Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324599838

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN GARIS PANTAI DAN DAERAH


TERDAMPAK DI SEPANJANG WILAYAH KEPESISIRAN KOTA SEMARANG

Conference Paper · November 2016

CITATIONS READS

0 874

4 authors, including:

Alifi Rehanun Bagus Septiangga


Forum Konservasi Leuser
11 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Bagus Septiangga on 19 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN GARIS
PANTAI DAN DAERAH TERDAMPAK DI SEPANJANG
WILAYAH KEPESISIRAN KOTA SEMARANG
Dwiki Apriyana1*, Alifi Rehanun Nisya1, Bagus Septiangga1, Rutsasongko Juniar
Manuhana1

1, Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada


*E-mail : apriyanadwiki4@gmail.com

ABSTRACT
Coastal area is a very dynamic region with many geomorphological processes, such
as erosion-sedimentation, sea level rise, human activity, and nearshore-circulation. One
of the changes that is examined in dynamics of coastal is shoreline changes. One of the
region that have the complex dynamics processes of the coastal is Semarang City. The
anthropogenic factors and physical factors are the dominant factor that affected the
shoreline changes. The development of this big city tend to ignore environmental
conditions coastal thus affecting shoreline change in Semarang. This conditions
necessarily threaten villages on the coast that will also receive a negative impact from
coastal disaster. Shoreline changes in Semarang can be observed by remote sensing
technology that able to monitor the spatio-temporal changes of the shoreline. Landsat
imagery is able to record and describe the spatial conditions of the susceptibility area
that have been changes in the Semarang shoreline. Based on the results of spatio-
temporal monitoring since 1992 until 2015, there are 10 villages in Semarang City that
have high susceptibility from shoreline change. Terboyo Kulon village was the most
affected village which 58.97% (155.48 Ha) of their area was drowned because the
erosion processes.
Keywords: Coastal Dynamic, Shoreline Changes, Landsat, Susceptibility.

1. PENDAHULUAN
Kajian morfodinamika pantai membahas tentang pembentukan dan
perkembangan bentanglahan kepesisiran (Bird, 2008). Bentanglahan
kepesisiran memiliki dinamika yang tinggi seiring dengan perkembangan
wilayahnya. Wilayah kepesisiran sebagai pembatas antara daratan dan
lautan dalam perkembangannya banyak dipengaruhi banyak hal, baik secara
fisik maupun sosial. Keduanya memberikan pandangan menarik dalam
kajian morfodinamika pantai.
Kota Semarang merupakan salah satu kota yang berada di wilayah pesisir
Utara Jawa dengan dinamika yang tinggi. Tingginya proses erosi-
sedimentasi di pesisir Utara Semarang mengakibatkan terjadinya perubahan
garis pantai dari waktu ke waktu. Monitoring perubahan garis pantai menjadi
hal yang cukup penting untuk dikaji seiring dengan perkembangan Kota
Semarang yang semakin intensif secara sosial dan ekonomi.
92
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Dinamika Wilayah Kepesisiran
Sunarto, dkk (2014) menjelaskan bahwa wilayah kepesisiran didefinisikan
sebagai daerah peralihan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir
meliputi bagian daratan yang terbentuk oleh asal proses marin, adapun pada
batas wilayah ke arah laut adalah lokasi terbentuknya gelombang pecah.
Adapun apabila ditinjau dari sudut pandang kebijakan pengelolaan, definisi
wilayah kepesisiran meliputi jarak tertentu dari garis pantai kearah darat dan
jarak tertentu kearah lautan. Definisi tersebut bergantung pada isu yang
akan dibicarakan dan faktor geografis yang relevan dengan karakteristik
bentangalam pantai (Winarto, 2012).
Adapun Arnott (2010) menjelaskan bahwa dinamika kepesisiran
dikontrol oleh tiga faktor utama yaitu faktor fisik dari darat yang mencakup
geologi, geomorfologi dan perubahan muka air laut isostatic; faktor fisik dari
laut mencakup gelombang, pasangsurut, efek es (glasial), erosi, dan
sedimentasi pantai; faktor biotik mencakup keterdapatan beberapa unsur
biota seperti mangrove, terumbu karang, dan tumbuhan pada gumuk pasir.

