkat ke-majhul-annya.
yang dikritiknya dan menilainya thiqah serta Sehingga hadis yang diriwayatkan oleh
menyembunyikan nama periwayat yang periwayat yang tergolong jahalat baik majhul
bersangkutan. Namun, menurut mayoritas ‘Ayn, hal (mastur) dan mubham, akan menjadi
ulama hadis begitu juga Muhammad ‘Ajjaj al- masalah dalam arti kualitas hadisnya. Oleh
Khatib, bahwa pendapat yang pertama adalah karena itu, untuk menghilangkan jahalat al-
pendapat yang benar. Berikut contoh dari ruwah (ketersembunyian periwayat),
hadis mubham: diperlukan pengukuhan dari sanad atau jalur
lainnya.
ِ‫ ع َِن إلم َح َّجاج‬،‫ َحدَّ ثَ َنا ُس مف َي ُان‬، َ‫ َأخ َ َمَب ِِن َأبُو َأ مْحَد‬:‫ قَا َل‬،‫َْص مب ُن عَ ِ ٍ ِّل‬
ُ ‫َحدَّ ثَ َنا ن م‬
‫ ح و َحدَّ ثَ َنا ُم َح َّمدُ مب ُن‬،َ‫ ع مَن َأ ِِب ه َُرمي َرة‬،‫ ع مَن َأ ِِب َسلَ َم َة‬، ٍ‫ ع مَن َر ُجل‬،‫مب ِن فُ َرإ ِف َص َة‬ Reputasi Ilmiah Mahmud al- Tahhan
‫ ع مَن َ مَي ََي مب ِن‬،ٍ‫ِْش مب ُن َرإ ِفع‬ ُ ‫ َأخ َ َمَبَنَ ب م‬،‫ َحدَّ ثَ َنا َع مبدُ َّإلر َّز ِإق‬،‫إلم ُم َت َو ِ ِّك إلم َع مس َق ََل ِ ُِّن‬ Nama lengkap adalah Abu Hafs Mahmud
ِ َّ ‫ول‬
‫إَّلل‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫ َرفَ َعا ُه َ َِجي اعا قَا َل‬،َ‫ ع مَن َأ ِِب ه َُرمي َرة‬،‫ ع مَن َأ ِِب َسلَ َم َة‬،‫َأ ِِب َك ِث ٍري‬ al-Tahhan al-Halbi al-Na‘imi, nasabnya
‫ َوإلمفَاجِ ُر ِخ ٌّب لَ ِئ ٌمي‬،ٌ‫ «§إلم ُم مؤ ِم ُن ِغ ٌّر َك ِرمي‬:‫هللا عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬ُ ‫« َص ََّّل‬ sampai pada keluarga Nabi Saw. dari jalur ‘Ali
bin al-Hushayn bin ‘Ali bin Abi Talib. Lahir di
Menceritakan kepada kami Nasr bin ‘Ali Qad}aul al-Bab yang termasuk bagian dari
berkata: memberitakan kepada kami Abu kota Aleppo pada tahun 1935 M. Kemudian,
16 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

pindah ke daerah Manbij lalu ke Aleppo. Ia Ke-majhul-an periwayat disebabkan oleh


tumbuh pada keluarga yang taat beribadah. beberapa faktor, baik yang terkait dengan
Ayahnya adalah al-Hal Ahmad al-Tahhan identitas periwayat, kuantitas riwayat, atau
adalah seseorang yang sangat mencintai faktor penyebutan nama. Faktor-faktor ini
keluarganya. Ia mendidik anak-anaknya untuk dapat dijelaskan sebagai berikut:
mencari ilmu dan mencintai ulama. Banyaknya sifat-sifat dari nama, julukan,
Mahmud al-Tahhan belajar ibtidaiyah di gelar, nasab, sifat dan kemudian ia terkenal
Qada’ al-Bab kemudian di Manbij dan masuk dengan salah satu dari sifatnya. Sementara itu,
Thanawiyah al-Shar’iyah di Aleppo dan lulus periwayat tersebut tidak di sebutkan identitas
pada tahun 1954 M. Ia mengawali menghafal tersebut dengan maksud tertentu. Lalu, diduga
al-Qur’an di madrasah penghafal al-Qur’an di sebagai orang lain karena tidak diketahui
bawah bimbingan shaikh Muhammad Najib keadaan yang sebenarnya. Misalnya,
Khayyatah. Kemudian menyempurnakan Muhammad bin al-Saib bin Bishr al-kulbi
hafalan al-Qur’annya di sela-sela studinya menasabkan kepada kakeknya, lalu ia
pada tingkat al-Thanawiyah al-Shar’iyah di mengatakan “ Muhammad bin Bishr”
Aleppo. Ia biasanya menghafal al-Qur’an di sementara sebagian yang lain member nama
Masjid Jami‘ al-Khasruwiyah setelah shalat “ Hammad bin al-Saib”. sebagian lainnya lagi
fajar. Ia menyempurnakan hafalan al- member julukan “ Abu al-Nadr”, sebagian lagi
Qur’annya dalam waktu dua tahun. menjuluki “Abu Said”, ada juga yang
menjulukinya “ Abu Hisham”. Beberapa nama
Mahmud al-Tahhan melanjutkan studinya
atau julukan tersebut hanyalah panggilan untuk
ke kuliah Syari’ah di Universitas Damaskus
seorang. Berbagai macam julukan yang ada
pada tahun 1956 M dan lulus pada tahun 1960
tersebut, maka diduga periwayat lebih dari satu
M, setelah empat tahun lebih dari studinya. Ia
orang.
