RSU JASEM
SIDOARJO
TATALAKSANAN KEGAWAT DARURATAN MEDIK
MATERNAL DAN NEONATAL
Nomor | Revisi Halaman:
sPO
0 wv
‘Tanggal Terbit
12 Juli 2022
Pengertian
* Kegawat Daruratan Maternal adalah Perdarahan yang |
‘mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
‘meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/
ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati cukup bulan (plasenta previa, sofusio plasenta, ruptur
uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca |
persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetr.
+ Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan
evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang
sakit kritis (< usia 28 hari) cabanas pengetahuan yang
dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis
yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
(Sharieff, Brousseau, 2006). antara lain kematian yang paling
cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan, Asfiksia
perinatal merupakan penyebab .
+ Mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang,
asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan |
ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat
janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /
oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk
‘mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Tujuan
Sebagai acuan agar dapat melakukan tatalaksana kegawat daruratan
medik maternal dan neonatal
KebijakanProsedur
. Pemberian Tranfusi Darah
. Pemberian Antibiotika
Pemberian Oksigen
Oksigen diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi
‘maupun ventilasi tekanan positif hanya dilakukan kalau ada indikasi
yang jelas.
Pemberian Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan
mengantisipasi kalau kemudian penambahan cairan dibutuhkan. |
Pemberian cairan infus intravena selanjutnya baik jenis cairan,
banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan pemberian cairan
hharus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan |
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang pada syok hipovolemik
seperti pada perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok
septik. Pada umumnya dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 %
atau Ringer Laktat. Jarum infus yang digunakan sebaiknya nomor 16-
18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat.
Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting.
Berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena
terlebih lagi pada syok septik. Setiap tanda pembengkakan, napas
pendek, dan pipi bengkak, kemungkinan adalah tanda kelebihan
pemberian cairan, Apabila hal ini terjadi, pemberian cairan
dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi edema
paru-paru.
Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai
syok, transfusi darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Walaupun demikian, transfusi darah bukan tanpa risiko
dan bahkan dapat berakibat kompliksai yang berbahaya dan fatal
Oleh karena itu keputusan untuk memberikan transfusi darah harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang serius berkaitan
dengan transfusi darah mencakup penyebaran_ mikroorganisme
infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan
virus hepatitis), masalah yang berkaitan dengan imunologik (
misalnya hemolisis intravaskular), dan kelebihan cairan dalam
transfusi darah
Pasang Kateter Kandung Kemih
Kateter kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin
yang keluar guna menulai fungsi ginjal dan kescimbangan
pemasukan danpengeluaran cairan tubuh. Lebih baik dipakai kateter
foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan
dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin ( urin
berwara gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin
sama sekali, Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin
bertambah, hal ini menunjukan bahwa Kondisi pasien membaik.
Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 m¥/4 jam atau 30 mL/
jam
Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada
asus sepsiS, syok septik, cidera intraabdominal, dan perforasi
uterus.Pada kasus syok, pemberian antibiotika intravena lebih
diutamakan sebab lebih cepat menyebarkan obat ke jaringan yang |terkena infeksi. Apabila pemberian intravena tidak memungkinkan,
obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika per oral
diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak
memungkinkan, yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi
ringan, atau untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi
diantisipasi dapat terjadi sebagai komplikasi. Profilaksis antibiotika
adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi pada kasus
tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam
dosis tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis
antibiotika diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari
efeknya pada bayi. Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis
terapeutik selain menyalahi prinsip juga tidak perlu dan suatu
pemborosan bagi si penderita. Risiko penggunaan antibiotika
berlebihan ialah retensi kuma, efek samping, toksisitas, reaksi alergi,
dan biaya yang tidak perlu dikeluarkan.
F. Obat Pengurang Rasa Nyeri
Pada beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat
mengalami rasa nyeri yang membutuhkan pengobatan segera.
Pemberian obat pengurang rasa nyeri. jangan sampai
‘menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk menentukan
diagnosis. Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk
tanpa didampingi petugas kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa
keman mpuan untuk mengatasi depresi pemapasan,
G. Penanganan Masalah Utama
Penyebab utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan
diagnosisnya dan ditangani sampai tuntas secepatnya setelah kondisi
pasien memungkinkan untuk segera ditindak. Kalau tidak, Kondisi
kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan bahkan mungkin dalam
kondisi yang lebih buruk.
H. Rujukan
Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk
menyelesaikan kasus dengan tindakan Klinik yang adekuat, maka
kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap.
Sebaiknya sebelum pasien dirujuk, fasilitas keschatan yang akan
menerima rujukan dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu sehingga
persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah dilakukan dan
diyakini rujukan kasus tidak akan ditolak
Unit Terkait
Poli KIA, PONED