2.2 Sistem Informasi Geografis dan Citra Landsat


Sistem informasi geografi merupakan sistem informasi berbasis
komputer yang digunakan untuk memahami dan menganalisis obyek
geografi di permukaan bumi, kunci fundamental dari SIG adalah data SIG
tersebut harus memiliki referensi terhadap suatu tempat di permukaan bumi
melalui suatu sistem koordinat tertentu (Marfai, 2011). Salah satu
perkembangan teknologi di keilmuan geografi juga terdapat pada bidang
penginderaan jauh melalui citra foto mapun citra satelit (Soenarmo, 2009).
Pengolahan data yang dilakukan dalam SIG mencakup input data,
penyimpanan, retrieval dan output (Prahasta, 2002). Sistem Informasi
Geografis (SIG) adalah suatu fasilitas untuk mempersiapkan,
mempresentasikan, dan menginterpretasikan fakta-fakta (kenyataan) yang
terdapat di permukaan bumi.
Salah satu wahana citra satelit yang paling umum digunakan adalah citra
Landsat. Citra Landsat mulai dioperasikan mulai tahun 1972 dan telah
melakukan regenerasi sebanyak tiga kali yaitu RBV, MSS, dan TM hingga
saat ini (Soenarmo,
2009). Sensor yang digunakan pada MSS terdiri atas 4 kanal dan pada TM
terdiri atas 7 kanal. Adapun menurut radiometer yang digunakan pada MSS
menggunakan radiometer 7 bit atau memiliki 128 tingkat keabuan dan pada
93
TM menggunakan radiometer 8 bit atau memiliki 256 tingkat keabuan.
Gradasi keabuan inilah ya ng dapat digunakan salah satunya untuk
membedakan antara laut dan daratan.

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Kajian
Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km2. Kota Semarang
memiliki posisi absolut di antara garis 6050’ – 7010’ Lintang selatan (LS) dan
109035’ – 110050’ Bujur Timur (BT). Pada tahun 1980, luas genangan banjir
rob di Kota Semarang mencapai luas sekitar 762,78 ha, dan umumnya terjadi
pada satuan bentuklahan yang lain di sekitarnya. Posisi Kota Semarang yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa membuat Kota Semarang kerap
mengalami fenomena banjir rob. Banjir genangan pada tahun 1987 telah
meluas ke daerah satuan lahan lain yang sebelumnya tidak pernah terkena
banjir. Luas lahan yang terkena banjir genangan pada pusat kota antara
Banjir Kanal Barat hingga Banjir Kanal Timur mencapai sekitar 1.211,70 ha
(Ongkosono dan Suyarso, 1989). Peta lokasi kajian dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Kajian Kota Semarang


(Sumber: Peta Rupabumi Indonesia lembar Tugu 1409-221 skala 1:25.000)

94
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tentang perubahan
garis pantai dan desa pesisir tangguh adalah sebagai berikut.
1) Citra landsat 5 dan 8
2) Peta Rupabumi Indonesia lembar Tugu 1409-221 skala 1:25.000
3) Perangkat lunak ENVI 4.5
4) Perangkat lunak ArcMap 10.2

3.3 Metode Pengolahan Data


Pemantauan garis pantai di sepanjang wilayah kepesisiran dilakukan dari
tahun 1992-2015 menggunakan citra landsat 5 TM untuk tahun 1992 dan
citra landsat 8 OLI/TIRS untuk tahun 2015. Metode band ratio dan histogram
threshold digunakan untuk pemisahan tubuh air dan darat. Rasio band yang
digunakan yaitu 4/2 untuk citra landsat 5 TM dan 5/2 untuk citra landsat 8
OLI/TIRS. Penggunaan band ratio tersebut paling cocok untuk ekstraksi garis
pantai.
Hasil ekstraksi pada masing-masing tahun 1992 dan 2015 di overlay
sehingga akan terlihat perubahan garis pantai yang terjadi. Penampalan
garis pantai dengan peta administrasi desa akan menghasilkan luas area
desa yang terdampak erosi pantai. Secara sistematis pengolahan data dapat
dilihat pada Gambar 2. berikut.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