menikah di sela-sela studinya di Universitas
Damskus. Lalu, setelah lulus dari kuliah Sedikit riwayatnya, karena itu tidak
Syariah, ia mengabdi di Universitas tersebut banyak periwayat lain yang mengambil
sampai tahun 1961 M. riwayat darinya atau bisa jadi periwayat
tersebut tidak pernah meriwayatkan hadis
Mahmud al-Tahhan adalah seorang
kecuali hanya satu. Misalnya, Abu al-‘Ushara’
ilmuwan bidang hadis yang sangat produktif
al-Darimi dari tabi’in yang tidak ada orang
dalam menulis kitab-kitab ilmu hadis. Hal
mendapat riwayat darinya, kecuali Hamma>d
tersebut sangat wajar, karena sejak kecil
bin Salamah.
Mahmud al-Tahhan dididik sebagai orang yang
cinta terhadap ilmu dan mencintai para ulama. Tidak jelas nama periwayat tersebut,
karena untuk menyingkat atau yang lainnya.
3. Konsep Jahalat al-Ruwah Menurut Maka, perawi yang tidak jelas namanya
Mahmud al-Tahhan tersebut disebut “Mubham”. Misalnya, seorang
periwayat berkata: “Mengabarkan kepadaku si
Secara bahasa adalah isim masdar dari Fulan atau seorang shaikh (‫)شيخ‬atau seorang
kata “jahila” bermakna tidak tahu atau bodoh. lak-laki ( ‫ ) رجل‬atau sepertinya.
Lawan kata dari “‘alima” yang artinya
mengetahui. Secara istilah yang dimaksud Menurut Mahmud al-Tahhan, ke-majhul-
dengan jahalat bi al-Rawi adalah tidak an dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori
dikenalnya rawi tersebut baik identitas sesuai dengan identitas atau sifatnya,
periwayat atau keadaannya. Dalam hal ini, diantaranya :
periwayat tidak diketahui jati diri dan Majhul Ayn, yaitu periwayat disebut
kepribadiannya atau kepribadiannya diketahui namanya, akan tetapi tidak ada yang pernah
tetapi tidak diketahui ke-thiqah-annya (adil dan meriwayatkan hadis darinya kecuali hanya
dabit}). seorang perawi. Adapun hukumnya adalah
tidak diterima, kecuali ada yang menguatkan.
Untuk menguatkan periwayat ini dapat
Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22 17

dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, di- Peningkatan Kualitas Hadis Daif karena
thiqah-kan oleh orang lain selain orang yang Jahalat al- Ruwah Menurut Muhammad ‘Ajjaj
meriwayatkan hadis darinya. Kedua, dapat di- al-Khatib Dan Mahmud al-Tahhan
thiqah-kan oleh periwayat yang meriwayatkan Pada dasarnya hadis yang sanadnya
hadis darinya dengan syarat periwayat tersebut terdeteksi jahalat al-ruwah ( ketersembunyian
adalah ahl jarh wa al-ta’dil. periwayat), maka dinilai sebagai hadis daif.
Majhul Hal atau Mastur, yaitu periwayat Hadis da‘if memiliki beberapa macam
yang hadis-nya diriwayatkan oleh dua orang tingkatan sesuai dengan kadar ke-da‘if-annya,
atau lebih. Akan tetapi dia tidak di-thiqah-kan baik dari sebab terputusnya sanad maupun
atau dinilai positif atau negatif. Adapun hukum cacatnya kapasitas intelektual periwayatnya.
riwayatnya menurut jumhur ulama adalah Dari klasifikasi tersebut, ada bebarapa hadis
tertolak. da‘if yang bisa naik kualitasnya menjadi hasan
dengan beberapa persyaratan. Selain itu, ada
Mubham. Jenis ini oleh ulama hadis
pula hadis da‘if yang sangat parah dan tidak
menjadi bab tersendiri, akan tetapi pada
bisa naik ke tingkatan hadis setelahnya. Alasan
hakikatnya termasuk bagian dari majhul.
pemberian predikat da‘if tersebut apabila
Mubham adalah periwayat yang tidak
dalam sebuah hadis tidak memenuhi salah satu
disebutkan namanya. Majhu>l jenis ini
syarat dari hadis maqbul. Dengan demikian,
menurut Mahmud al-Tahhan, hukum
jika sebuah hadis telah memenuhi persyaratan
periwayatannya adalah tidak diterima hingga
dari hadis maqbul, maka hal itu menunjukkan
ada periwayat yang menjelaskannya atau
bahwa hadis tersebut telah diriwayatkan sesuai
diketahui namanya melalui jalur riwayat lain.
dengan keadaan semula.
