Unidajump2019,+6 +djunaedi

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 4 Nomor 1, April 2018 41

EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN FSH SECARA SUBKUTAN DAN INTRAMUSKULAR


TERHADAP RESPON SUPEROVULASI SAPI SIMENTAL

EFFECTIVENESS OF SUBCUTANEOUS AND INTRAMUSCULAR FSH INJECTION ON


SUPEROVULATION RESPONSE IN SIMMENTAL CATTLE
M Djunaedia, R Handarini1, dan D Zamanti2
1Program Studi Peternakan Fakultas pertanianUniversitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak
Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.
2 Balai Embrio Ternak, Cipelang Bogor

aKorespondensi: Mohammad Djunaedi, E-mail: mjunaedi_obex@yahoo.com


(Diterima oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx)

(Dipublikasikan oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx )

ABSTRACT
Superovulation is a necessary technique to produce large number of embryos for embryo` transfer.
Hormonal treatment is superovulation methode can be done by implant CIDR and injection of Follicle
Stimulating Hormone (FSH). Experiment were carried out to observe the effectiveness of
subcutaneous and intramuscular FSH injections on superovulation response in simmental cattle. All
animal (n=10) were treated with intravaginal CIDR implant before FSH injection. Studies were
devided into two experiment ie: P1 (400 mg FSH diluted in 4 ml sterile diluent) injected in five
simmental cattle by single subcutan injection and P2 (400 mg FSH diluted in 20 ml sterile diluent)
injected in five simmental cattle by twice daily intramuscular injection over 4 day in decreasing
doses. The number of corposa luteal (CL), total embryos collected, and total transferable embryos
were observed in this experiment. Data were analyzed by T-test method. The result showed that
effectiveness of single subcutan FSH injection were significanthy different (P < 0,05) than
intramuscular FSH injection superovulation with single subcutan FSH injetcion is easier than twice
daily intramuscular injection in decreasy dose. In conclusion the average of CL (21,4 ± 3,6) and
number of tranferable embryo (71,96 %) of the single subcutan FSH injection tended to be better
than intramuscular FSH injection. Single subcutan FSH injection more efficient than intramuscular
FSH injection. Single subcutan injection can decreasing sterss level in the cattle and be easier in
handling the cattle during the experiment.

Keywords: Simmental cattle, FSH, superovulation, single subcutan injection, intramuscular injection.

ABSTRAK
Superovulasi merupakan salah satu tahapan penting untuk dapat memproduksi embrio dalam
program transfer embrio. Penyuntikan hormon untuk superovulasi salah satunya dengan implan
CIDR dan induksi follicle stimulating hormon (FSH). Tujuan dari penelitian ini untuk menguji
efektifitas penyuntikan FSH secara subcutan dan intramuskular terhadap respon superovulasi dari
sapi simmental. Semua sapi simmental (n = 10) di-implan CIDR secara intravagina sebelum dilakukan
42 Djunaedi et al. Respon superovulasi Sapi Simmental

perlakuan penyuntikan FSH. Penelitian ini dibagi atas dua perlakuan. Pada perlakuan pertama,
superovulasi dilakukan dengan satu kali penyunytikan 400 mg FSH (dilarutkan dalam 4 ml pelarut
steril) secara subcutan pada 5 sekor sapi. Pada perlakuan kedua, superovulasi dilakukan dengan
menyuntikkan 400 mg FSH (dilarutkan dalan 20 ml pelarut steril) secara intramuscular dengan dosis
menurun selama empat hari pada 5 ekor sapi. Parameter untuk mengukur efektifitas metode
penyuntikan ini antara lain jumlah CL, jumlah embrio terkoleksi, serta jumlah embrio layak transfer.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan metode T-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektifitas penyuntikan FSH berbeda nyata (P < 0,05) antara penyuntikan secara subcutan dan
intramuscular. Penyuntikan FSH satu kali penyuntikan secara subcutan lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan penyuntikan FSH secara intramuskular dengan dosis menurun selama empat
hari. Kesimpulan dari penelitian ini metode penyuntikan subcutan memberikan respon superovulasi
dengan rata-rata jumlah CL (21,4 ± 3,6) dan embrio layak transfer (71.96%) lebih baik dibandingkan
metode penyuntikan intramuscular. Metode penyuntikkan subcutan lebih efisien (penyuntikan FSH
cukup satu kali), sapi tidak stres dan mudah dihandling.