95
4. PEMBAHASAN
4.1 Analisa Perubahan Garis Pantai Secara Spasio-Temporal di Wilayah
Kepesisiran Semarang
Garis pantai merupakan salah satu fenomena yang paling dinamis di
wilayah kepesisiran. Letaknya sebagai pembatas bagi darat dan laut
menjadikan wilayah ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor
fisik maupun faktor antropogenik. Dinamika yang terjadi pada garis pantai
dapat diamati melalui beberapa cara, salah satunya menggunakan
pendekatan spasio-temporal.
Pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai alat bantu pemantauan
perubahan garis pantai mampu menggambarkan kondisi garis pantai
menurut ruang dan waktu. Citra yang digunakan dalam penelitian yaitu Citra
Landsat 5 TM (Thematic Mapper) tahun 1992 dan Landsat 8 OLI TIRS tahun
2015, dengan memanfaatkan band spektral dari kedua citra tersebut maka
penentuan garis pantai dapat ditentukan secara objektif.
Band spektral yang digunakan untuk mendelineasi garis pantai pada Citra
Landsat 5 TM yaitu dengan menggunakan band ratio 4/1 dan pada Landsat 8
OLI TIRS menggunakan band ratio 5/2. Pemilihan band ini dilakukan
berdasarkan kepekaan spektral band dalam membedakan antara
kenampakan air dan daratan. Band 4 pada Landsat 5 TM dan band 5 pada
Landsat 8 OLI TIRS memiliki kemampuan dalam membedakan antara laut
dan daratan sehingga mampu mempertegas dalam penentuan garis pantai.
Adapun pada band Band 1 pada Landsat 5 TM dan band 2 pada Landsat 8 OLI
TIRS biasa digunakan untuk analisis dan pembuatan peta batimetri.
Hasil analisis data pada perubahan garis pantai secara kualitatif
menunjukkan terjadinya erosi pantai yang dominan, hal ini dapat dilihat
berdasarkan Gambar 3. Peta Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun
1992-2015 berikut.

96
Gambar 3. Peta Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun 1992-2015
(Sumber: Hasil Analisis Data, 2016)

Berdasarkan Gambar 3. dapat diketahui bahwa secara spasial erosi


pantai terjadi pada bagian pantai timur dan barat wilayah kajian. Hal ini salah
satunya terjadi akibat munculnya reklamasi yang berada di Kecamatan
Semarang Utara dan Kecamatan Semarang Barat. Munculnya reklamasi
tersebut menyebabkan terjadinya pembelokan arus susur pantai.
Bangunan yang terbuat dari pondasi kuat tersebut mampu menahan arus
yang datang dan membelokkannya ke arah timur maupun barat sehingga
menyebabkan erosi pantai yang sangat cepat dalam waktu yang relatif
singkat.
Kondisi yang terjadi pada garis pantai Kota Semarang menyebabkan
terjadinya pemunduran garis pantai secara intensif. Mundurnya garis pantai
tersebut berdampak pada hilangnya daratan yang berubah menjadi perairan
laut dangkal. Hal ini tentunya mengancam kehidupan di daratan bahkan
hingga dapat mematikan mata pencaharian yang berada di wilayah
kepesisiran Kota Semarang. Hasil pemantauan terhadap kondisi
penggunaan lahan di wilayah kepesisiran Kota Semarang digambarkan
melalui Gambar 4.

97
Gambar 4. Persentase Luas Penggunaan Lahan Terdampak Erosi Pantai
(Sumber: Hasil Olah Data, 2016)

Berdasarkan Gambar 4. dapat ditemui bahwa penggunaan lahan yang


paling terdampak adalah tambak. Kondisi tersebut terjadi karena tambak
merupakan penggunaan lahan yang berbatasan langsung dengan laut. Nilai
tambak mencapai 92,8% dari total penggunaan lahan yang terdampak.
Hilang ataupun rusaknya tambak tersebut tentunya menyebabkan
hilangnya mata pencaharian bagi masyarakat yang bekerja di sektor tambak,
untuk mengurangi risiko bencana kepesisiran diperlukan adanya suatu
program yang fokus terhadap daerah-daerah dengan kerawanan yang
tinggi.