Penyebab tertolaknya majhul jenis ini karena
orang yang tidak jelas namanya, maka jelas Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
tidak diketahui sifat keadilannya. Seandainya pada dasarnya faktor atau sebab pokok ke-
ketidakjelasan berupa lafaz} ta’di>l, seperti da‘if-an periwayat hadis terbagi menjadi dua
kata “ ‫( “ اخبرني الثقة‬telah mengabarkan macam. Pertama, da‘if karena cacatnya
kepadaku rawi yang thiqah), maka menurut keadilan periwayat (‘adalah) , seperti berdusta
pendapat yang kuat masih tidak dapat diterima, atau tertuduh dusta pada Rasulullah Saw.,
karena bisa jadi thiqah menurut seseorang berdusta dalam menceritakan perkataa-
tertentu dan belum tentu thiqah menurut yang perkataan orang lain, fasiq, jahalat al-rawi
lainnya. (tidak diketahuinya status perawi), berbuat
bid’ah yang menjatuhkan pada kekafiran dan
Pada dasarnya konsep jahalat al-ruwah
lain-lain. Setiap hadis da‘if yang sebab ke-
yang ditawarkan oleh Mahmud al-Tahhan
da‘if-annya dikarenakan sebab di atas, maka
tidak jauh berbeda dengan para ulama lain.
banyaknya sanad tidak akan mempengaruhi
Faktor terjadinya jahalat al-ruwah ini timbul
karena adanya periwayat yang tidak jelas dan tidak bisa meningkatkannya dari derajat
da‘if, karena sangat buruknya sebab-sebab
dalam arti identitas maupun penilaian baik atau
tersebut.
buruknya periwayat yang bersangkutan. Ketiga
kategori jahalat al-ruwah tersebut merupakan Kedua, ke-da‘if-an karena cacatnya
bagian dari teridentifikasinya periwayat yang kapasitas intelektual, seperti kelupaan, sering
majhul. Meskipun secara deinisi sama, namun salah, buruk hafalannya, kerancuan atau
dalam penerapannya berbeda. Ini terbukti kekeliruan. Misalnya, me-mausul-kan yang
ketika ia menjelaskan mengenai hadis hasan li mursal ataupun yang munqati’. Semua hadis
ghayrihi. Dengan demikian adanya ke-majhul- yang ke-da‘if-annya disebabkan karena sebab
an ini, menurut Mahmud al-Tahhan akan tersebut dan sifat ‘adalah-nya tidak cacat, maka
berpengaruh terhadap kualitas riwayat yang banyaknya jalur bisa meningkatkan kualitas
diambilnya dengan syarat adanya dukungan hadis da‘if tersebut. Dengan adanya jalur lain
dari jalur lain. itu, dapat diketahui kapasitas intelektual dari
perawi yang pertama. Dengan demikian, hadis
18 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

yang semula berkualitas da‘if akan terangkat bukan karena fasiq atau dusta. Ahmad ‘Umar
menjadi hasan li al-ghayrihi. Misalnya, Hashim dalam kitabnya “Qawaid Usul al-
‫ َو َع مبدُ َّإلر مْح َِن مب ُن‬،‫ َحدَّ ثَ َنا َ مَي ََي مب ُن َس ِعي ٍد‬:‫َحدَّ ثَ َنا ُم َح َّمدُ مب ُن بَشَّ ا ٍر قَا َل‬ Hadis”, mendefinisikan istilah hasan li
ghayrihi sebagai suatu hadis yang dalam
ِ َّ ‫اِص مب ِن ُع َب مي ِد‬
:‫ قَا َل‬،‫إَّلل‬ ِ ِ َ‫ ع مَن ع‬،‫ َحدَّ ثَ َنا ُش مع َب ُة‬:‫ قَالُوإ‬،‫ َو ُم َح َّمدُ مب ُن َج مع َف ٍر‬،‫َمهم ِد ٍ ِي‬ sanadnya terdapat perawi yang mastur (tidak
‫ َأ َّن إ مم َر َأ اة ِم من ب َ ِِن فَ َز َإر َة تَ َز َّو َج مت‬،‫ ع مَن َأبِي ِه‬،‫إَّلل مب َن عَا ِم ِر مب ِن َربِي َع َة‬
ِ َّ َ‫َ ِْس مع ُت َع مبد‬
nyata keahliannya), namun bukanlah seorang
‫يت ِم من ن َ مف ِس ِك‬ ِ ‫ «§ َأ َر ِض‬:‫إَّلل عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل‬ ُ َّ ‫إَّلل َص ََّّل‬ِ َّ ‫ فَ َقا َل َر ُسو ُل‬،‫عَ ََّل ن َ معلَ م ِْي‬ pelupa dan banyak melakukan kesalahan
‫ فَأَ َج َازه‬:‫ قَا َل‬،‫ ن َ َع مم‬:‫اِل ِب َن معلَ م ِْي؟» قَالَ مت‬ ِ ِ ‫َو َم‬ dalam periwayatan hadis. Bukan pula termasuk
orang yang tertuduh sengaja melakukan dusta
“Menceritakan kepada kami Muhammad terhadap hadis serta bukan kategori orang
bin Basshar berkata: menceritakan kepada fasiq. Hadis ini menjadi kuat karena didukung
kami Yahya bin Sa‘id dan Abdurrahman bin sanad-sanad dari jalur lain (mutabi‘ dan
Mahdiy, dan Muhammad bin Ja‘far, mereka shawahid).