Keywords: sapi simmental, FSH, superovulasi, penyuntikan subcutan, penyuntikan intramuskular.

M Djunaedi, R Handarini, D Zamanti. 2018. Efektivitas Penyuntikan FSH secara Subcutan dan
Intramuscular terhadap respon Superovulasi Sapi Simmental. Jurnal Peternakan Nusantara4(1):
41- 50.

PENDAHULUAN betina untuk meningkatkan jumlah ovum yang


diovulasikan dan menghasilkan embrio yang
Rendahnya populasi ternak sapi sebagai potensial mempunyai daya hidup tinggi (Solihati
penyedia protein hewani dibandingkan et al. 2006).
kebutuhan konsumsi masyarakat menjadi
Beberapa penelitian memberikan perlakuan
pemikiran yang harus dipecahkan melalui
hormonal pada sapi donor dalam program
berbagai upaya. Salah satu upaya untuk
superovulasi dengan menggunakan Follicle
meningkatkan populasi sapi melalui program
stimulating Hormone (FSH) yaitu hormon
percepatan dengan memanfaatkan hasil
gonadhotropin dengan unsur glikopeptida
penelitian dibidang teknologi reproduksi.
(Amiruddin et al. 2013; Subhan et al. 2016).
Transfer embrio menjadi pilihan karena di
Hormon FSH memiliki reseptor didalam sel
dalam prosedurnya dilakukan dengan cara
granulosa folikel. Hormon FSH mempunyai
memproduksi banyak embrio dari sapi
waktu paruh (half life) yang pendek, sehingga
penyumbang mutu genetik unggul (donor)
harus diinduksi secara berulang (Kaiin dan
untuk ditransferkan pada banyak resipien.
Tappa 2006). Induksi hormon FSH umumnya
Transfer embrio merupakan rangkain proses
diawali pada hari ke-6 setelah estrus dan waktu
pengambilan atau pemanenan embrio sebelum
yang optimal antara hari ke-8 sampai hari ke-12
implantasi (dengan metode flushing) dari
setelah estrus (Hafez 2000). Penelitian lain
seekor hewan betina yang mempunyai mutu
dengan mengkombinasikan Controlled Internal
genetik unggul (bertindak sebagai donor) untuk
Drug Releasing Device (CIDR) yang
di transfer/dipindahkan ke dalam uterus induk
mengandung progesteron diiringi induksi
betina (bertindak sebagai resipien) sehingga
FSH……... Progesteron yang terkandung dalam
ternak menjadi bunting (Hartantyo 1995).
CIDR diserap oleh sel-sel dinding vagina dan
Superovulasi merupakan salah satu tahapan secara cepat disekresikan kedalam aliran darah.
dalam program transfer embrio yaitu
Keberadaan hormon progesteron akan
pemberian perlakuan hormon pada ternak menghambat pelepasan FSH dan LH melalui
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 4 Nomor 1, April 2018 43