4.2 Analisa Daerah Terdampak Perubahan Garis Pantai


Kerawanan bencana kepesisiran di Kota Semarang perlu dikaji secara
detail hingga tingkat desa. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bencana kepesisiran sangat diperlukan untuk mengurangi
risiko bencana kepesisiran. Inovasi berupa teknik penginderaan jauh mampu
membantu dalam menentukan daerah-daerah yang berada di wilayah
kerawanan bencana kepesisiran yang tinggi bahkan hingga tingkat desa.
Penentuan desa dengan berbagai tingkat kerawanan ditentukan
berdasarkan luas wilayah terdampak serta berdasarkan persentase wilayah
terdampak terhadap luas tiap desa. Berikut merupakan Gambar 5. yang
menggambarkan kondisi daerah terdampak perubahan garis pantai di Kota
Semarang.

98
Gambar 5. Peta Daerah Terdampak Perubahan Garis Pantai Kota Semarang Tahun
1992-2015
(Sumber: Hasil Analisis Data, 2016)

Hasil analisis perubahan garis pantai pada di wilayah kajian menunjukkan


terjadinya erosi pantai dengan nilai sebesar 1526,05 Ha yang secara
keruangan berdampak terhadap 10 desa yang berada di wilayah kepesisiran
Kota Semarang. Berikut Tabel 1 yang menunjukkan terjadinya erosi pantai
menurut desa di wilayah kepesisiran Kota Semarang.

Tabel 1. Tabel Wilayah Terdampak Erosi Pantai Wilayah Kepesisiran Kota Semarang
Tahun 1992-2015.

(Sumber: Hasil Olah Data, 2016)

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa daerah dengan luas wilayah


terdampak paling besar adalah Desa Randu Garut dimana daerah ini
mengalami kehilangan luas lahan sebesar 208,80 Ha dan Desa Mangunharjo

99
menjadi desa peringkat kedua yang wilayahnya terdampak erosi pantai
dengan nilai sebesar 201,77 Ha. Kondisi lain apabila ditinjau berdasarkan
persentase wilayah terdampak erosi pantai pada tiap desa menunjukkan
bahwa Desa Terboyo Kulon menjadi desa yang paling rawan terhadap
perubahan garis pantai karena 58,97% dari wilayahnya mengalami erosi
pantai dan diikuti oleh Desa Terboyo Wetan yang 57,54% dari total
wilayahnya mengalami erosi pantai.

5. KESIMPULAN
Hasil pengamatan secara spasio-temporal melalui Citra Landsat
terhadap perubahan garis pantai Kota Semarang menunjukkan terdapat 10
desa yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. Desa tersebut antara lain
Karanganyar, Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randu
Garut, Tanjung Mas, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo, dan
Tugurejo. Desa Terboyo Kulon menjadi desa yang paling rawan terhadap
perubahan garis pantai karena 58,97% dari wilayahnya tenggelam akibat
erosi pantai dan diikuti oleh Desa Terboyo Wetan yang 57,54% dari total
wilayahnya mengalami erosi pantai.

DAFTAR PUSTAKA
Arnott,R D. (2010). Introduction to Coastal Processes and Geomorphology. New York:
Cambridge University Press.
Bird, E. C. F (2008). Coastal Geomorphology: An Introduction, 2nd Edition. Melbourne:
Wiley Inc.
Marfai, M.A. (2011). Pengantar Pemodelan Geografi. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi.
Ongkosono, J.S.R dan Suyarso. 1989. Pasang Surut. Jakarta: Puslitbang Oseanografi
LIPI.
Prahasta, Edi. 2002. Konsep Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : CV.
Informatika.
Soenarmo, S. H. (2009). Penginderaan Jauh dan Pengenalan SIstem Informasi
Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: Penerbit ITB Bandung.
Sunarto, Marfai, M.A, Setiawan, M.A. (2014). Geomorfologi dan Dinamika Pesisir
Jepara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Winarto, D.A. (2012). Kajian Perubahan Garis Pantai Kota Semarang dan Konsep
Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Kerentanan. Thesis: Fakultas Geografi
UGM

100

View publication stats

You might also like