berkata: menceritakan kepada kami Shu‘bah
dari ‘Asim bin ‘Ubaidillah berkata: saya Dari definisi di atas, dapat ditarik
mendengar ‘Abdullah bin ‘Amir bin Raby‘ah kesimpulan bahwa hadis da‘if akan bisa naik
dari ayahnya, sesungguhnya perempuam dari kepada derajat hasan li ghayrihi dengan dua
Bani Fazarah dinikahkan dengan mahar dua perkara :
terompah, lalu Rasulullah Saw. bertanya: Apabila hadis tersebut diriwayatkan dari
relakah kamu bahwa diri dari hartamu ditukar jalur lain yang setingkat atau lebih kuat
dengan sepasang terompah? Lalu ia menjawab, daripadanya.
iya, lalu Nabi Saw. meluluskannya”.
Apabila sebab ke-da‘if-an hadis tersebut
Hadis di atas menurut al-Turmudhi, berupa keburukan hafalan perawi atau karena
bahwa mengenai bab ini ada juga hadis dari terputus sanadnya atau tidak diketahui identitas
Umar, Abu Hurayrah, A’ishah dan Abi periwayatnya (jahalat al-ruwah).
Hadrad. Al-Suyuti mengatakan bahwa ‘Asim
bin ‘Ubaydillah berstatus da‘if karena Hadis hasan li ghayrihi termasuk hadis
keburukan hafalannya. Kritik lain dilayangkan maqbul yang dapat dijadikan sebagai hujjah.
oleh para krikus jarh wa al- ta’dil, seperti Ibn Namun, tingkatannya di bawah dari hadis
‘Uyaynah dan Yahya bin Ma’in, bahwa ‘Asim hasan li dhatihi. Dengan demikian, jika
bin Ubaydillah adalah orang yang da‘if bahkan terdapat pertentangan antara hadis hasan li
para shaikh takut meriwayatkan hadis darinya. ghayrihi dan hadis hasan li dhatihi, maka harus
Namun, dalam hal ini al-Turmudhi menilainya mengedepankan hasan li dhatihi. Demikian
hasan karena ada jalur lain. pula, hadis hasan li dhatihi bisa naik derajatnya
menjadi sahih li ghairihi bila ada hadis lain
Demikian pula, jika ke-da‘if-an suatu sejenis atau lebih kuat yang diriwayatkan
hadis dikarenakan irsal atau tadlis ataupun ke- melalui jalur sanad lain.
majhul-an, bisa hilang ke-da‘if-annya karena
ada jalur lain yang mendukungnya, sehingga ia Riwayat jalur lain yang dimaksud adalah
menjadi hasan li al-ghayrihi karena ada hadis-hadis yang kondisinya sama kuat atau
penguat. Dari sini jelaslah bahwa adanya jalur bahkan lebih kuat dalam arti mampu
lain dari suatu hadis yang sebab ke-da‘if-annya memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
dikarenakan cacat kapasitas intelektual ada. Misalnya karena terputusnya sanad atau
periwayatnya, akan dapat meningkatkan tidak terpenuhinya syarat dabit, sehingga jalur
kualitas hadisnya. lain menutupi kekurangan ini dengan
ketersambungan sanad dan ke-dabit-an rawi.
Sedangkan menurut Mahmud al-Tahhan,
peningkatan kualitas hadis da‘if karena jahalat Sementara, jika dalam sebuah hadis
al-ruwah terangkum dalam pembahasan hasan terdapat perawi yang tertuduh dusta atau
li ghayrihi. Definisi dari hasan lighayrihi terkenal sebagai orang yang fasiq, maka sama
adalah hadis da‘if yang didukung oleh sekali tidak akan bisa menjadi hasan li
beberapa jalur lain dan sebab ke-da‘if-annya ghayrihi. Seperti hadis maudu‘, munkar, dan
Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22 19

matruk, betapapun adanya mutabi‘ dan mengerjakan dua raka'at setelahnya (ashar),
shawahid, kedudukannya sebagai hadis da‘if beliau shalat maghrib tiga raka'at, beliau tidak
tidak bisa berubah menjadi hasan li ghayrihi. menguranginya baik waktu mukim atau safar,
Demikian ini menjadi ketentuan bahwa tidak ia merupakan witirnya siang, setelahnya beliau
semua hadis da‘if yang memiliki banyak jalur melaksanakan dua raka'at.