sitem umpan balik negatif. Penggunaan CIDR donor yang digunakan 2,8 – 3,2. Pemeliharaan
secara nyata dapat meningkatkan standing sapi donor dalam kandang sistem freestall.
estrus dan jumlah corpus luteum (Vargas et al. Pemberian hijauan yang telah dicincang sekitar
1994). Peningkatan jumlah CL sebgaai 10% dari bobot badan dengan frekuensi
representasi dari sel telur yang diovulasikan pemberian dua kali sehari dan konsentrat 1%
dapat menggambarkan jumlah dari embrio dari bobot badan satu kali sehari.
yang dihasilkan. Bahan lain yang digunakan: hormon
Menurut Mapletoft (2012) penyuntikan FSH progesteron (Cue Mate® - Bionice Animal
secara intramuskular tidak memberikan Health), Potahormon, Ovalumon, hormon
pengaruh nyata terhadap produksi embrio, akan superovulasi Follicle Stimulating Hormone
tetapi penyuntikan secara subcutan (Folltropin-V® - Bioniche Animal Health),
memungkinkan untuk dilakukannya satu kali hormon prostaglandin PGF2α (Prostavet-C® -
penyuntikan FSH karena absorbsi yang lebih Virbac Lab.), aplikator CIDR, KY gel untuk
lambat dibandingkan secara intramuskular. Hal melumasi aplikator CIDR, kapas, iodine
tersebut dapat mengurangi stres sapi donor, povidone, alcohol dan tissue. Media flushing
efisiensi waktu, serta menghindari kesalahan yang digunakan laktat ringer yang telah
pada saat melakukan superovulasi. Sementara ditambahkan antibiotik (streptomisin,
itu menurut Mapletoft (2006), pemberian penisilin), fetal calf serum dan untuk anastesi
estrogen dan progesteron pada program epidural menggunakan lidocaine.
superovulasi dapat memberikan hasil embrio Alat penelitian sesuai tahapan pelaksanaan,
yang optimal pada populasi sapi perah maupun yaitu: superovulasi dengan menggunakan alat:
sapi potong. spuit berukuran 5 ml dengan jarum suntik
Tujuan dari penelitian untuk menguji efektifitas berukuran 18 dan 22 G untuk penyuntikan FSH
metode penyuntikan hormon FSH secara dan PGF2α, sarung tangan dan tambang. Alat
subcutan dan intramuskuler terhadap respon untuk Inseminasi buatan (IB): semen beku,
superovulasi sapi Simmental. Diharapkan hasil kontainer N2 cair, tweezer, plastic sheet, gun
penelitian mendapatkan metode penyuntikan IB, dan gunting straw. Koleksi embrio
FSH yang terbaik untuk optimalisasi jumlah dan menggunakan alat: servix expander (pembuka
kualitas embrio yang dihasilkan, serta lumen servix), inner stilet, selang silicon dengan
mengurangi tingkat stress pada sapi donor. Y-konektor, folley catheter, spuit 50 ml untuk
spul (desinfeksi saluran reproduksi) dengan
MATERI DAN METODE iodine povidon, spuit 5 ml untuk anastesi
epidural, spuit 20 ml untuk fiksasi balon kateter,
Materi botol media 500 ml untuk penampungan media
Penelitian dilaksanakan bulan April sampai Mei flushing, infusion tube, plastic glove, jarum
2017 di Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor. ukuran 18 G, dan gun spul. Evaluasi embrio
Penelitian ini menggunakan 10 ekor sapi donor menggunakan alat: pipet pasteur, balon pipet,
bangsa Simmental dengan syarat: memiliki mikro pipet, mikroskop stereo, petri dish 90 x
genetik yang unggul (genetik superiority), 15 mm (searching dish), filter embrio, dan petri
mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dish 35x12 (storage dish).
(high reproductivity), siklus estrus yang normal
dengan kisaran 18 – 21 hari, fertilitas tinggi, Perlakuan
minimal telah beranak 1 - 2 kali, telah melewati Untuk melihat respon superovulasi pada
90 hari post partum, dinyatakan bebas dari penelitian ini sapi donor diberi 2 perlakuan
penyakit reproduksi menular (veneris): yaitu: P1 = penyuntikan FSH sebanyak 1 kali
vibriosis, IBR, leptospirosis, trihomoniasis, dan secara subcutan pada hari ke-4 dengan dosis
bruselosis. Body Condition Scor (BCS) sapi 400 mg dengan campuran cairannya (Sterile
44 Djunaedi et al. Respon superovulasi Sapi Simmental

Diluent) sebanyak 4 ml. P2 = penyuntikan FSH Semua sapi Simmental donor diimplant CIDR
selama 4 hari mulai hari ke-7, 8, 9, dan 10 (Cue Mate®). Pemasangan CIDR mulai hari ke-0
dengan dosis (pagi, sore: 4,4 - 3,3 - 2,2 - 1,1 ml), (pada saat estrus). Cara pemasangan CIDR
secara intramuscular. yaitu memasukkan CIDR ke dalam aplikator,
dengan bagian yang berbentuk T pada bagian
Rancangan Percobaan ujung aplikator. Aplikator sebaiknya diberi
Analisis Statistik untuk data respon gel/pelicin untuk memudahkan pada saat
superovulasi analisis dengan uji-T untuk dimasukkan ke dalam vagina. Organ genital luar
membandingkan respon kedua perlakuan (vulva) dibersihkan dengan tisu agar terhindar
superovulasi. Prinsip dari uji-T itu adalah dari kontaminan. Selanjutnya dilakukan palpasi
membandingkan data hasil observasi dengan rektal untuk meng-fixir serviks. Aplikator yang
nilai yang diharapkan. Perbedaan tersebut telah dipasang CIDR dimasukkan ke dalam
dilihat dari nilai T-test sama atau lebih besar vagina, kemudian CIDR dilepaskan dari
dari nilai yang ditetapkan pada taraf signifikan. aplikator dengan menekan bagian piston.

Sebagai rumus dasar dari uji-T adalah: Induksi FSH dengan dua metode yaitu:
Penyuntikan melalui subcutan: penyuntikan
t x  FSH secara subcutan (SC) pagi hari dihari ke-4
S dengan dosis 400 mg/4 ml. Penyuntikan FSH
n secara intramuskular dilakukan dengan dosis
Keterangan : (pagi, sore: 4,4 - 3,3 - 2,2 -1,1 ml) selama 4 hari
t  Koefisien t berturut, dengan dosis total 400 mg/20 ml
x  Mean sampel
  Mean populasi
dengan pembagian untuk dosis pagi 4 ml, 3 ml,
S  Standard deviasi sampel 2 ml, 1 ml dan dosis sore 4 ml, 3 ml, 2 ml, 1
n  banyak sampel ml. Jarak antara penyuntikan pagi dan sore
adalah 12 jam secara intramuscular (IM).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diuji adalah: jumlah CL dari Penyuntikan Hormon PGF2α dan
masing-masing ovarium hasil palpasi rektal. Pencabutan CIDR
Jumlah embrio yang diperoleh dari koleksi
embrio dengan metode pembilasan (flushing)
pada kornua kiri, kanan dan korpus uteri. Pada penyuntikan FSH hari ke-4 pada metode
Persentase embrio layak transfer. penyuntikan secara subcutan pagi, penyuntikan
hormon PGF2α (Prostavet-C®) dosis 2 ml pada
Prosedur Pelaksanaan hari ke-7 dan sekaligus pencabutan CIDR pada
Seleksi sapi donor dimulai dari seleksi sore harinya. Penyuntikan FSH melalui
rekording sapi donor dengan melihat flushing intramuskular pada hari ke-7 sampai ke-10 dan
embrio terakhir dan post partus. Sapi yang akan pada sore hari penyuntikan FSH diikuti dengan
disuperovulasi harus memenuhi syarat: minimal pencabutan (withdrawl) CIDR dengan menarik
30 hari dari tanggal flushing terakhir dan benang CIDR secara perlahan.
minimal 60 hari post partum. Sapi donor Inseminasi Buatan
sebelum diberi perlakuan di-palpasi untuk:
Inseminasi buatan untuk semua perlakuan
evaluasi kondisi saluran reproduksi,
dilakukan hari ke-2 sampai hari ke-3 atau pada
memastikan ternak tidak dalam keadaan
48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2α. Sapi di
bunting, normal tidaknya ovarium, aktifitas
IBn tiga kali (pagi, sore dan pagi esoknya) untuk
ovarium melalui pengamatan diameter ovarium
mengoptimalkan fertilisasi. Semen berasal dari
serta keberadaan folikel dan CL.
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 4 Nomor 1, April 2018 45

semen beku impor bangsa Simmental yang laboratorium untuk dievaluasi kualitas
mempunyai mutu genetik unggul. embrionya.