meniscayakan menjadi hasan li ghayrihi. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Turmudhi
Sebagai contoh hasan li ghayrihi ini karena dalam sanad-nya terdapat nama Hajjaj
adalah hadis riwayat al-Turmudhi dari jalur dan ‘Atiyyah. Kedua rawi tersebut adalah
‘Ali bin Hujr dari Hafs dari al-Hajjaj dari mudallis. Sedang dalam tahammul wa al-ada’,
‘Atiyyah dari Ibnu ‘Umar. Selengkapnya, mereka menggunakan sighat ‘an’anah . Maka,
sebagaimana di bawah ini: sangatlah wajar jika status hadis ini adalah
‫ ع مَن‬،ِ‫ ع مَن إحلَ َّجاج‬،‫اث‬ ٍ ‫ َحدَّ ثَنَا َح مف ُص مب ُن ِغ َي‬:‫َحدَّ ثَنَا عَ ِ ُّّل مب ُن ُح مج ٍر قَا َل‬ da‘if. Namun, karena terdapat tabi’ yakni Ibnu
Ibi Laila sebagai tabi’ dari al-Hajjaj, dan Nafi’
‫إَّلل عَلَ مي ِه َو َس َّ ََّل ُّإلظه َمر ِِف‬
ُ َّ ‫ « َصل َّ مي ُت َم َع إلنَّ ِ ِب َص ََّّل‬:‫ قَا َل‬،‫ ع مَن إ مب ِن ُ َْع َر‬،‫ع َِط َّي َة‬ sebagai tabi’ dari ‘Atiyyah, maka hadis
ٌ ‫ «ه ََذإ َح ِد‬: »‫إلس َف ِر َر مك َع َت م ِْي َوب َ معدَ هَا َر مك َع َت م ِْي‬
‫يث َح َس ٌن‬ َّ « tersebut menjadi kuat karena didukung sanad
Menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hujr ini, dan karenanya al-Turmudhi
berkata: menceritakan kepada kami Hafs bin menghukuminya sebagai hasan.
Ghiyath, dari al-Hajjaj, dari ‘Atiyyah, dari Ibn Dari penjelasan di atas, dapat diketahui
‘Umar, berkata: saya shalat z}uhur bersama bahwa konsep peningkatan kualitas hadis da‘if,
Nabi Saw. dua raka'at dan setelahnya dua Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib sepakat tidak
raka'at dalam sebuah perjalanan. akan bisa naik kualitas hadisnya menjadi hasan
lighayrihi apabila periwayatnya cacat
keadilannya meskipun didukung oleh jalur
Hadis ini dinilai da‘if karena pada lain, seperti berdusta dalam perkataannya,
rentetan sanad terdapat nama al-Hajjaj dan tertuduh dusta pada Rasul Saw. berbuat bid’ah
‘Atiyyah yang oleh sementara pengkritik yang mengarah pada kekafiran, jahalat al-
dinilai “jarh”. Namun hadis ini naik menjadi ruwah dan fasiq. Dalam hal ini, ‘Ajjaj
hasan li ghayrihi karena adanya riwayat dari mengkategorikan jahalat al-ruwah sebagai
jalur lain yang mendukung terhadap hadis ini, salah satu sebab cacat keadilan periwayat.
yaitu: Menurutnya, sebab-sebab tersebut merupakan
‫ ع مَن إ مب ِن َأ ِِب‬،‫َاِش‬ ٍ ِ ‫ َحدَّ ثَ َنا عَ ِ ُّّل مب ُن ه‬:‫َحدَّ ثَ َنا ُم َح َّمدُ مب ُن ُع َب مي ٍد إمل ُ َح ِار ِ ُِّب قَا َل‬ penyebab yang sangat buruk. Dengan
‫إَّلل عَلَ مي ِه‬
ُ َّ ‫ « َصل َّ مي ُت َم َع إلنَّ ِ ِب َص ََّّل‬:‫ قَا َل‬،‫ ع مَن إ مب ِن ُ َْع َر‬،ٍ‫ َوَنَ ِفع‬،‫ ع مَن ع َِط َّي َة‬،‫لَ مي ََّل‬ demikian, apabila dalam suatu rangkaian sanad
،‫ََض ُّإلظه َمر َأ مرب َ اعا َوب َ معدَ هَا َر مك َع َت م ِْي‬ hadis yang salah satu periwayatnya terdeteksi
ِ َ ‫ فَ َصل َّ مي ُت َم َع ُه ِِف إحل‬،‫ََض َوإ َّلس َف ِر‬ ِ َ ‫َو َس َّ ََّل ِِف إحل‬ sebab-sebab tersebut, maka shawahid dan
‫ْص َر مك َع َت م ِْي َولَ مم‬ َ ‫ َوإل َع م‬،‫إلس َف ِر ُّإلظه َمر َر مك َع َت م ِْي َوب َ معدَ هَا َر مك َع َت م ِْي‬
َّ ‫َو َصل َّ مي ُت َم َع ُه ِِف‬ mutabi’ tidak akan berpengaruh terhadap
‫ ََل يُ من ِق ُص‬،‫ات‬ ٍ ‫ ثَ ََل َث َر َك َع‬،‫ََض َوإ َّلس َف ِر َس َوإ اء‬ ِ َ ‫ َوإمل َ مغ ِر َب ِِف إحل‬،‫يُ َص ِل ب َ معدَ هَا شَ يمئاا‬ kualitas hadisnya.
‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫ «ه ََذإ َح ِد‬: »‫ َوب َ معدَ هَا َر مك َع َت م ِْي‬،‫ِه ِو مت ُر إلَّنَّ َ ِار‬ َ ِ ‫ َو‬،‫َض َو ََل َس َف ٍر‬ ٍ َ ‫« ِِف َح‬ Sedangkan apabila periwayat dalam
Menceritakan kepada kami Muhammad rangkaian sanad hadis terdeteksi selain sebab
bin ‘Ubayd al-Maharibi berkata: menceritakan di atas dengan kata lain karena cacat kapasitas
kepada kami’Ali bin Ha>shim, menceritakan intelektualnya atau dikenal dengan ter-jarh ke-
kepada kamiAbi Layla, dari ‘Atiyyah dari dabit-annya, seperti buruk hafalan, kekeliruan,
Nafi‘ dari Ibn ‘Umar berkata: “saya shalat kerancuan hafalan, maka shawahid dan
bersama Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam mutabi’-nya akan mendukung peningkatan
waktu mukim dan waktu safar, dan saya shalat kualitas hadis yang diriwayatkannya. Adanya
bersama beliau waktu mukim sebanyak empat jalur lain itu (shawahid dan mutabi’) akan
raka'at dan setelahnya dua raka'at, saya juga dapat diketahui bahwa periwayat yang pertama
shalat zhuhur bersama beliau waktu safar tidaklah cacat hafalannya. Hal tersebut senada
sebanyak dua raka'at dan setelahnya dua dengan pendapat al-Nawawi (631 - 676 H),
raka'at, shalat ashar dua raka'at dan beliau tidak bahwa hadis da‘if jika jalurnya berbilang akan
bisa meningkat kepada derajat hasan.
20 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

Mahmud al-Tahhan tidak tersebut, maka dapat dikatakan sebagai


mempermasalahkan terkait dengan periwayat yang thiqah (adil dan dabit}).
peningkatan kualitas hadis da‘if disebabkan Dengan demikian hadis yang diriwayatkannya
cacatnya keadilan periwayatnya. Ia sepakat memenuhi salah satu syarat hadis yang sahih.
dengan para ulama hadis terkait hal itu. Hanya Kesamaan yang lain yaitu terletak pada
saja Mahmud al-Tahhan memasukkan jahalat peningkatan kualitas hadis khususnya pada
al-ruwah (ketersembunyian periwayat) ke hadis d}a‘if. Mereka memberikan peluang
dalam kategori hadis da‘if yang bisa terangkat terangkatnya derajat hadis da‘if dengan
menjadi hasan lighayrihi. Sehingga dalam hal memberikan beberapa persyaratan. Syarat-
ini agak berbeda dengan pendapat Muhammad syarat tersebut adalah hadis da‘if harus
‘Ajjaj al-Khatib. terhindar dari penyebab cacat keadilan
Menurut Mahmud al-Tahhan, jika periwayatnya, seperti berdusta pada Rasul,
terdapat periwayat dalam rangkaian sanad tertuduh dusta, berbuat bid’ah yang mengarah
hadis terkena cacat kapasitas intelektualnya, pada kekafiran dan fasiq. Dalam hal ini
seperti keburukan hafalan, terputus sanadnya, periwayat hanya ter-jarh ke-dabit-annya.
adanya periwayat yang majhul asalkan bukan Dengan demikian, jika ke-da‘if-an suatu hadis
karena cacat ‘adalah-nya, maka jalur lain bukan karena sebab-sebab tersebut, maka akan
(shawahid dan mutabi’-nya) baik dengan berpeluang terangkat derajat hadisnya yang
kondisi yang sama atau lebih kuat berpeluang semula da‘if menjadi hasan lighayrihi asalkan
mengangkat derajat hadisnya dari da‘if diperkuat dengan jalur yang lain.
menjadi hasan lighayrihi. Perbedaannya terletak pada konsep dan
peningkatan kualitas hadis da‘if dikarenakan
4. Komparasi Tentang Peningkatan Kualitas dalam rangkaian sanad hadisnya teridentifikasi
Hadis Da‘if Karena Jahalat al-Ruwah periwayat yang majhul. Muhammad ‘Ajjaj al-
Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dan Khatib mengkategorikan ketersembunyian
Mahmud al-Tahhan periwayat (jahalat al-ruwah) sebagai salah satu
Dari segi popularitasnya, para periwayat sebab dari cacatnya ‘adalah periwayat (kualitas
hadis dibagi menjadi dua kelompok. pribadinya). Oleh karena itu, sesuai
Kelompok yang pertama adalah para periwayat pernyataannya dalam kitabnya “Usul al-
yang diketahui sifat-sifatnya. Mereka terbagi Hadith”, bahwa periwayat yang tidak diketahui
menjadi dua kelompok lagi, yaitu periwayat (jahalat al-ruwah) termasuk dari buruknya
yang dihukumi adil dan periwayat yang kecacatan seorang periwayat. Keberadaan
dihukumi jarh. Maka, terhadap mereka berlaku periwayat yang majhul tersebut akan
kaidah jarh wa al-ta’dil sesuai dengan berimplikasi terhadap kualitas hadisnya.