Koleksi Embrio Evaluasi Embrio


Pemanenan embrio dilakukan pada hari ke-7 Media hasil flushing disaring dengan
setelah IB dengan metode flushing. Untuk menggunakan filter embrio. Pencarian embrio
mengetahui respon superovulasi dilakukan dilakukan pada media hasil penyaringan di
palpasi rektal (dihitung jumlah CL yang bawah mikroskop elektron dengan pembesaran
terbentuk di permukaan ovarium). Sapi 70x. Embrio yang teramati dikumpulkan dalam
dimasukkan ke dalam kandang jepit (untuk media penyimpanan embrio untuk dievaluasi
memudahkan handling), kemudian dianastesi berdasarkan tahapan perkembangan
epidural menggunakan lidocaine chloride 2%. morfologinya untuk menentukan kualitas
(antara sacrum terakhir dan tulang pertama embrio. Embrio yang telah dikoleksi dievaluasi
coccygeal). Setelah anastesi efektif, bagian ekor dan dihitung berdasarkan gradenya yaitu: grade
sapi donor diikat untuk memudahkan 1, 2, dan 3 (layak transfer) dan grade 4 (tidak
pembersihan rectum (mengeluarkan feses dari layak transfer). Embrio grade 1, 2 (dapat
rectum) untuk menjaga kebersihan selama langsung dibekukan dan grade 3 dapat langsung
proses koleksi embrio. Servic expander ditransferkan ke resipien, sedangkan embrio
disipkan kedalam lumen serviks untuk grade 4 (tidak layak transfer) dibuang
memanipulasi serviks agar lintasan balon (International Embryo Transfer Society ……),
kateter terbuka.
Setelah itu foley cathether dimasukkan ke dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
kornua uteri bagian kanan/kiri dengan bantuan Respon Superovulasi Sapi immental
stilet. Udara dimasukkan dengan menggunakan
spuit 20 ml sampai balon menutupi bagian Dua parameter yang diamati dalam
dalam kornua (fiksasi balon) untuk menghindari menganalisis hasil superovulasi yaitu dengan
cairan (medium) keluar dari uterus, kemudian melihat tingkat respon ovarium serta dengan
stilet dicabut secara perlahan-lahan. Selang Y melihat tingkat embrio yang diperoleh (Saito
konektor disambungkan ke foley cathether yang 1994). Waktu yang optimum untuk
telah terpasang. Langkah selanjutnya kedua superovulasi sapi donor adalah saat terjadinya
selang silicon, masing-masing disambungkan; gelombang folikel, kadar progesteron yang
a) ke media flushing (laktat ringer) untuk tinggi diperkirakan berada pada saat
dialirkan ke dalam uterus, dan b) ke botol pertengahan fase luteal (fase diestrus awal)
penampung hasil flushing. yaitu hari ke 8–14 dari awal tanda birahi terlihat
(McDonald 2003). Keberhasilan superovulasi
Tahap flushing yaitu memasukkan laktat ringer
berdasarkan jumlah CL yang terbentuk sebagai
ke dalam cornua uterus kanan dan kiri secara
respon induksi FSH dan PGF2α. Jumlah CL yang
bertahap. Setiap tahap media yang dimasukkan
terbentuk dapat diketahui melalui palpasi rektal
antara 20 – 50 ml. Setelah media masuk, maka
pada sapi yang telah mendapat perlakuan
katup penghubung dari media ditutup dan katup
superovulasi.
penghubung ke botol media dibuka, dengan
demikian media yang ada dalam kornua Korpus luteum terbentuk karena adanya proses
mengalir ke dalam botol penampung hasil ovulasi dari folikel de Graaf setelah 7 hari di-
flusing. Flushing dilakukan sampai media laktat inseminasi. Salah satu keberhasilan
ringer habis (500 ml) atau diulang sebanyak 8 superovulasi adalah meningkatnya jumlah CL
– 10 kali. Media hasil flushing dibawa ke yang terbentuk di permukaan ovarium sapi
betina (Adriani et al. 2009), semakin banyak CL
maka dapat dikatakan semakin tinggi pula
46 Djunaedi et al. Respon superovulasi Sapi Simmental

respon dalam program superovulasi. Rata-rata Ovum dibuahi dengan menginseminasikan