tingkatan masing-masing. Adapun kelompok Berlainan dengan itu, Mahmud al-Tahhan
yang kedua adalah periwayat yang tidak mengemukakan bahwa ketersembunyian
diketahui sifat-sifatnya. Mereka disebut periwayat (jahalat al-ruwah) tidak termasuk
dengan periwayat yang majhul. dari kecacatan ‘adalah periwayat. Bahkan,
Keterkaitan dengan penilaian terhadap menurutnya jika suatu hadis terdapat
keadilan periwayat hadis begitu juga ketersembunyian periwayat, maka hadis yang
peningkatannya, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib semula da‘if tersebut dengan ditunjang oleh
dan Mahmud al-Tahhan memiliki beberapa jalur lain yang sama atau lebih kuat
perbandingan yang di dalamnya terdapat akan bisa terangkat dari da‘if menjadi hasan li
beberapa kesamaan dan perbedaan. Adapun ghayrihi.
segi kesamaannya, mereka sepakat bahwa Berdasarkan tingkat ke-majhul-annya,
dalam menilai seorang periwayat perlu mereka membaginya menjadi tiga bagian, yaitu
mendasarkan pada dua komposisi yaitu majhul ‘ain, majhul hal atau mastur dan
keadilan dan kapasitas intelektual. Apabila mubham. Secara definisi mereka tidak ada
periwayat hadis memiliki kedua komponen perbedaan yang mencolok. Sedangkan dari
Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22 21

segi hukumnya terjadi silang pendapat. Hal ini mengangkat derajat hadis-nya asalkan
terlihat ketika mengungkap konsep jahalat al- didukung oleh jalur lain. Ini membuktikan
ruwah di antara keduanya. kelonggaran Mahmud al-Tahhan dalam
menerima ke-majhul-an periwayat untuk bisa
Terkait dengan tingkatan majhul,
terangkat kualitas hadisnya dari semula da‘if
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menilai bahwa
menjadi hasan li ghayrihi. Tentu perbedaan
majhul ‘ain dan majhul hal (mastur) masih bisa
konsep yang ditawarkan oleh kedua ulama
terangkat derajat hadis-nya dari da‘if menjadi
tersebut, akan berpengaruh terhadap kualitas
hasan lighayrihi dengan syarat ada beberapa
sebuah hadis. Lebih jauh lagi, dari kfualitas
jalur lain yang mendukungnya. Dengan adanya
hadis tersebut akan berpengaruh pula pada
jalur lain tersebut, maka ke-majhul-an dapat
istinbat dalam menetapkan hukum.
dihindari. Sedangkan pada kategori majhul
yang mubham (tidak diketahui namanya),
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib lebih memilih C. PENUTUP
menolaknya, karena majhul tersebut akan sulit
teridentifikasi secara jelas. Konsep jahalat al-ruwah dan peningkatan
kualitas hadisnya menurut Muhammad ‘Ajjaj
Berbeda halnya yang dikemukakan oleh al-Khatib, apabila suatu hadis teridentifikasi
Mahmud al-Tahhan, bahwa dari tiga kategori periwayat yang majhul ( periwayat yang tidak
majhul sebagaimana yang telah disebutkan, ia diketahui), maka hadis yang semula daif tidak
menolak periwayat yang terdeteksi majhul hal. bisa terangkat menjadi hasan lighairihi
Sayangnya, penolakannya tidak disertai meskipun ditunjang oleh berbagai jalur baik
dengan pejelasan yang detail. Sedangkan tingkatan mutabi’ maupun syawahid. Menurut
majhul yang lainnya, al-Tahhan masih ‘Ajjaj, periwayat yang majhul merupakan cacat
menerimanya dengan syarat adanya keadilannya dan dinilai cacat yang sangat
pegukuhan dari jalur lain. buruk. Berbeda halnya dengan perspektif
Hemat penulis, persamaan dan perbedaan Mahmud al-Tahhan, bahwa ketika sebuah
terkait dengan peningkatan kualitas hadis da‘if hadis disinyalir teridentifikasi ada
karena jahalat al-ruwah tersebut terdapat poin ketersembunyian periwayat (jahalat al-ruwah),
penting di dalamnya. Poin yang dimaksud maka hadis tersebut masih berpeluang
adalah apabila dalam rangkaian sanad hadis terangkat kualitasnya menjadi hasan lighairihi
terdeteksi periwayat yang majhul asalkan ada dengan syarat adanya jalur lain yang
pengukuhan atau diperkuat oleh jalur lain mendukungnya. Dengan demikian, konsep
(shawahid dan mutabi’), maka hadis yang jahalat al-ruwah dan peningkatannya dalam
semula da‘if akan bisa terangkat ke derajat hadis, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib lebih
setelahnya yaitu hasan lighayarihi. mutasyadid ( ketat ) daripada Mahmud al-
Sebaliknya, jika tanpa adanya jalur lain, maka Tahhan yang lebih tasahul (longgar).
status tertolak masih berlaku pada ketiga
kategori majhul.