jumlah CL dapat dilihat pada Tabel 2. semen dari sapi pejantan Simmental. Faktor-
Tabel 2 Rataan jumlah CL dengan metode faktor seperti sumber dan kondisi sperma,
penyuntikan subcutan dan intra kualitas oosit yang diperoleh, kondisi alat
muscular reproduksi sapi betina, nutrisi pakan,
keterampilan inseminator, lingkungan
Keterangan: Hasil Uji-T menunjukkan berpengaruh pemeliharaan dan jadwal pengkoleksian embrio
nyata (P < 0.05). P1: Penyuntikan metode SC P2:
yang tepat dapat juga mempengaruhi
pembuahan dan perkembangan ovum (Prasetyo
Jumlah CL 2012).
Penyuntikan hormon FSH diharapkan dapat
Ulangan
P1 P2 menstimulasi pematangan folikel dan
1 26 11 menghasilkan ovum yang lebih banyak. Setelah
2 25 14 sapi donor di-inseminasi (H+7), dilakukan
3 20 13 koleksi embrio melalui metode pembilasan
4 16 10 (flushing). Rataan embrio hasil sinkronisasi
5 20 7 dengan metode SC dan IM tertera pada Tabel 3.
Jumlah 107 55 Tabel 3 Rataan jumlah embrio dengan metode
Rataan ± SD 21,4 ± 3,6a 11 ± 2,4b
penyuntikan secara SC dan IM
Penyuntikan metode IM.
Keterangan: Hasil Uji-T menunjukkan
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah berpengaruh nyata (P < 0.05). P1: Penyuntikan
CL dari hasil penyuntikkan metode SC adalah
21.4 ± 3,6, sementara IM adalah 11 ± 2,4. Hasil Jumlah Embrio
analisis statistik dengan T-test menunjukkan Ulangan
P1 P2
nilai p-value = 0.0015 < 0.05, hal ini berarti
1 26 11
bahwa bahwa terdapat perbedaan yang nyata
2 25 14
antara metode penyuntikan SC atau IM terhadap 3 20 13
jumlah CL pada program superovulasi berbeda 4 16 8
nyata. Berdasarkan rata-rata jumlah CL 5 20 5
penyuntikan SC memberikan respon Jumlah 107 51
superovulasi lebih baik dibandingkan metode Rataan ± SD 21,4 ± 3,6 10,2 ± 3,3
IM. metode SC P2: Penyuntikan metode IM
Proses terbentuknya CL dan gelombang folikel Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan jumlah
secara fisiologis pada siklus estrus sapi diawali embrio hasil flushing dengan metode SC nyata
dari kondisi estrus dan ovulasi. Pada program lebih banyak yaitu 21,4 ± 3,6 embrio
superovulasi ketepatan dalam menentukan dibandingkan dengan metode penyutikkan IM
prediksi waktu estrus dan ovulasi sangat yaitu 10,2 ± 3,3 embrio. Dapat dikatakan hasil
penting dalam keberhasilan respon donor uji T-test produksi embrio induksi hormon
terhadap hormon FSH secara eksogenus. Pada dengan metode penyuntikkan melalui SC
saat respon terhadap FSH tinggi maka memiliki tingkat efektifitas lebih baik
folikulogenesis akan optimal seiring dengan dibandingkan metode penyuntikkan melalui
jumlah ovum yang diovulasikan setara dengan
IM.
CL yang terbentuk (Mapletoft et al. 2002).

Jumlah Embrio Setelah ovulasi berhasil fase selanjutnya untuk


menghasilkan embrio adalah proses fertilisasi.
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 4 Nomor 1, April 2018 47

Keberhasilan fertilisasi dipengaruhi oleh Embrio Layak Embrio Tidak


ketepatan waktu optimal kawin. Bo et al. (2006) Perlakua Transfer Layak Transfer
menyatakan bagaimana kombinasi dengan n
estradiol untuk memperkirakan waktu IB yang N P Rata-
Penyunti Val P
tepat atau waktu optimal kawin yang lebih baik kan Rata- (%) ue (%) Value
tanpa melakukan deteksi estrus. Pada dasarnya, F Rata F Rata
pemberian FSH pada hari ke-4 setelah aplikasi 15,4 71,9 0,00 28,0
estradiol dan progesteron, PGF yang SC 5 77 a
6 091 30 6 4 0,85
diadministrasikan pada hari ke-6 dan CIDR yang 3,6
b
35,2 64,7
IM 5 18 9 33 6,6 1
dicabut pada hari ke-7 akan menginduksi GnRH
Keterangan: Hasil Uji-T menunjukkan berpengaruh
untuk mensekresikan LH sehingga terjadi nyata (P < 0.05). P1: Penyuntikan metode SC P2:
ovulasi dan IB dapat dilakukan 12 – 24 jam Penyuntikan metode IM
kemudian (Larkin et al. 2006). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan
Persentase embrio layak transfer dengan
embrio hasil flushing yang lebih banyak metode penyuntikan melalui SC adalah 71.96%
dibandingkan dengan metode sinkronisasi dan embrio tidak layak transfer q28.04% (Tabel
estrus yang konvensional. 4). Persentase embrio layak transfer dengan
metode penyuntikan IM embrio layak transfer
Embryo Recovery Rate 35.29% dan tidak layak transfer 64.71%. Hasil
uji T embrio layak transfer untuk membedakan
antara kedua metode penyuntikan
Sebelum melakukan flushing, dilakukan palpasi
menunjukkan nilai p-value = 0.00091 < 0.05,
rektal terlebih dahulu untuk mengetahui CL
hal itu berarti terdapat perbedaan nyata jumlah
yang terbentuk di ovarium, kemudian
embrio layak transfer antara metode
dilanjutkan dengan flushing dan dilakukan
penyuntikkan FSH dengan metode SC dan IM
koleksi embrio, evaluasi embrio, dan
atau dengan kata lain metode penyuntikkan SC
penghitungan persentase Embryo Recovery lebih efektif menghasilkan lebih banyak embrio
Rate (ERR). layak transfer. Hasil uji T embrio tidak layak
transfer antara kedua metode penyuntikan
Fungsi CL yang rendah (sekresi progesteron menunjukkan p-value = 0.85 > 0.05 yang berarti
sedikit) diyakini dapat menjadi penyebab hipotesis diterima atau tidak ada perbedaan
kegagalan reproduksi dan ketidakmampuan anatar metode SC maupun IM.
uterus dalam mendukung perkembangan
Peubah yang diamati yaitu jumlah CL, jumlah
embrio dini. Menurut Supriatna (2013) CL
embrio, maupun embrio layak transfer
merupakan penghasil hormon progesteron
menunjukkan perbedaan nyata (P<).05) dimana
terbesar yang sangat dibutuhkan untuk
metode penyuntikkan secara SC lebih efektif
pemeliharaan kebuntingan. Selama periode
dibandingkan IM. Metode SC merupakan metode
pembentukan CL, jumlah CL berkorelasi dengan
yang lebih praktis karena waktu program yang
konsentrasi hormon progesteron (Amiruddin et
relatif lebih singkat (Hasler dan Mapletoft 2004;
al. 2013). Sedangkan menurut Prasetyo (2012)
Souza et al. 2013), selain itu metode ini juga
respon superovulasi sapi donor ditandai
lebih efisien dan membuat sapi tidak stres dan
dengan jumlah CL yang berkorelasi positif
mudah dihandling (Bo et al. 1994). Adanya isu
dengan jumlah embrio yang dihasilkan.
kesejahteraan hewan metode SC dapat menjadi
Persentase Embryo Recovery Rate hasil
pilihan tepat untuk program superovulasi
penyuntikan SC dan IM tertera pada Tabel 4.
sehingga menghindarkan hewan dari rasa takut
Tabel 4 Persentase Embryo Recovery Rate hasil dan ketidaknyamanan.
penyuntikan SC dan IM
48 Djunaedi et al. Respon superovulasi Sapi Simmental