DAFTAR PUSTAKA
Dilihat dari konsep peningkatan kualitas
hadis da‘if sebab jahalat al-ruwah atau Ahmad, al-Murtada al-Zayn. Manahij al-
ketersembunyian periwayat yang ditawarkan Muhaddithin. Riyad: Maktabh al-
oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, bahwa ia Rushd, 1415 H/ 1994 M.
lebih berhati-hati dalam menerima periwayat Asqalani (al), Ibn Hajar. Sharh Nukhbah al-
yang tidak diketahui seluruh keadaannya. Fikr fi Mustalahah al-athar. Mesir:
Bahkan, ia menolak hadis yang dalam Mustafa al-Babi al-Halabiy, 1352
sanadnya terdeteksi periwayat yang majhul H/1934 M.
meskipun dengan dukungan jalur lain.
Al-sirah al-dhatiyyah al-‘amah li al-Ustadh al-
Berbeda dengan Mahmud al-Tahhan, Duktur Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib,
bahwa adanya ketersembunyian periwayat dalam: www. Naseemalsham.com (25
(majhul) dalam sanad justru masih berpeluang Juni 2015).
22 Habieb Bullah Bullah / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 1 (September 2019): 11-22

Fayyad Muhammad, “Tarjamah al-Shaikh al- Sumarna, Elan dan M. Abdurrahman. Metode
Duktur Mahmud al-Tahhan” dalam Kritik Hadis. Bandung: PT. Remaja
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/show Rosdakarya, 2011.
thread.php?t=167245 (11 Juli 2015). Suyuti (al), Jalal al-Din Abd al-Rahman,
Hashim, Ahmad ‘Umar. Qawaid Usul al- Tadrib al-Rawi fi sharh Taqrib al-
Hadith. Beirut: Dar al-Kitab al- Nawawi. Madinah: al-Maktabah al-
‘Arabiy, 1984. Ilmiyah, 1972 M.
Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Tahhan (al), Mahmud. Taysir Mustalah al-
Media Group, 2013. Hadis (Surabaya: al-Hidaya, t.th)
Itr, Nur al-Din. Manhaj al-Naqd Fi Ulum al- Taymiyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim ibn.
Hadith. Damaskus: Dar al-Fikr, 1979. Majmu’ al-Fatawa, Vol. 18. t.t.: Dar
al-Wafa’, 2005.
Khatib (al), Muhammad ‘Ajjaj. Usul al-
Hadith ‘Ulumuh wa Mus}t}alahuh. Turmidhi (al), Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-
Beirut: Dar al-Fikr, 2006. Turmudhi, vol 2. Mesir: Matba’ah
Mustafa al-Babi, 1395 H/1975 M).
Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, vol II. t.t: Dar
Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th. Turmidhi (al), Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-
Turmudhi, vol 5 Mesir: Matba’ah
Mizzi (al), Yusuf bin al-Zakki. Tahdhib al-
Mustafa al-Babi, 1395 H/1975 M.
Kamal, Vol. 13. Beirut: Mu’assasah
al-Risalah, 1980. -------, Aplikasi Penelitian Hadis dari Teks ke
Konteks, Yogyakarta: Kalimedia,
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, dalam:
2016.
http://shamela.ws/index.php/author/1
590. (10 Agustus 2015) -------Metodologi Syarah Hadis dari Klasik
hingga Kontemporer, Yogyakarta:
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-
Kalimedia, 2017.
Munawwir. Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997. Fikriyyah, Dliya Ul, “Telaah Aplikasi Hadis
(Lidwa Pusaka)”, Jurnal Studi Ilmu-
Naysaburi (al), Muslim bin al-Hajjaj. Sahih
Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis, Vol. 17,
Muslim, vol. 1. Beirut: Dar al-Ihya al-
No. 2, Juli 2016.
Turath, t.th.
Rosyid, Asyhad Abdillah, “Periodesasi
Qattan (al), Manna. Pengantar Studi Ilmu
Perkembangan Studi Hadits (Dari
Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman.
Tradisi Lisan/Tulisan Hingga Berbasis
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.
Digital)”,.
Rahman (al), ‘Abd al-‘Ala Muhammad bin http://osf.io/r7y5g/download/?format
‘Abd. Tuhfah al-Ahwadhi bi Sharh} =Pdf akses Pada 21 Mei 2019.
Jami’ al-Turmudhi, Juz III. Beirut:
Mubhar M. Zulkarnain, “Quo Vadis Studi
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.
Hadis ? Merefleksikan Perkembangan
Sa‘d, Ibnu. al-Tabaqat al-Kubra, Juz VI. dan Masa depan Studi Hadis”, Al-
Beirut: Dar Sadir, 1968. Qalam, Volume 7 Nomor 2, 2015.
Salafi (al), Muhammad Luqman. Ihtimam al- Maulana, Luthfi, “Periodesasi Perkembangan
Muhaddithin bi Naqd al-Hadith Studi Hadits (Dari Tradisi
Sandan wa Matnan. Riyadh: Dar al- Lisan/Tulisan Hingga Berbasis
Da’i li al-Nashr wa al-Tawzi’, 1420 H. Digital), Esensia, Vol 17, No. 1, April
Sijistani (al), Abu Dawud Sulayman al-Azdi. 2016.
Sunan Abi Dawud, vol IV. Beirut: Anwar, Shabri Shaleh dan Ade Jamaruddin,
Maktabah al-‘Isriyah, t.th. Takhrij Hadis Jalan Manual dan
Digital, Riau: PT. Indragiri, 2018.

You might also like