Hartantyo S. 1995. Calculation of percent


progesterone in skim milk fraction when
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI centrifugation temperature and butterfat of
whole milk are known. Bull. FKH-UGM. Vol.
Kesimpulan XIV No. 2:1-6.
Kesimpulan dari penelitian ini metode
penyuntikan subcutan memberikan respon
superovulasi rataan jumlah CL (21,4 ± 3,6) dan Hasler JF, Mapletof RJ. 2004. Embryo Transfer
embrio layak transfer (71.96%) yang lebih baik 101 With a Technical Slant. WCVM,
dibandingkan dengan metode penyuntikan University of Saskatchewan, Saskatoon,
intramuscular. Metode penyuntikkan subcutan Saskatchewan Canada S7N 4, and Bioniche
lebih efisien (penyuntikan FSH cukup satu kali), Animal Health USA, Inc (AB
sapi tidak stres dan mudah dihandling.. Technology),Pulman, WA 88163 USA

Implikasi
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk Kaiin EM, Tappa B. 2006. Induksi
membandingkan konsentrasi hormon FSH superovulasi dengan kombinasi CIDR,
dalam darah antara FSH yang disuntikan secara hormone FSH dan hCG induk sapi potong.
SC dan IM. Media Peternakan. 29(3):141-146.

DAFTAR PUSTAKA
McDonald. 2003. Veterinary
Adriani, Rosadi B, Depison. 2009. Jumlah dan Endocrinology and Reproduction. A
kualitas embrio sapi brahman cross Blackwell Publishing Company,Iowa.
setelah pemberian hormon FSH dan
PMSG. Anim. Reprod. 11(2):96‐102.
Mapletoft RJ. 2006. Bovine Embryo
Transfer. IVIS Reviews in
Amiruddin A, Siregar TN, Armansyah T, H veterinary Medicine, I.V.I.S. Western
Hamdan, Munandar A, Rifki M. 2013. Level College of Veterinary Medicine,
steroid sapi aceh yang diinduksi dengan University of Saskatchewan, Canada.
PMSG dan FSH. Jurnal Kedokteran Hewan.
Vol.7 (2): 120 – 124.

Bo G, Hodey DK, Nasser LF, Mapleftoft RJ. 2010. Mapletoft RJ. 2012. The Evolution
Superovulation Response To a Single Of Improved and Simplified Superovulation
Subcutaneous Injection of Foltropin in Protocols in Cattle. Reproduction, fertility
Beef Cattle. Therogenologi 42 (6): 963-975. and Development. Western College of
Veterinary Medicine, University of
Saskatchewan, Canada.

Gordon IR. 2004. Reproductive


Technologies in Farm Animals.
CABI Publishing. London. Prasetyo D. 2012. Tingkat Superovulasi pada
Beberapa Bangsa Nurhayat Sapi dengan
Sumber Follicle Stimulating Hormone (FSH)
yang Berbeda. [Skripsi]. Departemen Ilmu
Jurnal Peternakan Nusantara ISSN 2442-2541Volume 4 Nomor 1, April 2018 49

Produksi dan Teknologi Pertanian, Fakultas


Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schallenberger E, Ulrich P, Most E, Fuchs S,


Tenhumberg H. 1994. Induction of
Superovulation In Cattle Comparing
Single Subcutaneous and Repeated Epidural
With Standard Intramuscular Administration
of FSH. Therigenology 41(1) : 290.

Solihati N, Lestari D, Hidajati K, Setiawan R,


Nurhayat LJ. 2006. Treatment Superovulasi
Before Animal Slaughter. JIK. 6(2): 145-149.

Souza LB, Dupras R, Mills L, Chorfi Y, Price AC.


2013. Effect of synchronization of follicle
wavve emergence with estradiol and
progesteron and superstimulation with
follicle-stimulating hormone on milk
estrogen concentration in dairy cattle. The
CJVR. 77 : 75-78.

Subhan FA, Handarini R, Siswanti SW. 2016.


Perbedaan Waktu Penyuntikan Hormon FSH
Terhadap Respon Superovulasi Sapi Angus.
Jurnal peternakan Nusantara. Vol. 2 (1): 34 –
42.

Supriatna I. 2013. Transfer Embrio pada Ternak


Sapi. Pusat Pengkajian Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah (P4W) Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Vargas RB, Fukui Y, Miyamoto A,


Terawaki Y. 1994. Estrus synchronization
using CIDR in heifers. Journal of
Reproduction and Development 40(1):59-64.
50 Djunaedi et al. Respon superovulasi Sapi Simmental

You might also like